PEMBERIAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP STRESS PSIKOLOGIS PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.L DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan Disusun Oleh: Winda Fitriani NIM P13126 PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Winda Fitriani NIM : P13126 Program studi : DIII Keperawatan Judul karya ilmiah :Pemberian Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stress Psikologis pada Ny.L dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihkan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, 26 April 2016 Winda Fitriani NIM. P13126 ii LEMBAR PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama : Winda Fitriani NIM : P13126 Program Studi : D III Keperawatan Judul :Pemberian Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stress Psikologis pada Ny.L dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Telah disetujui untuk diaplikasikan di.Rumah Sakit. Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : 18 Desember 2015 Pembimbing :Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK.201185071 ii ( ) ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “ Pemberian relaksasi otot progresif terhadap stress psikologis pada Ny.L dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang Teratai Rumah Sakit Dr.Soemarso Wonogiri”. Dalam penyusuhan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya kepada yang terhormat : 1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selaku Ketua STIKES Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIKES Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Meri Okatriani M. Kep, selakuKetua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba di STIKES Kusuma Husada Surakarta. 3. Ns. Alfyana Nadya R. M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKES Kusuma Husada Surakarta. 4. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan iii masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini. 5. Ns. Joko Kismanto, S. Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukanmasukan ,inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini. 6. Semua dosen program studi DIII Keperawtan STIKES Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orang tuaku (Suharno dan Ngatini) berserta adik (Erika novianti) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan. 8. Mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B Program studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu yang memberikan dukungan. Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin Surakarta, Mei 2016 Penulis iv DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................................. i Surat Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................. ii Lembar Persetujuan ......................................................................................... iii Kata Pengantar ................................................................................................ iv Daftar Isi .......................................................................................................... vi Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Tujuan Penulisan ............................................................................ 4 C. Manfaat Penulisan .......................................................................... 5 Bab II Landasan Teori A. Diabetes Melitus ............................................................................. 6 B. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus ........................................... 20 C. Stress dan Diabetes Melitus ............................................................ 28 D. Relaksasi Otot Progresif .................................................................. 31 E. Kerangka Teori Penelitian .............................................................. 41 Bab III Metode Penyusunan Aplikasi Riset A. Subjek Aplikasi Riset ..................................................................... 42 B. Tempat dan Waktu .......................................................................... 42 C. Prosedur Tindakan .......................................................................... 42 D. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset ..... 48 Bab IV Laporan Kasus v A. Pengkajian ...................................................................................... 51 B. Rumusan Masalah Keperawatan .................................................... 61 C. Intervensi Keperawatan .................................................................. 63 D. Implementasi Keperawatan ............................................................ 70 E. Evaluasi .......................................................................................... 80 Bab V Pembahasan A. Pengkajian ...................................................................................... 90 B. Perumusan Masalah ........................................................................ 93 C. Intervensi Keperawatan .................................................................. 99 D. Implementasi .................................................................................. 104 E. Evaluasi .......................................................................................... 115 Bab IV Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ..................................................................................... 125 B. Saran ............................................................................................... 129 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... LAMPIRAN .............................................................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 43 Gambar 4.1 Genogram ......................................................................................... 56 ii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Usulan Judul Aplikasi Jurnal Lampiran 2. Lembar konsultasi Karya tulis Ilmiah Lampiran 3. Surat Pernyataan Lampiran 4. Jurnal Utama Lampiran 5. Asuhan Keperawatan Lampiran 6. Lembar Observasi Aplikasi Jurnal Lampiran 7. Log Book Lampiran 8. Format Pendelegasian Lampiran 9. Lembar Satuan Acara Penyuluhan Lampiran 10. Lefleat diet DM Lampiran 11. Langkah Relaksasi Otot Progresif Lampiran 12. Quisoner Diabetes Distress Scale Lampiran 13. Daftar Riwayat Hidup ii 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Dipiro dkk, 2008). Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit NonCommunicable Disease (penyakit tidak menular) yang paling sering terjadi di dunia. DM merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO, 2011). DM dapat menyebabkan dehidrasi seluler, keluarnya glukosa dalam urin yang menyebabkan diuresis osmotik oleh ginjal. Kondisi ini menyebabkan manifestasi poliuri (pengeluaran urin secara berlebihan), polodipsi(minum secara berlebihan), dan polifagi yang disebabkan oleh 1 2 kegagalan metabolisme glukosa oleh tubuh yang menyebabkan penurunan berat badan dan kecenderungan makan secara berlebihan. Manifestasi ini merupakan gejala khas diabetes melitus (ADA, 2012). (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di antara usia penderita DM 40-59 tahun. Indonesia merupakan negara urutan ke 7 dengan kejadian diabetes mellitus tertinggi dengan jumlah 8,5 juta penderita setelah Cina (98,4 juta), India (65,1 juta), Amerika (24,4 juta), Brazil (11,9 juta), Rusia (10,9 juta), Mexico (8,7 juta), Indonesia (8,5 juta) Jerman (7,6 juta), Mesir (7,5 juta), dan Jepang (7,2 juta) (IDF, 2013). Hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi DM adalah 1,1% dan pada riskesdas 2013 meningkat menjadi 2,1%. Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota 3 Magelang sebesar 7,93%. (Profil Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2012). Penderita DM harus mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari olah raga, kontrol gula darah, minum obat, dan pembatasan diet yang harus dilakukan secara rutin sepanjang hidupnya. Perubahan hidup yang mendadak membuat penderita DM menunjukkan beberapa reaksi psikologis yang negatif seperti marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat, dan stres. Pengalaman stres klien sebelum dan selama terapi berpengaruh terhadap keterlibatan terapi. Tingkat stres telah dikaitkan dengan rendahnya tingkat keterlibatan dan kesulitan membentuk aliansi terapeutik yang kuat dan kemudian berpengaruh terhadap tingginya tingkat drop out terapi pada populasi yang mengalami stres (Knerr, 2009). Selama kurun waktu dua dekade terakir ini asuhan keperawatan pasien DMT2 dilakukan dalam konteks kolaborasi farmakologi (smaltzer & bare,2008), padahal perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pendekatan nonfarmakologis diantaranya latihan relaksasi merupakan intervensi yang dapat dlakukan pada pasien DM (Smeltzer & Bare, 2008) Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Terapi relaksasi ini ada bermacam-macam, salah satunya adalah relaksasi otot progresif (Progressive Muscle Relaxattion (PMR)). Relaksasi ini sering 4 dilakukan karena terbukti efektif mengurangi kecemasan dan ketegangan. Dari hasil penelitianya menyebutkan bahwa PMR mampu menurunkan kecemsan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengalami dialisis (Yildirim dan Fadiloglu, 2006). Penelitian Resti (2014), menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif dapat memberikan efek psikologis. Setelah melaksanakan relaksasi otot progresif klien menjadi lebih tenang dalam berfikir dan klien dapat mengelola stres dan pernafasannya. Relaksasi dapat mengurangi ketegangan subjektif dan berpengaruh terhadap proses fisiologis lainnya. Relaksasi otot berjalan bersama dengan respons otonom dari saraf parasimpatis. Relaksasi otot berjalan bersama dengan relaksasi mental. Perasaan cemas subjektif dapat dikurangi atau dihilangkan dengan sugesti tidak langsung atau menghapus dan menghilangkan komponen otonomik dari perasaan itu. Hasil penelitian Moyad (2009), menjelaskan relaksasi otot progresif merupakan salah satu cara dalam manajemen stress yang merupakan salah satu bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam terapi komplementer. Relaksasi otot progresif ini mengarahkan perhatian pasien untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan dengan ketika otot dalam kondisi tegang, dengan demikian diharapkan klien mampu mengelola kondisi tubuh terhadap stres. Kemampuan mengelola stres ini akan berdampak pada kestabilan emosi klien. Pelatihan relaksasi otot progresif yang diberikan perawat merupakan salah satu bentuk dari suportif edukatif, yaitu sistem bantuan yang diberikan 5 agar pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri. Relaksasi otot progresif termasuk dalam pilar penyuluhan atau edukasi dalam pengelolaan DM. Pelatihan relaksasi otot progresif pada pasien DM diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pasien DM dalam mengelola stress yang dialami sehingga klien mampu melakukan perawatan diri dengan baik dan risiko komplikasi yang ditimbulkan dapat dikurangi (Moyad, 2009). Berdasarkan yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pemberian Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stress Psikologis pada Pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2”. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri di ruang Teratai, perawat dan tim medis lain mengatakan terapi rehabilitas relaksasi otot progresif sudah ada di rumah sakit dan biasanya diberikan kepada pasien yang mengalami kecemasan serta sulit tidur, namun belum terlaksanakan di bangsal Teratai karena beberapa hal. Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif yang efektif dilakukan sebanyak 6 kali dalam 6 hari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat kecemasan, stress dan gangguan tidur pada pasien serta meregangkan otot yang tegang. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan pengolahan kasus stress psikologis pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan menerapkan intervensi latihan relaksasi otot progresif sebagai bentuk aplikasi riset yang kemudian dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah berjudul ” Pemberian relaksasi otot 6 progresif terhadap stress psikologis pada Ny.L dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di ruang teratai Rumah Sakit Umum Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri”. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umm Mengaplikasikan tindakan pemberian relaksasi otot progresif terhadap stress psikologis pada pasien diabetes melitus tipe 2 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian terhadap Ny.L dengan Diabetes Melitus tipe 2. b. Penulis mampu merumuskan diagosa keperawatan pada Ny.L dengan Diabetes Melitus tipe 2. c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan Diabetes Melitus tipe 2. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.L dengan Diabetes Melitus tipe 2. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.L dengan Diabetes Melitus tipe 2. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian relaksasi otot progresif pada Ny.L dengan Diabetes Melitus tipe 2. 7 C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2 2. Bagi Pendidikan Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan konstribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah dalam bidang atau profesi keperawatan 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit untuk membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes ilitus tipe 2. 4. Bagi tenaga kesehatan Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami penyakit Diabetes Militus tipe 2. 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2009) Diabetes Melitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang di karakteristikan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Smeltzer & Bare, 2008; Robbins, 2007; Gustavivani, 2006). Diabetes melitus tipe 2 dikarakteristikan oleh adanya hiperglikemia, resistensi insulin, dan adanya penglepasan glukosa hati yang berlebihan (Ilyas, 2009). Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia) 2006, seseorag dikatakan menderita diabetes jika memilik kadar gula darah puasa > 12mg/dL dan pada tes suwaktu >200 mg/dL. Kadar gila darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. 2. Klasifikasi Klasifikasi diabetes melitus dan penggolongan glukosa menurut Riyadi (2008) antara lain: 8 9 a. Insulin Independent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM tipe 1 Defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) pesifik. Predisposisi pada insulin fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak pulau langerhans di pankreas. Kelainan berdampak pada penurunan fungsi insulin. b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau DM Tipe 2 Terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel, pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah. Diabetes melitus tipe 2 pada umumnya lebih bersifat genetik tipe ini mencakup lebih dari 90% dari semua populasi diabetes. Pada penderita yang obesitas, kelainan primernya adalah resistensi insulin di jaringan perifer seperti otot dan lemak sehingga terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Sedangkan pada penderita yang non obesitas kelainan primernya berupa kerusakan sel beta dan kelainan sekundernya di jaringan perifer. c. Tipe spesifik lain DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain, seperti: 10 1) Defek genetik pada funngsi sel β 2) Defek genetic pada kerja insulin 3) Penyakit eksokrin pankreas 4) Endokrinopati 5) Diinduksi obat atau zat kimia 6) Infeksi 7) Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM 8) Sindrom genetik lain,yang kadang berkaitan degan DM d. Dm Gastrointestinal Merupakan intoleransi glukosa yang trejadi selama kehamilan. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi. Resisten insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin. 3. Etiologi Penyebab dari diabetes melitus menurut Pudiastuti (2013), antara lain : a. Faktor Keturunan 11 Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi faktor lingkungan yang berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang berolahraga dan asupan nutrisi yang berlebihan serta kegemukan merupakan faktor yang dapat diperbaiki. b. Nutrisi Merupakan faktor yang penting untuk timbulnya DM tipe 2. Gaya hidup yang keberat-beratan dan hidup santai serta panjangnya angka harapan hidup merupakan faktor yang meningkatkan prevalensi DM. c. Kadar kortikosteroid yang tinggi. d. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan. e. Obat-obatan yang merusak pancreas. f. Racun yang mempengaruhi pembentukan efek dari insulin. g. Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. 4. Patofisiologi Seperti suatu mesin,badan memerlukan bahan untuk membentuk sel yang rusak. Disaping itu bada juga memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin berasal dari bahan bakaar yaitu bensin. Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari yang terdiri dai karbohidrat (gula dan tepung-tepung), rotein (asam amino) dan lemak (asam lemak). 12 Pengolahan bahan makanan di mulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus, di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Zat makanan terutama glukosa dibakar di dalam melalui proses kimia yag rumit yang hasil akhirnya adalah energi. Proses ini disebut metabolisme, dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang di keluarkan oleh sel beta pankreas. Kadar insulin dalam keadaan normal yang ada pada permukaan sel otot kemudian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian membuka di bakar menjadi energi atau tenaga. Akibatnya glukosa dalam darah normal. Pasien diabetes dimana didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulinya tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu masuk sel tetap tidak dapaat terbuka dan tetap tertutup sehingga glukosa 13 tidak dapat masuk sel untuk dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel,sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (Courwin, 2009) 5. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik DM tipe dua berhubungan dengan defisiensi relatif insulin. Akibat defisiensi insulin ini pasien tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal. Apabila hiperglikemia melebihi ambang ginjal (kurang lebih 180mg/dl), maka akan timbul tanda dan gejala glukosuria yang akan menyebabkan diuresis osmotik. Akibat diuresis osmotik akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuri), timbul rasa haus yang menyebabkan banyak minum (polidipsi), pasien juga akan banyak makan (polifagi) akibat katabolisme yang dicetuskan oleh defisinsi insulin dan pemecahan protein serta lemak. Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, akibatnya berat badan menurun. Pasien juga meengalami gejala lain seperti keletihan, kelemahan, tiba-tiba terjadi perubahan pandangan, kebas pada tangan atau kaki, kulit kering, luka yang sulit sembuh dan sering muncul infeksi (Price & Wilson, 2006; smeltzer & Bare, 2008; Soegondo, 2009). 6. Faktor Resiko Menurut Dunning (2003), dalam Mashudi (2011), faktor resiko DM tipe dua yaitu: a. Obesitas (gemuk) atau berat badan lebih 14 b. Prediabetes (glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi normal atau toleransi glukosa terganggu) 7. c. Melahirkan bayi lebih dari 4kg d. Mempunyai saudara, orang tua atau keluarga dengan DM e. Usia diatas 45 tahun f. Mempunyai tekanan darah tinggi kolesterol tinggi Pemeriksaan doagnostik Menurut Shahab (2006), pemeriksaan diagnostik DM terdiri dari: a. Pemeriksaan darah 1) Pemeriksaan kadar serum glukosa a) Gula darah puasa: glukosa lebih dari 120 mg/dL pada 2 kali tes. b) Gula darah dua jam pp: 200 mg/dL c) Gula darah sewaktu: lebih dari 200mg/Dl 2) Tes toleransi glukosa Nilai darah diagnostik: kurang dari 140 mg/dL dan hasil 2 jam serta satu nilai lain dari 200 mg/dL setelah beban glukosa 75 gr. 3) HbA1C > 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol. b) Pemeriksaan kadar glukosa urin Pemeriksaan ini untuk mengetahui kerja dan kondisi ginjal karena pada keadaan DM kadar glukosa darah tinggi sehingga dapat merusak 15 kapiler dan glomerolus ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal. Pemeriksaan reduksi urin dengan cara benedic atau menggunakan enzim glukosa. Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urin yaitu: 0 = Berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM 1 = berwarna hijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM atau stadium dini 2 = Berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaan kadar glukosa darah mendukung atau sinergis, maka termasuk DM 3 = Berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM 4 = Berwarna merah pekat, bnayak glukosa, DM kronik c) Kultur Pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuaidengan jenis kuman 8. Penatalaksanaan DM Penatalaksanaan pasien DM meliputi penatalaksanaan non farmakologis danpenatalaksanaan farmakologis. Langkah pertama yang gunakan adalah dengan penatalaksanaan non farmakologis berupa: edukasi, perencanaan makan, kegiatan jasmani, penurunan berat badan. Jika penatalaksanaan non farmakologis belum bisa mencapai sasaran untuk pengendalian DM maka dilanjutkan dengan menggunakan obat atau penatalaksanaan farmakologis berupa insulin dan obat anti 16 hyperglikemia oral (OHO). Menurut Soegondo, Soewondo & Subekti, (2007); Smeltzer & Bare (2008) penatalaksanaan pasien DM terbagi menjadi 4 pilar utama yaitu : a. Edukasi DM merupakan penyakit kronik, yang membutuhkan pengaturan perilaku khusus sepanjang hidup. Berbagai faktor dapat mempengaruhi pengendalian DM seperti aktivitas fisik, stress, emosi dan fisik sehingga pasien harus belajar untuk menyeimbangkan berbagai faktor tersebut. Pasien harus belajar tentang keterampilan merawat diri untuk mencegah fluktuasi akut kadar glukosa darah. Pasien juga harus bekerjasama untuk perubahan gaya hidup guna mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang DM. Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien DM guna menunjang perubahan perilaku, meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakitnya, sehingga tercapai kesehatan yang optimal, penyesuaian keadaan psikologis dan peningkatan kualitas hidup. Program penyuluhan terstruktur pada penderita DM terbagi dalam empat kali pertemuan dalam empat minggu, disetiap pertemuan dilakukan selama 90-120 menit. Metode yang digunakan adalah metode ceramah, tanya jawab dan simulasi. Materi edukasi pada pasien DM meliputi: pengetahuan tentang patofisiologi penyakit, komplikasi dan pencegahannya, diet dan olahraga. OHO dan insulin, perawatan kaki, 17 kontrol teratur, penanganan hypo dan hyperglikemia, pemeriksaan gula darah mandiri (Smeltzer & Bare, 2008). b. Diet DM 1) Prinsip diet DM : mengembalikan ke normalweight 2) Macam diet DM : A, B, B1, B2, B3, Be, M a) Diet B : (1) Pendrita DM tidak tahan lapar (2) Hiperkolesterol (3) Mikro dan makroangiopati (4) DM lebih 15 tahun b) Diet B1 (1) Underweight ( berat badan menurun) (2) DM dengan kebutuhan protein mningkat : dengan KP, kehamilan,infeksi,kebisaan makan protein meningkat c) Diet B2, B3, Be : (1) Be : neropati diabetik (2) B2 : stadium II (creatinin 2,5 – 4) (3) B3 : Stadium III (creatinin lebih dari 10) c. Latihan jasmani atau olahraga Manfaat olah raga bagi pasien DM: meningkatkan kontrol gula darah, menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler ( jika dilakukan minimal 30 menit, 3-4 kali dalam satu minggu sampai HR 18 mencapai 220-umur/menit), menurunkan berat badan, menimbulkan kegembiraan. Sebelum melakukan olah raga, pasien DM melakukan evaluasi medis. Diidentifikasi kemungkinan adanya masalah mikro dan makroangiopati yang akan bertambah buruk dengan olah raga. Jenis olah raga yang dianjurkan pada pasien DM yaitu olahraga yang bersifat rekreasional maupun profesional. Hindari olah raga dengan kontak tubuh. Latihan jasmani lain yang dapat dilakukan berupa senam dan masase kaki. Informasi yang perlu disampaikan pada pasien sebelum melakukan olahraga adalah: cek gula darah sebelum olah raga, cek apakah butuh tambahan glukosa, hindari dehidarasi, minum 500 cc, diperlukan teman selama berolah raga, pakai selalu tanda pengenal sebagai diabetisi, selalu bawa makanan sumber glukosa cepat: permen, jelly, makan snack sebelum mulai, jangan olah raga jika merasa ‘tak enak badan’ dan gunakan alas kaki yang baik. d. Obat DM 1) Insulin Indikasi insulin: a) DM tipe I b) DM tipe 2 dan keadaan tertentu (1) Penurunan BB yang cepat (2) Hiperglikemi berat yang disertai ketosis 19 (3) KAD (ketoacidossis diabetik) (4) Hiperglikemia dengan asidosis laktat (5) Gagal dengan kombinasi OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dengan dosis hamper maksimal (6) Stress berat (infeksi sistemik,fraktur,operasi besar,IMA,stroke) (7) Kehamilan (8) Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat (9) Kontraindikasi dan alergi OHO Efek samping insulin a) Imunologi: skin rash, alergi, demam, syok anafilaktik, resistensi insulin b) Non imunologi: hipoglikemi, lipodistropi, infeksi suntikan, edema insulin, aterosklerosis 2) Obat Hipogikemik Oral Digolongkan berdasarkan cara kerjanya: pemicu sekresi insulin atau secretagogue (sulfonilurea dan glinit), penambah sensitifitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion, penghambat absorbsi glukosa, penghambat oksidase alfa. a) Sulfonil urea (1) Bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin (2) Semua sulfonilurea meningkatkan berat badan dan berisiko menyebabkan hipoglikemi 20 (3) Menurunkan GDP sampai 50–70 mg/dl dan menurunkan HbA1c sampai 0.8–1.7% (4) Semua obat menyebabkan hipoglikemi berat, maka dosis yang diberikan sekecil mungkin dan harus dimonitor GDP sampai 110-140 mg/dL. (5) Generasi pertama (tolbutamide, acetohexamide, tolazamide, dan chlorpropamide) (6) Sudah tidak digunakan lagi (terutama di US) karena meningkatkan reaksi obat dengan obat lain. (7) Sangat kuat efek hipoglikeminya (chlorpropamide): hanya dimetabolisme terakumulasi pada sebagian ginjal sisa sehingga obat dapat pada pasien gangguan ginjal menyebabkan hipoglikemi memanjang dan berat. b) Biguanid (1) Mekanisme kerja terutama menurunkan pengeluaran glukosa hati. (2) Mampu meningkatkan sensitifitas terhadap insulin dengan meningkatkan aktifitas reseptor insulin tirosin kinase, meningkatkan sistesis glikogen dan meningkatkan transport glukosa transporter ke dalam plasma membran. Contoh: metformin mampu 21 menurunkan GDP sampai 50–70 mg/dl dan HbA1c sampai 1.4–1.8%. (3) Tidak begitu berbahaya dalam menyebabkan hipoglikemi (4) Efek samping yang sering terjadi: ketidak nyamanan GI dan mual. Hampir 0.03 kasus/1,000 pasien-tahun, mengalami asidosis laktat terutama pada pasien yang mengalami renal insufisiensi dan gangguan hati (5) Metformin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan kreatinin >1.5 mg/dl. (6) Baik digunakan bagi pasien gemuk. 9. Komplikasi Komplikasi diabetes melitus tipe I dan II dapat di golongkan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik yaitu : a. Komplikasi akut 1) Ketosiadosis diabetik Komplikasi akut diabetes tipe 1 yang ditandai dengan perburukan semua gejala diabetes, ketosiadosis diabetik dapat terjadi setelah stress. Fisik seperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma 2) Coma non ketoktikhiperglikemia hiperosmolar Komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetees tipe 2 karena diabetes tipe 2 dapat mengalami hiperglikemia berat 22 dengan kadar glikosa lebih dari 300mg/dL. Biasanya dijumpai pada lansia pengidap diabetes sudah mengkonsumsi makana tinggi karbohidrat. 3) Hipoglikemia Pengidap diabetes tipe 1 dapat mengalami komplikasi akibat hipoglikemia setelah injeksi insulin. Gejala yang mungkin terjadi adalah hilangnya kesadaran. b. Komplikasi jangka panjang 1) Sisten kardiovaskuler Terjadinya kerusakan mikrovaskuler di atriol kecil, kapiler, venula. Kerusakan makrivaskuler terjadi di arteri besar dan sedang. 2) Gangguan penglihatan Meliputi retinopati, atau kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan oksigen. 3) Sistem saraf perifer hiperglikemia, termasuk hiprglikolosisasi protein yang menyebabkan fungsi saraf 4) Ulkus atau gangren atau kaki diabetik (Corwin, 2009) B. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus 1. Pengertian Asuhan keperawatan adalah kegiatan profesional perawat dinamis, membutuhkan kreatifitas dan rentang kehidupan dan keadaan. 23 Adapun tahap dalam melakukan keperawatan itu yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana, implementasi, evaluasi. (Universitas pembangunann nasional veteran, 2006) 2. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan unttuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial, dan linkungan (Dermawan, 2012) Menurut Dongoes (2002), fokus pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus di lakukan mulai dari pengumpula data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,sifat keluhan,riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari, dan yang perlu dikaji pada pasien dengan diabetes melitus : a. Aktivitas dan Istirahat Terdapat gejala lemah,letih, lesu, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat. Ditandai adanya takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktivitas, koma, penurunan kekuatan otot. b. Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan paada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, ulkus pada kaki. 24 Ditandai adanya takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun, kulit panas dan kering, kemerahan, bola mata cekung. c. Eliminasi Poliuria, nokturia, nyeri atau kesulitan berkemih, ISK baruberulang, nyeri tekan abdmen, diare. Urine encer, pucat, poliuri, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus melemah/menurun, hiperaktif (diare). d. Nutrisi Berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah, melanggar diett (konsumsi karbohidrat/glukosa meningkat), haus ditandaai kulit kering atau bersisik, distensi abdomen, muntah, nafas bau aseton. e. Nyeri Nyri/tegang abdoomen dotandai wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati. f. Neurosensori : adanya gejala pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan otot, parestesia, gangguan penglihatan. Ditandai adanya disorientasi, mengantuk, gangguan memori, kacau mental, reflek tendon menurun, kejang (tahap lanjut DKA) g. Seksualitas Adanyaa perbandingan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan impoten pada pria. h. Pernafasan 25 Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum, frekuensi nafas meningkat. i. Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus ditandai dengan demam, diaforesis, laserasi, menurunya rentang gerak, parestesia atau paralis otot. j. Integritas ego Stress, tergantung pada orang lain, kecemasan, peka rangsang 3. Diagnosa keperawatan Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan Herdman (2011), maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes melitus yaitu: a. Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin b. Resiko dfisit cairan berhubugan dengan gejala poliuria dan dehidrasi c. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologis d. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan kebutuhan pengobaatan berhubungan dengan kurangnya interprestasi e. 4. Stress berlebihan berhubungan dengan stressor intens sakit kronis Rencana keperawatan a. Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin Tujuan: 1) Mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat 26 2) Menunjukan tingkat energi 3) Berat badan stabil atau bertambah Intervensi: 1) Tentukan program diet dan polaa makan pasien dan bandingkan dengan makan yang daapaat dihabiskan pasien 2) Timbang berat setiap hari atau sesuai indikasi 3) Berikn pengobatan insulin secara teratur sesuai insikasi Rasional: 1) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapiutik 2) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat 3) Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapaat membaantu memindahkan glukosa ke dalam sel b. Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejaala poliuria dan dehidrasi Tujuan: mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vitaal, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, urin tepat secara individu, dan elektrolit dalam batas normal Intervensi: 1) Observasi tanda-tanda vital 27 2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa 3) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urin 4) Timbang berat badan setiap hari 5) Berikan terapi cairan sesuai indikasi Rasional: 1) Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan taakikardi 2) Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat 3) Memberikan perkiraan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefeektifan dari terapi yang ddiberikan 4) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti 5) Tipe dan jumlah dari cairan tergatung pada deraajat kekurangan caairan dan respon pasien secara individual. c. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuro biologis Tujuan: nyeeri kronis berkurang sampai dengan hilang Kriteria: 1) Ekspresi wajah rileks 2) Skala nyeri 0-1 3) Tanda-tanda vital dalam bataas normal 28 Intervensi: 1) Kaji nyeri P, Q, R, S, T 2) Ajarkan teknik relaksasi 3) Informasikan pada pasien bila nyeri timbul, ajarkan teknik relaksasi 4) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik Rasional : 1) Mempengaruhi pilihan, keefektifan intervensi serta untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien 2) Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien, menghilangkan perhatian terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama 3) Agar pasien mengetahui bagaimana cara mengontrol nyeri 4) Untuk mempercepat kesemuhan melalui terapi obat d. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan kebutuhan pengobatan berhubugan dengan kurangnyainterprsentasi Tujuan: 1) Mengunkapkan pemahaman tentang penyakit 2) Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala Intervensi: 1) Diskusikan dengan pasien tentang penyakitnya 2) Dikusikan pentingnya melakukan evaluasi tentang dm Rasional: 1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal 29 2) Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realistis 3) Neuropati perifer dapat mengakibatkan resiko tinggi sehingga terhadaap kerusaka kulit dengan gangguan keseimbangan 4) Melakukan tindakan senam selama 7 hari untuk mengatasi sirkulasi darah e. Stress berlebihan berhubungan dengan stressor intens sakit kronis Tujuan: 1) Mengungkapkan penurunan perasaan kenyamanan 2) Mengunngkapan bahwa stress sudah berkurang Intervensi: 1) Berikan teknik relaksasi otot progresif 2) Bina hubungan saling percaya dengan pasien 3) Ajarkan pada pasien cara mengungkapkkan emosi dengan baik 4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang menyebabkan timbulnya stress Rasional: 1) Untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan pada pasien 2) Agar pasien mampu mengungkapkan masalahnya secara terbuka kepada perawat 3) Untuk mengontrol emosi pasien dengan benar 4) Mengetahui faktor apa saja yang mencetuskan timbulnya stress pada pasien 30 C. Stress dan Diabetes Melitus Stress adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stressor). Stress merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stress bagi seseorang belum tentu sama tanggapanya bagi orang lain (Hartono, 2007). Stress diartikan sebagai kondisi dimana kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan (Taylor dalam Gunawan, 2007). Lebih lanjut Taylor mendeskripsikan stress sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stress (Gunawan & Sumadiono, 2007). Stressor dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1) stressor fisik atau biologik seperti dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, dan pukulan. 2) stressor psikologis seperti rasa takut, khawatir, cemas, dan marah, dan 3) stressor sosial budaya seperti menganggur, perceraian, dan perselisihan (Gunawan & sumadiono, 2007). Stress psikologis seperti infeksi dan pembedahan mempermudah terjadinya hiperglikemia dan dapat mencetuskan terjdinya Dabetes Ketoasidosis (DKA) atau Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketonik Sindrom (HHNS). Stress emosional (stres, kecemasan, depresi) yang terjadi akibat tingginya kadar glukosa dalam darah dan komplikasi DMT2 bisa berdampak negatif pada pasien (Smeltzer & Bare, 2008). 31 Stress hormon yang mengarah pada peningkatan kadar glukosa darah seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu selama stress emosional, pasien DMT2 mengubah pola kebiasaan makan, latihan, dan pengobatan. Hal ini tentunya dapat memperburuk kondisi pasien (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006). Stress menyebabkan epineprin bereaksi pada hati meningkatkan konversi glukagon menjadi glukosa. Kortisol memiliki efek meningkatkan metabolisme glukosa, sehingga asam amino, laktat, dan pirufat diubah di hati menjadi glukosa (glukoneogenesis) yang akhirnya meningatkan kadar gula darah. Glukagon meningkatkan kadar glukosa darah dengan cara mengkonversi glikogen di hati menjadi glukosa. ACTH dan gluksteroid pada korteks adrenal dapat meningkatkan pembentukan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pembentukan glukosa baru oleh hati. ACTH dan glukokortikoid meningkatkan lipolisis dan katabolisme karbohidrat (smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006). Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti sekresi simpatis-adrenal-medular. Secara simultan hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem saraf otonom untuk merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem otonom sendiri diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis (Price & wilson, 2006). 32 Sistem simpatis bertaggung jawab terhadap adanya stimulus stress, berupa peningkatan denyut jantung, nafas yang cepat, dan penurunan aktivitas gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernafasan, dan peningkatan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stress yang berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan. Untuk kompensasi lebih lanjut sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan (price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008). Hipotalamus mnstimulasi neuron-neurosektori untuk melepaskan hormon CRH (Corticotropin-Releasing Hormne) ke hipofisis anterior melalui sistem portal, hipofisis anterior melepaskan hormon antara lain yaitu ATCH (Adrenocorticotropic Hormone) ke dalam sirkulasi. ACTH sebagai gantinya meenstimulasi kelenjar adrenal, yaitu korteks andrenal untuk mensekresi glukokortikoid (kortisol). Proses ini merupakan mekanisme umpan balik negatif hipotalamus-hipofisis-korteks adrenal (Price & Wilson, 2006). Kortisol ini selanjutnya akan meningkatkan konversi asam amino, laktat, dan pirufat dihati menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis, namun karena resistensi insulin, glukosa tidak bisa diambil oleh sel dari sirkulasi sehingga kadarnya meningkat dalam darah ( Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008). 33 D. Relaksasi Otot Progresif 1. Definisi Relaksasi otot progresif merupakan suatu metode untuk membantu menurunkan tegangan sehingga otot tubuh menjadi rileks. Relaksasi otot progresif bertujuan untuk menurunkan kecemasan, stress, otot tegang, dan kesulitan tidur. Pada relaksasi ini perhatian pasien diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang (Alim, 2010). Relaksasi otot progresif adalah salah satu cara yang mudah dan sederhana serta sudah digunakan secara luas. Relaksasi otot progresif merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah yaitu dengan memberi tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang (Richmond, 2007). 2. Indikasi Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam terapi komplementer dan alternatif (Cmplementary and alternative therapy (CAM)). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional atau medis. Pelaksanaanya dapat dilakakan bersama dengan terapi medis (Moyad & Hawks, 2009). 34 Relaksasi otot progresif merupakan salah satu intervensi keprawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meninngkatkan imunitas, sehingga status fugsioal dan kualitas hidup meningkat (Moyad & Hawks, 2009). Relaksasi otot progresif telah menunjukan manfaat dalam mengurangi ansietas atau kecemasan, dan berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi berbagai gejala psikologis dan kondisi medis. Yuldirim & Fadiogu (2006) dari hasil penelitianya menyebutkaan bahwa relaksasi otot progresif menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis. Penelitian ini memperlihatkan bahwa relaksasi otot progresif menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 3,48mmHg pada pasien hipertensi di Taiwan. Gazavi, et al, 2007 menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif dan massase menurunkan tingkat HbA1C pada DMT1 (DM pada anak-anak). Maryani (2008), menyebutkan relaksasi otot progresif menurunkan kecemasan yang berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di kota Malang (Hamarno, 2010). 35 3. Manfaat Relaksasi Otot Progresif Stress dan kecemasan mencetuskan beberapa sensasi dan perubahan fisik, meliputi peningkatan aliran darah menuju otot, ketegangan otot, mempercepat atau memperlambat pernafasan, meningkatkan denyut jantung, dan menurunkan fungsi digesti ( Ankrom, 2008). Jika stress dan kecemasan yang dialami berlangsung terus menerus, maka respon psikofisiologikal yang berulang dapat membahayakan tubuh. Respon stress adalah bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. Penilaian terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi otot progresif akan menghambat jalur umpan balik. Relaksasi otot progresif akan meghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangangan stress terhadap hipotalamus berkurang (Copstead & Banasik, 2000 dalam Mashudi 2011). 4. Kontra Indikasi Beberapa hal yang mungkin menjadi kontra indikasi latihan Relaksasi Otot Progresif antara lain adalah cidera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal, dan penyakit jantung berat atau akut (Fritz, 2005 dalam Mashudi, 2011). Latihan Relaksasi otot progresif dapat meningkatkan rileks yang dapat menyebabkan hipotensi, sehingga 36 perlu memeriksa tekanan darah untuk mengidentifikasi kecenderungan hipotensi (Snyder & Lindquist, 2002 dalam Mashudi, 2011). 5. Prosedur Relaksasi Otot Progresif Relaksasi Otot Progresif merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi otot melalui dua langkah, yaitu dengan memberikan tegangan pada satu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang. Untuk hasil yang maksimal dianjurkan untuk melakukan relaksasi otot progresif pada jam yang sama 1 kali sehari selama 25-30 menit. Latihan bisa dilakukan pagi hari, dilakukan sebelum makan. (Charleswarth & Nathan, 1996 dalam Mashudi, 2011). Jadwal latihan biasanya memerlukan waktu selam satu minggu. Prosedur PMR menurut Alim (2010) terdiri dari 15 gerakan berturutturut yaitu: a. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan caara menggenggam tangan kiri sambil membuat sutau kepalan. Pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan rileks selama kurang lebih 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali sehingga klien dapat membedakan perbedan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan. 37 b. Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang, gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua tangan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit. Dilakukan penegangan kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan dan rasakan perbedaan antara ketegaangaan otot dan keeadan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali. c. Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua telapak ke pundak sehingga otot-otot bisep menjadi tegang. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegagan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. d. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan dengan cara mengangkat keedua bahu setinggi-tingginya seakan akan menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 38 e. Gerakan kelima sampai delapan adalah gerakan yang ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa ada kulit keriput, mata dalam keadaaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. f. Gerakan keenam ditujukan untuk megendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan geraakan mata. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. g. Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 39 h. Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga aakan dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Rasakan ketegangaan otototot sekitar mulut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. i. Gerakan kesembilan ditunjukan untuk merilekskan otot-otot leher bagiaan belakang. Pasien dipandu meletakaan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. j. Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. k. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran 40 kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi ini dipertahankan selama kurang lebih 8 detik, kemudin rileks. Pada saat rileks, letakan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otot-otot punggung selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. l. Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun keperut. Pada saat tegangan dilepas, pasien dapat bernafas normal dengan lega. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. m. Gerakan ketiga belas dilakukan untuk melatih otot-otot perut. Tarik nafas kuat-kuat perut kedalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan keras. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. n. Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki 41 sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. o. Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis, luruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Geraakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, lakukan peregangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 6. Peran Perawat Relaksasi otot progresif merupakan relaksasi yang mudah untuk diajarkan kepada pasien daam rangka meningkatkan kemandirian pasien dalam mengatasi masalah kesehatanya. Perawat berperan dalam memfasilitasi kemandirian pasien, hal ini sesuai dengan konsep self-care Orem. Menurut teori self-care Orem, pasien pasien dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan, dan mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan atau kesehatan yang optimal dapat dicapai pasien apabila dia mengetahui dan dapat melakukan perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri. Perawat menurut teori selfcare berperan sebagai pendukung atau pendidik bagi pasien (Tomey & Alligood, 2006). 42 Menurut Orem (dalam Tomey & Alligood, 2006), perawatan merupakan suatu kebutuhan universal untuk menjaga dan meningkatkan eksistensi diri, kesehatan, dan kesejahteraan hidup. Pasien DM tipe dua yang mejalani perawatan dirumah sakit sering mengalami stress fisik maupun psikologis akibatnya dapat memicu meningkatnya kadar glukosa darah. Oleh karena itu selain memberikan terapi kolaboratif, perawat jugaa membantu pasien mencapai kemampuan dalam mengontrol kadar glukosa darahnya melalui latihan relaksasi otot progresif. 43 E. Kerangka Teori Penelitian Sumber : (kombinasi dari Black & Haws (2009); Riyadi & Sukarmin (2008); Snyder & Lindquist (2002), dalam Mashudi, 2011) Dabetes Melitus ↓ambilan glukosa oleh sel ↑kadar glukosa darah Komplikasi akut Hiperglikemia, hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, sindrom HHNK Komplikasi kronis makrovaskuler mikrovaskuler Kaki diabetik, PJK, Stroke Retinopati, Nefropati neuropati Stress dan kecemasan Latihan relaksasi otot progresif Kesembangan tubuh Umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, lama menderita DMT2 homeostasis TD normal Hemodinamik stabil KGD normal 44 BAB III METODE PENYUSUNAN APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset Subjek Aplikasi Pemberian relaksasi otot progresif ini adalah pasien DM tipe dua yang mengalami stress psikologis B. Tempat dan Waktu Tempat yang digunakan adalah bangsal mawar RSUD Wonogiri taggal 04 Januari 2014. C. Prosedur Tindakan Berikut langkah-langkah relaksasi otot progresif menurut Alim (2010) yaitu : 1. Persiapan pasien a. Identifikasi tingkat cemas klien, daerah nyeri, tingkat nyeri, dan kekakuan otot b. Kaji kesiapan pasien dan perasaan pasien c. Berikan penjelasan tentang relaksasi otot progrsif dan inform consent 44 45 2. Persiapan Alat dan Ruangan a. Ciptakan atau modifikasikan agar ruangan sejuk dan tidak gaduh b. Sediakan tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks, yaitu ada penopang untuk kaki dan bahu 3. Tindakan a. Jelaskan tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan b. Berikan posisi nyaman c. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi nyaman tersebut d. Anjurkan pasien untuk berbaring atau duduk bersandar (ada sandaran untuk kaki dan bahu) e. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan caara menggenggam tangan kiri sambil membuat suau kepalan. Pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan rileks selama kurang lebih 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali sehingga klien dapat membedakan perbedan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan. 46 f. Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang, gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua tangan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit. Dilakukan penegangan kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan dan rasakan perbedaan antara ketegaangaan otot dan keeadan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali. g. Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua telapak ke pundak sehingga otot-otot bisep menjadi tegang. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegagan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 47 h. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan dengan cara mengangkat keedua bahu setinggitingginya seakan akan menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. i. Gerakan kelima sampai delapan adalah gerakan yang ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah yang dilatih 48 adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa ada kulit keriput, mata dalam keadaaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. j. Gerakan keenam ditujukan untuk megendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan geraakan mata. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 49 k. Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. l. Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga aakan dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Rasakan ketegangaan otot-otot sekitar mulut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 50 m. Gerakan kesembilan ditunjukan untuk merilekskan otot-otot leher bagiaan belakang. Pasien dipandu meletakaan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. n. Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 51 o. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi ini dipertahankan selama kurang lebih 8 detik, kemudin rileks. Pada saat rileks,letakan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otot-otot punggung selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. p. Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan 52 udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun keperut. Pada saat tegangan dilepas, pasien dapat bernafas normal dengan lega. Lakukan penegangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. q. Gerakan ketiga belas dilakukan untuk melatih otot-otot perut. Tarik nafas kuat-kuat perut kedalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan keras. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 53 r. Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. s. Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis, luruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Geraakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, 54 lakukan peregangan otot kurang lebih 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan anatara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. 4. Lakukan Evaluasi a. Identifikasi tingkat stress setelah dilakukan intervensi relaksasi otot progesif b. Identifikasi kadar gula darah setelah dilakukan intervensi relaksasi otot progesif c. Identifikasi daerah otot – otot yang terasa tegang 5. Bereskan Pasien a. Kembalikan pasien pada posisi yang diinginkan D. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tidakan Berdasarkan Riset Instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan alat ukur DDS (Diabetes Distress Scale) dari Fisher, 2012. Alat ukur ini berupa kuisoner 55 yang berisikan 17 pertanyaan yang menunjukan penilaian berupa daftar yang di berikan ntuk mengindikasi derajat pada setiap item yang mungkin mengganggu dalam hidup. TIDAK jika item tersebut memang benar adanya. Jika anda merasakan bahwa item tersebut tidak mengganggu atau jadi masalah untuk anda, pilih 1, jika sangat mmengganggu maka pilihlah 6. Office Not Problems a Moderate Problem Problem 1. Feeling that diabetes is taking up too much 1 Serious Use Problem Only 2 3 4 5 6 [A] 2 3 4 5 6 [B] 2 3 4 5 6 [A] 2 3 4 5 6 [B] 2 3 4 5 6 [C] 2 3 4 5 6 [C] of my mental and physical energy every day. 2. Feeling that my doctor doesn’t know 1 enough about diabetes and diabetes care. 3. Feeling angry, scared and/or depressed 1 when I think about living with diabetes. 4. Feeling that my doctor doesn’t give me 1 clear enough directions on how to man- age my diabetes. 5. Feeling that I am not testing my blood 1 sugars frequently enough. 6. Feeling that I am often failing with my 1 56 Office Not Problems a Moderate Problem Problem Serious Use Problem Only diabetes regimen. 7. Feeling that friends or family are not 1 2 3 4 5 6 [D] 1 2 3 4 5 6 [A] 9. Feeling that my doctor doesn’t take my 1 2 3 4 5 6 [B] 2 3 4 5 6 [C] 2 3 4 5 6 [A] 2 3 4 5 6 [C] 2 3 4 5 6 [D] supportive enough of my self-care efforts (eg planning activities that conflict with my schedule, encouraging me to eat the “wrong” foods). 8. Feeling that diabetes controls my life. concerns seriously enough. 10. Not feeling confident in my day-to-day 1 ability to manage diabetes. 11. Feeling that I will end up with serious 1 long-term complications, no matter what I do. 12. Feeling that I am not sticking closely 1 enough to a good meal plan. 13. Feeling that friends or family don’t 1 appreciate how difficult living with diabetes 57 Office Not Problems a Moderate Problem Problem Serious Use Problem Only can be. 14. Feeling overwhelmed by the demands of 1 2 3 4 5 6 [A] 2 3 4 5 6 [B] 2 3 4 5 6 [C] 2 3 4 5 6 [D] living with diabetes. 15. Feeling that I don’t have a doctor who I 1 can see regularly about my diabetes. 16. Not feeling motivated to keep up my 1 diabetes self-management. 17. Feeling that friends or family don’t give 1 me the emotional support that I would like. Tingkat mengukur Diabetes Distress tersebut menurut Fisher, 2012: 1. Sedikit atau tidak ada tekanan <2 2. Sedang distress 2 – 2,9 3. Distress tinggi ≥ 3 Regimen terkait Distress: Sebuah sum dari 6 item dibagi dengan 17 (jumlah pertanyaan). Pengukuran dilakukan pada hari ke – 1 dan ke – 6 pada pasien dengan stress psikologis pada DM tipe dua di Rumah Sakit. 58 BAB IV LAPORAN KASUS Asuhan keperawatan pada Ny.L dengan diabetes melitus yang mengalami stress psikologis. Laporan kasus meliputi pengkajian, perumusan masalah, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 4 januari 2016 Pukul 10.20 WIB di bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Soediran Mangunsumarso Wonogiri di dapatkan data secara alloanamnese dan autoanamnese. Data yang didapatkan pasien bernama Ny.L bermur 32 tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta, alamat Puncol, Tempursari, Sidoarjo. Diagnosa medis diabetes melitus, nomor registrasi 317054. Penanggung jawab pasien adalah Tn.S yang berumur 40 tahun, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta, alamat Puncol, tempursari, Sidoarjo. Pasien masuk di Rumah Sakit pada tanggal 29 Desember 2015, keluhan utama saat pasien masuk yaitu pasien merasa nyeri pada antara ibu jari dan telunjuk kanan. Riwayat penyakit sekarang yaitu pasien mengatakan badan terasa lemas dan lemah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (25 Desember 2015) serta terdapat luka kemerahan dan kulit sedikit mengelupas dan sedikit gatal dan panas serta sedikit bengkak. Luka sekitar panjang 3 cm dan lebar 2 cm pada antara ibu jari dan jari telunjuk kanan dan terasa nyeri. 58 59 Pada tanggal 29 Desember pasien datang ke Poli penyakit dalam RSUD Wonogiri dan didapati vital sign pasien TD = 123/78 mmHg, N = 99 kali/menit, RR = 18 kali/menit, S = 35,5 ‘C dan GDS = 317 mg/dL, dari poli dianjurkan pasien untuk menjalani rawat inap, sampai di bangsal teratai dilakukan pemeriksaan dan didapati diagnosa diabetes melitus. Vital sign pasien TD = 121/73 mmHg, N = 99 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,7 ‘C. Tanggal 4 januari 2016 dilakukan pengkajian dan pasien masih mengeluh badan lemas serta terdapat kemerahan diantara ibu jari dan telunjuk kanan yang sedikit mengelupas terasa sedikit gatal, panas dan nyeri. Vital sign saat dilakukan pengkajian TD = 115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C dan GDS pasien pukul 10.00 = 237 mg/dL. Lama keluhan yaitu sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (25 Desember 2015), serta timbul keluhan yaitu pasien mengatakan terdapat kemerahan diantara jari telunjuk dan ibu jari kanan serta sedikit mengelupas dan sedikit gatal dan panas serta merasa nyeri. P : Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut R : pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan S : pasien mengatakan skala nyeri 4, T : pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Faktor pencetus yaitu DM tipe 2, faktor yang memperberat yaitu pasien mengatakan sering mengkonsumsi minuman es sirup serta pola makan yang tidak sesuai dengan diet walaupun sudah diingatkan, upaya yang dilakukan 60 untuk mengatasinya yaitu jika dia merasa lemas dan buang air kecil berlebih maka pasien akan segera cek ke dokter untuk cek GDS. Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan saat masih anak-anak pasien mengatakan pernah demam typhoid saat usia 8 tahun, dan pasien mengatakan tidak pernah kecelakaan. Pasien mengatakan pada tahun 2010 pernah dirawat di RSUD wonogiri dengan DM namun belum timbul kemerahan/ lesi dikulit dan dirawat selama 11 hari. Pada tahun 2011 pasien pernah dirawat di RSUD wonogiri dengan DM dan belum timbul kemerahan dikulit, pasien pernah dirawat selama 1 minggu (7 hari). Pasien mengatakan belum pernah dioperasi sebelumnya, dan pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi seperti makanan, minuman, dingin, serta obatobatan. Pasien mengatakan tidak ingat kapan terakir kali diberikankan imunisasi dan imunisasi apa. Kebiasaan pasien yaitu pasien mengatakan dia bekerja sebagai penjual nasi dari pukul 07.00-12.00, setelah itu pasien melakukan aktivitas dirumah seperti membersihkan rumah dan memasak. Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, HIV, hepatitis, dan hipertensi, namun pasien mempunyai riwayat penyakit menurun yaitu DM dan kakak pasien yang pertama juga terkena DM. 61 Genogram: Keterangan : : Laki-laki : Tinggal serumah : Menikah : Perempuan : Meninggal : Pasien : Mempunyai riwayat sakit DM : Mempunyai riwayat sakit DM 62 Hasil genogram didapatkan Ny.L adalah anak ke 4 dari 4 saudara kandung, sedangkan suaminya Tn.S adalah anak kedua dari 4 saudara kandung. Tn.S menikah dngan Ny.L dan mempunyai 3 orang anak, dan ketiganya belum menikah, serta anak pertama Ny.L tidak tinggal serumah karena sedang bekerja diluar negeri. Ny.L mempunyai penyakit DM yang sama dengan saudara Ny.L yaitu kakak pertama dari Ny.L. Hasil dari riwayat kesehatan lingkungan yaitu pasien mnegatakan tinggal dilingkungan yang jauh dari kota (sekitar 7 km dari kota). Pasien tinggal dilingkungan yang masih asri dan masyarakat yang saling menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Hasil dari pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan yaitu pasien mengatakan jika terdapat anggota keluarga yang sakit, pasien akan langsung membawanya ke pusat pelayanan kesehatan terdekat. Hasil dari pola nutrisi dan metabolisme tubuh didapatkkan untuk pola makan sebelum sakit 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur, dan buah 1 porsi habis serta tidak ada keluhan, dan selama sakit pasien makan 3x sehari dengan diet DM 1700kal 1 porsi habis serta tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, pasien tidak menjalankan diet yang sudah diberikankan walau sudah dianjurkan serta tidak menjalankan GDS rutin satu bulan sekali. Hasil untuk pola minum sebelum sakit pasien minum kira-kira sekitar 1300 cc dengan es teh, es sirup, dan air putih, 1 gelas habis dan tidak ada keluhan. Pola minum selama sakit pasien minum sekitar 700 cc 63 perhari dengan air putih dan teh tawar, 1 gelas tidak habis dan tidak ada keluhan. Hasil pengkajian pola eliminasi, diperoleh BAK dan BAB. Pada pola BAK didapatkan pasien mengatakan sebelum sakit frekuansi BAK 8-10 kali dalam sehari dengan jumlah urin kira-kira 1300 cc berwarna kuning dan tidak ada keluhan, selama sakit frekuensi BAK 7-9 kali dalam sehari dengan jumlah urin sekitar 1200 cc berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Eliminasi BAB pasien mengatakan sebelum sakit frekuensi BAB 1 kali dalam sehari dengan konsistensi lunak berbentuk dan berwarna kuning serta tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan BAB frekuensi 1 kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk, berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Balance cairan diperoleh pada intake terdapat minum 700cc, makan 300cc, injeksi 38 cc, dan infus 1400cc mendapatkan total 2438cc. Output terdapat urin 1200cc, feses 150cc dan IWL 750 cc (15 x BB (52)) dengan total 2100cc. Analisa didapatkan Intake-Output yaitu 2438-2100 memperoleh hasil +338cc. Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan sebelum sakit dapat makan/minum, melakukan aktivitas berpindah, secara berpakaian, mandiri mobilitas seperti: toileting, ditempat tidur, ambulasi/ROM. Selama pasien sakit, akitivas seperti toileting, berpakaian, ambulasi/ROM dibantu oleh suaminya, dan untuk makan/minum, berpindah, dan mobilisasi ditempat tidur masih bisa dilakukan secara mandiri. Hasil pengkajian pola istirahat tidur didapatkan pada saat sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari tidur rata-rata selama 7-8 jam dan tidur siang 64 sekitar 2 jam, tidak menggunakan pengantar tidur, tidak ada gangguan tidur. Pada selama sakit didapatkan hasil pengkajian, pasien mengatakan tidur malam sekitar 6-8 jam. Tidur siang sekitar 2-4 jam, tidak ada gangguan tidur. Hasil pengkajian pola kognitif-perseptual didapatkan data sebelum sakit dan selama sakit. Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada gangguan dalam hal penglihatan maupun alat indra lainnya. Selama sakit pasien dapat melihat dan berbicara dengan baik dan pasien mengeluh merasakan nyeri. P :pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Hasil pengkajan pola persepsi konsep diri didaptkan pasien mengatakan sebelum sakit harga diri pasien, pasien mengatakan sudah melakukan yang terbaik dan merasa berharga berada dilingkungan yang disayangi, pada gambaran diri pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya, pada ideal diri pasien mengatakan ingin menjadi ibu yang baik bagi keluarganya, pada identitas diri pasien mengatakan sebagai seorang ibu bagi anaknya yang bekerja sebagai wiraswasta, pada peran diri pasien mengatakan menyayangi seluruh anggota keluarganya dan mensyukurinya. Selama sakit pasien mengatakan harga dirinya merasa berharga karena dijenguk oleh anggota keluarga dan tetangganya dirumah sakit, pada gambaran diri pasien mengatakan merasa minder karena penyakitnya, pada ideal diri pasien mengatakan ingin cepat pulih dan merasa mengalami emosi yang labil seperti 65 saat sendiri merasa peningkatan marah dan tertekan karena berfikir tentang Penyakitnya apakah akan membaik atau justru sebaliknya. Pasien mengatakan tidak sabar ingin pulang dan merasa tegang, pada identitas diri pasien mengatakan bahwa dia adalah seorang ibu yang suka bekerja keras, pada peran diri pasien mengatakan dia sebagai seorang istri dan ibu bagi keluarganya dan dia sedang menjalani perawatan di rumah sakit karena DM Hasil pengkajian pola hubungan peran pada saat sebelum sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya berjalan harmonis dan selama sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarga tetap berjalan harmonis serta dengan tim medis dan tenaga kesehatan yang lain berjalan baik. Hasil pengkajian pola seksualitas reproduksi didapatkan hasil pasien mengatakan berjenis kelamin perempuan berusia 32 tahun dan mempunyai suami serta 3 orang anak. Hasil pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil, pasien mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia selalu bercerita dengan keluarganya, dan selama sakit pasien mengatakan dengan kejadian ini dia merasa emosinya mudah berubah seperti marah yang meningkat terlebih saat dia sedang berfikir tentang penyakitnya. Pasien terlihat tegang dan pasien mengatakan tidak sabar ingin cepat smbuh agar bisa beraktivitas seperti biasanya. Pasien mengatakan dia mencemaskan keadaannya apakah akan membaik atau justru semakin memburuk dan merasa penyakitnya menekan hidupnya. Hasil pengkajian pola nilai dan keyakinan didapatkan pada saat sebelum sakit pasien mengatakan taat sholat 5 waktu dalam sehari dan selama 66 sakit pasien mengatakan taat sholat 5 waktu dalam sehari walaupun dalam keadaan sakit. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data kesadaran pasien composmentis, GCS E4,M6,V5, tekanan darah: 115/70 mmHg, suhu: 36,5, nadi dengan frekuensi: 91 kali/menit, irama: reguler, kekuatan/isinya kuat. Pernafasan dengan frekuensi: 22 kali/menit dan berikanama reguler. Kulit kepala pasien tampak bersih, tidak berketombe dan tidak ada luka, rambut: bersih, sedikit keriting, warna hitam, hitam, bentuk kepala mesocepal. Pemeriksaan mata pasien didapatkan palpebra tidak udem, konjungtiva ka/ki tidak anemis, warna merah muda, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, warna putih, pupil isokor ka/ki, diameter ka/ki 2 cm, reflek cahaya ka/ki pupil mengecil saat didekati cahaya dan membesar saat cahaya menjauh, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada jejas, mulut simetris, bersih, tidak ada sariawan, bibir sedikit kering, telinga simetris, dan telinga bersih tidak ada secret dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Gigi bersih tidak ada caries, leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk. Hasil pemeriksaan paru-paru didapatkan data inspeksi pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi vokal premitus kanan dan kiri sama, perkusi bunyinya sonor kanan dan kiri, dan aulkultasi suara vasikuler dan irama teratur. Hasil pemeriksaan jantung didapatkan data inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis terasa di ics 5, perkusi pekak, aulkultasi bunyi jantung 1 dan 2 sama, tidak ada suara tambahan. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan data hasil inspeksi perut simetris, tidak ada jejas, 67 terdapat umbilicus, aulkultasi terdengar bising usus normal 14 x/menit, perkusi timpani kuadran II, III, IV, dan pekak di kuadran I, dan palpasi tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran. Hasil pemeriksaan genetalia pasien bersih, tidak terpasang DC, rectum bersih, tidak ada hemoroid. Hasil pemeriksaan pada ekstremitas atas didapatkan hasil kekuatan otot kanan dan kiri normal skala 5 ka/ki, rom kanan kiri normal skala 5 ka/ki, tidak ada perubahan bentuk tulang , perabaan akral hangat, capilari refile ka/ki 2 detik/kurang 2 detik. Tampak terdapat kemerahan diantara jari telunjuk dan ibu jari kanan serta tampak sedikit bengkak dan kulit sedikit mengelupas serta nyeri saat jari digerakan. Hasil pemeriksaan ekstremitas bawah didapati hasil kekuatan otot kanan dan kiri normal dengan skala 5, rom kanan kiri normal skala 5, perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan akral hangat, capilari refile kurang dari 2 detik. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 30 Desember 2015 didapatkan hasil labolatorium WBL 14.1 k/UL (Normal 4.1-10.9), LYM 1.6 R2 9.1%L (Normal 0.6-4,1), MID 0.7 3,7%M (Normal 0.0-1.8), Grand 15.7 87.0% (Normal 2.0-17.8), RBC 4.82 M.UL (Normal 4.20-6.30), HGB 13.5 g/dL (Normal 12.0-18.0), HCT 40.5% (Normal 37.0-51.0), MCV 84.1 fL (Normal 80.0-97.0), MCHC 28.1 g/dL (Normal 31.0-36.0), RDW 33,3% (Normal 11.5-14.5), MCH 28.1 Rg (Normal 25.0-32.0), PLT 302 k/UL (Normal 140440), MDV 6.6 fl (Normal 0.0-99.8). pemeriksaan Glukosa suwaktu 245 mg/dL (Normal <170), ureum 27 (Normal 10-50), Creatinin 0.81 (Normal 0.6-1.1), total protein 8.50 g/dl (Normal 6.6-8.7), albumin 3.70 g/aL (Normal 68 3.5-5.0), SGOT 7 U/L (Normal <37), SGDT 13 U/L (Normal <42). Pemeriksaan gula darah puasa 225 mg/dL (Normal 76-120), gula 2 jam PP 265 (Normal <140). Terapi yang diberikankan pada tanggal 4 Januari 2016 kepada pasien adalah pemberikanan ranger laktat 500ml/20 tpm untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, injeksi cefoperazone 1gr/12 jam sebagai analgetik, gentamicyn 80 mg/12j sebagai analgetik, antalgin 1 amp/12J sebaga anti nyeri, ranitidin 25mg/8j sebagai obat untuk anti nyeri, sohobion 1amp/24j untuk memenuhi kebutuhan vitamin B complek, novorapid (10 unit pagi, 10 unit siang, dan 8 unit) pada malam hari untuk pengobatan DM, lantus 10 unit malam hari sebelum tidur untuk pengobatan pasien DM. Obat oral yang diperoleh dexanta 3 x 2 tablet untuk nyeri ulu hati dan ulkus peptikus, lansoperazole 1 x 1 tablet untuk tukak lambung dan refluks esofagus. B. Rumusan masalah keperawatan Perumusan masalah ditegakkan berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 4 Januari 2016 Pukul 10.30 dan didapatkan data dari data subyektif dan data obyektif. Data subyektif didapatkan pasien mengatakan merasa nyeri. P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Data objektif didapatkan data pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan 69 pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C, sehingga masalah keperawatan yang timbul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Data yang kedua didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan serta kelupasan di kulit pada antara jari telunjuk dan ibu jari sebelah kanan. Data obyektif didapatkan hasil tampak terdapat kemerahan pada antara ibu jari dan jari telunjuk kanan dan sedikit kelupasan kulit, luka kemerahan panjang 3 cm dan lebar 2 cm, terlihat sedikit bengkak. Sehingga diambil masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolisme. Data yang ketiga didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan tidak rutin kontrol GDS rutin ke dokter satu bulan sekali serta tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikankan diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaanya sekarang. Data obyektif didapatkan hasil tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak melaksanakan dietnya, GDS : 237 mg/dL, sehingga didapatkan masalah defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar. Data yang keempat didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan kulit sedikit mengelupas serta sedikit bengkak pada antara jari telunjuk dan ibu jari, terasa sedikit panas dan gatal. Data obyektif terlihat adanya kemerahan dan sedikit mengelupas serta sedikit bengkak pada 70 antara jari telunjuk dan ibu jari pada tangan kanan. leukosit : 14.1. sehingga diambil masalah infeksi berhubungan dengan diabetes melitus Data yang kelima didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaanya akan membaik atau sebaliknya. Data obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaanya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42. Nilai : 42 : 17 = 2,47 (stress sedang), sehingga didapatkan masalah stress berhubungan dengan penyakit kronis Prioritas diagnosa keperawatan adalah 1. nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis 2. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi 3. defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar 4. stress berhubungan dengan penyakit kronis 5. resiko infeksi berhubungan dengan diabetes melitus. C. Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan nyeri berkurang dengan skala 1, ekspresi wajah klien tampak tidak menahan nyeri, pasien mampu mengontrol nyeri (tindakan 71 non farmakologi seperti relaksasi nafas dalam), TTV pasien tetap dalam keadaan stabil. Rencana tindakan dalam mengatasi masalah keperawatan tersebut adalah O : Kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, Pantau TTV pasien untuk mengetahui keadaan umum dan status nyeri pasien, berikankan posisi yang nyaman untuk mengurangi rasa nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengontrol nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri dengan tindakan farmakologi. Masalah keperawatan yang kedua adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu menjaga kebersihan kulitnya, tidak terdapat lesi atau kemerahan pada kulit, integritas kulit mampu dipertahankan (sensasi, temperatur, pigmentasi). Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi untuk mengetahui adanya tanda infeksi pada kulit, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya untuk mencegah terjadinya infeksi silang, bersihkan dan pantau proses penyembuhan untuk menjaga kebersihan kulit, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik untuk memberikan kenyamanan dan kebersihan pada kulit. Masalah keperawatan yang ketiga adalah defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya minat dalam belajar, penulis mempunyai 72 tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan defisiensi pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar, pasien dan keluarga mengatakan paham mengenai penyakit dan kondisi pasien, pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan oleh perawat. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakitnya, berikankan pendidikan kesehatan pada pasien tentang penyakitnya agar pasien dapat mengetahui tentang penyakit yang sedang dialaminya, kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan agar keluarga mampu untuk memberikan suport maksimal apabila mengetahui tentang keadaan pasien, berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per hari) agar pasien mengetahui tentang kemajuan tingkat kesehatan yang dialaminya selama proses perawatan. Masalah keperawatan yang keempat adalah stress berhubungan dengan penyakit kronis, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan stress dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan peningkatan perasaan kenyamanan, ekspresi wajah pasien tampak tidak tegang, pasien mengungkapkan stress sudah berkurang, skala stress berkurang menjadi kurang dari 2 bahkan tidak ada. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah 73 dengan mengkaji tingkat stress pada pasien untuk mengetahui skala stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif untuk meredakan stress, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar untuk menurunkan rasa marah dan emosi yang labil, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental untuk membantu keluarga terlibat dalam mensuport dan memberikan ketenangan pikiran pada pasien. Masalah keperawatan yang kelima adalah resiko infeksi berhubungan dengan diabetes melitus, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, pasien mampu untuk mencegah timbulnya infeksi, pasien mampu untuk menunjukan perilaku hidup sehat. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan observasi tanda dan gejala infeksi untuk mengetahui adanya tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas untuk mengetahui keadaan kulit terhadap tingkat infeksi, pertahankan teknik aseptik untuk mencegah timbulnya infeksi silang kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi mencegah timbulnya infeksi silang, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik untuk menjaga kelembapan kulit. D. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari senin, 4 Januari 2016 yaitu pukul 10.10 WIB adalah mengkaji keluhan utama dan status nyeri pasien dan memantau ttv pasien, didapatkan data subyektif P: Pasien 74 mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul dan data obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign: TD = 115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C. Pukul 10.20 dilakukan tindakan memonitor kulit akan adanya tanda infeksi dan menginspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, didapatkan data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa sedikit gatal dan panas dan data obyektif didapatkan tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Pukul 10.30 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan didapatkan data ssubyektif pasien mengatakan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaanya akan membaik atau sebaliknya, serta didapatkan data obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaanya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42. Nilai : 42 : 17 = 2,47 (stress sedang). Pukul 10.45 dilakukan tindakan memberikan informasi pada pasien mengenai penyakitnya 75 dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diberikankan informasi serta didapatkan data obyektif tampak GDS pasien 237 mg/dL. Pukul 10.50 dilakukan tindakan mengkaji tingkat pengetahuan pada pasien mengenai penyakitnya dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan tidak rutin kontrol GDS rutin ke dokter satu bulan sekali serta tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikankan diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaanya sekarang serta didapatkan data obyektif tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak melaksanakan dietnya. Pukul 11.20 dilakukan tindakan memberikankan posisi yang nyaman dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan nyaman dengan posisi setengah duduk dengan tangan kanan diatas bantal serta didapatkan data obyektif tampak pasien nyaman dengan posisi setengah duduk. Pukul 11.30 dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan merasa lebih nyaman setelah diberikankan relaksasi serta data obyektif diperoleh pasien tampak kooperatif dalam melakukan relaksasi nafas dalam. Pukul 12.40 dilakukan tindakan memberikankan pendidikan kesehatan pada klien mengenai penyakitnya dan diperoleh data subyektif pasien mnegatakan memahami tentang materi pendidikan kesehatan terkait penyakitnya dan berkata sudah menyesal melanggar dietnya serta data obyektif tampak pasien kooperatif dan memahami materi pendidikan kesehatan. Pukul 13.40 dilakukan tindakan 76 mengkolaborasikan dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan dan diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan mengerti dan paham mengenai pendidikan kesehatan tentang DM serta data obyektif keluarga pasien mampu mengulangi materi pendidikan kesehatan dengan baik. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari selasa tanggal 5 Januari Pukul 07.15 WIB dilakukan tindakan mengkaji keluhan utama dan status nyeri pasien dan memantau ttv pasien dan diperoleh data subyektif P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul serta data obyektif diperoleh pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 110/71 mmHg, N = 90 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 35,7 ‘C. Pukul 07.30 dilakukan tindakan memonitor kulit akan adanya tanda infeksi pada mukosa seperti kemerahan, panas dan di dapatkan data subyektif pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, dan bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa gatal yang samar samar dan sedikit panas serta data obyektif diperoleh tampak sedikit bengkak yang berkurang dari pada disaat tanggal 4 januari 2016, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. 77 Pukul 07.50 dilakukan tindakan memberikankan pendidikan kesehatan pada pasien mengenai penyakitnya dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan paham serta menyesal tidak patuh terhadap diet/pola makan yang sudah diberikankan serta mendapat data obyektif pasien tampak kooperatif serta memahami materi pendidikan kesehatan. Pukul 08.20 dilakukan tindakan memberikankan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaanya dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan merasa lega karena dapat mengetahui akibat dari kecerobohanya namun disisi lain pasien mnyesal karena tidak patuh diet dan diperoleh data obyektif tampak pasien mulai tumbuh kemauan yang kuat untuk diet taat dan tidak lagi ceroboh dalam mengkonsumsi makanan. GDS: 225 mg/dl. Pukul 08.35 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan dan diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan paham tentang materi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan, serta data obyektif tampak keluarga pasien mengikuti pendidikan kesehatan dengan kooperatif. Pukul 08.45 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diproleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya serta data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak tegang. Score DDS adalah 42, nilai akhir = 2,47(stress sedang). 78 Pukul 09.00 dilakukan tindakan memberikankan teknik relaksasi otot progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah berelaksasi serta data obyektif pasien tampak kooperatif dan ekspresi wajah temapk lebih nyaman. Pukul 09.50 dilakukan tindakan Mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik (cefoperazole, antalgin, gentamicyn) dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diberikankan injeksi antibiotik melalui selang infus serta diperoleh data obyektif obat sudah masuk melalui selang infus, tidak ada tahanan, tidak ada alergi. Pukul 10.15 dilakukan tindakan mengajarkan pada pasien cara mengungkapkan emosi yang baik dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan perasaan menjadi lebih lega setelah berbagi kesedihan yang dialami serta daa obyektif pasien tampak kooperatif dan terbuka untuk mengungkapkan emosi yang baik. Pukul 10.35 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga dalam pemberikanan suport mental dan diperoleh data keluarga pasien mengatakan akan selalu mensuport pasien agar cepat membaik dan data obyektif keluarga tampak antusias memberikan suport pada pasien. Pukul 10.55 dilakuan tindakan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik (Nacl) dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan bersedia diberikankan antiseptik dan diperoeh data obyektif tampak diberikankan antiseptik Nacl pada kulit pasien. Pukul 11.15 dilakukan tidakan membersihkan dan memantau proses penyembuhan dan diperoleh 79 data subyektif pasien mengatakan terasa lebih nyaman setelah kulit dibersihkan dan data obyektif terlihat kemerahan dikulit dan bengkak mereda masih terdapat sedikit kelupasan kulit. Pukul 12.10 dilakukan tindakan menganjurkan pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit diperoleh data subyektif pasien mengatakan mengerti dan mau menjaga kebersihan kulitnya dan data obyektif diperoleh pasien tampak mengerti dan mau untuk menjaga kebersihan kulitnya. Pukul 12.40 dilakukan tindakan mempertahankan teknik aseptik dan diperoleh data pasien mengatakan akan menjaga kebersihan kulitnya seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas serta data obyektif tampak pasien kooperatif menjaga kebersihan. Pukul 13.00 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga cara pencegahan infeksi dan diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan paham dengan pencegahan infeksi serta data obyektif tampak keluarga pasien kooperatif dalam pencegahan infeksi. Pukul 13.10 dilakukan tindakan memberikankan terapi relaksasi otot progresif dan diperoleh hasil pasien mengatakan setelah direlaksasi pikiran menjadi lebih rileks serta data obyektif tampak pasien lebih nyaman setelah direlaksasi. Pukul 13.35 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diperoleh data pasien mengatakan ingin cepat pulang dan masih merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya 80 dan data obyekktif pasien tampak masih gelisah, tampak tegang. Score DDS yang diperoleh adalah 34. Nilai : 34 : 17 = 2(stress sedang). Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari rabu, 6 Januari 2016 pukul 07.15 dilakukan tindakan mengkaji keluhan utama dan status nyeri pasien dan memantau ttv pasien dan diperoleh data subyektif P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa ditusuk – tusuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 3, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, data obyektif diperoleh pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 110/70 mmHg, N = 92 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 35,6 ‘C. Pukul 07.40 dilakukan memberikankan informasi pada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan dia merasa lega mengetahui kondisi luka berkurang kelupasanya, bengkak sudah samar, gatal berkurang dan pasien mengatakan akan taat diet, data obyektif diperoleh masih tampak kemerahan di antara ibu jari dan telunjuk kanan pasien bengkak samar dan kelupasan berkurang. Pukul 08.45 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan 81 tentang penyakitnya, data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 34, nilai : 34 : 17 = 2 (stress sedang). Pukul 09.00 dilakukan tidakan memberikankan teknik relaksasi otot progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah berelaksasi, data obyektif diperoleh pasien tampak kooperatif dan ekspresi wajah temapk lebih nyaman. Pukul 09.50 dilakukan tindakan Mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik (cefoperazole, antalgin, gentamicyn) dan diproleh data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diberikankan injeksi antibiotik melalui selang infus, data obyektif diperoleh obat sudah masuk melalui selang infus. Tidak ada tahanan, tidak ada alergi. Pukul 10.15 dilakukan tindakan mengajarkan pada pasien cara mengungkapkan emosi yang baik dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan perasaan menjadi lebih lega setelah belajar cara mengungkapkan emosi yang baik, data obyektif didapatkan pasien tampak kooperatif dan terbuka untuk mengungkapkan emosi yang baik. Pukul 10.35 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga dalam pemberikanan suport mental dan diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu mensuport pasien agar cepat membaik, data obyektif didapatkan keluarga tampak antusias memberikan suport pada pasien. Pukul 10.40 dilakukan tindakan memberikankan posisi yang nyaman dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk, data obyektif didapatkan tampak pasien ekspresi 82 nyaman dengan posisi setengah duduk. Pukul 10.55 dlakukan tindakan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik (Nacl) dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan bersedia diberikankan antiseptik, data obyektif didapatkan tampak diberikankan antiseptik Nacl pada kulit pasien. Pukul 11.15 dilakukan tindakan membersihkan dan memantau proses penyembuhan dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan terasa lebih nyaman setelah kulit dibersihkan, data obyektif didapatkan terlihat kemerahan dikulit dan bengkak mereda masih terdapat sedikit kelupasan kulit. Pukul 12.10 dilakukan tindakan menganjurkan pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan mengerti dan mau menjaga kebersihan kulitnya, dan data obyektif diperoleh pasien tampak mengerti dan mau untuk menjaga kebersihan kulitnya. Pukul 12.40 dilakukan tindakan mempertahankan teknik aseptik dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan akan menjaga kebersihan kulitnya seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas, data obyektif diperoleh tampak pasien kooperatif menjaga kebersihan. Pukul 13.00 dilakuakn tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga cara pencegahan infeksi dan diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan paham dengan pencegahan infeksi, dan data obyektif didapatkan tampak keluarga pasien kooperatif dalam pencegahan infeksi. Pukul 13.10 dilakukan tindakan memberikankan terapi relaksasi otot progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan setelah direlaksasi pikiran 83 menjadi lebih rileks, dan diperoleh data obyektif tampak pasien lebih nyaman setelah direlaksasi. Pukul 13.35 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet namun pasien masih mencemaskan tentang penyakitnya saat berfikir tentang Penyakitnya dan data obyektif diperoleh pasien tampak masih gelisah, tampak agak tegang. Dan mulai tumbuh rasa untuk patuh diet secara teratur. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76. Nilai akhir = 1,76(stress ringan) Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kamis, 7 Januari 2016 pukul 07.15 adalah mengkaji keluhan utama dan status nyeri pasien dan memantau ttv pasien diperoleh data subyektif P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, data obyktif diperoleh pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan.Vital sign : TD = 115/72 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,6 ‘C. Pukul 07.40 dilakukan tindakan Mengobservasi kulit akan adanya tanda infeksi pada mukosa seperti kemerahan, panas dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta rasa gatal dan panas sudah tidak terasa dan bengkak sudah 84 mereda, data obyektif diperoleh tampak bengkak sudah mereda, namun masih terdapat kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Pukul 08.10 dilakukan tindakan memberikankan informasi pada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan dia merasa lega mengetahui kondisi luka berkurang kelupasanya, bengkak sudah mereda, gatal dan panas sudah tidak terasa. Karena khawatir dengan penyakitnya maka pasien akan teratur menjalani diet yang dianjurkan oleh dokter, data obyektif diperoleh masih tampak kemerahan di antara ibu jari dan telunjuk kanan pasien bengkak mereda dan kelupasan berkurang, Pasien kooperatif untuk taat diet.GDS = 157 mg/al. Pukul 08.45 dilakukan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan semangat menjalankan diet agar Penyakitnya tidak semakin buruk, rasa emosi dan marah sudah menurun namun masih mencemaskan tentang Penyakitnya, data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah dan tegang sudah menurun. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76 (stress ringan). Pukul 09.00 dilakukan tindakan memberikankan teknik relaksasi otot progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah berelaksasi, data obyektif diperoleh pasien tampak kooperatif dan ekspresi wajah temapk lebih nyaman. Pukul 09.50 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik (cefotaxime, antalgin, gentamicyn) dan 85 diperoleh data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diberikankan injeksi antibiotik melalui selang infus, data obyektif diperoleh obat sudah masuk melalui selang infus, tidak ada tahanan, tidak ada alergi. Pukul 10.15 dilakukan tindakan mengajarkan pada pasien cara mengungkapkan emosi yang baik diperoleh data subyektif pasien mengatakan perasaan menjadi lebih lega setelah belajar cara mengungkapkan emosi yang baik, data obyektif diperoleh pasien tampak kooperatif dan terbuka untuk mengungkapkan emosi yang baik. Pukul 10.35 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga dalam pemberikanan suport mental diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu mensuport pasien agar cepat membaik, data obyektif diperoleh keluarga tampak antusias memberikan suport pada pasien. Pukul 10.40 dlakukan tindakan memberikankan posisi yang nyaman dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk, data obyektif diperoleh tampak pasien ekspresi nyaman dengan posisi setengah duduk. Pukul 10.55 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik (Nacl) dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan bersedia diberikankan antiseptik, data obyektif didapatkan tampak diberikankan antiseptik Nacl pada kulit pasien. Pukul 11.15 dilakukan tindakan membersihkan dan memantau proses penyembuhan dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan terasa lebih nyaman setelah kulit dibersihkan, data obyektif didapatkan terlihat kemerahan dikulit dan bengkak mereda masih terdapat sedikit kelupasan kulit, luka 86 terkompres nacl. Pukul 12.10 dilakuakan tindakan menganjurkan pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan mengerti dan mau menjaga kebersihan kulitnya, data obyektif ddapatkan pasien tampak mengerti dan mau untuk menjaga kebersihan kulitnya. Pukul 12.40 dilakukan tindakan mempertahankan teknik aseptik dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan akan menjaga kebersihan kulitnya seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas, data obyektif didapatkan tampak pasien kooperatif menjaga kebersihan. Pukul 13.00 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan keluarga cara pencegahan infeksi dan didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan paham dengan pencegahan infeksi, data obyektif didapatkan tampak keluarga pasien kooperatif dalam pencegahan infeksi. Pukul 13.10 dilakukan tindakan memberikankan terapi relaksasi otot progresif dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan setelah direlaksasi pikiran menjadi lebih rileks, data obyektif diperoleh tampak pasien lebih nyaman setelah direlaksasi. Pukul 13.35 dilakuakan tindakan mengkaji tingkat stress pada pasien dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet dan rasa cemas serta kegelisahan tentang penyakitnya sudah mulai turun, data obyektif diperoleh pasien tampak antusias untuk cepat sembuh serta ketegangan dan gelisah pada pasien sudah mulai turun. Score DDS adalah 26 : 17 = 1,53(stress ringan). 87 E. Evaluasi Hari senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut: data subyektif, P : Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T : pasien mengakatan nyeri hilang timbul, dan data obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C. Analisa yang dapat diambil masalah keperawatan pasien masih merasakan nyeri skala 4, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik. Pukul 14.05 didapatkkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Analisa data didapatkan masih terdapat kemerahan, bengkak serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan 88 dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik. Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan tidak rutinn kontrol GDS rutin ke dokter satu bulan sekali serta tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikankan diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaanya sekarang, data obyektif tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak melaksanakan dietnya. GDS : 237 mg/dL. Analisa data didapatkan pasien masih belum memahami akan pentingnya diet DM. masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya, berikan pendidikan kesehatan pada pasien tentang penyakitnya, kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan, berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per hari). Pukul 14.20 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaanya akan membaik atau sebaliknya, data obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaanya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42: 17 = 2,47(stress sedang). Analisa data didapatkan pasien masih gelisah, DDS = 2,47. Masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada pasien, berikankan 89 teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Pukul 14.25 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa sedikit gatal dan panas, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Analisa data didapatkan masih terdapat tanda infeksi (merah, bengkak, gatal, panas) masalah belum teratasi. intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokkter dalam pemberikanan anticeptik. Hari selasa tanggal 5 Januari 2016 pukul 14.00 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif P: Pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 110/71 mmHg, N = 90 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 35,7 ‘C. Analisa data didapatkan pasien mengatakan nyeri 90 masih terasa, skala nyeri 4, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik. Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Analisa data didapatkan masih terdapat kemerahan, bengkak serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik. Pukul 14.15 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan karena dia akhirnya mengetahui hasil dari perbuatanya maka pasien akan menaati diet yang sudah dianjurkan karena dia sudah menyesal tidak mematuhi diet, data obyektif tampak pasien kooperatif ingin melaksanakan diet dengan baik. Analisa data didapatkkan pasien memahami pentingnya diet dm bagi pasien dengan DM, masalah teratasi sebagian. Intervensi diprtahankan berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per hari). 91 Pukul 14.20 didapatkan evaluasi sebagai berikut: pasien mengatakan ingin cepat pulang dan masih merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya, data obyektif pasien tampak masih gelisah, tampak tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 34:17= 2 (stress sedang). Analisa data didapatkan pasien masih gelisah, DDS = 2, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Pukul 14.25 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta terkadang msih terasa sedikit gatal dan agak panas, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Analisa data didapatkan masih terdapat tanda infeksi (merah, bengkak, gatal, panas) masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik. Hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pukul 14.00 didapatkan evaluasi sebagai berikut: P: Pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, 92 Q: pasien mengatakan nyeri terasa ditusuk-tusuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 3, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 110/70 mmHg, N = 92 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,6 ‘C. Analisa data didapatkan pasien mengatakan nyeri masih terasa, skala nyeri 3, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan antibiotik. Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak bengkak samarsamar, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Analisa data diperoleh masih terdapat kemerahan, bengkak samar serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik. Pukul 14.15 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan akan menaati diet yang sudah dianjurkan secara rutin karena 93 tidak mau Penyakitnya semakin parah, data obyektif diperoleh tampak pasien sudah mengerti akan pentingnya patuh terhadap diet DM. Analisa data diperoleh pasien memahami pentingnya diet dm bagi pasien dengan DM, masalah teratasi sebagian. Intervensi dipertahankan berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per hari). Pukul 14.20 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet namun pasien masih mencemaskan tentang penyakitnya saat berfikir tentang Penyakitnya, data obyektif pasien tampak masih gelisah, tampak agak tegang dan mulai tumbuh rasa untuk patuh diet secara teratur. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76 (stress ringan). Analisa data didapatkan kegelisahan pada pasien mulai menurun, DDS = 1,76, masalah teratasi sebagian. Intervensi dilanjutkan intervensi kaji tingkat stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Pukul 14.25 didapatkan evaluasi sebaga berikut : data subyektif didapatkan pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta terkadang msih terasa sedikit gatal dan rasa panas terasa menurun, data obyektif tampak bengkak samar-samar, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan 94 lebar 2cm. Analisa data didapatkan masih terdapat tanda infeksi (merah, bengkak, gatal, panas) masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik. Hari kamis tanggal 7 Januari 2016 pukul 14.00 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif P: Pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 115/72 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,6 ‘C. Analisa data diperoleh pasien mengatakan nyeri masih terasa, skala nyeri 2, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Pukul 14.10 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak bengkak mereda, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Analisa data diperoleh masih terdapat kemerahan, bengkak 95 mereda serta kelupasan pada antara jari tangan dan ibu jari kanan, masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik. Pukul 14.15 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasein mengatakan merasa lega setelah mengetahui luka ditanganya mulai membaik, oleh karena itu pasien akan benar-benar menjaga pola makanya dan patuh diet agar sakitnya tidak semakin memburuk, data obyektif tampak pasien sudah mengerti akan pentingnya patuh terhadap diet DM dan pasien mau untuk patuh diet DM. GDS= 157 mg/al. Analisa data pasien memahami pentingnya diet dm bagi pasien dengan DM, masalah teratasi. Intervensi dipertahankan berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per hari). Pukul 14.20 diperoleh evaluasi sebagai berikut: ddata subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet dan rasa cemas serta kegelisahan tentang Penyakitnya sudsh mulai turun, data obyektif pasien tampak antusias untuk cepat sembuh serta ketegangan dan gelisah pada pasien sudah mulai turun. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 26 : 17 = 1,53(stress ringan). Analisa data diperoleh kegelisahan pada pasien mulai menurun, DDS = 1,53, masalah tertasi sebagian. Intervensi dipertahankan kaji tingkat stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara 96 mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Pukul 14.25 diperoleh evaluasi sebagai berikut: data subyektif pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, bengkak mereda diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta gatal dan panas sudah tidak terasa lagi, data obyektif tampak bengkak mereda, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Analisa data diperoleh masih terdapat merah dan sedikit kelupasan masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan anticeptik. 97 BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis membahas tentang aplikasi jurnal pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan stress psikologis dengan pasien DM tipe 2 pada Ny.L yang dilaksanakan 4 hari, mulai dari tanggal 4 Januari 2016 sampai 7 Januari 2016 di ruang Teratai di Rumah Sakit Umum Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Pembahasan melitputi: pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Ny.L dengan diabetes melitus di ruang Teratai Ruah Sakit Umum Daerah Wonogiri sesuai tahapan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta dilengkapi pembahasan dokumentasi keperawatan. A. Pengkajian Pengkajian terhadap Ny.L dengan diabetes melitus di ruang teratai RSUD kota Wonogiri menggunakan metode auotoanamnesa dan alloanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan gordon, pengkajian fisik, dan di dukung dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang. Metode dalam mengumpulkan data adalah observasi yaitu, dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah-masalah yang dialami klien. Data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien (Dermawan, 2012). 97 98 Pengkajian dilakukan pada pasien Ny.L pada tanggal 4 Januari 2016 dengan diagnosa medis diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2009). Keluhan umum yang dirasakan Ny.L adalah nyeri. Nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Associaton for Study of pain (IASP) dalam potter dan \perry (2005), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Data yang menudukung keluhan utama klien nyeri pada tangan yaitu pola kognitif dan perceptual dengan melakukan pengkajian nyeri menggunakan P, Q, R, S, T (Provoking, Quality, Region, Scale, Time) pasien mengatakan nyeri pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Penulis mengangkat skala nyeri 4 berdasarkan pengkajian dengan skala intensitas nyeri numerik yaitu antara 010 (Smeltzer & Bare, 2008). 99 Hasil pemeriksaan ekstremitas pada Ny.L terdapat luka pada bagian tangan kanan diantara ibu jari dan jari telunjuk, kekuatan otot kanan dan kiri normal skala 5 ka/ki, rom kanan kiri normal skala 5 ka/ki, tidak ada perubahan bentuk tulang, perbaan akral hangat, capilari refile ka/ki 2 detik/kurang 2 detik. Tampak terdapat kemerahan diantara jari telunjuk dan ibu jari kanan serta tampak sedikit bengkak dan kulit sedikit mengelupas serta nyeri saat jari digerakan. Berdasarkan data tersebut luka Ny.L termasuk dalam luka derajat 1 luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit (R. Sjamsuhudajat dan Wim De Jong, 2004). Hasil pengkajian pola nutrisi pada Ny.L ditemukan sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung gula dan pasien tidak menjalankan diet yang sudah diberikan. Pasien tidak begitu memahami akibat dari kelalaian menjalankan dietnya karena kurangnya informasi dan pendidikan mengenai pentingnya diet pada pasien diabetes melitus. Faktor yang dapat mempengaruhi dalam diabetes melitus diantaranya keturunan, nutrisi, kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan, obat-obatan yang merusak pankkreas, racun yang mempengaruhi pembentukan efek dari insulin, diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin (Pudiastuti, 2013). Pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil, pasien mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia selalu bercerita dengan 100 keluarganya, dan selama sakit pasien mengatakan dengan kejadian ini dia merasa emosinya mudah berubah seperti marah yang meningkat terlebih saat dia sedang berfikir tentang penyakitnya. Pasien terlihat tegang dan pasien mengatakan tidak sabar ingin cepat sembuh agar bisa beraktivitas seperti biasanya. Pasien mengatakan dia mencemaskan keadaannya apakah akan membaik atau justru semakin memburuk dan merasa DM menekan hidupnya. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, pasien mengalami stress psikologis. Stress adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stressor). Stress merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stress bagi seseorang belum tentu sama tanggapannnya bagi orang lain (Hartono, 2007). Pengkajian merupakan inti dari berfikir kritis dan pemecahan masalah klinik. Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif serta menginterprestasikan data, penulis melakukan analisa data dan mengelompokkan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian (Potter dan Perry, 2005). B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk menganalisanya. Alasan untuk merumuskan diagnosa keperawatan setelah menganalisis data pengkajian adalah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang melibatkan klien dan 101 keluarganya dan untuk memberikan arah asuhan keperawatan (Potter and Perry, 2005). 1. Diagnosa keperawatan utama yang diangkat oleh penulis dalam pengelolaan kasus Ny.L adalah nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International association for the study of pain), awalan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantispasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Herdman, 2012). Batasan karakteristik nyeri akut terjadi perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, mengekspresikan perilaku gelisah atau menangis, waspada iritabilitas, sikap melindungi area nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, fokus pada diri sendiri, masker wajah (meringis, tampak kacau, mata kurang bercahaya), gangguan tidur (Herdman, 2012). Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa nyeri akut diperoleh data subyektif P: pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Data objektif didapatkan data pasien tampak ekspresi wajah 102 menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan. Vital sign : TD = 115/70 mmHg, N = 91 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36,5 ‘C. Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien mengeluh nyeri saat ibu jari dan jari telunjuk kanan digerakan, ekspresi wajah klien menahan nyeri, ekspresi klien meringis kesakitan. Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berdasarkan hirarki kebutuhan menurut maslow yaitu masuk dalam kebutuhan tingkat kedua mencakup kebutuhan keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis) yang merupakan kebutuhan paling dasar kedua yang harus diprioritaskan (Potter dan Perry, 2005). 2. Diagnosa keperawatan kedua yang diangkat oleh penulis adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik. Kerusakan integritas kulit artinya perubahan atau gangguan pada epidermis dan atau kulit. Batasan karakteristik kerusakan integritas kulit: kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, invasi sruktur tubuh (Herdman, 2012). Data yang mendukung diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit meliputi data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan serta kelupasan di kulit pada antara jari telunjuk dan ibu jari sebelah kanan. Data obyektif didapatkan hasil tampak terdapat kemerahan pada antara ibu jari dan jari telunjuk kanan dan sedikit kelupasan kulit, luka kemerahan panjang 3 cm dan lebar 2 cm, terlihat sedikit bengkak. 103 Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana terdapat perubahan atau gangguan pada epidermis dan atau kulit yang berupa kemerahan dan kelupasan pada kulit. Penulis memprioritaskan diagnosa kerusakan integritas kulit sebagai diagnosa kedua setelah nyeri, karena kerusakan integritas kulit tidak bersifat urgent (Potter dan Perry, 2005). 3. Diagnosa yang ketiga yang diangkat oleh perawat yaitu defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar. Defisiensi pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Batasan karakteristik diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan: perilaku hiperbola, ketidakakuratan mengikuti perintah, ketidakakuratan melakukan tes, perilaku tidak tepat (misal agitasi, apatis), pengungkapan masalah (Herdman, 2012). Diagnosa ini muncul karena pada saat dilakukan pengkajian pada Ny.L ditemukan data-data yang menunjang seperti data subyektif pasien mengatakan tidak rutin kontrol GDS satu bulan sekali, tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikan diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaannya sekarang. Data obyektif didapatkan hasil tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak melaksanakan dietnya.GDS : 237 mg/dL. Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien ketidakakuratan mengikuti perintah diet yang sudah diberikan. Berdasarkan tanda dan gejala yang ditunjukan Ny.L penulis mengangkat 104 diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan sebagai diagnosa ketiga karena tidak bersifat urgent. 4. Diagnosa keperawatan yang keempat yang diangkat oleh perawat yaitu stress berhubungan dengan penyakit kronis. Stress adalah jumlah dan jenis permintaan atau tntutan yang berlebihan yang memerlukan tanggapan. Batasan karakteristik diagnosa keperawatan stress: mengungkapkan perasaan tekanan, mengungkapkan perasaan tegang, mengungkapkkan perasaan peningkatan rasa marah, mengungkapkan perasaan ketidaksabaran, menunjukkan peningkatan perasaan marah (Herdman, 2012). Diagnosa ini muncul karena ditemukanya data-data penunjang pada Ny.L saat dilakukan pengkajian, data-data tersebut diantaranya data subyektif pasien mengatakan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaannya akan membaik atau sebaliknya. Data obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaannya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42. Nilai : 42 : 17 = 2,47 (stress sedang). Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien mengungkapkan merasa tertekan oleh penyakitnya, mengungkapkan perasaan tegang, mengungkapkkan perasaan peningkatan rasa marah terlebih saat pasien sedang sendirian. Menurut kebutuhan Maslow stress 105 masuk dalam kebutuhan prioritas keempat kebutuhan ego. Penulis memprioritaskan diagnosa stress sebagai diagnosa keempat setelah defisiensi penngetahuan. 5. Diagnosa yang kelima yang diangkat oleh penulis adalah resiko infeksi berhubungan diabetes melitus. Resiko infeksi artinya keadaan dimana seorang individu terserang oleh agen patogenik dan oportinistik (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber eksogen dan endogen (Herdman, 2012). Tanda-tanda infeksi (peradangan) ini mencangkup rubor (kemerahan), kolor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan), serta fungtio laesa (penurunan fungsi) (Nafrialdi, 2006). Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian kepada Ny.L, penulis mendapatkan data-data yang menunjang untuk ditegakkanya diagnosa infeksi, antara lain pada saat pengkajian ditemukan dari data subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan kulit sedikit mengelupas serta sedikit bengkak pada antara jari telunjuk dan ibu jari, terasa sedikit panas dan gatal. Data obyektif terlihat adanya kemerahan dan sedikit mengelupas serta sedikit bengkak pada antara jari telunjuk dan ibu jari pada tangan kanan. Hasil pemeriksaan laborat ditemukan leukosit 14,1 (normal 4,1 – 10,9). Hal ini sesuai dengan teori mengenai resiko infeksi yaitu mengalami kemerahan pada kulit, pembengkakan, rasa panas, dan rasa nyeri pada tangan kanan diantara ibu jari dan jari telunjuk (Nafrialdi, 2006). 106 C. Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputuan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan melakukan dari semua tindakan keperawatan. Tujuanya adalah untuk mengidentifkasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok, untuk membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan klasifikasi pasien (Dermawan, 2012). Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tetang kebutuhan perawatan kesehatan klien, penulis merumuskan tujuan dan kriteria hasil. Tujuan yang penulis susun sesuai dengan teori yang ada pada buku fundamental keperawatan Potter dan Perry (2005), mengacu pada 7 faktor: berpusat pada klien, faktor tuggal menunjukan hanya satu respon klien, faktor yang dapat diamati perubahan yang dapat diamati dapat terjadi dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan klien dan perilaku, faktor yang dapat diukur, faktor batasan waktu serta tujuan dari hasil yang diharapkan menunjukan kapan respon yang diharapkan akan terjadi, faktor mutual, faktor realistik tujuan dan hasil yang diharapkan singkat dan realistik. Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan menyesuaikan dengan prioritas permasalahan, penulis menyusu intervenssi sebagai berikut : 107 1. Nyeri akut berhubugan dengan agen cidera biologis. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil : masalah nyeri akut berkurang dari 4 menjadi 2-1 dengan kriteria hasil ekspresi wajah tampak rileks, ekspresi wajah tampak tidak menahan nyeri, tanta-tanda vital dalam batas normal TD : 115/70 mmHg, Nadi 60-100 kali per menit, suhu 36,5 derajat celcius, pernafasan 16-20 kali per menit (Wilkinson, 2007). Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensi yang penulis rumuskan menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervemtion, Education, Colaboration). Observation: kaji skala nyeri rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri (Judha,dkk, 2012), nusing intervention: berikan posisi yang nyaman untuk membantu mengurangi rasa nyeri (Gloria,dkk, 2013), education : ajarkan relaksasi nafas dalam ketika nyeri muncul rasional untuk meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri (Sholehati & Kosasih, 2015), colaboration : kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik rasional untuk memblok intensitas nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Judha,dkk, 2012). 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selmaa 3x24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil: pasien 108 menunjukan mampu menjaga kebersihan kulitnya, tidak terdapat kemerahan pada kulit, tidak terdapat lesi atau luka pada kulit, tidak terdapat lesi atau luka pada kulit serta integritas kulit bisa dipertahankan seperti sensasi, temperatur dan pigmentasi (Moorhead, 2013). Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensi yang penulis rumuskan mengguakan ONEC (Observation, Nursing Intervemtion, Education, Colaboration). Observation: kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi untuk mengetahui adanya tanda infeksi pada kulit (Arjatmo, 2002), nursing intervention: bersihkan dan pantau proses penyembuhan untuk menjaga kebersihan kulit (Gloria,dkk, 2013), education : anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya infeksi silang (Arjatmo,dkk, 2002), colaboration: kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anticeptik untuk menjaga kelembapan luka dengan preparat yang steril agar luka bersih (Gloria,dkk, 2013). 3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kecemasan dengan kriteria hasil : pasien dan keluarga menunjukan pengetahuan tentang proses penyakit, pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang sudah dijelaskan dengan benar, pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang sudah dijelaskan oleh perawat (Moorhead, 2013). Berdasarkan kriteria hasil yang telah penulis susun maka penulis merumuskan intervensi 109 menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Collaboration). Observation: kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai penyaitnya (Wilkinson, 2011), Education : berikan pendidikan kesehatan pada pasien tentang penyakitnya agar pasien dapat mengetahui tentang penyakit yang sedang dialaminya (Wilkinson, 2011), colaboration : kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikan agar keluarga mampu untuk memberikan suport maksimal apabila mengetahui tentang keadaan pasien (Gloria,dkk, 2013), Nursing Intervention berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat (gula darah pasien per hari) agar pasien mengetahui tentang kemajuan tingkat kesehatan yang dialaminya selama proses perawatan (Gloria,dkk, 2013). 4. Stress berhubungan dengan penyakit kronis. Setelah dilakukan tindakan keperawataan selama 3 x 24 jam diharapkan stress dapat tertasi dengan kriteria hasil : stress pada Ny.L berkurang dari 2,47 menjadi 2 bahkan tidak ada dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan stress sudah berkurang, pasien mengungkapkan perasaan kenyamanan (Moorhead, 2013). Berdasarkan kriteria hasil yang telah penulis susun maka penulis merumuskan intervensi menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Collaboration). Observation: kaji tingkat stress pada pasien untuk mengetahui skala stress pada pasien (Gloria,dkk, 2013), Nursing intervention : berikan 110 teknik relaksasi otot progresif sebagai mind-body-therapy untuk meredakan stress (Moyad, 2009), education : ajarkan pada pasien cara mengungkapkan emosi yang baik agar pasien mampu mengontrol cara meluapkan emosi (Gloria,dkk, 2013), colaboration : kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian support mental agar keluarga terlibat dalam pemberian suport mental pada pasien dan memberi ketenagan pada pasien (Wilkinson, 2011). 5. Resiko infeksi berhubungan dengan diabetes melitus. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dharapkan resiko infeksi dapat teratasi dengaan kriteria hasil : klien terbebas dari tanda gejala infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor, fungsiolesa) (Nafrialdi, 2006), pasien mampu untuk mencegah timbulnya infeksi, pasien mampu untuk menunjukan perilaku hidup sehat, tidak ditemukan tanda dan gejala infeksi (Moorhead, 2013). Berdasarkan kriteria hasil yang telah penulis susun maka penulis merumuskan intervensi menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Collaboration). Observation: observasi tanda dan gejala infeksi untuk mengetahui adanya tanda dan gejala infeksi (Gloria,dkk, 2013), inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas untuk mengetahui keadaan kulit terhadap tingkat infeksi (Wilkinson, 2011), Nursing Intrvention pertahankan teknik aseptik untuk mencegah timbulnya infeksi silang (Wilkinson, 2011), education : kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi mencegah timbulnya infeksi silang (Gloria,dkk, 111 2013), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anticeptik untuk menjaga kelembapan kulit (Gloria,dkk, 2013). D. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah serangkaian pelaksanaan rencana tindakan keperawatan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan (Dermawan, 2012). Proses implementasi penulis mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Komponen implementasi dan proses keperawatan mempunyai lima tahap : mengkaji ulang, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi (Potter dan Perry, 2005). Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan hasil aplikasi riset keperawatan manfaat pemberian latihan relaksasi otot progresif terhadap stress psikologis terhadap Ny.L dengan DM tipe 2. Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil dalam rentang normal yang diharapkan. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan selama 3 hari kelolaan pada asuhan keperawatan Ny.L dengan DM tipe 2 yaitu : 1. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan denga agen cidera biologis 112 Tanggal 4 Januari 2016 penulis mengkaji karakteristik nyeri yang dirasakan Ny.L P: pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Tampak ekspresi wajah menahan nyeri, terdapat luka pada tangan kanan pasien pada antara ibu jari dan telunjuk, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan ketika diminta untuk menggerakan tangan kanan diantara jari telunjuk dan ibu jari, mengajarkan pada pasien managemen nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam. Tanggal 5 Januari penulis melakukan pengkajian nyeri yang dirasakan pasien, subyektif P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan ketika diminta untuk menggerakan tangan kanan diantara jari telunjuk dan ibu jari, memberikan injeksi analgetik cefoperazone 1gr, gentamicyn 80 mg melalui pembuluh vena. Tanggal 6 Januari 2016 penulis mengobservasi nyeri yang dirasakan pasien, P: pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa ditusuk – tusuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien 113 mengatakan skala nyeri 3, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, pasien tampak ekspresi wajah menahan nyeri, tampak ekspresi wajah meringis kesakitan ketika diminta menggerakan jari tangan kanannya. Memberikan injeksi analgetik cefoperazone 1gr, gentamicyn 80 mg melalui pembuluh vena dan memberikan relaksasi nafas dalam. Tanggal 7 Januari 2016 penulis mengobservasi nyeri yang dirasakan pasien, P: Pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul, tampak ekspresi wajah pasien menahan nyeri saat diminta menggerakan jari tangan kanan. Memberikan injeksi analgetik cefotaxime 1gr, gentamicyn 80 mg melalui pembuluh vena dan memberikan relaksasi nafas dalam. Penulis menggunakan teknik farmakologis dan non farmakologis untuk menurunkan intensitas nyeri untuk mencapai kriteria hasil sesuai dengan intervensi yang penulis susun. Teknik farmakologis yang penulis lakukan yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Obat analgetik berfungsi untuk memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Muttaqin, 2008). Teknik non farmakoligis yang penulis lakukan yaitu dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Dengan penggunaan teknik relaksasi maka saraf simpatis akan dihambat, sementara saraf 114 parasimpatis meningkat sehingga mengakibatkan ketegangan otak dan otot seseorang akan berkurang. Aktifnya saraf-saraf parasimpatis akan menyebabkan pasien merasakan nyeri berkurang (Solehati dan Kosasih, 2015). 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik. Tanggal 4 Januari 2016 penulis melakukan pengkajian integritas kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa sedikit gatal dan panas, O : tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Tanggal 4 Januari diagnosa kedua, penulis masih melakukan pengkajian saja. Tanggal 5 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap integritas kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, dan bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa gatal yang samar samar dan sedikit panas, O: tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm, memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl). Tanggal 6 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap integritas kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan luka berkurang 115 kelupasanya, bengkak sudah samar, gatal berkurang, O: masih tampak kemerahan di antara ibu jari dan telunjuk kanan pasien bengkak samar dan kelupasan berkurang, memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl). Tanggal 7 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap integritas kulit pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta rasa gatal dan panas sudah tidak terasa dan bengkak sudah mereda, O: tampak bengkak sudah mereda, namun masih terdapat kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm, memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl). Penulis menggunakan larutan Nacl 0,9% karena merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka dengan cara menjaga kelembaban, menjaga granulasi tetap kering (Haris, 2009). Cairan Nacl merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka karena sesuai dengan kandungan garam dalam tubuh (Thomas, 2007). 3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya minat dalam belajar. Tanggal 4 Januari 2016 mengidentifikasi kemampuan kognitif pasien DM, pasien mengatakan tidak rutin kontrol GDS rutin ke dokter 116 satu bulan sekali serta tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikan diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaannya sekarang, tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak melaksanakan dietnya. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien mengenai penyakitnya dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan memahami tentang materi pendidikan kesehatan terkait penyakitnya dan berkata sudah menyesal melanggar dietnya. Tanggal 5 Januari 2016 memberikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien, pasien mengatakan merasa lega karena dapat mengetahui akibat dari kecerobohanya namun disisi lain pasien mnyesal karena tidak patuh diet dan diperoleh data obyektif tampak pasien mulai tumbuh kemauan yang kuat untuk diet taat dan tidak lagi ceroboh dalam mengkonsumsi makanan. GDS: 225 mg/dl. Tanggal 6 Januari 2016 penulis tidak melakukan kontrol GDS, karena prosedur dan kebiasaan dari rumah sakit yang menganjurkan untuk dilakukan mengecekan GDS pada saat pasien akan pulang. Tanggal 7 Januari memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya, pasien mengatakan dia merasa lega mengetahui kondisi luka berkurang kelupasanya, bengkak sudah mereda, gatal dan panas sudah tidak terasa, pasien kooperatif untuk taat diet. GDS = 157 mg/al. Gula darah sewaktu (GDS) merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suati hari tanpa memperhatikan waktu terakhir. GDS normal adalah 117 kurang dari 200 mg/dl (11.1 mmol/L) ( American Diabetes Association, 2010). Informasi yang tidak memadai tentang suatu hal dapat menimbulkan kecemasan pada pasien oleh karena itu perlu adanya informasi yang memadai dari perawat atau petugas kesehatan lain untuk mencegah terjadinya kecemasan (Sholehati dan Kosasih, 2015). 4. Stress berhubungan dengan penyakit kronis : Diabetes Melitus Tanggal 4 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien dan didapatkan data subyektif pasien mengatakan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaannya akan membaik atau sebaliknya, serta didapatkan data obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaannya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42. Nilai : 42 : 17 = 2,47 (stress sedang). Tanggal 5 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien, data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya serta data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42, nilai akhir = 2,47(stress sedang). 118 Memberikan teknik relaksasi otot progresif pada pasien, data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah berelaksasi serta data obyektif pasien tampak kooperatif dan ekspresi wajah tempak lebih nyaman. tindakan relaksasi otot progresif dilakukan 2 kali dalam 1 hari, maka penulis melakukan latihan ini pada pagi dan sore hari. Score DDS setelah melakukan relaksasi otot progresif adalah 34. Nilai = 34 : 17 = 2(stress sedang). Tanggal 6 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien, data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya, data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah, tampak tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 34, nilai : 34 : 17 = 2 (stress sedang). Memberikan teknik relaksasi otot progresif pada pagi dan sore hari pada pasien, data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah berelaksasi serta data obyektif pasien tampak kooperatif dan ekspresi wajah tempak lebih nyaman. Hasil score DDS pasien setelah dilakukan tindakan relaksasi otot progresif adalah 30 : 17 = 1,76. Nilai akhir = 1,76(stress ringan). Tanggal 7 Januari mengkaji tingkat stress pada pasien, data subyektif pasien mengatakan ingin cepat pulang dan semangat menjalankan diet agar Penyakitnya tidak semakin buruk, rasa emosi dan marah sudah menurun 119 namun masih mencemaskan tentang penyakitnya, data obyektif diperoleh pasien tampak gelisah dan tegang sudah menurun. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76 (stress ringan). Memberikan teknik relaksasi otot progresif pada pagi dan sore hari pada pasien, data subyektif pasien mengatakan pikiran terasa lebih tenang dan rileks setelah berelaksasi serta data obyektif pasien tampak kooperatif dan ekspresi wajah tempak lebih nyaman. Hasil score DDS pasien setelah dilakukan tindakan relaksasi otot progresif adalah = 26 : 17 = 1,53(stress ringan). Stres, kecemasan, depresi yang terjadi akibat tingginya kadar glukosa darah dan komplikasi DM tipe 2 dapat berdampak negatif pada pasien (Price, 2014). Penelitian dari Pawlow (2005), menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap kadar salivary cortisol. Apabila klien melakukan relaksasi ini secara teratur maka klien akan dapat mencegah peningkatan kadar glukosa darah dan menurunkan risiko komplikasi DM. Hasil penelitian Resti (2014), relaksasi otot progresif dapat mengurangi ketegangan subjektif dan berpengaruh terhadap proses fisiologis lainnya. Relaksasi otot berjalan bersama dengan respons otonom dari saraf parasimpatis. Relaksasi otot berjalan bersama dengan relaksasi mental. Perasaan cemas subjektif dapat dikurangi atau dihilangkan dengan sugesti tidak langsung atau menghapus dan menghilangkan komponen otonomik dari perasaan itu. 120 Maghfirah, dkk (2005) menyebutkan, bahwa latihan relaksasi otot progresif dilakukan 1kali/hari di pagi hari selama 25 menit dalam 6 hari berturut-turut. Keterbatasan hari lamanya rawat inap pasien yang diperlukan untuk melakukan teknik relaksasi otot progresif di rumah sakit menjadi kendala dilaksanakannya relaksasi otot progresif, karena memerlukan waktu 6 hari. Penelitian lain menyebutkan pelaksanaan relaksasi otot progresif dapat dilaksanakan 2 kali dalam sehari selama 2530 menit pada pagi dan sore hari. Relaksasi otot progresif akan memberikan hasil setelah dilakukan selama 3 hari latihan (Greenberg, dalam Mashudi, 2015). Penulis juga melibatkan keluarga dalam melakukan latihan relaksasi otot progresif, latihan ini diberikan sebanyak 6 kali latihan dalam 3 hari yaitu pada pagi hari dan sore hari sehingga hasil yang didapatkan setelah dilakukan relaksasi otot progresif yaitu dapat menurunkan stress sebagaimana relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk mindbody therapy dalam manajemen stress (Moyad, 2009). 5. Resiko infeksi berhubungan dengan diabetes melitus. Tanggal 4 Januari mengkaji kulit akan adanya tanda infeksi, pasien mengatakan pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, dan bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa gatal yang samar samar dan sedikit panas serta data obyektif diperoleh tampak sedikit bengkak yang berkurang dari pada disaat tanggal 4 januari 2016, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari 121 telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Pada tanggal 4 Januari diagnosa kedua, penulis masih melakukan pengkajian saja. Tanggal 5 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap tanda infeksi pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, dan bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa gatal yang samar samar dan sedikit panas, O: tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm, memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl). Tanggal 6 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap tanda infeksi pada Ny.L S : pasien mengatakan luka berkurang kelupasanya, bengkak sudah samar, gatal berkurang, O: masih tampak kemerahan di antara ibu jari dan telunjuk kanan pasien bengkak samar dan kelupasan berkurang, memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl). Tanggal 7 Januari 2016 penulis melakukan observasi terhadap tanda infeksi pada Ny.L S : pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta rasa gatal dan panas sudah tidak terasa dan bengkak sudah mereda, O: tampak bengkak sudah mereda, namun masih terdapat kemerahan, dan 122 sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm, memberikan perawatan luka dengan mengkolaborasikan dengan dokter dalam pembersihan luka dengan normal salin (Nacl). Penulis menggunakan larutan Nacl 0,9% karena merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka dengan cara menjaga kelembaban, menjaga granulasi tetap kering (Haris, 2009). Cairan Nacl merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka karena sesuai dengan kandungan garam dalam tubuh (Thomas, 2007). E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawata antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien, dan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012). Penulis menggunakan evaluasi formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi pada masalah yang dialami klien, dengan menggunakan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis, Planing) (Setiadi, 2012). Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 nyeri akut belum teratasi P : pasien mengatakan terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari 123 telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T : pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik (cefoperazone 1gr/12 jam, gentamicyn 80mg/12 jam). Evaluasi hari kedua tanggal 5 januari 2016 masalah nyeri akut belum teratasi P: pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa cenat cenut, R: pasien mengatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 4, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik (cefoperazone 1gr/12 jam, gentamicyn 80mg/12 jam) sesuai dengan resep dokter. Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 masalah nyeri akut belum teratasi P: pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa ditusuk-tusuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 3, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dilanjutkan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik (cefotaxim 1gr/12jam, antalgin 1amp/8jam). 124 Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 masalah nyeri teratasi P: pasien mengatakan masih terasa nyeri saat jari digerakan, Q: pasien mengatakan nyeri terasa digaruk-garuk, R: pasien mnegatakan nyeri terasa pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, S: pasien mengatakan skala nyeri 2, T: pasien mengakatan nyeri hilang timbul. Intervensi dipertahankan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul. Hasil evaluasi akhir evaluasi diagnosa pertama nyeri akut teratasi, telah dilakukan intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan skala nyeri dari skala 4 menjadi 2, hal ini sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diterapkan skala nyeri 4 turun menjadi 2-1. Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan normal saline (Nacl). Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan 125 terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan normal salin (Nacl). Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak bengkak samar-samar, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Intervensi dilanjutkan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan normal salin (Nacl). Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 diagosa keperawaan kerusakan integritas kulit belum teratasi respon subyektif pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, data obyektif tampak bengkak mereda, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Intervensi dilanjutkan, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, 126 bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan normal salin (Nacl). Hasil evaluasi akhir evaluasi diagnosa kedua kerusakan integritas kulit belum teratasi, telah dilakukan intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan bengkak yang semula terlihat sedikit bengkak menjadi mereda, kemerahan yang menurun dari yang semula terlihat kemerahan kian menurun, kelupasan yang berkurang, hal ini tidak sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan tidak terdapat lesi/luka, tidak terdapat kemerahan di kulit, integritas kulit mampu dipetahankan (pigmentasi, temperatur, sensasi). Evaluasi hari pertama 4 Januari 2016 diagnosa defisiensi pengetahuan belum teratasi pasien mengatakan tidak rutinn kontrol GDS rutin ke dokter satu bulan sekali serta tidak menjalankan diet rutin walaupun sudah diberikan diet rutin sehingga pasien tidak menyangka berakibat seperti keadaannya sekarang, data obyektif tampak pasien tidak mengerti tentang dampak tidak melaksanakan dietnya. Intervensi kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya, berikan pendidikan kesehatan pada pasien tentang penyakitnya, kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikan, berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat. Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnosa defisiensi pengetahuan masalah teratasi sebagian pasien mengatakan akan mentaati diet yang sudah dianjurkan karena dia sudah menyesal tidak mematuhi diet, data 127 obyektif tampak pasien kooperatif ingin melaksanakan diet dengan baik. Intervensi dipertahankan berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat. Evaluasi akhir diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan teratasi, pasien mengatakan akan mentaati diet yang sudah dianjurkan, pasien kooperatif ingin melaksanakan diet dengan baik. Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 diagnosa keperawatan stress belum teratasi pasien mengatakan merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri dan rasa tidak sabar ingin cepat sembuh, pasien mengatakan merasa gelisah apakah keadaannya akan membaik atau sebaliknya, data obyektif pasien tampak gelisah, tampak tegang dan tampak mencemaskan keadaannya. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 42: 17 = 2,47(stress sedang). Intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada pasien, berikan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnnosa keperawatan stress belum teratasi pasien mengatakan mengatakan ingin cepat pulang dan masih merasa tertekan karena memikirkan penyakitnya dan merasa mengalami perubahan emosi seperti rasa marah yang meningkat saat sedang sendiri memikirkan tentang penyakitnya, data obyektif pasien tampak masih 128 gelisah, tampak tegang. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 34:17= 2 (stress sedang). Intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada pasien, berikan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 diagnosa keperawatan stress masalah teratasi sebagian pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet namun pasien masih mencemaskan tentang penyakitnya saat berfikir tentang Penyakitnya, data obyektif pasien tampak masih gelisah, tampak agak tegang dan mulai tumbuh rasa untuk patuh diet secara teratur. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 30 : 17 = 1,76 (stress ringan). Intervensi dilanjutkan kaji tingkat stress pada pasien, berikan teknik relaksasi otot progresif, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 diagnosa keperawatan stress masalah teratasi pasien mengatakan ingin cepat pulang dan akan semangat untuk menjaga pola makanya sesuai dengan diet dan rasa cemas serta kegelisahan tentang Penyakitnya sudah mulai turun, pasien tampak antusias untuk cepat sembuh serta ketegangan dan gelisah pada pasien sudah mulai turun. Score DDS (Diabetes Distress Scale) adalah 26 : 17 = 1,53(stress ringan). Intervensi dipertahankan berikan teknik relaksasi otot progresif, 129 ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Hasil akhir diagnosa keperawatan stress terjadi penurunan skala dari score Diabetes Distress Scale (DDS) 2,47 (stress sedang) menjadi 1,53 (stress ringan). Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Pawlow (2005) menyebutkann bahwa relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap kadar salivary cortisol. Apabila klien melakukan relaksasi ini secara teratur maka klien akan dapat mencegah peningkatan kadar glukosa darah dan menurunkan resiko komplikasi DM. Evaluasi hari pertama tanggal 4 Januari 2016 diagnosa resiko infeksi belum teratasi pasien mengatakan terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan terasa sedikit gatal dan panas, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokkter dalam pemberian normal saline (Nacl). Evaluasi hari kedua tanggal 5 Januari 2016 diagnosa resiko infeksi masalah belum teratasi pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan 130 kanan serta terkadang msih terasa sedikit gatal dan agak panas, data obyektif tampak sedikit bengkak, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian normal saline (Nacl). Evaluasi hari ketiga tanggal 6 Januari 2016 masalah belum teratasi pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, sedikit bengkak diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta terkadang msih terasa sedikit gatal dan rasa panas terasa menurun, data obyektif tampak bengkak samar-samar, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan normal saline (Nacl). Evaluasi hari keempat tanggal 7 Januari 2016 masalah belum teratasi pasien mengatakan masih terdapat kemerahan dan sedikit mengelupas, bengkak mereda diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan serta gatal dan panas sudah tidak terasa lagi, data obyektif tampak bengkak mereda, kemerahan, dan sedikit mengelupas pada antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan sekitar panjang 3 cm dan lebar 2cm. Intervensi dilanjutkan 131 observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan normal saline (Nacl). Evaluasi akhir diagnosa keperawatan resiko infeksi telah dilakukan intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan bengkak yang semula terlihat sedikit bengkak menjadi mereda, kemerahan yang menurun dari yang semula terlihat kemerahan kian menurun, kelupasan masih namun sudah berkurang, serta rasa gatal dan panas yang sudah mereda. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan yaitu pasien terbebas dari tanda infeksi karena masih terdapat kemerahan pada kulit pasien. 132 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bab 6 ini penulis akan menimpulkan proses keperawatan dari pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi pada asuhan keperawatan Ny.L dengan diabetes melitus di ruang teratai rumah sakit umum Dr. Soemarso Wonogiri selama 3 hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi riset pemberian latihan relaksasi otot rogresif terhadap penurunan stress psikologis pada pasien dm tipe 2, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan klien pada saat dilakukan pengkajian tanggal 4 Januari 2016 pasien mengatakan nyeri pada antara jari telunjuk dan ibu jari kanan, nyeri skala 4. Penulis melakukan pengkajian P, Q, R, S, T yang penulis masukan dalam data pola kognitif dan perseptual. 2. Diagnosa Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan pada Ny.L ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai hirarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas pertama nyeri akut berhubunngan dengan agen cidera biologis, kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik, ketiga defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar, keempat stress berhubungan dengan penyakit kronis, kelima resiko infeksi berhubungan diabetes melitus. 132 133 3. Intervensi Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Intervensi yang dilakukan kaji keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikankan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.. Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik. Intervensi yang dilakukan kaji kulit akan adanya kemerahan dan tanda infeksi, anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan normal salin (Nacl). Diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar. Intervensi yang dilakukan kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya, berikankan pendidikan kesehatan pada pasien tentang penyakitnya, kolaborasi dengan keluarga untuk mengulangi pendidikan kesehatan yang sudah diberikankan, berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat. Diagnosa stress berhubungan dengan penyakit kronis. Intervensi yang dilakukan kaji tingkat stress pada pasien, berikankan teknik relaksasi otot progresif untuk meredakan stress, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. 134 Diagnosa resiko infeksi berhubungan diabetes melitus. Intervensi yang dilakukan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberikanan normal salin (Nacl). 4. Implementasi Dalam asuhan keperawatan Ny.L dengan diabetes melitus tipe 2 diruang Teratai Rumah Sakit Umum Dr. Soemarso telah sesuai intervensi yang penulis rumuskan. Penulis menekankan penggunaan relaksasi otot progresif untuk menurunkan tingkat stress pada Ny.L dengan dm tipe 2, dengan melakukan latihan ROM 2 kali dalam sehari dalam 3 hari kelolaan. 5. Evaluasi Hasil evaluasi masalah keperawatan pertaa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis teratasi. Intervensi keluhan utama serta status nyeri pasien, pantau TTV pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul. Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik belum teratasi. Intervensi dilanjutkan anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan kulitnya, bersihkan dan pantau proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan normal salin (Nacl). 135 Masalah keperawatan defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar teratasi, pasien mengatakan akan mentaati diet yang sudah dianjurkan, pasien kooperatif ingin melaksanakan diet dengan baik. Intervensi keperawatan dipertahankan berikan informasi kepada pasien mengenai kemajuan keadaan pasien dengan cara yang tepat. Masalah keperawatan stress berhubungan dengan penyakit kronis teratasi. Intervensi keperawatan dipertahankan berikan teknik relaksasi otot progresif 2 kali sehari setiap pagi dan sore hari, ajarkan pada klien cara mengungkapkan emosi yang benar, kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan suport mental. Masalah keperawatan resiko infeksi berhubungan diabetes melitus belum teratasi. Intervensi dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas, pertahankan teknik aseptik, kolaborasi dengan keluarga cara pencegahan infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan normal saline (Nacl). 6. Analisa pemberian relaksasi otot progresif Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal yang telah dilakukan oleh Maghfirah, dkk (2005), dengan judul “ Relaksasi otot progresif terhadap stress prikologis pada pasien diabetes melitus tipe 2” penulis mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 3 hari kelolaan yaitu terjadi penurunan tingkat stress psikologis pada Ny.L yang 136 mengalami dm tipe 2 setelah dilakukan rehabilitasi latihan relaksasi otot progresif selama 2 kali sehari selama 3 hari dimana terjadi penurunan tingkat stress psikologis berdasarkan DDS (Diabetes Distress Scale) dari 2,47 yaitu masuk kedalam kriteria stress sedang menjadi menjadi 1,53 (stress ringan). Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan dan terbukti sesuai teori yang ada terjadi penurunan tngkat stress psikologis setelah dlakukan tindakan relaksasi otot progresif. B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus tipe 2, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain : 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr.Soemarso dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien serta keluarga klien. Khususnya dalam proses rehabilitasi medik dengan melibatkan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya perawat memiliki taggug jawab dan ketrampilan yang lebih dan selalu berkoordiasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program rehabilitasi medik pada klien dengan diabetes melitus. Perawat melibatkan keluarga klien dalam pemberian asuhan keperawatan dan 137 mampu bertindak sebagai fisioterapis dalam memberikan latihan relakasi otot progresif. 3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang lebih berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. 4. Bagi penulis Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai konsep diabetes melitus dan pelaksanaan dalam asuhan keperawatan yang komprehensif. 138 DAFTAR PUSTAKA Alim, M.B. 2010. Langkah-langkah Relaksasi Otot Progresif. Diakses tanggal 30 November 2015. http://www.psikologizone.com/langkah-langkah-relaksasi-otot-progrresif. American Diabetes Assocation. 2012. Standart of Medikal Care in Diabetes, 2012. Diabetes Care, Volume 35, Supplement 30, November 2015. Ana S. 2006. Univrsitas Pembanguan Nasioal Veteran Ilmu Kesehatan Keperawatan, http://www.pasca.upnvj.ac.id/pdf/4sikeperawatan. Diakses tanggal 30 november 2015. Jam 20.30 WIB. Ankron, S. (2008). Progressive muscle relaxation can help you reduce anxiety and prevent panic : What is progressive muscle relaxations? November 30, 2010. http://panicdisorder.about.com/od/living withpd/a/PMR.htm, Arjatmo, T. 2002. Penatalaksanaan Diabate Mrlitus Terpadu Cetakan 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Bulechek, Gloria M. Et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th edition. St. Louis : Elsevier Mosby. Black, J. M., & Hawks, J. H. 2009. Medical-Surgical Nursinng; Clinical Management for positive Outcomes, (8th editions). Elsevier Saunders. Charlesworth, E.A & Nathan, R.G. 1996. Managemen stress dengan teknik relaksasi, dalam Mashudi. 2011., Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI. Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Keangka Kerja. Edisi Pertama. Gosyen Publishing. Yogyakarta. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2012. Profil Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2012. Tidak dipublikasikan Dipiro, J.T., Wells, B.G Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy, 6th Edition, Appleton ang Lange, New York. 1-13. 139 Courwin, J.E, 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. EGC. Jakarta Copstead, L.C., & Banaik, J.L. 2000. Pathophysiology, (2th ed). Philadelphia: W.B. sauders company, dalam Mashudi. 2011, Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI. Dunning, T. 2003. Care of peoplee with diabetes: a manual nusrsing practice melbourne: Blackwell Publishing, dalam Mashudi. 2011, Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geisser, A.C 2002. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian. Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Sumarwati. EGC. Jakarta. Fritz, Z. 2005. Sport and exercise massage: Comprehensive in athletics, fitness, and rehabilitation, St. Louis, Missouri Mosby. Inc. Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, Z., Attari, A., dan Joazi, M. (2007). Effects of message Theapy and Muscle Relaxation on Glycosylated Hemoglobin in Diabetic Children. November 30, 2015 http://semj.sums.ac.ir/vol9/jan2008/dm.htm Greenberg, S.S. 2002. Comprehenssive stress management, (7th ed). New York: The McGraw-Hill Companies, dalam Mashudi. 2011, Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi , (tesis). Perpustakaan FIK-UI. Gunawan, B., dan Sumadiono. 2007. Stress dan Sistem Imun Tubuh; Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi. 30 November, 2015. http://dennyhendrata.wordpress.com/ 2007/07/30/stress-dan-sistem-imun-tubuhsuatu-pendekatan-psikoneuroimunologi-2/. Gustaviani, R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi diabetes melitus, dalam Sudoyo, A. W,. Setyohadi, B., Alwi, L., Simadhibrata, M., dan setiati, S. Buku ajar ilmu penyakit dalam (4thed) (hlm 1879-1881). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI. 140 Herdman, T. Heather. 2011. Banda International Diagnosa Keperawatan 2009-2011. EGC. Jakarta. Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC. Hartono, S.P. 2007. Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI. IDF. 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International Diabetes Federation 2013. http://www.idf.org/sities/default/files/EN_6E_Atlas_full_0.pdf. Diakses tanggal 25 November 2015. Ilyas, E. I. 2009. Olahraga bagi diabetesi dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 69-110). Jakarta: FKUI. Ilyas, E. I. 2009. Manfaat latihan jasmani bagi penyandang diabetes, (materi penyuluhan 3) dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 289-301). Jakarta: FKUI. Knerr, M., et al. 2009. The impact of initial factors of therapeutic alliance in individuals and couples therapy. Journal of Marital and Family Therapy : 1-18. Magfirah, dkk. 2005. Relaksasi Otot Progresif terhadap Stress Psikologis dan Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitu Tipe 2. Jurnal Kesehatan Masyarakat : Fakultas Ilmu Kesehata : Universitas Muhammadiyah Ponorogo Maryani. 2008. Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kecemasan yang berimplikasi pada mual dan muntah pada pasien post kemotherapi di piklinik rumah sakit Hasan Sadikin Bandung, (tesis). Perpustakaan FIKUI. Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition. St. Louis : Elsevier Mocby. Moyad, M., dan Hawks, J.H. 2009. Complementary and alternative therapies, dalam Black, J.M., & Hawks, J.H. Medical-Surgical Nursing; Clinical Management for Posittive Outcomes, (8th edition). 141 Muttaqin, Arif. 2008. Buku Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta : EGC Pawlow L.A & Jones, G. E. 2005. The Impact of abrevtated progressive muscle relakktion on salvary cortisol and salvary immunoglobulin A (sIgA). Appled Psychophystology and Btofeedback, 30 (4) : 375-387. Polonsky, W.H., et al. 2005. Assessing psychological stress in diabetes. Diabetes Care, 28, : 626– 631. Price, S.A., & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC Pudiastuti RD, 2013. Penyakit Penyakit Mematikan, Luha Medika,Yogyakarta. Resti, I.B. 2014. Teknik relaksasi otot progresif untuk mengurangi stres pada penderita asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2 (1) : 1-20. Richmond, R.L. 2007. A guidee to psychology and its practice. November 30, 2015. http://www.guuidetopsychology.com/pmr.htm. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013 Riyadi dan Sukarmin. 2008. Askep pada pasien dengan gangguan eksokrin dan endokrin pada pankreas. Yogyakarta: Graha ilmu. Robbins, N.C., Shaw, C.A., dan Lewis, S.L. 2007. Nursing management diabetes mellitus dalam lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R., O’Brien, P.G., dan Bucher, L. Medical surgical nursing; assesment and management of clinical problems, (7th edition) (hlm 1253-1289) Elsevier Mosby. Setiadi, 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik, Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC 142 Smeltzer, S.C dan bare, B.G. Hinkle, J.L., Cheevar, K.H. 2008. Brunner & Suddart’s Texbook of medical-surgical nursing, (11th edition). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. Snyder, M. dan Lindquist, R. 2002. Complmentary/ alternative therapies in nursing, (4thed). New York: Spinger Publishinng Company. Soegondo, S. 2009. Prinsip penanganan diabetes, insulin dan obat oral hipoglikemik oral hipoglikemik oral, dalam soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 111-133). Jakarta: FKUI. Soegondo S. dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Soewondo, P. 2009. Pemantauan kendali diabetes melitus, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm151-162). Jakarta: FKUI. Solehati, tetti dan kosasih, cecep eli. 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : Refika Aditama. Tomey, AM., dan Alligood, MR., 2006. Nursing Theorits and Their Work, (6th edition). Elsevier Mosby. WHO , 2011 Diabetes Melitus. Diakses pada yanggal 30 november 2015. http://www.who.int/topicsdiabetes_melitus/en/. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Yildirim, Y.K., dan Fadiloglu, T. 2006. The effect of progressive muscle relaxation training on anxity levels and quality of life in dialysis patients, November 30, 2015. EDNA/ERCA Journal