spektrofotometer serapan atom

advertisement
Lab Terpadu Universitas Islam Indonesia
SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM
Contributed by Yusuf Habibi, S.Si.
Saturday, 18 July 2009
Last Updated Thursday, 22 October 2009
Oleh : Riyanto, Ph.D.*
PENDAHULUAN
Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak
digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh
tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuansi radiasi yang dipancarkan karakteristik untuk setiap unsur dan
intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi. Teknik ini dikenal
dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk SSA keadaan berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom
pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang
diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut.
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala
rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh ayala, tetapi
kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini
kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan.
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh
atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang
uyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang
nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan
sampel. Teknik-teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV -Vis yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan
kurva adisi standar.
SISTEM ATOMISASI
1. SISTEM ATOMISASI NYALA
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber (source)
atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk
larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang
dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian. yang saat ini
menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan
kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan
dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
1) Nyala udara-asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS,. temperarur nyala-nya yang lebih rendah mendorong
terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat
diminimalkan.
2) Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan
temperatur nyala yang dihasilkan relative tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V danW.
Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan menjadi spesies atom dalam nyala. Proses
atomisasi ini akan berpengaruh terhadap hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yangÂ
diperoleh pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis. Langkah-langkah
proses atomisasi melibatkan hal-hal kunci sebagaimana diberikan pada Gambar 3. Secara ideal fungsi dari sistem
atomisasi (source) adalah :
1) Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan sedikit perlakuan atau tanpa perIakuan awal.
2) Me!akukan seperti pada point 1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada semua level konsentrasi.
3) Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel.
4) Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap¬-tiap elemen. yakni agar
gangguan(interfererisi) dan penganih matriks (media) sampel menjadi minimal.   "
5) Memberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate).
6) Mendapatkan harga beli, perawatan dan pengoperasian yang murah.
7) Memudahkan operasi.
2. SISTEM ATOMISASI DENGAN ELEKTROTHERMAL (TUNGKU)
http://lab.uii.ac.id
Powered by Joomla!
Generated: 17 July, 2017, 21:51
Lab Terpadu Universitas Islam Indonesia
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti,
sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:
a.   Tahap pengeringan atau penguapan larutan
b.   Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik dan
c.   Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat
dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah
tungsten, Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat
bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1.   Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
2.   Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam tungku
3.   Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada sampel dan standard.
7.3. BAGAN ALAT AAS
Karena komponen lain dalam instrumentasi AAS telah disinggung sebelumnya kecuali hollow cathode lamp: HCL (Iampu
katoda cekung), maka selanjutnya hanya akan dibahas komponen HCL yang merupakan kunci berkembang pesatnya
AAS dan sekaligus penjelasan mengapa metode AAS merupakan metode analsis yang sangat selektif.
LAMPU HCL (HOLLOW CHATODE LAMP)
Lampu ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan mengemisikan gelombang monokhromatis. Lampu
ini terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan
anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda ini berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz karena
panjang gelombang emisinya sering berada pada daerah ultraviolet. Tabung gelas tersebut dibuat bertekanan rendah
dan diisi dengan gas inert Ar atau Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut
sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah katoda dan ketika menabrak katoda
menyebabkan beberapa logam pada katoda terpental dan berubah menjadi uap, Atom yang teruapkan ini, karena
tabrakan dengan ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi; ketika kembali ke
keadaan dasar atom-¬atom tersebut memancarkan sinar dengan λ yang karakteristik untuk unsur katoda tersebut.
Berkas sinar yang diemisikan bergerak melalui nyala dan berkas dengan λ tertentu yang dipilih dengan monokromator
akan diserap oleh uap atom yang ada dalam nyala yang berasal dari sampel. Sinar yang diabsorpsi paling kuat biasanya
adalah sinar yang berasal dart transisi elektron ke tingkat eksitasi terendah. Sinar ini disebut garis resonansi.
Sumber radiasi lain yang sering digunakan adalah "Electrodless Discharge Lamp ". Lampu ini mempunyai prinsip kerja
hampir sama dengan HCL, tetapi mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya digunakan untuk analisis unsurunsur As dan Se, karena lampu HCL untuk unsur-unsur ini mempunyai sinyal yang lemah dan tidak stabil.
METODE ANALISIS
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah :
(1) Metoda Standar Tunggal
Metoda sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd).
Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan Spektrofotometri. Dari
hk. Beer diperoleh :
   Astd = ε.b.Cstd   Asmp =ε.b.Csmp
              ε.b = Astd/ Cstd                    ε.b = Asmp/Csmp
sehingga,
Astd/Cstd = Csmp /Csmp →   Csmp = (Asmp/Astd) X Cstd
Dengan mengukur Absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
(2) Metode Kurva Kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut
diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang
akan merupakan garis lurus melewati titik nol dengan slope = ε.b atau slope = a.b. Konsentrasi larutan sampel dapat
dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam
persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi.
 (3) Metoda Adisi Standar
Metoda ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metoda ini dua atau lebih sejumlah
volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampat volume tertentu kemudian
http://lab.uii.ac.id
Powered by Joomla!
Generated: 17 July, 2017, 21:51
Lab Terpadu Universitas Islam Indonesia
diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya
ditambah terlebih dulu dengan sejumlah tertentu tarutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama.
Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut :
   Ax = k.Cx    AT = k(Cs + Cx)
Dimana.,
Cx = konsentrasi zat sampel
 Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
 Ax = Absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
 Ar = Absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua persarnaan diatas digabung akan diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(AT - Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrofotometer. Jika dibuat
suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat suatu grafik antara AT lawan Cs, garis lurus yang diperoleh
diekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(O - Ax)} ;  Cx = Cs x (Ax /-Ax)
Cx = Cs x ( -1) atau Cx = - Cs
GANGGUAN DALAM ANALISIS DENGAN SSA
Ada tiga gangguan utama dalam SSA :
(1) Gangguan ionisasi
(2) Gangguan akibat pembentukan senyawa refractory (tahan panas)
(3) Gangguan fisik alat
Gangguan lonisasi: Gangguan ini biasa terjadi pada unsur alkali dan alkali tanah dan beberapa unsur yang lain karena
unsur-¬unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala. Dalam analisis dengan FES dan AAS yang diukur adalah emisi
dan serapan atom yang tidak terionisasi. Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan
mengakibatkan sinyal yang ditangkap detek'tor menjadi berkurang. Namun demikian gangguan ini bukan gangguan
yang sifatnya serius, karena hanya sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat diatasi
dengan menambahkan unsur-¬unsur yaug mudah terionisasi ke clalam sampel sehingga akan menahan proses ionisasi
dari unsur yang dianalisis.
Pembentukan Senyawa Refraktori: Gangguan ini diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia, biasanya
anion yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory). Sebagai contoh,
pospat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala menghasilkan kalsium piropospat (CaP2O7). Hal ini menyebabkan
absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan
menambahkan stronsium klorida atau lantanum nitrat ke dalam tarutan. Kedua logam ini lebih mudah bereaksi dengan
pospat dihanding kalsium sehingga reaksi antara kalsium dengan pospat dapat dicegah atau diminimalkan. Gangguan
ini juga dapat dihindari dengan menambahkan EDTA berlebihan. EDTA akan membentuk kompleks chelate dengan
kalsium, sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan pospat dapat dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-EDTA
akan terdissosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih serius terjadi apabi!a
unsur-unsur seperti: AI, Ti, Mo,V dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam oksida dan
hidroksida yang tahan panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala., sehingga nyala
yang urnum digunakan dalam kasus semacam ini adalah nitrous oksida-asetilen.
ÂÂ Â.
Gangguan Fisik Alat : yang dianggap sebagai gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat mempengaruhi
kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut adalah: kecepatan alir
gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur atau solven, kandungan padatan yang tinggi, perubahan
temperatur nyala dll. Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih sering membuat Kalibrasi (standarisasi).
Daftar Pustaka
Anonim, 1982, Analytical Methods for Atomic Absorption Spectrophotometry, .Perkin Elmer, Norwalk, Connecticut, USA.
Christian., G.D., 1994, Analytical Chemistry, 5th ed-, .John Wiley and Sons, lnc. New York, pp. 462-484.
Christian, G.D. and O'Reilly, lE., 1986, Instrumental Analysis, 2nd ed., Allyn and Bacon, Inc., Boston, pp. 278-315.  Â
Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3rd ed., Saunders College Publ., Philadelphia, pp. 251-286.    Â
* Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Kimia FMIPA UII
http://lab.uii.ac.id
Powered by Joomla!
Generated: 17 July, 2017, 21:51
Related documents
Download