PEMBERIAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP STRESS

advertisement
PEMBERIAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
STRESS PSIKOLOGIS PADA ASUHAN KEPERAWATAN
Ny.L DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN
MANGUN SOEMARSO WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh:
Winda Fitriani
NIM P13126
PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Winda Fitriani
NIM
: P13126
Program studi
: DIII Keperawatan
Judul karya ilmiah
:Pemberian Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stress
Psikologis pada Ny.L dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihkan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 26 April 2016
Winda Fitriani
NIM. P13126
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama
: Winda Fitriani
NIM
: P13126
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul
:Pemberian Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stress
Psikologis pada Ny.L dengan Diabetes Melitus Tipe 2
di Rumah Sakit Umum Dr. Soediran Mangun
Soemarso Wonogiri.
Telah disetujui untuk diaplikasikan di.Rumah Sakit.
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : 18 Desember 2015
Pembimbing :Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK.201185071
ii
(
)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “ Pemberian relaksasi otot progresif terhadap stress
psikologis pada Ny.L dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang Teratai Rumah Sakit
Dr.Soemarso Wonogiri”.
Dalam penyusuhan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya
kepada yang terhormat :
1.
Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selaku Ketua STIKES Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di
STIKES Kusuma Husada Surakarta.
2.
Ns. Meri Okatriani M. Kep, selakuKetua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk menimba di STIKES Kusuma
Husada Surakarta.
3.
Ns. Alfyana Nadya R. M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKES Kusuma Husada Surakarta.
4.
Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep selaku dosen pembimbing sekaligus
sebagai penguji yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan
iii
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta
memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
5.
Ns. Joko Kismanto, S. Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukanmasukan ,inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi
penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
6.
Semua dosen program studi DIII Keperawtan STIKES Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7.
Kedua orang tuaku (Suharno dan Ngatini) berserta adik (Erika novianti) yang
selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi
dan
memberikan
semangat
untuk
menyelesaikan
pendidikan
DIII
Keperawatan.
8.
Mahasiswa satu angkatan
khususnya kelas 3B Program studi DIII
Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang
tidak mampu penulis sebutkan satu persatu yang memberikan dukungan.
Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2016
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................
i
Surat Pernyataan Keaslian Tulisan ..................................................................
ii
Lembar Persetujuan .........................................................................................
iii
Kata Pengantar ................................................................................................
iv
Daftar Isi ..........................................................................................................
vi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ..........................................................................
5
Bab II Landasan Teori
A. Diabetes Melitus .............................................................................
6
B. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus ...........................................
20
C. Stress dan Diabetes Melitus ............................................................
28
D. Relaksasi Otot Progresif ..................................................................
31
E. Kerangka Teori Penelitian ..............................................................
41
Bab III Metode Penyusunan Aplikasi Riset
A. Subjek Aplikasi Riset .....................................................................
42
B. Tempat dan Waktu ..........................................................................
42
C. Prosedur Tindakan ..........................................................................
42
D. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset .....
48
Bab IV Laporan Kasus
v
A. Pengkajian ......................................................................................
51
B. Rumusan Masalah Keperawatan ....................................................
61
C. Intervensi Keperawatan ..................................................................
63
D. Implementasi Keperawatan ............................................................
70
E. Evaluasi ..........................................................................................
80
Bab V Pembahasan
A. Pengkajian ......................................................................................
90
B. Perumusan Masalah ........................................................................
93
C. Intervensi Keperawatan ..................................................................
99
D. Implementasi ..................................................................................
104
E. Evaluasi ..........................................................................................
115
Bab IV Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan .....................................................................................
125
B. Saran ...............................................................................................
129
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 43
Gambar 4.1 Genogram ......................................................................................... 56
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Usulan Judul Aplikasi Jurnal
Lampiran 2. Lembar konsultasi Karya tulis Ilmiah
Lampiran 3. Surat Pernyataan
Lampiran 4. Jurnal Utama
Lampiran 5. Asuhan Keperawatan
Lampiran 6. Lembar Observasi Aplikasi Jurnal
Lampiran 7. Log Book
Lampiran 8. Format Pendelegasian
Lampiran 9. Lembar Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 10. Lefleat diet DM
Lampiran 11. Langkah Relaksasi Otot Progresif
Lampiran 12. Quisoner Diabetes Distress Scale
Lampiran 13. Daftar Riwayat Hidup
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik
yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus
didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
(hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin
dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel
beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin (Dipiro dkk, 2008).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit NonCommunicable Disease (penyakit tidak menular) yang paling sering terjadi di
dunia. DM merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankreas tidak
mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO, 2011).
DM dapat menyebabkan dehidrasi seluler, keluarnya glukosa dalam
urin yang menyebabkan diuresis osmotik oleh ginjal. Kondisi ini
menyebabkan manifestasi poliuri (pengeluaran urin secara berlebihan),
polodipsi(minum secara berlebihan), dan polifagi yang disebabkan oleh
1
2
kegagalan metabolisme glukosa oleh tubuh yang menyebabkan penurunan
berat badan dan kecenderungan makan secara berlebihan. Manifestasi ini
merupakan gejala khas diabetes melitus (ADA, 2012).
(DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu
mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.
Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi
penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi 382 kasus pada tahun
2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan
mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di antara usia penderita DM
40-59 tahun. Indonesia merupakan negara urutan ke 7 dengan kejadian
diabetes mellitus tertinggi dengan jumlah 8,5 juta penderita setelah Cina (98,4
juta), India (65,1 juta), Amerika (24,4 juta), Brazil (11,9 juta), Rusia (10,9
juta), Mexico (8,7 juta), Indonesia (8,5 juta) Jerman (7,6 juta), Mesir (7,5
juta), dan Jepang (7,2 juta) (IDF, 2013).
Hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi DM adalah 1,1% dan pada
riskesdas 2013 meningkat menjadi 2,1%. Prevalensi diabetes melitus
tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06
lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah
Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak
tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan
dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota
3
Magelang sebesar 7,93%. (Profil Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah,
2012).
Penderita DM harus mengalami banyak perubahan dalam hidupnya,
mulai dari olah raga, kontrol gula darah, minum obat, dan pembatasan diet
yang harus dilakukan secara rutin sepanjang hidupnya. Perubahan hidup yang
mendadak membuat penderita DM menunjukkan beberapa reaksi psikologis
yang negatif seperti marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang
meningkat, dan stres. Pengalaman stres klien sebelum dan selama terapi
berpengaruh terhadap keterlibatan terapi. Tingkat stres telah dikaitkan dengan
rendahnya tingkat keterlibatan dan kesulitan membentuk aliansi terapeutik
yang kuat dan kemudian berpengaruh terhadap tingginya tingkat drop out
terapi pada populasi yang mengalami stres (Knerr, 2009).
Selama kurun waktu dua dekade terakir ini asuhan keperawatan pasien
DMT2 dilakukan dalam konteks kolaborasi farmakologi (smaltzer &
bare,2008),
padahal
perawat
sebagai
pemberi
asuhan
keperawatan
diharapkkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam
konteks nonfarmakologi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pendekatan
nonfarmakologis diantaranya latihan relaksasi merupakan intervensi yang
dapat dlakukan pada pasien DM (Smeltzer & Bare, 2008)
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Terapi
relaksasi ini ada bermacam-macam, salah satunya adalah relaksasi otot
progresif (Progressive Muscle Relaxattion (PMR)). Relaksasi ini sering
4
dilakukan karena terbukti efektif mengurangi kecemasan dan ketegangan.
Dari hasil penelitianya menyebutkan bahwa PMR mampu menurunkan
kecemsan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengalami dialisis
(Yildirim dan Fadiloglu, 2006).
Penelitian Resti (2014), menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif
dapat memberikan efek psikologis. Setelah melaksanakan relaksasi otot
progresif klien menjadi lebih tenang dalam berfikir dan klien dapat mengelola
stres dan pernafasannya. Relaksasi dapat mengurangi ketegangan subjektif
dan berpengaruh terhadap proses fisiologis lainnya. Relaksasi otot berjalan
bersama dengan respons otonom dari saraf parasimpatis. Relaksasi otot
berjalan bersama dengan relaksasi mental. Perasaan cemas subjektif dapat dikurangi atau dihilangkan dengan sugesti tidak langsung atau menghapus dan
menghilangkan komponen otonomik dari perasaan itu.
Hasil penelitian Moyad (2009), menjelaskan relaksasi otot progresif
merupakan salah satu cara dalam manajemen stress yang merupakan salah
satu bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam
terapi komplementer. Relaksasi otot progresif ini mengarahkan perhatian
pasien untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot
dilemaskan dan dibandingkan dengan ketika otot dalam kondisi tegang,
dengan demikian diharapkan klien mampu mengelola kondisi tubuh terhadap
stres. Kemampuan mengelola stres ini akan berdampak pada kestabilan emosi
klien. Pelatihan relaksasi otot progresif yang diberikan perawat merupakan
salah satu bentuk dari suportif edukatif, yaitu sistem bantuan yang diberikan
5
agar pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri. Relaksasi otot
progresif termasuk dalam pilar penyuluhan atau edukasi dalam pengelolaan
DM. Pelatihan relaksasi otot progresif pada pasien DM diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan pasien DM dalam mengelola stress yang dialami
sehingga klien mampu melakukan perawatan diri dengan baik dan risiko
komplikasi yang ditimbulkan dapat dikurangi (Moyad, 2009).
Berdasarkan yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pemberian Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Stress Psikologis pada Pasien dengan Diabetes Melitus
Tipe 2”.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Dr.Soediran
Mangun Soemarso Wonogiri di ruang Teratai, perawat dan tim medis lain
mengatakan terapi rehabilitas relaksasi otot progresif sudah ada di rumah
sakit dan biasanya diberikan kepada pasien yang mengalami kecemasan serta
sulit tidur, namun belum terlaksanakan di bangsal Teratai karena beberapa
hal. Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif
yang efektif dilakukan sebanyak 6 kali dalam 6 hari memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap penurunan tingkat kecemasan, stress dan gangguan
tidur pada pasien serta meregangkan otot yang tegang. Berdasarkan hal
tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan pengolahan kasus stress
psikologis pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan menerapkan intervensi
latihan relaksasi otot progresif sebagai bentuk aplikasi riset yang kemudian
dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah berjudul ” Pemberian relaksasi otot
6
progresif terhadap stress psikologis pada Ny.L dengan Diabetes Melitus Tipe
2 di ruang teratai Rumah Sakit Umum Dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri”.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umm
Mengaplikasikan tindakan pemberian relaksasi otot progresif terhadap
stress psikologis pada pasien diabetes melitus tipe 2
2.
Tujuan Khusus
a.
Penulis mampu melakukan pengkajian terhadap Ny.L dengan
Diabetes Melitus tipe 2.
b.
Penulis mampu merumuskan diagosa keperawatan pada Ny.L
dengan Diabetes Melitus tipe 2.
c.
Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Ny.L
dengan Diabetes Melitus tipe 2.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.L dengan
Diabetes Melitus tipe 2.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.L dengan Diabetes
Melitus tipe 2.
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian relaksasi otot progresif
pada Ny.L dengan Diabetes Melitus tipe 2.
7
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Penulis
Menambah wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2
2.
Bagi Pendidikan
Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan konstribusi laporan
kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah
dalam bidang atau profesi keperawatan
3.
Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit untuk membuat
kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Diabetes ilitus tipe 2.
4.
Bagi tenaga kesehatan
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami
penyakit Diabetes Militus tipe 2.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Diabetes Melitus
1.
Definisi
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2009)
Diabetes Melitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang
di
karakteristikan
oleh
tingginya
kadar
glukosa
dalam
darah
(hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin,
atau kombinasi keduanya (Smeltzer & Bare, 2008; Robbins, 2007;
Gustavivani, 2006). Diabetes melitus tipe 2 dikarakteristikan oleh adanya
hiperglikemia, resistensi insulin, dan adanya penglepasan glukosa hati
yang berlebihan (Ilyas, 2009).
Menurut
kriteria
diagnostik
PERKENI
(Perkumpulan
Endrokrinologi Indonesia) 2006, seseorag dikatakan menderita diabetes
jika memilik kadar gula darah puasa > 12mg/dL dan pada tes suwaktu
>200 mg/dL. Kadar gila darah sepanjang hari bervariasi dimana akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
2.
Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus dan penggolongan glukosa menurut Riyadi
(2008) antara lain:
8
9
a.
Insulin Independent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM tipe 1
Defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) pesifik.
Predisposisi pada insulin fenomena autoimun (cenderung ketosis dan
terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan
sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak pulau
langerhans di pankreas. Kelainan berdampak pada penurunan fungsi
insulin.
b.
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau DM Tipe 2
Terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi
insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel, pada tahap
awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya
sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya
kadar insulin dalam darah. Diabetes melitus tipe 2 pada umumnya
lebih bersifat genetik tipe ini mencakup lebih dari 90% dari semua
populasi diabetes. Pada penderita yang obesitas, kelainan primernya
adalah resistensi insulin di jaringan perifer seperti otot dan lemak
sehingga terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Sedangkan pada
penderita yang non obesitas kelainan primernya berupa kerusakan
sel beta dan kelainan sekundernya di jaringan perifer.
c.
Tipe spesifik lain
DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik terjadi karena penyakit lain, seperti:
10
1) Defek genetik pada funngsi sel β
2) Defek genetic pada kerja insulin
3) Penyakit eksokrin pankreas
4) Endokrinopati
5) Diinduksi obat atau zat kimia
6) Infeksi
7) Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
8) Sindrom genetik lain,yang kadang berkaitan degan DM
d.
Dm Gastrointestinal
Merupakan
intoleransi
glukosa
yang
trejadi
selama
kehamilan. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme
endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi
janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin
meningkat mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang
ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif
hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi. Resisten insulin juga
disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan
plasenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin
pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.
3.
Etiologi
Penyebab dari diabetes melitus menurut Pudiastuti (2013), antara lain :
a.
Faktor Keturunan
11
Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi
faktor lingkungan yang berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang
berolahraga dan asupan nutrisi yang berlebihan serta kegemukan
merupakan faktor yang dapat diperbaiki.
b.
Nutrisi
Merupakan faktor yang penting untuk timbulnya DM tipe 2.
Gaya hidup yang keberat-beratan dan hidup santai serta panjangnya
angka harapan hidup merupakan faktor yang meningkatkan
prevalensi DM.
c.
Kadar kortikosteroid yang tinggi.
d.
Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan.
e.
Obat-obatan yang merusak pancreas.
f.
Racun yang mempengaruhi pembentukan efek dari insulin.
g.
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup
untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel
tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.
4.
Patofisiologi
Seperti suatu mesin,badan memerlukan bahan untuk membentuk
sel yang rusak. Disaping itu bada juga memerlukan energi supaya sel
badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin berasal dari bahan
bakaar yaitu bensin. Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan
makanan yang kita makan sehari-hari yang terdiri dai karbohidrat (gula
dan tepung-tepung), rotein (asam amino) dan lemak (asam lemak).
12
Pengolahan bahan makanan di mulai di mulut kemudian ke
lambung dan selanjutnya ke usus, di dalam saluran pencernaan itu
makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat
menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam
lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk
kedalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus
masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Zat makanan terutama
glukosa dibakar di dalam melalui proses kimia yag rumit yang hasil
akhirnya adalah energi. Proses ini disebut metabolisme, dalam proses
metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu
bertugas memasukan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang di
keluarkan oleh sel beta pankreas.
Kadar insulin dalam keadaan normal yang ada pada permukaan
sel otot kemudian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat
masuk sel untuk kemudian membuka di bakar menjadi energi atau
tenaga. Akibatnya glukosa dalam darah normal. Pasien diabetes dimana
didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas
insulinya tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan
reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu
masuk sel tetap tidak dapaat terbuka dan tetap tertutup sehingga glukosa
13
tidak dapat masuk sel untuk dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa
tetap berada di luar sel,sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat
(Courwin, 2009)
5.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik DM tipe dua berhubungan dengan defisiensi
relatif insulin. Akibat defisiensi insulin ini pasien tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa darah normal. Apabila hiperglikemia
melebihi ambang ginjal (kurang lebih 180mg/dl), maka akan timbul
tanda dan gejala glukosuria yang akan menyebabkan diuresis osmotik.
Akibat diuresis osmotik akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuri),
timbul rasa haus yang menyebabkan banyak minum (polidipsi), pasien
juga akan banyak makan (polifagi) akibat katabolisme yang dicetuskan
oleh defisinsi insulin dan pemecahan protein serta lemak. Karena glukosa
hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif, akibatnya berat badan menurun. Pasien juga meengalami gejala
lain seperti keletihan, kelemahan, tiba-tiba terjadi perubahan pandangan,
kebas pada tangan atau kaki, kulit kering, luka yang sulit sembuh dan
sering muncul infeksi (Price & Wilson, 2006; smeltzer & Bare, 2008;
Soegondo, 2009).
6.
Faktor Resiko
Menurut Dunning (2003), dalam Mashudi (2011), faktor resiko DM tipe
dua yaitu:
a.
Obesitas (gemuk) atau berat badan lebih
14
b.
Prediabetes (glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi
normal atau toleransi glukosa terganggu)
7.
c.
Melahirkan bayi lebih dari 4kg
d.
Mempunyai saudara, orang tua atau keluarga dengan DM
e.
Usia diatas 45 tahun
f.
Mempunyai tekanan darah tinggi kolesterol tinggi
Pemeriksaan doagnostik
Menurut Shahab (2006), pemeriksaan diagnostik DM terdiri dari:
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan kadar serum glukosa
a) Gula darah puasa: glukosa lebih dari 120 mg/dL pada 2 kali
tes.
b) Gula darah dua jam pp: 200 mg/dL
c) Gula darah sewaktu: lebih dari 200mg/Dl
2) Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik: kurang dari 140 mg/dL dan hasil 2 jam
serta satu nilai lain dari 200 mg/dL setelah beban glukosa 75 gr.
3) HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol.
b)
Pemeriksaan kadar glukosa urin
Pemeriksaan ini untuk mengetahui kerja dan kondisi ginjal karena
pada keadaan DM kadar glukosa darah tinggi sehingga dapat merusak
15
kapiler dan glomerolus ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal.
Pemeriksaan reduksi urin dengan cara benedic atau menggunakan
enzim glukosa.
Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urin yaitu:
0 = Berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM
1 = berwarna hijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM atau
stadium dini
2 = Berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaan kadar glukosa
darah mendukung atau sinergis, maka termasuk DM
3 = Berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM
4 = Berwarna merah pekat, bnayak glukosa, DM kronik
c) Kultur Pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuaidengan jenis kuman
8.
Penatalaksanaan DM
Penatalaksanaan pasien DM meliputi penatalaksanaan non
farmakologis danpenatalaksanaan farmakologis. Langkah pertama yang
gunakan adalah dengan penatalaksanaan non farmakologis berupa:
edukasi, perencanaan makan, kegiatan jasmani, penurunan berat badan.
Jika penatalaksanaan non farmakologis belum bisa mencapai sasaran
untuk pengendalian DM maka dilanjutkan dengan menggunakan obat
atau penatalaksanaan farmakologis berupa insulin dan obat anti
16
hyperglikemia oral (OHO). Menurut Soegondo, Soewondo & Subekti,
(2007); Smeltzer & Bare (2008) penatalaksanaan pasien DM terbagi
menjadi 4 pilar utama yaitu :
a.
Edukasi
DM merupakan penyakit kronik, yang membutuhkan
pengaturan perilaku khusus sepanjang hidup. Berbagai faktor dapat
mempengaruhi pengendalian DM seperti aktivitas fisik, stress, emosi
dan fisik sehingga pasien harus belajar untuk menyeimbangkan
berbagai faktor tersebut. Pasien harus belajar tentang keterampilan
merawat diri untuk mencegah fluktuasi akut kadar glukosa darah.
Pasien juga harus bekerjasama untuk perubahan gaya hidup guna
mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang DM.
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien DM guna menunjang
perubahan perilaku, meningkatkan pemahaman pasien tentang
penyakitnya, sehingga tercapai kesehatan yang optimal, penyesuaian
keadaan psikologis dan peningkatan kualitas hidup. Program
penyuluhan terstruktur pada penderita DM terbagi dalam empat kali
pertemuan dalam empat minggu, disetiap pertemuan dilakukan
selama 90-120 menit. Metode yang digunakan adalah metode
ceramah, tanya jawab dan simulasi. Materi edukasi pada pasien DM
meliputi: pengetahuan tentang patofisiologi penyakit, komplikasi dan
pencegahannya, diet dan olahraga. OHO dan insulin, perawatan kaki,
17
kontrol teratur, penanganan hypo dan hyperglikemia, pemeriksaan
gula darah mandiri (Smeltzer & Bare, 2008).
b.
Diet DM
1) Prinsip diet DM : mengembalikan ke normalweight
2) Macam diet DM : A, B, B1, B2, B3, Be, M
a) Diet B :
(1) Pendrita DM tidak tahan lapar
(2) Hiperkolesterol
(3) Mikro dan makroangiopati
(4) DM lebih 15 tahun
b) Diet B1
(1) Underweight ( berat badan menurun)
(2) DM dengan kebutuhan protein mningkat : dengan KP,
kehamilan,infeksi,kebisaan makan protein meningkat
c) Diet B2, B3, Be :
(1) Be : neropati diabetik
(2) B2 : stadium II (creatinin 2,5 – 4)
(3) B3 : Stadium III (creatinin lebih dari 10)
c.
Latihan jasmani atau olahraga
Manfaat olah raga bagi pasien DM: meningkatkan kontrol
gula darah, menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler ( jika
dilakukan minimal 30 menit, 3-4 kali dalam satu minggu sampai HR
18
mencapai 220-umur/menit), menurunkan berat badan, menimbulkan
kegembiraan.
Sebelum melakukan olah raga, pasien DM melakukan
evaluasi medis. Diidentifikasi kemungkinan adanya masalah mikro
dan makroangiopati yang akan bertambah buruk dengan olah raga.
Jenis olah raga yang dianjurkan pada pasien DM yaitu olahraga yang
bersifat rekreasional maupun profesional. Hindari olah raga dengan
kontak tubuh. Latihan jasmani lain yang dapat dilakukan berupa
senam dan masase kaki. Informasi yang perlu disampaikan pada
pasien sebelum melakukan olahraga adalah: cek gula darah sebelum
olah raga, cek apakah butuh tambahan glukosa, hindari dehidarasi,
minum 500 cc, diperlukan teman selama berolah raga, pakai selalu
tanda pengenal sebagai diabetisi, selalu bawa makanan sumber
glukosa cepat: permen, jelly, makan snack sebelum mulai, jangan
olah raga jika merasa ‘tak enak badan’ dan gunakan alas kaki yang
baik.
d.
Obat DM
1) Insulin
Indikasi insulin:
a) DM tipe I
b) DM tipe 2 dan keadaan tertentu
(1) Penurunan BB yang cepat
(2) Hiperglikemi berat yang disertai ketosis
19
(3) KAD (ketoacidossis diabetik)
(4) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
(5) Gagal dengan kombinasi OHO (Obat Hipoglikemik
Oral) dengan dosis hamper maksimal
(6) Stress
berat
(infeksi
sistemik,fraktur,operasi
besar,IMA,stroke)
(7) Kehamilan
(8) Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat
(9) Kontraindikasi dan alergi OHO
Efek samping insulin
a) Imunologi: skin rash, alergi, demam, syok anafilaktik,
resistensi insulin
b) Non imunologi: hipoglikemi, lipodistropi, infeksi suntikan,
edema insulin, aterosklerosis
2) Obat Hipogikemik Oral
Digolongkan berdasarkan cara kerjanya: pemicu sekresi
insulin atau secretagogue (sulfonilurea dan glinit), penambah
sensitifitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion,
penghambat absorbsi glukosa, penghambat oksidase alfa.
a) Sulfonil urea
(1) Bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin
(2) Semua sulfonilurea meningkatkan berat badan dan
berisiko menyebabkan hipoglikemi
20
(3) Menurunkan
GDP
sampai
50–70
mg/dl
dan
menurunkan HbA1c sampai 0.8–1.7%
(4) Semua obat menyebabkan hipoglikemi berat, maka
dosis yang diberikan sekecil mungkin dan harus
dimonitor GDP sampai 110-140 mg/dL.
(5) Generasi
pertama
(tolbutamide,
acetohexamide,
tolazamide, dan chlorpropamide)
(6) Sudah tidak digunakan lagi (terutama di US) karena
meningkatkan reaksi obat dengan obat lain.
(7) Sangat kuat efek hipoglikeminya (chlorpropamide):
hanya
dimetabolisme
terakumulasi
pada
sebagian
ginjal
sisa
sehingga
obat
dapat
pada
pasien
gangguan ginjal menyebabkan hipoglikemi memanjang
dan berat.
b) Biguanid
(1) Mekanisme kerja terutama menurunkan pengeluaran
glukosa hati.
(2) Mampu meningkatkan sensitifitas terhadap insulin
dengan meningkatkan aktifitas reseptor insulin tirosin
kinase,
meningkatkan
sistesis
glikogen
dan
meningkatkan transport glukosa transporter ke dalam
plasma
membran.
Contoh:
metformin
mampu
21
menurunkan GDP sampai 50–70 mg/dl dan HbA1c
sampai 1.4–1.8%.
(3) Tidak
begitu
berbahaya
dalam
menyebabkan
hipoglikemi
(4) Efek samping yang sering terjadi: ketidak nyamanan
GI dan mual. Hampir 0.03 kasus/1,000 pasien-tahun,
mengalami asidosis laktat terutama pada pasien yang
mengalami renal insufisiensi dan gangguan hati
(5) Metformin tidak direkomendasikan untuk pasien
dengan kreatinin >1.5 mg/dl.
(6) Baik digunakan bagi pasien gemuk.
9. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus tipe I dan II dapat di golongkan menjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronik yaitu :
a.
Komplikasi akut
1) Ketosiadosis diabetik
Komplikasi akut diabetes tipe 1 yang ditandai dengan perburukan
semua gejala diabetes, ketosiadosis diabetik dapat terjadi setelah
stress. Fisik seperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma
2) Coma non ketoktikhiperglikemia hiperosmolar
Komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetees tipe 2
karena diabetes tipe 2 dapat mengalami hiperglikemia berat
22
dengan kadar glikosa lebih dari 300mg/dL. Biasanya dijumpai
pada lansia pengidap diabetes sudah mengkonsumsi makana
tinggi karbohidrat.
3) Hipoglikemia
Pengidap diabetes tipe 1 dapat mengalami komplikasi akibat
hipoglikemia setelah injeksi insulin. Gejala yang mungkin terjadi
adalah hilangnya kesadaran.
b. Komplikasi jangka panjang
1) Sisten kardiovaskuler
Terjadinya kerusakan mikrovaskuler di atriol kecil, kapiler,
venula. Kerusakan makrivaskuler terjadi di arteri besar dan
sedang.
2) Gangguan penglihatan
Meliputi retinopati, atau kerusakan pada retina karena tidak
mendapatkan oksigen.
3) Sistem saraf perifer hiperglikemia, termasuk hiprglikolosisasi
protein yang menyebabkan fungsi saraf
4) Ulkus atau gangren atau kaki diabetik (Corwin, 2009)
B. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
1.
Pengertian
Asuhan keperawatan adalah kegiatan profesional perawat
dinamis, membutuhkan kreatifitas dan rentang kehidupan dan keadaan.
23
Adapun tahap dalam melakukan keperawatan itu yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana, implementasi, evaluasi. (Universitas
pembangunann nasional veteran, 2006)
2.
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan unttuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,agar
dapat
mengidentifikasi,
mengenali
masalah-masalah,
kebutuhan
kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial, dan
linkungan (Dermawan, 2012)
Menurut Dongoes (2002), fokus pengkajian pada klien dengan
gangguan sistem endokrin diabetes melitus di lakukan mulai dari
pengumpula data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan
utama,sifat keluhan,riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari, dan yang perlu dikaji pada pasien dengan diabetes
melitus :
a.
Aktivitas dan Istirahat
Terdapat gejala lemah,letih, lesu, sulit bergerak atau berjalan, kram
otot, tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat. Ditandai
adanya takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktivitas,
koma, penurunan kekuatan otot.
b.
Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
paada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, ulkus pada kaki.
24
Ditandai adanya takikardi, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun, kulit panas dan kering, kemerahan,
bola mata cekung.
c.
Eliminasi
Poliuria, nokturia, nyeri atau kesulitan berkemih, ISK baruberulang,
nyeri tekan abdmen, diare. Urine encer, pucat, poliuri, urine
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising
usus melemah/menurun, hiperaktif (diare).
d.
Nutrisi
Berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah, melanggar
diett (konsumsi karbohidrat/glukosa meningkat), haus ditandaai kulit
kering atau bersisik, distensi abdomen, muntah, nafas bau aseton.
e.
Nyeri
Nyri/tegang abdoomen dotandai wajah meringis dengan palpitasi,
tampak sangat berhati-hati.
f.
Neurosensori : adanya gejala pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas
kelemahan otot, parestesia, gangguan penglihatan. Ditandai adanya
disorientasi, mengantuk, gangguan memori, kacau mental, reflek
tendon menurun, kejang (tahap lanjut DKA)
g.
Seksualitas
Adanyaa perbandingan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan impoten pada pria.
h.
Pernafasan
25
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum,
frekuensi nafas meningkat.
i.
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus ditandai dengan demam, diaforesis,
laserasi, menurunya rentang gerak, parestesia atau paralis otot.
j.
Integritas ego
Stress, tergantung pada orang lain, kecemasan, peka rangsang
3.
Diagnosa keperawatan
Berdasarkan
pengkajian
data
keperawatan
yang
sering
terjadi
berdasarkan Herdman (2011), maka diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada klien diabetes melitus yaitu:
a.
Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan
insulin
b.
Resiko dfisit cairan berhubugan dengan gejala poliuria dan dehidrasi
c.
Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologis
d.
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan kebutuhan pengobaatan
berhubungan dengan kurangnya interprestasi
e.
4.
Stress berlebihan berhubungan dengan stressor intens sakit kronis
Rencana keperawatan
a.
Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan
insulin
Tujuan:
1) Mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
26
2) Menunjukan tingkat energi
3) Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
1) Tentukan program diet dan polaa makan pasien dan bandingkan
dengan makan yang daapaat dihabiskan pasien
2) Timbang berat setiap hari atau sesuai indikasi
3) Berikn pengobatan insulin secara teratur sesuai insikasi
Rasional:
1) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapiutik
2) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
3) Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan
cepat pula dapaat membaantu memindahkan glukosa ke dalam
sel
b.
Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejaala poliuria dan
dehidrasi
Tujuan:
mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda
vitaal, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian
kapiler baik, urin tepat secara individu, dan elektrolit
dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital
27
2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane
mukosa
3) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urin
4) Timbang berat badan setiap hari
5) Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Rasional:
1) Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
taakikardi
2) Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat
3) Memberikan perkiraan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal
dan keefeektifan dari terapi yang ddiberikan
4) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti
5) Tipe dan jumlah dari cairan tergatung pada deraajat kekurangan
caairan dan respon pasien secara individual.
c.
Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuro biologis
Tujuan: nyeeri kronis berkurang sampai dengan hilang
Kriteria:
1) Ekspresi wajah rileks
2) Skala nyeri 0-1
3) Tanda-tanda vital dalam bataas normal
28
Intervensi:
1) Kaji nyeri P, Q, R, S, T
2) Ajarkan teknik relaksasi
3) Informasikan pada pasien bila nyeri timbul, ajarkan teknik
relaksasi
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
Rasional :
1) Mempengaruhi pilihan, keefektifan intervensi serta untuk
mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien
2) Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien, menghilangkan
perhatian terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama
3) Agar pasien mengetahui bagaimana cara mengontrol nyeri
4) Untuk mempercepat kesemuhan melalui terapi obat
d.
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubugan dengan kurangnyainterprsentasi
Tujuan:
1) Mengunkapkan pemahaman tentang penyakit
2) Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala
Intervensi:
1) Diskusikan dengan pasien tentang penyakitnya
2) Dikusikan pentingnya melakukan evaluasi tentang dm
Rasional:
1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
29
2) Menurunkan
kebingungan
dan
membantu
untuk
mempertahankan kontak dengan realistis
3) Neuropati perifer dapat mengakibatkan resiko tinggi sehingga
terhadaap kerusaka kulit dengan gangguan keseimbangan
4) Melakukan tindakan senam selama 7 hari untuk mengatasi
sirkulasi darah
e.
Stress berlebihan berhubungan dengan stressor intens sakit kronis
Tujuan:
1) Mengungkapkan penurunan perasaan kenyamanan
2) Mengunngkapan bahwa stress sudah berkurang
Intervensi:
1) Berikan teknik relaksasi otot progresif
2) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
3) Ajarkan pada pasien cara mengungkapkkan emosi dengan baik
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang
menyebabkan timbulnya stress
Rasional:
1) Untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan pada pasien
2) Agar pasien mampu mengungkapkan masalahnya secara terbuka
kepada perawat
3) Untuk mengontrol emosi pasien dengan benar
4) Mengetahui faktor apa saja yang mencetuskan timbulnya stress
pada pasien
30
C. Stress dan Diabetes Melitus
Stress adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau
tekanan (stressor). Stress merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat
individual, sehingga suatu stress bagi seseorang belum tentu sama
tanggapanya bagi orang lain (Hartono, 2007). Stress diartikan sebagai kondisi
dimana kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan
adanya ketidakseimbangan (Taylor dalam Gunawan, 2007). Lebih lanjut
Taylor mendeskripsikan stress sebagai pengalaman emosional negatif disertai
perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan
untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan
stress (Gunawan & Sumadiono, 2007).
Stressor dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1) stressor fisik atau
biologik seperti dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, dan pukulan. 2) stressor
psikologis seperti rasa takut, khawatir, cemas, dan marah, dan 3) stressor
sosial budaya seperti menganggur, perceraian, dan perselisihan (Gunawan &
sumadiono, 2007).
Stress psikologis seperti infeksi dan pembedahan mempermudah
terjadinya
hiperglikemia
dan
dapat
mencetuskan
terjdinya
Dabetes
Ketoasidosis (DKA) atau Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketonik Sindrom
(HHNS). Stress emosional (stres, kecemasan, depresi) yang terjadi akibat
tingginya kadar glukosa dalam darah dan komplikasi DMT2 bisa berdampak
negatif pada pasien (Smeltzer & Bare, 2008).
31
Stress hormon yang mengarah pada peningkatan kadar glukosa darah
seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan
meningkat. Selain itu selama stress emosional, pasien DMT2 mengubah pola
kebiasaan makan, latihan, dan pengobatan. Hal ini tentunya dapat
memperburuk kondisi pasien (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson,
2006).
Stress menyebabkan epineprin bereaksi pada hati meningkatkan
konversi glukagon menjadi glukosa. Kortisol memiliki efek meningkatkan
metabolisme glukosa, sehingga asam amino, laktat, dan pirufat diubah di hati
menjadi glukosa (glukoneogenesis) yang akhirnya meningatkan kadar gula
darah.
Glukagon
meningkatkan
kadar
glukosa
darah
dengan
cara
mengkonversi glikogen di hati menjadi glukosa. ACTH dan gluksteroid pada
korteks adrenal dapat meningkatkan pembentukan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pembentukan glukosa baru oleh hati. ACTH dan
glukokortikoid meningkatkan lipolisis dan katabolisme karbohidrat (smeltzer
& Bare, 2008; Price & Wilson, 2006).
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem
saraf simpatis yang diikuti sekresi simpatis-adrenal-medular. Secara simultan
hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem saraf otonom untuk
merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem otonom sendiri
diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua
yaitu sistem simpatis dan parasimpatis (Price & wilson, 2006).
32
Sistem simpatis bertaggung jawab terhadap adanya stimulus stress,
berupa peningkatan denyut jantung, nafas yang cepat, dan penurunan aktivitas
gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke
keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernafasan,
dan peningkatan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan
terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stress yang berulang-ulang
dan
menempatkan
sistem
otonom
pada
ketidakseimbangan.
Untuk
kompensasi lebih lanjut sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan (price &
Wilson, 2006; Smeltzer, 2008).
Hipotalamus mnstimulasi neuron-neurosektori untuk melepaskan
hormon CRH (Corticotropin-Releasing Hormne) ke hipofisis anterior melalui
sistem portal, hipofisis anterior melepaskan hormon antara lain yaitu ATCH
(Adrenocorticotropic Hormone) ke dalam sirkulasi. ACTH sebagai gantinya
meenstimulasi kelenjar adrenal, yaitu korteks andrenal untuk mensekresi
glukokortikoid (kortisol). Proses ini merupakan mekanisme umpan balik
negatif hipotalamus-hipofisis-korteks adrenal (Price & Wilson, 2006).
Kortisol ini selanjutnya akan meningkatkan konversi asam amino, laktat, dan
pirufat dihati menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis, namun karena
resistensi insulin, glukosa tidak bisa diambil oleh sel dari sirkulasi sehingga
kadarnya meningkat dalam darah ( Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008).
33
D. Relaksasi Otot Progresif
1.
Definisi
Relaksasi otot progresif merupakan suatu metode untuk membantu
menurunkan tegangan sehingga otot tubuh menjadi rileks. Relaksasi otot
progresif bertujuan untuk menurunkan kecemasan, stress, otot tegang,
dan kesulitan tidur. Pada relaksasi ini perhatian pasien diarahkan untuk
membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan
dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang (Alim, 2010).
Relaksasi otot progresif adalah salah satu cara yang mudah dan
sederhana serta sudah digunakan secara luas. Relaksasi otot progresif
merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot
melalui dua langkah yaitu dengan memberi tegangan pada suatu
kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian
memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks,
merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang (Richmond, 2007).
2.
Indikasi
Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam
terapi komplementer dan alternatif (Cmplementary and alternative
therapy (CAM)). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional
yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi
konvensional atau medis. Pelaksanaanya dapat dilakakan bersama
dengan terapi medis (Moyad & Hawks, 2009).
34
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu intervensi
keprawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan
relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu
mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meninngkatkan
imunitas, sehingga status fugsioal dan kualitas hidup meningkat (Moyad
& Hawks, 2009).
Relaksasi otot progresif telah menunjukan manfaat dalam
mengurangi ansietas atau kecemasan, dan berkurangnya kecemasan ini
mempengaruhi berbagai gejala psikologis dan kondisi medis. Yuldirim &
Fadiogu (2006) dari hasil penelitianya menyebutkaan bahwa relaksasi otot
progresif menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menjalani dialisis. Penelitian ini memperlihatkan bahwa
relaksasi otot progresif menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik
sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar
3,48mmHg pada pasien hipertensi di Taiwan. Gazavi, et al, 2007
menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif dan massase menurunkan
tingkat HbA1C pada DMT1 (DM pada anak-anak). Maryani (2008),
menyebutkan relaksasi otot progresif menurunkan kecemasan yang
berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang
menjalani kemoterapi. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di kota Malang
(Hamarno, 2010).
35
3.
Manfaat Relaksasi Otot Progresif
Stress dan kecemasan mencetuskan beberapa sensasi dan
perubahan fisik, meliputi peningkatan aliran darah menuju otot,
ketegangan
otot,
mempercepat
atau
memperlambat
pernafasan,
meningkatkan denyut jantung, dan menurunkan fungsi digesti ( Ankrom,
2008). Jika stress dan kecemasan yang dialami berlangsung terus
menerus,
maka
respon
psikofisiologikal
yang
berulang
dapat
membahayakan tubuh.
Respon stress adalah bagian dari jalur umpan balik yang tertutup
antara otot-otot dan pikiran. Penilaian terhadap stressor mengakibatkan
ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur
umpan balik. Relaksasi otot progresif akan menghambat jalur umpan
balik. Relaksasi otot progresif akan meghambat jalur tersebut dengan
cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi
hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif
sehingga rangangan stress terhadap hipotalamus berkurang (Copstead &
Banasik, 2000 dalam Mashudi 2011).
4.
Kontra Indikasi
Beberapa hal yang mungkin menjadi kontra indikasi latihan
Relaksasi Otot Progresif antara lain adalah cidera akut atau
ketidaknyamanan muskuloskeletal, dan penyakit jantung berat atau akut
(Fritz, 2005 dalam Mashudi, 2011). Latihan Relaksasi otot progresif
dapat meningkatkan rileks yang dapat menyebabkan hipotensi, sehingga
36
perlu memeriksa tekanan darah untuk mengidentifikasi kecenderungan
hipotensi (Snyder & Lindquist, 2002 dalam Mashudi, 2011).
5.
Prosedur Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi Otot Progresif merupakan suatu prosedur untuk
mendapatkan relaksasi otot melalui dua langkah, yaitu dengan
memberikan tegangan pada satu kelompok otot, dan menghentikan
tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana
otot tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan
menghilang. Untuk hasil yang maksimal dianjurkan untuk melakukan
relaksasi otot progresif pada jam yang sama 1 kali sehari selama 25-30
menit. Latihan bisa dilakukan pagi hari, dilakukan sebelum makan.
(Charleswarth & Nathan, 1996 dalam Mashudi, 2011). Jadwal latihan
biasanya memerlukan waktu selam satu minggu.
Prosedur PMR menurut Alim (2010) terdiri dari 15 gerakan berturutturut yaitu:
a.
Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang
dilakukan dengan caara menggenggam tangan kiri sambil membuat
sutau kepalan. Pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat
sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan
kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan rileks selama kurang
lebih 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali sehingga klien dapat
membedakan perbedan antara ketegangan otot dan keadaan rileks
yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
37
b.
Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian
belakang, gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua tangan
ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan
bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap
ke langit-langit. Dilakukan penegangan kurang lebih 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegaangaan otot dan keeadan rileks yang dialami. Lakukan
gerakan ini 2 kali.
c.
Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini
diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan kemudian membawa kedua telapak ke pundak sehingga
otot-otot bisep menjadi tegang. Lakukan penegangan otot kurang
lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegagan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
d.
Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.
Dilakukan dengan cara mengangkat keedua bahu setinggi-tingginya
seakan akan menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini
adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan
leher. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2
kali.
38
e.
Gerakan kelima sampai delapan adalah gerakan yang ditunjukan
untuk melemaskan otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi,
mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dilakukan dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa ada kulit
keriput, mata dalam keadaaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot
dahi selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
f.
Gerakan keenam ditujukan untuk megendurkan otot-otot mata
diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan
geraakan mata. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2
kali.
g.
Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang
dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang,
diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar
otot-otot rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih
8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan
gerakan ini 2 kali.
39
h.
Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot
sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga aakan
dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Rasakan ketegangaan otototot sekitar mulut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
i.
Gerakan kesembilan ditunjukan untuk merilekskan otot-otot leher
bagiaan belakang. Pasien dipandu meletakaan kepala sehingga dapat
beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada
permukan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat
merasakan ketegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
j.
Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian
depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke
muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke
dadanya, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher
bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan
gerakan ini 2 kali.
k.
Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung.
Gerakan ini dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran
40
kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada.
Kondisi ini dipertahankan selama kurang lebih 8 detik, kemudin
rileks. Pada saat rileks, letakan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otot-otot
punggung selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
l.
Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada.
Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyak-banyaknya.
Tahan
selama
beberapa
saat,
sambil
merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun keperut. Pada
saat tegangan dilepas, pasien dapat bernafas normal dengan lega.
Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
m. Gerakan ketiga belas dilakukan untuk melatih otot-otot perut. Tarik
nafas kuat-kuat perut kedalam, kemudian tahan sampai perut
menjadi kencang dan keras. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut
kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan
dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
n.
Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha,
dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki
41
sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha
tersebut selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
o.
Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis,
luruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.
Geraakan
ini
dilanjutkan
dengan
mengunci
lutut,
lakukan
peregangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
6.
Peran Perawat
Relaksasi otot progresif merupakan relaksasi yang mudah untuk
diajarkan kepada pasien daam rangka meningkatkan kemandirian pasien
dalam mengatasi masalah kesehatanya. Perawat berperan dalam
memfasilitasi kemandirian pasien, hal ini sesuai dengan konsep self-care
Orem. Menurut teori self-care Orem, pasien pasien dipandang sebagai
individu yang memiliki potensi untuk merawat dirinya sendiri dalam
memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan, dan mencapai
kesejahteraan. Kesejahteraan atau kesehatan yang optimal dapat dicapai
pasien apabila dia mengetahui dan dapat melakukan perawatan yang
tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri. Perawat menurut teori selfcare berperan sebagai pendukung atau pendidik bagi pasien (Tomey &
Alligood, 2006).
42
Menurut Orem (dalam Tomey & Alligood, 2006), perawatan
merupakan suatu kebutuhan universal untuk menjaga dan meningkatkan
eksistensi diri, kesehatan, dan kesejahteraan hidup. Pasien DM tipe dua
yang mejalani perawatan dirumah sakit sering mengalami stress fisik
maupun psikologis akibatnya dapat memicu meningkatnya kadar glukosa
darah. Oleh karena itu selain memberikan terapi kolaboratif, perawat
jugaa membantu pasien mencapai kemampuan dalam mengontrol kadar
glukosa darahnya melalui latihan relaksasi otot progresif.
43
E. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : (kombinasi dari Black & Haws (2009); Riyadi & Sukarmin (2008);
Snyder & Lindquist (2002), dalam Mashudi, 2011)
Dabetes Melitus
↓ambilan glukosa oleh sel
↑kadar glukosa darah
Komplikasi akut
Hiperglikemia,
hipoglikemia,
ketoasidosis
diabetik, sindrom
HHNK
Komplikasi kronis
makrovaskuler
mikrovaskuler
Kaki diabetik,
PJK, Stroke
Retinopati,
Nefropati
neuropati
Stress dan kecemasan
Latihan
relaksasi
otot
progresif
Kesembangan
tubuh
Umur, jenis kelamin,
penyakit penyerta, lama
menderita DMT2
homeostasis
TD normal
Hemodinamik
stabil
KGD normal
44
BAB III
METODE PENYUSUNAN APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek Aplikasi Pemberian relaksasi otot progresif ini adalah pasien DM
tipe dua yang mengalami stress psikologis
B. Tempat dan Waktu
Tempat yang digunakan adalah bangsal mawar RSUD Wonogiri taggal 04
Januari 2014.
C. Prosedur Tindakan
Berikut langkah-langkah relaksasi otot progresif menurut Alim (2010)
yaitu :
1. Persiapan pasien
a. Identifikasi tingkat cemas klien, daerah nyeri, tingkat nyeri,
dan kekakuan otot
b. Kaji kesiapan pasien dan perasaan pasien
c. Berikan penjelasan tentang relaksasi otot progrsif dan inform
consent
44
45
2. Persiapan Alat dan Ruangan
a. Ciptakan atau modifikasikan agar ruangan sejuk dan tidak
gaduh
b. Sediakan tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks, yaitu
ada penopang untuk kaki dan bahu
3. Tindakan
a. Jelaskan tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan
b. Berikan posisi nyaman
c. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi nyaman tersebut
d. Anjurkan pasien untuk berbaring atau duduk bersandar (ada
sandaran untuk kaki dan bahu)
e. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang
dilakukan dengan caara menggenggam tangan kiri sambil
membuat suau kepalan. Pasien diminta membuat kepalan ini
semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan
rileks selama kurang lebih 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali
sehingga klien dapat membedakan perbedan antara ketegangan
otot dan keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga
dilatihkan pada tangan kanan.
46
f. Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan
bagian belakang, gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk
kedua tangan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga
otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit. Dilakukan
penegangan kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan dan rasakan perbedaan antara ketegaangaan otot dan
keeadan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali.
g. Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan
ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga
menjadi kepalan kemudian membawa kedua telapak ke pundak
sehingga otot-otot bisep menjadi tegang. Lakukan penegangan
otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegagan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
47
h. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.
Dilakukan dengan cara mengangkat keedua bahu setinggitingginya seakan akan menyentuh kedua telinga. Fokus
perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di
bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-otot
tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
i. Gerakan kelima sampai delapan adalah gerakan yang
ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah yang dilatih
48
adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk
dahi dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai
otot-ototnya terasa ada kulit keriput, mata dalam keadaaan
tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama kurang
lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
j. Gerakan keenam ditujukan untuk megendurkan otot-otot mata
diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat
dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan geraakan mata. Lakukan penegangan otot
kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan
keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
49
k. Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan
rahang,
diikuti
dengan
menggigit
gigi-gigi
sehingga
ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Rasakan ketegangan
otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan
secara
perlahan-lahan
dan
rasakan
perbedaan
anatara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
l. Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot
sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga
aakan dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Rasakan
ketegangaan otot-otot sekitar mulut kurang lebih 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan
perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan
gerakan ini 2 kali.
50
m. Gerakan kesembilan ditunjukan untuk merilekskan otot-otot
leher bagiaan belakang. Pasien dipandu meletakaan kepala
sehingga
dapat
beristirahat,
kemudian
diminta
untuk
menekankan kepala pada permukan bantalan kursi sedemikian
rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan otot kurang
lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
n. Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian
depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke
muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke
dadanya, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher
bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang
lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
51
o. Gerakan
kesebelas
bertujuan
untuk
melatih
otot-otot
punggung. Gerakan ini dilakukan dengan cara mengangkat
tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan,
lalu busungkan dada. Kondisi ini dipertahankan selama kurang
lebih 8 detik, kemudin rileks. Pada saat rileks,letakan tubuh
kembali ke kursi sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas.
Rasakan ketegangan otot-otot punggung selama kurang lebih 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
p. Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot
dada. Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan
52
udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama beberapa saat,
sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun
keperut. Pada saat tegangan dilepas, pasien dapat bernafas
normal dengan lega. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
q. Gerakan ketiga belas dilakukan untuk melatih otot-otot perut.
Tarik nafas kuat-kuat perut kedalam, kemudian tahan sampai
perut menjadi kencang dan keras. Rasakan ketegangan otot-otot
tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
53
r. Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot
paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak
kaki sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan ketegangan
otot-otot paha tersebut selama kurang lebih 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.
s. Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis,
luruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang. Geraakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut,
54
lakukan peregangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.
4. Lakukan Evaluasi
a. Identifikasi tingkat stress setelah dilakukan intervensi relaksasi
otot progesif
b. Identifikasi kadar gula darah setelah dilakukan intervensi
relaksasi otot progesif
c. Identifikasi daerah otot – otot yang terasa tegang
5. Bereskan Pasien
a. Kembalikan pasien pada posisi yang diinginkan
D. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tidakan Berdasarkan Riset
Instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan alat ukur DDS
(Diabetes Distress Scale) dari Fisher, 2012. Alat ukur ini berupa kuisoner
55
yang berisikan 17 pertanyaan yang menunjukan penilaian berupa daftar
yang di berikan ntuk mengindikasi derajat pada setiap item yang mungkin
mengganggu dalam hidup. TIDAK jika item tersebut
memang benar
adanya. Jika anda merasakan bahwa item tersebut tidak mengganggu atau
jadi masalah untuk anda, pilih 1, jika sangat mmengganggu maka pilihlah
6.
Office
Not
Problems
a Moderate
Problem Problem
1. Feeling that diabetes is taking up too much 1
Serious
Use
Problem Only
2
3
4
5
6
[A]
2
3
4
5
6
[B]
2
3
4
5
6
[A]
2
3
4
5
6
[B]
2
3
4
5
6
[C]
2
3
4
5
6
[C]
of my mental and physical energy every day.
2. Feeling that my doctor doesn’t know 1
enough about diabetes and diabetes care.
3. Feeling angry, scared and/or depressed 1
when I think about living with diabetes.
4. Feeling that my doctor doesn’t give me 1
clear enough directions on how to man- age
my diabetes.
5. Feeling that I am not testing my blood 1
sugars frequently enough.
6. Feeling that I am often failing with my 1
56
Office
Not
Problems
a Moderate
Problem Problem
Serious
Use
Problem Only
diabetes regimen.
7. Feeling that friends or family are not 1
2
3
4
5
6
[D]
1
2
3
4
5
6
[A]
9. Feeling that my doctor doesn’t take my 1
2
3
4
5
6
[B]
2
3
4
5
6
[C]
2
3
4
5
6
[A]
2
3
4
5
6
[C]
2
3
4
5
6
[D]
supportive enough of my self-care efforts (eg
planning activities that conflict with my
schedule, encouraging me to eat the “wrong”
foods).
8. Feeling that diabetes controls my life.
concerns seriously enough.
10. Not feeling confident in my day-to-day 1
ability to manage diabetes.
11. Feeling that I will end up with serious 1
long-term complications, no matter what I
do.
12. Feeling that I am not sticking closely 1
enough to a good meal plan.
13. Feeling that friends or family don’t 1
appreciate how difficult living with diabetes
57
Office
Not
Problems
a Moderate
Problem Problem
Serious
Use
Problem Only
can be.
14. Feeling overwhelmed by the demands of 1
2
3
4
5
6
[A]
2
3
4
5
6
[B]
2
3
4
5
6
[C]
2
3
4
5
6
[D]
living with diabetes.
15. Feeling that I don’t have a doctor who I 1
can see regularly about my diabetes.
16. Not feeling motivated to keep up my 1
diabetes self-management.
17. Feeling that friends or family don’t give 1
me the emotional support that I would like.
Tingkat mengukur Diabetes Distress tersebut menurut Fisher, 2012:
1. Sedikit atau tidak ada tekanan <2
2. Sedang distress 2 – 2,9
3. Distress tinggi ≥ 3
Regimen terkait Distress:
Sebuah sum dari 6 item dibagi dengan 17 (jumlah pertanyaan).
Pengukuran dilakukan pada hari ke – 1 dan ke – 6 pada pasien dengan stress
psikologis pada DM tipe dua di Rumah Sakit.
58
BAB IV
LAPORAN KASUS
Asuhan keperawatan pada Ny.L dengan diabetes melitus yang
mengalami stress psikologis. Laporan kasus meliputi pengkajian, perumusan
masalah, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 4 januari 2016 Pukul
10.20 WIB di bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Soediran Mangunsumarso
Wonogiri di dapatkan data secara alloanamnese dan autoanamnese. Data
yang didapatkan pasien bernama Ny.L bermur 32 tahun, agama islam,
pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta, alamat Puncol, Tempursari,
Sidoarjo. Diagnosa medis diabetes melitus, nomor registrasi 317054.
Penanggung jawab pasien adalah Tn.S yang berumur 40 tahun, pendidikan
terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta, alamat Puncol, tempursari, Sidoarjo.
Pasien masuk di Rumah Sakit pada tanggal 29 Desember 2015, keluhan
utama saat pasien masuk yaitu pasien merasa nyeri pada antara ibu jari dan
telunjuk kanan. Riwayat penyakit sekarang yaitu pasien mengatakan badan
terasa lemas dan lemah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (25
Desember 2015) serta terdapat luka kemerahan dan kulit sedikit mengelupas
dan sedikit gatal dan panas serta sedikit bengkak. Luka sekitar panjang 3 cm
dan lebar 2 cm pada antara ibu jari dan jari telunjuk kanan dan terasa nyeri.
58
59
Pada tanggal 29 Desember pasien datang ke Poli penyakit dalam RSUD
Wonogiri dan didapati vital sign pasien TD = 123/78 mmHg, N = 99
kali/menit, RR = 18 kali/menit, S = 35,5 ‘C dan GDS = 317 mg/dL, dari poli
dianjurkan pasien untuk menjalani rawat inap, sampai di bangsal teratai
dilakukan pemeriksaan dan didapati diagnosa diabetes melitus. Vital sign
pasien TD = 121/73 mmHg, N = 99 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,7
‘C.
Tanggal 4 januari 2016 dilakukan pengkajian dan pasien masih
mengeluh badan lemas serta terdapat kemerahan diantara ibu jari dan telunjuk
kanan yang sedikit mengelupas terasa sedikit gatal, panas dan nyeri. Vital
sign saat dilakukan pengkajian TD = 115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR =
22 kali/menit, S = 36,5 ‘C dan GDS pasien pukul 10.00 = 237 mg/dL. Lama
keluhan yaitu sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (25 Desember 2015),
serta timbul keluhan yaitu pasien mengatakan terdapat kemerahan diantara
jari telunjuk dan ibu jari kanan serta sedikit mengelupas dan sedikit gatal dan
panas serta merasa nyeri. P : Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari
digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut R : pasien
mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan S : pasien
mengatakan skala nyeri 4, T : pasien mengakatan nyeri hilang timbul.
Faktor pencetus yaitu DM tipe 2, faktor yang memperberat yaitu pasien
mengatakan sering mengkonsumsi minuman es sirup serta pola makan yang
tidak sesuai dengan diet walaupun sudah diingatkan, upaya yang dilakukan
60
untuk mengatasinya yaitu jika dia merasa lemas dan buang air kecil berlebih
maka pasien akan segera cek ke dokter untuk cek GDS.
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan saat masih anak-anak
pasien mengatakan pernah demam typhoid saat usia 8 tahun, dan pasien
mengatakan tidak pernah kecelakaan. Pasien mengatakan pada tahun 2010
pernah dirawat di RSUD wonogiri dengan DM namun belum timbul
kemerahan/ lesi dikulit dan dirawat selama 11 hari. Pada tahun 2011 pasien
pernah dirawat di RSUD wonogiri dengan DM dan belum timbul kemerahan
dikulit, pasien pernah dirawat selama 1 minggu (7 hari). Pasien mengatakan
belum pernah dioperasi sebelumnya, dan pasien mengatakan tidak
mempunyai riwayat alergi seperti makanan, minuman, dingin, serta obatobatan. Pasien mengatakan tidak ingat kapan terakir kali diberikankan
imunisasi dan imunisasi apa. Kebiasaan pasien yaitu pasien mengatakan dia
bekerja sebagai penjual nasi dari pukul 07.00-12.00, setelah itu pasien
melakukan aktivitas dirumah seperti membersihkan rumah dan memasak.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan tidak
mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, HIV, hepatitis, dan
hipertensi, namun pasien mempunyai riwayat penyakit menurun yaitu DM
dan kakak pasien yang pertama juga terkena DM.
61
Genogram:
Keterangan :
: Laki-laki
: Tinggal serumah
: Menikah
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Mempunyai riwayat sakit DM
: Mempunyai riwayat sakit DM
62
Hasil genogram didapatkan Ny.L adalah anak ke 4 dari 4 saudara
kandung, sedangkan suaminya Tn.S adalah anak kedua dari 4 saudara
kandung. Tn.S menikah dngan Ny.L dan mempunyai 3 orang anak, dan
ketiganya belum menikah, serta anak pertama Ny.L tidak tinggal serumah
karena sedang bekerja diluar negeri. Ny.L mempunyai penyakit DM yang
sama dengan saudara Ny.L yaitu kakak pertama dari Ny.L.
Hasil dari riwayat kesehatan lingkungan yaitu pasien mnegatakan
tinggal dilingkungan yang jauh dari kota (sekitar 7 km dari kota). Pasien
tinggal dilingkungan yang masih asri dan masyarakat yang saling menjaga
kesehatan dan kebersihan lingkungan. Hasil dari pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan yaitu pasien mengatakan jika terdapat anggota
keluarga yang sakit, pasien akan langsung membawanya ke pusat pelayanan
kesehatan terdekat.
Hasil dari pola nutrisi dan metabolisme tubuh didapatkkan untuk pola
makan sebelum sakit 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur, dan buah 1 porsi
habis serta tidak ada keluhan, dan selama sakit pasien makan 3x sehari
dengan diet DM 1700kal 1 porsi habis serta tidak ada keluhan. Pasien
mengatakan sebelum masuk rumah sakit, pasien tidak menjalankan diet yang
sudah diberikankan walau sudah dianjurkan serta tidak menjalankan GDS
rutin satu bulan sekali. Hasil untuk pola minum sebelum sakit pasien minum
kira-kira sekitar 1300 cc dengan es teh, es sirup, dan air putih, 1 gelas habis
dan tidak ada keluhan. Pola minum selama sakit pasien minum sekitar 700 cc
63
perhari dengan air putih dan teh tawar, 1 gelas tidak habis dan tidak ada
keluhan.
Hasil pengkajian pola eliminasi, diperoleh BAK dan BAB. Pada pola
BAK didapatkan pasien mengatakan sebelum sakit frekuansi BAK 8-10 kali
dalam sehari dengan jumlah urin kira-kira 1300 cc berwarna kuning dan tidak
ada keluhan, selama sakit frekuensi BAK 7-9 kali dalam sehari dengan
jumlah urin sekitar 1200 cc berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Eliminasi
BAB pasien mengatakan sebelum sakit frekuensi BAB 1 kali dalam sehari
dengan konsistensi lunak berbentuk dan berwarna kuning serta tidak ada
keluhan. Selama sakit pasien mengatakan BAB frekuensi 1 kali sehari dengan
konsistensi lunak berbentuk, berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Balance
cairan diperoleh pada intake terdapat minum 700cc, makan 300cc, injeksi 38
cc, dan infus 1400cc mendapatkan total 2438cc. Output terdapat urin 1200cc,
feses 150cc dan IWL 750 cc (15 x BB (52)) dengan total 2100cc. Analisa
didapatkan Intake-Output yaitu 2438-2100 memperoleh hasil +338cc.
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan sebelum
sakit
dapat
makan/minum,
melakukan
aktivitas
berpindah,
secara
berpakaian,
mandiri
mobilitas
seperti:
toileting,
ditempat
tidur,
ambulasi/ROM. Selama pasien sakit, akitivas seperti toileting, berpakaian,
ambulasi/ROM dibantu oleh suaminya, dan untuk makan/minum, berpindah,
dan mobilisasi ditempat tidur masih bisa dilakukan secara mandiri.
Hasil pengkajian pola istirahat tidur didapatkan pada saat sebelum sakit
pasien mengatakan setiap hari tidur rata-rata selama 7-8 jam dan tidur siang
64
sekitar 2 jam, tidak menggunakan pengantar tidur, tidak ada gangguan tidur.
Pada selama sakit didapatkan hasil pengkajian, pasien mengatakan tidur
malam sekitar 6-8 jam. Tidur siang sekitar 2-4 jam, tidak ada gangguan tidur.
Hasil pengkajian pola kognitif-perseptual didapatkan data sebelum sakit
dan selama sakit. Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada gangguan dalam
hal penglihatan maupun alat indra lainnya. Selama sakit pasien dapat melihat
dan berbicara dengan baik dan pasien mengeluh merasakan nyeri. P :pasien
mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri
terasa cenat cenut, R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk
dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengatakan
nyeri hilang timbul.
Hasil pengkajan pola persepsi konsep diri didaptkan pasien mengatakan
sebelum sakit harga diri pasien, pasien mengatakan sudah melakukan yang
terbaik dan merasa berharga berada dilingkungan yang disayangi, pada
gambaran diri pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya, pada
ideal diri pasien mengatakan ingin menjadi ibu yang baik bagi keluarganya,
pada identitas diri pasien mengatakan sebagai seorang ibu bagi anaknya yang
bekerja sebagai wiraswasta, pada peran diri pasien mengatakan menyayangi
seluruh anggota keluarganya dan mensyukurinya. Selama sakit pasien
mengatakan harga dirinya merasa berharga karena dijenguk oleh anggota
keluarga dan tetangganya dirumah sakit, pada gambaran diri
pasien
mengatakan merasa minder karena penyakitnya, pada ideal diri
pasien
mengatakan ingin cepat pulih dan merasa mengalami emosi yang labil seperti
65
saat sendiri merasa peningkatan marah dan tertekan karena berfikir tentang
Penyakitnya apakah akan membaik atau justru sebaliknya. Pasien mengatakan
tidak sabar ingin pulang dan merasa tegang, pada identitas diri
pasien
mengatakan bahwa dia adalah seorang ibu yang suka bekerja keras, pada
peran diri pasien mengatakan dia sebagai seorang istri dan ibu bagi
keluarganya dan dia sedang menjalani perawatan di rumah sakit karena DM
Hasil pengkajian pola hubungan peran pada saat sebelum sakit pasien
mengatakan hubungan dengan keluarganya berjalan harmonis dan selama
sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarga tetap berjalan harmonis
serta dengan tim medis dan tenaga kesehatan yang lain berjalan baik. Hasil
pengkajian pola seksualitas reproduksi didapatkan hasil pasien mengatakan
berjenis kelamin perempuan berusia 32 tahun dan mempunyai suami serta 3
orang anak. Hasil pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil,
pasien mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia selalu bercerita
dengan keluarganya, dan selama sakit pasien mengatakan dengan kejadian
ini dia merasa emosinya mudah berubah seperti marah yang meningkat
terlebih saat dia sedang berfikir tentang penyakitnya. Pasien terlihat tegang
dan pasien mengatakan tidak sabar ingin cepat smbuh agar bisa beraktivitas
seperti biasanya. Pasien mengatakan dia mencemaskan keadaannya apakah
akan membaik atau justru semakin memburuk dan merasa penyakitnya
menekan hidupnya.
Hasil pengkajian pola nilai dan keyakinan didapatkan pada saat
sebelum sakit pasien mengatakan taat sholat 5 waktu dalam sehari dan selama
66
sakit pasien mengatakan taat sholat 5 waktu dalam sehari walaupun dalam
keadaan sakit. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data kesadaran pasien
composmentis, GCS E4,M6,V5, tekanan darah: 115/70 mmHg, suhu: 36,5,
nadi dengan frekuensi: 91 kali/menit, irama: reguler, kekuatan/isinya kuat.
Pernafasan dengan frekuensi: 22 kali/menit dan berikanama reguler. Kulit
kepala pasien tampak bersih, tidak berketombe dan tidak ada luka, rambut:
bersih, sedikit keriting, warna hitam, hitam, bentuk kepala mesocepal.
Pemeriksaan mata pasien didapatkan palpebra tidak udem, konjungtiva ka/ki
tidak anemis, warna merah muda, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, warna
putih, pupil isokor ka/ki, diameter ka/ki 2 cm, reflek cahaya ka/ki pupil
mengecil saat didekati cahaya dan membesar saat cahaya menjauh, tidak
menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung simetris, tidak ada polip, tidak
ada jejas, mulut simetris, bersih, tidak ada sariawan, bibir sedikit kering,
telinga simetris, dan telinga bersih tidak ada secret dan tidak menggunakan
alat bantu pendengaran. Gigi bersih tidak ada caries, leher tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk.
Hasil pemeriksaan paru-paru didapatkan data inspeksi pengembangan
dada kanan dan kiri sama, palpasi vokal premitus kanan dan kiri sama,
perkusi bunyinya sonor kanan dan kiri, dan aulkultasi suara vasikuler dan
irama teratur. Hasil pemeriksaan jantung didapatkan data inspeksi ictus cordis
tidak tampak, palpasi ictus cordis terasa di ics 5, perkusi pekak, aulkultasi
bunyi jantung 1 dan 2 sama, tidak ada suara tambahan. Hasil pemeriksaan
abdomen didapatkan data hasil inspeksi perut
simetris,
tidak
ada
jejas,
67
terdapat umbilicus, aulkultasi terdengar bising usus normal 14 x/menit,
perkusi timpani kuadran II, III, IV, dan pekak di kuadran I, dan palpasi tidak
ada nyeri tekan pada semua kuadran.
Hasil pemeriksaan genetalia pasien bersih, tidak terpasang DC, rectum
bersih, tidak ada hemoroid. Hasil pemeriksaan pada ekstremitas atas
didapatkan hasil kekuatan otot kanan dan kiri normal skala 5 ka/ki, rom
kanan kiri normal skala 5 ka/ki, tidak ada perubahan bentuk tulang , perabaan
akral hangat, capilari refile ka/ki 2 detik/kurang 2 detik. Tampak terdapat
kemerahan diantara jari telunjuk dan ibu jari kanan serta tampak sedikit
bengkak dan kulit sedikit mengelupas serta nyeri saat jari digerakan. Hasil
pemeriksaan ekstremitas bawah didapati hasil kekuatan otot kanan dan kiri
normal dengan skala 5, rom kanan kiri normal skala 5, perubahan bentuk
tulang tidak ada, perabaan akral hangat, capilari refile kurang dari 2 detik.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 30 Desember 2015 didapatkan
hasil labolatorium WBL 14.1 k/UL (Normal 4.1-10.9), LYM 1.6 R2 9.1%L
(Normal 0.6-4,1), MID 0.7 3,7%M (Normal 0.0-1.8), Grand 15.7 87.0%
(Normal 2.0-17.8), RBC 4.82 M.UL (Normal 4.20-6.30), HGB 13.5 g/dL
(Normal 12.0-18.0), HCT 40.5% (Normal 37.0-51.0), MCV 84.1 fL (Normal
80.0-97.0), MCHC 28.1 g/dL (Normal 31.0-36.0), RDW 33,3% (Normal
11.5-14.5), MCH 28.1 Rg (Normal 25.0-32.0), PLT 302 k/UL (Normal 140440), MDV 6.6 fl (Normal 0.0-99.8). pemeriksaan Glukosa suwaktu 245
mg/dL (Normal <170), ureum 27 (Normal 10-50), Creatinin 0.81 (Normal
0.6-1.1), total protein 8.50 g/dl (Normal 6.6-8.7), albumin 3.70 g/aL (Normal
68
3.5-5.0), SGOT 7 U/L (Normal <37), SGDT 13 U/L (Normal <42).
Pemeriksaan gula darah puasa 225 mg/dL (Normal 76-120), gula 2 jam
PP 265 (Normal <140).
Terapi yang diberikankan pada tanggal 4 Januari 2016 kepada pasien
adalah pemberikanan ranger laktat 500ml/20 tpm untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit, injeksi cefoperazone 1gr/12 jam sebagai analgetik,
gentamicyn 80 mg/12j sebagai analgetik, antalgin 1 amp/12J sebaga anti
nyeri, ranitidin 25mg/8j sebagai obat untuk anti nyeri, sohobion 1amp/24j
untuk memenuhi kebutuhan vitamin B complek, novorapid (10 unit pagi, 10
unit siang, dan 8 unit) pada malam hari untuk pengobatan DM, lantus 10 unit
malam hari sebelum tidur untuk pengobatan pasien DM. Obat oral yang
diperoleh dexanta 3 x 2 tablet untuk nyeri ulu hati dan ulkus peptikus,
lansoperazole 1 x 1 tablet untuk tukak lambung dan refluks esofagus.
B. Rumusan masalah keperawatan
Perumusan masalah ditegakkan berdasarkan pengkajian yang dilakukan
pada tanggal 4 Januari 2016 Pukul 10.30 dan didapatkan data dari data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif didapatkan pasien mengatakan
merasa nyeri. P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien
mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada
antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T:
pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Data objektif didapatkan data pasien
tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan
69
pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis
kesakitan. Vital sign : TD = 115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22
kali/menit, S = 36,5 ‘C, sehingga masalah keperawatan yang timbul adalah
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Data yang kedua didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan
terdapat kemerahan serta kelupasan di kulit pada antara jari telunjuk dan ibu
jari sebelah kanan. Data obyektif didapatkan hasil tampak terdapat kemerahan
pada antara ibu jari dan jari telunjuk kanan dan sedikit kelupasan kulit, luka
kemerahan panjang 3 cm dan lebar 2 cm, terlihat sedikit bengkak. Sehingga
diambil masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kondisi gangguan metabolisme.
Data yang ketiga didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan
tidak rutin kontrol GDS rutin ke dokter satu bulan sekali serta tidak
menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikankan diet rutin sehingga
pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaanya sekarang. Data obyektif
didapatkan hasil tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak
melaksanakan dietnya, GDS : 237 mg/dL, sehingga didapatkan masalah
defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar.
Data yang keempat didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan
terdapat kemerahan dan kulit sedikit mengelupas serta sedikit bengkak pada
antara jari telunjuk dan ibu jari, terasa sedikit panas dan gatal. Data obyektif
terlihat adanya kemerahan dan sedikit mengelupas serta sedikit bengkak pada
70
antara jari telunjuk dan ibu jari pada tangan kanan. leukosit : 14.1. sehingga
diambil masalah infeksi berhubungan dengan diabetes melitus
Data yang kelima didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan
karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi
seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar
ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaanya
akan membaik atau sebaliknya. Data obyektif pasien tampak gelisah, tampak
tegang dan tampak mencemaskan keadaanya. Score DDS (Diabetes Distress
Scale) adalah 42. Nilai : 42 : 17 = 2,47 (stress sedang), sehingga didapatkan
masalah stress berhubungan dengan penyakit kronis
Prioritas diagnosa keperawatan adalah
1. nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi
3. defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar
4. stress berhubungan dengan penyakit kronis
5. resiko infeksi berhubungan dengan diabetes melitus.
C. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria
hasil pasien mengungkapkan nyeri berkurang dengan skala 1, ekspresi wajah
klien tampak tidak menahan nyeri, pasien mampu mengontrol nyeri (tindakan
71
non farmakologi seperti relaksasi nafas dalam), TTV pasien tetap dalam
keadaan stabil. Rencana tindakan dalam mengatasi masalah keperawatan
tersebut adalah O : Kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, Pantau TTV
pasien untuk mengetahui keadaan umum dan status nyeri pasien, berikankan
posisi yang nyaman untuk mengurangi rasa nyeri, ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam untuk mengontrol nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan analgetik
untuk mengurangi rasa nyeri dengan tindakan
farmakologi.
Masalah keperawatan yang kedua adalah kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan sensasi, penulis mempunyai tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan
integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu menjaga
kebersihan kulitnya, tidak terdapat lesi atau kemerahan pada kulit, integritas
kulit mampu dipertahankan (sensasi, temperatur, pigmentasi). Rencana
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan kaji
kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi untuk mengetahui adanya
tanda infeksi pada kulit, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan
kulitnya untuk mencegah terjadinya infeksi silang, bersihkan dan pantau
proses penyembuhan untuk menjaga kebersihan kulit, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberikanan anticeptik untuk memberikan kenyamanan dan
kebersihan pada kulit.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya minat dalam belajar, penulis mempunyai
72
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
defisiensi pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar, pasien dan
keluarga mengatakan paham mengenai penyakit dan kondisi pasien, pasien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan oleh perawat.
Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya untuk
mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakitnya, berikankan
pendidikan kesehatan pada pasien tentang penyakitnya agar pasien dapat
mengetahui tentang penyakit yang sedang dialaminya, kolaborasi dengan
keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan
agar keluarga mampu untuk memberikan suport maksimal apabila
mengetahui tentang keadaan pasien, berikan informasi kepada pasien
mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah
pasien per hari) agar pasien mengetahui tentang kemajuan tingkat kesehatan
yang dialaminya selama proses perawatan.
Masalah keperawatan yang keempat adalah stress berhubungan dengan
penyakit kronis, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan stress dapat teratasi dengan kriteria
hasil pasien mengungkapkan peningkatan perasaan kenyamanan, ekspresi
wajah pasien tampak tidak tegang, pasien mengungkapkan stress sudah
berkurang, skala stress berkurang menjadi kurang dari 2 bahkan tidak ada.
Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
73
dengan mengkaji tingkat stress pada pasien untuk mengetahui skala stress
pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif untuk meredakan
stress, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar untuk
menurunkan rasa marah dan emosi yang labil, kolaborasi dengan keluarga
dalam memberikan dukungan suport mental untuk membantu keluarga
terlibat dalam mensuport dan memberikan ketenangan pikiran pada pasien.
Masalah keperawatan yang kelima adalah resiko infeksi berhubungan
dengan diabetes melitus, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi dapat
teratasi dengan kriteria hasil pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, pasien
mampu untuk mencegah timbulnya infeksi, pasien mampu untuk menunjukan
perilaku hidup sehat. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan observasi tanda dan gejala infeksi untuk
mengetahui adanya tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan dan panas untuk mengetahui keadaan kulit
terhadap tingkat infeksi, pertahankan teknik aseptik untuk mencegah
timbulnya infeksi silang kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi
mencegah timbulnya infeksi silang, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan anticeptik untuk menjaga kelembapan kulit.
D. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari senin, 4 Januari 2016
yaitu pukul 10.10 WIB adalah mengkaji keluhan utama dan status nyeri
pasien dan memantau ttv pasien, didapatkan data subyektif P: Pasien
74
mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri
terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk
dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan
nyeri hilang timbul dan data obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan
nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan
telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign: TD = 115/70
mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C.
Pukul 10.20 dilakukan tindakan memonitor kulit akan adanya tanda
infeksi dan menginspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, didapatkan data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan
sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan
kanan terasa sedikit gatal dan panas dan data obyektif didapatkan tampak
sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk
dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm.
Pukul 10.30 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan
didapatkan data ssubyektif
pasien mengatakan merasa tertekan karena
memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa
marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat
sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaanya akan membaik
atau sebaliknya, serta didapatkan data obyektif
pasien tampak gelisah,
tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaanya. Score DDS (Diabetes
Distress Scale) adalah 42. Nilai : 42 : 17 = 2,47 (stress sedang). Pukul 10.45
dilakukan tindakan memberikan informasi pada pasien mengenai penyakitnya
75
dan
didapatkan
data
subyektif
pasien
mengatakan
bersedia
untuk
diberikankan informasi serta didapatkan data obyektif tampak GDS pasien
237 mg/dL.
Pukul 10.50 dilakukan tindakan mengkaji tingkat pengetahuan pada
pasien mengenai penyakitnya dan didapatkan data subyektif pasien
mengatakan tidak rutin kontrol GDS rutin ke dokter satu bulan sekali serta
tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikankan diet rutin sehingga
pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaanya sekarang serta
didapatkan data obyektif tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak
melaksanakan dietnya. Pukul 11.20 dilakukan tindakan memberikankan
posisi yang nyaman dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan nyaman
dengan posisi setengah duduk dengan tangan kanan diatas bantal serta
didapatkan data obyektif tampak pasien nyaman dengan posisi setengah
duduk.
Pukul 11.30 dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan merasa lebih nyaman
setelah diberikankan relaksasi serta data obyektif diperoleh pasien tampak
kooperatif dalam melakukan relaksasi nafas dalam. Pukul 12.40 dilakukan
tindakan memberikankan pendidikan kesehatan pada klien mengenai
penyakitnya dan diperoleh data subyektif pasien mnegatakan memahami
tentang materi pendidikan kesehatan terkait penyakitnya dan berkata sudah
menyesal melanggar dietnya serta data obyektif tampak pasien kooperatif dan
memahami materi pendidikan kesehatan. Pukul 13.40 dilakukan tindakan
76
mengkolaborasikan dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan
yang sudah diberikankan dan diperoleh data subyektif keluarga pasien
mengatakan mengerti dan paham mengenai pendidikan kesehatan tentang
DM serta data obyektif keluarga pasien mampu mengulangi materi
pendidikan kesehatan dengan baik.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari selasa tanggal 5
Januari Pukul 07.15 WIB dilakukan tindakan mengkaji keluhan utama dan
status nyeri pasien dan memantau ttv pasien dan diperoleh data subyektif P:
Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan
nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari
telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien
mengakatan nyeri hilang timbul serta data obyektif diperoleh pasien tampak
ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada
antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital
sign : TD = 110/71 mmHg, N = 90 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 35,7
‘C. Pukul 07.30 dilakukan tindakan memonitor kulit akan adanya tanda
infeksi pada mukosa seperti kemerahan, panas dan di dapatkan data subyektif
pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, dan
bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa gatal yang
samar samar dan sedikit panas serta data obyektif diperoleh tampak sedikit
bengkak yang berkurang dari pada disaat tanggal 4 januari 2016, kemerahan,
dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan
sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm.
77
Pukul 07.50 dilakukan tindakan memberikankan pendidikan kesehatan
pada pasien mengenai penyakitnya dan diperoleh data subyektif pasien
mengatakan paham serta menyesal tidak patuh terhadap diet/pola makan yang
sudah diberikankan serta mendapat data obyektif pasien tampak kooperatif
serta memahami materi pendidikan kesehatan. Pukul 08.20 dilakukan
tindakan memberikankan informasi kepada pasien mengenai kemajuan
keadaanya dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan merasa lega
karena dapat mengetahui akibat dari kecerobohanya namun disisi lain pasien
mnyesal karena tidak patuh diet dan diperoleh data obyektif tampak pasien
mulai tumbuh kemauan yang kuat untuk diet taat dan tidak lagi ceroboh
dalam mengkonsumsi makanan. GDS: 225 mg/dl.
Pukul 08.35 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga
untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan dan
diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan paham tentang materi
pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan, serta data obyektif tampak
keluarga pasien mengikuti pendidikan kesehatan dengan kooperatif. Pukul
08.45 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diproleh
data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa tertekan
karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi
seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang
penyakitnya serta data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak
tegang. Score DDS adalah 42, nilai akhir = 2,47(stress sedang).
78
Pukul 09.00 dilakukan tindakan memberikankan teknik relaksasi otot
progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih
tenang dan rileks setelah berelaksasi serta data obyektif pasien tampak
kooperatif dan ekspresi wajah temapk lebih nyaman. Pukul 09.50 dilakukan
tindakan Mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik
(cefoperazole, antalgin, gentamicyn) dan diperoleh data subyektif pasien
mengatakan bersedia untuk diberikankan injeksi antibiotik melalui selang
infus serta diperoleh data obyektif obat sudah masuk melalui selang infus,
tidak ada tahanan, tidak ada alergi.
Pukul 10.15 dilakukan tindakan mengajarkan pada pasien cara
mengungkapkan emosi yang baik dan diperoleh data subyektif pasien
mengatakan perasaan menjadi lebih lega setelah berbagi kesedihan yang
dialami serta daa obyektif pasien tampak kooperatif dan terbuka untuk
mengungkapkan emosi yang baik. Pukul 10.35 dilakukan tindakan
mengkolaborasikan dengan keluarga dalam pemberikanan suport mental dan
diperoleh data keluarga pasien mengatakan akan selalu mensuport pasien agar
cepat membaik dan data obyektif keluarga tampak antusias memberikan
suport pada pasien.
Pukul 10.55 dilakuan tindakan mengkolaborasikan dengan dokter
dalam pemberikanan anticeptik (Nacl) dan diperoleh data subyektif pasien
mengatakan bersedia diberikankan antiseptik dan diperoeh data obyektif
tampak diberikankan antiseptik Nacl pada kulit pasien. Pukul 11.15 dilakukan
tidakan membersihkan dan memantau proses penyembuhan dan diperoleh
79
data subyektif pasien mengatakan terasa lebih nyaman setelah kulit
dibersihkan dan data obyektif terlihat kemerahan dikulit dan bengkak mereda
masih terdapat sedikit kelupasan kulit.
Pukul 12.10 dilakukan tindakan menganjurkan pada pasien untuk
menjaga kebersihan kulit diperoleh data subyektif pasien mengatakan
mengerti dan mau menjaga kebersihan kulitnya dan data obyektif diperoleh
pasien tampak mengerti dan mau untuk menjaga kebersihan kulitnya. Pukul
12.40 dilakukan tindakan mempertahankan teknik aseptik dan diperoleh data
pasien mengatakan akan menjaga kebersihan kulitnya seperti mencuci tangan
sebelum dan sesudah aktivitas serta data obyektif tampak pasien kooperatif
menjaga kebersihan.
Pukul 13.00 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga
cara pencegahan infeksi dan diperoleh data subyektif keluarga pasien
mengatakan paham dengan pencegahan infeksi serta data obyektif tampak
keluarga pasien kooperatif dalam pencegahan infeksi. Pukul 13.10 dilakukan
tindakan memberikankan terapi relaksasi otot progresif dan diperoleh hasil
pasien mengatakan setelah direlaksasi pikiran menjadi lebih rileks serta data
obyektif tampak pasien lebih nyaman setelah direlaksasi. Pukul 13.35
dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diperoleh data
pasien mengatakan ingin cepat pulang dan masih merasa tertekan karena
memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa
marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya
80
dan data obyekktif pasien tampak masih gelisah, tampak tegang. Score DDS
yang diperoleh adalah 34. Nilai : 34 : 17 = 2(stress sedang).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari rabu, 6 Januari 2016
pukul 07.15 dilakukan tindakan mengkaji keluhan utama dan status nyeri
pasien dan memantau ttv pasien dan diperoleh data subyektif P: Pasien
mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri
terasa ditusuk – tusuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari
telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 3, T: pasien
mengakatan nyeri hilang timbul, data obyektif diperoleh pasien tampak
ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada
antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital
sign : TD = 110/70 mmHg, N = 92 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 35,6
‘C.
Pukul 07.40 dilakukan memberikankan informasi pada pasien mengenai
kemajuan keadaan pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan dia
merasa lega mengetahui kondisi luka berkurang kelupasanya, bengkak sudah
samar, gatal berkurang dan pasien mengatakan akan taat diet, data obyektif
diperoleh masih tampak kemerahan di antara ibu jari dan telunjuk kanan
pasien bengkak samar dan kelupasan berkurang.
Pukul 08.45 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan
diperoleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa
tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan
emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan
81
tentang penyakitnya, data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak
tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 34, nilai : 34 : 17 = 2
(stress sedang). Pukul 09.00 dilakukan tidakan memberikankan teknik
relaksasi otot progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan
pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah berelaksasi, data obyektif
diperoleh pasien tampak kooperatif dan ekspresi wajah temapk lebih nyaman.
Pukul 09.50 dilakukan tindakan Mengkolaborasikan dengan dokter
dalam pemberikanan antibiotik (cefoperazole, antalgin, gentamicyn) dan
diproleh data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diberikankan
injeksi antibiotik melalui selang infus, data obyektif diperoleh obat sudah
masuk melalui selang infus. Tidak ada tahanan, tidak ada alergi. Pukul 10.15
dilakukan tindakan mengajarkan pada pasien cara mengungkapkan emosi
yang baik dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan perasaan menjadi
lebih lega setelah belajar cara mengungkapkan emosi yang baik, data obyektif
didapatkan pasien tampak kooperatif dan terbuka untuk mengungkapkan
emosi yang baik.
Pukul 10.35 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga
dalam pemberikanan suport mental dan diperoleh data subyektif keluarga
pasien mengatakan akan selalu mensuport pasien agar cepat membaik, data
obyektif didapatkan keluarga tampak antusias memberikan suport pada
pasien. Pukul 10.40 dilakukan tindakan memberikankan posisi yang nyaman
dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan merasa nyaman dengan
posisi setengah duduk, data obyektif didapatkan tampak pasien ekspresi
82
nyaman dengan posisi setengah duduk. Pukul 10.55 dlakukan tindakan
mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik (Nacl) dan
diperoleh data subyektif pasien mengatakan bersedia diberikankan antiseptik,
data obyektif didapatkan tampak diberikankan antiseptik Nacl pada kulit
pasien.
Pukul 11.15 dilakukan tindakan membersihkan dan memantau proses
penyembuhan dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan terasa lebih
nyaman setelah kulit dibersihkan, data obyektif didapatkan terlihat kemerahan
dikulit dan bengkak mereda masih terdapat sedikit kelupasan kulit. Pukul
12.10 dilakukan tindakan menganjurkan pada pasien untuk menjaga
kebersihan kulit dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan mengerti
dan mau menjaga kebersihan kulitnya, dan data obyektif diperoleh pasien
tampak mengerti dan mau untuk menjaga kebersihan kulitnya. Pukul 12.40
dilakukan tindakan mempertahankan teknik aseptik dan diperoleh data
subyektif pasien mengatakan akan menjaga kebersihan kulitnya seperti
mencuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas, data obyektif diperoleh
tampak pasien kooperatif menjaga kebersihan.
Pukul 13.00 dilakuakn tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga
cara pencegahan infeksi dan diperoleh data subyektif keluarga pasien
mengatakan paham dengan pencegahan infeksi, dan data obyektif didapatkan
tampak keluarga pasien kooperatif dalam pencegahan infeksi. Pukul 13.10
dilakukan tindakan memberikankan terapi relaksasi otot progresif dan
diperoleh data subyektif pasien mengatakan setelah direlaksasi pikiran
83
menjadi lebih rileks, dan diperoleh data obyektif tampak pasien lebih nyaman
setelah direlaksasi. Pukul 13.35 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress
pada pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat
pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet
namun pasien masih mencemaskan tentang penyakitnya saat berfikir tentang
Penyakitnya dan data obyektif diperoleh pasien tampak masih gelisah,
tampak agak tegang. Dan mulai tumbuh rasa untuk patuh diet secara teratur.
Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76. Nilai akhir =
1,76(stress ringan)
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kamis, 7 Januari 2016
pukul 07.15 adalah mengkaji keluhan utama dan status nyeri pasien dan
memantau ttv pasien diperoleh data subyektif P: Pasien mengatakan terasa
nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R:
pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S:
pasien mengatakan skala nyeri 2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul,
data obyktif diperoleh pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat
luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak
ekspresi wajah meringis kesakitan.Vital sign : TD = 115/72 mmHg, N = 91
kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,6 ‘C. Pukul 07.40 dilakukan tindakan
Mengobservasi kulit akan adanya tanda infeksi pada mukosa seperti
kemerahan, panas dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan masih
terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan serta rasa gatal dan panas sudah tidak terasa dan bengkak sudah
84
mereda, data obyektif diperoleh tampak bengkak sudah mereda, namun masih
terdapat kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu
jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm.
Pukul 08.10 dilakukan tindakan memberikankan informasi pada pasien
mengenai kemajuan keadaan pasien dan diperoleh data subyektif pasien
mengatakan dia merasa lega mengetahui kondisi luka berkurang kelupasanya,
bengkak sudah mereda, gatal dan panas sudah tidak terasa. Karena khawatir
dengan penyakitnya maka pasien akan teratur menjalani diet yang dianjurkan
oleh dokter, data obyektif diperoleh masih tampak kemerahan di antara ibu
jari dan telunjuk kanan pasien bengkak mereda dan kelupasan berkurang,
Pasien kooperatif untuk taat diet.GDS = 157 mg/al.
Pukul 08.45 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan
diperoleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan semangat
menjalankan diet agar Penyakitnya tidak semakin buruk, rasa emosi dan
marah sudah menurun namun masih mencemaskan tentang Penyakitnya, data
obyektif diperoleh pasien tampak gelisah dan tegang sudah menurun. Score
DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76 (stress ringan). Pukul
09.00 dilakukan tindakan memberikankan teknik relaksasi otot progresif dan
diperoleh data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan
rileks setelah berelaksasi, data obyektif diperoleh pasien tampak kooperatif
dan ekspresi wajah temapk lebih nyaman.
Pukul 09.50 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan dokter
dalam pemberikanan antibiotik (cefotaxime, antalgin, gentamicyn) dan
85
diperoleh data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diberikankan
injeksi antibiotik melalui selang infus, data obyektif diperoleh obat sudah
masuk melalui selang infus, tidak ada tahanan, tidak ada alergi. Pukul 10.15
dilakukan tindakan mengajarkan pada pasien cara mengungkapkan emosi
yang baik diperoleh data subyektif pasien mengatakan perasaan menjadi lebih
lega setelah belajar cara mengungkapkan emosi yang baik, data obyektif
diperoleh pasien tampak kooperatif dan terbuka untuk mengungkapkan emosi
yang baik.
Pukul 10.35 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga
dalam pemberikanan suport mental diperoleh data subyektif keluarga pasien
mengatakan akan selalu mensuport pasien agar cepat membaik, data obyektif
diperoleh keluarga tampak antusias memberikan suport pada pasien. Pukul
10.40 dlakukan tindakan memberikankan posisi yang nyaman dan diperoleh
data subyektif pasien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah
duduk, data obyektif diperoleh tampak pasien ekspresi nyaman dengan posisi
setengah duduk. Pukul 10.55 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan
dokter dalam pemberikanan anticeptik (Nacl) dan diperoleh data subyektif
pasien mengatakan bersedia diberikankan antiseptik, data obyektif didapatkan
tampak diberikankan antiseptik Nacl pada kulit pasien.
Pukul 11.15 dilakukan tindakan membersihkan dan memantau proses
penyembuhan dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan terasa lebih
nyaman setelah kulit dibersihkan, data obyektif didapatkan terlihat kemerahan
dikulit dan bengkak mereda masih terdapat sedikit kelupasan kulit, luka
86
terkompres nacl. Pukul 12.10 dilakuakan tindakan menganjurkan pada pasien
untuk menjaga kebersihan kulit dan didapatkan data subyektif pasien
mengatakan mengerti dan mau menjaga kebersihan kulitnya, data obyektif
ddapatkan pasien tampak mengerti dan mau untuk menjaga kebersihan
kulitnya.
Pukul 12.40 dilakukan tindakan mempertahankan teknik aseptik dan
diperoleh data subyektif pasien mengatakan akan menjaga kebersihan
kulitnya seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas, data obyektif
didapatkan tampak pasien kooperatif menjaga kebersihan. Pukul 13.00
dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga cara pencegahan
infeksi dan didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan paham
dengan pencegahan infeksi, data obyektif didapatkan tampak keluarga pasien
kooperatif dalam pencegahan infeksi.
Pukul 13.10 dilakukan tindakan memberikankan terapi relaksasi otot
progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan setelah direlaksasi
pikiran menjadi lebih rileks, data obyektif diperoleh tampak pasien lebih
nyaman setelah direlaksasi. Pukul 13.35 dilakuakan tindakan mengkaji
tingkat stress pada pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan
ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai
dengan diet dan rasa cemas serta kegelisahan tentang penyakitnya sudah
mulai turun, data obyektif diperoleh pasien tampak antusias untuk cepat
sembuh serta ketegangan dan gelisah pada pasien sudah mulai turun. Score
DDS adalah 26 : 17 = 1,53(stress ringan).
87
E. Evaluasi
Hari senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil
evaluasi sebagai berikut: data subyektif, P : Pasien mengatakan terasa nyeri
saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien
mengatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien
mengatakan skala nyeri 4, T : pasien mengakatan nyeri hilang timbul, dan
data obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka
pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi
wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 115/70 mmHg, N = 91
kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C. Analisa yang dapat diambil
masalah keperawatan pasien masih merasakan nyeri skala 4, masalah belum
teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien,
pantau TTV pasien, berikankan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik.
Pukul 14.05 didapatkkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak,
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan. Analisa data didapatkan masih terdapat kemerahan, bengkak
serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah belum
teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda
infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan
88
dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan anticeptik.
Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan tidak rutinn kontrol GDS rutin ke dokter satu bulan sekali serta
tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikankan diet rutin sehingga
pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaanya sekarang, data obyektif
tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak melaksanakan dietnya.
GDS : 237 mg/dL. Analisa data didapatkan pasien masih belum memahami
akan pentingnya diet DM. masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji
tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya, berikan pendidikan
kesehatan pada pasien tentang penyakitnya, kolaborasi dengan keluarga untuk
mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan, berikan
informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara
yang tepat (gula darah pasien per hari).
Pukul 14.20 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa
mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang
sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa
gelisah apakah keadaanya akan membaik atau sebaliknya, data obyektif
pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaanya.
Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42: 17 = 2,47(stress sedang).
Analisa data didapatkan pasien masih gelisah, DDS = 2,47. Masalah belum
teratasi, intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada pasien, berikankan
89
teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi
yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport
mental.
Pukul 14.25 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak
diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa sedikit gatal dan panas,
data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas
pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan
lebar 2cm. Analisa data didapatkan masih terdapat tanda infeksi (merah,
bengkak, gatal, panas) masalah belum teratasi. intervensi dilanjutkan
observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi
dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokkter dalam
pemberikanan anticeptik.
Hari selasa tanggal 5 Januari 2016 pukul 14.00 didapatkan evaluasi
sebagai berikut: data subyektif P: Pasien mengatakan masih terasa nyeri saat
jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien
mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien
mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Data
obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada
tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah
meringis kesakitan. Vital sign : TD = 110/71 mmHg, N = 90 kali/menit, RR =
22 kali/menit, S = 35,7 ‘C. Analisa data didapatkan pasien mengatakan nyeri
90
masih terasa, skala nyeri 4, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji
keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan
posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberikanan antibiotik.
Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak,
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan. Analisa data didapatkan masih terdapat kemerahan, bengkak
serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah belum
teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda
infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan
dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan anticeptik.
Pukul 14.15 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan karena dia akhirnya mengetahui hasil dari perbuatanya maka
pasien akan menaati diet yang sudah dianjurkan karena dia sudah menyesal
tidak mematuhi diet, data obyektif tampak pasien kooperatif ingin
melaksanakan diet dengan baik. Analisa data didapatkkan pasien memahami
pentingnya diet dm bagi pasien dengan DM, masalah teratasi sebagian.
Intervensi diprtahankan berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan
keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per hari).
91
Pukul 14.20 didapatkan evaluasi sebagai berikut: pasien mengatakan
ingin cepat pulang dan masih merasa tertekan karena memikirkan
penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang
meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya, data obyektif
pasien tampak masih gelisah, tampak tegang. Score DDS (Diabetes Distress
Scale) adalah 34:17= 2 (stress sedang). Analisa data didapatkan pasien masih
gelisah, DDS = 2, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji tingkat
stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada
klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga
dalam memberikan dukungan suport mental.
Pukul 14.25 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit
bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta terkadang msih
terasa sedikit gatal dan agak panas, data obyektif tampak sedikit bengkak,
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Analisa data didapatkan
masih terdapat tanda infeksi (merah, bengkak, gatal, panas) masalah belum
teratasi. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi
kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan
teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik.
Hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pukul 14.00 didapatkan evaluasi
sebagai berikut: P: Pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan,
92
Q: pasien mengatakan nyeri terasa ditusuk-tusuk, R: pasien mnegatakan nyeri
terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala
nyeri 3, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, data obyektif pasien
tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan
pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis
kesakitan. Vital sign : TD = 110/70 mmHg, N = 92 kali/menit, RR = 22
kali/menit, S = 36,6 ‘C. Analisa data didapatkan pasien mengatakan nyeri
masih terasa, skala nyeri 3, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji
keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan
posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberikanan antibiotik.
Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak bengkak samarsamar, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu
jari tangan kanan. Analisa data diperoleh masih terdapat kemerahan, bengkak
samar serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah
belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan
tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya,
bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan anticeptik.
Pukul 14.15 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan akan menaati diet yang sudah dianjurkan secara rutin karena
93
tidak mau Penyakitnya semakin parah, data obyektif diperoleh tampak pasien
sudah mengerti akan pentingnya patuh terhadap diet DM. Analisa data
diperoleh pasien memahami pentingnya diet dm bagi pasien dengan DM,
masalah teratasi sebagian. Intervensi dipertahankan berikan informasi kepada
pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula
darah pasien per hari).
Pukul 14.20 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola
makanya sesuai dengan diet namun pasien masih mencemaskan tentang
penyakitnya saat berfikir tentang Penyakitnya, data obyektif pasien tampak
masih gelisah, tampak agak tegang dan mulai tumbuh rasa untuk patuh diet
secara teratur. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76
(stress ringan). Analisa data didapatkan kegelisahan pada pasien mulai
menurun, DDS = 1,76, masalah teratasi sebagian. Intervensi dilanjutkan
intervensi kaji tingkat stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot
progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar,
kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental.
Pukul 14.25 didapatkan evaluasi sebaga berikut : data subyektif
didapatkan pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit
mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan
serta terkadang msih terasa sedikit gatal dan rasa panas terasa menurun, data
obyektif tampak bengkak samar-samar, kemerahan, dan sedikit mengelupas
pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan
94
lebar 2cm. Analisa data didapatkan masih terdapat tanda infeksi (merah,
bengkak, gatal, panas) masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan
observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi
dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan anticeptik.
Hari kamis tanggal 7 Januari 2016 pukul 14.00 diperoleh evaluasi
sebagai berikut: data subyektif P: Pasien mengatakan masih terasa nyeri saat
jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R: pasien
mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien
mengatakan skala nyeri 2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, data
obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada
tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah
meringis kesakitan. Vital sign : TD = 115/72 mmHg, N = 91 kali/menit, RR =
22 kali/menit, S = 36,6 ‘C. Analisa data diperoleh pasien mengatakan nyeri
masih terasa, skala nyeri 2, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji
keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan
posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Pukul 14.10 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak bengkak mereda,
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan. Analisa data diperoleh masih terdapat kemerahan, bengkak
95
mereda serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah
belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan
tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya,
bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan anticeptik.
Pukul 14.15 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasein
mengatakan merasa lega setelah mengetahui luka ditanganya mulai membaik,
oleh karena itu pasien akan benar-benar menjaga pola makanya dan patuh diet
agar sakitnya tidak semakin memburuk, data obyektif tampak pasien sudah
mengerti akan pentingnya patuh terhadap diet DM dan pasien mau untuk
patuh diet DM. GDS= 157 mg/al. Analisa data pasien memahami pentingnya
diet dm bagi pasien dengan DM, masalah teratasi. Intervensi dipertahankan
berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan
cara yang tepat (gula darah pasien per hari).
Pukul 14.20 diperoleh evaluasi sebagai berikut: ddata subyektif pasien
mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola
makanya sesuai dengan diet dan rasa cemas serta kegelisahan tentang
Penyakitnya sudsh mulai turun, data obyektif pasien tampak antusias untuk
cepat sembuh serta ketegangan dan gelisah pada pasien sudah mulai turun.
Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 26 : 17 = 1,53(stress ringan).
Analisa data diperoleh kegelisahan pada pasien mulai menurun, DDS = 1,53,
masalah tertasi sebagian. Intervensi dipertahankan kaji tingkat stress pada
pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara
96
mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam
memberikan dukungan suport mental.
Pukul 14.25 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien
mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, bengkak
mereda diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta gatal dan panas
sudah tidak terasa lagi, data obyektif tampak bengkak mereda, kemerahan,
dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan
sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Analisa data diperoleh masih terdapat
merah dan sedikit kelupasan masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan
observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi
dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberikanan anticeptik.
97
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis membahas tentang aplikasi jurnal pemberian teknik
relaksasi otot progresif terhadap penurunan stress psikologis dengan pasien DM
tipe 2 pada Ny.L yang dilaksanakan 4 hari, mulai dari tanggal 4 Januari 2016
sampai 7 Januari 2016 di ruang Teratai di Rumah Sakit Umum Dr. Soediran
Mangun Soemarso Wonogiri. Pembahasan melitputi: pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien Ny.L dengan diabetes melitus di ruang Teratai Ruah
Sakit Umum Daerah Wonogiri sesuai tahapan proses keperawatan yang meliputi :
pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta
dilengkapi pembahasan dokumentasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian terhadap Ny.L dengan diabetes melitus di ruang teratai
RSUD
kota
Wonogiri
menggunakan
metode
auotoanamnesa
dan
alloanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat kesehatan, pengkajian
pola kesehatan gordon, pengkajian fisik, dan di dukung dengan hasil
laboratorium
dan
hasil
pemeriksaan
penunjang.
Metode
dalam
mengumpulkan data adalah observasi yaitu, dengan mengamati perilaku dan
keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah-masalah yang
dialami klien. Data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien (Dermawan, 2012).
97
98
Pengkajian dilakukan pada pasien Ny.L pada tanggal 4 Januari 2016
dengan diagnosa medis diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Soegondo, 2009).
Keluhan umum yang dirasakan Ny.L adalah nyeri. Nyeri merupakan
suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut
International Associaton for Study of pain (IASP) dalam potter dan \perry
(2005),
nyeri
adalah
pengalaman
perasaan
emosional
yang
tidak
menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Data yang menudukung keluhan utama klien nyeri pada tangan yaitu
pola
kognitif
dan
perceptual
dengan
melakukan
pengkajian
nyeri
menggunakan P, Q, R, S, T (Provoking, Quality, Region, Scale, Time) pasien
mengatakan nyeri pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. P:
Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan
nyeri terasa cenat cenut R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari
telunjuk dan ibu jari kanan S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien
mengakatan nyeri hilang timbul. Penulis mengangkat skala nyeri 4
berdasarkan pengkajian dengan skala intensitas nyeri numerik yaitu antara 010 (Smeltzer & Bare, 2008).
99
Hasil pemeriksaan ekstremitas pada Ny.L terdapat luka pada bagian
tangan kanan diantara ibu jari dan jari telunjuk, kekuatan otot kanan dan kiri
normal skala 5 ka/ki, rom kanan kiri normal skala 5 ka/ki, tidak ada
perubahan bentuk tulang, perbaan akral hangat, capilari refile ka/ki 2
detik/kurang 2 detik. Tampak terdapat kemerahan diantara jari telunjuk dan
ibu jari kanan serta tampak sedikit bengkak dan kulit sedikit mengelupas serta
nyeri saat jari digerakan. Berdasarkan data tersebut luka Ny.L termasuk
dalam luka derajat 1 luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit (R. Sjamsuhudajat dan Wim De Jong, 2004).
Hasil pengkajian pola nutrisi pada Ny.L ditemukan sebelum masuk
rumah sakit pasien sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang
mengandung gula dan pasien tidak menjalankan diet yang sudah diberikan.
Pasien tidak begitu memahami akibat dari kelalaian menjalankan dietnya
karena kurangnya informasi dan pendidikan mengenai pentingnya diet pada
pasien diabetes melitus. Faktor yang dapat mempengaruhi dalam diabetes
melitus diantaranya keturunan, nutrisi, kadar kortikosteroid yang tinggi,
kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan, obat-obatan
yang merusak pankkreas, racun yang mempengaruhi pembentukan efek dari
insulin, diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup
untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak
memberikan respon yang tepat terhadap insulin (Pudiastuti, 2013).
Pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil, pasien
mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia selalu bercerita dengan
100
keluarganya, dan selama sakit pasien mengatakan dengan kejadian ini dia
merasa emosinya mudah berubah seperti marah yang meningkat terlebih saat
dia sedang berfikir tentang penyakitnya. Pasien terlihat tegang dan pasien
mengatakan tidak sabar ingin cepat sembuh agar bisa beraktivitas seperti
biasanya. Pasien mengatakan dia mencemaskan keadaannya apakah akan
membaik atau justru semakin memburuk dan merasa DM menekan hidupnya.
Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, pasien mengalami stress psikologis.
Stress adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan
(stressor). Stress merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual,
sehingga suatu stress bagi seseorang belum tentu sama tanggapannnya bagi
orang lain (Hartono, 2007).
Pengkajian merupakan inti dari berfikir kritis dan pemecahan masalah
klinik. Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif
serta menginterprestasikan data, penulis melakukan analisa data dan
mengelompokkan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian
(Potter dan Perry, 2005).
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon
aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat
mempunyai lisensi dan kompeten untuk menganalisanya. Alasan untuk
merumuskan diagnosa keperawatan setelah menganalisis data pengkajian
adalah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang melibatkan klien dan
101
keluarganya dan untuk memberikan arah asuhan keperawatan (Potter and
Perry, 2005).
1. Diagnosa keperawatan utama yang diangkat oleh penulis dalam
pengelolaan kasus Ny.L adalah nyeri berhubungan dengan agen cidera
biologis.
Nyeri
akut
adalah
pengalaman
sensorik
yang
tidak
menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International
association for the study of pain), awalan yang tiba-tiba atau lambat
dengan intensitas dari ringan hingga berat terjadi secara konstan atau
berulang tanpa akhir yang dapat diantispasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari 6 bulan (Herdman, 2012).
Batasan karakteristik nyeri akut terjadi perubahan tekanan darah,
perubahan
frekuensi
jantung,
perubahan
frekuensi
pernafasan,
mengekspresikan perilaku gelisah atau menangis, waspada iritabilitas,
sikap melindungi area nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
fokus pada diri sendiri, masker wajah (meringis, tampak kacau, mata
kurang bercahaya), gangguan tidur (Herdman, 2012).
Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa nyeri akut
diperoleh data subyektif P: pasien mengatakan terasa nyeri saat jari
digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien
mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S:
pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang
timbul. Data objektif didapatkan data
pasien tampak ekspresi wajah
102
menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari
dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD =
115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C.
Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien
mengeluh nyeri saat ibu jari dan jari telunjuk kanan digerakan, ekspresi
wajah klien menahan nyeri, ekspresi klien meringis kesakitan. Penulis
memprioritaskan diagnosa nyeri akut berdasarkan hirarki kebutuhan
menurut maslow yaitu masuk dalam kebutuhan tingkat kedua mencakup
kebutuhan keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis) yang
merupakan kebutuhan paling dasar kedua yang harus diprioritaskan (Potter
dan Perry, 2005).
2. Diagnosa keperawatan kedua yang diangkat oleh penulis adalah kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik.
Kerusakan integritas kulit artinya perubahan atau gangguan pada
epidermis dan atau kulit. Batasan karakteristik kerusakan integritas kulit:
kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, invasi sruktur tubuh
(Herdman, 2012).
Data yang mendukung diagnosa keperawatan kerusakan integritas
kulit meliputi data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan serta
kelupasan di kulit pada antara jari telunjuk dan ibu jari sebelah kanan.
Data obyektif didapatkan hasil tampak terdapat kemerahan pada antara ibu
jari dan jari telunjuk kanan dan sedikit kelupasan kulit, luka kemerahan
panjang 3 cm dan lebar 2 cm, terlihat sedikit bengkak.
103
Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana terdapat
perubahan atau gangguan pada epidermis dan atau kulit yang berupa
kemerahan dan kelupasan pada kulit. Penulis memprioritaskan diagnosa
kerusakan integritas kulit sebagai diagnosa kedua setelah nyeri, karena
kerusakan integritas kulit tidak bersifat urgent (Potter dan Perry, 2005).
3. Diagnosa yang ketiga yang diangkat oleh perawat yaitu defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar. Defisiensi
pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang
berkaitan
dengan
topik
tertentu.
Batasan
karakteristik
diagnosa
keperawatan defisiensi pengetahuan: perilaku hiperbola, ketidakakuratan
mengikuti perintah, ketidakakuratan melakukan tes, perilaku tidak tepat
(misal agitasi, apatis), pengungkapan masalah (Herdman, 2012).
Diagnosa ini muncul karena pada saat dilakukan pengkajian pada
Ny.L ditemukan data-data yang menunjang seperti data subyektif pasien
mengatakan tidak rutin kontrol GDS satu bulan sekali, tidak menjalankan
diet rutin walaupun sudah diberikan diet rutin sehingga pasien tidak
menyangka berakibat seperti keadaannya sekarang. Data obyektif
didapatkan hasil tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak
melaksanakan dietnya.GDS : 237 mg/dL.
Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien
ketidakakuratan
mengikuti
perintah
diet
yang
sudah
diberikan.
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditunjukan Ny.L penulis mengangkat
104
diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan sebagai diagnosa ketiga
karena tidak bersifat urgent.
4. Diagnosa keperawatan yang keempat yang diangkat oleh perawat yaitu
stress berhubungan dengan penyakit kronis. Stress adalah jumlah dan jenis
permintaan atau tntutan yang berlebihan yang memerlukan tanggapan.
Batasan karakteristik diagnosa keperawatan stress: mengungkapkan
perasaan tekanan, mengungkapkan perasaan tegang, mengungkapkkan
perasaan
peningkatan
rasa
marah,
mengungkapkan
perasaan
ketidaksabaran, menunjukkan peningkatan perasaan marah (Herdman,
2012).
Diagnosa ini muncul karena ditemukanya data-data penunjang pada
Ny.L saat dilakukan pengkajian, data-data tersebut diantaranya data
subyektif pasien mengatakan karena memikirkan penyakitnya dan merasa
mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat
sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan
merasa gelisah apakah keadaannya akan membaik atau sebaliknya. Data
obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan
keadaannya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42. Nilai : 42 :
17 = 2,47 (stress sedang).
Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien
mengungkapkan merasa tertekan oleh penyakitnya, mengungkapkan
perasaan tegang, mengungkapkkan perasaan peningkatan rasa marah
terlebih saat pasien sedang sendirian. Menurut kebutuhan Maslow stress
105
masuk dalam kebutuhan prioritas keempat kebutuhan ego. Penulis
memprioritaskan diagnosa stress sebagai diagnosa keempat setelah
defisiensi penngetahuan.
5. Diagnosa yang kelima yang diangkat oleh penulis adalah resiko infeksi
berhubungan diabetes melitus. Resiko infeksi artinya keadaan dimana
seorang individu terserang oleh agen patogenik dan oportinistik (virus,
jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal,
sumber-sumber eksogen dan endogen (Herdman, 2012).
Tanda-tanda
infeksi
(peradangan)
ini
mencangkup
rubor
(kemerahan), kolor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan),
serta fungtio laesa (penurunan fungsi) (Nafrialdi, 2006).
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian kepada Ny.L,
penulis mendapatkan data-data yang menunjang untuk ditegakkanya
diagnosa infeksi, antara lain pada saat pengkajian ditemukan dari data
subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan kulit sedikit
mengelupas serta sedikit bengkak pada antara jari telunjuk dan ibu jari,
terasa sedikit panas dan gatal. Data obyektif terlihat adanya kemerahan
dan sedikit mengelupas serta sedikit bengkak pada antara jari telunjuk dan
ibu jari pada tangan kanan. Hasil pemeriksaan laborat ditemukan leukosit
14,1 (normal 4,1 – 10,9).
Hal ini sesuai dengan teori mengenai resiko infeksi yaitu mengalami
kemerahan pada kulit, pembengkakan, rasa panas, dan rasa nyeri pada
tangan kanan diantara ibu jari dan jari telunjuk (Nafrialdi, 2006).
106
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah
yang merupakan keputuan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan
melakukan dari semua tindakan keperawatan. Tujuanya adalah untuk
mengidentifkasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok, untuk
membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lain,
untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi
keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan klasifikasi pasien
(Dermawan, 2012).
Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tetang
kebutuhan perawatan kesehatan klien, penulis merumuskan tujuan dan
kriteria hasil. Tujuan yang penulis susun sesuai dengan teori yang ada pada
buku fundamental keperawatan Potter dan Perry (2005), mengacu pada 7
faktor: berpusat pada klien, faktor tuggal menunjukan hanya satu respon
klien, faktor yang dapat diamati perubahan yang dapat diamati dapat terjadi
dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan klien dan perilaku, faktor
yang dapat diukur, faktor batasan waktu serta tujuan dari hasil yang
diharapkan menunjukan kapan respon yang diharapkan akan terjadi, faktor
mutual, faktor realistik tujuan dan hasil yang diharapkan singkat dan
realistik. Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan
menyesuaikan dengan prioritas permasalahan, penulis menyusu intervenssi
sebagai berikut :
107
1. Nyeri akut berhubugan dengan agen cidera biologis.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil : masalah nyeri akut
berkurang dari 4 menjadi 2-1 dengan kriteria hasil ekspresi wajah tampak
rileks, ekspresi wajah tampak tidak menahan nyeri, tanta-tanda vital
dalam batas normal TD : 115/70 mmHg, Nadi 60-100 kali per menit,
suhu 36,5 derajat celcius, pernafasan 16-20 kali per menit (Wilkinson,
2007). Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat
beberapa intervensi yang penulis rumuskan menggunakan ONEC
(Observation,
Nursing
Intervemtion,
Education,
Colaboration).
Observation: kaji skala nyeri rasional nyeri merupakan respon subyektif
yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri (Judha,dkk, 2012),
nusing intervention: berikan posisi yang nyaman untuk membantu
mengurangi rasa nyeri (Gloria,dkk, 2013), education : ajarkan relaksasi
nafas dalam ketika nyeri muncul rasional untuk meningkatkan asupan
oksigen sehingga akan menurunkan nyeri (Sholehati & Kosasih, 2015),
colaboration : kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
rasional untuk memblok intensitas nyeri sehingga nyeri akan berkurang
(Judha,dkk, 2012).
2.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan
metabolik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selmaa 3x24 jam diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil: pasien
108
menunjukan mampu menjaga kebersihan kulitnya, tidak terdapat
kemerahan pada kulit, tidak terdapat lesi atau luka pada kulit, tidak
terdapat lesi atau luka pada kulit serta integritas kulit bisa dipertahankan
seperti
sensasi,
temperatur
dan
pigmentasi
(Moorhead,
2013).
Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa
intervensi yang penulis rumuskan mengguakan ONEC (Observation,
Nursing Intervemtion, Education, Colaboration). Observation: kaji kulit
akan adanya kemerahan dan tanda infeksi untuk mengetahui adanya
tanda infeksi pada kulit (Arjatmo, 2002), nursing intervention: bersihkan
dan pantau proses penyembuhan untuk menjaga kebersihan kulit
(Gloria,dkk, 2013), education : anjurkan pada klien untuk menjaga
kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya infeksi silang (Arjatmo,dkk,
2002), colaboration: kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
anticeptik untuk menjaga kelembapan luka dengan preparat yang steril
agar luka bersih (Gloria,dkk, 2013).
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi kecemasan dengan kriteria hasil : pasien dan keluarga
menunjukan pengetahuan tentang proses penyakit, pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang sudah dijelaskan dengan benar,
pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang sudah
dijelaskan oleh perawat (Moorhead, 2013). Berdasarkan kriteria hasil
yang telah penulis susun maka penulis merumuskan intervensi
109
menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education,
Collaboration). Observation: kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
penyakitnya untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai
penyaitnya (Wilkinson, 2011), Education : berikan pendidikan kesehatan
pada pasien tentang penyakitnya agar pasien dapat mengetahui tentang
penyakit yang sedang dialaminya (Wilkinson, 2011), colaboration :
kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan
yang sudah diberikan agar keluarga mampu untuk memberikan suport
maksimal apabila mengetahui tentang keadaan pasien (Gloria,dkk, 2013),
Nursing Intervention berikan informasi kepada pasien mengenai
kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per
hari) agar pasien mengetahui tentang kemajuan tingkat kesehatan yang
dialaminya selama proses perawatan (Gloria,dkk, 2013).
4. Stress berhubungan dengan penyakit kronis.
Setelah dilakukan tindakan keperawataan selama 3 x 24 jam diharapkan
stress dapat tertasi dengan kriteria hasil : stress pada Ny.L berkurang dari
2,47 menjadi 2 bahkan tidak ada dengan kriteria hasil pasien
mengungkapkan stress sudah berkurang, pasien mengungkapkan
perasaan kenyamanan (Moorhead, 2013). Berdasarkan kriteria hasil yang
telah penulis susun maka penulis merumuskan intervensi menggunakan
ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Collaboration).
Observation: kaji tingkat stress pada pasien untuk mengetahui skala
stress pada pasien (Gloria,dkk, 2013), Nursing intervention : berikan
110
teknik relaksasi otot progresif sebagai mind-body-therapy untuk
meredakan stress (Moyad, 2009), education : ajarkan pada pasien cara
mengungkapkan emosi yang baik agar pasien mampu mengontrol cara
meluapkan emosi (Gloria,dkk, 2013), colaboration : kolaborasi dengan
keluarga dalam pemberian support mental agar keluarga terlibat dalam
pemberian suport mental pada pasien dan memberi ketenagan pada
pasien (Wilkinson, 2011).
5. Resiko infeksi berhubungan dengan diabetes melitus.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dharapkan
resiko infeksi dapat teratasi dengaan kriteria hasil : klien terbebas dari
tanda gejala infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor, fungsiolesa) (Nafrialdi,
2006), pasien mampu untuk mencegah timbulnya infeksi, pasien mampu
untuk menunjukan perilaku hidup sehat, tidak ditemukan tanda dan
gejala infeksi (Moorhead, 2013). Berdasarkan kriteria hasil yang telah
penulis susun maka penulis merumuskan intervensi menggunakan ONEC
(Observation,
Nursing
Intervention,
Education,
Collaboration).
Observation: observasi tanda dan gejala infeksi untuk mengetahui adanya
tanda dan gejala infeksi (Gloria,dkk, 2013), inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan dan panas untuk mengetahui keadaan kulit
terhadap tingkat infeksi (Wilkinson, 2011), Nursing Intrvention
pertahankan teknik aseptik untuk mencegah timbulnya infeksi silang
(Wilkinson, 2011), education : kolaborasi dengan keluarga cara
pencegahan infeksi mencegah timbulnya infeksi silang (Gloria,dkk,
111
2013), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anticeptik untuk
menjaga kelembapan kulit (Gloria,dkk, 2013).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian pelaksanaan rencana tindakan keperawatan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan
(Dermawan, 2012).
Proses implementasi penulis mengkaji kembali klien, memodifikasi
rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai dengan
kebutuhan. Komponen implementasi dan proses keperawatan mempunyai
lima tahap : mengkaji ulang, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan
yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan
intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi (Potter dan
Perry, 2005).
Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan hasil aplikasi riset
keperawatan manfaat pemberian latihan relaksasi otot progresif terhadap
stress psikologis terhadap Ny.L dengan DM tipe 2. Penulis melakukan
implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah disusun dengan
memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil dalam rentang normal yang
diharapkan. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan selama 3 hari
kelolaan pada asuhan keperawatan Ny.L dengan DM tipe 2 yaitu :
1. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan denga agen cidera biologis
112
Tanggal 4 Januari 2016 penulis mengkaji karakteristik nyeri yang
dirasakan Ny.L P: pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q:
pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri
terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan
skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Tampak ekspresi
wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara
ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan ketika
diminta untuk menggerakan tangan kanan diantara jari telunjuk dan ibu
jari, mengajarkan pada pasien managemen nyeri dengan teknik relaksasi
nafas dalam.
Tanggal 5 Januari penulis melakukan pengkajian nyeri yang
dirasakan pasien, subyektif P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari
digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien
mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S:
pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang
timbul, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan ketika diminta untuk
menggerakan tangan kanan diantara jari telunjuk dan ibu jari,
memberikan injeksi analgetik cefoperazone 1gr, gentamicyn 80 mg
melalui pembuluh vena.
Tanggal 6 Januari 2016 penulis mengobservasi nyeri yang
dirasakan pasien, P: pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan,
Q: pasien mengatakan nyeri terasa ditusuk – tusuk, R: pasien mnegatakan
nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien
113
mengatakan skala nyeri 3, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul,
pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, tampak ekspresi wajah
meringis kesakitan ketika diminta menggerakan jari tangan kanannya.
Memberikan injeksi analgetik cefoperazone 1gr, gentamicyn 80 mg
melalui pembuluh vena dan memberikan relaksasi nafas dalam.
Tanggal 7 Januari 2016 penulis mengobservasi nyeri yang
dirasakan pasien, P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan,
Q: pasien mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R: pasien mnegatakan
nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien
mengatakan skala nyeri 2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul,
tampak ekspresi wajah pasien menahan nyeri saat diminta menggerakan
jari tangan kanan. Memberikan injeksi analgetik cefotaxime 1gr,
gentamicyn 80 mg melalui pembuluh vena dan memberikan relaksasi
nafas dalam.
Penulis menggunakan teknik farmakologis dan non farmakologis
untuk menurunkan intensitas nyeri untuk mencapai kriteria hasil sesuai
dengan intervensi yang penulis susun. Teknik farmakologis yang penulis
lakukan yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Obat
analgetik berfungsi untuk memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang (Muttaqin, 2008).
Teknik non farmakoligis yang penulis lakukan yaitu dengan
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Dengan penggunaan teknik
relaksasi
maka saraf
simpatis
akan dihambat, sementara saraf
114
parasimpatis meningkat sehingga mengakibatkan ketegangan otak dan
otot seseorang akan berkurang. Aktifnya saraf-saraf parasimpatis akan
menyebabkan pasien merasakan nyeri berkurang (Solehati dan Kosasih,
2015).
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan
metabolik.
Tanggal 4 Januari 2016 penulis melakukan pengkajian integritas
kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit
mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan
kanan terasa sedikit gatal dan panas, O : tampak sedikit bengkak,
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Tanggal 4 Januari
diagnosa kedua, penulis masih melakukan pengkajian saja.
Tanggal 5 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap
integritas kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat
kemerahan dan sedikit mengelupas, dan bengkak diantara jari telunjuk
dan ibu jari tangan kanan terasa gatal yang samar samar dan sedikit panas,
O: tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada
antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan
lebar 2cm, memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan
dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl).
Tanggal 6 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap
integritas kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan luka berkurang
115
kelupasanya, bengkak sudah samar, gatal berkurang, O: masih tampak
kemerahan di antara ibu jari dan telunjuk kanan pasien bengkak samar
dan
kelupasan
berkurang,
memberikan
perawatan
luka
dengan
mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan
normal salin (Nacl).
Tanggal 7 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap
integritas kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat
kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan serta rasa gatal dan panas sudah tidak terasa dan bengkak
sudah mereda, O: tampak bengkak sudah mereda, namun masih terdapat
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm, memberikan perawatan
luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka
dengan normal salin (Nacl).
Penulis menggunakan larutan Nacl 0,9% karena merupakan cairan
fisiologis yang efektif untuk perawatan luka dengan cara menjaga
kelembaban, menjaga granulasi tetap kering (Haris, 2009). Cairan Nacl
merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka karena
sesuai dengan kandungan garam dalam tubuh (Thomas, 2007).
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya minat dalam
belajar.
Tanggal 4 Januari 2016 mengidentifikasi kemampuan kognitif
pasien DM, pasien mengatakan tidak rutin kontrol GDS rutin ke dokter
116
satu bulan sekali serta tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah
diberikan diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti
keadaannya sekarang, tampak pasien tidak mengerti tentang dampak
tidak melaksanakan dietnya. Memberikan pendidikan kesehatan pada
klien mengenai penyakitnya dan diperoleh data subyektif pasien
mengatakan memahami tentang materi pendidikan kesehatan terkait
penyakitnya dan berkata sudah menyesal melanggar dietnya.
Tanggal 5 Januari 2016 memberikan informasi kepada pasien
mengenai kemajuan keadaan pasien, pasien mengatakan merasa lega
karena dapat mengetahui akibat dari kecerobohanya namun disisi lain
pasien mnyesal karena tidak patuh diet dan diperoleh data obyektif
tampak pasien mulai tumbuh kemauan yang kuat untuk diet taat dan tidak
lagi ceroboh dalam mengkonsumsi makanan. GDS: 225 mg/dl.
Tanggal 6 Januari 2016 penulis tidak melakukan kontrol GDS,
karena prosedur dan kebiasaan dari rumah sakit yang menganjurkan
untuk dilakukan mengecekan GDS pada saat pasien akan pulang.
Tanggal 7 Januari memberikan informasi kepada pasien tentang
penyakitnya, pasien mengatakan dia merasa lega mengetahui kondisi
luka berkurang kelupasanya, bengkak sudah mereda, gatal dan panas
sudah tidak terasa, pasien kooperatif untuk taat diet. GDS = 157 mg/al.
Gula darah sewaktu (GDS) merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suati hari tanpa memperhatikan waktu terakhir. GDS normal adalah
117
kurang dari 200 mg/dl (11.1 mmol/L) ( American Diabetes Association,
2010).
Informasi
yang
tidak
memadai
tentang
suatu
hal
dapat
menimbulkan kecemasan pada pasien oleh karena itu perlu adanya
informasi yang memadai dari perawat atau petugas kesehatan lain untuk
mencegah terjadinya kecemasan (Sholehati dan Kosasih, 2015).
4. Stress berhubungan dengan penyakit kronis : Diabetes Melitus
Tanggal 4 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien dan
didapatkan data subyektif pasien mengatakan merasa tertekan karena
memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti
rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin
cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaannya
akan membaik atau sebaliknya, serta didapatkan data obyektif pasien
tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaannya.
Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42. Nilai : 42 : 17 = 2,47
(stress sedang).
Tanggal 5 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien, data
subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa tertekan
karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi
seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang
penyakitnya serta data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak
tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42, nilai akhir =
2,47(stress sedang).
118
Memberikan teknik relaksasi otot progresif pada pasien, data
subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah
berelaksasi serta data obyektif pasien tampak kooperatif dan ekspresi
wajah tempak lebih nyaman. tindakan relaksasi otot progresif dilakukan 2
kali dalam 1 hari, maka penulis melakukan latihan ini pada pagi dan sore
hari. Score DDS setelah melakukan relaksasi otot progresif adalah 34.
Nilai = 34 : 17 = 2(stress sedang).
Tanggal 6 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien, data subyektif
pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa tertekan karena
memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti
rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang
penyakitnya, data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak
tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 34, nilai : 34 : 17 = 2
(stress sedang).
Memberikan teknik relaksasi otot progresif pada pagi dan sore hari
pada pasien, data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang
dan rileks setelah berelaksasi serta data obyektif pasien tampak kooperatif
dan ekspresi wajah tempak lebih nyaman. Hasil score DDS pasien setelah
dilakukan tindakan relaksasi otot progresif adalah 30 : 17 = 1,76. Nilai
akhir = 1,76(stress ringan).
Tanggal 7 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien, data subyektif
pasien mengatakan ingin cepat pulang dan semangat menjalankan diet agar
Penyakitnya tidak semakin buruk, rasa emosi dan marah sudah menurun
119
namun masih mencemaskan tentang penyakitnya, data obyektif diperoleh
pasien tampak gelisah dan tegang sudah menurun. Score DDS (Diabetes
Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76 (stress ringan).
Memberikan teknik relaksasi otot progresif pada pagi dan sore hari
pada pasien, data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang
dan rileks setelah berelaksasi serta data obyektif pasien tampak kooperatif
dan ekspresi wajah tempak lebih nyaman. Hasil score DDS pasien setelah
dilakukan tindakan relaksasi otot progresif adalah = 26 : 17 = 1,53(stress
ringan).
Stres, kecemasan, depresi yang terjadi akibat tingginya kadar
glukosa darah dan komplikasi DM tipe 2 dapat berdampak negatif pada
pasien (Price, 2014). Penelitian dari Pawlow (2005), menyebutkan bahwa
relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap kadar salivary cortisol.
Apabila klien melakukan relaksasi ini secara teratur maka klien akan dapat
mencegah peningkatan kadar glukosa darah dan menurunkan risiko komplikasi DM.
Hasil penelitian Resti (2014), relaksasi otot progresif dapat
mengurangi ketegangan subjektif dan berpengaruh terhadap proses fisiologis lainnya. Relaksasi otot berjalan bersama dengan respons otonom
dari saraf parasimpatis. Relaksasi otot berjalan bersama dengan relaksasi
mental. Perasaan cemas subjektif dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
sugesti tidak langsung atau menghapus dan menghilangkan komponen
otonomik dari perasaan itu.
120
Maghfirah, dkk (2005) menyebutkan, bahwa latihan relaksasi otot
progresif dilakukan 1kali/hari di pagi hari selama 25 menit dalam 6 hari
berturut-turut. Keterbatasan hari lamanya rawat inap pasien yang
diperlukan untuk melakukan teknik relaksasi otot progresif di rumah sakit
menjadi kendala dilaksanakannya relaksasi otot progresif, karena
memerlukan waktu 6 hari. Penelitian lain menyebutkan pelaksanaan
relaksasi otot progresif dapat dilaksanakan 2 kali dalam sehari selama 2530 menit pada pagi dan sore hari. Relaksasi otot progresif akan
memberikan hasil setelah dilakukan selama 3 hari latihan (Greenberg,
dalam Mashudi, 2015).
Penulis juga melibatkan keluarga dalam melakukan latihan relaksasi
otot progresif, latihan ini diberikan sebanyak 6 kali latihan dalam 3 hari
yaitu pada pagi hari dan sore hari sehingga hasil yang didapatkan setelah
dilakukan relaksasi otot progresif yaitu dapat menurunkan stress
sebagaimana relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk mindbody therapy dalam manajemen stress (Moyad, 2009).
5. Resiko infeksi berhubungan dengan diabetes melitus.
Tanggal 4 Januari mengkaji kulit akan adanya tanda infeksi, pasien
mengatakan pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit
mengelupas, dan bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan
terasa gatal yang samar samar dan sedikit panas serta data obyektif
diperoleh tampak sedikit bengkak yang berkurang dari pada disaat tanggal
4 januari 2016, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari
121
telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm.
Pada tanggal 4 Januari diagnosa kedua, penulis masih melakukan
pengkajian saja.
Tanggal 5 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap
tanda infeksi pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat kemerahan
dan sedikit mengelupas, dan bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan terasa gatal yang samar samar dan sedikit panas, O: tampak
sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm,
memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter
dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl).
Tanggal 6 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap
tanda infeksi pada Ny.L S : pasien mengatakan luka berkurang
kelupasanya, bengkak sudah samar, gatal berkurang, O: masih tampak
kemerahan di antara ibu jari dan telunjuk kanan pasien bengkak samar
dan
kelupasan
berkurang,
memberikan
perawatan
luka
dengan
mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan
normal salin (Nacl).
Tanggal 7 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap
tanda infeksi pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat kemerahan
dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan
serta rasa gatal dan panas sudah tidak terasa dan bengkak sudah mereda,
O: tampak bengkak sudah mereda, namun masih terdapat kemerahan, dan
122
sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan
sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm, memberikan perawatan luka dengan
mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal
salin (Nacl).
Penulis menggunakan larutan Nacl 0,9% karena merupakan cairan
fisiologis yang efektif untuk perawatan luka dengan cara menjaga
kelembaban, menjaga granulasi tetap kering (Haris, 2009). Cairan Nacl
merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka karena
sesuai dengan kandungan garam dalam tubuh (Thomas, 2007).
E. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawata antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain
untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan
efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien,
dan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012).
Penulis menggunakan evaluasi
formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi pada masalah yang
dialami klien, dengan menggunakan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis,
Planing) (Setiadi, 2012).
Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 nyeri akut belum teratasi
P : pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan
nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari
123
telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T : pasien
mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama
serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang nyaman,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotik (cefoperazone 1gr/12 jam, gentamicyn 80mg/12 jam).
Evaluasi hari kedua tanggal 5 januari 2016 masalah nyeri akut belum
teratasi P: pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien
mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mengatakan nyeri terasa pada
antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T:
pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan
utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang
nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antibiotik (cefoperazone 1gr/12 jam, gentamicyn 80mg/12
jam) sesuai dengan resep dokter.
Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 masalah nyeri akut belum
teratasi P: pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien
mengatakan nyeri terasa ditusuk-tusuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa
pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri
3, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dilanjutkan kaji
keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi
yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antibiotik (cefotaxim 1gr/12jam, antalgin 1amp/8jam).
124
Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 masalah nyeri teratasi P:
pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien
mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa
pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri
2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dipertahankan kaji
keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi
yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul.
Hasil evaluasi akhir evaluasi diagnosa pertama nyeri akut teratasi, telah
dilakukan intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan skala nyeri dari skala
4 menjadi 2, hal ini sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diterapkan
skala nyeri 4 turun menjadi 2-1.
Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 diagnosa keperawatan
kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan
terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit
mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Intervensi
dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan
pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses
penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan normal
saline (Nacl).
Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnosa keperawatan
kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan
125
terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit
mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Intervensi
dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan
pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses
penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan normal salin
(Nacl).
Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 diagnosa keperawatan
kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan
terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan, data obyektif tampak bengkak samar-samar, kemerahan, dan
sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan.
Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi,
anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau
proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
normal salin (Nacl).
Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 diagosa keperawaan
kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan
terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan, data obyektif tampak bengkak mereda, kemerahan, dan sedikit
mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Intervensi
dilanjutkan, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya,
126
bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan normal salin (Nacl).
Hasil evaluasi akhir evaluasi diagnosa kedua kerusakan integritas kulit
belum teratasi, telah dilakukan intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan
bengkak yang semula terlihat sedikit bengkak menjadi mereda, kemerahan
yang menurun dari yang semula terlihat kemerahan kian menurun, kelupasan
yang berkurang, hal ini tidak sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan
tidak terdapat lesi/luka, tidak terdapat kemerahan di kulit, integritas kulit
mampu dipetahankan (pigmentasi, temperatur, sensasi).
Evaluasi hari pertama 4 Januari 2016 diagnosa defisiensi pengetahuan
belum teratasi pasien mengatakan tidak rutinn kontrol GDS rutin ke dokter
satu bulan sekali serta tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikan
diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaannya
sekarang, data obyektif tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak
melaksanakan dietnya. Intervensi kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
penyakitnya, berikan pendidikan kesehatan pada pasien tentang penyakitnya,
kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang
sudah diberikan, berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan
keadaan pasien dengan cara yang tepat.
Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnosa defisiensi
pengetahuan masalah teratasi sebagian pasien mengatakan akan mentaati diet
yang sudah dianjurkan karena dia sudah menyesal tidak mematuhi diet, data
127
obyektif tampak pasien kooperatif ingin melaksanakan diet dengan baik.
Intervensi dipertahankan berikan informasi kepada pasien mengenai
kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat.
Evaluasi akhir diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan teratasi,
pasien mengatakan akan mentaati diet yang sudah dianjurkan, pasien
kooperatif ingin melaksanakan diet dengan baik.
Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 diagnosa keperawatan
stress belum teratasi pasien mengatakan merasa tertekan karena memikirkan
penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang
meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien
mengatakan merasa gelisah apakah keadaannya akan membaik atau
sebaliknya, data obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak
mencemaskan keadaannya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42:
17 = 2,47(stress sedang). Intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada
pasien, berikan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara
mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam
memberikan dukungan suport mental.
Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnnosa keperawatan
stress belum teratasi pasien mengatakan mengatakan ingin cepat pulang dan
masih merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa
mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang
sendiri memikirkan tentang penyakitnya, data obyektif pasien tampak masih
128
gelisah, tampak tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 34:17= 2
(stress sedang). Intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada pasien, berikan
teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi
yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport
mental.
Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 diagnosa keperawatan stress
masalah teratasi sebagian pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan
semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet namun pasien
masih mencemaskan tentang penyakitnya saat berfikir tentang Penyakitnya,
data obyektif pasien tampak masih gelisah, tampak agak tegang dan mulai
tumbuh rasa untuk patuh diet secara teratur. Score DDS (Diabetes Distress
Scale) adalah 30 : 17 = 1,76 (stress ringan). Intervensi dilanjutkan kaji tingkat
stress pada pasien, berikan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien
cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam
memberikan dukungan suport mental.
Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 diagnosa keperawatan
stress masalah teratasi pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan
semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet dan rasa cemas
serta kegelisahan tentang Penyakitnya sudah mulai turun, pasien tampak
antusias untuk cepat sembuh serta ketegangan dan gelisah pada pasien sudah
mulai turun. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 26 : 17 = 1,53(stress
ringan). Intervensi dipertahankan berikan teknik relaksasi otot progresif,
129
ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan
keluarga dalam memberikan dukungan suport mental.
Hasil akhir diagnosa keperawatan stress terjadi penurunan skala dari
score Diabetes Distress Scale (DDS) 2,47 (stress sedang) menjadi 1,53 (stress
ringan). Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan. Hal ini
sesuai dengan penelitian dari Pawlow (2005) menyebutkann bahwa relaksasi
otot progresif berpengaruh terhadap kadar salivary cortisol. Apabila klien
melakukan relaksasi ini secara teratur maka klien akan dapat mencegah
peningkatan kadar glukosa darah dan menurunkan resiko komplikasi DM.
Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 diagnosa resiko infeksi
belum teratasi pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit
mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan
terasa sedikit gatal dan panas, data obyektif
tampak sedikit bengkak,
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Intervensi dilanjutkan
observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi
dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokkter dalam
pemberian normal saline (Nacl).
Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnosa resiko infeksi
masalah belum teratasi pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan
sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan
130
kanan serta terkadang msih terasa sedikit gatal dan agak panas, data obyektif
tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm.
Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik,
kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian normal saline (Nacl).
Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 masalah belum teratasi
pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit
bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta terkadang msih
terasa sedikit gatal dan rasa panas terasa menurun, data obyektif tampak
bengkak samar-samar, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari
telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm.
Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik,
kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan
dokter dalam memberikan cairan normal saline (Nacl).
Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 masalah belum teratasi
pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas,
bengkak mereda diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta gatal
dan panas sudah tidak terasa lagi, data obyektif tampak bengkak mereda,
kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Intervensi dilanjutkan
131
observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi
dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam
memberikan cairan normal saline (Nacl).
Evaluasi akhir diagnosa keperawatan resiko infeksi telah dilakukan
intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan bengkak yang semula terlihat
sedikit bengkak menjadi mereda, kemerahan yang menurun dari yang semula
terlihat kemerahan kian menurun, kelupasan masih namun sudah berkurang,
serta rasa gatal dan panas yang sudah mereda. Hal ini tidak sesuai dengan
kriteria hasil yang diharapkan yaitu pasien terbebas dari tanda infeksi karena
masih terdapat kemerahan pada kulit pasien.
132
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bab 6 ini penulis akan menimpulkan proses keperawatan dari pengkajian,
penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi pada asuhan
keperawatan Ny.L dengan diabetes melitus di ruang teratai rumah sakit umum
Dr. Soemarso Wonogiri selama 3 hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi
riset pemberian latihan relaksasi otot rogresif terhadap penurunan stress
psikologis pada pasien dm tipe 2, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan klien pada saat dilakukan pengkajian
tanggal 4 Januari 2016 pasien mengatakan nyeri pada antara jari telunjuk
dan ibu jari kanan, nyeri skala 4. Penulis melakukan pengkajian P, Q, R, S,
T yang penulis masukan dalam data pola kognitif dan perseptual.
2. Diagnosa
Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan pada
Ny.L ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai hirarki kebutuhan dasar
menurut maslow yaitu prioritas pertama nyeri akut berhubunngan dengan
agen cidera biologis, kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kondisi gangguan metabolik, ketiga defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurang minat dalam belajar, keempat stress berhubungan dengan
penyakit kronis, kelima resiko infeksi berhubungan diabetes melitus.
132
133
3. Intervensi
Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis. Intervensi yang dilakukan kaji keluhan utama serta status nyeri
pasien, pantau TTV pasien, berikankan posisi yang nyaman, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik..
Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kondisi gangguan metabolik. Intervensi yang dilakukan kaji kulit akan
adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga
kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan normal salin (Nacl).
Diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat
dalam belajar. Intervensi yang dilakukan kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakitnya, berikankan pendidikan kesehatan pada pasien tentang
penyakitnya, kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan
kesehatan yang sudah diberikankan, berikan informasi kepada pasien
mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat.
Diagnosa stress berhubungan dengan penyakit kronis. Intervensi yang
dilakukan kaji tingkat stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot
progresif untuk meredakan stress, ajarkan pada klien cara mengungkapkan
emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan
dukungan suport mental.
134
Diagnosa resiko infeksi berhubungan diabetes melitus. Intervensi yang
dilakukan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik,
kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberikanan normal salin (Nacl).
4. Implementasi
Dalam asuhan keperawatan Ny.L dengan diabetes melitus tipe 2 diruang
Teratai Rumah Sakit Umum Dr. Soemarso telah sesuai intervensi yang
penulis rumuskan. Penulis menekankan penggunaan relaksasi otot progresif
untuk menurunkan tingkat stress pada Ny.L dengan dm tipe 2, dengan
melakukan latihan ROM 2 kali dalam sehari dalam 3 hari kelolaan.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi masalah keperawatan pertaa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis teratasi. Intervensi keluhan utama serta status
nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul.
Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kondisi gangguan metabolik belum teratasi. Intervensi dilanjutkan
anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan
pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
cairan normal salin (Nacl).
135
Masalah keperawatan defisiensi pengetahuan berhubungan dengan
kurang minat dalam belajar teratasi, pasien mengatakan akan mentaati diet
yang sudah dianjurkan, pasien kooperatif ingin melaksanakan diet dengan
baik. Intervensi keperawatan dipertahankan
berikan informasi kepada
pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat.
Masalah keperawatan stress berhubungan dengan penyakit kronis
teratasi. Intervensi keperawatan dipertahankan berikan teknik relaksasi
otot progresif 2 kali sehari setiap pagi dan sore hari, ajarkan pada klien
cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam
memberikan dukungan suport mental.
Masalah keperawatan resiko infeksi berhubungan diabetes melitus
belum teratasi. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi,
inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas,
pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan
infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan normal saline
(Nacl).
6. Analisa pemberian relaksasi otot progresif
Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal yang telah dilakukan oleh
Maghfirah, dkk (2005), dengan judul “ Relaksasi otot progresif terhadap
stress prikologis pada pasien diabetes melitus tipe 2” penulis mendapatkan
hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 3 hari kelolaan
yaitu terjadi penurunan tingkat stress psikologis pada Ny.L yang
136
mengalami dm tipe 2 setelah dilakukan rehabilitasi latihan relaksasi otot
progresif selama 2 kali sehari selama 3 hari dimana terjadi penurunan
tingkat stress psikologis berdasarkan DDS (Diabetes Distress Scale) dari
2,47 yaitu masuk kedalam kriteria stress sedang menjadi menjadi 1,53
(stress ringan). Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan
dan terbukti sesuai teori yang ada terjadi penurunan tngkat stress
psikologis setelah dlakukan tindakan relaksasi otot progresif.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes melitus tipe 2, penulis memberikan usulan dan masukan yang
positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr.Soemarso dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan
kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien serta keluarga
klien. Khususnya dalam proses rehabilitasi medik dengan melibatkan
keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya perawat memiliki taggug jawab dan ketrampilan yang
lebih dan selalu berkoordiasi dengan tim kesehatan lain dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
khususnya
dalam
program
rehabilitasi medik pada klien dengan diabetes melitus. Perawat
melibatkan keluarga klien dalam pemberian asuhan keperawatan dan
137
mampu bertindak sebagai fisioterapis dalam memberikan latihan
relakasi otot progresif.
3. Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang lebih berkualitas
dengan
mengupayakan
aplikasi
riset
dalam
setiap
tindakan
keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat
yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode
etik keperawatan.
4. Bagi penulis
Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai
konsep diabetes melitus dan pelaksanaan dalam asuhan keperawatan
yang komprehensif.
138
DAFTAR PUSTAKA
Alim, M.B. 2010. Langkah-langkah Relaksasi Otot Progresif. Diakses tanggal 30 November
2015. http://www.psikologizone.com/langkah-langkah-relaksasi-otot-progrresif.
American Diabetes Assocation. 2012. Standart of Medikal Care in Diabetes, 2012. Diabetes
Care, Volume 35, Supplement 30, November 2015.
Ana S. 2006. Univrsitas Pembanguan Nasioal
Veteran Ilmu Kesehatan Keperawatan,
http://www.pasca.upnvj.ac.id/pdf/4sikeperawatan. Diakses tanggal 30 november
2015. Jam 20.30 WIB.
Ankron, S. (2008). Progressive muscle relaxation can help you reduce anxiety and prevent
panic
:
What
is
progressive
muscle
relaxations?
November
30,
2010.
http://panicdisorder.about.com/od/living withpd/a/PMR.htm,
Arjatmo, T. 2002. Penatalaksanaan Diabate Mrlitus Terpadu Cetakan 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Bulechek, Gloria M. Et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th edition. St.
Louis : Elsevier Mosby.
Black, J. M., & Hawks, J. H. 2009. Medical-Surgical Nursinng; Clinical Management for
positive Outcomes, (8th editions). Elsevier Saunders.
Charlesworth, E.A & Nathan, R.G. 1996. Managemen stress dengan teknik relaksasi, dalam
Mashudi. 2011., Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa
darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher
Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI.
Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Keangka Kerja. Edisi
Pertama. Gosyen Publishing. Yogyakarta.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2012. Profil Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa
Tengah tahun 2012. Tidak dipublikasikan
Dipiro, J.T., Wells, B.G Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Posey, L.M., 2008,
Pharmacotherapy, 6th Edition, Appleton ang Lange, New York. 1-13.
139
Courwin, J.E, 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. EGC. Jakarta
Copstead, L.C., & Banaik, J.L. 2000. Pathophysiology, (2th ed). Philadelphia: W.B. sauders
company, dalam Mashudi. 2011, Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap
kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah
Raden Mattaher Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI.
Dunning, T. 2003. Care of peoplee with diabetes: a manual nusrsing practice melbourne:
Blackwell Publishing, dalam Mashudi. 2011, Pengaruh progressive muscle relaxation
terhadap kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit
Daerah Raden Mattaher Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geisser, A.C 2002. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian. Edisi 3. Alih Bahasa: I Made
Sumarwati. EGC. Jakarta.
Fritz, Z. 2005. Sport and exercise massage: Comprehensive in athletics, fitness, and
rehabilitation, St. Louis, Missouri Mosby. Inc.
Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, Z., Attari, A., dan Joazi, M. (2007). Effects of
message Theapy and Muscle Relaxation on Glycosylated Hemoglobin in Diabetic
Children. November 30, 2015 http://semj.sums.ac.ir/vol9/jan2008/dm.htm
Greenberg, S.S. 2002. Comprehenssive stress management, (7th ed). New York: The
McGraw-Hill Companies, dalam Mashudi. 2011, Pengaruh progressive muscle
relaxation terhadap kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di
Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI.
Gunawan, B., dan Sumadiono. 2007. Stress dan Sistem Imun Tubuh; Suatu Pendekatan
Psikoneuroimunologi. 30 November, 2015. http://dennyhendrata.wordpress.com/
2007/07/30/stress-dan-sistem-imun-tubuhsuatu-pendekatan-psikoneuroimunologi-2/.
Gustaviani, R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi diabetes melitus, dalam Sudoyo, A. W,.
Setyohadi, B., Alwi, L., Simadhibrata, M., dan setiati, S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam (4thed) (hlm 1879-1881). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam
FKUI.
140
Herdman, T. Heather. 2011. Banda International Diagnosa Keperawatan 2009-2011. EGC.
Jakarta.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Hartono, S.P. 2007. Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI.
IDF. 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International Diabetes Federation 2013.
http://www.idf.org/sities/default/files/EN_6E_Atlas_full_0.pdf. Diakses tanggal 25
November 2015.
Ilyas, E. I. 2009. Olahraga bagi diabetesi dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I.
Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 69-110). Jakarta: FKUI.
Ilyas, E. I. 2009. Manfaat latihan jasmani bagi penyandang diabetes, (materi penyuluhan 3)
dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes
melitus terpadu (hlm 289-301). Jakarta: FKUI.
Knerr, M., et al. 2009. The impact of initial factors of therapeutic alliance in individuals and
couples therapy. Journal of Marital and Family Therapy : 1-18.
Magfirah, dkk. 2005. Relaksasi Otot Progresif terhadap Stress Psikologis dan Perilaku
Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitu Tipe 2. Jurnal Kesehatan Masyarakat :
Fakultas Ilmu Kesehata : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Maryani. 2008. Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kecemasan yang
berimplikasi pada mual dan muntah pada pasien post kemotherapi di piklinik rumah
sakit Hasan Sadikin Bandung, (tesis). Perpustakaan FIKUI.
Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition. St. Louis :
Elsevier Mocby.
Moyad, M., dan Hawks, J.H. 2009. Complementary and alternative therapies, dalam Black,
J.M., & Hawks, J.H. Medical-Surgical Nursing; Clinical Management for Posittive
Outcomes, (8th edition).
141
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal.
Jakarta : EGC
Pawlow L.A & Jones, G. E. 2005. The Impact of abrevtated progressive muscle relakktion on
salvary cortisol and salvary immunoglobulin A (sIgA). Appled Psychophystology and
Btofeedback, 30 (4) : 375-387.
Polonsky, W.H., et al. 2005. Assessing psychological stress in diabetes. Diabetes Care, 28, :
626– 631.
Price, S.A., & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Pudiastuti RD, 2013. Penyakit Penyakit Mematikan, Luha Medika,Yogyakarta.
Resti, I.B. 2014. Teknik relaksasi otot progresif untuk mengurangi stres pada penderita asma.
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2 (1) : 1-20.
Richmond, R.L. 2007. A guidee to psychology and its practice. November 30, 2015.
http://www.guuidetopsychology.com/pmr.htm.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013
Riyadi dan Sukarmin. 2008. Askep pada pasien dengan gangguan eksokrin dan endokrin
pada pankreas. Yogyakarta: Graha ilmu.
Robbins, N.C., Shaw, C.A., dan Lewis, S.L. 2007. Nursing management diabetes mellitus
dalam lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R., O’Brien, P.G., dan Bucher, L.
Medical surgical nursing; assesment and management of clinical problems, (7th
edition) (hlm 1253-1289) Elsevier Mosby.
Setiadi, 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik,
Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC
142
Smeltzer, S.C dan bare, B.G. Hinkle, J.L., Cheevar, K.H. 2008. Brunner & Suddart’s
Texbook of medical-surgical nursing, (11th edition). Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins.
Snyder, M. dan Lindquist, R. 2002. Complmentary/ alternative therapies in nursing, (4thed).
New York: Spinger Publishinng Company.
Soegondo, S. 2009. Prinsip penanganan diabetes, insulin dan obat oral hipoglikemik oral
hipoglikemik oral, dalam soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 111-133). Jakarta: FKUI.
Soegondo S. dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soewondo, P. 2009. Pemantauan kendali diabetes melitus, dalam Soegondo, S., Soewondo,
P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm151-162).
Jakarta: FKUI.
Solehati, tetti dan kosasih, cecep eli. 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam
Keperawatan Maternitas. Bandung : Refika Aditama.
Tomey, AM., dan Alligood, MR., 2006. Nursing Theorits and Their Work, (6th edition).
Elsevier Mosby.
WHO
,
2011
Diabetes
Melitus.
Diakses
pada
yanggal
30
november
2015.
http://www.who.int/topicsdiabetes_melitus/en/.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Yildirim, Y.K., dan Fadiloglu, T. 2006. The effect of progressive muscle relaxation training
on anxity levels and quality of life in dialysis patients, November 30, 2015.
EDNA/ERCA Journal
Download