1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi umat manusia. Hal ini
dikarenakan kesehatan merupakan salah satu faktor yang menunjang kualitas
hidup manusia. Agar tercipta masyarakat yang produktif, peningkatan kualitas
hidup manusia pun harus dilakukan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini
menuntut penyedia jasa layanan kesehatan seperti rumah sakit untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun
2014, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Anonim, 2014). Rumah sakit juga
dapat berfungsi sebagai tempat untuk mengembangkan ilmu medis dan penyakit
serta mengembangkan pelayanan obat bagi pasien. Rumah sakit diharuskan
memberi pelayanan dengan kualitas yang baik agar kepuasan pasien dapat
tercapai.
Dilihat dari perspektif pasien, konsep kualitas terbagi menjadi dua yaitu
kualitas yang berhubungan dengan pelayanan yang diterima oleh pasien dan
kualitas yang berhubungan dengan kualitas hidup atau kepuasan pasien setelah
memperoleh suatu intervensi (Shi & Singh, 2005). Kualitas berperan sebagai
1
2
indikator dari kepuasan berdasarkan pengalaman seseorang dalam menerima atau
memperoleh suatu pelayanan kesehatan. Contoh indikator tersebut adalah faktor
kenyamanan, privasi, keamanan, derajat kebebasan, otoritas untuk mengambil
keputusan, dan perhatian khusus yang merupakan hal-hal signifikan dalam
pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut memengaruhi pasien dalam memilih
provider dan fasilitas pelayanan.
Pengukuran kepuasan pasien adalah salah satu pendekatan untuk mengukur
kualitas suatu pelayanan. Kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa
seseorang yang diperoleh dari kesan terhadap kinerja atau hasil suatu produk
dengan harapan-harapannya (Kotler, 1997). Berdasarkan definisi tersebut,
kepuasan adalah fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Pasien akan merasa puas
apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh sama atau melebihi harapannya.
Ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan
kesehatan yang diperoleh tidak sesuai dengan harapannya. Kualitas pelayanan
yang baik akan mempengaruhi kepuasan pasien dan mengakibatkan pasien
kembali datang untuk menggunakan jasa pelayanan tersebut.
Kualitas pelayanan dapat dilihat dari lima dimensi SERVQUAL yang
dikembangkan Parasuraman dkk (1988), bertujuan sebagai instrumen untuk
mengukur kualitas pelayanan dengan mengukur selisih antara harapan konsumen
terhadap kinerja pelayanan dengan pelayanan yang sebenarnya. Ada lima dimensi
yang dapat diaplikasikan pada setiap penyedia jasa untuk mengukur kualitas
pelayanan. Lima dimensi yang diukur dari pelayanan tersebut adalah dimensi
3
berwujud (tangible), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness),
kepastian (assurance), dan empati (emphaty) (Parasuraman dkk, 1988).
RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah salah satu rumah sakit swasta yang
berada di Yogyakarta. Berkembangnya jumlah rumah sakit di Yogyakarta
menjadikan RS PKU Muhammadiyah Gamping harus bersaing dengan rumah
sakit lain karena masyarakat Yogyakarta memiliki banyak pilihan untuk
menentukan rumah sakit mana yang akan mereka pilih. Masyarakat akan memilih
rumah sakit yang memberikan kepuasan maksimal bagi mereka. Dalam
persaingan yang semakin ketat, salah satu strategi yang dapat digunakan oleh
suatu penyedia jasa adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan (Rudy &
Wansley, 1985). Penyedia jasa layanan kesehatan diharuskan untuk meningkatkan
kualitas tidak hanya dari sisi teknologi saja tetapi juga pelayanan. Salah satu unsur
penting pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan farmasi di instalasi rawat
jalan.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit
untuk menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, yang menyebutkan
bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari
4
paradigma lama (drug oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan
filosofi pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian) (DepKes RI, 2014).
Pasien rawat jalan yang mendapatkan pelayanan di depo farmasi rawat jalan
RS PKU Muhammadiyah Gamping diantaranya adalah pasien rawat jalan umum
dan BPJS. Pasien rawat jalan umum adalah pasien yang dianggap mampu untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dengan biaya sendiri sehingga
menjadi sumber penghasilan langsung bagi rumah sakit. Pasien BPJS merupakan
peserta
jaminan
kesehatan
yang
diselenggarakan
oleh
BPJS
(Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes.
Peserta BPJS terdiri dari dua kelompok, yaitu penerima bantuan iuran (PBI) dan
bukan penerima bantuan iuran (Non PBI). Kelompok PBI diperuntukkan bagi
fakir miskin dan orang tidak mampu dimana iuran jaminan kesehatan ditanggung
oleh pemerintah. Masyarakat yang sudah mendaftar sebagai peserta BPJS, tidak
perlu membayar ketika berobat di rumah sakit karena sudah membayar iuran
setiap bulannya. Iuran tersebut akan dikelola oleh BPJS yang kemudian akan
dibayarkan kepada pihak rumah sakit secara bertahap. Dikhawatirkan dengan
adanya perbedaan dalam cara pembiayaan pengobatan pasien, pelayanan yang
diberikan oleh penyedia pelayanan kesehatan akan berbeda yang kemudian dapat
mempengaruhi kepuasan pasien.
Pada depo farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
belum pernah dilakukan analisis perbandingan kepuasan pasien rawat jalan umum
dan BPJS menggunakan metode SERVQUAL sebelumnya. Berdasarkan latar
belakang tersebut dilakukan penelitian ini untuk melihat tingkat perbandingan
5
kepuasan pasien rawat jalan umum dan BPJS di depo farmasi rawat jalan RS PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. Dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan acuan untuk membuat kebijakan khususnya bagi pelayanan
farmasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut.
1.
Bagaimana tingkat kepuasan pasien rawat jalan umum di depo farmasi rawat
jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta ditinjau dari dimensi
SERVQUAL?
2.
Bagaimana tingkat kepuasan pasien BPJS di depo farmasi rawat jalan RS
PKU
Muhammadiyah
Gamping
Yogyakarta
ditinjau
dari
dimensi
SERVQUAL?
3.
Dimensi manakah yang perlu mendapat perhatian lebih dari pihak depo
farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?
4.
Apakah terdapat perbedaan kepuasan pasien rawat jalan umum dan BPJS di
depo farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat jalan umum di depo farmasi
rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta ditinjau dari
dimensi SERVQUAL.
2.
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien BPJS di depo farmasi rawat jalan
RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta ditinjau dari dimensi
SERVQUAL.
3.
Untuk mengetahui dimensi yang perlu mendapat perhatian lebih dari pihak
depo farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.
4.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kepuasan pasien rawat jalan
umum dan BPJS di depo farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak
berikut:
1.
Bagi RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dapat menjadi bahan
masukan dan informasi mengenai tingkat kepuasan pasien sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan pelayanan farmasi di depo farmasi rawat jalan
RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.
7
2.
Bagi peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai
kepuasan pasien yang didapatkan dari kualitas pelayanan.
3.
Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
mengembangkan penelitian khususnya kepuasan pasien.
E. Tinjauan Pustaka
1.
Kepuasan konsumen
a.
Definisi kepuasan konsumen
Kepuasan
pasien
adalah
tingkat
perasaan
pasien
setelah
membandingkan dengan harapannya. Seorang konsumen yang merasa
puas terhadap nilai yang diberikan oleh produk atau jasa, kemungkinan
besar akan menjadi pelanggan dalam waktu yang lama. Menurut Kotler
(1997) kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap
kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Kepuasan
merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja dibawah
harapan, maka konsumen tidak puas. Jika kinerja memenuhi atau
melebihi harapan, maka konsumen akan puas.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah
pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Pasien baru
akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya
sama atau melebihi harapan. Ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien
8
akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh tidak
sesuai dengan harapannya.
Menurut Azwar (1996) untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para
pemakai jasa pelayanan, apabila berhasil dipenuhi akan dapat
menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan kesehatan. Dengan
pengertian tersebut, maka mutu pelayanan kesehatan adalah merujuk
pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan
rasa puas pada diri setiap pelanggan. Semakin baik mutu pelayanan,
semakin tinggi kepuasan pelanggan. Namun demikian, kepuasan tersebut
ternyata bersifat subjektif, tergantung dari latar belakang yang dimiliki
setiap orang.
Menurut Supranto (2006) kepuasan pasien dapat mempengaruhi
minat untuk kembali ke apotek yang sama dan akan menjadi promosi dari
mulut ke mulut. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan
atas performance produk atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan.
Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi (Irawan, 2003).
Dari berbagai pendapat yang dilontarkan para ahli bisa disimpulkan
definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang
ditunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau
hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan
dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang puas bahkan
tidak puas. Namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan
akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
9
Dengan demikian, kepuasan memang menjadi variabel yang penting
untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan yang telah diberikan
apakah sudah sesuai dengan harapan atau keinginan pasien.
Menurut Wijono (1999) kepuasan pelanggan rumah sakit atau
unit/instalasi dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain yang bersangkutan dengan:
1) Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama pada saat
pertama kali datang.
2) Mutu informasi yang diterima, seperti: apa yang dikerjakan dan
diharapkan.
3) Prosedur perjanjian.
4) Waktu tunggu.
5) Fasilitas umum yang tersedia.
6) Outcome yang diterima pasien.
b.
Mengukur kepuasan konsumen
Kepuasan pasien adalah keluaran dari layanan kesehatan dan suatu
perubahan dari sistem layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak
mungkin tepat sasaran dan berhasil tanpa melakukan pengukuran
kepuasan pasien. Karena pengukuran pasien akan digunakan sebagai
dasar untuk mendukung sistem layanan kesehatan, perangkat yang
digunakan untuk mengukur kepuasan itu harus handal dan dapat
dipercaya (Pohan, 2004).
10
Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan menjadi kebutuhan yang
mendasar bagi suatu rumah sakit. Hal ini dikarenakan pengukuran
terhadap kepuasan pelanggan dapat memberikan masukan dan umpan
balik dalam strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Menurut Kotler
(2001) ada empat metode yang bisa digunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan, yaitu :
1) Sistem keluhan dan saran
Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan
(Costumer
Oriented) menyediakan kesempatan penuh bagi para pelanggannya
untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.
Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di
tempat-tempat strategis, menyediakan saluran telepon khusus
pengaduan pelanggan, dan membuat account di situs jejaring sosial.
2) Ghost shopping (Mystery shopping)
Metode ini dilaksanakan dengan mempekerjakan beberapa orang
perusahaan (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai
pelanggan/pembeli di perusahaan dan pesaing. Kemudian ghost
shopper menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing sehingga dapat dijadikan
sebagai koreksi terhadap kualitas pelayanan perusahaan itu sendiri.
3) Analisa pelanggan yang hilang (Lost customer analysis)
Metode ini dilakukan perusahaan dengan cara menghubungi
kembali pelanggan yang sudah lama tidak berkunjung atau
11
melakukan pembelian lagi di perusahaan tersebut karena telah
berpindah ke perusahaan pesaing, sehingga diperoleh informasi
penyebab terjadinya hal tersebut.
4) Survei kepuasan pelanggan
Sesekali perusahaan perlu melakukan survei kepuasan pelanggan
terhadap kualitas jasa atau produk perusahaan tersebut. Survei ini
dapat dilakukan dengan penyebaran kuesioner oleh karyawan
perusahaan kepada para pelanggan. Melalui survei tersebut,
perusahaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk atau
jasa perusahaan tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan
perbaikan pada hal yang dianggap kurang oleh pelanggan.
Selain 4 metode tersebut, kepuasan konsumen dapat diukur dengan
metode SERVQUAL (Service Quality) yaitu metode yang digunakan
dalam mengukur kualitas pelayanan. Metode ini melibatkan dua faktor
utama yaitu persepsi konsumen atas layanan yang nyata mereka terima
(perceived service) dengan layanan yang diharapkan (expected service).
Pengukuran kualitas jasa model service quality didasarkan pada skala
multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi
pelanggan serta gap diantara keduanya pada lima dimensi kualitas jasa
(reliability,
responsiveness,
tangible,
assurance,
dan
emphaty)
(Lupiyoadi, 2001).
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa
manfaat, diantaranya adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggan
12
jadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan
terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari
mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan, reputasi
perusahaan menjadi baik dimata pelanggan, dan laba yang diperoleh
menjadi meningkat.
2.
Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan kini sangat dibutuhkan untuk mencapai kepuasan
pelanggan. Dengan adanya kualitas, berarti perusahaan harus memenuhi
harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka. Namun
demikian meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak berarti
bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti
semua keinginan konsumen. Dengan kata lain, dalam menetapkan kualitas
pelayanan, perusahaan harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi
harapan-harapan pelanggan, juga harus melihat tersedianya sumber daya yang
memadai dalam perusahaan.
a.
Definisi kualitas pelayanan
Kualitas adalah bagaimana cara untuk mencari tahu apa yang
menciptakan nilai bagi konsumen dan perusahaan harus memberikan
nilai tersebut. Oleh karena itu, kualitas pelayanan harus mendapat
perhatian yang serius dari manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan
kualitas pelayanan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi jasa,
terlebih dahulu organisasi tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas.
13
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
presepsi pelanggan (Kotler, 1997). Hal ini berarti bahwa citra kualitas
yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak
penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau presepsi
pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan
penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.
Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan suatu
fenomena unik, sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda diantara
orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi
perbedaan
dipakai
suatu
pedoman
yaitu
hakikat
dasar
dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan
tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan
menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap pasien (Azwar, 1996).
Pengertian kualitas pelayanan bersifat multidimensional, yaitu
pengertian kualitas menurut pemakai jasa pelayanan kesehatan dan
menurut penyedia jasa layanan kesehatan (Azwar, 1996):
1) Dari segi pemakai jasa pelayanan, kualitas pelayanan terutama
berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas rumah
sakit dalam memenuhi kebutuhan pasar dan komunikasi pasien
termasuk di dalamnya sifat ramah dan kesungguhan.
14
2) Dari pihak penyedia jasa dalam hal ini rumah sakit, kualitas
pelayanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan
ilmu dan teknologi.
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan rumah
sakit telah menjadi masalah mendasar yang dihadapi sebagian besar
rumah
sakit
di berbagai negara. Tuntutan
ini menjadi dasar
pengembangan organisasi kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan
diberbagai negara. Pada prinsipnya, definisi kualitas pelayanan berfokus
pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, serta
ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
b.
Dimensi kualitas pelayanan
Ada beberapa pendapat mengenai dimensi kualitas pelayanan, antara
lain Parasuraman dkk (1988) yang melakukan penelitian khusus terhadap
beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama
yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh faktor tersebut adalah:
1) Reliability
Reliability atau keandalan mencakup dua hal pokok, yaitu
konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya
(dependbility). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara
tepat semenjak saat pertama. Selain itu juga berarti bahwa
perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya
menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
15
2) Responsiveness
Responsiveness atau cepat tanggap yaitu kemauan atau kesiapan
para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3) Competence
Competence artinya setiap orang dalam suatu perusahaan
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat
memberikan jasa tertentu.
4) Accessibility
Accessibility meliputi kemudahan untuk menghubungi dan
ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau,
waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi
perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.
5) Courtesy
Courtesy meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan
keramahan yang dimiliki para kontak personal.
6) Communication
Komunikasi berarti memberikan informasi kepada pelanggan
pada bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan
saran dan keluhan pelanggan.
7) Credibility
Credibility yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas
mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakterisktik
pribadi kontak personal, dan interaksi dengan pelanggan.
16
8) Security
Keamanan yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan.
Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety),
keamanan
finansial
(financial
security),
dan
kerahasiaan
(confidentiality).
9) Understanding/Knowing the customer
Understanding/Knowing
the customer
yaitu
usaha untuk
memahami kebutuhan pelanggan.
10) Tangibles
Tangibles yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik,
peralatan yang dipergunakan, atau penampilan dari personil.
Perkembangan selanjutnya menurut Parasuraman dkk (1988) ada lima
dimensi pokok yang mewakili persepsi konsumen terhadap suatu kualitas
pelayanan jasa, yang dikenal dengan SERVQUAL (Service Quality) yang
terdiri dari:
1) Tangible (Berwujud)
Tangible
yaitu
kemampuan
suatu
perusahaan
dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat
diandalkan serta keadaan lingkungan sekitarnya merupakan salah
satu cara perusahaan jasa dalam menyajikan kualitas layanan
terhadap pelanggan. Diantaranya meliputi fasilitas fisik (gedung,
buku, rak buku, meja dan kursi, dan sebagainya), teknologi
17
(peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan
pegawai.
2) Reliability (Keandalan)
Reliability
adalah
kemampuan
perusahaan
memberikan
pelayanan sesuai dengan apa yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang
tercermin dari ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan akurasi yang tinggi.
3) Responsiveness (Daya tanggap)
Responsiveness adalah kemampuan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada konsumen,
dengan penyampaian informasi yang jelas. Dimensi ketanggapan
merupakan dimensi yang berifat paling dinamis. Hal ini dipengaruhi
oleh faktor perkembangan teknologi. Salah satu contoh aspek
ketanggapan dalam pelayanan adalah kecepatan. Mengabaikan dan
membiarkan
pelanggan
menunggu
tanpa alasan
yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
4) Assurance (Kepastian)
Assurance
adalah
pengetahuan,
kesopan-santunan
dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa
percaya para pelanggan kepada perusahaan. Dimensi kepastian ini
merupakan gabungan dari aspek-aspek:
18
a)
Kredibilitas (Credibility)
Kredibilitas
meliputi
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
kepercayaan kepada penyedia jasa seperti reputasi, prestasi dan
sebagainya.
b) Keamanan (Security)
Keamanan
meliputi
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
kemampuan tenaga kerja untuk memberikan rasa aman pada
konsumen.
c)
Kompetensi (Competence)
Kompetensi yaitu keterampilan yang dimiliki dan dibutuhkan
agar dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan dapat
dilaksanakan dengan optimal.
d) Kesopanan (Courtesy)
Dalam pelayanan adanya suatu nilai moral yang dimiliki oleh
perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.
Jaminan akan kesopan-santunan yang ditawarkan kepada
pelanggan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada.
Kesopanan meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para
tenaga kerja.
5) Empati (Empathy)
Empati yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen dimana suatu perusahaan
19
diharapkan memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang
pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara pesifik, serta
memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari aspek-aspek:
a)
Akses (Acces)
Akses meliputi kemudahan memanfaatkan jasa yang ditawarkan
penyedia jasa.
b) Komunikasi (Communication)
Komunikasi yaitu secara terus menerus memberikan informasi
kepada pelanggan dalam bahasa dan penggunaan kata yang jelas
sehingga para pelanggan dapat dengan mudah mengerti apa
yang diinformasikan pegawai serta dengan cepat dan tanggap
menyikapi keluhan dan komplain dari para pelanggan.
c)
Pemahaman pada Konsumen (Understanding the customer)
Pemahaman pada konsumen meliputi usaha penyedia jasa untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
3.
Analisis kepentingan-kinerja
Selama ini lebih dari dua dekade sejumlah organisasi telah menggunakan
pendekatan analisis kepentingan-kinerja untuk melihat elemen organisasi
yang sangat membutuhkan perbaikan. Pendekatan analisis kepentingankinerja pertama kali oleh Martilla & James pada tahun 1977 (Zeithaml,
1990).
20
Pelayanan dapat diurutkan berdasarkan kepentingan pelanggan dan
melalui analisis kepentingan dapat dibuat urutan elemen pelayanan dan
mengidentifikasi tindakan yang perlu diambil. Perusahaan sebaiknya
memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang memang dianggap penting oleh
pelanggan. Berdasarkan hasil penelitian tingkat kepentingan dan hasil
penelitian kinerja maka akan dihasilkan suatu perhitungan tentang tingkat
kesesuaian antara tingkat kepentingan dan kinerjanya dimana tingkat
kesesuaian inilah yang akan mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Y (kepentingan)
Kuadran A
Kuadran B
Kuadran C
Kuadran D
X (kinerja)
Gambar 1. Diagram Kartesius (Cronin dkk, 1992)
Keterangan:
A. Atribut yang dianggap sangat penting dan mempengaruhi kepuasan
pelanggan termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting tetapi
perusahaan belum melaksanakan sesuai keinginan pelanggan sehingga
mengecewakan.
21
B. Unsur jasa yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan sehingga wajib
dipertahankan karena dianggap sangat penting dan sangat memuaskan
pelanggan.
C. Faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanannya
oleh perusahaan dianggap kurang penting dan kurang memuaskan
pelanggan.
D. Faktor yang kurang penting bagi pelanggan tetapi pelaksanaannya
berlebihan atau dianggap kurang penting tapi sangat memuaskan
pelanggan.
4.
Profil RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Unit
II atau
RS
PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta merupakan pengembangan dari RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta terletak di Jl. Wates km 5,5 Gamping, Sleman, Yogyakarta.
Sejarah RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta tidak bisa lepas dari
sejarah berdirinya RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
RS PKU Muhammadiyah awalnya merupakan klinik sederhana yang
didirikan
pada
tanggal
15
Februari
1923
di
kampung
Jagang
Notoprajan Yogyakarta. Awalnya klinik ini bernama PKO (Penolong
Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan
didukung
sepenuhnya
oleh
K.H.
Ahmad
Dahlan.
Seiring
dengan
perkembangan zaman, nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina
22
Kesejahteraan Umat). Pada tahun 1936 poliklinik PKO Muhammadiyah
pindah lokasi ke Jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 20 Yogyakarta hingga saat
ini. Pada tahun 1970-an status klinik dan poliklinik berubah menjadi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta hingga saat ini.
a.
Visi
Rasulullah SAW, dan sebagai rujukan terpercaya di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan kualitas pelayanan kesehatan yang
Islami, profesional, cepat, nyaman dan bermutu, setara dengan kualitas
pelayanan rumah sakit - rumah sakit terkemuka di Indonesia dan Asia.
b.
Misi
1) Mewujudkan derajad kesehatan yang optimal bagi semua lapisan
masyarakat
melalui
pendekatan
pemeliharaan,
pencegahan,
pengobatan, pemulihan kesehatan secara menyeluruh sesuai dengan
peraturan/ketentuan perundang-undangan.
2) Mewujudkan peningkatan mutu bagi tenaga kesehatan melalui
sarana pelatihan dan pendidikan yang diselenggarakan secara
profesional dan sesuai tuntunan ajaran Islam.
3)
kesehatan dengan senantiasa menjaga tali silaturrahim, sebagai
23
5.
Instalasi farmasi rumah sakit
a.
Definisi instalasi farmasi rumah sakit
Instalasi farmasi rumah sakit didefinisikan sebagai suatu departemen
atau unit dari suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan.
Setiap karyawan dari instalasi farmasi rumah sakit harus mengetahui
lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka pada produk atau
pelayanan. Setiap personel harus bertanggung jawab untuk mencapai
mutu produk dan pelayanan (Siregar, 2004).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58 tahun 2014, bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah
sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab
terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.
Apoteker yang bertugas di rumah sakit memerlukan pendidikan atau
pengalaman khusus agar mampu melaksanakan prakteknya dengan baik.
Apabila instalasi farmasi rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan
yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen atau tidak sesuai
dengan peraturan, maka konsumen tidak hanya mengalami kerugian
biaya, akan tetapi juga kerugian spiritual, karena konsumen instalasi
farmasi umumnya orang yang sedang menderita atau sakit.
24
b.
Tujuan instalasi farmasi rumah sakit
Menurut Siregar (2004), tujuan instalasi farmasi rumah sakit antara
lain:
1) Memberikan manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi
kesehatan, dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit
yang kompeten dan memenuhi syarat.
2) Menjamin praktek profesional yang bermutu tinggi melalui
penetapan dan pemeliharaan standar etika professional, pendidikan,
dan pencapaian, dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.
3) Menyebabkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran
antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis yang
serumpun.
4) Memperluas dan memperkuat kemmpuan apoteker rumah sakit guna
mengelola
suatu
pelayanan
farmasi
yang
terorganisasi,
mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik, kelakuan, dan
berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan dalam
program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa, dan
masyarakat.
5) Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.
c.
Tugas dan fungsi farmasi rumah sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
tahun 2014, tugas pokok pelayanan farmasi adalah:
1) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
25
2) Menyelenggarakan
kegiatan
pelayanan
farmasi
professional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3) Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
4) Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
5) Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7) Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
Selain yang sudah disebutkan diatas, tugas dan tanggung jawab
instalasi farmasi rumah sakit antara lain:
1) Pengelolaan yaitu mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
penyiapan, peracikan sediaan farmasi.
2) Pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian
semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam
rumah sakit baik untuk penderita rawat jalan, rawat inap maupun
untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit.
3) Bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang
luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat
6.
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
BPJS adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS kesehatan dan BPJS
26
ketenagakerjaan. BPJS kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS kesehatan mulai
beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014. Semua penduduk Indonesia wajib
menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS, termasuk orang
asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah
membayar iuran.
Peserta BPJS kesehatan ada dua kelompok, yaitu:
a.
PBI Jaminan Kesehatan
PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta jaminan kesehatan bagi
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN
yang iurannya dibayari pemerintah sebagai program Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan
diatur melalu peraturan pemerintah dan seseorang yang mengalami cacat
total tetap dan tidak mampu.
b.
Bukan PBI Jaminan Kesehatan
Peserta bukan PBI (Non PBI) jaminan kesehatan terdiri atas pekerja
penerima upah dan anggota keluarganya; pekerja bukan penerima upah
dan anggota keluarganya; bukan pekerja dan anggota keluarganya.
Seluruh penduduk Indonesia wajib menjadi peserta BPJS kesehatan
meskipun yang bersangkutan sudah memiliki jaminan kesehatan lain.
Pada tahun 2019, diharapkan seluruh penduduk Indonesia sudah menjadi
peserta BPJS kesehatan (Anonim, 2014).
27
Bagi peserta kelompok PBI, iuran akan ditanggung sepenuhnya oleh
pemerintah. Bagi peserta kelompok Non PBI, diwajibkan membayar iuran
jaminan kesehatan secara teratur untuk program jaminan kesehatan. Pembayaran
iuran dilakukan paling lambat setiap tanggan sepuluh setiap bulannya. Peserta
Non PBI dapat memilih tingkat fasilitas kesehatan yang akan digunakan dengan
membayar iuran yang sesuai dengan tingkat fasilitas kesehatan tersebut, yaitu:
a.
Iuran sebesar Rp25.500,00 per orang setiap bulan dengan manfaat
pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas III.
b.
Iuran sebesar Rp42.500,00 per orang setiap bulan dengan manfaat
pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas II.
c.
Iuran sebesar Rp59.500,00 per orang setiap bulan dengan manfaat
pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas I.
Fasilitas kesehatan yang akan didapatkan oleh peserta BPJS Kesehatan terdiri
dari:
a.
Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama
1) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Non Perawatan dan
Puskesmas Perawatan (Puskesmas dengan Tempat Tidur).
2) Fasilitas Kesehatan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI)
a)
TNI Angkatan Darat: Poliklinik kesehatan dan Pos Kesehatan.
b) TNI Angkatan Laut: Balai kesehatan A dan D, Balai Pengobatan
A, B, dan C, Lembaga Kesehatan Kelautan dan Lembaga
Kedokteran Gigi.
28
c)
TNI Angkatan Udara: Seksi kesehatan TNI AU, Lembaga
Kesehatan Penerbangan dan Antariksa (Laksepra) dan Lembaga
Kesehatan Gigi & Mulut (Lakesgilut).
3) Fasilitas Kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI), terdiri
dari Poliklinik Induk POLRI, Poliklinik Umum POLRI, Poliklinik
Lain milik POLRI dan Tempat Perawatan Sementara (TPS) POLRI.
4) Praktek Dokter Umum/ Klinik Umum, terdiri dari Praktek Dokter
Umum Perseorangan, Praktek Dokter Umum Bersama, Klinik
Dokter Umum/ Klinik 24 Jam, Praktek Dokter Gigi, Klinik Pratama,
RS Pratama.
b.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
1) Rumah Sakit, terdiri dari RS Umum (RSU), RS Umum Pemerintah
Pusat (RSUP), RS Umum Pemerintah Daerah (RSUD), RS Umum
TNI, RS Umum Bhayangkara (POLRI), RS Umum Swasta, RS
Khusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular), RS Khusus Kanker
(Onkologi), RS Khusus Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus Bersalin,
RS Khusus Kusta, RS Khusus Jiwa, RS Khusus Lain yang telah
terakreditasi, RS Bergerak dan RS Lapangan.
2) Balai Kesehatan, terdiri dari: Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai
Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, dan
Balai Kesehatan Jiwa.
c.
Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secara langsung
dengan BPJS Kesehatan namun merupakan jejaring dari fasilitas
29
kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, meliputi :
1) Laboratorium Kesehatan
2) Apotek
3) Unit Transfusi Darah
4) Optik
F. Landasan Teori
Kepuasan pasien berkaitan erat dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh
suatu rumah sakit. Salah satu cara mengukur kepuasan pasien yaitu dengan
menggunakan metode SERVQUAL yang meninjau kepuasan pasien dari lima
dimensi kualitas pelayanan, yaitu dimensi berwujud, keandalan, daya tanggap,
kepastian, dan empati. Banyak penelitian yang mengangkat tentang permasalahan
kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan rumah sakit, diantaranya adalah
analisis kepuasan pasien rawat jalan terhadap kualitas pelayanan instalasi farmasi
rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Mei-Juni 2010 oleh
Saraswati (2010). Penelitian tersebut mendapatkan hasil pasien tidak puas akan
pelayanan farmasi. Penelitian yang dilakukan oleh Genatrika (2010) mendapatkan
hasil pasien BPJS tidak puas akan pelayanan farmasi di instalasi farmasi RSUD
Ajibarang Kabupaten Banyumas.
Dalam beberapa penelitian, seperti yang dilakukan Dewi (2009) mendapatkan
hasil bahwa dimensi berwujud perlu mendapat perhatian lebih dari pihak instalasi
farmasi rawat jalan umum RSUD Kardinah Tegal. Nugraheni (2009)
30
mendapatkan hasil bahwa dimensi daya tanggap bagi pasien askes dan dimensi
berwujud bagi pasien jamsostek dan BPJS perlu mendapat perhatian lebih dari
pihak instalasi farmasi RSUD Setjonegoro Wonosobo.
Penelitian yang dilakukan oleh Genatrika (2010) mendapatkan hasil bahwa
terdapat perbedaan kualitas pelayanan antara pasien rawat jalan umum dengan
peserta BPJS di instalasi farmasi RSUD Ajibarang Kabupaten Banyumas.
G. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
disusun sebuah kerangka pemikiran teoritis seperti yang tersaji dalam gambar 2.
Dimensi SERVQUAL
(berwujud, keandalan, daya tanggap, kepastian, empati)
Pasien Umum
Pelayanan
yang
diharapkan
(Harapan)
Pasien BPJS
Pelayanan
yang
dirasakan
(Kinerja)
Kepuasan
Pelayanan
yang
diharapkan
(Harapan)
Perbedaan Kualitas Pelayanan
pasien
Pelayanan
yang
dirasakan
(Kinerja)
Kepuasan
pasien
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
31
H. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H1. Pasien rawat jalan umum belum puas terhadap pelayanan farmasi di depo
farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta ditinjau
dari dimensi SERVQUAL.
H2. Pasien BPJS belum puas terhadap pelayanan farmasi di depo farmasi rawat
jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta ditinjau dari dimensi
SERVQUAL.
H3. Dimensi berwujud dan daya tanggap merupakan dimensi yang perlu
mendapat perhatian lebih dari pihak depo farmasi rawat jalan RS PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.
H4. Terdapat perbedaan kepuasan pasien rawat jalan umum dan BPJS di depo
farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.
Download