Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis PERMASALAHAN DAN PENANGGULANGAN RING WORM PADA HEWAN RIZA ZAINUDDIN AHMAD Balai Penelitian Veteriner, Jl. RE. Martadinata No. 30, PO Box 151, Bogor 16114 ABSTRAK Ringworm adalah penyakit mikotik yang disebabkan oleh kapang dermatofit dan menyerang hewan (anjing, kucing, sapi, unggas dan lain-lainnya). Tujuan dari penulisan ini untuk memaparkan tentang pentingnya permasalahan dan penanggulangan penyakit pada hewan. Permasalahan penyakit ini penting artinya karena hampir semua hewan dapat terserang dan bersifat zoonosis. Penyebarannya hampir meliputi seluruh dunia. Gejala klinis yang utama adalah adanya bentuk cincin (melingkar) pada tempat terinfeksi dan kebotakan pada bulu dan rambut. Bagian terserang kulit, rambut dan bagian tubuh yang mengandung keratin. Diagnosa dan pemeriksaan dilakukan dari gejala klinis, dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium sebagai peneguhan diagnosa. Penanggulangan dapat dilakukan dengan cara pencegahan dan pengobatan. Kata kunci: Hewan, permasalahan, penanggulangan, ringworm PENDAHULUAN Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian kutan/ superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Penyakit kulit yang menular ini pada ternak tidak berakibat fatal, namun sangat mengganggu dan dapat menurunkan produktivitas ternak, sebagai penyakit kosmopolitan, sering dijumpai pada hewan yang dipelihara secara bersama-sama. Ringworm menyerang hewan dan manusia. (AINSWORTH and AUSTWICK, 1973). Dermatofitosis ini dapat menular antar sesama hewan, dan antara manusia dengan hewan (antropozoonosis) dan hewan kemanusia (zoonosis)dan merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia (JUNGERMAN and SCHWARTZMAN, 1972). DAWSON (1968) melaporkan bahwa kejadian penyakit ini ditemukan pada hewan piara, ternak, satwa liar lainnya. Dinamakan ringworm karena pernah diduga penyebabnya adalah worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin, maka dinamai ringworm, meski sebelumnya memang penyakit ini disebabkan oleh cendawan namun akhirnya pemakaian istilah tersebut tetap dipakai sampai sekarang. Penularan dari hewan kemanusia (zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 dari sapi ke manusia (MORTIMER, 1955). Hewan yang terserang umumnya hewan piaraan adalah anjing, babi, domba, kucing, kuda, kambing, sapi dan lainnya, namun yang paling utama ialah anjing, kucing, sapi. Ketiga hewan ini merupakan masalah penting untuk manusia karena sifat zoonosisnya. Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang adalah anjing, kucing dan sapi. PENYEBAB RINGWORM Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton (AISWORTH and AUSTWICK, 1973). Cendawan dermatofit penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti (Deuteromycetes), karena pembiakannya dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang secara seksual tergolong Ascomycetes. Jenis dermatofit jumlahnya adalah 38 jenis, namun kemudian dapat dibedakan lagi menjadi 84 strain seperti tersaji pada Tabel 1. Klasifikasi menurut ALEXOPOULOS (1993) adalah sebagai berikut: 297 Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis Divisi Anak Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Amastigomycotina. : Ascomycotina : Deuteromycetes : Moniliales : Moniliaceae : Microsporum, Trichophyton :M. canis, M. gypseum, T. mentagrophytes Tabel 1. Jenis Dermatofit No Spesies 1 Trichophyton concertricum T. equinum T. erinaceae T. ferrugineum T. gallinae T.georgiae T.gloriae T.gourvilli T. kuryangei T. megnini T. mentagrophytes 2 3 4 5 6 7 8 9 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. Bentuk sempurna GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA Arthroderma ciferri Arthroderma gloriae Arthroderma benhamiae T. phaseoliforme T. proliferans T. quinckeanum T. rubrum T. schoenleinii T. soudanense T. terrestre T. thuringiense T. tonsurans T. vanbreuseghemii T. verrucosum T. violaceum T. yaoundei Microsporum amazonicum M. audouinii T. M. boullardii M. canis M. cookie M. distortum M. ferrugineum M. fulvum M. gypseum M. nanum M. persicolor M. praecox M. racemosum M. vanbreuseghemii M. langeroni M. rivalieri Epidermophyton floccosum Keratinomyces ajelloi Keratinomyces longifusus Arthroderma quadrifidum Pada anjing sering terjadi kerusakan bulu di seluruh muka, hidung dan telinga (BODDIE, 1962), Perubahan yang tampak pada kulit berupa lingkaran atau cincin dengan batas jelas dan umumnya dijumpai di daerah leher (Gambar 1), muka terutama sekitar mulut, pada kaki dan perut bagian bawah (MULLER dan KIRK, 1976). Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan kerak, dan dibagian keropeng biasanya bagian tengahnya kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif terdapat pada bulu berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya patah, ditemukan pula kegatalan (JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN, 1972). Arthroderma gerteri Nannizzia cajetani Nannizzia fulva Nannizzia incurvata Nannizzia obtuse Nannizzia persicolor Nannizzia grubyia Arthroderma uncinatum Sumber: ROHDE dan HARTMANN (1980); VANBREUSEGHEM (1963); JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN (1973) 298 Kemudian JONEST dan NOBLE (1982) telah mengembangkan taksonomi dari dermatofit dengan bantuan alat enzim elektriforesis, berhasil memperoleh 84 strain dermatofit. Di dalam kehidupannya dermatofit spesies ini ada yang bila dalam bentuk sempurna mendapat nama lain, hal dikarenakan beberapa hal antara lain penemunya menamakan demikian. Meski demikian di dalam patogenitasnya tidak mengalami perubahan, yang berubah hanya morfologinya. Gambar 1. Ringworm pada anjing Sumber : PETALK (2005) Gejala ringworm pada kucing, terutama oleh M. canis, sering tidak jelas. Umumnya akan dapat diketahui bila telah ada penularan yang nyata pada manusia akibat kontak (REBELL dan TAPLIN, 1970). Ditandai dengan adanya pembentukan sisik tanpa adanya lesi yang bersifat agak ringan, gatal-gatal adakalanya ditemukan kerontokan bulu (rambut) sehingga daerah itu agak gundul, atau dalam hal ini terjadi lesi yang lebih berat, dapat berbentuk kerak-kerak yang nyata, lesi ini sering ditemukan di daerah muka dan kaki., dalam keadaan infeksi yang lebih parah dapat Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis meluas ke beberapa bagian tubuh (Gambar 2) (AINSWORTH dan AUSTWICK, 1973). urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium (JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN. 1973) akan memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit. PENYEBARAN DAN PREVALENSINYA Gambar 2. Ringworm pada kucing Sumber: FELINE ADVISORY BUREAU (2005) Pada sapi di bagian permukaan kulit dan bulu yang terinfeksi akan ditemukan adanya lesi berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna keputih-putihan, yang dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya kerak-kerak peradangan dan kerontokan bulu. Lesi ini dapat ditemukan pula di daerah kepala, leher, dada dan bahu.(Gambar 3) Pada sapi tak dijumpai tanda-tanda kegatalan, Hewan yang parah tubuhnya sangat kurus dan tidak ada nafsu makan. (JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN, 1972). Gambar 3. Ringworm pada sapi Sumber: RAMOS-VARA (2005) Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan Wood light, atau pemeriksaan langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau pewarnaan, atau dengan membuat biakan pada media. Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti gigitan serangga, Sebaran geografis keberadaannya cukup luas, namun penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama daerah dengan kondisi udara panas dan kelembaban yang tinggi (JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN, 1972). Kemudian pada daerah yang mempunyai empat musim, setelah periode multiplikasi kapang pada bulu selama musim panas (GILLESPIE dan TIMONEY, 1977). Menurut SMITH (1975) Penyebaran infeksi dapat terjadi karena luka, bekas luka atau patahan bulu untuk melangsungkan hidupnya. Dapat tumbuh pada lingkungan kering, dingin, aerobik serta tanpa mikroorganisme lain dan terlindung dari sinar matahari. Di negara-negara yang beriklim subtropis atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan-hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga sering bersamasama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesama individu lebih banyak terjadi. (MORTIMER, 1955). Prevalensi pada kucing relatif besar meski tak mencapai 50%, di Denmark 29,1%; Di Inggris 27%, Amerika Serikat 30,8%, di Jerman 36,0% dan Selandia baru 35,2%. dari berbagai macam jumlah sampel dan tahun berbeda. (KRISTENSEN dan KROUGH, 1981; SPARKES et al, 1993). KRISTENSEN dan KROGH (1981) di Denmark melaporkan prevalensi ringworm pada anjing 12,4%, dan SPARKES di Inggris melaporkan angka prevalensi mencapai 9,6%, dengan jumlah sampel hewan dan tahun kejadian yang berbeda. Penyebarannya terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Diperoleh beberapa data mendukung pernyataan ini. Di Kongo dan Ruanda pada tahun 1963 di temukan M. langeroni terbanyak (41,8%), M. rivalieri , T. ferrugineum, T. kuryangei, T. soundanense, T. violaceum, T. yaoundei, T. verrucosum. 299 Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis (VANBREUSEGHEM, 1963). Di Rumania dilaporkan oleh ALTERAS dan EVOLCEANU (1968) telah ditemukan pada tanah infeksi Trichophyton spp (10 spesies); Microsporum spp (3 spesies) dan Epidermophyton spp (1 spesies), yang terbanyak adalah M. gypseum (54,6%). Di India (1985) SARKAT et al, menemukan ringworm pada sapi, kambing, babi dan manusia, dengan kapang T. verrucossum sebagai penyebab utama diikuti Trichopyhton spp dan Microsporum spp. Pada sapi muda telah terjadi wabah dengan penyebab utamanya T. verrucossum di Inggris tahun 1979, dilaporkan oleh EDWARDSON. Di California BRADLET et al, 1993, melaporkan kejadian ringworm pada unggas dengan penyebab utamanya T. gallinae. Di Australia tahun 1963 CONNOLE melaporkan kejadian ringworm pada sapi, kuda, domba, babi, kambing, kucing, anjing, unggas, marmot, tikus, mencit , kelinci dan kangguru. PERMASALAHAN Walaupun tidak menimbulkan kematian namun hewan penderita akan terganggu rasa gatal-gatal kemudian digaruk sehingga menimbulkan lecet-lecet yang pada akhirnya dapat memasukkan penyakit lain. Pada hewan kesayangan dan piara dapat menular pada hewan lain yang sehat (kontagius) dan manusia (zoonosis). Kulit yang telah terserang infeksi ringworm pada sapi akan rusak sehingga tak dapat dijual. Kedua hal tersebut akan menimbulkan gangguan kesehatan dan pada akhirnya kerugian ekonomi. Sehubungan anjing dan kucing adalah termasuk hewan kesayangan yang dipelihara oleh manusia, maka kontak langsung sering terjadi, penularan terjadi akibat si pemilik tak menyadari hewang kesayangannya telah terkena dermatofit. Hal ini dapat dimungkinkan pada keadaan hewan tak terpelihara dengan gizi buruk, dan si pemilik tidak memeriksakan kesehatan hewannya. 300 Pada sapi tidak menimbulkan kerugian yang tak berarti karena tak mengakibatkan kematian, dan hanya menimbulkan gangguan atau kerusakan kulit dan bulu saja sehingga menurunkan nilai ekonomis, umumnya akan hilang bila diobati dengan teratur dan dibantu oleh perbaikan gizi serta menjaga kebersihan lingkungannya Penurun produksi tidak seberapa pengaruh, karena yang demikian bila keadaan sudah parah, namun yang sangat mendapat perhatian adalah aspek memungkinan menular pada manusia, hal inilah yang menjadi dampak negatif. Hal demikian dapat terjadi karena kebiasaan menusia yang dekat dengan hewan. Tabel 2 berikut ini menunjukkan kemungkinan terjadinya penularan dari hewan kehewan atau kemanusia. Ringworm merupakan penyakit penting untuk hewan khususnya ternak piara dikarenakan; (1) Potensi untuk menular dan memperlihatkan gejala klinis yang merugikan pada sekelompok hewan (2) Dapat mempunyai pengaruh dan pengobatan yang lama (3) Spora dermatofitnya dapat bertahan hidup pada lingkungan selama bertahun-tahun sehingga bila ada ternak yang lewat di daerah tertsebut akan terinfeksi (4). Dapat terjadi pula infeksi zoonosis dari hewan kemanusia (5) Penyakit dapat menyebabkan kegatalan sehingga hewan tak nyaman (6) Hewan yang secara klinis sembuh dari infeksi menjadi reservoir infeksi meski secara gejala klinis sembuh. Beberapa konsep umum yang kurang tepat mengenai penyakit ringworm, pertama banyak yang memikirkan bahwa ringworm adalah penyakit menular dan setiap individu yang terpapar akan terinfeksi, hal ini tidak benar karena pada berbagai macam kasus hewan dan manusia tidak terkena, karena adanya gizi yang baik dan kebersihan yang terpelihara (JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN, 1972). Kejadian ringworm amat erat hubungannya dengan kondisi kesehatan hewan dan kebersihan lingkungan, bila lemah mudah terserang cendawan ini. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis Tabel 2. Jenis-jenis dermatofit yang dapat menginfeksi hewan dan manusia No Nama dermatofit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 E. floccosum M. audouinii M. canis M. cookie M. distortum M. gypseum M. nanum M. persicolor M. vanbreuseghemii T. ajelloi T. equinum T. gallinae T. megninii T. mentagrophytes T. rubrum T. simii T. verrucosum T. violaceum a x x x x x x x x x x x x x x x x - b x x x x x x x x Host yang dapat terinfeksi c d e f g h i - - - - - - - x x x x x x x x x x x x x - - - - - x - x - - - x x x x - x - - - - - x - - - - - - - x - - - - - - x - - - - - x - - - x x - - - - x - - - - - - x x x x x x x - - - - - x - - - - - x - - x x x x - - - - - - - K X X X X X X X X X X X X X X Sumber: REBELL dan TAPLIN, 1974 Keterangan: Anjing = a; Kucing = b; Kera = c; Marmut dan tikus = d; Kuda = e Sapi = f; Domba = g; Babi = h; Unggas = i; Manusia = k SITUASI DI INDONESIA Di Indonesia anjing dan kucing merupakan hewan yang dekat dengan manusia, ada yang dipelihara dan ada yang liar. Hewan yang ada pemiliknya umumnya dirawat oleh empunya, namun ada pula yang tidak memeliharanya, selain itu ada pula yang hidup liar. Hewan yang hidup liar umumnya mudah terkena ringworm, yang kemudian bila berkontak dengan hewan yang dipelihara ada menjadi reservoir penularan. Selanjutnya si hewan yang dipelihara bila telah terkena ringworm dan tidak diketahui pemiliknya akan menularkan kepada si pemiliknya. Untuk itu tata laksana pemeliharaan hewan kesayangan amat penting dan harus dilaksanakan, agar manusia dan hewannya sama-sama sehat. Frekuensi penularan dermatofitosis pada hewan di Indonesia lebih rendah karena faktor iklim tropis yang menguntungkan bila dibandingkan dengan negara yang mempunyai iklim 4 musim. Di Indonesia pada tahun 1980 pernah dilaporkan oleh HASTIONO pada sapi perah. Kasus-kasus pada kucing dan anjing sebenarnya banyak di temukan pada pasien klinik dokter hewan praktek namun belum banyak laporan resmi (publikasi ilmiah), misalnya pada anjing 10,2% PALUPI (1997) dan kucing 44% (PRATIWI, 1997) dengan jumlah sampel hewan dan tahun kejadian yang berbeda. Hewan kesayangan harus lebih mendapat perhatian di dalam pencegahan dan penanggulangnnya, hal ini karena anjing dan kucing dan binatang peliharaan kesayangan lainnya lebih sering berkontak dengan manusia dan gejalanya agak susah dikenali oleh orang awam dibandingkan dengan sapi. Selain itu lebih banyak orang memelihara anjing dan kucing bila dibandingkan dengan sapi. Hal ini lebih ditekankan penanggulangan pada hewan kesayangan dibandingkan dengan ternak. Pada klinik dokter hewan praktek pengobatan dengan obat dermatofit baik topikal dan sistemik sudah umum dilakukan, dan obatobatan dermatofit sudah tersedia di pasar bebas. 301 Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis PENANGGULANGAN Penanggulangan penyakit hewan kesayangan dan ternak merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan keberhasilan usaha beternak dan memelihara hewan, sehingga untuk pemecahannya perlu dilakukan segala macam aspek yang terkait di dalamnya.termasuk tata laksana peternakan, masalah hewan yang baru dibeli atau dipindahkan, dan pemeliharaan. Penanggulangan terbaik adalah dengan pencegahan kemudian dilanjutkan dengan pengobatan, pencegahan yang dapat dilakukan dengan biaya murah adalah sanitasi kesehatan lingkungan maupun hewannya, hewan yang bersih umumnya akan sehat. Meski secara alamiah dapat sembuh sendiri namun pengobatan pada hewan penderita harus dilakukan. Mekanisme secara alamiah untuk menghilangkan infeksi dermatofit dapat terjadi dan dapat dipikirkan sebelum dilakukan pengobatan, ada 2 reaksi utama yang menghilangkan infeksi yaitu; (1) Ada tahap transformasi infeksi secara spontan dari stadium anargen (aktif) menjadi stadium tak aktif (telogen) pada rambut; (2) Terjadinya penghentian produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan yang intensif pada gelembung matrik rambut. Terdapat 5 kelompok macam obat dengan berbagi cara dapat dipakai untuk menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan, dilakukan untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit; (2). Keratolitik, digunakan untuk menghilangkan dermatofit yang hidup pada stratum korneum; (3) Fungisidal, secara langsung merusak dan membunuh dermatofit; (4). Perubah. Merubah dari stadium aktif menjadi tidak aktif pada rambut (JUNGERMAN dan SCHWARTZMAN, 1972). Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan adalah mencegah penyebaran sehingga tidak terjadi endemik bila ada serangan penyakit di berbagai macam jenis ternak, untuk itu perlu ditingkatkan masalah kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Hewan kesayangan harus terawat dengan cara memandikan secara teratur, pemberian makanan yang sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk anjing dan kucing. Sedangkan untuk ternak sapi 302 khususnya sapi perah harus sering dijaga kebersihannya dengan memandikan secara teratur, lalu diberikan konsentrat, rumput dan vitamin seperlunya. Vaksinasi adalah pencegahan yang baik pula, namun relatif mahal. Pemakain vaksin perlu dipertimbangkan seperti yang dilakukan oleh SMITH dan GRIFFIN (1995) dengan cara pengembangan vaksin terhadap respon CellMediateds Immune (CMI) yang menstimulasi limfosit tipe I dan sitokin seperti interleukin 2 dan interferon gamma. Di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit belum dilaksanakan. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik dengan preparat Griseofulvin, Natamycin, dan azole peroral maupun intravena (ANDREWS, 1981; DAWSON, 1968; BLOOD dan HENDERSON, 1974; OLDENKAMP, 1979; LORENA et al, 1992), dengan cara topikal menggunakan fungisida topikal dengan berulang kali, setelah itu kulit hewan penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi (DAWSON, 1968; BLOOD dan HENDERSON, 1974). Selain itu dapat pula dengan obat tradisional seperti daun ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate dan E. thyophylia (ANONIMUS, 1994; PAT dan GUPTA, 1975). KESIMPULAN Penyakit ringworm di dunia dan Indonesia pada hewan adalah masalah penting karena dapat menyerang hampir semua jenis hewan dan bersifat zoonosis. Penanggulangannya dapat dilakukan dengan pencegahan dan pengobatan. DAFTAR PUSTAKA AINSWOTH G C and AUSTWICK PKC. 1973. Fungal diseases of animal.2nd Edition The Common Wealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal, Slough, England. ALEXOPOULOS, C.J. 1983. Introductory Mycology. 4 Th Published simutaneously in Canada. 327. ALTERAS I and R .EVOLCEANU. 1968. A Ten years survey of Romanian soil screening for keratinophilic fungi (1958-1967). Mycopathology appl. 38 : 150-159. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis ANDREW. A.H. 1981. Treatment of ringworm in calves using griseofulvin. Veterinary Record. 108 : 498-500. ANONIMUS. 1994. Ethnoveterner Medicine in Asia. An Information kept on Tradisional Animal Health Care Practise: Ruminants. IIRR. Philipines. BLOOD, D.C. and J.A. HENDERSON. 1974. Veterinary Medicine 4 Th Ed. Baillere Tindall. London. BODDIE.G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. 5Th Edition. J.B. Lippincott Company East Washington Square, Philadelphia.: 240. BRADLEY.F.A, A.A BICKFORD , and R.L. WALKER. 1993. Diagnosis of Favus (Avian Dermatophytosis) in Oriental Breed chickens. Avian Diseases 37: 1147-1150. CONNOLE. M.D. 1963. A. Review of Dermatomycoses of Animals in Australia. Australian Veterinary Journal. (39); 130-134. DAWSON, C. O. 1968. Ringworm in animals. Rev. Med. Vet. Mycol 6 : 223-233. EDWARDSON. J. 1979. An outbreak of ringworm in a group of young cattle. Veterinary Record, 104 : 474-477. FELINE ADVISORY BUREAU. 2005. Ringworm. http://www. Fabcats.org/ringworm for breeders.html. GILLESPIE J.M and F. TIMONEY . 1977. Hagan and Bruner’s Infection diseases of domestic animal. 6 Th Edition. Comstock Publishing Associates. Cornell University Press, Ithaca. HASTIONO.S, P. ZAHARI dan SANUSI. 1980. Laporan Survei dan Hasil Pemeriksaan Sementara Penyakit Kulit pada Sapi Perah di Jawa Tengah, dan D.I. Jogjakarta dan Aspergillosis itik di Tegal (Tidak diterbitkan). JUNGERMAN P.F and R.M SCHWARTZMAN. 1972. Veternary Medical Mycology. Lea and Febiger, Philadelphia. JONES and NOBLE. 1982. An electrophoretic study of enzymes as a tool in the Taxonomy of Dermatophytes. J. of General. Microbiology : 1101-1107. KRISTENSEN, S and H.V KROUGH. 1981. A study of skin diseases in dogs and cats : VII. Ringworm infection. Nord.Vet Med 33: 134. LORENA .M.D, CORNELIUS, and L.M. FERGUSON D.C 1992. Small Animal Medical Therapeutics. J.b. Lippincott, Philadelphia.USA. MORTIMER, P.H. 1955. Man, animals and ringworm. Vet.Rec, 67 : 670-672. OLDENKAMPT E.P. 1979. Treatment of Ringworm in horses with Natamycin . Equine Veterinary Journal II (1) : 36-38. PAT S and GUPTA I. 1975. Antifungal activity of choti dudhi plant (Euphorbia prostate ait and Euphorbia thyfolia against certaian dermatophytes (in vitro studies). Indian Vet. J.52 : 769-776. PALUPI.. E.A. 1997. Identifikasi kapang penyebab Ringworm pada anjing-anjing yang dirawat di pondok pengayom satwa Ragunan Jakarta Selatan. Skripsi Sarjana Biologi . Universitas Nasional Jakarta. PETALK. 2005. Ringworm. http://www. Petalk.com/ ringworm.html. PRATIWI. E. 1997. Prevalensi ringworm pad kucing yang dipelihara di pondok pengayom satwa Ragunan. Jakarta Selatan. Skripsi Sarjana Biologi . Universitas Nasional Jakarta. RAMOS-VARA. J.A. 2005. Introduction to Macroscopis Diagnosis in Veterinary Pathology. Animal.Helath Diagnostic laboratory F107. Veterinary Medicine Centre, Michigan University East Lansing MI 48824. Http://www.msu. edu/ramosjo/10313.htm. REBELL.G and TAPLIN D. 1970. Dermatophytes. Their Recognition and Identification. Revised Edition. Univ Of Miami Press. Coral Gables Florida .10 ROHDE B and G. HARTMANN. 1980. Introducing mycology by an examples. Schering Aktiengensellschaft. Hamburg. SPARKES, A.H, T J GRUFFYD-JONES, S.E. SHAW, A.I. WRIGHT and C.R. STOKES. 1993. Epidemiological and diagnostic features of canine and feline dermatophytosis in United Kingdom from 1956 to 1991., Vet Rec 133: 57. SARKAT.S, R.P. SINHA, and D.K. THAKUR. 1985. Epidemiology of Dermatophytosis in domestic animals and Its Impact on Human Health. Indian Vet. J. 62 ; 1017-1022. SMITH J.M B and J.F.T GRIFFIN. 1995. Strategies for the development of a vaccine against ringworm. Journal of Medical and Veterinary Mycology 33, 87-91. VANBREUSEGHEM. R. 1963. Dermatophytes from the republic of Congo and Ruanda-burundi. New description of Microsporum rivalieri. Sabouraudia 2 : 215-224. 303