Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan

advertisement
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan nilai-nilai sosial di dalam masyarakat menyebabkan tingkat
perceraian semakin tinggi. Selain itu, akibat banyaknya wanita yang terjun ke
dalam dunia pekerjaan menyebabkan waktu kebersamaan untuk suami dan istri
menjadi berkurang. Data terakhir hasil perhitungan Kementerian Agama RI
mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2009.
Angka ini setara dengan 10 persen dari jumlah pernikahan di tahun 2009
sebanyak 2,5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding
tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian (Nasrullah 2011).
Angka perceraian di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Sejak Januari hingga
Maret 2010 Pengadilan Agama (PA) Cibinong mencatat sedikitnya 500 berkas
pengajuan permohonan perceraian. Setiap hari sedikitnya 40 sidang perceraian
berlangsung di Pengadilan Agama Cibinong. Data dari Pengadilan Agama
Cibinong, jumlah kasus perceraian mengalami peningkatan. Sebagian besar
kasus gugatan perceraian dilakukan oleh pihak istri (cerai gugat). Pada bulan
Februari 2010 jumlah kasus yang masih ditangani Pengadilan Agama Cibinong
mencapai 438 kasus. Ada banyak hal yang menyebabkan suatu rumah tangga
mengalami masalah atau mungkin berada pada ambang keretakan, seperti
kesibukan suami istri, tidak terjalinnya komunikasi yang baik, buruknya
pengasuhan anak, masalah keuangan, hilangnya kepercayaan, dan masalah
seksualitas (Pratiwi 2008).
Perkembangan informasi dan teknologi yang semakin pesat saat ini juga
telah banyak membawa perubahan budaya secara global serta berpengaruh di
dalam membina kehidupan rumah tangga. Teknologi yang banyak digunakan
oleh suami istri saat ini, yaitu handphone dan penggunaan internet (facebook
dan twitter). Melalui handphone dan internet suami istri bisa berkomunikasi
dengan teman-teman
lama, jika penggunaannya tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perselingkuhan antar suami istri. Pengejaran kebutuhan
materi dan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dapat menjadi
akibat dari segala macam tuntutan, pada saat suami istri sedang memiliki
kesibukan masing-masing tentunya waktu untuk berkumpul bersama keluarga
menjadi kurang, bahkan bisa tidak bertatap muka dengan anak maupun antar
pasangan. Selain itu, perbedaan gaya hidup antar pasangan juga dapat
2 menyebabkan ketidakharmonisan keluarga (Tarmizi 2009). Berbagai isu yang
dikemukakan di atas dapat menimbulkan kerenggangan hubungan antar anggota
keluarga, terutama hubungan antar suami istri yang dapat
mempengaruhi
hubungan antara orang tua dan anak.
Irama kehidupan yang semakin bergerak cepat membuat kehidupan
keluarga menjadi penuh tekanan dan persaingan, sehingga banyak yang merasa
asing
dari
ikatan-ikatan
pernikahan,
karena
masing-masing
hanya
memperturutkan ego dan dominasi kepentingan pribadi, serta tidak menjaga
komunikasi antara suami istri. Kehidupan keluarga pun menjadi terasa kering dan
hambar, sehingga keluarga menjadi rentan terhadap berbagai masalah dan
konflik yang muncul. Baik suami ataupun istri dapat mengalami ketidakpuasan
dalam pernikahan meskipun tidak ada konflik dalam rumah tangganya (Sumpani
2008). Namun suami istripun juga dapat merasa sangat puas dalam ikatan
pernikahan ketika masalah atau konflik dapat terpecahkan secara bersama.
Kepadatan dalam keluarga jelas berpengaruh besar terhadap hubungan
antar pribadi dalam keluarga. Adanya perbedaan secara perorangan, yaitu dalam
hal usia, pendidikan, tugas, kegiatan dan tanggung jawab akan mempersulit
untuk saling menyesuaikan. Interaksi yang semakin majemuk, menimbulkan
kesulitan untuk membina komunikasi yang baik (Gunarsa 2008). Sadarjoen
(2005) dalam Sumpani (2008) menyatakan bahwa komunikasi merupakan titik
pusat cara pasangan suami istri untuk hidup harmonis satu sama lain. Setelah
pasangan dapat saling berkomunikasi, maka suami istri dapat saling berbagi
dalam sistem interaksi yang selalu berubah dan bergerak maju serta terjadinya
perubahan fase kehidupan pada masing-masing pasangan disamping berbagi
perasaan, pengasuhan anak-anak, kejadian yang menyenangkan dan kejadian
dalam menghadapi masalah.
Tahun-tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan, bahkan dapat
disebut sebagai era kritis karena pengalaman pasangan suami istri belum
banyak. Menurut Clinebell & Clinebell (2005) dalam Anjani dan Suryanto (2006),
periode awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri, dan krisis muncul
saat pertama kali memasuki jenjang pernikahan. Pasangan suami istri harus
banyak belajar tentang pasangan masing-masing dan diri sendiri yang mulai
dihadapkan dengan berbagai masalah. Masing-masing pasangan harus dapat
menyesuaikan satu sama lain serta saling memberi dan menerima.
3
Masalah penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik,
karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan
dalam kehidupannya sehingga perlu melakukan penyesuaian. Sumber masalah
tersebut dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu
melakukan penyesuaian. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah,
tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan
gaya penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam perkawinan tersebut. Masing-masing
memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada
perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu
dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing
pasangan dapat terpenuhi dan memuaskan (Anjani dan Suryanto 2006). Menurut
Hurlock (1994) penyesuaian perkawinan sebagai proses adaptasi antara suami
istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan
menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri.
Perumusan Masalah
Isu permasalahan keluarga muncul dari ketidakharmonisan suami istri,
kenakalan anak-anak, bahkan sampai berakhir pada perceraian, anak-anak yang
terlibat dalam pergaulan bebas, serta terjadinya kekerasan dikalangan anakanak. Hal ini sebagian besar diakibatkan karena pola komunikasi yang kurang
tepat atau komunikasi yang tidak efektif di dalam keluarga. Setiap keluarga
memiliki aturan, pedoman, kebiasaan, tujuan dan tindakan yang berbeda.
Perbedaan pola komunikasi dalam keluarga dapat disebabkan oleh faktor
budaya individu tinggal dan dilahirkan, kebiasaan serta pengasuhan yang
diberikan oleh orang tuanya kepada individu (Ahira 2011).
Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan
sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah lainnya adalah
hubungan kasih sayang, seks, perbedaan pola budaya, peran sosial, kesulitan
ekonomi, dan tidak adanya persahabatan yang saling menguntungkan.
Sedangkan Goldsmith (1996) dalam Sunarti (2001) mengelompokkan tiga area
interaksi suami istri yang merupakan sumber konflik yaitu uang, pekerjaan, dan
seks.
Banyak hal yang terjadi dalam sebuah perkawinan mulai dari masalah
pembagian peran dan tugas antar suami istri, perbedaan sifat yang dimiliki antar
suami istri,
perbedaan dalam memberikan kasih sayang antar suami istri,
kurangnya komunikasi antar pasangan, serta konflik yang muncul dalam
4 keluarga. Suami istri harus mampu menciptakan komunikasi yang harmonis
dalam keluarga, sebab komunikasi harmonis akan memungkinkan adanya saling
pengertian dan ketulusan terhadap segala aspek kehidupan itu sendiri.
Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara mengoptimalkan dan
mengefektifkan komunikasi antar anggota keluarga, serta menyediakan waktu
untuk berkumpul bersama keluarga agar dapat terbentuk keharmonisan dalam
keluarga. Jika perkawinan berjalan dengan baik, maka kepuasan yang
didapatkan
masing-masing
pasangan
lebih
besar
dibandingkan
dengan
kepuasan dari dimensi-dimensi lain dalam kehidupan (Duvall dan Miller 1985).
Oleh karena itu, hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pola komunikasi
dan penyesuaian suami istri terhadap keharmonisan keluarga. Dengan demikian,
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi keluarga
contoh?
2. Bagaimana pola komunikasi dan penyesuaian yang dilakukan oleh
suami dan istri?
3. Bagaimana keharmonisan keluarga contoh?
4. Apakah terdapat hubungan pola komunikasi, penyesuaian suami istri,
dan karakteristik keluarga dengan keharmonisan keluarga?
5. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan
keluarga?
6. Apakah terdapat hubungan pola komunikasi, penyesuaian suami istri,
dan karakteristik keluarga dengan keharmonisan keluarga pada
keluarga beda suku dan sama suku?
5
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi,
penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan
berbeda.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi keluarga
sama suku dan beda suku
2. Mengidentifikasi perbedaan pola komunikasi
dan penyesuaian antara
suami istri pada keluarga sama suku dan beda suku
3. Mengidentifikasi keharmonisan keluarga sama suku dan beda suku
4. Menganalisis hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami
istri, dan karakteristik keluarga contoh dengan keharmonisan pada
keluarga sama suku dan beda suku.
5. Mengidentifikasi hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami
istri, dan keharmonisan suami istri, karakteristik keluarga contoh dengan
keharmonisan keluarga
6. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan pada
keuarga sama suku dan beda suku
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menyediakan
informasi kepada peneliti di bidang keluarga mengenai pola komunikasi dan
penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga. Hubungan antara pola
komunikasi dan penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga,
diharapkan dapat menambah informasi dalam penelitian keluarga. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi lembaga dan
institusi pemerintahan maupun pendidikan mengenai kehidupan keluarga yang
merupakan bagian dari suatu komunitas, serta bagi masyarakat diharapkan
dapat meningkatkan keharmonisan dalam keluarga, sehingga tingkat perceraian
akan dapat berkurang.
Download