BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya tahan terhadap paparan stressor dari lingkungan yang mengakibatkan (Yaar, 2004) . Jika kulit rusak dan menua, dimungkinkan dapat dihambat oleh pemberian sel punca (stem cell). Saat ini banyak laporan, bahwa pemberian sel punca dapat meregenerasi jaringan tubuh manusia, baik dalam keadaan sakit maupun yang sudah rusak. Sel punca memerlukan media biakan yang sesuai untuk tumbuh agar jumlahnya cukup untuk terapi. Sampai saat ini media biakan yang optimal untuk pertumbuhan sel punca yang menghasilkan sel Langerhans, yang akan digunakan untuk menghambat proses penuaan masih belum ditemukan. Penuaan adalah suatu proses yang disebabkan oleh kemunduran dan kematian sel, seiring dengan pertambahan usia. Penuaan dipengaruhi, baik oleh genetik maupun oleh lingkungan yang secara kumulatif berlangsung di sepanjang rentang usia individu. Usaha untuk menemukan media biakan yang sesuai dengan lingkungan mikro penderita yang mengalami proses penuaan sangat berpengaruh dalam keberhasilan sel punca. Identik dengan trauma luka bakar yang telah kehilangan integritas kulit, dimana fungsi proteksi yang sangat diperlukan tubuh seperti penahan cairan tubuh yang hilang, perubahan suhu, radiasi, trauma, dan infeksi. Perbaikan luka bakar yang cukup dalam dapat terjadi fibrosis dan jaringan parut tanpa jaringan penyangga lain, seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebum. Aplikasi Skin Grafting yang diikuti dengan elastic bandage masih dapat dipertimbangkan sebagai terapi yang bermanfaat bagi luka bakar. Walaupun demikian, donor kulit untuk autografts dikatakan masih sangat terbatas bagi pasien yang mengalami luka bakar luas. Perkembangan penelitian terus berlanjut bertujuan untuk mengganti kulit yg rusak dengan kulit artifisial, walaupun pembuatannya perlu komponen individu yg cocok, yaitu sel punca 1 2 secara invivo. Sejauh ini terapi tersebut masih belum banyak yang berhasil ( Burd et al, 2007 ). Bukannya tidak mungkin bahwa sel punca yg ditumbuhkan secara invitro bagus, ternyata setelah invivo tidak tumbuh dengan baik, diduga faktor kesesuaian lingkungan mikro invitro dan invivo. Penyembuhan yang optimal pada luka bakar ini memberikan hasil yg baik dalam integrasi kompleks biologi molekul pada proses migrasi dan proliferasi sel, dan deposisi serta remodeling dari jaringan matriks ekstraselular ( Shumakov, 2003 ). Sel Punca dari bone marrow yang dibiakkan pada media yang baik bisa untuk membiakkan sel punca yang tumbuh menjadi sel Langerhans. Pada proses penuaan terdapat kerusakan dan penurunan jumlah sel yang menyokong fungsi normal kulit, terutama di epidermis terjadi penipisan lapisan kulit, pengurangan kadar hidrasi kulit dan kerja keratinosit, sedangkan pada dermis terjadi penurunan jumlah fibroblas dan sel Langerhans sebagai jaringan retikular yang menyangga dan mendukung sel basal, sehingga merupakan suatu keadaan yg mirip dengan kondisi trauma luka bakar. Diketahui adipose-derived stem cells (ADSCs) dapat mempengaruhi proliferasi fibroblas pada dermis manusia dan reepithelialisasi dari trauma kulit ( Kim et al, 2007 ). Studi ini mengindikasikan bahwa kontribusi dari sel Punca dapat terjadi pada perbaikan luka pada kulit. Proses kultur yang sesuai diharapkan mampu menghasilkan sel langerhans dalam jumlah yang cukup. Penelitian yang telah ada belum banyak mengemukakan mengenai kesesuaian media biakan dengan lingkungan mikro sehingga dapat menghasilkan dan mempertahankan jumlah sel Langerhans yang mampu berperan dalam perbaikan imunitas kulit dan dapat bertahan pada kondisi yang sama. Medium Biakan umumnya yang digunakan dalam kultur sel dan jaringan menggunakan bahan Dulbecco/Vogt Modified Eagle’s Minimal Essential Medium (DMEM) , yang berisi komponen asam amino, elektrolit (CaCl, KCl, Magnesium sulfat, NaCl dan Monosodium Phosphat), glukosa, vitamin (asam folat, nicotinamid, riboflavin, B12) ditambah dengan Iron dan Phenol red yang sangat banyak dipakai pada sel manusia, monyet, hamster, tikus, ayam, dan ikan. ( Pombinho, 2004 ). Komposisi tersebut kurang cukup untuk menginduksi sel Langerhans 3 karena tidak memiliki induktor khusus, seperti Granulosit Monosit – Colony Stimulating Factors (GM-CSF) dan Transforming Growth Factor β1 (TGF-β1). Dalam proses hematopoesis, sel Langerhans berasal dari sel progenitor mieloid yang oleh sitokin tertentu seperti GM-CSF dapat mendeferensiasi sel punca menjadi sel progenitor mielomonositik dan progenitor mieloid. TGF-β monosit perjalanannya akan berdeferensiasi menjadi sel dendritik ( Sel Langerhans ) yang dapat ditemukan pada epidermis dan dermis kulit. Dalam proses kultur sel punca, dimungkinkan diberi tambahan Growth Factor tertentu yaitu TGF-β1 yang utama agar dapat tumbuh sel Langerhans dengan baik. Dalam jurnal mikrobiologi dipaparkan juga mengenai Activin A. Activin A merupakan famili dari TGF-β yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi termasuk IL-12 dan berpengaruh dalam proses morfogenesis kulit dan penyembuhan luka, menginduksi diferensiasi dari monosit manusia menjadi Langerhans cell ( Jones, 2004 ). Parameter yang dapat diukur adalah dengan mengetahui kadar IL-12 sebagai indikator utama adanya sel Langerhans dan adanya peningkatan kadar Interferon Gamma. Belum jelas manakah diantara kedua parameter ini yang memberikan hasil yang nyata. Dikaitkan dengan Anti Aging Medicine, dengan perkembangan baru ilmu mengenai sel punca, maka terapi sel punca diharapkan dapat meningkatkan proliferasi jaringan yang sudah mengalami proses penuaan, baik secara internal maupun eksternal. Banyak produk yang beredar di pasaran obat di Indonesia yang mengklaim obat sebagai produk anti penuaan yang mengandung sel punca, namun demikian sejauh ini kurang didukung oleh evidence base ( Pangkahila, 2009 ). Perlu juga diketahui kandungan dan dosis yang tepat dalam media biakan untuk mempengaruhi kinerja sel punca dalam lingkungan mikro tertentu didapatkan untuk memberikan hasil bagi fungsi sel Langerhans. 4 1.2 Rumusan Masalah Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah pemberian TGF-β1, Activin A dan GM-CSF dalam medium biakan DMEM dapat meningkatkan kadar IL-12 dan Interferon Gamma sebagai indikator tumbuhnya sel Langerhans ? 2. Manakah media biakan modifikasi yang optimal untuk biakan sel punca yang menumbuhkan sel Langerhans atas indikator kadar IL-12 dan Interferon Gamma ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mendapatkan media biakan dengan lingkungan mikro yang optimal untuk membiakkan sel punca menjadi sel Langerhans. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Membuktikan pemberian TGF-β1, Activin A, dan GM-CSF pada medium biakan DMEM meningkatkan kadar IL-12, dan Interferon-γ sebagai indikator pertumbuhan sel Langerhans pada kultur sel punca ( in vitro). 5 2. Membuktikan lingkungan mikro yang optimal untuk pertumbuhan sel Langerhans pada medium biakan sel punca dengan penambahan sitokin GM-CSF dan growth factor TGF-β1 dan Activin A. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.Mendapatkan media biakan sel punca yang dapat berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi sel Langerhans yang sesuai lingkungan mikronya, sehingga produksi sel Langerhans dapat berkualitas baik. 2.Sebagai dasar pengembangan sel Langerhans yang dapat membantu menghambar proses penuaan kulit.