BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri tekstil di Indonesia merupakan salah satu industri prioritas nasional yang masih prospektif untuk dikembangkan. Dengan populasi lebih dari 230 juta penduduk, Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial. Industri tekstil dan produk tekstil merupakan industri padat karya, yang sedikitnya telah menyerap kurang lebih 1,8 juta tenaga kerja. Dari sisi tenaga kerja, pengembangan atau penambahan kapasitas industri dapat dengan mudah terakomodasi oleh melimpahnya tenaga kerja dan dengan tingkat upah yang lebih kompetitif, khususnya dibandingkan dengan kondisi dinegara industri maju. Industri tekstil dan produk tekstil adalah industri yang berorientasi ekspor yang merupakan sektor perusahaan manufaktur (Anri, 2009). Gambaran Industri Indonesia saat ini bisa dilihat dari beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya konsumsi TPT, investasi modal TPT, volume dan nilai TPT, dan volume impor TPT. Adapun tingkat konsumsi TPT Indonesia meningkat pada tahun 2005-2008 hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Dengan demikian, kebutuhan akan TPT menjadi meningkat tetapi hal ini tidak disertai dengan peningkatan volume dan nilai produksi TPT yang mengalami penurunan dari 4,90 menjadi 3,94 juta ton. Maka akibatnya, volume impor TPT Indonesia mengalami peningkatan pada 2008 untuk memenuhi kebutuhan domestik. Pasca krisis, sejak tahun 2000-2005, telah terjadi penurunan jumlah perusahaan dalam porsi yang cukup signifikan. Dari 77 perusahaan skala besar dan sedang yang beroperasi pada tahun 2000, pada 2005 tersisa 57 perusahaan yang masih beroperasi, atau turun mencapai 25,97 persen. Tentu penurunan ini berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja yang pada tahun 2005 turun 24,00 persen. Industri ini diperkirakan akan semakin mendapat tantangan dengan kebijakan 1 2 kenaikan harga BBM sejak 2005 dan 2008. Belum lagi krisis pasokan listrik sejak April 2008, yang diikuti oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri tentang pemindahan hari kerja industri ke Sabtu dan Minggu untuk mengatasi defisit listrik yang berlaku mulai 31 Juli 2008. Nilai output industri tekstil dan pakaian jadi pada tahun 2005 memang meningkat jika dibandingkan tahun 2000, namun kontribusinya menurun terhadap nilai output seluruh industri besar dan sedang. Tahun 2000, kontribusi nilai outputnya mencapai 33,54 persen, sementara tahun 2005 kontribusinya hanya sebesar 19,22 persen. Nilai ekspor industri ini pada tahun 2005 cenderung meningkat yaitu sebesar 15,55 persen dibandingkan tahun 2000. Namun kontribusinya menurun dari 42,76 persen (2000) menjadi 34,53 persen (2005) terhadap seluruh ekspor. Fenomena yang tidak kalah menariknya terjadi dalam penggunaan bahan baku impor baik di industri tekstil maupun pakaian jadi. Pada industri tekstil, kandungan bahan baku impor seiring waktu semakin mengecil. Pada tahun 2001 kandungan bahan baku impor mencapai 34,63 persen, menjadi hanya 14,66 persen (2006). Ini bertolak belakang dengan komposisi bahan baku industri pakaian jadi yang impornya meningkat drastis pada tahun 2006 sebesar 54,18 persen dari 4,74 persen (2001). Diperkirakan peningkatan impor ini adalah salah satu cara pengusaha dalam menekan biaya produksi dengan ikut memanfaatkan semakin banyaknya tekstil Cina dan India di pasar domestik dengan harga yang relatif murah dan kualitasnya tidak kalah bagus dari produk lokal. (Suryawati,2009) Investasi yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun untuk modal industri TPT Indonesia, ternyata tidak mendorong peningkatan volume jumlah produksi. Faktor yang menyebabkan adanya korelasi negatif antara investasi dan jumlah produksi disebabkan oleh inefisiensi alokasi. Pada tahun 2008 sebelum diberlakukannya CAFTA, volume produksi TPT Indonesia mengalami penurunan yang drastis dari 4,90 menjadi 3,94 juta ton dan impor industri TPT mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2009 merupakan tahun yang cukup berat bagi industri pertekstilan Indonesia. Ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun 3 2009 menurun 9,9 persen dari tahun sebelumnya. Begitupun total impor yang menurun 28,32 persen. Ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat menurun 5,94 persen sepanjang Januari-Oktober 2009. Sedangkan ekspor ke Uni Eropa turun sekitar 5,3 persen pada semester pertama tahun 2009, dan penurunan sekitar 21,9 terjadi untuk ekspor ke Jepang sampai dengan November 2009. Penurunan impor terbesar terjadi untuk impor bahan baku (serat, benang, dan kain). Impor serat turun 34,87 persen, impor benang dan kain menurun 26,18 persen. Sedangkan impor produk jadi (garmen) menurun tipis sebesar 15,37 persen (Kompas, 2009). Hal ini menandakan terjadinya permasalan yang terjadi dengan industri tekstil Indonesia. Pemberlakuan CAFTA tahun 2010 akan menambah jumlah impor TPT ke Indonesia, khususnya dari negara China yang harganya murah. (Hatta dan Sucipto, 2009). Sedangkan jumlah tekstil ilegal ditengarai menguasai hingga 50 persen pasar tekstil domestik yang mencapai 1.013 ribu ton pada 2006. Diperkirakan produk TPT Ilegal yang masuk melalui pelabuhan mencapai 74 persen dan melalui bandara 25 persen. Di bandara Soekarno Hatta Cengkareng, produk TPT ilegal masuk dalam bentuk pakaian jadi. (Miranti, 2007). Saham (stocks) adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas (Siamat, 2001). Saham memberikan return dalam bentuk dividen, yang biasanya dibayarkan sekali setahun, dan capital gain (kenaikan harga saham di pasar). Dividen dan capital gain akan ada jika perusahaan memperoleh laba karena per definisi, dividen adalah laba yang dibagikan. Sedangkan capital gain terjadi karena adanya laba yang tidak dibagikan dan faktor pertumbuhan perusahaan di masa depan. Perusahaan yang rugi tidak akan membagikan dividen dan jika perusahaan itu tidak menjanjikan pertumbuhan, yang akan diperoleh investor adalah capital loss atau penurunan harga saham di pasar. 4 Tabel 1.1 Harga Saham Industri Tekstil dan Produk Tekstil tahun 2005 - 2009 No Emiten Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 1. PT Argo Pantes Tbk 1300 1300 1300 1300 1300 2. PT Eratex Djaja Tbk 100 140 190 200 85 3. PT Panasia Indosyntec Tbk 400 400 400 400 235 345 200 400 250 250 4700 3500 2650 2650 2650 4. 5. PT Sunson Textile Manufacturer Tbk PT Century Textile Industry Tbk 6. PT Panasia Filament Inti Tbk 70 40 250 250 250 7. PT Tifico Tbk 390 300 315 290 310 8. PT Roda Vivatex Tbk 830 960 1310 1300 1400 9. PT Apac Citra Centertex Tbk 75 80 106 83 52 10. 80 60 80 50 51 11. PT Ever Shine Textile Industry Tbk PT Hanson International Tbk 25 35 67 50 50 12. PT Indo Acidatama Tbk 105 130 360 99 67 13. PT Indo-Rama Syntetics Tbk 470 480 730 500 470 14. PT Karwell Indonesia Tbk 200 105 400 104 180 15. PT Pan Brothers Tbk 375 380 355 122 135 16. 1175 1150 900 900 900 17. PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk PT Ricky Putra Globalindo Tbk 255 480 560 245 195 18. PT Sepatu Bata Tbk 14500 14000 23000 20500 36000 19 PT Surya Intrido Makmur Tbk 155 155 175 145 148 Sumber: ICMD (diolah) 5 Berdasarkan tabel 1.1 diatas mengenai harga saham industri tekstil dan produk tekstil tahun 2005 – 2009 berfluktuatif. PT Sepatu Bata Tbk selama 5 tahun berturut-turut memperoleh harga saham tertinggi, menunjukkan banyaknya investor yang berminat untuk berinvestasi pada PT Sepatu Bata Tbk. Sedangkan PT Hanson International Tbk selama 5 tahun berturut-turut memperoleh harga saham terendah. Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. Investasi pada sekuritas bersifat likuid (mudah dirubah), oleh karena itu sebelum mengambil keputusan investasi, investor perlu mengadakan penilaian terhadap perusahaan melalui laporan keuangan. Laporan keuangan digunakan perusahaannya sebagai salah satu alat mengukur kinerja perusahaannya. Selain itu, laporan keuangan dapat digunakan untuk mengetahui perubahan dari tahun ke tahun, serta dapat digunakan juga untuk mengetahui perkembangan perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (PSAK,2004). Biasanya para investor mengukur kinerja perusahaan berdasarkan 6 kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan fokus utama dalam penilaian kinerja perusahaan,karena laba merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada para penyandang dana dan juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukan prospek perusahaan dimasa yang akan datang, karena nilai perusahaan merupakan ukuran keberhasilan pelaksanaan fungsi-fungsi keuangan. Pencapaian laba dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Agar tujuan dapat dicapai, maka diusahakan agar sumber daya dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Salah satu informasi yang penting bagi pemakai (yang berkaitan dengan laporan keuangan) yaitu informasi profitabilitas perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan bisa diidentifikasi dengan besarnya laba yang diperoleh perusahaan pada suatu periode tertentu. Para pemakai sering menggunakan informasi profitabilitas perusahaan yang berasal dari laporan keuangan sebagai indikator utama untuk landasan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi, dan rasio profitabilitas dapat menunjukan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Tingkat profitabilitas diukur dari beberapa aspek, yaitu berdasarkan ROI( Return On Investment), ROA (Return On Assets), dan ROE (Return On Equity). Rasio yang diyakini oleh sebagian pakar dapat mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari keseluruhan investasi yang ditanam dan terjaminnya kebutuhan dana bagi operasi perusahaan dimasa yang akan datang. Analisa yang dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan oleh para investor dari rasio profitabilitas yaitu rasio Return On Asset (ROA). Pengertian Return On Aset (ROA) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai asset tersebut. Adapun kelemahan yang dirasakan dari penggunaan rasio-rasio dalam pengukuran kinerja keuangan yaitu angka-angka yang diperoleh dari perhitungan tidak bisa berdiri sendiri, rasio tersebut akan berarti jika ada perbandingan dengan perusahaan sejenis 7 yang mempunyai tingkat resiko yang hampir sama atau dibandingkan dengan rasio industri, disamping itu diperlukan juga analisa kecenderungan dari tiap-tiap rasio dengan tahun sebelumnya (time series).(Hanafi dan Halim, 2004) Meskipun demikian untuk mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan ROA saja tidak cukup, Selain ROA, selama ini pengukuran kinerja keuangan jarang menggunakan perhitungan nilai tambah terhadap biaya modal yang ditanamkan. Pengukuran kinerja keuangan umumnya dilakukan dengan menganalisa laporan keuangan seperti rasio profitabilitas. Pengukuran yang hanya menganalisa laporan keuangan memiliki kelemahan utama yaitu mengabaikan adanya biaya modal, sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah berhasil menciptakan nilai atau tidak. Untuk mengatasi kelemahan tersebut telah dikembangkan konsep baru yaitu EVA (Economic Value Added) dan MVA (Market Value Added). EVA dan MVA merupakan indikator dengan adanya penciptaan nilai dari suatu investasi. EVA dan MVA dianggap paling memiliki korelasi dengan perubahan dan penciptaan nilai saham di perusahaan. Dierks dan Patel (1997) pada artikel Kusnan (2007) menjabarkan : EVA sebagai suatu bentuk pengukuran kinerja keuangan dengan mengkombinasikan antara konsep umum pendapatan bersih dengan prinsip-prinsip yang ada pada keuangan modern dimana secara khusus menyatakan bahwa seluruh modal menghasilkan biaya dan pendapatan yang melebihi biaya modal (cost of capital) akan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stren Steward & Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode tersebut dikenal dengan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomis). EVA/ NITAMI adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal (Iramani dan Febrian, 2005). Sedangkan metode MVA (market Value Added) adalah dihitung dari nilai pasar (market value) yang kemudian dikurangi dengan modal yang 8 diinvestasikan (invested capital) suatu perusahaan. Nilai pasar diperoleh dengan menjumlahkan nilai pasar saham atau tercermin dari Market Capitalization (harga saham dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan/ outstanding share), nilai pasar obligasi, waran atau surat berharga lainnya. EVA dan MVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pasar dan pemilik modal karena perusahaan dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang melebihi tingkat biaya modalnya. Hal ini sejalan dengan tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Sebaliknya, EVA dan MVA yang negatif menunjukan nilai perusahaan yang menurun karena tingkat pengembalian lebih rendah dari biaya modal. Berdasarkan uraian diatas,penulis tertarik untuk mengadakan suatu peneitian dan mencoba menyajikan dalam bentuk laporan dengan judul “PENGARUH ROA (RETURN ON ASSET), EVA (ECONOMIC VALUE ADDED), DAN MVA (MARKET VALUE ADDED) TERHADAP HARGA SAHAM INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2005-2009. “ 1.2 Identifikasi Masalah Dalam setiap perkembangan perusahaan, penilaian kinerja yang akan memaksimumkan nilai perusahaan dapat dilihat melalui peningkatan harga saham. Melalui analisis rasio-rasio keuangan, maka penilaian kinerja perusahaan dapat diidentifikasi. Berdasarkan latar belakang penelitan yang telah diuraikan sebelumnya dimana masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:: 1. Bagaimana perkembangan ROA (Return On Asset), EVA (Economic Value Added), dan MVA (Market Value Added) dan Harga Saham Industri Tekstil dan Produk Tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009. 2. Bagaimana Return On Asset (ROA) berpengaruh secara parsial terhadap Harga Saham Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Bursa Efek Indonesia (BEI). 9 3. Bagaimana Economic Value added (EVA) berpengaruh secara parsial terhadap Harga Saham Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Bursa Efek Indonesia (BEI). 4. Bagaimana Market Value added (MVA) berpengaruh secara parsial terhadap Harga Saham Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Bursa Efek Indonesia (BEI). 5. Bagaimana Return On Asset (ROA), Economic Value Added (EVA), dan Market Value Added (MVA) berpengaruh secara simultan terhadap Harga Saham Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Bursa Efek Indonesia (BEI). 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan masalah ROA (Return On Asset), EVA (Economic Value Added), dan MVA (Market Value Added) terhadap Harga Saham perusahaan. Disamping itu, penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menempuh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama. Sedangkan tujuan peneliti secara khusus adalah: 1. Untuk menganalisis perkembangan ROA, EVA, MVA dan Harga Saham pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil periode 2005-2009. 2. Untuk menganalisis pengaruh ROA terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil periode 2005-2009 secara parsial. 3. Untuk menganalisis pengaruh EVA terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil periode 2005-2009 secara parsial. 4. Untuk menganalisis pengaruh MVA terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil periode 2005-2009 secara parsial. 5. Untuk menganalisis pengaruh ROA, EVA, MVA terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil periode 2005-2009 secara simultan. 10 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan member manfaat yang dapat diambil terutama bagi: 1. Investor Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan bermanfaat sebagai sumber informasi untuk pengambil keputusan investasi khususnya dalam pembelian saham di Bursa Efek Indonesia. 2. Perusahaan Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dan pertimbangan yang berarti dalam membuat keputusan keuangan dimasa yang akan datang khususnya yang mempengaruhi nilai perusahaan, sehingga para investor mau melakukan investasi pada perusahaan tersebut. 3. Peneliti Lain Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan maupun dijadikan acuan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan terpadu. Serta dapat menambah pengetahuan bagi pihak-pihak yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh informasi-informasi yang dihasilkan dari penelitian ini. 4. Penulis Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar yang diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan daya nalar sebagian dari proses belajar, sehingga dapat lebih memahami aplikasi dari teori-teori yang sesungguhnya terjadi di lapangan. 1.5 Kerangka Pemikiran Fundamental Analysis sebagai salah satu pendekatan yang mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan, tidak hanya nilai intrinsik suatu saat tapi juga harapan akan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan nilai dikemudian hari. Kondisi keuangan suatu perusahaan merupakan faktor pertimbangan yang penting untuk berinvestasi dalam saham, kondisi keuangan perusahaan yang 11 baik akan memberikan laba yang tinggi bagi perusahaan. Laba yang tinggi akan membawa dampak positif, investor akan tertarik untuk membeli saham perusahaan karena termotivasi untuk mendapatkan deviden dari perusahaan yang bersangkutan. Sesuai dengan hukum supply dan demand, maka harga saham akan naik seiring dengan banyaknya permintaan. Perubahan harga saham ini akan memberikan gain yang tinggi pada pemegang sahamnya. Investor membutuhkan informasi-informasi keuangan dalam melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang dapat dipergunakan oleh investor dalam mengambil keputusan investasi. Beberapa penelitan telah menggambarkan bagaimana pasar sebagai individual atau agregat merespon laporan keuangan sebagai informasi untuk membuat keputusan investasi. Salah satu metode untuk mengetahui reaksi pasar adalah dengan melihat tingkah laku pasar yang diproduksikan dengan perubahan volume perdagangan. Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas perusahaan dengan pihak yang berkepentingan. Sebagai alat untuk berkomunikasi maka data keuangan tersebut perlu diolah sedemikian rupa sehngga dapat dijadikan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya, para kreditor akan sangat berkepentingan dengan informasi likuiditas perusahaan. Pemilik obligasi berkepentingan dengan informasi tentang kemampuan cashflow perusahaan untuk membayar hutang jangka panjang. Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas perusahaan dengan pihak yang berkepentingan. Sebagai alat untuk berkomunikasi maka data keuangan tersebut perlu diolah sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya, para kreditor akan sangat berkepentingan dengan informasi likuiditas perusahaan. Pemilik obligasi berkepentingan dengan informasi tentang kemampuan cashflow perusahaan untuk membayar hutang jangka panjang. 12 1.5.1 Pengaruh Return On Asset (X1) terhadap Harga Saham (Y) ROA menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan (Clara,2001). Efisiensi dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Investor akan menyukai perusahaan yang memiliki ROA yang tinggi, yang mampu menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang memiliki ROA rendah. Sehingga pengaruh ROA terhadap harga saham adalah positif. Teori dan pendapat Mogdiliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa return on asset berpengaruh positif terhadap harga saham. Nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power dari aset perusahaan, semakin tinggi earnings power semakin efisien perputaran asset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh oleh perusahaan. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai perusahaan yang dalam hal ini harga saham. ROA yang semakin meningkat menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan dari deviden yang diterima semakin meningkat (Hardiningsih, 2002). Dengan semakin meningkatnya deviden yang akan diterima oleh para pemegang saham, merupakan daya tarik bagi para investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya ke perusahaan tersebut. Dengan semakin besarnya daya tarik tersebut maka banyak investor yang menginginkan saham perusahaan tersebut. Jika permintaan atas saham suatu perusahaan semakin banyak maka harga sahamnya akan meningkat. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Return On Assets (ROA) merupakan ukuran kemampuan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja yang semakin baik. Nilai ROA yang semakin tinggi menunjukkan suatu perusahaan semakin efisien dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba, sehingga nilai perusahaan meningkat. Jadi semakin tinggi nilai ROA menunjukkan kinerja keuangan perusahaan semakin baik. Apabila kinerja 13 perusahaan semakin baik, akan menarik investor untuk menanamkan modal pada perusahaan. Jika permintaan atas saham semakin besar maka harga sahamnya pun semakin meningkat. 1.5.2 Pengaruh Economic Value added (X₂) terhadap Harga Saham (Y) Berdasarkan signaling theory, semakin tingginya nilai EVA, ROA,dan EPS akan memberikan sinyal kepada investor bahwa kinerja perusahaan semakin efektif, sehingga meningkatkan daya tarik perusahaan dan diminati oleh investor, dan harga saham akan semakin naik. Namun sebaliknya, semakin rendahnya nilai EVA, ROA, dan EPS suatu perusahaan akan memberikan sinyal kepada investor bahwa kinerja perusahaan buruk, sehingga mengurangi daya tarik perusahaan dan minat investor, akibatnya harga saham akan turun.(Husnan, 2005) Lehn dan Makhija mengungkapkan bahwa EVA berkorelasi positif dengan tingkat pengembalian investasi dalam saham (stock return). Dengan demikian para pemegang saham akan memperoleh penghasilan lebih besar bila EVA perusahaan milik mereka meningkat. Korelasi positif itulah yang membuat penerapan EVA mendapat dukungan yang kuat khususnya dari kalangan pemilik perusahaan dan pasar modal. Apabila para investor bersedia menanamkan modalnya,maka akan berpengaruh pada naiknya harga saham penutupan. EVA yang semakin tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan, di mana penciptaan nilai tersebut akan tercermin pada harga saham yang lebih tinggi. Sebaliknya, mungkin saja nilai perusahaan lebih rendah dari total modal yang diinvestasikan apabila total EVA yang dihasilkan perusahaan tersebut adalah negatif. Untuk memperkirakan apakah suatu perusahaan menghasilkan total EVA yang positif atau negatif dengan membandingkan rasio antara nilai pasar ( market value ) perusahaan dengan nilai total modal yang telah diinvestasikan di perusahaan. (Lee, 1996 ) 14 Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Economic Value Added (EVA) menghasilkan nilai positif berarti tingkat pengembalian yang dihasilkan melebihi dari tingkat biaya modal, hal ini menunjukan bahwa perusahaan mampu menciptakan nilai (create value) yang tujuannya memaksimalkan nilai perusahaan sehingga mempengaruhi perolehan harga saham perusahaan, sebaliknya jika Economic Value Added (EVA) menghasilkan nilai negatif berarti tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih rendah dari yang diinginkan investor sehingga para investor tidak bersedia menanamkan modalnya dan berpengaruh terhadap turunnya harga saham karena kurangnya permintaan. 1.5.3 Pengaruh Market Value Added (X3) terhadap Harga Saham (Y) Market Value Added (MVA) merupakan nilai pasar saham yang dibandingkan dengan nilai bukunya. Ada pengaruh antara MVA dan saham karena harga saham yang yang merupakan salah satu komponen penting dalam perhitungan MVA, tergantung pada pada kinerja perusahaan di masa mendatang..(Pradhono, 2004) Menurut Taufik (2001), dengan mengetahui EVA dan MVA yang merupakan pengukuran kinerja perusahaan yang berfokus pada nilai perusahaan, dapat membantu manajemen untuk mengetahui berapa -the true cost of capital dari bisnisnya sehingga tingkat pengembalian bersih dari modal, hal yang sesungguhnya menjadi perhatian investor bisa diperlihatkan secara jelas dan berapa jumlah sebenarnya dari modal yang diinvestasikan ke dalam bisnis. Dengan demikian tujuan manajemen untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham melalui maksimisasi nilai perusahaan dapat dicapai. Nilai perusahaan yang tercipta ini akan mempengaruhi respon masyarakat yang dicerminkan dari naik atau turunnya harga saham. Konsep MVA merupakan pendekatan yang relatif baru untuk menilai kinerja perusahaan. Tidak seperti ukuran kinerja perusahaan konvensional yang memerlukan analisis pembanding dengan perusahaan pada industri yang sejenis, sedangkan MVA dapat berdiri sendiri. Metode MVA yang berhasil diciptakan perusahaan adalah faktor 15 yang paling relevan dalam pembentukan nilai perusahaan yang akhirnya akan berpengaruh pada harga saham.(Ruky, 1997). Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa MVA menunjukkan berapa besar kekayaan atau keuntungan yang mampu dihasilkan perusahaan. Nilai perusahaan yang tercipta ini akan mempengaruhi respon masyarakat yang dicerminkan dari naik atau turunnya harga saham. 1.5.4 Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian telah dilakukan oleh para peneliti. Salah satunya Bramanti, 2006 yang meneliti pengaruh EVA, ROE, ROA, dan NPM terhadap Harga Saham mendapatkan hasil bahwa EVA, ROE, ROA dan NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham, hasil ini ditunjukkan dengan angka signifikansi t sebesar 0,269, dimana angka signifikansi t tersebut lebih besar dari 5% yang berarti Ho diterima. Dengan demikian EVA tidak berpengaruh terhadap harga saham. Tidak signifikannya pengaruh EVA terhadap harga saham kemungkinan disebabkan karena EVA belum banyak dikenal dan digunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan oleh pelaku bisnis dan investor di Indonesia. Sedangkan ROA , hasil ini ditunjukkan dengan angka signifikansi t sebesar 0,590, dimana angka signifikansi t tersebut lebih besar dari 5% yang berarti Ho diterima. Sebagaimana EVA dan ROE, ROA juga tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hal ini disebabkan karena besarnya keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan asset akan digunakan untuk membayar hutang – hutang perusahaan, sehingga perusahaan harus mengeluarkan saham baru yang akan berakibat pada menurunnya harga saham. Hasil penelitian Ulupui, 2009 dengan variabel X Current Ratio, Return On Asset, Asset Turn Over dan Debt to Equity tentang pengaruhnya terhadap Harga saham memperoleh hasil bahwa hanya Current Ratio dan ROA yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap Harga Saham, dengan perolehan angka signifikansi t ROA sebesar 0,021, dimana angka tersebut lebih kecil dari 5% yang berarti H 0 16 ditolak. Sedangkan Asset Turn Over dan Debt to Equity tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga saham. Rahayu, 2007 dalam penelitiannya yang membahas pengaruh EVA dan MVA terhadap Harga Saham pada Perusahaan Tekstil menyatakan berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa EVA tidak mempunyai pengaruh yang signifikan -9 terhadap harga saham dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,019.10 dengan t hitung < t tabel (1,377 < 1,711), pengukuran EVA yang positif mempunyai arti adanya nilai tambah bagi perusahaan, akan direspon dengan meningkatnya harga saham perusahaan atau perusahaan berhasil menciptakan nilai tambah perusahaan bagi investor. Berdasarkan hasil analisis data juga diketahui bahwa MVA mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap harga saham yang ditunjukkan dari -9 nilai koefisien regresi sebesar 3,092.10 dengan t hitung < t tabel (1,537 < 1,711). Hal ini berarti apabila suatu perusahaan mempunyai MVA yang tinggi maka harga saham juga tinggi, sebaliknya jika perusahaan mempunyai MVA yang rendah maka harga sahamnya juga rendah. Taufik, 2007 dalam jurnalnya meneliti Pengaruh ROE, ROA, dan EVA terhadap Harga Saham. Berdasarkan hasil uji statistik t dihasilkan bahwa dari ketiga variabel bebas yang dimasukkan dalam regresi , maka ada satu variabel bebas yang tidak signifikan yakni ROE. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi ROE sebesar 0,802 yang mana nilai tersebut jauh diatas nilai signifikansi sebesar 0.05. Dengan demikian hanya varibel bebas EVA dan ROA yang signifikan karena nilai signifikansi EVA sebesar 0.001 dan ROA sebesar 0,027 atau lebih kecil dari 0.05.. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hanya variabel EVA dan ROA yang menpengaruhi harga saham Marshal, 2010 meneliti tentang pengaruh Economic Value added, Market Value Added, dan Arus Kas Operasi terhadap Harga Saham diperoleh hasil bahwa hanya MVA yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham 17 dengan nilai signifikansi 0,034 lebih kecil dari 5%. Sedangkan EVA dan AKO memiliki nilai signifikansi masing-masing 0,084 dan 0,089. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dilihat bagan kerangka pemikiran sebagai berikut : Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran Perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil Tugas Manajemen Perusahaan Laporan Keuangan tahun 2005-2009 Laporan Laba/Rugi Net Income Neraca Invested Capital WACC EVA ROA Harga Saham Industri Tekstil dan Produk Tekstil di BEI Sumber: Yoga (2007) dan Anggoro (2010) Garis yang diteliti Garis yang tidak diteliti Market Value MVA 18 Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran diatas maka dapat diambil suatu hipotesis yang menyatakan bahwa: a. H1 : Pengaruh Return On Asset secara signifikan terhadap harga saham industri tekstil dan produk tekstil. b. H2 : Pengaruh Economic Value Added secara signifikan terhadap harga saham industri tekstil dan produk tekstil. c. H3 : Pengaruh Market Value Added secara signifikan terhadap harga saham industri tekstil dan produk tekstil. d. H4 : Pengaruh Return On Asset, Economic Value Added, dan Market Value Added secara signifikan terhadap harga saham industri tekstil dan produk tekstil. 1.6 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Dimana pengertian metode deskriptif menurut Nazir (2005:7), yaitu “Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.” Adapun menurut I Made wiranatha (2006:154), yaitu “Penelitian yang hanya menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi, situasi, atau berbagai variabel. Menurut Gempur Santoso (2005:29): “metode yang umumnya bertujuan mendeskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai berbagai sifat dan faktor tertentu.” 19 Sedangkan definisi metode verifikatif menurut marzuki (2005:7) adalah sebagai berikut : “Metode verifikatif adalah metode yang bertujuan melakukan pengujian, hipotesis, pengaruh variabel X terhadap variabel Y, yang bertujuan untuk menguji suatu pengetahuan.“ Definisi metode verifikatif menurut I Made Wiranatha (2006:132) “Metode yang bertujuan menguji kebenaran (mengecek) suatu pengetahuan.“ Sedangkan pengertian metode verifikatif menurut Moleong (2004:46), yaitu: “Metode verifikatif adalah penelitian yang berusaha untuk menguji jawaban masalah tentang hasil pemikiran yang kebenarannya bersifat sementara atau yang biasa disebut hipotesis“ Data yang telah diperoleh selama proses penelitian kemudian akan dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih terperinci, serta untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah analisis statistic parametric berdasarkan data yang diperoleh. Analisis statistic parametric yang digunakan yaitu Analisis Regresi dan Korelasi Linier Berganda (Multiple Linear Regression dan Correlation Analysis). Sedangkan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini berupa hubungan yang ada antara variabel dependen (variabel X) itu sendiri dan ada atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel independen (variabel Y) secara langsung. Sedangkan untuk menguji hubungan variabel-variabel penelitian dapat menggunakan korelasi ganda (multiple correlation). Dan untuk menentukan diterima atau tidaknya hipotesis, digunakan statistik uji t untuk korelasi secara parsial dan uji F untuk korelasi secara simultan. 20 Gambar 1.2 Paradigma Penelitian ROA (X1) EVA (X2) Harga Saham Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (Y) MVA (X3) 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut : a. Studi pustaka Merupakan suatu penelitian dengan cara mempelajari literatur-literatur, buku-buku dan sumber lainnya. Seperti majalah, jurnal, internet dan Koran- koran yang berhubungan dengan penelitian. b. Penelitian lapangan Penelitian lapangan merupakan suatu penelitian untuk memperoleh data dari perusahaan dengan cara observasi yaitu mengunjungi secara langsung perusahaan melalui objek yang diteliti melalui : Pojok Bursa Universitas Widyatama Dari situs BEJ : www.jsx.co.id Dari UNPAD perpustakaan MM ICMD 21 Tabel 1.2 Jadwal Penelitian Bulan Kegiatan I 1 1. Pencarian Data 2. Pengajuan Proposal 3. Pengajuan BAB 1 4. BAB 1 Pendahuluan 5. BAB II Tinjauan Pustaka 6. BAB III Metodologi Penelitian 7. Pencarian Data Akhir 8. Pengolahan dan analisis data 9. Bab IV Hasil dan Pembahasan 10. Kesimpulan dan Saran 11. Over all 12. Sidang 2 II 3 4 1 2 III 3 4 1 2 3 IV 4 1 2 3 4 22