permasalahan dan penanggulangan ring worm pada hewan

advertisement
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
PERMASALAHAN DAN PENANGGULANGAN RING WORM
PADA HEWAN
RIZA ZAINUDDIN AHMAD
Balai Penelitian Veteriner, Jl. RE. Martadinata No. 30, PO Box 151, Bogor 16114
ABSTRAK
Ringworm adalah penyakit mikotik yang disebabkan oleh kapang dermatofit dan menyerang hewan
(anjing, kucing, sapi, unggas dan lain-lainnya). Tujuan dari penulisan ini untuk memaparkan tentang
pentingnya permasalahan dan penanggulangan penyakit pada hewan. Permasalahan penyakit ini penting
artinya karena hampir semua hewan dapat terserang dan bersifat zoonosis. Penyebarannya hampir meliputi
seluruh dunia. Gejala klinis yang utama adalah adanya bentuk cincin (melingkar) pada tempat terinfeksi dan
kebotakan pada bulu dan rambut. Bagian terserang kulit, rambut dan bagian tubuh yang mengandung keratin.
Diagnosa dan pemeriksaan dilakukan dari gejala klinis, dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium
sebagai peneguhan diagnosa. Penanggulangan dapat dilakukan dengan cara pencegahan dan pengobatan.
Kata kunci: Hewan, permasalahan, penanggulangan, ringworm
PENDAHULUAN
Ringworm atau dermatofitosis adalah
infeksi oleh cendawan pada bagian kutan/
superfisial atau bagian dari jaringan lain yang
mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan
tanduk). Penyakit kulit yang menular ini pada
ternak tidak berakibat fatal, namun sangat
mengganggu
dan
dapat
menurunkan
produktivitas
ternak,
sebagai
penyakit
kosmopolitan, sering dijumpai pada hewan
yang
dipelihara
secara
bersama-sama.
Ringworm menyerang hewan dan manusia.
(AINSWORTH
and
AUSTWICK,
1973).
Dermatofitosis ini dapat menular antar sesama
hewan, dan antara manusia dengan hewan
(antropozoonosis) dan hewan kemanusia
(zoonosis)dan merupakan penyakit mikotik
yang tertua di dunia (JUNGERMAN and
SCHWARTZMAN, 1972).
DAWSON (1968)
melaporkan bahwa kejadian penyakit ini
ditemukan pada hewan piara, ternak, satwa liar
lainnya.
Dinamakan ringworm karena pernah
diduga penyebabnya adalah worm dan karena
gejalanya dimulai dengan adanya peradangan
pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan
meluas secara melingkar seperti cincin, maka
dinamai ringworm, meski sebelumnya memang
penyakit ini disebabkan oleh cendawan namun
akhirnya pemakaian istilah tersebut tetap
dipakai sampai sekarang.
Penularan
dari
hewan
kemanusia
(zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 dari
sapi ke manusia (MORTIMER, 1955). Hewan
yang terserang umumnya hewan piaraan adalah
anjing, babi, domba, kucing, kuda, kambing,
sapi dan lainnya, namun yang paling utama
ialah anjing, kucing, sapi. Ketiga hewan ini
merupakan masalah penting untuk manusia
karena sifat zoonosisnya. Trichopyton spp dan
Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang
yang menjadi penyebab utama ringworm pada
hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang
adalah anjing, kucing dan sapi.
PENYEBAB RINGWORM
Penyebab ringworm ialah cendawan
dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari
genus Epidermophyton, Microsporum dan
Trichophyton (AISWORTH and AUSTWICK,
1973).
Cendawan dermatofit penyebab ringworm
menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti
(Deuteromycetes),
karena
pembiakannya
dilakukan secara aseksual, namun ada juga
yang secara seksual tergolong Ascomycetes.
Jenis dermatofit jumlahnya adalah 38 jenis,
namun kemudian dapat dibedakan lagi menjadi
84 strain seperti tersaji pada Tabel 1.
Klasifikasi menurut ALEXOPOULOS (1993)
adalah sebagai berikut:
297
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Divisi
Anak Divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis
: Amastigomycotina.
: Ascomycotina
: Deuteromycetes
: Moniliales
: Moniliaceae
: Microsporum, Trichophyton
:M. canis, M. gypseum, T.
mentagrophytes
Tabel 1. Jenis Dermatofit
No
Spesies
1
Trichophyton
concertricum
T. equinum
T. erinaceae
T. ferrugineum
T. gallinae
T.georgiae
T.gloriae
T.gourvilli
T. kuryangei
T. megnini
T. mentagrophytes
2
3
4
5
6
7
8
9
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
Bentuk sempurna
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA
Arthroderma ciferri
Arthroderma gloriae
Arthroderma benhamiae
T. phaseoliforme
T. proliferans
T. quinckeanum
T. rubrum
T. schoenleinii
T. soudanense
T. terrestre
T. thuringiense
T. tonsurans
T. vanbreuseghemii
T. verrucosum
T. violaceum
T. yaoundei
Microsporum
amazonicum
M. audouinii
T. M. boullardii
M. canis
M. cookie
M. distortum
M. ferrugineum
M. fulvum
M. gypseum
M. nanum
M. persicolor
M. praecox
M. racemosum
M. vanbreuseghemii
M. langeroni
M. rivalieri
Epidermophyton
floccosum
Keratinomyces
ajelloi
Keratinomyces
longifusus
Arthroderma quadrifidum
Pada anjing sering terjadi kerusakan bulu di
seluruh muka, hidung dan telinga (BODDIE,
1962), Perubahan yang tampak pada kulit
berupa lingkaran atau cincin dengan batas jelas
dan umumnya dijumpai di daerah leher
(Gambar 1), muka terutama sekitar mulut, pada
kaki dan perut bagian bawah (MULLER dan
KIRK, 1976). Selanjutnya terjadi keropeng,
lepuh dan kerak, dan dibagian keropeng
biasanya bagian tengahnya kurang aktif,
sedangkan pertumbuhan aktif terdapat pada
bulu berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya
patah, ditemukan pula kegatalan (JUNGERMAN
dan SCHWARTZMAN, 1972).
Arthroderma gerteri
Nannizzia cajetani
Nannizzia fulva
Nannizzia incurvata
Nannizzia obtuse
Nannizzia persicolor
Nannizzia grubyia
Arthroderma uncinatum
Sumber: ROHDE dan HARTMANN (1980);
VANBREUSEGHEM (1963); JUNGERMAN dan
SCHWARTZMAN (1973)
298
Kemudian JONEST dan NOBLE (1982) telah
mengembangkan taksonomi dari dermatofit
dengan bantuan alat enzim elektriforesis,
berhasil memperoleh 84 strain dermatofit.
Di dalam kehidupannya dermatofit spesies
ini ada yang bila dalam bentuk sempurna
mendapat nama lain, hal dikarenakan beberapa
hal antara lain penemunya menamakan
demikian. Meski demikian di dalam
patogenitasnya tidak mengalami perubahan,
yang berubah hanya morfologinya.
Gambar 1. Ringworm pada anjing
Sumber : PETALK (2005)
Gejala ringworm pada kucing, terutama
oleh M. canis, sering tidak jelas. Umumnya
akan dapat diketahui bila telah ada penularan
yang nyata pada manusia akibat kontak
(REBELL dan TAPLIN, 1970). Ditandai dengan
adanya pembentukan sisik tanpa adanya lesi
yang bersifat agak ringan, gatal-gatal
adakalanya ditemukan kerontokan bulu
(rambut) sehingga daerah itu agak gundul, atau
dalam hal ini terjadi lesi yang lebih berat, dapat
berbentuk kerak-kerak yang nyata, lesi ini
sering ditemukan di daerah muka dan kaki.,
dalam keadaan infeksi yang lebih parah dapat
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
meluas ke beberapa bagian tubuh (Gambar 2)
(AINSWORTH dan AUSTWICK, 1973).
urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya,
namun dengan adanya bentuk cincin pada
derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnosa
dengan
pemeriksaan
laboratorium
(JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN. 1973) akan
memastikan bahwa hewan tersebut menderita
penyakit.
PENYEBARAN DAN PREVALENSINYA
Gambar 2. Ringworm pada kucing
Sumber: FELINE ADVISORY BUREAU (2005)
Pada sapi di bagian permukaan kulit dan bulu
yang terinfeksi akan ditemukan adanya lesi
berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam
berbagai ukuran dan berwarna keputih-putihan, yang
dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya
kerak-kerak peradangan dan kerontokan bulu.
Lesi ini dapat ditemukan pula di daerah
kepala, leher, dada dan bahu.(Gambar 3) Pada
sapi tak dijumpai tanda-tanda kegatalan,
Hewan yang parah tubuhnya sangat kurus dan
tidak ada nafsu makan. (JUNGERMAN dan
SCHWARTZMAN, 1972).
Gambar 3. Ringworm pada sapi
Sumber: RAMOS-VARA (2005)
Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan
laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit,
serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat
diperiksa dengan Wood light, atau pemeriksaan
langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau
pewarnaan, atau dengan membuat biakan pada
media.
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi
yang diperlihatkan seperti gigitan serangga,
Sebaran geografis keberadaannya cukup
luas, namun penyakit ini lebih banyak
ditemukan di daerah beriklim tropis dan
subtropis, terutama daerah dengan kondisi
udara panas dan kelembaban yang tinggi
(JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN, 1972).
Kemudian pada daerah yang mempunyai
empat musim, setelah periode multiplikasi
kapang pada bulu selama musim panas
(GILLESPIE dan TIMONEY, 1977). Menurut
SMITH (1975) Penyebaran infeksi dapat terjadi
karena luka, bekas luka atau patahan bulu
untuk melangsungkan hidupnya. Dapat tumbuh
pada lingkungan kering, dingin, aerobik serta
tanpa mikroorganisme lain dan terlindung dari
sinar matahari.
Di negara-negara yang beriklim subtropis
atau dingin, kejadian ringworm lebih sering,
karena dalam bulan-bulan musim dingin,
hewan-hewan selain kurang menerima sinar
matahari secara langsung, juga sering bersamasama di kandang, sehingga kontak langsung di
antara sesama individu lebih banyak terjadi.
(MORTIMER, 1955).
Prevalensi pada kucing relatif besar meski
tak mencapai 50%, di Denmark 29,1%; Di
Inggris 27%, Amerika Serikat 30,8%, di
Jerman 36,0% dan Selandia baru 35,2%. dari
berbagai macam jumlah sampel dan tahun
berbeda. (KRISTENSEN dan KROUGH, 1981;
SPARKES et al, 1993). KRISTENSEN dan KROGH
(1981) di Denmark melaporkan prevalensi
ringworm pada anjing 12,4%, dan SPARKES di
Inggris melaporkan angka prevalensi mencapai
9,6%, dengan jumlah sampel hewan dan tahun
kejadian yang berbeda.
Penyebarannya terdapat hampir di seluruh
bagian dunia. Diperoleh beberapa data
mendukung pernyataan ini. Di Kongo dan
Ruanda pada tahun 1963 di temukan M.
langeroni terbanyak (41,8%), M. rivalieri , T.
ferrugineum, T. kuryangei, T. soundanense, T.
violaceum, T. yaoundei, T. verrucosum.
299
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
(VANBREUSEGHEM, 1963). Di Rumania
dilaporkan oleh ALTERAS dan EVOLCEANU
(1968) telah ditemukan pada tanah infeksi
Trichophyton spp (10 spesies); Microsporum
spp (3 spesies) dan Epidermophyton spp (1
spesies), yang terbanyak adalah M. gypseum
(54,6%). Di India (1985) SARKAT et al,
menemukan ringworm pada sapi, kambing,
babi dan manusia, dengan kapang T.
verrucossum sebagai penyebab utama diikuti
Trichopyhton spp dan Microsporum spp. Pada
sapi muda telah terjadi wabah dengan
penyebab utamanya T. verrucossum di Inggris
tahun 1979, dilaporkan oleh EDWARDSON. Di
California BRADLET et al, 1993, melaporkan
kejadian ringworm pada unggas dengan
penyebab utamanya T. gallinae. Di Australia
tahun 1963 CONNOLE melaporkan kejadian
ringworm pada sapi, kuda, domba, babi,
kambing, kucing, anjing, unggas, marmot,
tikus, mencit , kelinci dan kangguru.
PERMASALAHAN
Walaupun tidak menimbulkan kematian
namun hewan penderita akan terganggu rasa
gatal-gatal kemudian digaruk sehingga
menimbulkan lecet-lecet yang pada akhirnya
dapat memasukkan penyakit lain. Pada hewan
kesayangan dan piara dapat menular pada
hewan lain yang sehat (kontagius) dan manusia
(zoonosis). Kulit yang telah terserang infeksi
ringworm pada sapi akan rusak sehingga tak
dapat dijual. Kedua hal tersebut akan
menimbulkan gangguan kesehatan dan pada
akhirnya kerugian ekonomi.
Sehubungan anjing dan kucing adalah
termasuk hewan kesayangan yang dipelihara
oleh manusia, maka kontak langsung sering
terjadi, penularan terjadi akibat si pemilik tak
menyadari hewang kesayangannya telah
terkena dermatofit. Hal ini dapat dimungkinkan
pada keadaan hewan tak terpelihara dengan
gizi buruk, dan si pemilik tidak memeriksakan
kesehatan hewannya.
300
Pada sapi tidak menimbulkan kerugian
yang tak berarti karena tak mengakibatkan
kematian, dan hanya menimbulkan gangguan
atau kerusakan kulit dan bulu saja sehingga
menurunkan nilai ekonomis, umumnya akan
hilang bila diobati dengan teratur dan dibantu
oleh perbaikan gizi serta menjaga kebersihan
lingkungannya Penurun produksi tidak
seberapa pengaruh, karena yang demikian bila
keadaan sudah parah, namun yang sangat
mendapat
perhatian
adalah
aspek
memungkinan menular pada manusia, hal
inilah yang menjadi dampak negatif. Hal
demikian dapat terjadi karena kebiasaan
menusia yang dekat dengan hewan. Tabel 2
berikut ini menunjukkan kemungkinan
terjadinya penularan dari hewan kehewan atau
kemanusia.
Ringworm merupakan penyakit penting
untuk hewan khususnya ternak piara
dikarenakan; (1) Potensi untuk menular dan
memperlihatkan gejala klinis yang merugikan
pada sekelompok hewan (2) Dapat mempunyai
pengaruh dan pengobatan yang lama (3) Spora
dermatofitnya dapat bertahan hidup pada
lingkungan selama bertahun-tahun sehingga
bila ada ternak yang lewat di daerah tertsebut
akan terinfeksi (4). Dapat terjadi pula infeksi
zoonosis dari hewan kemanusia (5) Penyakit
dapat menyebabkan kegatalan sehingga hewan
tak nyaman (6) Hewan yang secara klinis
sembuh dari infeksi menjadi reservoir infeksi
meski secara gejala klinis sembuh.
Beberapa konsep umum yang kurang tepat
mengenai penyakit ringworm, pertama banyak
yang memikirkan bahwa ringworm adalah
penyakit menular dan setiap individu yang
terpapar akan terinfeksi, hal ini tidak benar
karena pada berbagai macam kasus hewan dan
manusia tidak terkena, karena adanya gizi yang
baik dan kebersihan yang terpelihara
(JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN, 1972).
Kejadian ringworm amat erat hubungannya
dengan kondisi kesehatan hewan dan
kebersihan lingkungan, bila lemah mudah
terserang cendawan ini.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Tabel 2. Jenis-jenis dermatofit yang dapat menginfeksi hewan dan manusia
No
Nama dermatofit
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
E. floccosum
M. audouinii
M. canis
M. cookie
M. distortum
M. gypseum
M. nanum
M. persicolor
M. vanbreuseghemii
T. ajelloi
T. equinum
T. gallinae
T. megninii
T. mentagrophytes
T. rubrum
T. simii
T. verrucosum
T. violaceum
a
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
-
b
x
x
x
x
x
x
x
x
Host yang dapat terinfeksi
c d e f g h i
- - - - - - - x x x x x x
x x x x x x x - - - - - x - x - - - x x x x - x - - - - - x - - - - - - - x - - - - - - x - - - - - x - - - x x - - - - x
- - - - - - x x x x x x x - - - - - x - - - - - x
- - x x x x - - - - - - -
K
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Sumber: REBELL dan TAPLIN, 1974
Keterangan: Anjing = a; Kucing = b; Kera = c; Marmut dan tikus = d; Kuda = e
Sapi = f; Domba = g; Babi = h; Unggas = i; Manusia = k
SITUASI DI INDONESIA
Di Indonesia anjing dan kucing merupakan
hewan yang dekat dengan manusia, ada yang
dipelihara dan ada yang liar. Hewan yang ada
pemiliknya umumnya dirawat oleh empunya,
namun ada pula yang tidak memeliharanya,
selain itu ada pula yang hidup liar. Hewan
yang hidup liar umumnya mudah terkena
ringworm, yang kemudian bila berkontak
dengan hewan yang dipelihara ada menjadi
reservoir penularan. Selanjutnya si hewan yang
dipelihara bila telah terkena ringworm dan
tidak diketahui pemiliknya akan menularkan
kepada si pemiliknya. Untuk itu tata laksana
pemeliharaan hewan kesayangan amat penting
dan harus dilaksanakan, agar manusia dan
hewannya sama-sama sehat.
Frekuensi penularan dermatofitosis pada
hewan di Indonesia lebih rendah karena faktor
iklim tropis yang menguntungkan bila
dibandingkan dengan negara yang mempunyai
iklim 4 musim.
Di Indonesia pada tahun 1980 pernah
dilaporkan oleh HASTIONO pada sapi perah.
Kasus-kasus pada kucing dan anjing
sebenarnya banyak di temukan pada pasien
klinik dokter hewan praktek namun belum
banyak laporan resmi (publikasi ilmiah),
misalnya pada anjing 10,2% PALUPI (1997) dan
kucing 44% (PRATIWI, 1997) dengan jumlah
sampel hewan dan tahun kejadian yang
berbeda.
Hewan kesayangan harus lebih mendapat
perhatian di dalam pencegahan dan
penanggulangnnya, hal ini karena anjing dan
kucing dan binatang peliharaan kesayangan
lainnya lebih sering berkontak dengan manusia
dan gejalanya agak susah dikenali oleh orang
awam dibandingkan dengan sapi. Selain itu
lebih banyak orang memelihara anjing dan
kucing bila dibandingkan dengan sapi. Hal ini
lebih ditekankan penanggulangan pada hewan
kesayangan dibandingkan dengan ternak. Pada
klinik dokter hewan praktek pengobatan
dengan obat dermatofit baik topikal dan
sistemik sudah umum dilakukan, dan obatobatan dermatofit sudah tersedia di pasar
bebas.
301
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
PENANGGULANGAN
Penanggulangan
penyakit
hewan
kesayangan dan ternak merupakan salah satu
faktor yang penting untuk menentukan
keberhasilan usaha beternak dan memelihara
hewan, sehingga untuk pemecahannya perlu
dilakukan segala macam aspek yang terkait di
dalamnya.termasuk tata laksana peternakan,
masalah hewan yang baru dibeli atau
dipindahkan,
dan
pemeliharaan.
Penanggulangan terbaik adalah dengan
pencegahan kemudian dilanjutkan dengan
pengobatan, pencegahan yang dapat dilakukan
dengan biaya murah adalah sanitasi kesehatan
lingkungan maupun hewannya, hewan yang
bersih umumnya akan sehat.
Meski secara alamiah dapat sembuh sendiri
namun pengobatan pada hewan penderita harus
dilakukan. Mekanisme secara alamiah untuk
menghilangkan infeksi dermatofit dapat terjadi
dan dapat dipikirkan sebelum dilakukan
pengobatan, ada 2 reaksi utama yang
menghilangkan infeksi yaitu; (1) Ada tahap
transformasi infeksi secara spontan dari
stadium anargen (aktif) menjadi stadium tak
aktif (telogen) pada rambut; (2) Terjadinya
penghentian produksi keratin sebagai akibat
dari reaksi peradangan yang intensif pada
gelembung matrik rambut.
Terdapat 5 kelompok macam obat dengan
berbagi
cara
dapat
dipakai
untuk
menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan,
dilakukan untuk membuat reaksi radang
sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit; (2).
Keratolitik, digunakan untuk menghilangkan
dermatofit yang hidup pada stratum korneum;
(3) Fungisidal, secara langsung merusak dan
membunuh dermatofit; (4). Perubah. Merubah
dari stadium aktif menjadi tidak aktif pada
rambut (JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN,
1972).
Salah satu cara yang efektif untuk
penanggulangan adalah mencegah penyebaran
sehingga tidak terjadi endemik bila ada
serangan penyakit di berbagai macam jenis
ternak, untuk itu perlu ditingkatkan masalah
kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana
pemeliharaan. Hewan kesayangan harus
terawat dengan cara memandikan secara
teratur, pemberian makanan yang sehat dan
bergizi sangat diperlukan untuk anjing dan
kucing. Sedangkan untuk ternak sapi
302
khususnya sapi perah harus sering dijaga
kebersihannya dengan memandikan secara
teratur, lalu diberikan konsentrat, rumput dan
vitamin
seperlunya.
Vaksinasi
adalah
pencegahan yang baik pula, namun relatif
mahal.
Pemakain
vaksin
perlu
dipertimbangkan seperti yang dilakukan oleh
SMITH dan GRIFFIN (1995) dengan cara
pengembangan vaksin terhadap respon CellMediateds Immune (CMI) yang menstimulasi
limfosit tipe I dan sitokin seperti interleukin 2
dan interferon gamma. Di Indonesia pemakaian
vaksin dermatofit belum dilaksanakan.
Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik
dan topikal. Secara sistemik dengan preparat
Griseofulvin, Natamycin, dan azole peroral
maupun intravena (ANDREWS, 1981; DAWSON,
1968; BLOOD dan HENDERSON, 1974;
OLDENKAMP, 1979; LORENA et al, 1992),
dengan cara topikal menggunakan fungisida
topikal dengan berulang kali, setelah itu kulit
hewan penderita tersebut disikat sampai
keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok
pada tempat yang terinfeksi (DAWSON, 1968;
BLOOD dan HENDERSON, 1974). Selain itu
dapat pula dengan obat tradisional seperti daun
ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate
dan E. thyophylia (ANONIMUS, 1994; PAT dan
GUPTA, 1975).
KESIMPULAN
Penyakit ringworm di dunia dan Indonesia
pada hewan adalah masalah penting karena
dapat menyerang hampir semua jenis hewan
dan bersifat zoonosis. Penanggulangannya
dapat dilakukan dengan pencegahan dan
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
AINSWOTH G C and AUSTWICK PKC. 1973. Fungal
diseases of animal.2nd Edition The Common
Wealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal,
Slough, England.
ALEXOPOULOS, C.J. 1983. Introductory Mycology. 4
Th Published simutaneously in Canada. 327.
ALTERAS I and R .EVOLCEANU. 1968. A Ten years
survey of Romanian soil screening for
keratinophilic
fungi
(1958-1967).
Mycopathology appl. 38 : 150-159.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
ANDREW. A.H. 1981. Treatment of ringworm in
calves using griseofulvin. Veterinary Record.
108 : 498-500.
ANONIMUS. 1994. Ethnoveterner Medicine in Asia.
An Information kept on Tradisional Animal
Health Care Practise: Ruminants. IIRR.
Philipines.
BLOOD, D.C. and J.A. HENDERSON. 1974. Veterinary
Medicine 4 Th Ed. Baillere Tindall. London.
BODDIE.G.F. 1962. Diagnostic Methods in
Veterinary Medicine. 5Th Edition. J.B.
Lippincott Company East Washington Square,
Philadelphia.: 240.
BRADLEY.F.A, A.A BICKFORD , and R.L. WALKER.
1993.
Diagnosis
of
Favus
(Avian
Dermatophytosis) in Oriental Breed chickens.
Avian Diseases 37: 1147-1150.
CONNOLE.
M.D.
1963.
A.
Review
of
Dermatomycoses of Animals in Australia.
Australian Veterinary Journal. (39); 130-134.
DAWSON, C. O. 1968. Ringworm in animals. Rev.
Med. Vet. Mycol 6 : 223-233.
EDWARDSON. J. 1979. An outbreak of ringworm in a
group of young cattle. Veterinary Record, 104
: 474-477.
FELINE ADVISORY BUREAU. 2005.
Ringworm.
http://www.
Fabcats.org/ringworm
for
breeders.html.
GILLESPIE J.M and F. TIMONEY . 1977. Hagan and
Bruner’s Infection diseases of domestic
animal. 6 Th Edition. Comstock Publishing
Associates. Cornell University Press, Ithaca.
HASTIONO.S, P. ZAHARI dan SANUSI. 1980. Laporan
Survei dan Hasil Pemeriksaan Sementara
Penyakit Kulit pada Sapi Perah di Jawa
Tengah, dan D.I. Jogjakarta dan Aspergillosis
itik di Tegal (Tidak diterbitkan).
JUNGERMAN P.F and R.M SCHWARTZMAN. 1972.
Veternary Medical Mycology. Lea and
Febiger, Philadelphia.
JONES and NOBLE. 1982. An electrophoretic study of
enzymes as a tool in the Taxonomy of
Dermatophytes. J. of General. Microbiology :
1101-1107.
KRISTENSEN, S and H.V KROUGH. 1981. A study of
skin diseases in dogs and cats : VII.
Ringworm infection. Nord.Vet Med 33: 134.
LORENA .M.D, CORNELIUS, and L.M. FERGUSON D.C
1992. Small Animal Medical Therapeutics.
J.b. Lippincott, Philadelphia.USA.
MORTIMER, P.H. 1955. Man, animals and ringworm.
Vet.Rec, 67 : 670-672.
OLDENKAMPT E.P. 1979. Treatment of Ringworm in
horses with Natamycin . Equine Veterinary
Journal II (1) : 36-38.
PAT S and GUPTA I. 1975. Antifungal activity of
choti dudhi plant (Euphorbia prostate ait and
Euphorbia
thyfolia
against
certaian
dermatophytes (in vitro studies). Indian Vet.
J.52 : 769-776.
PALUPI.. E.A. 1997. Identifikasi kapang penyebab
Ringworm pada anjing-anjing yang dirawat di
pondok pengayom satwa Ragunan Jakarta
Selatan. Skripsi Sarjana Biologi . Universitas
Nasional Jakarta.
PETALK. 2005. Ringworm. http://www. Petalk.com/
ringworm.html.
PRATIWI. E. 1997. Prevalensi ringworm pad kucing
yang dipelihara di pondok pengayom satwa
Ragunan. Jakarta Selatan. Skripsi Sarjana
Biologi . Universitas Nasional Jakarta.
RAMOS-VARA. J.A. 2005. Introduction to
Macroscopis
Diagnosis
in
Veterinary
Pathology.
Animal.Helath
Diagnostic
laboratory F107. Veterinary Medicine Centre,
Michigan University East Lansing MI 48824.
Http://www.msu. edu/ramosjo/10313.htm.
REBELL.G and TAPLIN D. 1970. Dermatophytes.
Their Recognition and Identification. Revised
Edition. Univ Of Miami Press. Coral Gables
Florida .10
ROHDE B and G. HARTMANN. 1980. Introducing
mycology by an examples. Schering
Aktiengensellschaft. Hamburg.
SPARKES, A.H, T J GRUFFYD-JONES, S.E. SHAW, A.I.
WRIGHT
and
C.R.
STOKES.
1993.
Epidemiological and diagnostic features of
canine and feline dermatophytosis in United
Kingdom from 1956 to 1991., Vet Rec 133:
57.
SARKAT.S, R.P. SINHA, and D.K. THAKUR. 1985.
Epidemiology of Dermatophytosis in domestic
animals and Its Impact on Human Health.
Indian Vet. J. 62 ; 1017-1022.
SMITH J.M B and J.F.T GRIFFIN. 1995. Strategies for
the development of a vaccine against
ringworm. Journal of Medical and Veterinary
Mycology 33, 87-91.
VANBREUSEGHEM. R. 1963. Dermatophytes from the
republic of Congo and Ruanda-burundi. New
description
of
Microsporum
rivalieri.
Sabouraudia 2 : 215-224.
303
Download