Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 PAK TERHADAP LANSIA Pdt. Denny A. Tarumingi, M.Teol. When a person enters the later stages of his or her life, that is the phase called “old age”, a person is faced with various new problems, specifically a decrease in capabilities, a feeling of uselessness, and a lack of attention by others. These things bring the elderly members of society into a feeling of discouragement and a sense of being a burden to the rest of the society. But, to the contrary, the elderly members of our society are actually still human beings with potential based upon their knowledge and life experience, which are very useful for the daily lives of members of the younger generation. The church is called to equip each believer, including the elderly believers, right within the condition in which they find themselves. Therefore one of productive things which the church can do is to educate the elderly. This education which can prepare can equip the elderly, would focus on spiritual maturity. This education would also focus on making the elderly feel that this phase of life is a blessing from God’s grace so that they can continue being a blessing, to themselves, to their family, and to the congregation and to the broader community in which they live. A. PENDAHULUAN Sekarang sudah umum diakui bahwa suatu perkembangan tidak berhenti pada waktu orang mencapai kedewasaan fisik pada masa remaja (± 15-17 tahun) atau kedewasaan sosial pada masa dewasa awal (± 18-34 tahun). Ketika manusia berkembang terjadi perubahan-perubahan, menjadi tua merupakan suatu proses perubahan. Kruyt S. mengatakan dalam bukunya menjelang hari tua, yaitu : Jikalau Tuhan menghendaki dan kita tidak meninggal dunia pada waktu umur muda, maka kita semua akan menjadi tua dan mengalami proses perubahan itu. Kita mengalaminya terlebih dulu dalam kehidupan kakek-nenek, kematian pada kedua orang tua dan akhirnya kita sendiri akan masuk golongan mereka yang lanjut usia.1 Lanjut usia adalah perkembangan akhir dari kehidupan manusia. Masa dimana terjadi banyak perubahan pada kehidupan manusia tersebut baik secara fisik, mental, motorik, hidup bermasyarakat dan S. Kruyt, Menjelang Hari Tua, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1983), 6. 1 98 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 sebagainya. Dan ini membawa manusia yang telah masuk kategori lansia itu pada persoalan kehidupan yang tersendiri dibandingkan dengan masa anak-anak, remaja, pemuda dewasa awal dan dewasa madya. Di mana lanjut usia perubahan yang terjadi adalah “penurunan kemampuan diri” secara komprehensif dari kehidupannya. Penyebabnya adalah suatu proses yang telah ditentukan secara genetik pada setiap spesies,2 “termakan usia”, dan memang harus terjadi demikian. Walau tidak secara keseluruhan tapi ada kecenderungan yang menunjukkan ketidakpedulian kita pada orang dewasa yang telah lanjut usia (kita : keluarga, masyarakat, pemerintah, dan juga gereja). Dan ini disebabkan karena berbagai alasan, seperti menganggap mereka tinggal menunggu saat kematian atau menganggap mereka sudah cukup makan asam garamnya kehidupan dan dengan demikian tidak penting lagi memberikan pengajaran atau memperhatikan secara khusus, bahkan ada alasan-alasan yang lain yang diberikan sehubungan dengan hal ini. Sehingga tidak jarang banyak ditemui orang-orang lanjut usia yang menghabiskan hari tua mereka tanpa semangat karena menganggap hidup tidak berarti lagi, menjadi beban bagi anak-anak, keluarga, masyarakat, gereja dan sebagainya. Sebagai hamba Allah di dunia ini melalui Tri Tugas Panggilannya yaitu, bersaksi, bersekutu dan melayani umat-Nya, Gereja harus bertanggung jawab untuk memperhatikan lanjut usia dengan segala keberadaannya dan memberikan solusi yang baik terhadap permasalahan kehidupan dari lanjut usia tersebut, memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyumbangkan pengalaman dan pengetahuan yang positif bagi yang muda-muda. Dengan demikian lansia di masa tuanya bisa berguna bagi masyarakat, keluarga, terutama gereja. Bagaimana caranya? Salah satu cara yang dilakukan oleh gereja adalah melalui Pendidikan Agama Kristen Terhadap Lansia. Sehubungan dengan itu Brubaker dan Clark mengatakan, Pendidikan Kristen melalui gereja dapat menolong orang yang lanjut usia untuk melihat hari tuanya sebagai R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono. Op. Cit.,11. 2 99 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 tahun-tahun dengan kesempatan yang baik sekali dalam melayani dan berkembang sebagai orang Kristen.3 Jadi, dengan PAK gereja berusaha menjabarkan Tri Tugas Panggilannya kepada lanjut usia dengan memberdayakan lanjut usia itu, memberikan pendidikan kepada mereka dengan memperhatikan unsur androgoginya, dan pendidikan yang dilaksanakan memperhatikan juga ketiga rana dalam pendidikan yaitu kognitif, afektif dan prikomotor. Dan melalui PAK gereja menerapkan pendidikan seumur hidup (life long education4). A. Lanjut Usia (Lansia) Perkembangan manusia menurut teori psikologis perkembangan selalu mempunyai tujuan atau tugas. Masa tua merupakan kelanjutan dari perkembangan masa dewasa, yang terbagi masa dewasa permulaan (± 18-34 tahun), masa dewasa lanjut/madya (± 35-64 tahun) dan masa dewasa akhir (± 65 tahun keatas). Lansia termasuk pada masa dewasa 3Omar J. Brubaker, Robert E. Clark, Memahami Sesama Kita, (Malang : Gandum Mas, 1972), 122. 4Dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Luar Sekolah, Drs. Sanapiah Faisal menjelaskan tentang istilah Life Long Education yaitu, istilah ini menunjuk pada suatu kenyataan, suatu kesadaran baru, suatu azas baru dan juga suatu harapan baru, bahwa : Proses pendidikan dan kebutuhan pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia. Tidak ada istilah “terlambat”, “terlalu tua”, “terlalu dini” untuk belajar, sebab ia memang berlangsung dan dapat secara sengaja diarahkan dan diinsentifkan di sepanjang hidup manusia. Pendidikan bukanlah terbatas pada waktu-waktu tertentu, dan juga tidak terbatas pada kotak-kotak tingkat dan dinding-dinding kelas tertentu. Kenyataan berlangsungnya pendidikan di sepanjang hayat, jelas terjadi dan dirasakan setiap orang. Pengalam belajar tidak pernah berhenti selama manusia itu sadar dan berinteraksi dengan lingkungannya. Pendidikan sepanjang hayat sebagai azas baru, kesadaran baru, harapan baru, membawa implikasi bahwa perlunya aktivitas individual mandiri guna senantiasa memburu pengetahuan, pengalaman-pengalaman baru dan pemikiranpemikiran baru, kapanpun dan dimanapun, disamping itu berimplikasi kepada perlunya pemerintah dan masyarakat mengembangkan berbagai layanan pendidikan yang bisa menjawab aneka ragam latar belakang (baca : usia, pekerjaan, tingkat pengetahuan, minat, bakat, kesempatan, dsb). Program layanan pendidikan tersebut bisa menyentuh berbagai bidang dan berbagai tingkat kuafikasi, bisa di dalam dan di luar sekolah, bisa berjangka pendek atau berjangka panjang, bisa formal, non-formal atau in-formal, dan bisa melayani berbagai usia. (hlm. 47) 100 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 akhir.5 Dengan demikian lansia termasuk suatu perkembangan individu yang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan sebelumnya. Perkembangan tersebut merupakan rentang peristiwa yang dialami oleh setiap individu. Dalam hubungannya dengan di atas Winarno Surakhmad, mengatakan bahwa : Anak kecil belajar duduk, makan, berbicara, berlari dan bermain. Kelak ia belajar membaca, menulis dan bergaul dengan teman-teman tertentu, ia memilih pekerjaan, mengambil keputusan, ia berkeluarga, ia menjadi orang tua dan sebagainya.6 Maka untuk mengenal lansia berarti mengenal juga masa-masa sebelumnya dari lansia itu sendiri. Akan tetapi pada bagian ini Penulis akan memaparkan lebih jauh dan memfokuskan pada lansia itu sendiri. Lebih lanjut akan diuraikan tentang apa dan siapa lansia itu, bagaimana perkembangan lansia itu, bagaimana lansia belajar dan sebagainya. Penulis akan memakai beberapa istilah kepada orang lanjut usia, tetapi tidak akan lepas dari istilah yang dipakai yaitu lansia. 1. Siapa dan Apa Lansia itu? Dalam Media lansia GPIB Paulus, istilah lansia dikisahkan sebagai berikut : Mula-mula orang tua ini dinamakan manula (manusia lanjut usia) tetapi karena nama ini terasa dihubungkan dengan orang tua yang pikun maka dicarikan nama lain. Maka dimunculkan sebutan nama lansia (lanjut usia) yang tampak lebih berbobot. Tetapi ada yang menginginkan nama yang lebih keren lagi maka lahirlah nama lamur (lanjut umur) sebagai kata mengingatkan kata kasih dalam bahasa Perancis yakni, l’amour… Tetapi sebutan ini rupanya tidak bertahan lama karena kemudian suatu perkumpulan lansia di Jakarta ini melansir sebutan baru : wulan (warga lanjut usia) sementara itu ada akronim lain yaitu ulama (usia lanjut masih aktif) tetapi nama ini tidak umur panjang juga, yang 5J. Masdani, Menghadapi Masa Tua dilihat Dari Segi Psikologi dan Rohani, (TT), 2. (Memiograf). 6Winarno Surakhmad, Psikologi Pemuda, (Bandung : Jemmars, 1990), 25. 101 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 survive ialah sebutan lansia ini. Sementara yang kita baca yang sering digunakan di manca negara adalah senior citizen.7 Dengan demikian lansia merupakan nama yang berlaku di seluruh Indonesia dan diterima di semua golongan yang menggambarkan bahwa orang-orang tua (menua) merupakan manusia yang berbobot. Lansia adalah mereka yang dikategorikan sebagai orang yang telah menjadi tua (menua=aging). Menjadi tua (menua) adalah suatu proses menghilangnya perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.8 Menurut kamus besar bahasa Indonesia usia lanjut merupakan tahap dalam perkembangan individu (usia 60 tahun ke atas).9 Usia lanjut (lansia) berkaitan dengan tahap-tahap perkembangan manusia yang dibatasi pada usia 60 tahun ke atas. Menurut Elizabeth B. Hurlock, usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat.10 Dengan demikian usia tua (lansia) merupakan akhir dari “perjalanan kehidupan” manusia. Dari anak-anak, remaja, pemuda dan dewasa produktif berakhir di masa lansia. Masa-masa yang sebelum lansia merupakan masa-masa yang penuh arti dan merupakan masa-masa yang menjadi “bayang-bayang” yang selalu mengikuti dan yang menjadi kenangan yang tak terlupakan dan ingin diulangi lagi oleh lansia, sehingga ada dari lansia yang sepertinya enggan di posisi usia itu, dengan mengabaikan harapan dan hidup yang akan datang. Media Lansia, Edisi No. 2. GPIB Paulus (Jakarta : April, 1997), 4. R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Op.Cit. 9Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi khusus (Jakarta : Balai Pustaka, 1995), 932. 10Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, Edisi kelima (Jakarta : Erlangga, 1994), 380. 7 8 102 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 Pada umumnya, masa tua bermula pada usia 55-60 tahun.11 Dan menurut kamus besar bahasa Indonesia seperti yang diuraikan di atas usia lanjut dibatasi pada umur 60 tahun ke atas. Monks dkk, memberikan batasan umur yaitu, dimulai kurang lebih 65 tahun,12 Singgih Gunarsah mengelompokkan usia lanjut bagi mereka yang berada di atas 60 tahun.13 Sedangkang Hurlock berpendapat : Usia 60 biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut. Akan tetapi orang sering menyadari bahwa usia kronologis merupakan kriteria yang kurang baik dalam menandai permulaan usia lanjut karena terdapat perbedaan tertentu di antara individu-individu dalam usia pada saat mana usia lanjut mereka dimulai. Karena kondisi kehidupan dan perawatan yang lebih baik, kebanyakan pria tidak menunjukkan kata-kata ketuaan mental dan fisiknya sampai pada usia 65 tahun, bahkan sampai awal 70-an. Karena ada alasan tersebut ada kecenderungan yang meningkat untuk menggunakan usia 65 tahun sebagai usia pensiun dalam berbagai urusan, sebagai tanda mulainya usia lanjut.14 Jadi, lansia kurang baik jika dinilai dari usia kronologis, karena ada yang usia kronologisnya telah masuk kategori lansia, tapi belum menunjukkan tanda-tanda ketuaan yang nyata. Lansia merupakan masa dimana orang pensiun dalam berbagai aktivitas, jadi, masa lansia adalah masa pensiun. Tapi penulis tidak membahas lebih jauh tentang pensiun karena dikaitkan dengan objek penelitian Penulis. Mencermati pandangan para ahli di atas berkaitan dengan batasan umur lansia, maka Penulis cenderung memakai batasan umur seperti yang dikemukakan Monks dkk. Dan Hurlock, berkaitan dengan penelitian yang Penulis laksanakan di lapangan, bahwa yang J. Masdani, Op.Cit, 4. E. J. Monks, dkk, Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam berbagai bagiannya (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1982), 210. 13S. Gunarsah, Ny. S. Gunarsah, Psikologi Praktis-Anak Remaja, Keluarga, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1993), 107. 14Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit. 11 12 103 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 dikategorikan lansia adalah mereka yang berumur 65 tahun ke atas yang tidak dalam usia “produktif” lagi. Dengan demikian lanjut usia adalah merupakan salah satu masa perkembangan dalam rentang kehidupan manusia dan merupakan perkembangan penutup dalam rentang kehidupan manusia, yang dibatasi umur 65 tahun ke atas. Untuk mengenal lebih lanjut tentang lansia, penulis akan menguraikan tentang apa yang terjadi dalam kehidupan lansia. 2. Tanda-Tanda Perkembangan Lansia Perkembangan dari lansia umumnya adalah perkembangan yang mengarah pada penurunan kemampuan diri, sehingga dengan adanya hal itu lansia mempunyai problema kehidupan yang kompleks. Dengan mengetahui tanda-tanda perkembangan lansia itu maka Penulis mengharapkan keluarga, masyarakat, Gereja akan lebih mengenal siapa lansia itu dan kira-kira apa yang menjadi kebutuhan mereka akan mudah diketahui dan dipahami untuk diperhatikan. 2.1. Perkembangan Fisik Perubahan fisik pada lansia bukan hanya yang nampak saja oleh mata, tetapi lebih dari itu seiring bertambahnya umur, maka fisik lansia secara keseluruhan terjadi penurunan kemampuan diri dan perubahan fungsi fisik. Seperti apa yang dikemukakan oleh Hurlock : Perubahan kondisi fisik terjadi pada usia lanjut dan sebagian besar perubahan itu terjadi ke arah yang memburuk selain itu juga pada bagian-bagian tubuh yang berbeda pada individu yang sama terjadi proses dan kerusakan yang bervariasi.15 Selain terjadi perubahan di luar tubuh lansia (yang tampak oleh mata), pada fisik lansia juga terjadi perubahan fisik dari dalam tubuh (yang tidak tampak oleh mata). Lebih lanjut menurut Hurlock, perubahan dari dalam jelas terjadi dan menyebar ke seluruh organ bagian dalam. Perubahan yang terjadi seperti Ibid, 386-387. 15 104 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 tulang menjadi rapuh, sistem saraf, isi perut dan sebagainya. Disamping itu terjadi juga perubahan pada fungsi organ-organ tubuh.16 Dengan demikian perubahan fisik lansia menjadi buruk baik itu di luar tubuh maupun di dalam tubuh. Semua itu juga diikuti dengan perubahan panca indera, hal ini Hurlock mengatakan bahwa, pada usia lanjut seluruh organ penginderaan kurang mempunyai sensivitas dan efisiensi kerja dibanding yang dimiliki orang yang lebih muda. Sebagai contoh mata dan telinga karena yang paling banyak digunakan dibanding indera yang lain maka paling banyak dipengaruhi pertambahan usia.17 Untuk perubahan seksual Hurlock mengatakan pada umumnya ada penurunan potensi seksual dalam usia enam puluh, kemudian berlanjut sesuai pertambahan umur.18 2.2. Perkembangan Mental Bukan hanya badan kita yang menjadi tua, tetapi jiwapun ikut dalam proses ini. Kita berkembang, belajar, mengumpulkan pengalaman suka dan duka yang makin menjadikan “matang”. Prestasi mental memuncak pada umur 50-55 tahun, kemudian mulai menurun.19 Di masa lansia prestasi mental semakin menurun, prestasi-prestasi mental yang berubah itu antara lain menurut Hurlock : Dalam belajar, lansia lebih hati-hati belajar. Mereka kurang mampu mempelajari hal-hal yang baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan pengalaman masa lalu. Tentang berpikir dalam memberikan argumentasi, secara umum terjadi penurunan dalam memberikan kesimpulan baik secara induktif maupun deduktif. Kreatifitas dalam menciptakan hal-hal penting pada orang berusia lanjut relatif berkurang. Ingatan semakin melemah baik berupa hal-hal yang baru dipelajari maupun telah lama dipelajari .… Dalam hal mengenang sesuatu yang telah terjadi pada masa Ibid, 387-388. Ibid, 389. 18Ibid. 19 S. Kruyt, Op. Cit. 17. 16 17 105 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 lalu meningkat semakin tajam. Rasa humor berkurang juga perbendaharaan kata.20 Lansia, mereka masih bisa belajar tetapi mereka lebih berhati-hati, dalam arti mereka belajar, tetapi karena kemampuan fisik dan mental mereka menurun mempengaruhi cara belajar mereka. Mereka kurang mampu mempelajari hal yang baru yang tidak sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka di masa lalu. Pikiran dan kreatifitas mereka juga menurun, apalagi ingatan mereka yang semakin melemah sangat mempengaruhi aktivitas dari lansia ini sehari-hari. Emosi lansia meningkat, mudah sedih bila mengingat masa yang lalu ataupun gembira. Minat bergurau menurun (untuk sebagian lansia), karena pengaruhpengaruh di atas, berdampak juga pada perbendaharaan kata dari lansia, apalagi lansia ini kurang diajak bicara oleh keluarga dan sebagainya. Tentang kematian, orang berusia lanjut menjadi lebih tertarik pada kegiatan keagamaan karena kematiannya semakin dekat.21 Dengan usia yang telah tua dan sering sakit-sakitan, keadaan fisik dan mental yang sudah menurun, kesepian dan sebagainya membuat lansia merasa hari kematiannya sudah dekat. Maka ia akan merasa tenang dalam pergumulan hidupnya ketika ia menyerahkan kepada Tuhan dan bantuan dari orang percaya. Dan dalam ia menghadapi kematiannya lansia lebih tertarik pada soal sekitar kematiannya dan bagaimana ia mati. Seperti dikemukakan oleh Hurlock yaitu : Semakin lanjut usia seseorang biasanya, mereka semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian dirinya. Pendapat semacam itu benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin menurun.22 Dengan demikian karena merasa kematiannya telah dekat, lansia tidak memikirkan lagi setelah mati ia kemana (walaupun itu ada dibenaknya), tetapi ia lebih terfokus pada masalah kematian bagaimana Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit., 394. Ibid. 401. 22Ibid. 402. 20 21 106 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 saya mati, apa yang terjadi dengan keluarga dan anak-anak saya setelah saya mati (bagi sebagian lansia), kapan saya mati dan sebagainya. Jadi, disaat kesehatan mereka mulai memburuk maka muncul dibenak mereka pikiran-pikiran diatas. 2.3. Perkembangan Motorik Kecepatan untuk belajar motorik sedikit memang menurun, hal ini karena berkurangnya kekuatan otot, kecepatan gerak dan fleksibilitas gerakan otot.23 Pendapat ini sesuai dengan apa yang dipahami Hurlock, perubahan dalam kemampuan motorik ini disebabkan karena pengaruh fisik dan psikologis.24 Dan menurut Kruyt : Biasanya hasrat untuk banyak bergerak makin berkurang. Untuk bangun dan situa harus memaksakan diri. Disini diperlukan semangat dan pengertian, bahwa bergerak itu sangat penting supaya kesehatan tetap baik. Ada satu hal yang sangat penting supaya kesehatan tetap baik. Ada satu hal yang sangat pokok : selama keadaan memungkinkan, seseorang harus bergerak dan menolong dirinya sendiri.25 Seiring dengan mental dan fisik yang menurun, kemampuan menggerakkan anggota tubuh dari lansia itu juga mengalami penurunannya. 2.4. Perkembangan Sosial Dengan menurunnya kemampuan fisik, mental dan motorik sangat besar pengaruhnya pada interaksi sosial lansia. Apalagi ditambah dengan ekonomi lansia yang semakin menurun. Menurut R. Bodhi-Darmojo bahwa : Keadaan sosio-ekonomi mereka umumnya akan makin menurun dengan bertambahnya usia dan akan lebih tergantung pada orang lain, yaitu keluarga, badan-badan sosial (LSM), pemerintah dan sebagainya.26 J. Masdani, Op. Cit, 7. Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit, 390. 25S. Kruyt, Op. Cit., 20. 26R. Boedhi Darmojo, H. Hadi Martono, Op. Cit., 32. 23 24 107 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 Dengan demikian lansia akan merasa menderita karena berbagai kegiatan sosialnya dikurangi, ini bisa disebabkan, sering sakit-sakitan, alat indera yang kurang berfungsi bagus, tidak bisa berjalan jauh, adanya larangan keluarga karena takut terjadi apa-apa dan sebagainya. Jadi, lansia secara tidak terpaksa dan terpaksa harus mengurangi interaksi sosialnya. Seperti kata Hurlock lagi. Dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyaknya orang yang merasa menderita karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukan semakin berkurang. Hal ini lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan masyarakat (social disengagement) yaitu proses pengunduran diri secara timbal balik pada masa usia lanjut dari lingkungan sosial .… Sosial disengagement pada usia lanjut sering diungkapkan dalam bentuk penyusutan sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kontak sosial dan menurunnya partisipasi sosial.27 Keluarga (anak-anak) masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai oleh lansia ini.28 Karena keluarga/anak-anak sangat membantu lansia dalam berbagai dalam berbagai hal yaitu baik finansial, makanan, pakaian dan bantuan fisik dan moral. 2.5. Sisi Lain Kehidupan Lansia Kadangkala orang melihat lansia langsung dihubungkan dengan halhal yang tidak “berguna” lagi. Atau kalau orang memikirkan tentang lansia, selalu yang muncul adalah orang yang tidak mampu dalam hal fisik, mental, motorik interaksi sosial, sering sakit-sakitan dan sebagainya. Tetapi tanpa disadari oleh sebagian orang ini, bahwa lansia itu merupakan manusia yang potensial yang kaya akan pengetahuan dan pengalaman, seperti kata R. Boedhi-Darmojo bahwa, menurut WHO (1982) lansia merupakan gudang kebijaksanaan dan contoh dalam sikap etika.29 Dan juga apa yang dicapai oleh lansia yaitu usia yang panjang tidak gampang dan merupakan berkat dari Tuhan yang harus disyukuri dan dibanggakan. Untuk lebih lanjut akan diuraikan di bawah ini : Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit.,398. R. Boedhi-Darmojo, Log. Cit. 29Ibid, 18. 27 28 108 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 a. Lansia adalah panutan dan manusia potensial Menutur Leily Suryana-Setiadi : Dalam kehidupan sehari-hari, lansia adalah contoh, teladan bagi generasi yang dibawahnya. Ia adalah panutan dan tempat orang meminta nasehat. Dalam masyarakat timur kata-kata orang tua masih sangat berwibawa dan menentukan banyak kebijaksanaan yang diambil.30 Lansia merupakan anugerah yang besar dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Karena lansia yang penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang positif, sangat menolong untuk menjadi panutan dan tempat meminta nasehat. Dengan segala pengetahuan dan pengalaman yang ada akan lebih bijaksana dan tahu apa yang terbaik bagi keluarga, masyarakat dan gereja. b. Lansia adalah berkat dan karunia Allah Alkitab memberikan kesaksian bahwa Allah yang memberi hidup pada manusia (Kej. 2:7; Ayb. 12:9-10; Ayb. 1:21; Kis. 17. 17:25b; Kej. 15:15; dan 2 Raj. 20:5-6).31 Allah yang memberi hidup, Allah pula yang dapat mengambil hidup kita itu. Karena itu manusia menjadi tua adalah karunia dan berkat dari Allah. Dengan demikian lansia yang mendapat panjang umur (menjadi tua) adalah karunia dan berkat Allah. 2.6. Penyakit-penyakit Usia Lanjut32 Beberapa penyakit yang muncul di hari tua adalah penyakit yang memang muncul di hari tua karena kelemahan fisik dan mental, tetapi ada juga yang muncul karena pernah mengalami jatuh ataupun masalah traumatik. Berikut beberapa penyakit yang sering muncul di hari tua : 1. Penyakit pada sendi-sendi (Arthritis deformans) 2. Keseimbangan yang terganggu, kerja sama antara otot-otot kurang baik, ia kurang lincah mungkin juga malu. 3. Patah tulang. 4. Serangan jantung. 5. Kelumpuhan separuh badan. Leily Suryana-Setiadi, Op. Cit, 217. Leily Suryana-Setiadi, Log. Cit. 32S. Kruyt, Op. Cit., 53-60. 30 31 109 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 6. Kesukaran-kesukaran pada pernafasan. 7. Kanker. 8. Damentia, kelemahan pikiran yang bersifat penyakit. Fungsi berpikir yang menurun, tidak semua dan tidak sekaligus. C. Pendidikan Agama Kristen Terhadap Lansia Pendidikan Agama Kristen33 merupakan pendidikan yang sejati. Berbicara tentang pendidikan yang sejati maka PAK adalah usaha membangun manusia yang seutuhnya, dengan kata lain bagaimana memanusiakan manusia lain (dalam hal ini lanjut usia) ke arah yang sebenarnya atau menjadikan lansia sebagai orang Kristen yang sejati. Dengan menerapkan program PAK terhadap lanjut usia maka gerejagereja telah berusaha memberdayakan lanjut usia dan melengkapi mereka sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Dalam hubungannya dengan apa yang diuraikan di atas, J. Posumah-Santoso mengatakan bahwa : Pendidikan yang sejati itu merupakan suatu proses perjalanan yang mengarah pada suatu sasaran. Dari kata asal “ducare” diperoleh pengertian : memimpin keluar, sehingga pendidikan itu mempunyai tiga 33Thomas H. Groom, memahami PAK itu, yaitu : Christian Religious Education is a political activity with oilgrims in time that deliberately and intentionally attens with them to the activity of God in our present, to the strory of the Christian faith community, and to the vision of God’s Kingdom the seeds of which are already among us (PAK adalah suatu aktivitas politik dalam arak-arakan waktu yang secara sengaja menghadirkannya pada aktivitas Allah dalam waktu kini, mengenai cerita komunitas iman Kristen dan Visi Kerajaan Allah benih-benih yang mana telah ada pada kita) (Christian Religious Education, hlm. 28). Sepaham dengan Robert R. Boehlke memahami PAK itu adalah, PAK sebagai pelayanan gereja yang bermaksud memimpin oknum-oknum dari semua golongan umur untuk memenuhi panggilannya sebagai hamba-hamba Tuhan dengan jalan belajar, bagaimana cara memutuskan dalam hal-hal yang bermakna sesuai dengan kesanggupan pribadinya masing-masing. (Peranan keputusan dalam PAK, hlm. 102). Lebih lanjut dalam rumusan pendapat Calvin, Boehlke berpendapat PAK adalah pemupukan akal orang percaya dan anak-anak mereka dengan firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga dalam diri mereka di hasilkan pertumbuhan Rohani yang berkesinambungan diejawantakan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Tuhan Yesus Kristus berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya. (Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek PAK, hlm. 413) 110 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 dimensi waktu : masa lalu, masa kini dan masa depan atau masa yang akan datang. Paulo Freire seorang ahli pendidikan yang terkenal dengan pandangan pendidikan yang membebaskan, berpendapat bahwa “pendidikan tidak boleh membiarkan orang mapan dalam bentuk apa yang sudah ada tetapi memimpin orang untuk membangun suatu dunia yang lebih baik.34 Dengan demikian penerapan PAK terhadap lanjut usia adalah usaha pendidikan dari gereja yang mempunyai sasaran yaitu menolong lanjut usia keluar dari problema kehidupannya, dengan menikmati waktuwaktu yang diberikan Tuhan, masa lalu, masa kini dan masa depan sebagai suatu integritas kehidupan, jadi masa tua harus disadari dan dinikmati oleh lanjut usia sebagai masa yang diberikan oleh Tuhan. Tetapi ada kecenderungan bahwa PAK terhadap lansia secara umum belum diperhatikan oleh umumnya gereja-gereja di Indonesia. Kalaupun ada baru sebagai “menyinggung” tentang lansia itu misalnya, dalam doadoa syafaat, kalau ada hari lansia atau acara khusus baru dikhotbahkan tentang lansia dan sebagainya. Jadi, belum adanya perhatian yang kongkrit dan terprogram dari umumnya gereja-gereja di Indonesia. Dan pada umumnya gereja-gereja itu lebih terfokus perhatiannya pada anakanak, remaja, pemuda dan orang dewasa yang masih produktif. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Leily Suryanan-Setiadi yaitu : Pada umumnya gereja-gereja di Indonesia lebih mengenal pendidikan Agama Kristen (PAK) untuk anak, remaja, pemuda, dan dewasa dari pada PAK untuk lanjut usia (lansia). Dapat dikatakan PAK untuk lansia masih belum terpikirkan sebagai suatu kebutuhan.35 Jadi, belum terpikirnya (kalaupun ada belum dijalankannya) program untuk lansia oleh gereja-gereja karena belum disadari bahwa hal itu adalah suatu kebutuhan yang harus dijalankan dengan melihat populasi lansia yang semakin banyak, problema-problema kehidupannya yang 34J. T. Posumah-Santosa, PAK Bagi Jemaat Perkotaan, Educatio Christi, No. 02, (Tomohon : FPAK, 1993), 23. 35Leily Suryana-Setiadi, PAK untuk Lansia, A. Ismail, (penyunting), Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1998), 216. 111 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 kompleks, keluarga dan masyarakat yang kurang memperhatikan mereka. Program yang dimaksud di atas adalah selain terciptanya proses belajar mengajar tetapi juga saling berbagi dan saling memperhatikan/mempedulikan. C.1. Tujuan Untuk tujuan PAK terhadap lansia penulis mengacu pada rumusan tujuan PAK dalam konferensi kurikulum I PAK yang diselenggarakan oleh KOMPAK DGI pada tanggal 12 Juni – 14 Juli 1963 di Sukabumi, yaitu : Mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus sehingga dengan pimpinan Roh Kudus Ia datang ke dalam suatu persekutuan hidup pribadi dengan Tuhan. Hal ini dinyatakan dalam kasihnya kepada Allah dan sesamanya manusia yang dihayatinya dalam hidupnya sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan selaku anggota tubuh Kristus.36 Tujuan PAK ini masih relevan untuk diterapkan sampai sekarang. Dengan demikian PAK terhadap lansia bertujuan mengajak, membantu menghantar lansia untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus sehingga melalui penghantara Roh Kudus lansia bersekutu secara pribadi dengan Tuhan. Ini dinyatakan dalam kasihnya kepada Allah dan sesama manusia dalam kehidupannya sehari-hari, baik melalui perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain bisa menjadi manusia yang seutuhnya, menjadi manusia Kristen yang sejati. D. Dasar Alkitab (PL dan PB) merupakan dasar yang utama untuk PAK terhadap lansia. Semua kegiatan PAK harus bertitik tolak dari Alkitab. Alkitab merupakan sumber dan inspirasi dari PAK terhadap lanjut usia. Dengan demikian pendidikan yang ada tidak hanya pengenalan injil, 36Departemen BINDIK PGI, Strategi Pendidikan Kristen di Indonesia, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1989),102. 112 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 tetapi bagaimana Injil itu dapat merubah, merubah lanjut usia dalam iman, dalam pengharapan dan dalam kasihnya kepada Tuhan dan sesama manusia. Maka ada beberapa bagian yang Penulis angkat dari Alkitab yaitu dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mewakili bagian dari Alkitab sebagai dasar dan sumber PAK, khususnya PAK terhadap lansia. D.1. Perjanjian Lama Ulangan 6:4-9 mengatakan : “Dengarlah hai orang Israel : Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumah, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah engkau mengingatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu”. Dalam ulangan 6:4-9 ini, adalah ringkasan pengakuan iman Israel yang disebut syema oleh orang Yahudi (ay. 4 dan 5). Kata-kata itu harus dicamkan dalam hati orang Israel dan mereka harus mengajarkannya dengan tekun kepada anak-anak mereka. Kata-kata itu harus menjadi “tanda” pada tangan dan “lambang” di dahi mereka. Kata-kata itu harus ditulis pada tiang pintu rumah dan pada pintu gerbang (ay. 6-9). Perintah itu, yang segera menyusul syema, telah menjadi bagian ibadah sehari-hari orang Yahudi.37 Ulangan 6 :4-9 ini, dimana diperintahkan agar hukum. Ketetapan dan peraturan Allah diajarkan sebagai warisan iman secara turun temurun. Perintah ini dikeluarkan menjelang masuknya bangsa Isreal ke tanah perjanjian. 37W. S. Lasor, D. A. Hubbard, F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1993), 247. 113 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 Bangsa Israel yang dahulunya bangsa budak di Mesir, sekarang adalah bangsa pengembara dan segera beralih menjadi masyarakat agraris. Di tanah Kanaan mereka akan berjumpa dengan bangsa lain dengan lingkup dan budayanya sendiri. Khususnya dengan ilah-ilah mereka yang berbeda dengan dari Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Tuhan rupanya tidak melarang mereka berbaur dan bergaul dengan bangsa yang berbeda budaya dan agama tetapi adalah hakiki untuk tetap memelihara ikatan perjanjian kudus lewat pengenalan akan Tuhan dan memelihara hukumhukumnya.38 Ulangan 6:4-9 ini, merupakan tuntutan supaya Israel mengabdi kepada Tuhan dengan kesetiaan yang total, mengasihi Allah, yang berarti menurut segala perintah-perintah-Nya dengan tekad yang bulat, jadi kasih dan ketaatan dikaitkan erat-rat. Firman (perintah-perintah) Allah menjadi jembatan antara “kasih” dan “ketaatan”. Dan Israel dianjurkan supaya pernyataan kehendak Tuhan dihayati oleh generasi mendatang. Dan ini diajakan berulang-ulang dalam segala keinginan manusia.39 Secara teologis dalam Ulangan 6:4-9 ini, menyatakan bahwa Tuhan Allah yang menuntun dan mengajar umat-Nya menuntut agar umat-Nya Israel mengasihi dan taat kepada-Nya. Dan apa yang diajarkan Tuhan itu dipelihara umat-Nya sampai ke generasi mendatang dengan pengajaran yang dilakukan oleh umat-Nya. Untuk menjaga kasih dan ketaatan kepada Allah maka sangatlah penting adalah peranan pengajaran atau pendidikan iman (PAK) yang secara terus-menerus dan tidak dibatasi waktu dan tempat. Menjaga pendidikan iman (PAK) dalam umat-Nya adalah ibadat untuk Allah. Mengapa pendidikan iman (PAK) dalam umat-Nya adalah ibadat untuk Allah. Mengapa pendidikan itu harus ada karena untuk meluruskan jalan dari segala dosa dan tetap menjaga kasih dan ketaatan kepada Allah terutama untuk generasi muda. Dalam ulangan 6:4-9, Allah dan Musa merupakan pengajar dan yang diajar adalah umat Israel khususnya orang J. T. Posumah-Santosa, PAK Bagi Jemaat Perkotaan, Op. Cit I. J. Cairns, Tafsiran Alkitab, Ulangan I fas. 1-11 (Jakarta : BPK Gunung Mulia), 132-135. 38 39 114 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 tua, dengan isi ajaran berupa pengakuan iman, peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan. Dengan metode pengajaran yang ada adalah percakapan, demonstrasi dan lain sebagainya, dengan waktu dan tempat yang tidak dibatasi yaitu, duduk dirumah, sedang dalam perjalanan, dalam berbaring, bangun dan lain sebagainya. Dalam pendidikan iman kewibawaan untuk mengajar anak-anak mereka. Dan ini lebih nyata dalam Ulangan 6:20-25 yaitu : “Apabila di kemudian hari anakmu bertanya kepadamu : Apakah peringatan, ketetapan dan peraturan itu, yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan Allah kita? Maka haruslah engkau menjawab anakmu itu : kita dahulu adalah budak Firaun di Mesir, tetapi Tuhan membawa kita keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat. Tangan membuat tanda-tanda mujizat-mujizat, yang besar dan mencelakakan, terhadap Mesir, terhadap Firaun dan seisi rumahnya didepan mata kita: tetapi kita dibawah-Nya keluar dari sana supaya kita dibawah-Nya masuk untuk memberikan kepada kita negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyang kita. Tuhan, Allah kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan supaya ia membiarkan kita hidup, seperti sekarang ini. Dan kita akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia dihadapan Tuhan, Allah kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita”. Kewibawaan orang tua menjadi modal utama dalam pendidikan terhadap generasi muda. Dalam proses katekisasi, menanyakan asal dan makna tora, dalam memberikan jawaban-jawaban kepada anak-anak dan lain sebagainya.40 Allah mengaruniakan kewibawaan kepada orang tua untuk menjaga peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan dan hukumNya dalam kehidupan umat Allah melalui pendidikan. Melalui Ulangan 6 ini, Orang tua (lansia) menjadi sasaran pengajaran Allah dan itu diteruskan kepada generasi mendatang dengan karunia kewibawaan yang ada, agar kasih dan ketaatan kepada Allah tetap terjaga Ibid, 139. 40 115 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 melalui pengetahuan dan pelaksanaan peraturan-peraturan, ketetapanketetapan dan hukum Allah oleh generasi ke generasi. Disamping anugerah dari Allah bagi orang tua (lansia) dalam mengajar, tetapi ada juga kekurangan dan kelemahan yang terjadi kepada orang tua (lansia) sehingga mereka perlu pendidikan dari kaum generasi muda. Dan pendidikan yang ada harus dilaksanakan sebagaimana Allah telah mendidik umat-Nya. Dengan pendidikan yang ada untuk orang tua (lansia) akan membawa diri mereka dirasakan oleh orang tua itu sendiri (lansia) maupun generasi muda bahwa mereka tetap berguna. Karena orang tua (lansia) tetap mengharapkan mereka tetap berguna baik untuk keluarga, masyarakat terutama gereja. Dan keinginan untuk tetap berguna juga dalam usia dinyatakan pemazmur dalam Mazmur 71:17-18 yaitu, “Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatanMu yang ajaib; juga sampai masa tua dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku supaya aku memberitakan kuasaMu kepada angkatan ini, keperkasaanMu kepada semua orang yang akan datang.” Keinginan tetap berguna diharapkan oleh orang tua (lansia) tetapi adakalnya dibatasi kelemahan dan keterbatasan diri tapi dalam keadaan demikian Allah tetap melindungi umat-Nya seperti kesaksian nabi, Yesaya 46:4 yang mengatakan : “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu, Aku telah melakukannya dan menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” Orang tua (lansia) mempunyai keterbatasan diri, juga kelemahan tetapi janga menjadi penghalang untuk tetap berkarya di ladang Tuhan, untuk berusaha melibatkan diri dalam pelayanan pendidikan kepada generasi muda. Keterbatasan diri dan kelemahan tidaklah perlu dijadikan 116 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 beban atau kekuatiran yang berlebihan, karena Allah memberikan jaminan keprihatinannya.41 D.2. Perjanjian Baru Matius 28:18-20 mengatakan : “Yesus mendekati mereka dan berkata : “Kepadaku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Melalui kitab Matius ini, orang dapat merujuk dan dari situ orang mendapatkan arah hidup bila mau melaksanakan atau mengajar orang lain untuk melaksanakan apa yang Yesus perintahkan. Karena kitab ini bukan sejarah melulu tentang Yesus Kristus dalam arti informasi yang dilaporkan mengenai masa lampau, melainkan sebagai sesuatu yang mempunyai akibat pada masa kini.42 Dalam Matius 28:18-20 ini, berdasarkan anggapan Yesus bahwa Dia berkuasa atas alam semesta (Matius menunjukkan bahwa Kerajaan Sorga telah terwujud dalam kemanusiaan Yesus yang telah dimuliakan), Kristus memerintahkan rasul-rasul untuk mewartakan “kepada semua bangsa”. Mereka harus menjadikan orang-orang percaya akan pewartaan mereka itu anggota gereja dengan pembaptisan. Sejak itu, tugas para rasul adalah “mengajar”, menyampaikan ajaran-ajaran iman yang lebih mendalam untuk diberikan kepada mereka yang telah menjadi anggota Gereja.43 Secara teologis Yesus merupakan pendidik agung. Yesuslah yang mengajar umat-Nya. Pendidikan iman kepada orang percaya dari Yesus Kristus adalah keharusan yang dilakukan sebagai amanat agung dari Laily Suryana-Setiadi, Op. Cit. Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru, (Jakarta : BPK Gunung Mulia 1996), 182. 43Lembaga Biblika Indonesia, Injil Matius, (Kanisius 1981), 177. 41 42 117 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 Yesus. Amanat ini disampaikan kepada semua orang percaya dalam hal ini gereja. Pentingnya pengajaran dan pendidikan iman (PAK) untuk anggota gereja sebagai amanat agung Yesus, untuk tetap menjaga kasih dan ketaatan kepada-Nya. Dalam Matius 28 ini, Yesus merupakan pengajar dan Ia mengajar rasul-rasul-Nya, dengan isi ajaran berupa kuasa, pembaptisan dan mengajar semua makhluk dengan segala yang telah Yesus ajarkan. Metode pengajaran adalah percakapan, demonstrasi dan sebagainya, dalam waktu dan tempat yang tidak dibatasi. Amanat agung Yesus Kristus dinyatakan kepada semua orang yang merespon kasih-Nya, dan juga semua golongan umur. Berarti kalau gereja terpanggil dan bertanggung jawab tidak hanya golongan umur tertentu.44 Maka lansia harus mendapat perhatian gereja, mendapat pengajaran dari gereja sebagai amanat agung dari Yesus Kristus. E. Refleksi Teologis Terhadap Masalah Pentingnya Perhatian Gereja Terhadap Lansia E.1. Perlunya PAK Terhadap Lansia PAK terhadap lansia merupakan bentuk pelayanan kepada lanjut usia dalam menolong dan memberdayakan mereka dalam keadaan penurunan kemampuan diri baik fisik, mental, motorik, sosial dan sebagainya. Dan juga menolong dan memberdayakan mereka dalam kesempatan melayani dan berkembang sebagai orang Kristen. PAK merupakan amanat Agung dari Yesus Kristus. Sebagai amanat agung, gereja harus melaksanakan PAK ini sebagai tanggung jawab, sebagai tugas dan sebagai keterpanggilannya dalam melayani Kristus sebagai kepala gereja. Dengan demikian gereja melaksanakan PAK terhadap lansia, gereja menjalankan amanat agung Yesus Kristus. PAK terhadap lansia membawa warna baru dalam pelayanan dan pendidikan yang dilakukan oleh gereja. Dimana gereja dituntut untuk lebih peka dengan pergumulan-pergumulan umat Allah, yang begitu kompleks permasalahan kehidupannya. Maka dengan pekanya gereja Leyli Suryana-Setiadi, Op. Cit. 44 118 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 melihat dan merasakan pergumulan-pergumulan umat-Nya, gereja berusaha mengantisipasi kekosongan-kekosongan pelayanan, dengan menciptakan model-model pelayanan yang efektif, sumber daya manusia, baik sebagai pelayan khusus, pendidik, dan lain-lain, yang dipersiapkan dengan pembekalan pendidikan khusus. Program-program pendidikan yang akurat yang disusun sedemikian rupa agar tepat sasaran, akan sangat menolong gereja untuk tetap semakin kokoh sebagai wakil Allah di muka bumi ini. PAK terhadap lansia wujud nyata kepekaan gereja terhadap pergumulan-pergumulan umat-Nya terutama lanjut usia itu sendiri. Dengan pekanya gereja pada pelayanan pendidikan kepada orang usia lanjut melalui PAK terhadap lansia, gereja mau berperan serta dalam rencana Allah yang telah memberikan dan mempercayakan lansia sebagai bagian dari tubuh gereja untuk turut dalam karya penyelamatan Allah di dunia ini. PAK terhadap lansia akan menolong lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat, dan gereja, bahwa lansia merupakan manusia potensial yang berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sangat berguna bagi generasi muda. Dengan kata lain lansia sadar bahwa ia bisa tetap berkarya dan membawa berkat bagi sesama orang percaya. Dan keluarga dan masyarakat akan melihat bahwa lansia bukanlah beban dalam kehidupan mereka tetapi merupakan berkat yang tak ternilai harganya. Dan gereja memperoleh teladan-teladan iman yang baik dalam kehidupan jemaat. PAK terhadap lansia akan menolong lansia untuk tetap menjaga kesehatannya, memperlambat penurunan kemampuan diri, mengaktifkan diri sesuai kemampuan, dan terutama bagaimana menjalin hubungan iman kepada Tuhan dan sesama orang percaya. Yaitu PAK terhadap lansia membuka wawasan bagi lansia itu sendiri, keluarga dan masyarakat dan gereja bagaimana menerima usia tua itu dengan senang dan bangga. PAK terhadap lansia akan sangat menolong lansia untuk menghadapi kematiannya, dan juga menolong lansia untuk bisa menerima ketika hanya terbaring saja di tempat tidur karena sakit, juga menolong keluarga untuk tetap merawat lansia dalam segala kondisi yang ada. Semuanya itu dengan pengajaran-pengajaran yang ada. 119 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 Dengan demikian PAK terhadap lansia akan memberikan kontribusi yang besar kepada lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat dan gereja, apa-apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan lansia itu untuk segera dipenuhi agar tidak membawa dampak kesengsaran dari pihak lansia, keluarga, masyarakat dan gereja. E.2. Lansia Harus Tetap Belajar Sebagaimana yang diuraikan diatas yang menyatakan bahwa lansia masih dapat belajar, tetapi pola belajar lansia telah mengalami perubahan dikarenakan kemampuan fisik dan mental yang menurun dan juga kebutuhan-kebutuhan yang telah berubah. Ada anggapan dalam masyarakat bahkan di dalam jemaat bahwa lansia tidak perlu lagi belajar. Dalam arti lansia telah melewati asam manisnya kehidupan, lansia itu telah banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan, penuh dengan arti kehidupan, sehingga timbul pemikiran apalagi yang mereka harus pelajari, semuanya telah mereka tahu dan lewati. Karena adanya anggapan itu sehingga keluarga, masyarakat dan gereja kurang memperhatikan lansia ini dalam belajar, berdialog, memahami mereka dan sebagainya. Ini membawa dampak pada lansia yaitu dengan keadaan kondisi yang semakin menurun, tidak tahu apa-apa tentang kehidupan lansia itu, sehingga lansia semakin tidak berdaya dan kurang harapan untuk menikmati usia tua. Padahal dengan belajar akan sangat menolong lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat dan gereja. Ada 2 hal yang penting untuk diperhatikan berkaitan dengan keharusan lansia belajar agar lansia tidak dianggap beban tetapi pergumulan bersama untuk memberdayakan mereka. 1. Pendidikan seumur hidup (life-long education) Pendidikan seumur hidup menggambarkan dan menyatakan tentang pendidikan yang berlaku untuk segala usia dari bayi dalam kandungan, lahir menjadi dewasa dan menjadi lansia tetap belajar, dimanapun dan kapanpun. Dengan demikian tidak ada kata terlambat untuk belajar, terlalu tua, bahkan sudah penuh dengan pengetahuan dan pengalaman, selama manusia hidup manusia tetap belajar demikian juga lansia. Dengan pendidikan seumur hidup ini tidak alasan bagi lansia untuk tidak 120 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 belajar selama masih mampu tetap dan harus belajar. Maka gereja terpanggil untuk mengajar mereka melalui PAK terhadap lansia. 2. Apa yang perlu lansia belajar? Dalam keadaan perubahan diri baik fisik, mental, motorik, sosial dan sebagainya, menimbulkan problema yang baru bagi lansia. Dengan demikian lansia perlu belajar tentang bagaimana untuk ada sebagai orang yang telah tua, menerima ketuaan itu, bagaimana menjaga kesehatan diri, bagaimana memperlambat proses perubahan dan penurunan kemampuan fisik, mental dan motorik, bagaimana menghadapi kesepian dan bagaimana menghadapi hari kematian yang sudah pasti tidak akan lama lagi. Dan yang terutama bagaimana belajar meningkatkan kualitas iman, harapan dan kasih terhadap Tuhan dan sesama orang percaya. Dengan demikian apa yang perlu lansia belajar adalah hal kongkrit yang terjadi dalam dirinya, maupun di sekelilingnya. Suatu hal yang benar-benar baru dan tidak diketahuinya yang akan menjadi batu sandungan bagi lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat juga gereja jika tidak sama-sama untuk belajar. Jadi, dengan berdasarkan 2 point di atas maka lansia perlu belajar, baik itu untuk dirinya sendiri, untuk keluarga, untuk masyarakat dan untuk gereja. E.3. Lansia Sebagai Subjek dan Objek PAK Dalam pelaksanaan PAK terhadap lansia, lansia merupakan subjek pendidikan dan objek pendidikan seperti diuraikan dibawah ini. 1. Subjek Sebagai subjek lansia penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang baik, merupakan gudang kebijaksanaan dan contoh etika yang baik. Dengan demikian lansia bisa membagikan berkat, pengetahuan iman, teladan-teladan dan nasehat-nasehat, juga pembinaan kepada yang muda-muda untuk menuntun perjalanan kehidupan mereka. Selain itu dalam proses pendidikan lansia bisa menjadi narasumber bagi lansia itu sendiri, saling berbagi pengalaman dan pengetahuan yang ada, untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing dan saling menambah kebijaksanaan hidup. 121 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 2. Objek Dengan kemampuan diri yang semakin menurun baik fisik, mental, motorik, sosial dan sebagainya juga dalam memperdalam iman, harapan, kasih kepada Tuhan dan sesama orang percaya lansia merupakan sasaran langsung program pendidikan itu dengan melihat kebutuhan-kebutuhan mereka itu untuk diberikan solusi yang baik. KESIMPULAN Jika Tuhan menghendaki maka setiap manusia akan menjadi tua. Menjadi tua lebih tepat memakai istilah lanjut usia (lansia) karena lebih menggambarkan orang-orang tua (menua) adalah manusia yang berbobot, dan istilah ini juga berlaku di Indonesia dan diterima disemua golongan. Lansia dibatasi pada usia 65 tahun keatas karena diusia ini setiap manusia mulai mengalami banyak penurunan kemampuan diri, dan tidak “produktif” lagi. Pada masa usia lansia banyak diperhadapkan dengan masalahmasalah baru, yaitu penurunan kemampuan diri yaitu, fisik, mental, motorik, sosial, dan lain sebagainya. Ini membawa lansia sepertinya tidak berguna lagi, dan menjadi beban orang lain, perasaan ini tidak hanya muncul dari lansia itu sendiri tetapi orang yang ada disekitarnya(keluarga, jemaat dan masyarakat). Padahal lansia adalah juga manusia yang potensial sumber pengalaman hidup dan pengetahuan yang baik bagi generasi muda. Gereja terpanggil untuk melengkapi lansia dimasa tuanya juga memperlengkapi orang disekitarnya. Salah satu cara adalah lewat Pendidikan Agama Kristen. Pentingnya PAK terhadap lansia untuk diterapkan dalam kehidupan jemaat, karena PAK terhadap lansia sangat menolong lansia itu untuk menikmati hari tuanya dalam melihat hari tuanya sebagai tahun-tahun yang baik sekali untuk melayani dan berkembang sebagai orang Kristen. PAK terhadap lansia akan membuka wawasan baru dalam pelayanan gereja, bahwa gereja harus peka dalam pergumulan-pergumulan jemaat Tuhan terutama lansia. 122 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 PAK terhadap lansia akan sangat menolong lansia itu sendiri dan keluarga dalam memhami siapa lansia itu, bagaimana keadaan diri bila menjadi tua, apa yang harus dilakukan bila menjadi tua, agar lansia dan keluarga siap menerima ketuaan itu dan konsekwensi dari menua itu. PAK terhadap lansia yang terutama hubungan iman, harap dan kasih dari lansia kepada Tuhan dan sesama orang percaya, tetapi juga menolong lansia untuk menjadi tua yang sahat, dalam arti memberdayakan mereka dalam penurunan dan perubahan kemampuan diri, baik secara fisik, mental, motorik, sosial, dan sebagainya, agar bisa menjaga kesehatan diri dan memperlambat proses penuaan. KEPUSTAKAAN Bruebaker Omar, J dan Robert E. Clark. Memahami Sesama Kita. Malang : Gandum Mas, 1972. Cairns. I.J. Tafsiran Alkitab. Jakarta : BPK Gunung Mulia Darmodjo Boedhi. R dan H. Hadi Martono. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, 1999 Faisal Sanapiah. Drs. Pendidikan Luar Sekolah. Di dalam Sistem Pendidikan dan Pembangunan Nasional. Surabaya : Usaha Nasional, 1981 Gunarsa S dan Ny. S. Gunarsa. Psikologi Praktis Anak, Remaja, Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1993 Groome Thomas, H. Christian Religious Education, Sharing Our Story And Vision. San Fransisco : Harper and Row, 1980 Hurlock Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga, 1994 Ismail. A. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1998 Kruyt, S. Menjelang Hari Tua. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1983 123 Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015 Lasor, W.S. Hubbard, D.A., Bush F.W. Pengantar Perjanjian Lama I. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1993 Marxen Willi, Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996 Monks F.J. dkk. Psikologi Perkembangan. Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Jogjakarta, Gajah Mada University Press, 1982 Surakhmad Winarno. Psikologi Pemuda. Bandung : Jenmars, 1990 MAKALAH Masdani J. Menghadapi Masa Tua Dilihat Dari Segi Psikologi Dan Rohani (TT) MAJALAH Educatio Christi, No. 2 : Tomohon : Fakultas PAK UKIT, 1993 Media Lansia Edisi No. 1. Jakarta : GPIB PAULUS, Maret 1997 Media Lansia Edisi No. 2. Jakarta : GPIB PAULUS, April 1997 KAMUS Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Khusus. Balai Pustaka, 1995 DOKUMEN Departemen Bindik PGI. Strategi Pendidikan Kristen Di Indonesia. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1989 Lembaga Biblika Indonesia. Injil Matius. Jogjakarta, Kanisius, 1981 124