BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) Konsep IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education”dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Ada banyak istilah dalam bidang pengetahuan sosial, istilah tersebut meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama. Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik. 2.1.2 Ilmu Sosial (Social Science) Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”. Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk. Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. 2.1.3 Studi Sosial (Social Studies) Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan bahwa studi sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar. 2.1.4 Hakekat, Tujuan, dan materi IPS di Sekolah Dasar 2.1.4.1 Hakikat IPS Hakikat IPS itu adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dengan kemajuan teknologi pula sekarang ini orang dapat berkomunikasi dengan cepat di manapun mereka berada melalui handphone dan internet. Kemajuan IPTEK menyebabkan cepatnya komunikasi antara orang yang satu dengan lainnya, antara negara satu dengan negara lainnya. Dengan demikian maka arus informasi akan semakin cepat pula mengalirnya. Oleh karena itu diyakini bahwa “orang yang menguasai informasi itulah yang akan menguasai dunia”. Suatu tempat atau ruang dipermukaan bumi, secara alamiah dicirikan oleh kondisi alamnya yang meliputi iklim dan cuaca, sumber daya air, ketinggian dari permukaan laut, dan sifat-sifat alamiah lainnya. Jadi bentuk muka bumi seperti daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah pegunungan akan mempengaruhi terhadap pola kehidupan penduduk yang menempatinya. Didalam pembelajaran IPS, kita dapat mengetahui apa yang terjadi di masyarakat antara lain: 1) hubungan sosial: semua hal yang berhubungan dengan interaksi manusia tentang proses, faktor-faktor, perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu sosiologi, 2) ekonomi: berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia, perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu ekonomi, 3) psikologi: dibahas dalam ilmu psikologi, 4) budaya: dipelajari dalam ilmu antropologi, 5) sejarah: berhubungan dengan waktu dan perkembangan kehidupan manusia dipelajari dalam ilmu sejarah, 5) geografi: hubungan ruang dan tempat yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia dipelajari dalam ilmu geografi, 6) politik: berhubungan dengan norma, nilai, dan kepemimpinan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dipelajari dalam ilmu politik. 2.1.4.2 Tujuan IPS di SD Pengetahuan Sosial, bertujuan untuk: 1. Mengajarkan konsep – konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis. 2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial 3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global. Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid Sumaatmadja. 2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara” Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar hamalik. 1992 : 40-41). 2.1.4.3 Materi IPS di Sekolah Dasar Materi dalam pembelajaran IPS antara lain, yaitu: 1) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya. 2) Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi. 3) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh. 4) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar. 5) Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan,dan keluarga. 2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share 2.1.5.1 Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis menggabungkan interaksi antara sesama siswa sebagai latihan hidup didalam masyarakat nyata. Pembelajaran kooperatif dirancang berdasarkan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sosial. Karena satu sama lain saling membutuhkan, maka harus ada interaksi antar sesama agar manusia yang berbedaterhindar dari kesalahpahaman antar sesamanya. Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa adanya interaksi antar pribadi. Lebih lanjut, belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masingmasing orang yang berhubungan dengan yang lain membangun pengertian serta pengetahuan bersama. Menurut Nurhadi (2004:60) pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya. Didalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri, agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan dan interaksi antar siswa akan lebih intensif. Interaksi yang intensif dapat dipastikan komunikasi antar siswa berjalan dengan lancar. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya dari hasil pemikiran satu kepala. Melalui metode pembelajaran kooperatif Think Pair Share ini, siswa akan lebih menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen dalam pembelajaran kooperatif, antara lain:1) Saling ketrergantungan positif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling 2) Interaksi tatap muka ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal.. Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat saling bertatap muka, melakukan dialog tidak hanya dengan guru, tetapi juga sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. 3) Akuntabilitas individual. Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. 4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanyamemperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa. 5) Proses kelompok. Siswa memprotes keefektifan belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak, serta membuat keputusan ataupun tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah (Nurhadi, 2004:61). Sementara tahapan-tahapan yang yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagaimana tabel berikut ini berikut: Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Fase I Tahapan Tingakah Laku Guru Menyampaikan tujuan dan Guru menyampikan semua tujuan pembelajaran memotivasi siswa yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar II Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan III Mengorganisasikan siswa Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana ke dalam kelompok caranya membentuk kelompok belajar dan kooperatif membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. IV Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar bekerja pada saat mereka mengerjakan tugas dan belajar V Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya VI Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok Menurut Rahayu Sri ( 1998:53) pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan pembelajaran kooperatif antara lain: 1) Siswa bertanggung jawab atas proses belajarnya, terlibat secara aktif, dan memiliki usaha yang lebih besar untuk berprestasi, 2) Siswa mengembangkan keterampilan berfikir tinggi dan berfikir kritis, 3) Hubungan yang lebih positif antar siswa dan kesehatan psikologis yang lebih besar. Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kooperatif ini adalah: 1 ) Bagi guru, guru akan kesulitan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan heterogen dari segi prestasi akademis dan banyak menghabiskan waktu untuk diskusi 2) Bagi siswa, siswa dengan kemampuan yang tinggi masih banyak yang belum terbiasa untuk menyampaikan atau memberi penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit untuk dipahami. Dalam hal ini guru menekankan pentingnya menjawab dan mengajukan pertanyaan kepada siswa lain dalam satu kelompok guna menghidupkan suasana pembelajaran kooperatif. 2. Jenis–jenis Pembelajaran Kooperatif Ada empat model pembelajaran kooperatif, yaitu : 1. STAD (Student Teams Achievement Divisisons), Merupakan pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas John Hopkins. Model ini menekankan kerja sama antar sesama anggota kelompok untuk mencapai ketuntasan belajar, serta setiap minggu atau setiap dua minggu dilakukan evaluasi dan pemberian skor. 2. JIGSAW Merupakan pembelajaan kooperatif yang terdiri dari kelompok pakar (expert group) dan kelompok awal (home teams), dimana setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian akademik dari semua bahan akademik yang disodorkan guru. 3. GI (Group Investigation), Merupakan pembelajaran kooperatif dimana siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topic maupun cara untuk pembelajaran secara investigasi. Metode ini menuntut para siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. 4. Metode Struktural Model ini menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang mempengaruhi polapola interaksi siswa. 5. Numbered Head Together, Model ini merupakan pembelajaran kooperatif yang melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Terdapat 4 langkah dalam model ini, yaitu: penomoran, pengajuan pertanyaan, berfikir bersama, dan pemberian jawaban (Nurhadi, 2004 : 64). 3. Ciri – Ciri Pembelajaran Kooperatif Adapun Ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah: 1) Siswa belajar dalam kelompok, aktif mendengar, dan mengemukakan pendapat. 2) Membuat keputusan secara bersama 3) Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 4) Jika di dalam kelas terdapat siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras, suku, agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula. 5) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada kerja perorangan. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. 2.1.5.2 Penggunaan Pembelajaran Think Pair Share 1. Pengertian TPS Think Pair Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Think Pair Sharedikembangkan oleh Frank Lyman et.al, dari University of Maryland pada tahun 1985 (Pramawati, 2005:105). Lyman menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memberi peserta didik kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. 2. Alasan – alasan Penggunaan TPS Ada beberapa alasan mengapa TPS perlu digunakan, antara lain: 1) TPS membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses yang telah ditentukan sehingga membatasi kesempatan pikirannya melantur dan tingkah lakunya menyimpang karena harus melapor hasil pemikiranyya kemitranya/ temanya. 2) TPS meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat diingat siswa. 3) TPS meningkatkan lamanya ”Time On Task” dalam kelas dan kualitas kontribusi siswa dalam diskusi kelas. 4) Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosialnya. 3. Keunggulan TPS Keunggulan-Keunggulan Think Pair Share, antara lain: 1. TPS mudah diterapkan diberbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap kesempatan. 2. Menyediakan waktu berpikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa. 3. Siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep dalam mata pelajaran. 4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi. 5. Siswa dapat belajar dari siswa lain. 6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagiatau menyampaikan idenya. 4. Kelemahan TPS Fadholi (2009: 1) mengemukakan 5 kelemahan atau kekurangan model pembelajaran Think Pair and Share ( TPS ) sebagai berikut: 1. Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan 2. Jika ada perselisihan,tidak ada penengah 3. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak 4. Menggantungkan pada pasangan 5. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan muridnya rendah. 5. Aplikasi waktu Penggunaan TPS Aplikasi waktu dalam menggunakan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share adalah: 1. Dapat digunakan di awal pelajaran sebelum mempelajari suatu materi (untuk mengetahui pengetahuan awal siswa). 2. Selama guru memperagakan, bereksperimen, atau menjelaskan. 3. Setiap saat untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang diajarakan. 6. Langkah–langka Pembelajaran TPS Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas yaitu Think, Pair, dan Share. Kelima langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Tahap 1 o Menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk tiap Pendahuluan kegiatan,memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah o Menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa Tahap 2 Think o menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan demonstrasi o memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh siswa o Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu Tahap 3 Pair o Siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya o Siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban tugas yang telah dikerjakan Tahap 4 Share o Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi pendapat kepada seluruh siswa di kelas dengan dipandu oleh guru. Tahap 5 o Siswa dinilai secara individu dan kelompok Penghargaan Adapun penjelasan dari setiap langkah tersebut sebagai berikut: a. Tahap pendahuluan Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan. b.Tahap think (berpikir secara individual) Proses think pair share dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. c. Tahap pair (berpasangan dengan teman sebangku) Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru menentukan bahwa pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama. d. Tahap share Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok.Setiap anggota dari kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka. e. Tahap penghargaan Siswa mendapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas. 2.1.6 Hasil Belajar 2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto, 2008:39). Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Winkel, 1996:51-244 dalam Purwanto, 2008:45). Hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993:49 dalam purwanto, 2008:46). Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Menurut Gagne, hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang diberikan pada stimulus yang ada di lingkungan yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang (Dahar, 1998:95; Suparno, 2001:21 dalam Purwanto, 2008:42). Oleh karena itu menurut Bruner, belajar menjadi bermakna apabila dikembangkan melalui eksplorasi penemuan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan seharihari. 2.1.6.2 Klasifikasi Hasil Belajar Benyamin Bloom dalam Sudjana (1990:22) mengklasifikasikan hasil belajar yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu (1) Ranah kognitif: berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, (2) Ranah afektif: Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi, (3) Ranah psikomotor: Berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Menurut Sudjana (1990:56) hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai, b) Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya, c) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya, d) Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku, e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar adalah perubahan prilaku seseorang ke arah yang lebih positif akibat belajar, atau hasil belajar merupakan nilai yang dicapai seseorang dengan kemampuan maksimal. 2.1.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto, 2003:2). Berikut adalah penjabarannya: 1. Faktor dalam (internal), Faktor dalam yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar. Faktor dalam ini meliputi: a. Kondisi Fisiologis, Keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak cacat, dan lain-lain. Menurut Nasoetion (1999:43) kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang dalam keadaan kelelahan. Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi pengelolaan kelas. Pengajaran dengan pola klasikal perlu memperhatikan tinggi rendahnya postur tubuh anak didik. Postur tubuh anak didik yang tinggi sebaiknya ditempatkan di belakang anak didik yang bertubuh pendek. Hal ini dimaksudkan agar pandangan anak didik ke papan tulis tidak terhalang oleh anak didik yang bertubuh tinggi. Tinjauan fisiologis adalah kebijakan yang pasti tak bisa diabaikan dalam penentuan besar kecilnya, tinggi rendahnya kursi dan meja sebagai perangkat tempat duduk anak didik dalam menerima pelajaran dari guru di kelas. b. Kondisi Psikologis, Terdiri dari : 1) Minat: Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian (Getzel, 1966:54). 2) Kecerdasan, Kemampuan untuk menemukan arah atau cara yang tepat ke arah sasaran yang akan dicapai (Gardner, 2003:23). 3) Bakat: Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau latihan (Munandar, 1995:72). 4) Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu (Nasoetion, 1999:32). 5) Kemampuan Kognitif: Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat dan berpikir. (Djamarah, 2000:142). 2. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang belajar. Faktor lingkungan, meliputi : 1. Lingkungan Sekolah Lingkungan alam yang dimaksud di sini adalah lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang di dalamnya dihiasi dengan tanaman/pepohonan yang dipelihara dengan baik. Apotik hidup mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai laboratorium alam bagi anak didik.Sejumlah kursi dan meja belajar teratur rapi yang ditempatkan di bawah pohon-pohon tertentu agar anak didik dapat belajar mandiri di luar kelas dan berinteraksi dengan lingkungan. Kesejukan lingkungan membuat anak didik betah tinggal berlama-lama di dalamnya. 2. Lingkungan Sosial Budaya. Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. Contohnya: Pergaulan yang dapat mempengaruhi sifat dan kelakuan siswa di sekolah, Pembangunan gedung sekolah yang tak jauh dari hiruk pikuk lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas. Pabrik-pabrik yang didirikan di sekitar sekolah dapat menimbulkan kebisingan di dalam kelas. 3. Faktor Instrumental Faktor Instrumental yaitu faktor yang ada dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental itu antara lain: a. Kurikulum: Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas, belum guru programkan sebelumnya. b. Program Pendidikan: Program pendidikan disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung baik tidaknya program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial dan saran prasarana. c. Sarana dan Fasilitas: Sarana dan fasilitas mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Fasilitas merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus dimiliki oleh sekolah. Ini kebutuhan guru yang tak bisa dianggap ringan. Guru harus memiliki buku pegangan dan buku penunjang agar wawasan guru tidak sempit. Buku kependidikan/keguruan perlu dibaca atau dimiliki oleh guru dalam rangka peningkatan kompetensi keguruan. d. Guru: Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan, kehadiran guru mutlak diperlukan di dalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luluk (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Aktifitas Dan Hasil Belajar IPS siswa kelas V SDN Segaran 03 Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang”. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa adanya peningkatan aktititas dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPS materi keanegaragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Hasil pre test siswa rata-rata adalah 48, 2 %, siklus I mengalami peningkatan yaitu menjadi 65,8 atau 69,8% dan siklus II terus mengalami peningkatan menjadi 81,8 atau 81,8 %. Hasil belajar siswa dikatakan naik 12 % persiklus. Sedangkan untuk aktifitas siswa menunjukkan adanya peningkatan dari 11,56 menjadi 12,88 di siklus II. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perluanya penguasaan kelas yang baik oleh guru pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan kondusif, serta waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan manajemen waktu yang baik oleh guru. Penelitian yang dilakukan oleh Putri Rachnadyanti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Siswa Kelas IV SD N Kendalrejo 01 Kabupaten Blitar”. Dari hasil analisa menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Pair Share pada IPS di kelas IV sudah sangat baik. Hal ini didukung dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada kegiatan Think Pair Share. Hasil belajar siswa meliputi aspek aktifitas belajar siswa dan nilai akhir siswa. Persentase aktifitas siswa pada siklus I pertemuan 1 sejumlah 65,4 %, pertemuan 2 sejumlah 66,71 % dan pada pertemuan 3 sejumlah 67,95 %. Sehingga dari pra tindakan samapi siklus 1 mengalami peningkatan prosentase aktivitas siswa mencapai 71,85 %, pertemuan 2 mencapai 74 %, pertemuan 3 mencapai 76,80%. Sehingga terjadi peningkatan persentase aktifitas siswa dari siklus 1 ke siklus 2, sejumlah 8,85%. Secara keseluruhan terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dari pra tindakan sampai siklus II sebanyak 19,71%. Pada aspek nilai akhir siswa pada pra tindakan mencapai 58,8%, sikluks 1 pertemuan 1 mencapai 1 mlencapai 57%, pertemuan 2 mencapai 62%, dan pada pertemuan 3 mencapai 81%. Sehingga dari pra tindakan ke siklus 1 mengalami peningkatan persentase nilai akhir siswa sejumlah 22,2%. Pada siklus II pertemuan 2 mencapai 85%, pada pertemuan 2 mencapai 95%, dan pada pertemuan 3 mencapai 100%. Hal ini menunjukkan peningkatan siklus 1 ke siklus II sejumlah 41,42%. Kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini adalah perlunya pengawasan guru terhadap proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran berjalan lancar, perlunya bimbingan yang diberikan guru baik bimbingan perseorangan maupun bimbingan kelompok, dan motivasi dari guru kepada siswa perlu tingkat akan agar dapat memunculkan ide – ide kreatif siswa Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanik Rinawati (2011) dalam penelitian yang berjudul Peningkatan Ketrampilan “Menulis Puisi melalui model pembelajaran Think Pair Share pada Siswa Kelas V SDN Dampit 2 Kecamatan Dampit Kabupaten Malang”. Berdasarkan analisis data penelitian setelah diterapkan model pembelajaran Think Pair Share dalam menulis puisi. Diketahui bahwa: banyaknya siswa yang telah mengalami peningkatan dari pra tindakan sampai siklus II sebelum siklus hasil yang didapat 65,5%. Sedangkan pada saat sudah dilaksanakan siklus I hasil yang didapat meningkat yaitu 73,26% dan pada saat pelaksanaan siklus 2 nilai siswa semakin meningkat yaitu 87,78 % . Kelebihan dalam penelitian ini adalah peningkatan yang cukup baik yaitu dimulai dari pra siklus sebesar 65,5 %, pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 73, 26 % dan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 87,78%, serta keberhasilan dalam mengembangkangkan sikap kerja sama dengan teman dan berpikir kritis siswa. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya variasi kegiatan belajar yang diberirikan guru agar pembelajaran dapat menarik perhatian siswa dan siswa tidak bosan.Sebagai berbandingan penelitian yang dilakukan oleh Alfian Halid Sofian (2011) yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share terhadap Hasil Belajar Akuntasi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 9 Malang” dan dari hasil hasil analistis data menunjukkan bahw hasil penelitian ini menunjukkan keefektivitas dari penerapan model pembelajaran model pembelajaran Think Pair Share terhadap hasil belajar siswa, terbukti dari hasil uji tes yang menunujukkan signifikansi (0,007). Kelebihan yang dicapai dalam penelitian adalah keberhasilan dalam melatih siswa untuk bekerjasama dengan teman atau pasangannya. Kekurangan dalam penelitian ini adalah membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan pengaturan waktu yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Hanafiah (2010) yang berjudul Model Pembelajaran Think Pair Share Dalam Mata Pelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Langsa dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran sejarah yang tidak diberikan model pembelajaran Think Pair Share atau metode konvesional. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan dengan uji t diperoleh t hitung =4,060 sedangkan ttabel (0,95) (81) = 1,99. Karena thitung>ttabel yaitu 4,060>1,99, selain itu dapat dibuktikan dalam proses pembelajaran berdasarkan hasil observasi keaktifan siswa pada kelas kontrol sebesar 50% maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen memimiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya dalam pengawasan kelas oleh guru untuk dapat memotivasi keaktifan sisiwa dalam pembelajaran dan juga perlunya bimbingan yang di berikan oleh guru (kelompok & individu). Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada menguji dan memperbaiki model pembelajaran Think Pair Share dengan melakukan penelitian tindakan kelas IV SD Blotongan 01 Salatiga. 2.3 Kerangka Pikir Penggunaan model kooperatif tipe TPS diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan sikap positif dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe TPS di sini siswa secara individu berlatih untuk membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaiakan masalah di dalam pembelajaran, sehingga akan mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan rasa cemas yang banyak dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran dan diharapkan juga dengan penggunaan model kooperatif Tipe TPS ini efektif untuk hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS. TPS adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri atas tiga tahapan yang digunakan untuk mereviuw fakta serta informasi dasar yang digunakan untuk mengatur interaksi antar siswa. Ketiga tahapan dalam TPS dalam pembelajaran IPS di kelas IV dengan materi Peta dan Komponennya adalah sebagai berikut: 1. Berpikir (think), pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan untuk dipikirkan oleh siswa. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memikirkan jawabannya dan secara individu siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru 2. Berpasangan (pairing) pada tahapan ini guru membagikan LKS, meminta siswa untuk berpasang–pasangan, dan memberikan kesempatan kepada pasangan – pasangan tersebut untuk berdiskusi menyelesaikan LKS yang dibagikan oleh guru. 3. Berbagi (sharing), pada tahapan ini pasangan–pasangan melaporkan hasil diskusi dari LKS yang dibagikan dan siswa yang lain memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi temannya yang melaporkan hasil diskusi bersama pasangan. Dengan penggunaan model pembelajaran tipe TPS, materi yang akan dipelajari oleh siswa lebih mudah untuk diterima karena siswa belajar dengan melakukan diskusi berpasangan dengan temannya. Siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, hasil belajar yang didapat akan lebih meningkat daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan ceramah dan tanya jawab yang cenderung monoton dan hal ini menjadikan pembelajaran menjadi terpusat pada guru, dan siswa pasif dan tidak ada kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. Evaluasi hasil belajar pun hanya menggunakan hasil tes formatif saja, tanpa menggunakan penilaian proses pembelajaran. Berikut ini adalah Kerangka berfikir dapat dilihat pada bagan 2.1. Kondisi awal Tindakan Hasil Akhir Prestasi Belajar Siswa Rendah Penerapan pembelajaran model Kooperatif TPS Hasil belajar meningkat Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka berpikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu hasil Belajar IPS pada siswa kelas IV SD Blotongan 01 Salatiga dapat ditingkatkan dengan menerapkan pendekatan Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).