Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS )
Konsep IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial
(social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council
(SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science
Education”dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat
terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum,
sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Ada banyak istilah dalam bidang
pengetahuan sosial, istilah tersebut meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social
Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika
Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali
dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan
pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli
yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial
yang mempunyai minat sama.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu
pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS
merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi
budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil
pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah,
sosiologi, antropologi, politik.
2.1.2 Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah
sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap
akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang
mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai
anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk. Nursid Sumaatmadja,
menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota
masyarakat.
2.1.3 Studi Sosial (Social Studies)
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau
disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah sosial. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan bahwa
studi sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran
bagi siswa sejak pendidikan dasar.
2.1.4 Hakekat, Tujuan, dan materi IPS di Sekolah Dasar
2.1.4.1 Hakikat IPS
Hakikat IPS itu adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk
sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dengan kemajuan teknologi pula sekarang ini
orang dapat berkomunikasi dengan cepat di manapun mereka berada melalui handphone dan
internet. Kemajuan IPTEK menyebabkan cepatnya komunikasi antara orang yang satu dengan
lainnya, antara negara satu dengan negara lainnya. Dengan demikian maka arus informasi akan
semakin cepat pula mengalirnya. Oleh karena itu diyakini bahwa “orang yang menguasai
informasi itulah yang akan menguasai dunia”. Suatu tempat atau ruang dipermukaan bumi,
secara alamiah dicirikan oleh kondisi alamnya yang meliputi iklim dan cuaca, sumber daya air,
ketinggian dari permukaan laut, dan sifat-sifat alamiah lainnya. Jadi bentuk muka bumi seperti
daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah pegunungan akan mempengaruhi
terhadap pola kehidupan penduduk yang menempatinya.
Didalam pembelajaran IPS, kita dapat mengetahui apa yang terjadi di masyarakat antara
lain: 1) hubungan sosial: semua hal yang berhubungan dengan interaksi manusia tentang proses,
faktor-faktor, perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu sosiologi, 2) ekonomi:
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia, perkembangan, dan permasalahannya
dipelajari dalam ilmu ekonomi, 3) psikologi: dibahas dalam ilmu psikologi, 4) budaya: dipelajari
dalam ilmu antropologi, 5) sejarah: berhubungan dengan waktu dan perkembangan kehidupan
manusia dipelajari dalam ilmu sejarah, 5) geografi: hubungan ruang dan tempat yang sangat
berpengaruh terhadap kehidupan manusia dipelajari dalam ilmu geografi, 6) politik:
berhubungan dengan norma, nilai, dan kepemimpinan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
dipelajari dalam ilmu politik.
2.1.4.2 Tujuan IPS di SD
Pengetahuan Sosial, bertujuan untuk:
1. Mengajarkan konsep – konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan
kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan
masalah, dan keterampilan sosial
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, baik secara nasional maupun global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid Sumaatmadja.
2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi
masyarakat dan negara” Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan
IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap
hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar hamalik. 1992 : 40-41).
2.1.4.3 Materi IPS di Sekolah Dasar
Materi dalam pembelajaran IPS antara lain, yaitu:
1) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah,
desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai
permasalahannya.
2) Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi,
komunikasi, transportasi.
3) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang
terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
4) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari
sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian
yang besar.
5) Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan,dan
keluarga.
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
2.1.5.1 Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
menggabungkan interaksi antara sesama siswa sebagai latihan hidup didalam masyarakat nyata.
Pembelajaran kooperatif dirancang berdasarkan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk
sosial. Karena satu sama lain saling membutuhkan, maka harus ada interaksi antar sesama agar
manusia yang berbedaterhindar dari kesalahpahaman antar sesamanya. Kegiatan pendidikan
adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa adanya interaksi antar pribadi. Lebih
lanjut, belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masingmasing orang yang berhubungan dengan yang lain membangun pengertian serta pengetahuan
bersama. Menurut Nurhadi (2004:60) pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
dalam kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran
kooperatif yang membedakannya.
Didalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha
setiap anggotanya. Setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri,
agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan dan interaksi antar siswa akan lebih
intensif. Interaksi yang intensif dapat dipastikan komunikasi antar siswa berjalan dengan lancar.
Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya dari hasil pemikiran satu kepala. Melalui
metode pembelajaran kooperatif Think Pair Share ini, siswa akan lebih menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen
yang saling terkait. Elemen-elemen dalam pembelajaran kooperatif, antara lain:1) Saling
ketrergantungan positif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah
yang dimaksud dengan saling 2) Interaksi tatap muka ketergantungan positif. Saling
ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa
saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal.. Interaksi tatap muka
menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat saling
bertatap muka, melakukan dialog tidak hanya dengan guru, tetapi juga sesama siswa. Interaksi
semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber
belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa
lebih mudah belajar dari sesamanya. 3) Akuntabilitas individual. Pembelajaran kooperatif
menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk
mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara
individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota
kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. 4)
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan
seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide, berani mempertahankan
pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanyamemperoleh teguran dari
guru tetapi juga dari sesama siswa. 5) Proses kelompok. Siswa memprotes keefektifan belajarnya
dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak,
serta membuat keputusan ataupun tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah
(Nurhadi, 2004:61). Sementara tahapan-tahapan yang yang harus dilaksanakan dalam
pembelajaran kooperatif adalah sebagaimana tabel berikut ini berikut:
Tabel 2.1
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Fase
I
Tahapan
Tingakah Laku Guru
Menyampaikan tujuan dan
Guru menyampikan semua tujuan pembelajaran
memotivasi siswa
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar
II
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
III
Mengorganisasikan siswa
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
ke dalam kelompok
caranya membentuk kelompok belajar dan
kooperatif
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
IV
Membimbing kelompok
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
bekerja
pada saat mereka mengerjakan tugas
dan belajar
V
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
VI
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok
Menurut Rahayu Sri ( 1998:53) pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan
kekurangan, kelebihan pembelajaran kooperatif antara lain: 1) Siswa bertanggung jawab atas
proses belajarnya, terlibat secara aktif, dan memiliki usaha yang lebih besar untuk berprestasi, 2)
Siswa mengembangkan keterampilan berfikir tinggi dan berfikir kritis, 3) Hubungan yang lebih
positif antar siswa dan kesehatan psikologis yang lebih besar.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kooperatif ini adalah: 1 ) Bagi guru, guru akan
kesulitan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan heterogen dari segi prestasi
akademis dan banyak menghabiskan waktu untuk diskusi 2) Bagi siswa, siswa dengan
kemampuan yang tinggi masih banyak yang belum terbiasa untuk menyampaikan atau memberi
penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit untuk dipahami. Dalam hal ini guru menekankan
pentingnya menjawab dan mengajukan pertanyaan kepada siswa lain dalam satu kelompok guna
menghidupkan suasana pembelajaran kooperatif.
2. Jenis–jenis Pembelajaran Kooperatif
Ada empat model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.
STAD (Student Teams Achievement Divisisons),
Merupakan pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert Slavin dari
Universitas John Hopkins. Model ini menekankan kerja sama antar sesama anggota
kelompok untuk mencapai ketuntasan belajar, serta setiap minggu atau setiap dua minggu
dilakukan evaluasi dan pemberian skor.
2.
JIGSAW
Merupakan pembelajaan kooperatif yang terdiri dari kelompok pakar (expert group) dan
kelompok awal (home teams), dimana setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari bagian akademik dari semua bahan akademik yang disodorkan guru.
3.
GI (Group Investigation),
Merupakan pembelajaran kooperatif dimana siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topic maupun cara untuk pembelajaran secara investigasi. Metode ini menuntut
para siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.
4.
Metode Struktural
Model ini menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang mempengaruhi polapola interaksi siswa.
5.
Numbered Head Together,
Model ini merupakan pembelajaran kooperatif yang melibatkan para siswa dalam mereview
bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek atau memeriksa pemahaman
mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Terdapat 4 langkah dalam model ini, yaitu:
penomoran, pengajuan pertanyaan, berfikir bersama, dan pemberian jawaban (Nurhadi, 2004
: 64).
3. Ciri – Ciri Pembelajaran Kooperatif
Adapun Ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:
1) Siswa belajar dalam kelompok, aktif mendengar, dan mengemukakan pendapat.
2) Membuat keputusan secara bersama
3) Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah.
4) Jika di dalam kelas terdapat siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya, dan
jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras,
suku, agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula.
5) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada kerja perorangan.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam
kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi
tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
2.1.5.2 Penggunaan Pembelajaran Think Pair Share
1. Pengertian TPS
Think Pair Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Think Pair Sharedikembangkan oleh Frank Lyman
et.al, dari University of Maryland pada tahun 1985 (Pramawati, 2005:105). Lyman menyatakan
bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memberi peserta didik kesempatan untuk
bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain.
2. Alasan – alasan Penggunaan TPS
Ada beberapa alasan mengapa TPS perlu digunakan, antara lain:
1) TPS membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses yang telah ditentukan
sehingga membatasi kesempatan pikirannya melantur dan tingkah lakunya menyimpang
karena harus melapor hasil pemikiranyya kemitranya/ temanya.
2) TPS meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat
diingat siswa.
3) TPS meningkatkan lamanya ”Time On Task” dalam kelas dan kualitas kontribusi siswa dalam
diskusi kelas.
4) Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosialnya.
3. Keunggulan TPS
Keunggulan-Keunggulan Think Pair Share, antara lain:
1. TPS mudah diterapkan diberbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap kesempatan.
2. Menyediakan waktu berpikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa.
3. Siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep dalam mata pelajaran.
4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi.
5. Siswa dapat belajar dari siswa lain.
6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagiatau menyampaikan
idenya.
4. Kelemahan TPS
Fadholi (2009: 1) mengemukakan 5 kelemahan atau kekurangan model pembelajaran
Think Pair and Share ( TPS ) sebagai berikut:
1. Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu
murid tidak mempunyai pasangan
2. Jika ada perselisihan,tidak ada penengah
3. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak
4. Menggantungkan pada pasangan
5. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan muridnya rendah.
5. Aplikasi waktu Penggunaan TPS
Aplikasi waktu dalam menggunakan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share
adalah:
1. Dapat digunakan di awal pelajaran sebelum mempelajari suatu materi (untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa).
2. Selama guru memperagakan, bereksperimen, atau menjelaskan.
3. Setiap saat untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang diajarakan.
6. Langkah–langka Pembelajaran TPS
Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share terdiri dari
lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas yaitu Think, Pair, dan Share. Kelima
langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.2
Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Learning
tipe Think Pair Share
Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1
o Menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk tiap
Pendahuluan
kegiatan,memotivasi
siswa
terlibat
pada
aktivitas
pemecahan masalah
o Menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa
Tahap 2
Think
o
menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan
demonstrasi
o memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh
siswa
o Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu
Tahap 3
Pair
o Siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya
o Siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban
tugas yang telah dikerjakan
Tahap 4
Share
o Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi
pendapat kepada seluruh siswa di kelas dengan dipandu
oleh guru.
Tahap 5
o Siswa dinilai secara individu dan kelompok
Penghargaan
Adapun penjelasan dari setiap langkah tersebut sebagai berikut:
a. Tahap pendahuluan
Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi siswa agar
terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta
menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan.
b.Tahap think (berpikir secara individual)
Proses think pair share dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali
konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu oleh guru untuk memikirkan
jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru
harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang
diberikan.
c. Tahap pair (berpasangan dengan teman sebangku)
Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru menentukan bahwa
pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak
pindah mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian,
siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas
permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk
mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama.
d. Tahap share
Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara
kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok.Setiap anggota dari kelompok dapat
memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.
e. Tahap penghargaan
Siswa mendapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun kelompok. Nilai
individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan
jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan
terhadap seluruh kelas.
2.1.6 Hasil Belajar
2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk
mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto, 2008:39).
Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang
relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.
Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang
dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik (Winkel, 1996:51-244 dalam Purwanto, 2008:45). Hasil belajar sebagai tingkat
penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan
tujuan pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993:49 dalam purwanto, 2008:46).
Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai
pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan sebagai hasil
proses dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan,
kecakapan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Menurut
Gagne, hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang diberikan pada stimulus
yang ada di lingkungan yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi
stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori.
Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang (Dahar,
1998:95; Suparno, 2001:21 dalam Purwanto, 2008:42). Oleh karena itu menurut Bruner, belajar
menjadi bermakna apabila dikembangkan melalui eksplorasi penemuan.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam
bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan,
(2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang
diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan seharihari.
2.1.6.2 Klasifikasi Hasil Belajar
Benyamin Bloom dalam Sudjana (1990:22) mengklasifikasikan hasil belajar yang secara
garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu (1) Ranah kognitif: berkenaan dengan sikap hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi, (2) Ranah afektif: Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek
yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi, (3) Ranah psikomotor:
Berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak.
Menurut Sudjana (1990:56) hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran
yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Kepuasan dan kebanggaan yang
dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan
prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya
mempertahankan apa yang telah dicapai, b) Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya,
artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah
dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya, c) Hasil belajar yang dicapai
bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk
mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan
kreativitasnya, d) Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni
mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah
psikomotorik, keterampilan atau perilaku, e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai
dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan
mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar adalah perubahan prilaku
seseorang ke arah yang lebih positif akibat belajar, atau hasil belajar merupakan nilai yang
dicapai seseorang dengan kemampuan maksimal.
2.1.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto, 2003:2). Berikut adalah penjabarannya:
1. Faktor dalam (internal),
Faktor dalam yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar. Faktor dalam ini
meliputi:
a. Kondisi Fisiologis,
Keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak cacat, dan lain-lain. Menurut Nasoetion
(1999:43) kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar
seseorang. Orang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang
dalam keadaan kelelahan. Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi pengelolaan kelas.
Pengajaran dengan pola klasikal perlu memperhatikan tinggi rendahnya postur tubuh anak
didik. Postur tubuh anak didik yang tinggi sebaiknya ditempatkan di belakang anak didik
yang bertubuh pendek. Hal ini dimaksudkan agar pandangan anak didik ke papan tulis tidak
terhalang oleh anak didik yang bertubuh tinggi. Tinjauan fisiologis adalah kebijakan yang
pasti tak bisa diabaikan dalam penentuan besar kecilnya, tinggi rendahnya kursi dan meja
sebagai perangkat tempat duduk anak didik dalam menerima pelajaran dari guru di kelas.
b. Kondisi Psikologis,
Terdiri dari : 1) Minat: Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman
yang mendorong seseorang untuk memperoleh aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk
tujuan perhatian atau pencapaian (Getzel, 1966:54). 2) Kecerdasan,
Kemampuan untuk
menemukan arah atau cara yang tepat ke arah sasaran yang akan dicapai (Gardner, 2003:23).
3) Bakat: Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu
dikembangkan atau latihan (Munandar, 1995:72). 4) Motivasi adalah kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu (Nasoetion,
1999:32).
5) Kemampuan Kognitif: Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai
jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat dan
berpikir. (Djamarah, 2000:142).
2. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang belajar.
Faktor lingkungan, meliputi :
1. Lingkungan Sekolah
Lingkungan alam yang dimaksud di sini adalah lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah
yang baik adalah lingkungan sekolah yang di dalamnya dihiasi dengan tanaman/pepohonan
yang dipelihara dengan baik. Apotik hidup mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai
laboratorium alam bagi anak didik.Sejumlah kursi dan meja belajar teratur rapi yang
ditempatkan di bawah pohon-pohon tertentu agar anak didik dapat belajar mandiri di luar
kelas dan berinteraksi dengan lingkungan. Kesejukan lingkungan membuat anak didik betah
tinggal berlama-lama di dalamnya.
2. Lingkungan Sosial Budaya.
Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan
problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. Contohnya: Pergaulan yang dapat
mempengaruhi sifat dan kelakuan siswa di sekolah, Pembangunan gedung sekolah yang tak
jauh dari hiruk pikuk lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas. Pabrik-pabrik yang
didirikan di sekitar sekolah dapat menimbulkan kebisingan di dalam kelas.
3. Faktor Instrumental
Faktor Instrumental yaitu faktor yang ada dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil
belajar yang diharapkan. Faktor instrumental itu antara lain:
a. Kurikulum:
Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam
pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab
materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas, belum guru
programkan sebelumnya.
b. Program Pendidikan:
Program pendidikan disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan
pendidikan di sekolah tergantung baik tidaknya program pendidikan yang dirancang.
Program pendidikan disusun berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenaga,
finansial dan saran prasarana.
c. Sarana dan Fasilitas:
Sarana dan fasilitas mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah
misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar
di sekolah. Fasilitas merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus dimiliki oleh
sekolah. Ini kebutuhan guru yang tak bisa dianggap ringan. Guru harus memiliki buku
pegangan
dan
buku
penunjang
agar
wawasan
guru
tidak
sempit.
Buku
kependidikan/keguruan perlu dibaca atau dimiliki oleh guru dalam rangka peningkatan
kompetensi keguruan.
d. Guru:
Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan, kehadiran guru mutlak diperlukan
di dalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan terjadi
kegiatan belajar mengajar di sekolah.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luluk (2010) dalam penelitiannya yang
berjudul “Penerapan Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Aktifitas Dan Hasil Belajar
IPS siswa kelas V SDN Segaran 03 Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang”. Dari hasil
analisis menunjukkan bahwa adanya peningkatan aktititas dan hasil belajar siswa kelas V pada
mata pelajaran IPS materi keanegaragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Hasil pre test
siswa rata-rata adalah 48, 2 %, siklus I mengalami peningkatan yaitu menjadi 65,8 atau 69,8%
dan siklus II terus mengalami peningkatan menjadi 81,8 atau 81,8 %. Hasil belajar siswa
dikatakan naik 12 % persiklus. Sedangkan untuk aktifitas siswa menunjukkan adanya
peningkatan dari 11,56 menjadi 12,88 di siklus II. Kekurangan dalam penelitian ini adalah
perluanya penguasaan kelas yang baik oleh guru pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
kondusif, serta waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan
manajemen waktu yang baik oleh guru. Penelitian yang dilakukan oleh Putri Rachnadyanti
(2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Siswa Kelas IV SD N Kendalrejo 01 Kabupaten
Blitar”. Dari hasil analisa menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Pair Share
pada IPS di kelas IV sudah sangat baik. Hal ini didukung dengan meningkatnya hasil belajar
siswa pada kegiatan Think Pair Share. Hasil belajar siswa meliputi aspek aktifitas belajar siswa
dan nilai akhir siswa. Persentase aktifitas siswa pada siklus I pertemuan 1 sejumlah 65,4 %,
pertemuan 2 sejumlah 66,71 % dan pada pertemuan 3 sejumlah 67,95 %. Sehingga dari pra
tindakan samapi siklus 1 mengalami peningkatan prosentase aktivitas siswa mencapai 71,85 %,
pertemuan 2 mencapai 74 %, pertemuan 3 mencapai 76,80%. Sehingga terjadi peningkatan
persentase aktifitas siswa dari siklus 1 ke siklus 2, sejumlah 8,85%. Secara keseluruhan terjadi
peningkatan aktivitas belajar siswa dari pra tindakan sampai siklus II sebanyak 19,71%.
Pada aspek nilai akhir siswa pada pra tindakan mencapai 58,8%, sikluks 1 pertemuan 1
mencapai 1 mlencapai 57%, pertemuan 2 mencapai 62%, dan pada pertemuan 3 mencapai 81%.
Sehingga dari pra tindakan ke siklus 1 mengalami peningkatan persentase nilai akhir siswa
sejumlah 22,2%. Pada siklus II pertemuan 2 mencapai 85%, pada pertemuan 2 mencapai 95%,
dan pada pertemuan 3 mencapai 100%. Hal ini menunjukkan peningkatan siklus 1 ke siklus II
sejumlah 41,42%. Kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini adalah perlunya pengawasan
guru terhadap proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran berjalan lancar, perlunya
bimbingan yang diberikan guru baik bimbingan perseorangan maupun bimbingan kelompok,
dan motivasi dari guru kepada siswa perlu tingkat akan agar dapat memunculkan ide – ide kreatif
siswa
Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanik Rinawati (2011)
dalam penelitian yang berjudul Peningkatan Ketrampilan “Menulis Puisi melalui model
pembelajaran Think Pair Share pada Siswa Kelas V SDN Dampit 2 Kecamatan Dampit
Kabupaten Malang”. Berdasarkan analisis data penelitian setelah diterapkan model pembelajaran
Think Pair Share dalam menulis puisi. Diketahui bahwa: banyaknya siswa yang telah mengalami
peningkatan dari pra tindakan sampai siklus II sebelum siklus hasil yang didapat 65,5%.
Sedangkan pada saat sudah dilaksanakan siklus I hasil yang didapat meningkat yaitu 73,26% dan
pada saat pelaksanaan siklus 2 nilai siswa semakin meningkat yaitu 87,78 % . Kelebihan
dalam penelitian ini adalah peningkatan yang cukup baik yaitu dimulai dari pra siklus sebesar
65,5 %, pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 73, 26 % dan pada siklus II terjadi peningkatan
sebesar 87,78%, serta keberhasilan dalam mengembangkangkan sikap kerja sama dengan teman
dan berpikir kritis siswa. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya variasi kegiatan
belajar yang diberirikan guru agar pembelajaran dapat menarik perhatian siswa dan siswa tidak
bosan.Sebagai berbandingan penelitian yang dilakukan oleh Alfian Halid Sofian (2011) yang
berjudul “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share terhadap Hasil Belajar
Akuntasi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 9 Malang” dan dari hasil hasil analistis data
menunjukkan bahw hasil penelitian ini menunjukkan keefektivitas dari penerapan model
pembelajaran model pembelajaran Think Pair Share terhadap hasil belajar siswa, terbukti dari
hasil uji tes yang menunujukkan signifikansi (0,007). Kelebihan yang dicapai dalam penelitian
adalah keberhasilan dalam melatih siswa untuk bekerjasama dengan teman atau pasangannya.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga
diperlukan pengaturan waktu yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanafiah (2010) yang berjudul Model Pembelajaran
Think Pair Share Dalam Mata Pelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Langsa
dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share lebih efektif dibandingkan dengan
pembelajaran sejarah yang tidak diberikan model pembelajaran Think Pair Share atau metode
konvesional. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan dengan uji t diperoleh t hitung =4,060
sedangkan ttabel (0,95)
(81)
= 1,99. Karena thitung>ttabel yaitu 4,060>1,99, selain itu dapat dibuktikan
dalam proses pembelajaran berdasarkan hasil observasi keaktifan siswa pada kelas kontrol
sebesar 50% maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen memimiliki kemampuan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kekurangan dalam penelitian ini
adalah perlunya dalam pengawasan kelas oleh guru untuk dapat memotivasi keaktifan sisiwa
dalam pembelajaran dan juga perlunya bimbingan yang di berikan oleh guru (kelompok &
individu).
Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada
menguji dan memperbaiki model
pembelajaran Think Pair Share dengan melakukan penelitian tindakan kelas IV SD Blotongan
01 Salatiga.
2.3 Kerangka Pikir
Penggunaan model kooperatif tipe TPS diharapkan dapat membantu peserta didik untuk
meningkatkan sikap positif dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe TPS
di sini siswa secara individu berlatih untuk membangun
kepercayaan diri terhadap
kemampuannya untuk menyelesaiakan masalah di dalam pembelajaran, sehingga akan
mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan rasa cemas yang banyak dialami oleh siswa dalam
proses pembelajaran dan diharapkan juga dengan penggunaan model kooperatif Tipe TPS ini
efektif untuk hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS.
TPS adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri atas tiga tahapan yang digunakan
untuk mereviuw fakta serta informasi dasar yang digunakan untuk mengatur interaksi antar
siswa. Ketiga tahapan dalam TPS dalam pembelajaran IPS di kelas IV dengan materi Peta dan
Komponennya adalah sebagai berikut:
1. Berpikir (think), pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan untuk dipikirkan
oleh siswa. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memikirkan
jawabannya dan secara individu siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru
2. Berpasangan (pairing) pada tahapan ini guru membagikan LKS, meminta siswa untuk
berpasang–pasangan, dan memberikan kesempatan kepada pasangan – pasangan tersebut
untuk berdiskusi menyelesaikan LKS yang dibagikan oleh guru.
3. Berbagi (sharing), pada tahapan ini pasangan–pasangan melaporkan hasil diskusi dari LKS
yang dibagikan dan siswa yang lain memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi temannya
yang melaporkan hasil diskusi bersama pasangan.
Dengan penggunaan model pembelajaran tipe TPS, materi yang akan dipelajari oleh
siswa lebih mudah untuk diterima karena siswa belajar dengan melakukan diskusi berpasangan
dengan temannya. Siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS, hasil belajar yang didapat akan lebih meningkat daripada siswa yang pembelajarannya
menggunakan ceramah dan tanya jawab yang cenderung monoton dan hal ini menjadikan
pembelajaran menjadi terpusat pada guru, dan siswa pasif dan tidak ada kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya. Evaluasi hasil belajar pun hanya menggunakan hasil tes formatif
saja, tanpa menggunakan penilaian proses pembelajaran. Berikut ini adalah Kerangka berfikir
dapat dilihat pada bagan 2.1.
Kondisi awal
Tindakan
Hasil Akhir
Prestasi Belajar Siswa Rendah
Penerapan pembelajaran model
Kooperatif TPS
Hasil belajar meningkat
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka berpikir, peneliti mengemukakan hipotesis
penelitian yaitu hasil Belajar IPS pada siswa kelas IV SD Blotongan 01 Salatiga dapat
ditingkatkan dengan menerapkan pendekatan Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS).
Download