MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA KRITIS MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF Oleh Imanuel Kunda Guru SMA Negeri 1 Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah Abstrak: Keterampilan membaca di Indonesia pada umumnya masih tergolong rendah karena berbagai faktor antara lain: tidak adanya minat (motivasi) membaca; tingkat kemampuan/keterampilan membaca yang rendah; dan membaca belum menjadi suatu kebutuhan. Selain itu tidak tersedianya bahan bacaan, mahalnya harga buku serta belum tumbuhnya kedisiplinan keluarga dan masyarakat untuk membudayakan membaca buku turut memberikan nilai. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui korelasi peningkatkan keterampilan membaca kritis melalui penerapan strategi pembelajaran partisipatif. Seiring dengan hal ini, siswa diharapkan mampu membaca kritis dan mengaplikasikan kemampuan tersebut pada pelajaran bahasa Indonesia serta mengintegrasikan kemampuan tersebut pada mata pelajaran yang lain. Hal ini akan menambah wawasan bahwa kemampuan membaca dapat ditingkatkan dengan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran. Kata-kata kunci: Membaca Kritis, Pembelajaran Partisipatif, Siswa. PENDAHULUAN Hasil penelitian Bank Dunia pada tahun 2000 menunjukkan bahwa kemampuan membaca pelajar di Indonesia berada pada urutan ke-26 dari 27 negara yang diteliti. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca pelajar di Indonesia pada umumnya masih sangat rendah. Rendahnya kemampuan membaca siswa disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor instrinsik dan ekstrinsik. Yang termasuk faktor instrinsik, antara lain: tidak adanya minat (motivasi) membaca; tingkat kemampuan/ keterampilan membaca yang rendah; dan membaca belum menjadi suatu kebutuhan. Sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik antara lain: belum tersedianya bahan bacaan, mahalnya harga buku, belum adanya kedisiplinan keluarga serta masyarakat belum dapat memandang membaca sebagai suatu budaya yang patut ditingkatkan. Selain kedua faktor di atas, ada fenomena yang terjadi di beberapa sekolah, siswa lebih banyak menggunakan waktu di luar jam belajar untuk berbicara/ mengobrol daripada untuk membaca buku atau menulis/ mengerjakan tugas sekolah. Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa di kelas yaitu dengan menerapkan suatu strategi dalam proses pembelajaran di kelas. Pada hakikatnya pembelajaran partisipatif sepaham dengan konsep strategi pembelajaran inkuiri, yaitu menekankan pada proses mencari dan menemukan. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, cetakan ke-12. 25 menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa. Esensi dari pembelajaran partisipatif adalah menempatkan peserta didik sebagai “pemain utama” dalam proses pembelajaran. Artinya, peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk mencari informasi sendiri, menemukan fakta atau data sendiri, atau memecahkan persoalan yang akan menjadi kajian dalam suatu topik pembelajaran. Bila guru mampu menerapkan pembelajaran secara partisipatif, maka ia telah menempatkan dirinya sebagai seorang fasilitator, yaitu memfasilitasi peserta didik untuk mencari, menemukan, menganalisis, menginterpretasikan berbagai informasi, fakta, data, dan pengalaman yang mereka dapatkan melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan atau dilalui oleh peserta didik. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis menitikberatkan bagaimana meningkatkan keterampilan membaca siswa di kelas melalui strategi pembelajaran partisipatif. PEMBAHASAN Hakikat Membaca Aktivitas berbahasa ada yang bersifat reseptif dan ada pula yang bersifat produktif. Keduanya saling melengkapi dalam keseluruhan kegiatan komunikasi. Membaca membawa seseorang lebih jauh dan mendalam dibandingkan dengan kemampuan keterampilan berbahasa lainnya. Keterampilan membaca merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang disampaikan pihak lain melalui tulisan. Rubin (1983) menyatakan bahwa Kesulitan dalam membaca atau menulis merupakan cacat serius dalam kehidupan. Keterampilan membaca tidak hanya penting dalam pembelajaran bahasa, tetapi juga penting dalam mempelajari ilmu dan berbagai macam pengetahuan lain serta dalam mengembangkan diri pribadi seseorang. Hal ini menunjukkan juga betapa pentingnya keterampilan membaca bagi seseorang. Burns, Roe, & Ross (1984) berpendapat bahwa membaca dapat dilihat sebagai suatu proses dan hasil. Membaca sebagai suatu proses mencakup semua kegiatan dan teknik yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada pencapaian tujuan melalui tahap-tahap tertentu. Hal tersebut berarti bahwa keterampilan membaca mengandung unsur: (1) suatu proses kegiatan yang aktifkreatif, (2) objek dan atau sasaran kegiatan membaca yaitu lambang tertulis sebagai penuangan gagasan atau ide orang lain, dan (3) adanya pemahaman yang bersifat menyeluruh. Dalam pengertian tersebut, membaca dipandang sebagai suatu kegiatan yang aktif karena pembaca tidak hanya menerima yang dibacanya saja, melainkan berproses untuk memahami, merespon, mengevaluasi, dan menghubungkan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada pada dirinya. Jadi dapat dikatakan bahwa keterampilan membaca adalah keterampilan yang dimiliki seseorang untuk memahami isi wacana tulis. Keterampilan membaca tidak lepas dari kompetensi lingustik yang dimiliki oleh seseorang. Kompetensi linguistik mencakup kompetensi kebahasaan, baik penguasaan struktur dalam maupun struktur luar. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, cetakan ke-12. 26 Kompetensi linguistik adalah penguasaan isyarat bahasa, penguasaan dan kemampuan untuk mengenal dan menggunakan ciri-ciri semantik, morfologi, sintaksis, dan fonologi, bahasa ujaran untuk membentuk kata dan kalimat (Parera, 1997). Lebih lanjut, Brown (2000) mengatakan bahwa kompetensi linguistik seseorang berkaitan dengan pengetahuan tentang sistem bahasa, struktur bahasa, kosakata atau seluruh aspek kebahasaan itu, dan bagaimana tiap aspek tersebut saling berhubungan. Pengetahuan tentang kompetensi linguistik tersebut sangat penting karena hal itu akan mempengaruhi atau mungkin menentukan kemampuan dalam tindak berbahasa. Tanpa kompetensi linguistik tersebut, hampir tidak mungkin seseorang dapat melakukan tindak berbahasa, baik yang bersifat reseptif maupun yang produktif. Seseorang dikatakan mempunyai kompetensi linguistik jika ia mampu memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu dengan aturan yang benar. Keterampilan membaca mempersoalkan ketepatan pemahaman kata dan maknanya, juga mempersoalkan diterima tidaknya pemilihan kata itu oleh orang lain. Hal itu karena masyarakat diikat oleh berbagai warna yang menghendaki agar setiap kata yang dipakai harus cocok dengan situasi kebahasaan yang dihadapi. Dalam memahami sebuah bacaan, pengetahuan diksi (pilihan kata) yang kurang tepat sangat berpengaruh karena apabila cara memahami pilihan kata kurang benar, akan berpengaruh terhadap makna bacaan tersebut. Untuk menunjang itu semua diperlukan latihan menyusun beberapa kalimat secara berulang-ulang sehingga dapat lebih terampil dalam memilih kata yang tepat dan dapat memahami suatu bacaan sesuai dengan konsep yang akan diungkapkan. Meskipun penguasaan diksi sudah baik dan benar belum dapat menjamin pembaca memahami informasi, pembaca masih dituntut memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolah, memahami, dan mempersepsi informasi (tertulis) yang dibacanya. Dalam situasi demikian dapat dipastikan tanpa penguasaan konsep kompetensi semantik memadai, seseorang tidak mungkin memahami pesan yang terformulasi pada setiap kalimat yang dibacanya. Sementara itu, Nuttal (1988), menyatakan bahwa keterampilan membaca adalah suatu proses interaksi antara pembaca dengan teks dalam suatu peristiwa membaca. Dalam proses ini dituntut kemampuan mengolah informasi untuk menghasilkan pemahaman. Pada tahap ini pembaca melakukan interaksi antara makna yang terdapat dalam teks dengan makna yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi kegiatan membaca adalah proses menganalisis pesan penulis yang melibatkan proses mental dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sementara itu Pearson (1978) berpendapat bahwa kemampuan membaca seseorang dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan luar diri seseorang. Faktor dari dalam diri meliputi: kompetensi linguistik, minat, motivasi, dan kemampuan membaca. Sedangkan faktor dari luar diri seseorang yaitu unsur dari bacaan itu sendiri yang berupa pesan yang tertulis dan faktor di lingkungan membaca. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan dari Leu Jr & Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, cetakan ke-12. 27 Kinzer (1987) dalam Pramuki yang mengatakan bahwa: “Reading is a developmental, interactive, and global process involving learned skills. The process specifically incorporates an individual’s linguistic knowledge, and can be both positively and negatively influenced by non-linguistic internal and external variables or factors” (hal. 9). Membaca Kritis (Critical Reading) Membaca kritis siswa perlu ditingkatkan, karena membaca kritis meliputi penggalian lebih mendalam di bawah permukaan, upaya untuk menemukan bukan hanya keseluruhan kebenaran mengenai apa yang dikatakan, tetapi juga (dan inilah yang lebih penting pada masa selanjutnya) menemukan alasan-alasan mengapa sang penulis mengatakan apa yang dilakukannya. Soedarso mengatakan membaca kritis adalah membaca dengan melihat motif penulis dan menilainya. Pembaca tidak sekadar menyerap apa yang ada, tetapi ia bersama-sama penulis berpikir tentang masalah yang dibahas. Kita membaca dengan nuansa dan arti. Membaca secara kritis berarti kita harus membaca secara analisis dan dengan penilaian. Membaca harus merupakan interaksi antara penulis dan pembaca, kedua belah pihak “saling mempengaruhi” hingga terbentuk pengertian baru. Berdasarkan uraian di atas, dalam membaca kritis tidak hanya sekadar memahami isi bacaan tetapi melibatkan emosi pembaca, sehingga pembaca mampu menganalisis dan memberikan penilaian. Dalam penerapan peningkatan membaca siswa, siswa diharapkan tidak hanya sekadar memahami isi bacaan tetapi juga mampu menganalisis dan memberikan penilaian. Yang lebih penting dalam kegiatan membaca adalah menangkap pesan atau ide pokok bacaan dengan baik. Mengutip pendapat Rubin “Critical reading skill refers to higher level of reading skill because it does not only deal with literal and interpretation skills of evaluating” (Rubin,1993). Rubin secara jelas menyatakan bahwa keterampilan membaca kritis termasuk ke dalam keterampilan tingkat tinggi sebab tidak hanya menyepakati apa yang ada dalam teks dan terampil menginterpretasi saja tetapi lebih pada tingkat mengevaluasi. Roe dan Ross sepaham dengan pernyataan Rubin (ibid) tentang membaca kritis, yaitu: ...that a critical reading skills is a process of querying and evaluating the text which surpasses the skill of interpreting the text literally. Consequently, critical readers have some characteristics that they understand how to ask, analyze, and evaluate. They try to find a cause of problem; they are capable of differing between facts and opinions. Roe dan Ross berpendapat bahwa keterampilan membaca kritis adalah proses penelitian dan evaluasi teks yang tidak hanya sekedar menginterpretasi teks tertulis. Konsekuensi pembaca kritis mempunyai beberapa karakteristik, pembaca mampu memahami dengan bertanya, menganalisis, dan mengevaluasi. Pembaca kritis mencoba memecahkan masalah; juga Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, cetakan ke-12. 28 mampu membedakan antara fakta dan opini-opini. Berkaitan dengan langkahlangkah membaca kritis, Soedarso menyatakan bahwa proses membaca kritis dapat dilakukan dengan: (1) mengerti isi bacaan; (2) menguji sumber penulis; 3) ada interaksi antara penulis dan pembaca; dan (4) menerima atau menolak Mengerti isi bacaan berarti mengenali fakta-faktanya dan menginterpretasikan apa yang dibaca, artinya mengerti benar ide pokoknya; mengetahui fakta dan detail pentingnya; dan dapat membuat kesimpulan serta interpretasi dari ideide itu. Menguji sumber penulis maksudnya apakah dapat dipercaya? Cukup akuratkah? Apakah kompeten di bidangnya? Ada interaksi antara penulis dan pembaca maksudnya perlu menilai isi bacaan dengan membandingkan dengan pengetahuan kita sendiri. Akhirnya seorang pembaca kritis punya sikap untuk menerima atau menolak apa yang dikatakan penulis, dan semua itu tergantung pada pembacanya. Dengan demikian dalam membaca kritis harus dapat membuat penilaian untuk diri sendiri, dengan satu syarat yaitu terbuka terhadap gagasan orang lain. Strategi Pembelajaran Partisipatif Dalam buku Principles of Language Learning and Teaching, Brown (1994) mengatakan “Strategies are spesific methods of approaching a problem or task, modes of operation for achieving a particuler end, planed designs for controlling and manipulating certain information”. Strategi adalah sejumlah metode khusus dari pendekatan terhadap masalah atau tugas, atau cara-cara beroperasi untuk mencapai hasil yang baik, merencanakan desain untuk mengontrol dan memanipulasi informasi tertentu. Berdasarkan definisi di atas pengertian strategi meliputi: metode, cara, desain pembelajaran untuk mencapai hasil yang baik. Sanjaya memaparkan beberapa konsep strategi pembelajaran, yaitu: berorientasi aktivitas siswa; ekspositori, inkuiri, berbasis masalah, peningkatan kemampuan berpikir, kooperatif, kontekstual dan afektif. 13 dari delapan konsep strategi pembelajaran tersebut strategi pembelajaran inkuiri dan kontekstual menjadi dasar berpijak penulis untuk menerapkan strategi pembelajaran partisipatif. ciri-ciri utama strategi pembelajaran inkuiri, yang secara prinsip sama dengan strategi pembelajaran partisipatif, yang dikemukakan oleh Sanjaya, yaitu: (1) menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan/ siswa sebagai subjek belajar, (2) seluruh aktivitas siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri, menempatkan guru sebagai fasilitator dan motivator; dan (3) tujuannya adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Selain strategi pembelajaran inkuiri, konsep strategi pembelajaran partisipatif juga dikuatkan oleh konsep dasar strategi pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa: (a) menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya berorientasi pada pengalaman secara langsung, (b) mendorong siswa agar menemukan Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, cetakan ke-12. 29 hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, dan (c) Mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran partisipatif adalah proses pembelajaran dengan memfokuskan pembelajar mengalami secara langsung pada objek/ kejadian nyata dengan berkomunikasi, berinteraksi, dan berefleksi. Materi pelajaran akan diperoleh dengan membaca materi (dipersiapkan guru/mencari-menemukan sendiri) kemudian dikomunikasikan dalam interaksi belajar mengajar di kelas dengan sesama teman/ guru. Penerapan strategi pembelajaran partisipatif dilakukan dengan memperhatikan tahapantahapan berikut: (1) apersepsi (siswa didorong mengomunikasikan, mengilustrasikan atau mengemukakan pemahamannya tentang sesuatu yang akan dibahas. (2) eksplorasi (siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melaluipengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam kegiatan belajar mengajar yang sudah dirancang sebelumnya). (3) diskusi dan penjelasan konsep (Siswa memberikan penjelasan, mempresentasikan, memberi solusi sesuai tugas yang harus mereka kerjakan. Pada tahap ini guru memberikan penguatan agar siswa tidak ragu tentang konsepsi yang mereka kemukakan). (4) pengembangan dan aplikasi. (Guru berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa mengaplikasikan pemahaman konseptualnya dengan baik). KESIMPULAN Kemampuan membaca seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) subjek (pembaca) dan faktor materi bacaan. Subjek (pembaca) dilatarbelakangi oleh unsur-unsur yang terdapat dalam dirinya, seperti: intelegensi, sikap verbal, latar belakang pengetahuan, pengalaman dan lain-lain. (2) Faktor materi bacaan adalah unsur yang mempengaruhi kualitas bacaan, misalnya: struktur kalimat, tanda baca, beberapa makna dan lain-lain. Peningkatan keterampilan membaca kritis siswa dapat dilakukan melalui langkah-langkah strategi pembelajaran partisipatif dimulai dari membaca dengan konsentrasi penuh pada fase pertama, yaitu memfokuskan perhatian siswa pada teks bacaan agar siswa dapat menemukan isi teks. Untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan, karena siswa belum terbiasa mandiri, (masih kurang percaya diri) diskusi dan tanya jawab merupakan metode yang tepat diterapkan di dalam kelas. pembelajaran partisipatif adalah proses pembelajaran dengan memfokuskan pembelajar mengalami secara langsung pada objek/kejadian nyata dengan berkomunikasi, berinteraksi, dan berefleksi. Materi pelajaran akan diperoleh dengan membaca materi (dipersiapkan Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, cetakan ke-12. 30 guru/mencari-menemukan sendiri) kemudian dikomunikasikan dalam interaksi belajar mengajar di kelas dengan sesama teman/guru. Agar dapat mengaplikasikan membaca strategi pembelajaran partisipatif, guru hendaknya dapat meramu empat ranah keterampilan berbahasa, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dalam sebuah skenario pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat dalam proses belajar mengajar. Artinya siswa jangan hanya menjadi objek didik tetapi siswa benarbenar menjadi subjek didik. Berdasarkan pengalaman penulis, siswa sebenarnya berpotensi untuk mencari dan menemukan sendiri materi pembelajaran dengan membaca teks bacaan baru. Guru hendaknya berupaya membangkitkan motivasi siswa menjadikan membaca sebagai suatu kebutuhan. Artinya, aktivitas membaca jangan sebagai “beban” tetapi membaca hendaknya dapat dijadikan bentuk aktivitas yang menyenangkan. Permasalahan krusial yang dihadapi siswa SMA sekarang, adalah membaca tetap menjadi suatu beban, apalagi membaca wacana, teks yang panjang. Siswa pada umumnya lebih menyenangi hal-hal yang praktis dan instan. Salah satu penyebab nilai bahasa Indonesia menurun, karena siswa malas membaca wacana/teks. Karena malas membaca, maka kesulitan menangkap isi teks/wacana tersebut. Kesulitan memahami teks berdampak pada kesulitan menjawab pertanyaan teks pada ulangan harian/ulangan umum. SUMBER RUJUKAN Alwasilah. (2000). Perspektif pendidikan bahasa Inggris di Indonesia dalam konteks persaingan global. Bandung: Andira. Amini, M. (2007). Upaya meningkatkan minat baca anak melalui penenggelaman keaksaraan di TK Lebah Madu Jakarta Timur. Jakarta: Universitas Terbuka. Brown, H. Duglas. (1994).Teaching by principles: an interactive aproach to language pedagogy, Second edition. Sanfransisco State Universitiy: Longman. Nunan, David. Language teaching methodology. UK: Prentice Hall International Pramuki, E. B. (2006). Sumbangan kompetensi linguistik dan lingkungan keluarga terhadap keterampilan membaca siswa SLTP. Jakarta: Universitas Terbuka. Sunarta, (2009). Peningkatan keterampilan membaca kritis melalui pembelajaran partisipatif. Jakarta. BPK Penabur. Soedarso. (2001). Speed Reading Sistem membaca cepat dan efektif. Jakarta: Gramedia. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, cetakan ke-12. 31