76 BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Mei 2015 Vol. 1 No. 2, p 76-86 ISSN: 2442-2622 Struktur dan Komposisi Vegetasi Berdasarkan Ketinggian Kawasan Karst Gunung Kendeng Kabupaten Pati Jawa Tengah Fahma Wijayanti1, Priyanti1, Dwi Cahya Kusuma1 1 Jurusan Biologi FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kawasan karst Gunung Kendeng adalah salah satu dari banyak kawasan karst di Indonesia. Tempat ini memiliki karakteristik topografi yang unik. Keunikan daerah menciptakan ekosistem hutan yang unik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman tanaman dan untuk mengetahui pengaruh ketinggian terhadap struktur dan komposisi vegetasi. Penelitian ini menggunakan metode survei. Koleksi pohon digunakan metode transek, sedangkan untuk tingkat tiang, pancang dan semai digunakan garis kotak-kotak. Berdasarkan hasil penelitian ini, spesies tanaman yang ditemukan di distrik Sukolilo dan Kabupaten Tambakromo sebanyak 23 spesies, yang terdiri dari 16 family dengan nilai indeks keanekaragaman untuk setiap lokasi sebesar 2,199 dan 2,44. Tingkat keanekaragaman spesies di kedua lokasi termasuk dari kategori sedang 1 <H '<3. Hasil regresi analis di kedua lokasi menunjukkan bahwa tempat ketinggian memiliki korelasi negatif terhadap tingkat keanekaragaman spesies dengan nilai r masing-masing sebesar 0785 dan 0822. Kata kunci: Keanekaragaman, Karst, Gunung Kendeng, Struktur & Komposisi Vegetasi. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber kekayaan alam yang sangat melimpah, salah satunya terdapat pada kawasan karst. Kawasan karst di seluruh wilayah kepulauan Indonesia mencapai hampir 20 % dari total luas wilayah yang jumlahnya mencapai sekitar 15,4 juta hektar (Taharu et al., 2006). Kawasan karst tersebut memiliki berbagai potensi bagi masyarakat sekitar dan pemerintah baik untuk usaha, pendidikan maupun pariwisata. Salah satu kawasan karst di Indonesia yang mempunyai potensi besar adalah kawasan karst Gunung Kendeng, Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Hidayanti et al., 2009). Vegetasi yang terdapat di kawasan karst umumnya memiliki cara tersendiri dalam beradaptasi dalam menghadapi kondisi minim sekalipun. Berdasarkan hasil penelitian Rizky (2010), jenis-jenis vegetasi yang dapat bertahan hidup di kawasan karst adalah tumbuhan Songgolangit (Tridax procumbens) untuk tingkat semai, Jarak (Jatropa curcas) untuk tingkat tiang dan Jati (Tectona grandis) untuk tingkat pancang dan pohon. Ketiga jenis tumbuhan tersebut mempunyai cara beradaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti kawasan karst secara tidak langsung dapat mempengaruhi struktur dan komunitas vegetasi yang terbentuk di dalam suatu kawasan. Parikesit (1994), melaporkan bahwa pada kondisi lingkungan tertentu, setiap jenis tumbuhan tersebar dengan tingkat adaptasi yang beragam, sehingga menyebabkan hadir atau tidaknya suatu jenis tumbuhan pada lingkungan tersebut. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa faktor lingkungan dapat mempengaruhi struktur dan komposisi vegetasi yang terbentuk di suatu kawasan. Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi suatu komunitas vegetasi adalah ketinggian tempat. Kurniawan dan Parikesit (2008), mengatakan bahwa ketinggian tempat memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap persebaran jenis pohon. Berubahnya ketinggian di suatu tempat menyebabkan berubahnya iklim mikro di tempat tersebut seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara (Polunin, 1990). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kawasan karst Gunung Kendeng Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada bulan Januari-Juni 2014. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Ekologi, Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Botani LIPI Cibinong. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kompas, kamera digital, GPS, tali rafia, lux meter, pocket weather meter, altimeter, meteran, 77 kertas koran, kardus, sasak, tali pengikat, alat tulis, lembar kerja, label gantung, gunting tanaman, kantung plastik dan buku identifikasi jenis tumbuhan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, ranting daun, bunga dan buah tanaman yang ditemukan untuk proses herbarium. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode survey. Penelitian menggunakan metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak (jalur berpetak) (Kusmana, 1997). Pengkoleksian pohon menggunakan metode transek sedangkan untuk tingkat tiang, pancang dan semai menggunakan garis berpetak (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Penentuan lokasi penelitian didasarkan atas survei sebelumnya dengan membuat luas minimum area serta kurva spesies area. Transek dibuat sebanyak 3 transek berdasarkan pada ketinggian yang berbeda yakni 100 m dpl, 200 m dpl dan 300 m dpl dengan masing-masing transek berukuran panjang 100 m dan lebar 20 m. Pada area transek tersebut dibuat plot besar ukuran 20 m x 20 m untuk memudahkan kegiatan pengukuran di lapangan. Petak contoh dibuat pada transek pengamatan secara nested sampling (petak bertingkat) yaitu ukuran petak 20 m x 20 m untuk tingkat pohon (diameter pohon > 20 cm), 10 m x 10 m untuk tingkat tiang (diameter pohon 10-20 cm), 5 m x 5 m untuk tingkat pancang (diameter pohon <10 cm, tinggi > 1,5 m) dan 2 m x 2 m untuk tingkat semai (tinggi tumbuhan < 1,5 m). Berikut adalah skema petak contoh yang dilakukan di lapangan: contoh, jenis tumbuhan yang sama pada petak contoh hanya dicatat. Data tumbuhan yang dikumpulkan untuk tingkat pohon dan tiang meliputi nama jenis, nama lokal, jumlah individu, tinggi serta diameter batang, sedangkan data yang dikumpulkan untuk tngkat pancang, semai, meliputi nama jenis dan jumlah tiap jenis. Pengambilan sampel dilengkapi dengan informasi morfologi tumbuhan seperti: perawakan, bentuk daun, warna bunga dan bentuk bunga. Setiap jenis tumbuhan yang berbeda diambil sampelnya dan dibuat herbarium kering atau basah. Pengambilan sampel dilengkapi informasi waktu pengambilan sampel dan morfologi tumbuhan, seperti perawakan, bentuk daun, warna, bentuk bunga, kondisi lingkungan dan tempat tumbuh. Sampel untuk herbarium basah dibersihkan dan direndam dalam alkohol 70%, kemudian ditempatkan di kantong-kantong plastik tertutup dan diberi label.pembuatan herbarium kering dilakukan dengan menyemprotkan sedikit alkohol pada ke sampel, kemudian dijemur dan dimasukkan ke dalam kertas koran dengan lipatan rapi, diikat dengan tali rapiah untuk menjaga keutuhan sampel. Selanjutnya masing-masing sampel diberi label yang berisi tentang informasi tentang tanggal pengambilan, waktu dan temat pengambilan, nama lokal, deskripsi morfologi tumbuhan (Djarwaningsih, 2002). Pada setiap petak contoh, seluruh pohon yang ada diberi nomor dan dilakukan pengamatan diameter pohon setinggi dada (1,3 m), tinggi pohon, batas tajuk, dan proyeksi tajuk pohon. Dibuat grafik profil vegetasinya menggunakan software Adobe Photohoshop CS6 dengan skala 1:20 cm. Diproyeksikan hasil-hasil pengukuran pohon tersebut untuk tinggi pohon dan arsitektur pohon secara horizontal. Untuk mengetahui gambaran tentang keanekaragaman jenis, struktur dan komposisi vegetasi maka dilakukan perhitungan indeks keanekaragaman, indeks dominasi, Indeks nilai penting, dan indeks kesamaan jenis. Untuk mengetahui hubungan antara keanekaragaman jenis tumbuhan dengan ketinggian, dilakukan uji regresi dan uji korelasi. Gambar 1. Desain unit contoh vegetasi HASIL PENELITIAN Keterangan: T P Sp Sd : Petak contoh 20 m x 20 m : Petak contoh 10 m x 10 m : Petak contoh 5 m x 5 m : Petak contoh 2 m x 2 m Pengambilan sampel tumbuhan diambil untuk setiap jenis adalah 3 cuplikan dan di setiap petak Berdasarkan hasil yang diperoleh di Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Tambakromo diketahui terdapat 23 jenis tumbuhan yang terdiri dari 16 famili dengan jumlah individu sebanyak 406 individu. Jenis-jenis tersebut tersebar pada berbagai tingkatan baik semai, pancang, tiang dan pohon. 78 Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di kawasan karst Gunung Kendeng Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi di masingmasing lokasi memiliki nilai yang berbeda, akan tetapi masih terdapat pada jenis tanaman yang sama, yakni tumbuhan Jati (Tectona grandis). Hasil analisis vegetasi pada Kecamatan Sukolilo diperoleh nilai INP tertinggi sebesar 300%, sedangkan di Kecamatan Tambakromo nilai INP tertinggi sebesar 211,45%. Hal ini menunjukan bahwa tumbuhan jati memiliki peranan penting dalam membangun komunitas vegetasi di lokasi penelitian. INP terendah di Kecamatan Sukolilo terdapat pada jenis Singkong (Manihot esculenta), sedangkan INP terendah di Kecamatan Tambakromo terdapat pada jenis Suruhan (Peperomia pellucida) dengan INP masing-masing sebesar 11,90% dan 12,50% (Tabel 6 dan 8). Selain memiliki luas basal yang relatif kecil, kedua jenis tumbuhan ini juga memiliki frekuensi yang rendah karena ditemukan hanya pada satu plot penelitian dan dengan jumlah tegakan satu individu. Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi pada masing-masing lokasi terdapat pada jenis tumbuhan Jati dengan nilai masing-masing sebesar 100% di Kecamatan Sukolilo dan 80,33% di Kecamatan Tambakromo. Tingginya nilai kerapatan relatif dari jenis tumbuhan ini disebabkan oleh banyaknya jumlah individu yang ditemukan dikedua lokasi penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Perhutani Kecamatan Tambakromo, tumbuhan Jati yang terdapat pada Kabupaten Pati terutama Kecamatan Tambakromo merupakan tumbuhan yang memang sengaja ditanam oleh pihak Perhutani. Hal ini dikarenakan tumbuhan Jati memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi diantara tumbuhan jenis lain yang ada di kawasan Gunung Kendeng. Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi dikedua lokasi penelitian terdapat pada jenis Jati (Tectona grandis) dengan nilai masing-masing sebesar 100% di Kecamatan Sukolilo dan 71,43% di Kecamatan Tambakromo. Besarnya nilai tersebut dikarenakan tumbuhan Jati jumlahnya sangat banyak di kawasan Gunung Kendeng. Tumbuhan Jati dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan Gunung Kendeng. Berdasarkan nilai FR tersebut dapat dilihat proporsi antara jumlah pohon dalam suatu jenis dengan jumlah jenis lainnya di dalam komunitas serta dapat menggambarkan penyebaran individu di dalam komunitas. Penyebaran dan pertumbuhan individu pohon sangat dipengaruhi oleh daya tumbuh biji, topografi keadaan tanah dan faktor lingkungan lainnya. Nilai Dominansi Relatif tertinggi pada kedua lokasi penelitian berbeda-beda. Berdasarkan hasil analisis yang didapat, nilai dominansi relatif tertinggi di Kecamatan Sukolilo terdapat pada tumbuhan Jati (Tectona grandis) yakni 100%, sedangkan nilai dominansi relatif tertinggi di Kecamatan Tambakromo dimiliki oleh tumbuhan Mara (Macaranga tanarius) dengan nilai sebesar 88,30%. Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tumbuhan secara vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Pada ekosistem hutan hujan tropis, tiap lapisan dalam stratifikasi itu disebut dengan stratum. Hasil perhimpunan data vegetasi yang diperoleh pada masing-masing lokasi penelitian berdasarkan tingkat elevasi (100, 200 dan 300 m dpl) diproyeksikan ke dalam bentuk diagram profil. Berikut hasil desain arsitektural diagram profil di Kecamatan Sukolilo. (Gambar 2, 3dan 4 ) Tabel. 1. Daftar jenis tumbuhan pada ketinggian 100 m dpl di Kecamatan Sukolilo Jumlah Tingkatan Famili Nama Jenis indvidu INP Commelinaceae Commelina diffusa 3 21.6 Ageratum Compositae conyzoides 2 13.2 Compositae Tridax Procumbens 13 57.9 Macaranga Euphorbiaceae Tanarius 5 46.6 Semai Euphorbiaceae Manihot Esculenta 3 17.9 Graminae Imperata cylindrica 10 83.5 Peperomia Piperaceae pellucida 8 34.9 Capsicum Solanaceae frutescens 1 24.3 79 Pancang Tiang Pohon Pancang Lamiaceae Tectona grandis 7 300 Lamiaceae T. grandis 11 204.88 Meliaceae Switenia mahagoni 4 95.12 Lamiaceae Malvaceae Meliaceae T. grandis 17 1 1 244.1 18.71 18.63 1 18.55 Moraceae Total Ceiba pentandra S. mahagoni Arthocarpus integra 87 Tabel. 2. Daftar jenis tumbuhan pada ketinggian 200 m dpl di Kecamatan Sukolilo Jumlah Tingkatan Famili Nama Jenis indvidu INP Commelinaceae C. diffusa 3 50.4 Compositae A. conyzoides 1 15.3 Compositae T. procumbens 7 59.4 Euphorbiaceae M. tanarius 4 70.5 Semai Euphorbiaceae M. esculenta 1 11.9 Graminae I. cylindrica 2 28.1 Mimosaceae Mimosa pudica 3 32.8 Piperaceae P. pellucida 4 31.7 T. grandis Pancang Lamiaceae 7 300 Tiang Lamiaceae T. grandis 11 300 Pohon Lamiaceae Total T. grandis 13 300 56 Tabel. 3.. Daftar jenis tumbuhan pada ketinggian 300 m dpl di Kecamatan Sukolilo Jumlah Tingkatan Famili Nama Jenis indvidu INP Commelinaceae C. diffusa 4 48.7 Compositae T. Procumbens 1 15.3 Semai Euphorbiaceae M. Tanarius 8 148.3 Graminae I. cylindrica 3 39.7 Piperaceae P. pellucida 5 48 T. grandis Pancang Lamiaceae 6 300 Tiang Pohon Lamiaceae T. grandis 7 220.53 Meliaceae S. mahagoni 3 79.47 Lamiaceae T. grandis 14 240.4 Malvaceae C. pentandra 1 20.1 Meliaceae S. mahagoni 1 19.6 Moraceae A. integra 1 19.9 Total 54 80 Tabel. 4. Daftar jenis tumbuhan pada ketinggian 100 m dpl di Kecamatan Tambakromo Jumlah Tingkatan Famili Nama Jenis indvidu INP Trema orientalis Canabaceae 3 33 Commelinaceae C. diffusa 3 51.1 Compositae A. conyzoides 1 16.2 Spilanthes paniculata Compositae 2 23.7 Euphatorium Semai Compisitae odoratum 3 34.7 Compositae T. Procumbens 4 27.1 Euphorbiaceae M. Tanarius 3 57.8 Euphorbiaceae M. pudica 1 14.7 Graminae I. cylindrica 2 29.1 Piperaceae P. pellucida 1 12.5 Carica papaya Caricaceae 1 37.6 M. esculenta Euphorbiaceae 3 80.9 T. grandis Lamiaceae 4 122.4 Pancang S. mahagoni Meliaceae 2 59 Callophylum Callophylaceae lanigerum 1 21.2 C. papaya Caricaceae 2 42.5 Gnetaceae Gnetum gnemon 2 46.9 Tiang T. grandis Lamiaceae 5 84.4 Meliaceae S. mahagoni 4 56.5 A. integra Moraceae 1 28 Pohon Musaceae Combretaceae Lamiaceae Moraceae Moraceae Total Musa paradisiaca Terminalia catappa T. grandis A. integra Ficus benjamina 1 2 19 3 1 20.5 46.5 198.4 37.8 17.3 74 Tabel. 5. Daftar jenis tumbuhan pada ketinggian 200 m dpl di Kecamatan Tambakromo Tingkatan Famili Nama Jenis Jumlah indvidu INP Compositae T. Procumbens 4 46.21 Semai Euphorbiaceae M. Tanarius 6 169.05 Piperaceae P. pellucida 7 84.74 T. grandis Lamiaceae 4 146.69 Pancang Musaceae M. paradisiaca 6 153.31 Caricaceae C. papaya 1 22.53 Tiang T. grandis Lamiaceae 12 188.91 S. mahagoni Meliaceae 4 88.56 G. gnemon Gnetaceae 1 24.3 Lamiaceae T. grandis 13 170.4 Pohon Malvaceae C. pentandra 2 45.8 F. benjamina Moraceae 2 59.4 Total 62 81 Tabel. 6. Daftar jenis tumbuhan pada ketinggian 300 m dpl di Kecamatan Tambakromo Tingkatan Famili Nama Jenis Jumlah indvidu INP Compositae T. Procumbens 6 53.3 Euphorbiaceae M. esculenta 2 20.1 Euphorbiaceae M. Tanarius 8 164.4 Semai Piperaceae P. pellucida 5 62.3 T. grandis Lamiaceae 8 127.25 Pancang S. mahagoni Meliaceae 6 113.12 Musaceae M. paradisiaca 4 59.63 T. grandis Lamiaceae 11 194.85 Tiang Musaceae M. paradisiaca 5 105.15 T. grandis Lamiaceae 15 211.45 Pohon F. benjamina Moraceae 3 88.55 Total 73 Gambar 2. Diagram Profil Pohon di Kecamatan Sukolilo pada ketinggian 100 m dpl (skala 1:20 cm) Keterangan : J 1-17 = Jati (Tectona grandis), skala 1:20 cm N1 = Nangka (Arthocarpus integra), skala 1: 20 cm K1 = Kapuk (Ceiba pentandra), skala 1:20 cm M1 = Mahoni (Switenia mahagoni), skala 1:20 cm Gambar 3. Diagram Profil Pohon di Kecamatan Sukolilo pada ketinggian 200 m dpl (skala 1:20 cm) Keterangan : J 1-13 = Jati (Tectona grandis), skala 1:20 cm 82 Gambar 4. Diagram Profil Pohon di Kecamatan Sukolilo pada ketinggian 300 m dpl (skala 1:20 cm) Keterangan : J 1-14 = Jati (Tectona grandis), skala 1:20 cm N1 = Nangka (Arthocarpus integra), skala 1: 20 cm K1 = Kapuk (Ceiba pentandra), skala 1:20 cm M1 = Mahoni (Switenia mahagoni), skala 1:20 cm Struktur vegetasi di Kecamatan Tambakromo memiliki tingkat stratum yang berbeda pada tiap-tiap ketinggian. Berikut hasil proyeksi diagram profil pada Kecamatan Tambakromo berdasarkan strata kelinggian. (Gambar 5, 6 dan 7) Gambar 5. Diagram Profil Pohon di Kecamatan Tambakromo pada ketinggian 100 m dpl (skala 1:20 cm) Keterangan : J 1-14 = Jati (Tectona grandis), skala 1:20 cm N 1-3 = Nangka (Arthocarpus integra), skala 1: 20 cm K 1-2 = Ketapang (Terminalia catappa), skala 1:20 cm B 1 = Beringin (Ficus benjamina), skala 1:20 cm 83 Gambar 6. Diagram Profil Pohon di Kecamatan Tambakromo pada ketinggian 200 m dpl (skala 1:20 cm) Keterangan : J 1-14 = Jati (Tectona grandis), skala 1:20 cm B 1-2 = Beringin (Ficus benjamina), skala 1: 20 cm K1 = Kapuk (Ceiba pentandra), skala 1:20 cm M1 = Melinjo (Gnetum gnemon), skala 1:20 cm Gambar 7. Diagram Profil Pohon di Kecamatan Tambakromo pada ketinggian 300 m dpl (skala 1:20 cm) Keterangan : J 1-14 B 1-3 = Jati (Tectona grandis), skala 1:20 cm = Beringin (Ficus benjamina), skala 1: 20 cm Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat beberapa jenis tumbuhan yang sering dijumpai di kedua lokasi penelitian baik pada ketinggian (100, 200, maupun 300 m dpl), diantaranya Songgolangit dan Mara (Tridax procumbens dan Macaranga tanarius) untuk tingkat semai, sedangkan untuk tingkat pancang, tiang dan pohon umumnya didominasi oleh tumbuhan Jati (Tectona grandis). Ketiga jenis tumbuhan ini memiliki cara beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan sehingga tumbuhan tersebut mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Tumbuhan Songgolangit (Tridax procumbens) merupakan tumbuhan yang mengandung senyawa 84 terhadap cahaya (Daubenmire, 1974). Famili Lamiaceae umumnya dapat tumbuh secara optimal pada kondisi suhu yang cukup tinggi (Tabel 1 dan 2). Famili Lamiaceae dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1500-2000 mm/tahun dan suhu 27-36º C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (Akram dan Aftab, 2007). Berdasarkan hasil pengklasifikasian vegetasi menggunakan analisis stratifikasi vegetasi, Kecamatan Sukolilo baik pada ketinggian 100, 200, maupun 300 m dpl termasuk dalam kategori stratum C yang tersusun atas 46 individu. Stratum C menunjukkan bahwa struktur vegetasi di Kecamatan Sukolilo rata-rata dihuni oleh pohon dengan tinggi tegakan antara 4-20 m (Indriyanto, 2006). Namun, beberapa jenis individu di Kecamatan Sukolilo ada yang termasuk ke dalam kategori stratum B yakni pohon Kapuk (Ceiba pentandra) sebanyak 2 individu dengan tinggi tegakan mencapai 26 m. Perbedaan jenis stratum ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor lingkungan, perbedaan kelas umur tanaman, serta persaingan antarspesies yang menghuni kawasan hutan Sukolilo. Hal ini sangat berpengaruh terhadap jenis stratum yang terbentuk pada kawasan tersebut. Adanya perbedaan stratum ini dikarenakan persaingan antar tumbuhan serta sifat toleransi spesies pohon terhadap radiasi matahari (Indriyanto, 2008). Umur tegakan hutan mempengaruhi stratum yang terbentuk di dalam suatu kawasan (Indriyanto, 2008). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut. (Gambar. 8 dan 9). Sukolilo 2,4 Keanekaragaman allelopati yang dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tumbuhan yang ada disekitarnya (Loveless, 1989). Tumbuhan Mara (Macaranga tanarius) mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada tipe iklim dan jenis tanah yang beragam. Sastrapradja (1980), menyatakan bahwa tumbuhan Mara dapat tumbuh pada tanah subur, tanah kapur, tanah berbatu, tanah pasir koral dan hutan pedesaan. Tumbuhan Jati (Tectona grandis) merupakan tumbuhan yang memiliki tingkat adaptasi yang sangat baik terhadap kondisi lingkungan yang cukup ekstrim. Kemampuan adaptasi tumbuhan ini adalah dengan menggugurkan daunnya sebagai bentuk mekanisme pengendalian diri terhadap defisiensi air di kala musim kemarau. Tumbuhan jati umumnya dapat tumbuh secara optimal pada kondisi suhu, intensitas cahaya yang cukup tinggi (Tabel 1 dan 2), kandungan air di dalam tanah yang cukup sedikit, serta jenis tanah yang banyak mengandung kapur dan fosfor. Kemampuan adaptasi serta cara penyesuaian diri dari ketiga jenis tumbuhan inilah yang menyebabkan ketiga jenis tumbuhan ini sering atau dapat dengan mudah dijumpai di sekitar kawasan karst Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Tambakromo. Berdasarkan hasil yang diperoleh dikedua lokasi penelitian, terdapat 16 famili dari berbagai tingkatan pertumbuhan. Komposisi vegetasi penyusun tiap-tiap lokasi penelitian cukup bervariasi. Beragamnya jumlah famili yang didapat pada tiap-tiap lokasi disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat khas pada kawasan hutan karst. Faktor-faktor lingkungan di kawasan hutan karst umumnya cenderung mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya ketinggian tempat. Distribusi jenis-jenis tumbuhan menurut ketinggian tempat berkaitan dengan perubahan jenis tanah (Monk et al, 2000). Berdasarkan hasil pengelompokan jenis famili yang ditemukan dikedua lokasi penelitian, hanya beberapa famili yang terlihat mendominasi areal penlitian, diantaranya Compositae, Euphorbiace dan Lamiaceae dengan presentase frekuensi relatif sekitar 40-100% di plot-plot tertentu. Hal ini menunjukkan tingkat persebaran famili ini yang cukup tinggi, selain memiliki daya adaptasi yang tinggi, famili Lamiaceae memang ditanam secara merata di areal Gunung Kendeng oleh Perhutani. Selain itu, ketiga famili tersebut merupakan famili yang umumnya beranggotakan tanaman pionir seperti Macaranga tanarius. Tumbuhan pionir ini dapat tumbuh baik pada kondisi tanah yang tidak begitu subur dan beriklim panas (Sari, 2008). Syarat tumbuh dari tumbuhan pionir adalah memerlukan sedikit nutrisi untuk hidup, intoleran terhadap naungan atau tahan y = -0,001x + 2,4123 R² = 0,6161 2,35 2,3 2,25 2,2 2,15 2,1 0 100 200 300 400 Ketinggian Gambar 8. Analisis Korelasi Ketinggian Tempat dengan Keanekaragaman Jenis di Kecamatan Sukolilo (MS.Excell 2010) Hasil analisis korelasi menggunakan rumus Persamaan Regresi Linear Sederhana pada 85 Kecamatan Sukolilo menunjukkan bahwa angka koefisien korelasi (r) di kawasan tersebut sebesar 0,785 artinya hubungan antara ketinggian tempat dengan keanekaragaman jenis cukup rendah. Berdasarkan gambar diatas, diperoleh juga nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 61,66%. Hal ini menunjukkan bahwa 61,66% tingkat keanekaragaman jenis di Kecamatan Sukolilo dipengaruhi oleh faktor ketinggian, sedangkan 38,34% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model transformasi regresi. Hasil analisis statistik (Gambar 12) diperoleh persamaan garis regresi yakni Y= -0,001X + 2,4123. Berdasarkan persamaan garis regresi tersebut dapat disimpulkan bahwa ketinggian tempat berkorelasi negatif (-) terhadap tingkat keanekaragaman jenis, artinya semakin besar perubahan ketinggian pada suatu areal, maka akan semakin rendah tingkat keanekaragaman jenis di areal tersebut. Keanekaragaman Tambakromo 3 2 1 KESIMPULAN y = -0,0027x + 2,986 R² = 0,6765 0 0 200 Berdasarkan hasil pengujian statistik pada kedua kedua lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa ketinggian tempat mempengaruhi tingkat keanekaragaman jenis di kedua lokasi penelitian. Kuatnya pengaruh ketinggian memperlihatkan bahwa persebaran vegetasi di daerah tropis terbagi menjadi beberapa wilayah penyebaran sesuai dengan ketinggian tempat sehingga komposisi jenis tumbuhannya menunjukkan perbedaan (Dolezal dan Srutek, 2002; Ewusie, 1990). Efek faktor-faktor fisiografis terlihat dari perbedaanperbedaan vegetasi hutan pada lereng-lereng atas dengan lereng-lereng yang lebih rendah (Djajadiningrat, 1990) Berubahnya ketinggian di suatu tempat menyebabkan berubahnya iklim mikro di tempat tersebut seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara (Polunin, 1990). Kelembaban udara dan intensitas cahaya merupakan faktor lingkungan yang cenderung dipengaruhi oleh keberadaan jenis pohon. Variasi tajuk pohon akan menyebabkan beragamnya intensitas cahaya yang diterima lantai hutan, hal ini akan berpengaruh juga pada tingkat kelembaban udara dan tanah di bawahnya (Kurniawan dan Parikesit, 2008). 400 Ketinggian Gambar. 9. Analisis Korelasi Ketinggian Tempat dengan Keanekaragaman Jenis di Kecamatan Tambakromo (MS.Excell 2010) Hasil yang sedikit berbeda ditunjukkan pada Kecamatan Tambakromo. Berdasarkan uji korelasi pada Kecamatan Tambakromo diperoleh hasil (r) sebesar 0,822. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara ketinggian tempat dengan keanekaragaman yang cukup tinggi. Nilai koefisien determinasi (R²) pada Kecamatan Tambakromo sebesar 67,65%. Hasil ini menunjukkan bahwa 67,65% tingkat keanekaragaman jenis di Kecamatan Tambakromo dipengaruhi oleh faktor ketinggian, sedangkan 32,35% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model transformasi regresi. Berdasarkan gambar di atas juga diperoleh persamaan garis regresi yakni Y= -0,0027X + 2,986. Persamaan garis regresi tersebut menunjukkan bahwa ketinggian tempat berkorelasi negatif (-) terhadap tingkat keanekaragaman jenis. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa jenis individu yang di temukan di Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Tambakromo adalah 23 jenis yang termasuk dalam 16 famili dengan jumlah individu sebesar 406 individu. Indeks keanekaragaman jenis di kedua lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori sedang (1<H<3) yakni 2,199 dan 2,44. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ketinggian tempat memiliki korelasi negatif terhadap keanekaragaman jenis. Semakin tinggi suatu tempat maka akan semakin rendah tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan. Nilai korelasi di masing-masing lokasi penelitian sebesar 0,785 dan 0,822. DAFTAR PUSTAKA Akram M, Aftab F. 2007. In Vitro Micropropagayion and Rhizogenesis of Teak (Tectona grandis L).Pak J Biochem Mol Biol 40(3): 125-128. Djarwaningsih, T. S. Sunarti dan K. Kramadibrata. 2002. Panduan Pengolahan dan Pengelolaan Material Herbarium Serta Pengendalian Hama Terpadu Di Herbarium Bogoriense. Puslit Bogor – LIPI. Bogor. 86 Daubamerine, R.F. 1974. Plant and Environment (Third Edition). Willey International Edition. United States of America. Djajadiningrat, S.T. 1990. Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia. Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta. Dolezal, J. and M. Srutek. 2002. Altitudinal Changes in Composition and Structure of Mountain-Temperate Vegetation: A Case Study from Western Carpathians. Journal of Plant Ecology 158(16): 201-221. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika, Membicarakan Alam Tropis Afrika, Asia, Pasifik dan Dunia Baru. Bandung: ITB. Hidayanti, S., Domi S., Feni D.K., 2009. Indentifikasi Dampak dan Kerusakan Kawasan Karst Cibinong Akibat Aktivitas Penambangan di Desa Leuwikaret Oleh PT. Indocement. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta. Kurniawan, A., Parikesit, P. 2008. Persebaran Jenis Pohon di Sepanjang Faktor Lingkungan di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat. Jurnal Biodiversity. Vol 9 (4) p: 275279. Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. IPB Press. Bogor. Monk, K.A., Y, De Fretes., R.G.-Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Jakarta: Prenhallindo. Parikesit, P. 1994. Composition and Structure of Cliff-Edge Forest in Relation to Some Environmental Gradients and Human Trampling. [Tesis].Ontario: University of Guelph. Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sastrapradja S et al. 1980. Kayu Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Soerianegara, I, & A. Indrawan, 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Departemen Managemen Hutan. Fakultas Kehutanan Taharu, Bambang H. S., Syamsul A. 2006. Karakteristik dan Genesis Tanah yang Berkembang pada Beberapa Tipe Bentang Lahan Karst Gunung Kidul. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol 6 (1) p: 27-38. .