11/18/2009 AoA adalah agreement on agriculture atau perjanjian pertanian yang merupakan bagian dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTOWorld Trade Organisation), yang mulai resmi berlaku sejak 1 Januari 1995 Tujuannya, agar setiap negara mau menghapus tarif pertaniannya dan mau menghapus subsidi pertaniannya. Intinya, meminta diterapkannya perdagangan bebas produkproduk-produk pertanian dan sistem pertanian yang liberalistik. Perundingan AOA tahap-II dimulai kembali sejak Januari 2000 sampai sekarang, seiring dengan diadakannya Putaran Doha sejak tahun 2003. Saat ini tujuannya lebih ambisius lagi, yaitu pengurangan tarif dan pemotongan subsidi lebih lanjut. Akan tetapi negara maju tetap tidak mau memotong subsidinya. Padahal subsidi tersebut faktanya menjadi dumping ke negara berkembang. Sebaliknya negara berkembang seperti Indonesia diminta untuk memotong lagi tarifnya lebih besar, sebagaimana usulan penggunaan formula Swiss, dan subsidi yang terbatas. Ini berarti Indonesia akan kebanjiran produk-produk pertanian dari luar lebih banyak lagi, yang akan mematikan produk-produk pertanian petani. Jadi pada dasarnya negosiasi AoA ditujukan untuk meningkatkan volume perdagangan dunia atas produk pertanian dengan mengurangi bahkan menghilangkan segala hal yang menjadi penghalang (barrier) di negara-negara anggota. • Perluasan akses pasar (market access), seringkali juga disebut penurunan tarif. karena perluasan pasar melalui eskpor ke negara lain dicapai melalui penurunan hambatan tarif di negara tujuan. Akses pasar juga diperluas melalui dihilangkannya hambatan non tarif secara bertahap menjadi hambatan tarif atau disebut tarifikasi. • Pemotongan dukungan domestik atau subsidi dalam negeri. Tujuannya juga meningkatkan akses pasar. Karena dengan menurunkan subsidi domestik maka produk pertanian dalam negeri menjadi lebih mahal harganya sehingga produk-produk pertanian impor dapat ekspansi ke pasar negara lain. Dalam perjanjian pertanian, WTO membedakan antara program dukungan yang mempengaruhi produksi secara langsung dan yang dianggap tidak mempunyai pengaruh secara langsung. • • Pemotongan subsidi ekspor, seperti misalnya kredit ekspor. Tujuannya juga sama seperti dua hal yang diatas, untuk meningkatkan akses pasar di negara anggota lainnya. pengurangan peran negara • Tarif adalah pajak yang dikenakan pada produk dari luar negeri yang dijual di dalam negeri. Tujuannya diantaranya untuk melindungi sektor yang memproduksi barang tersebut. Tarif juga menjadi pendapatan pemerintah. Misalnya, sebutir jeruk Australia yang berharga 2 ribu rupiah dikenakan tarif sebesar 20 persen (atau 400 rupiah) , maka harga jeruk tersebut menjadi 2400. Nilai 400 rupiah menjadi pendapatan pemerintah Indonesia. Sementara dengan kenaikan harga menjadi 2400 rupiah, diharapkan produk buahbuahan lokal tetap kompetitif dari sisi harga sehingga konsumen akan tetap memilih produksi jeruk dari petani lokal. Dengan memilih produk lokal maka petani sebagai produsen jeruk lokal akan terus menanam jeruk. 1 11/18/2009 Dalam perdagangan internasional, tariff dianggap menjadi penghambat yang menjadikan arus lalu lintas perdagangan lebih lambat. Tarif menjadikan Subsidi dan dukungan domestik dianggap menyebabkan distorsi dalam perdagangan internasional. Subsidi melalui berbagai cara dan harga produk impor menjadi lebih mahal dari produk lokal. Karenanya penurunan tarif atau jenis, dilakukan untuk membantu dan melindungi sektor pertanian di dalam negeri. Pemberian subsidi dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Sehingga menghilangkannya merupakan upaya untuk membuat arus perdagangan antar negara lebih lancar dan meningkat. Dalam perjanjian pertanian, menyebabkan produksi lokal cukup memenuhi permintaan dalam negeri yang berarti akan mengurangi permintaan impor produk serupa dari luar negeri. Negara maju sepakat untuk menurunkan tariff produk pertaniannya sebesar 36 persen dalam waktu 6 tahun dan Negara berkembang sebesar 24 persen dalam jangka waktu 10 tahun. Pemberian subsidi juga akan menyebabkan over produksi atau surplus di dalam negeri yang kemudian surplus produksi tersebut akan di ekspor ke luar negeri. Surplus produksi yang terlalu besar akan meningkatkan tingkat suplai atau penawaran di pasar internasional sehingga akan menurunkan harga produk di pasar dunia. Merupakan salah satu kebijakan dukungan domestik yang dianggap mempunyai pengaruh langsung dalam sektor produksi dan pedagangan produk pertanian. Negara anggota WTO Harga produk yang turun di pasar dunia, menyebabkan produksi dari negara lain yang tidak bisa memberikan subsidi menjadi lebih mahal, sehingga tidak laku di pasar internasional. Demikian juga dengan di dalam negeri, karena harga internasional turun maka orang/pembeli akan cenderung membeli di pasar internasional (impor) dibandingkan membeli produk pertanian lokal. Dampaknya produksi lokal tidak diserap mengkalkulasikan tingkat dukungan dalam “kotak kuning” dengan metode penghitungan yang disebut sebagai AMS (agregate measures support). pasar dan petani yang menjadi produsen dan sektor pertanian secara keseluruhan akan merugi. merugi. Ini adalah “kotak kuning dengan kondisi tertentu” yaitu kondisi yang dianggap dapat mengurangi distorsi. Dukungan-dukungan yang tidak bisa diletakkan dalam kotak kuning box diletakkan dalam kotak biru sepanjang dukungan tersebut digunakan untuk membatasi produksi. Sampai saat ini tidak ada batasan jumlah subsidi dalam kotak biru, bahkan dalam Sidang Dewan Umum (General Council ) pada Juli 2004, criteria Blue Box semakin diperluas. Merupakan dukungan domestik yang diijinkan karena dampaknya pada perdagangan dianggap minimal. Contoh tindakan yang dikategorikan dalam kotak hijau adalah jasa yang diberikan oleh pemerintah yang menyangkut riset, penanggulangan hama, pembangunan infrastruktur, dan ketahanan pangan. 2 11/18/2009 Subsidi Domestik dalam sektor Pertanian: – Amber Box, adalah semua subsidi domestik yang dianggap mendistorsi produksi dan perdagangan; – Blue Box, adalah amber box dengan persyaratan tertentu yang ditujukan untuk mengurangi distorsi. Subsidi yang biasanya dikategorikan sebagai Amber Box akan dimasukkan ke dalam Blue Box jika subsidi tersebut juga menuntut dikuranginya produksi oleh para petani; dan – Green Box, adalah subsidi yang tidak berpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap perdagangan. Subsidi tersebut harus dibiayai dari anggaran pemerintah (tidak dengan membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi) dan harus tidak melibatkan subsidi terhadap harga. Merupakan dukungan domestik yang diijinkan karena dampaknya pada perdagangan dianggap minimal. Contoh tindakan yang dikategorikan dalam kotak hijau adalah jasa yang diberikan oleh pemerintah yang menyangkut riset, penanggulangan hama, pembangunan infrastruktur, dan ketahanan pangan. Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur oleh ketentuan ”fleksibilitas hilir” (downstream flexibility); (iii)subsidi ekspor yang sesuai dengan ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan anticircumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas adalah dilarang. Pemerintah Indonesia telah mengusulkan Special Product / Special Safeguard Mechanism (SP/SSM) untuk mengecualikan produk-produk pertanian yang penting (seperti beras, gula, jagung) dari penurunan tarif dan bisa mempunyai mekanisme pengaman dari adanya ancaman import. Usulan ini sebenarnya sangat terbatas, bila melihat besarnya kepentingan Indonesia. Indonesia seharusnya menolak diadakannya penurunan tarif kembali; kembali; dan bahkan harus mempersoalkan dimasukkannya pertanian dan pangan untuk diatur oleh WTO, karena hanya akan merugikan petani dan kepentingan bangsa. Proposal SP/SSM awalnya datang dari dua proposal yang berbeda. Proposal pertama, adalah Food Security Mechanism yang diajukan oleh Indonesia dan Filipina pada November 2002. FSM meminta fleksibilitas dalam hal komitmen dan impelementasi akses pasar guna menjawab masalah ketahanan pangan dan produk lain yang sesuai dengan kriteria tertentu. Proposal kedua adalah SSM yang diajukan oleh Kuba, Republik Dominika, Granada, Honduras, Nikaragua, Nigeria, Pakistan, Srilangka dan Venezuela. SSM adalah hak negara berkembang untuk menetapkan aturan-aturan perbatasan secara temporer atas produk impor apabila terjadi impor yang terlalu deras. Karenanya proposal SP/SSM disponsori oleh negaranegara tersebut dengan substansi yang serupa. Proposal ‘Strategic produk” merupakan respon dari draft modalitas Harbinson (nama ketua perundingan AoA di WTO saat itu) • SP merupakan singkatan dari special products atau produk khusus, sebelumnya bernama strategic products yang pernah dimunculkan dalam draft teks Harbinson I. Tetapi draft II, teks Harbinson tahun 2003, kata ‘strategic’ menjadi ‘special’. • SSM adalah special safeguard mechanism atau mekanisme pengaman khusus, SSM sebelumnya dikenal dengan nama SSG (special safeguard) yang tercantum dalam pasal 5 dalam perjanjian AoA. Pasal tersebut menetapkan bahwa negara-negara yang melakukan tariffikasi berhak untuk menetapkan tarif pengamanan (misalnya dengan menaikkan) ketika terjadi kenaikan impor yang mendadak dan jatuhnya harga. Saat ini SSG hanya dimiliki oleh negara maju dan 21 negara berkembang. Fasilitas ini akan berakhir pada tahun 2010. 3 11/18/2009 Ide dari SP adalah produk-produk pertanian tertentu mendapat fleksibilitas dan pengecualian dalam penurunan tarif, untuk menjamin ketahananan pangan (food security), pembangunan pedesaan dan jaminan penghidupan (livelihood) di negara-negara berkembang. Karena sejak WTO disahkan, sebagai konsekwensi perluasan akses pasar, hambatan perdagangan produk-produk pertanian hanya mengandalkan tarif karena hambatan non tarif dihilangkan. Sehingga pengecualian dari penurunan tarif yang terus menerus menjadi sangat penting. Karena seperti sudah dijelaskan diatas, tarif antara lain memiliki fungsi untuk melindungi sektor pertanian lokal. Sedangkan ide dari SSM adalah berawal dari fasilitas SSG yang hanya dimiliki oleh sekelompok negara-negara tertentu (negara maju dan 21 negara berkembang) dan akan berakhir pada 2010, maka proposal SSM yang merupakan fasilitas eksklusif untuk negara-negara berkembang agar memiliki mekanisme perlindungan dan pengamanan dari ekspansi pasar. Jadi secara umum, ide SP/SSM merupakan upaya melindungi pertanian lokal dari produk pertanian impor . 1. 1. Indonesia adalah anggota WTO, bahkan merupakan salah satu negara yang menjadi pendiri WTO. Karena Indonesia merupakan ‘parties atau pihak’ yang menjadi bagian dalam GATT (General Agreement on Tarif and Trade) yang kemudian pada tahun 1994 diubah menjadi WTO. Hasil KTM Hong Kong sama sekali tidak menyentuh soal subsidi domestik sehingga negara maju kini bebas mensubsidi. Bahkan subsidi domestik juga sering dipakai untuk produk-produk yang akan dieksport. 2. Hasil KTM Hong Kong juga tidak mempersoalkan “kotak biru baru” (new blue box) yang akan dipakai negara maju untuk melanggengkan subsidinya, seperti subsidi counter-cyclical payment-nya AS; 3. Juga tidak ada upaya mendisiplinkan “kotak hijau” (green box) yang dipakai terus menerus oleh negaranegara maju dalam memberikan subsidi-subsidinya, khususnya decoupled payment (pembayaran yang tidak terkait produksi). Termasuk juga adalah pemindahan subsidi (box-shifting) ke kotak hijau, sehingga subsidi negara maju tidak akan dapat dihapus; 4. Tekanan untuk penyelesaian modalitas pertanian pada 30 April 2006, sehingga hasil perundingan yang curang ini dapat disahkan segera. Awalnya terdapat terdapat 33 negara yang tergabung, sehingga disebut sebagai ‘G33”. Tetapi sampai Konferensi Tingkat Menteri WTO di Hongkong 2005 lalu, CoA bulan April 2004 lalu, tercatat 42 negara yang mendukung SP/SSM, antara lain Kuba, Republik Dominika, Honduras, India, Indonesia, Kenya, Filipina, Sri Lanka, Turki. Kebanyakan dari negara-negara tersebut adalah negara berkembang dan miskin. Indonesia memimpin kelompok G33. Dalam Konperensi WTO ke-6 di Hong Kong, diakui bahwa SP bersifat ‘self‘self-designate’ (ditentukan sendiri), tetapi ini hanya akan mengenai beberapa produk (some products) saja. Ini kerugian besar, karena bagi Indonesia, ada banyak sekali produk spesial yang perlu diperjuangkan sesuai dengan keadaan daerah dan prioritas komoditasnya. Lagipula SP masih akan melalui perundingan untuk menentukan kriteria, besarannya dan sebagainya. Sementara fasiltas Produk Sensitif (sensitive products) untuk dipakai negara maju, langsung disetujui tanpa perundingan; 2. 1. 2. Adanya kesepakatan untuk penghentian subsidi eksport pada tahun 2013, merupakan manipulasi perundingan, karena berarti subsidi yang sekarang akan tetap diteruskan dan merugikan negara-negara berkembang/LDC. Sudah terlambat untuk berharap di tahun 2013. Lagipula tahun 2013 memang merupakan kesepakatan internal di negaranegara maju sejak lama (CAP di Uni-Eropa berakhir tahun 2013, dan Farm Bill di AS berakhir tahun 2014); Tetap bersikukuh bahwa SP/SSM dapat diberlakukan secara sepihak dan dapat diberlakukan kepada banyak (ratusan) komoditas pertanian Indonesia. Salah satu yang perlu ditegaskan adalah perlunya dijalankan QR (Quantitative restriction) sebagai bagian dari SP/SSM, serta prinsip bahwa pangan bukanlah urusan perdagangan melainkan masalah hak-hak asasi manusia; Muatan pembangunan harus sepenuhnya diadakan di dalam agenda pertanian. Ini termasuk perlu diadakannya “kotak biru pembangunan” (development blue box) bagi negara-negara berkembang/miskin; 3. Menolak pemotongan tarif pertanian lebih lanjut, karena yang sekarang saja yang merupakan hasil dari Uruguay Round sudah cukup rendah; 4. Mengagendakan masalah komoditas tropis untuk mewujudkan perdagangan yang adil, dengan mendukung proposal dari Afrika dan Amerika Latin. Indonesia perlu berperan kuat dalam hal ini, karena merupakan penghasil banyak komoditas tropis. 4