ISSN : 2085 - 0204 JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT ERFIANI MAIL Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II Di BPS Sri Wahyuni, AMd.Keb Desa Melirang Bungah Gresik NUR SAIDAH Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas Di Polindes Desa Lebak Rejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan NURUN AYATI Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil Di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto SARI PRIYANTI Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit Yang Menular Akibat Hubungan Seksual Di MAN Mojokerto SRI WARDINI Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto WIWIT SULISTYOWATI Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primigravida Di Desa Gayaman Mojoanyar Mojokerto HOSPITAL MAJAPAHIT VOL 3 NO. 2 Hlm. 1 - 111 Mojokerto Nopember 2011 ISSN 2085 - 0204 JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT MOJOKERTO HOSPITAL MAJAPAHIT Media ini terbit dua kali setahun yaitu pada bulan Pebruari dan Bulan Nopember diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Kesehatan Majapahit, berisi artikel hasil penelitian tentang kesehatan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris Pembina Ketua Yayasan Politeknik Kesehatan Majapahit Nurwidji Pelindung Direktur Politeknik Kesehatan Majapahit Sarmini Moedjiarto, S.Pd., MM.Pd. Ketua Penyunting Eka Diah Kartiningrum, SKM. Wakil Ketua Penyunting Nurul Hidayah, S.Kep., Ners. Penyunting Pelaksana Dwi Helyanarti, S.Si Anwar Holil, M.Pd. Penyunting Ahli Prof. Dr. Moedjiarto, M.Sc. dr. Rahmi, S.A. dr. Mohammad Husin Sri Sudarsih, S.Kp., M.Kes. Henry Sudyanto, S.Kp., M.Kes. Abdul Muhith, MM.Kes. Lilis Majidah, MM.Kes. Distribusi Sunarto Alamat Redaksi : Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email : [email protected] BIAYA BERLANGGANAN Rp. 20.000,-/Eks + Biaya Kirim HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 ISSN : 2085 - 0204 Pengantar Redaksi, Jurnal Hospital Majapahit volume 3 no 2 tahun 2011 ini didominasi oleh berbagai penelitian dibidang kesehatan ibu dan anak, sehingga mayoritas penulisnya adalah bidan. Kemajuan ilmu dan teknologi dibidang kesehatan ibu dan anak tak lepas dari perkembangan penelitian dalam bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak. Penelitian yang pertama ditulis oleh Erfiani Mail dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kala II di BPS Sri Wahyuni, Amd Keb Desa Melirang Bungah Gresik. Hasil penelitian membahas bahwa ada hubungan usia Hamil Dengan Lama Persalinan Kala II di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik. Kehamilan diusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat menyebabkan gangguan pada proses persalinan seperti kondisi psikologis yang kurang siap pada usia kurang dari 20 tahun, dan kondisi fisik yang cenderung menurun pada usia lebih dari 35 tahun.Oleh sebab itu tenaga kesehatan seperti bidan atau dokter harus selalu memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil karena usia ibu hamil sangat berpengaruh khususnya dalam proses persalinan kala II. Penelitian yang kedua ditulis oleh Nursaidah dengan judul Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas Di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan. Hasil penelitian membahas bahwa ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pantang makanan pada masa nifas. Penyembuhan luka yang lambat pada ibu nifas dipengaruhi oleh perilaku pantang makanan. Oleh sebab itu disarankan ibu lebih meningkatkan pengetahuan tentang dampak dari pantang makanan dengan cara membaca buku, bertanya pada tenaga kesehatan dan mengikuti seminar-seminar sehingga ibu tidak melakukan pantang makanan untuk membantu proses penyembuhan luka. Tenaga Kesehatan meningkatkan penyuluhan tentang dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas dan keluarga sehingga ibu dapat mengubah kebiasaan pantang makanan. Hasil penelitian yang ketiga ditulis oleh Nurun Ayati dengan judul Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil Di BPS M Wates Magersari Mojokerto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto. Pendidikan sangat mempengaruhi pemahaman seseorang sehingga dalam penelitian ini didapatkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi keikutsertaan ibu dalam senam hamil. Diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai masukan atau referensi bagi mahasiswa tentang senam hamil dan dapat membantu agar ibu yang tidak mengikuti senam hamil menjadi mau mengikuti senam hamil setelah membaca penelitian ini. Hasil penelitian yang keempat ditulis oleh Sari Priyanti dengan judul Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Akibat Hubungan Seksual di MAN Mojokerto. Penelitian ini membahas bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap sikap remaja terhadap penyakit yang menular akibat hubungan seksual di MAN Mojokerto.Pengetahuan yang cukup tentang penyakit menular seksual akan mendorong seseorang untuk bersikap positif untuk menanggapi tentang penyakit menular seksual. Hasil penelitian yang kelima ditulis oleh Sri Wardini dengan judul Keterkaitam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di RS Kamar Medika Kota Mojokerto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang bermakna/signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian perdarahan pasca persalinan, dengan Fisher’s Exact Test secara SPSS didapatkan hasil = 0,000 < α = 0,05. Inisiasi menyusu dini dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan. Peningkatan pengetahuan ibu hamil menjelang persalinan melalui komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan membuat leaflet, brosur, poster dan buku tentang inisiasi menyusu dini. Sehingga ibu bisa kooperatif pada pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Hasil penelitian yang keenam ditulis oleh Wiwit Sulistyowati dengan judul Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan teknik HOSPITAL MAJAPAHIT menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, dengan nilai korelasi spearman’s rho 0,491 yang termasuk dalam kategori cukup erat.Banyaknya responden yang salah dalam melakukan teknik menyusui selain dikarenakan kurangnya pengetahuan juga banyak dipengaruhi oleh faktor usia, pendidikan, pekerjaan ibu primipara dalam melakukan laktasi. Redaksi, HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 ISSN : 2085 - 0204 Kebijakan Editorial dan Pedoman Penulisan Artikel Kebijakan Editorial Jurnal Hospital Majapahit diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto secara berkala (setiap 6 bulan) dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi hasil penelitian, artikel ilmiah kepada akademisi, mahasiswa, praktisi dan lainnya yang menaruh perhatian terhadap penelitianpenelitian dalam bidang kesehatan. Lingkup hasil penelitian dan artikel yang dimuat di Jurnal Hospital Majapahit ini berkaitan dengan pendidikan yang dilakukan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto. Jurnal Hospital Majapahit menerima kiriman artikel yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Hospital Majapahit dilakukan melalui proses blind review oleh editor Hospital Majapahit. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan pemuat artikel, antara lain : terpenuhinya syarat penulisan dalam jurnal ilmiah, metode penelitian yang digunakan, kontribusi hasil penelitian dan artikel terhadap perkembangan pendidikan kesehatan. Penulis harus menyatakan bahwa artikel yang dikirim ke Hospital Majapahit, tidak dikirim atau dipublikasikan dalam majalah atau jurnal ilmiah lainnya. Editor bertanggung jawab untuk memberikan telaah konstruktif terhadap artikel yang akan dimuat, dan apabila dipandang perlu editor menyampaikan hasil evaluasi artikel kepada penulis. Artikel yang diusulkan untuk dimuat dalam jurnal Hospital Majapahit hendaknya mengikuti pedoman penulisan artikel yang dibuat oleh editor. Artikel dapat dikirim ke editor Jurnal Hospital Majapahit dengan alamat : Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email : [email protected] HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 ISSN : 2085 - 0204 Pedoman Penulisan Artikel. Penulisan artikel dalam jurnal kesehatan hospital majapahit yang diharapkan menjadi pertimbangan penulis. Format. 1. Artikel diketik dengan spasi ganda pada kertas A4 (210 x 297 mm). 2. Panjang artikel maksimum 7.000 kata dengan Courier atau Times New Roman font 11 – 12 atau sebanyak 15 sampai dengan 20 halaman. 3. Margin atas, bawah, samping kanan dan samping kiri sekurang kurangnya 1 inchi. 4. Semua halaman sebaiknya diberi nomor urut. 5. Setiap table dan gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau gambar serta sumber kutipan. 6. Kutipan dalam teks menyebutkan nama belakang (akhir) penulis, tahun, dan nomor halaman jika dipandang perlu. Contoh : a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Rahman, 2003), jika disertai dengan halaman (Rahman, 2003:36). b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (David dan Anderson, 1989). c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari satu penulis (David dkk, 1989). d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (David, 1989, 1992), jika tahun publikasi sama (David, 1989a, 1989b). e. Sumber kutipan dari satu institusi sebaiknya menyebutkan singkatan atau akronim yang bersangkutan (BPS, 2007: DIKNAS, 2006). Isi Tulisan. Tulisan yang berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut : Abstrak, bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi masalah penelitian, tujuan, metode, hasil, dan kontribusi hasil penelitian. Abstrak disajikan diawal teks dan terdiri antara 200 sampai dengan 400 kata (sebaiknya disajikan dalam bahasa inggris). Abstrak diberi kata kunci (key word) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel. Pendahuluan, menguraikan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan untuk menjadi hipotesis dan model penelitian. Kerangka Teoritis, memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan untuk mengembangkan hipotesis dan model penelitian. Metode Penelitian, memuat pendekatan yang digunakan, pengumpulan data, definisi Dan pengukuran variable serta metode dan teknik analisis data yang digunakan. Hasil Penelitian, berisi pemaparan data hasil tentang hasil akhir dari proses kerja teknik analisis data, bentuk akhir bagian ini adalah berupa angka, gambar dan tabel. Pembahasan, memuat abstraksi peneliti setelah mengkaji hasil penelitian serta teori – teori yang sudah ada dan dijadikan dasar penelitian. Daftar Pustaka, memuat sumber-sumber yang dikutip dalam artikel, hanya sumber yang diacu saja yang perlu dicantumkan dalam daftar pustaka. HOSPITAL MAJAPAHIT Jurnal : Berry, L. 1995. “Ralationship Marketing of Service Growing Interest, Emerging Perspective”. Journal of the Academy Marketing Science. 23. (4) : 236 – 245. Buku : Asnawi SK dan Wijaya C. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan, Prosedur, Ide dan Kontrol. Yogyakarta : Graha Ilmu. Artikel dari Publikasi Elekronik : Orr. 2002. “Leader Should do more than reduce turnover”. Canadian HR Reporter. 15, 18, ABI/INFORM Research. 6 & 14 http://www.proquest.com/pqdauto[06/01/04]. Majalah : Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209. Pedoman : Joreskog and Sorbom. 1996. Prelis 2 : User’s Reference Guide, Chicago, SSI International. Simposium : Pandey. LM. 2002. Capital Structur and Market Power Interaction : evidence from Malaysia, in Zamri Ahmad, Ruhani Ali, Subramaniam Pillay. 2002. Procedings for the fourt annual Malaysian Finance Assiciation Symposium. 31 May-1. Penang. Malaysia. Paper : Martinez and De Chernatony L. 2002. “The Effect of Brand Extension Strategies Upon Brand Image”. Working Paper. UK : The University of Birmingham. Undang-Undang & Peraturan Pemerintah : Widiana ME, 2004. “Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas Nasabah pada Bisnis Asuransi”. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209. Skripsi, Thesis, Disertasi : Christianto I. 2008. Penentuan Strategi PT Hero Supermarket Tbk, Khususnya pada Kategori Supermarket di Kotamadya Jakarta Barat berdasarkan Pendekatan Analisis Konsep Three Stage Fred R. David (Skripsi). Jakarta : Program Studi Manajemen, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia. Surat Kabar : Gito. 26 Mei 2006. Penderes. Perajin Nira Sebagian Kurang Profesional. Kompas: 36 (Kolom 4-5). Penyerahan Artikel : Artikel diserahkan dalam bentuk compact disk (CD) dan dua eksemplar cetakan kepada : Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email : [email protected] HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 ISSN : 2085 - 0204 DAFTAR ISI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA KALA II DI BPS SRI WAHYUNI, AMD.KEB DESA MELIRANG BUNGAH GRESIK .............. Erfiani Mail Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto PERILAKU PANTANG MAKANAN PADA IBU NIFAS DI POLINDES DESA LEBAK REJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN PASURUAN ........ Nur Saidah Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MEMPENGARUHI KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DI BPS “M” WATES MAGERSARI MOJOKERTO ............................ Nurun Ayati Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto 1 20 38 PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP SIKAP REMAJA TERHADAP PENYAKIT YANG MENULAR AKIBAT HUBUNGAN SEKSUAL DI MAN MOJOKERTO ....................................................................................................... Sari Priyanti Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto 54 KETERKAITAN PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM DI RUMAH SAKIT KAMAR MEDIKA KOTA MOJOKERTO........................................................................................................... Sri Wardini Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto 79 TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI DESA GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO ...................................................... Wiwit Sulistyowati Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Jl. Jabon – Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363 Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736, Email : [email protected] 95 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA KALA II DI BPS SRI WAHYUNI, Amd.Keb. DESA MELIRANG BUNGAH GRESIK Erfiani Mail ABSTRAK Usia ibu hamil terhadap kala II persalinan sangat berpengaruh seperti lamanya tahapan kala dua (proses pengeluaran bayi). Pada usia hamil kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun juga akan terhambat pada penurunan fungsi hormon kewanitaan, karena pada usia tersebut hormon perempuan mengalami penurunan fungsional karena sudah melewati masa puncaknya, yaitu usia 20-30 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kala II di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik. Rancang bangun penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan retrospective. Variabel penelitian ini adalah usia ibu hamil dan lama persalinan kala II. Responden berjumlah 25 responden yang diambil dengan teknik convinience samping dari seluruh populasi rata-rata perbulan 32 responden. Penelitian dilakukan pada tanggal 01 Juni – 01 Juli 2010. Instrumen pengumpulan data menggunakan check list yang diambil langsung dari responden, kemudian dianalisa menggunakan uji fisher exact test dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang. Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara usia ibu hamil dengan lama kala II di dapatkan data bahwa lebih dari 50% responden berada dalam usia resiko tinggi kehamilan yaitu 15 responden (60%) dan lebih dari 50% responden mengalami persalinan kala II tidak normal yaitu 14 responden (56%). Hasil uji fisher’s exact test didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan (ρ) = 0,049 > 0,05 berarti Ho di tolak sehingga ada hubungan usia Hamil Dengan Lama Persalinan Kala II di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik. Kehamilan diusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat menyebabkan gangguan pada proses persalinan seperti kondisi psikologis yang kurang siap pada usia kurang dari 20 tahun, dan kondisi fisik yang cenderung menurun pada usia lebih dari 35 tahun. Tenaga kesehatan seperti bidan atau dokter harus selalu memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil karena usia ibu hamil sangat berpengaruh khususnya dalam proses persalinan kala II. Kata Kunci : usia ibu hamil, lama kala II A. PENDAHULUAN. Persalinan dan kelahiran adalah kejadian fisiologis yang normal yang mana kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa social yang dinantikan ibu dan keluarga selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah untuk melahirkan bayinya, sedangkan peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan dan mendeteksi dini adanya komplikasi selama persalinan, disamping juga bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Sarwono, 2002:100). Kondisi psikis yang tidak sehat dapat membuat kontraksi selama proses persalinan tidak berjalan lancar sehingga kemungkinan oprasi sesar lebih besar. Usia ibu hamil terhadap kala II persalinan sangat berpengaruh seperti lamanya tahapan kala dua (proses pengeluaran bayi). Risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda biasanya timbul karena belum siap secara fisik maupun psikis .Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kejalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) ,lahir spontan dengan persentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Pada usia hamil kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun juga akan terhambat pada penurunan fungsi hormon kewanitaan, karena pada usia tersebut hormon perempuan mengalami penurunan fungsional karena sudah melewati masa puncaknya, yaitu usia 20-30 tahun (Prianggoro, 2009). 1 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua dapat menyebabkan resiko tinggi pada kehamilannya. Hasil penelitian di Indonesia sampai saat ini menunjukkan, kebanyakan anak yang lahir dari ibu yang hamil di atas 40 tahun, persentase untuk menderita kelainan kongenital makin besar. (Prianggoro, 2010). Jumlah ibu hamil risiko tinggi di Jatim tahun 2005 sebesar 6.325, dengan ibu hamil yang dirujuk sebanyak 617 (9,75%). Sementara itu target Indonesia Sehat 2010 untuk ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk sebesar 100% (Depkes, 2008). Dampak lanjut dari resiko tinggi kehamilan adalah dapat menyebabkan tingginya angka kematian ibu (AKI) (Prianggoro, 2010). Laporan Pembangunan Manusia tahun 2009 menyebutkan angka kematian ibu di Malaysia jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100 ribu kelahiran hidup, Singapura 6 per 100 ribu kelahiran hidup, Thailand 44 per 100 ribu kelahiran hidup, dan Filiphina 170 per 100 ribu kelahiran hidup. Padahal, tahun 2005 itu angka kematian ibu masih berkisar di angka 307 per 100 ribu kelahiran hidup. Bahkan Indonesia kalah dibandingkan Vietnam, Negara yang belum lama merdeka, yang memiliki angka kematian ibu 160 per 100 ribu kelahiran hidup (Farmacia, 2010). Angka Kematian Ibu (AKI) dan bayi di Jawa Timur di tahun 2009 menurun. Untuk kematian bayi berdasarkan data Dinas Kesehatan tahun 2007, sebanyak 854 ribu kematian atau sekitar 35 persen 1.000 bayi meninggal per tahun. Angka ini menurun menjadi 32,8 persen di tahun 2009 atau 246 ribu bayi meninggal. Tahun 2014, angka kematian bayi ditarget turun 26 persen. Sementara untuk AKI, selama 2009 sebanyak 260 ribu ibu meninggal setiap 10.000 kelahiran per tahun. Angka ini menurun dibanding 2007, yakni 320 ribu ibu meninggal setiap 10.000 kelahiran per tahun. Menurut dr. Sri Hermiyanti, penyebab langsung kematian ibu adalah pendarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lain-lain (SKRT 2001). Sedangkan menurut hasil Riskesdas 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab kematian bayi 7-28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pnumonia 15,4%, prematuritas dan BBLR 12,8%, dan RDS 12,8%. Oleh karena itu, upaya penurunan AKB dan AKI perlu memberikan perhatian yang besar pada upaya penyelematan bayi baru lahir dan penanganan penyakit infeksi (diare dan pneumonia) (Dinkes, RI, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 26-28 April 2010 di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik didapatkan data ibu hamil sebanyak 40 ibu hamil. Hasil observasi studi awal didapatkan sebanyak 5 ibu bersalin, 3 di antaranya (60%) berusia antara 20-35 tahun, 2 ibu bersalin lainnya (40%) berusia kurang dari 20 tahun. Dari 3 ibu bersalin yang berusia antara 20-35 tahun di dapatkan hasil 2 orang (66,67%) mengalami persalinan kala II nya normal dan sisanya 1 orang (33,33%) mengalami kala II yang lama. 2 ibu bersalin yang berusia kurang dari 20 tahun, semuanya (100%) mengalami kala II yang lama. Menurut Dr. Seno (2009) Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur yang siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Itu sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut, risiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya penyakit kelainan bawaan juga tinggi, terutama sindroma Down. Meningkatnya usia juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim tak lagi subur. Padahal, dinding rahim tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu, kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya, risiko keguguran, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga meningkat. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah, karena kondisi fisik belum 100% siap. Kehamilan dan persalinan di usia tersebut, meningkatkan angka kematian ibu 2 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 dan janin 4-6 kali lipat dibanding wanita yang hamil dan bersalin di usia 20-30 tahun. Beberapa risiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. ―Bisa jadi secara mental pun si wanita belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun ini (Seno, 2009). Penting bagi setiap ibu hamil untuk melakukan ANC atau pemeriksaan kehamilan secara teratur, yang bermanfaat untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga bila terdapat permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin. Juga hiduplah dengan cara yang sehat (hindari rokok, alcohol, dll),serta makan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan anda selama kehamilan (Suririnah, 2007). B. 1. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Usia Ibu Hamil a. Fenomena ibu hamil berdasarkan usia Menurut Lestariningsih (2009:1) yang mengutip pernyataan Seno Adjie, SpOG., ahli kebidanan dan kandungan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, usia dan fisik wanita berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. World Health Organisation (WHO) memberikan rekomendasi untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Tapi mengingat kemajuan teknologi saat ini, sampai usia 35 tahun masih bolehlah untuk hamil. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah, karena kondisi fisik belum 100% siap. Kehamilan dan persalinan di usia tersebut, meningkatkan angka kematian ibu dan janin 4-6 kali lipat dibanding wanita yang hamil dan bersalin di usia 2030 tahun. Beberapa risiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun si wanita belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun. Setelah usia 35 tahun, sebagian wanita digolongkan pada kehamilan berisiko tinggi. ―Di kurun usia ini, angka kematian ibu melahirkan dan bayi meningkat. Itu sebabnya, sebenarnya, tidak dianjurkan menjalani kehamilan di atas usia 40 tahun. b. Hamil di usia 20-an Menurut AyahBunda (2010:1) hamil di usia ini secara fisik, memiliki banyak keuntungan. Hanya secara psikologis, emosi calon ibu terkadang masih fluktuatif. 1) Kondisi Fisik a) Elastisitas panggul masih bagus. b) Rahim dalam kondisi prima. c) Risiko keguguran kecil karena sel telur relatif muda dan kuat meski di trimester pertama. d) Kualitas sel telur yang baik memperkecil kemungkinan bayi lahir cacat akibat ketidaknormalan jumlah kromosom. e) Fisik masih cukup kuat. 2) Kondisi psikologis a) Punya cukup waktu untuk aktif mengasuh dan membesarkan anak. b) Berani mencoba hal-hal baru atau bereksperimen dengan cara baru. c) Merasa ada penghambat ambisi dan pencapaian karir. d) Ingin punya anak, tapi belum tentu menyukai fase kehamilan. Beberapa calon ibu menampilkan reaksi emosi yang negatif selama kehamilan akibat cemas menghadapi persalinan dan kondisi fisik yang tidak menyenangkan. e) Suasana hati lebih fluktuatif karena masih bimbang dalam memutuskan sesuatu dan secara mental harus mempersiapkan diri menjadi ibu 3 HOSPITAL MAJAPAHIT c. d. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Hamil di usia 30-an Menurut AyahBunda (2010 :1) memasuki usia 35, secara fisik wanita mengalami masa ovulasi yang tidak teratur sehingga kesehatan reproduksi menurun. Namun secara mental, lebih siap menjadi ibu. 1) Kondisi fisik a) Memasuki usia 35, kesehatan reproduksi menurun, kesempatan untuk hamil tinggal 15%. Karena jarak antarmasa ovulasi menjauh, atau masa ovulasi tidak teratur. b) Karena kondisi kesehatan menurun, maka kualita sel telur pun menurun. Ini meningkatkan risiko keguguran, serta kelainan/cacat bawaan pada janin akibat kelainan kromosom. c) Merupakan masa transisi, hamil perlu kondisi tubuh dan kesehatan, termasuk gizi dalam keadaan baik. d) Mulai muncul berbagai keluhan kesehatan saat hamil, seperti tekanan darah tinggi dan diabetes yang sering mempengaruhi proses persalinan. Faktor inilah yang menyebabkan persalinan di usia 30-an cenderung lebih sering dilakukan melalui operasi Caesar. 2) Kondisi psikologis a) Karena memang ingin hamil makan lebih menghayati kehamilannya. b) Karena paham tentang kondisi fisiknya, ia jadi lebih cemas. c) Lebih siap mental untuk menjadi ibu, hamil dan melahirkan maupun mengakses berbagai sumber informasi tentang kehamilan. d) Emosi sudah lebih stabil dan matang. Kondisi finansial yang lebih mantap, mengungtunkan ayah, bunda, dan bayi. Karena jumlah anak yang dimiliki biasanya sedikit, bahkan tak jarang menjadi anak tunggal. Hamil di usia 40-an Menurut AyahBunda (2010:1) meski emosi sudah jauh lebih stabil, kualitas kromosom tidak sebaik usia muda, sehingga risiko melahirkan anak dengan cacat fisik atau mental akan lebih besar. 1) Kondisi fisik a) Kualitas kromosom tidak sebaik di usia muda. Maka risiko melahirkan anak dengan cacat fisik atau mental aan lebih besar. b) Elastisitas panggul makin berkurang yang menyebabkan kesulitan saat melahirkan. c) Rongga panggul dan otot-ototnya melemah sehingag tidak mudah lagi menghadap komplikasi yang berat seperti pendarahan. d) Sebagian besar persalinan dilakukan dengan operasi Caesar. e) Kualitsa sel telur tidak bagus lagi, bisa menyebabkan cacat bawaan bayi. f) Rentang usia pengasuhan anak tidak panjang. Misalnya: ibu punya bayi di usia 43, saat anak remaja, usia ibu sudah masuk usia punya cucu. g) Kemungkinan melahirkan bayi dengan sindroma down 1:100 pada perempuan yang pertama kali melahirkan di usia 40-45, dan 1:40 bila Anda berusia 45 tahun ke atas saat pertama kali melahirkan. 2) Kondisi Psikologis a) Merasa aman karena karir dan finansial sudah mapan. b) Emosi sudah jauh lebih stabil. c) Bersikap overprotective karena merasa inilah satu-satuanya kesempatan untuk punya anak dan mengasuh anak secara overtreatment. d) Kesiapan ayah dan bunda untuk menjadi orangtua mempengaruhi reaksi emosi selama kehamilan. Misalnya besarnya harapan akan kehamilan menimbulkan kecemasan kondisi bayi serta proses kelahiran. 4 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 e) e. f. g. Kelelahan akibat perubahan kondisi dan hormonal postpartum serta kondisi fisik secara umum pad aibu usia 40-an, merupakan tekanan yang beasar bagi ayah dan bunda. Resiko Kehamilan Di Usia Muda Menurut Handayani (2006:1) risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda biasanya timbul karena mereka belum siap secara psikis maupun fisik. Secara psikis, umumnya remaja belum siap menjadi ibu. Bisa saja kehamilan terjadi karena "kecelakaan". Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilannya pun tidak dipelihara dengan baik. Kondisi psikis yang tidak sehat ini dapat membuat kontraksi selama proses persalinan tidak berjalan lancar sehingga kemungkinan operasi sesar jadi lebih besar. Risiko fisiknya pun tak kalah besar karena beberapa organ reproduksi remaja putri seperti rahim belum cukup matang untuk menanggung beban kehamilan. Bagian panggul juga belum cukup berkembang sehingga bisa mengakibatkan kelainan letak janin. Kemungkinan komplikasi lainnya adalah terjadinya keracunan kehamilan/preeklamsia dan kelainan letak ari-ari (plasenta previa) yang dapat menyebabkan perdarahan selama persalinan. Kurangnya persiapan untuk hamil juga dikaitkan dengan defisien asam folat dalam tubuh. "Akibat kurangnya asam folat, janin dapat menderita spina bifida (kelainan tulang belakang) atau janin tidak memiliki batok kepala. Risiko akan berkurang pada ibu yang hamil di usia tua karena biasanya mereka sudah mempersiapkan kehamilan dengan baik. Selain itu, konsumsi gizinya pun cukup karena kehidupan yang sudah mapan Resiko Kehamilan Di Usia Tua Menurut Handayani (2006:1) Risiko kehamilan yang akan dihadapi pada premigravida tua hampir mirip pada premigravida muda. Hanya saja, karena faktor kematangan fisik yang dimiliki maka ada beberapa risiko yang akan berkurang pada premigravida tua. Misalnya menurunnya risiko cacat janin yang disebabkan kekurangan asam folat. Risiko kelainan letak janin juga berkurang karena rahim ibu di usia ini sudah matang. Panggulnya juga sudah berkembang baik. Bahaya yang mengancam premigravida tua justru berkaitan dengan fungsi organ reproduksi di atas usia 35 tahun yang sudah menurun sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan preeklamsia. Hal yang patut dipertimbangkan adalah meningkatnya risiko kelainan sindrom down pada janin, yaitu sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas bentuk fisik yang disebabkan kelainan kromosom. "Pada kehamilan di bawah usia 30 tahun kemungkinan adanya sindrom down hanya 1:1600, tapi di atas 35 tahun menjadi 1:600, dan di usia 40 tahun menjadi 1:160. Peningkatan beberapa kali lipat ini dikarenakan perubahan kromosom akibat usia ibu yang semakin tua. Deteksi dan pencegahan kehamilan di usia rawan Menurut Soelaeman (2006) semua kelainan yang menjadi risiko kehamilan di usia rawan sudah bisa dideteksi. Sebagian malah dapat dicegah dan yang lain bisa dirawat sehingga mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitasnya. Tekanan darah, misalnya bisa diukur dan diobati sehingga dapat mencegah terjadinya preeklamsia. Kasus plasenta previa juga dapat ditangani dengan bedah sesar "Jadi sebagian kelainan bisa dikoreksi. Sebagian lagi bisa dipantau dengan ketat dan yang lain bisa diatasi dengan melakukan tindakan untuk pertolongan‖. Kelainan yang tidak dapat dicegah adalah sindrom down. Satu-satunya cara untuk meminimalkan risiko ini adalah ibu harus hamil di usia reproduksi sehat. Namun menurut Indra, kelainan tersebut dapat dideteksi dengan screening darah dan USG pada kehamilan dini. Tapi deteksi terakurat hanyalah melalui tindakan amniosentesis atau mengambil contoh jaringan janin untuk dilihat kromosomnya. "Jika janin terbukti menderita down syndrome maka dokter bisa melakukan konseling pada suami-istri. Apa yang akan terjadi, apa yang bisa dilakukan oleh dokter, apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak. Bila diteruskan bagaimana risikonya dan lainnya. 5 HOSPITAL MAJAPAHIT h. 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Hal-hal yang harus dilakukan pada kehamilan di usia berisiko Menurut Soelaeman (2006:1) agar risiko berkurang, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan ibu jika hamil pertama di usia rawan, yaitu: 1) Konsultasikan kehamilan pada ahlinya karena ibu yang hamil di usia rawan memerlukan pengawasan khusus selama kehamilan dan pada proses persalinan. Sebaiknya ibu ditangani dokter spesialis dan bukan bidan atau dokter umum. Bila kondisi tidak memungkinkan, setidaknya ibu pernah satudua kali berkonsultasi dengan dokter spesialis agar mendapat pemeriksaan yang khusus dan teliti, seperti pemeriksaan panggul, tekanan darah dan pemeriksaan USG. 2) Proses persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang memenuhi standar. "Rumah sakit yang tidak memiliki NICU (Neonatal Intensive Care Unit) tentu tak dapat memberikan fasilitas yang memadai bagi bayi yang lahir prematur. Padahal risiko ini bisa terjadi pada ibu yang hamil di usia rawan. Sarana dan prasarana yang baik juga berguna bila terjadi suatu kelainan pada proses persalinan, umpamanya, ibu mengalami perdarahan. "Bila di tempat ibu melahirkan tidak tersedia transfusi darah, bukankah berbahaya?" 3) Berkonsultasi dengan ahli gizi. Terutama untuk ibu yang hamil di usia sangat muda. Umumnya, pengetahuan kehamilan yang dimiliki masih kurang sehingga pola makannya pun tidak baik. Jadi bukan tak mungkin, walau hamil dia tetap mengonsumsi junk food, misalnya. Di sinilah ahli gizi berperan membimbing pola makannya agar menjadi lebih baik. Sedangkan ahli gizi pada premigravida tua tidak begitu diperlukan karena ibu di usia ini biasanya sudah sadar akan gizi yang baik. Pola makan yang baik dapat menghindari anemia, hipertensi dan diabetes pada ibu hamil. 4) Lakukan tes amniosentesis pada awal kehamilan bagi wanita berusia 35 tahun atau lebih pada kehamilan pertama untuk menemukan kemungkinan sindrom down dan abnormalitas kromosom lain. 5) Penuhi konsumsi 0,4 miligram asam folat setiap hari selama 3 bulan sebelum kehamilan (pada kehamilan yang direncanakan). Bila tidak, asam folat bisa diberikan pada 3 bulan pertama kehamilan untuk mengejar ketinggalan kebutuhannya. 6) Jangan lupa lakukan aktivitas untuk menjaga kondisi fisik selama hamil. Senam hamil pun sangat disarankan untuk mempelancar proses persalinan. 7) Selalu berdo‘a dan berpasrah kepada kekuasan-Nya. Konsep Dasar Persalinan a. Pengertian Persalinan Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Sarwono, 2006:180). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Wiknjosastro, 2007:37) b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan Menurut Muhimah (2010:70-72) banyak faktor yang meningkatkan risiko seorang wanita hamil untuk mengalami hal di atas, di antara faktor tersebut adalah: 1) Faktor ibu Peranan seorang ibu sangat penting dalam menentukan kelancaran proses persalinan. Oleh karena itu dianjurkan bagi setiap wanita hamil untuk mempersiapkan proses ini dengan sebaik-baiknya. Faktor ibu yang menentukan kelancaran proses persalinan antara lain: a) Umur saat kehamilan b) Pendidikan ibu c) Pengetahuan ibu terkait kesehatan ibu hamil d) Status gizi ibu selama masa kehamilan e) Kondisi fisik dan psikologis selama hamil dan persalinan 6 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 2) c. Faktor Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan melahirkan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap keberlangsungan proses persalinan yang aman. Pada beberapa pusat pelayanan kesehatan tertentu sudah tersedia pelayanan khusus bagi ibu hamil (antenatal care) dan melahirkan (prenatal care). Beberapa faktor pelayanan kesehatan yang berkontribusi, yaitu: a) Tenaga atau petugas kesehatan yang terlatih (bidan, dokter), b) Fasilitas pelayanan dan perlengkapan kesehatan, dan c) Prosedur penanganan persalinan oleh institusi pelayanan kesehatan 3) Faktor Lingkungan Lingkungan yang mendukung saat proses kehamilan memberi efek terhadap kondisi psikologis ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan. Faktor tersebut, antara lain: a) Sikap tenaga kesehatan. b) Dukungan keluarga selama proses kehamilan dan persalinan. c) Kehadiran suami saat proses persalinan. d) Situasi, kondisi, dan suasana tempat saat persalinan Faktor-faktor penting yang mendukung dalam persalinan 1) Power Tenaga untuk melahirkan yaitu kontraksi atau his dan tenaga mengejan ibu. Fisiologi otot polos telah diteliti dengan baik selama tahun 1960-an dan ketersediaan oksitosin juga menabah stimulus lebih lanjut. Dan ―3P‖, power adalah satu-satunya yang tidak dipengaruhi oleh tindakan operasi dan morbiditas (angka kesakitan) serta (angka kematian) akibat pembedahan tersebut (Henderson, 2006:282). 2) Passage Jalan kelahiran yang terdiri dari rangka panggul, uterus dan vagina. Sejalan dengan waktu, patologi pelvis akibat buruknya nutrisi pada masa kanak-kanak dan remaja menyebabkan bertambahnya deformasi panggul, sehingga mengakibatkan berkurangnya dimensi panggul secara jelas. Akibatnya adalah disproporsi sefalopelvis (cephalo-pelvic disproportion, CPD) (Henderson, 2006:282). 3) Passanger Anak, air ketuban, dan plasenta sebagai isi dari uterus yang akan dilahirkan. Derajat fleksi atau defleksi memengaruhi dimensi presentasi. Fleksi dan rotasi didorong oleh geometnis kepala dan pelvis yang relatif serta oleh tenaga yang efektif. Karena dahulu kita tidak memiliki kontrol terhadap Kondisi ini, maka masalah menjadi terbiasa dikonsentrasikan pada cara manipulasi tenaga ketika mekanisme persalinan mengalami penundaan (Henderson, 2006:282). 4) Psikis Kontraksi rahim memang menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman pada ibu hamil. Rasa sakit karena kontraksi otot rahim sangat individual, tidak hanya tergantung pada keadaan normal orangnya. Perasaan takut dapat menimbulkan ketegangan sehingga dapat menyebabkan gangguan his. Dukungan keluarga akan membuat ibu lebih tenang sehingga persalinan dapat berlangsung lancar (Gulardi, 2004:3-5). 5) Penolong Sebagian besar penolong akan memimpin persalinan dengan mengintruksikan untuk menarik nafas panjang dan meneran,segera setelah pembukaan lengkap. Biasanya ibu di bimbing untuk meneran tanpa berhenti selama 10 detik atau lebih,3 sampai 4 kali perkontraksi (Gulardi, 2004:3-5). 6) Posisi ibu Wanita mungkin ingin melakukan beberapa posisi seperti jongkok. Untuk posisi ini dibutuhkan alas yang keras dan wanita membutuhkan penyangga samping. Pada ranjang bersalin,tersedia palang untuk membantu wanita berjongkok. Posisi yang 7 HOSPITAL MAJAPAHIT d. e. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 lain adalah posisi berbaring miring dengan tungkai diatas ditahan oleh perawat atau pemimpin persalinan atau diletakkan diatas banta. Sebagian wanita menyukai posisi fowler,sebagaian yang lain menyukai posisi tangan dan lutut atau posisi berdiri saat mengedan.(Bobak, 2004:334). Tanda-tanda dan gejala persalinan 1) Tanda Permulaan Persalinan Pada permulaan persalinan/kata pendahuluan (preparatory stage of labor) yang terjadi beberapa minggu sebelum terjadi persalinan, dapat terjadi tanda-tanda sebagai berikut: a) Lightening atau setting/deopping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. b) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. c) Perasaan sering kencing (polikisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. d) Perasaan sakit di perut dan di pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya fleksus frankenbauser yang tenletak pada sekitar serviks (tanda persalinan false-false labour pains). e) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar karena terdapat kontraksi otot rahim. f) Terjadi pengeluaran lendir, di mana lendir penutup serviks dilepaskan dan bisa bercampur darah (bloody show) 2) Tanda-Tanda in partu a) Kekuatan dan rasa sakit oleh adanya his datang lebih kuat, sering dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. b) Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks. c) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. d) Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks: perlunakannnya, pendataran, dan tenjadinya pembukaan serviks. (Muhimah, 2010:66-67). Pembagian Tahap Persalinan 1) Kala I Partus di mulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (blody sow). Proses pembukaannya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase : a) Fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran 3 cm. b) Fase aktif : Dibagi dalam 3 fase : (1) Fase akselerasi : Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm. (2) Fase dilatasi maksimal : Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. (3) Fase deselerasi : Pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. 2) Kala II Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal mi kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang. secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan 8 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam (Muhimah, 2010:69). a) Perubahan fisiologis kala II Persasuhan alinan Kala II (kala pengeluaran) dimulai dan pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir : (1) His menjadi lebih kuat dan lebih sering => faetus axis pressure (2) Timbul tenaga untuk meneran (3) Perubahan dalam dasar panggul (4) Lahirnya fetus (Asri, 2010:61) b) Respons fisiologis kala II (1) Sistem cardivaskuler (a) Kontraksi menurunkan aliran darah menuju uterus sehingga jumlah darah dalam sirkulasi ibu meningkat (b) Resistensi perifer meningkat sehingga tekanan darah meningkat (c) Saat mengejan => cardiac output meningkat 40-50% (d) TD sistolik meningkat rata-rata 15mm Hg saat kontraksi (e) Janin normalnya dapat beradaptasi tanpa masalah (f) Oksigen yang menurun selama kontraksi menyebabkan hipoksia tetapi dengan kadar yang masih adekuat tidak menimbulkan masalah serius (2) Respirasi (a) Respon terhadap perubahan sistem kardiovaskuler: Konsumsi oksigen meningkat (b) Percepatan pematangan surfaktan (fetus- labor speeds maturation of surfactant) Penekanan pada dada selama proses persalinan membersihkan paru-paru janin dan cairan yang berlebihan (3) Pengaturan suhu (a) Aktivitas otot yang meningkat menyebabkan sedikit kenaikan suhu (b) Keseimbangan cairan kehilangan cairan meningkat oleh karena meningkatnya kecepatan dan kedalarnan respirasi restriksi cairan (4) Urinaria (a) Perubahan (i) Ginjal memekatkan urine (ii) Berat jenis meningkat (iii) Ekskresi protein trace (b) Penekanan kepala janin menyebabkan tonus vesica kandung kencing menurun (5) Musculoskeletal (a) Hormon relaxin menyebabkan pelunakan kartilago di antara tulang (b) Fieksibilitas pubis meningkat (c) Nyeri punggung (d) Janin tekanan kontraksi mendorong janin sehingga terjadi fleksi maksimal (6) Saluran cerna (a) Praktis inaktif selama persalinan (b) Proses pencernaan dan pengosongan lambung memanjang (7) Sistem Syaraf (a) Janin kontraksi menyebabkan penekanan pada kepala janin DJJ menurun c) Respons psikologis kala II (1) Emotional distress (2) Nyeri menurunkan kemampuan mengendalikan emosi => cepat marah (3) lemah (4) takut 9 HOSPITAL MAJAPAHIT f. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 (5) Kultur (Respons terhadap nyeri, Posisi, Pilihan kerabat yang mendampingi, Perbedaan kultur harus diperhatikan) (Asri, 2010:61) d) Kebutuhan dasar selama persalinan Peran Petugas Kesehatan adalah memantau dengan seksama dan memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, bagi segi/perasaan maupun fisik, seperti: (1) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan: (a) Mendampingi Ibu agar merasa nyaman (b) Menawarkan minum, mengipasi, dan memijat ibu (2) Menjaga kebersihan diri: (a) Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dan infeksi (b) Jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan (3) Kenyamanan bagi ibu (a) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan/ ketakutan ibu, dengan cara: (b) Menjaga privasi ibu (c) Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan (d) Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu (e) Mengatur posisi ibu. (f) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan berkemih sesering mungkin (Asri, 2010:63) e) Tanda bahaya kala II (1) Tanda bahaya bagi janin (a) Takikardia (b) Bradikardia (c) meconium staining (d) Deselerasi (e) Hiperaktif (f) Asidosis (2) Tanda-tanda bahaya pada ibu (a) Perubahan tekanan darah (b) Abnormalitas nadi (c) Abnormalitas kontraksi (d) Cincin retraksi patologis (e) Abnormalitas kontur perut bawah (f) Gelisah atau kesakitan (Asri, 2010:63-64) 3) Kala III Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dan dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta dengan pengeluaran darah. 4) Kala IV Kala ini dianggap perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum (Henderson, 2006:287). Masalah selama persalinan Menurut Henderson (2006:317-322) beberapa masalah dapat terjadi selama masa persalinan diantaranya adalah : 1) Kegagalan kemajuan dalam persalinan Tidak ada peraturan yang tegas dan cepat berkenaan dengan waktu pelaksanaan intervensi untuk mengintervensi persalinan yang tidak mengalami kemajuan. 2) Pelahiran dengan operatif dengan instrumen 10 HOSPITAL MAJAPAHIT g. h. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Jika dibuat keputusan untuk melahirkan bayi dengan menggunakan forsep vakum, seksio sesarea maka bidan berada dalam posisi yang ideal untuk memastikan bahwa ibu mengetahui prosedur yang akan dijalani dan kira-kira berapa lama prosedur tersebut akan berlangsung. 3) Distosia bahu Distosia bahu adalah kegawatan obstetrik yang jarang terjadi dengan angka kejadian 0,1-0,38% (Resnick, 1980) yang meningkat sampai 0,9% (Omu etal. 19950 dan 1,4% (Nocon et al) pada semua kelahiran pervaginam 4) Retensi plasenta Plasenta umumnya dianggap tertahan jika ia tidak keluar dalam 1 jam setelah kelahiran bayi, walaupun beberapa pendapat dapat menyebutkan batasan waktu yang lebih pendek sehingga kala tiga telah ditangani secara aktif 5) Perdarahan pasca partum Kehilangan darah lebih dari 500 ml dikatakan sebagai perdarahan pascapartum. Perhitungan darah yang hilang pada saat kelahiran terkenal tidak akurat. Tindakan Sewaktu Persalinan Dimulai Penting untuk pertama kali diketahui, bahwa sensasi ini merupakan sakit pinggang atau ketidaknyamanan perut. Yang mengherankan, betapa banyak wanita yang tidak percaya bahwa mereka dalam keadaan persalinan karena hanya itu yang mereka rasakan. Sulit memberikan batas yang mutlak tentang saat masa pertama kali memasuki persalinan. Variasi utama dalam urutan frekuensi kejadian yang tersering adalah: 1) Show yang tampak sebagai awal haid, sering Setelah permintaan buang air besar pada saat yang tidak biasa. Hal ini biasa datang beberapa hari sebelum persalinan dimulai dalam keadaan normal atau setelah kejadian di bawah ini. 2) Sensasi sakit pinggang seperti sekitar waktu mulainya haid, yang kadang hilang dan timbul, biasanya dalam interval yang teratur. Ia bias dating lebih cepat atau lebih lambat serta bias segera setelah ―show‖. Perasaan ini dapat disertai dengan pengerasan rahim yang dapat diraba dengan meletakkan tangan di atas dinding perut. 3) Pecahnya selaput ketuban (kantong tempat bayi hidup dalam rahim) dengan pancaran atau cucuran cairan yang bukan air seni. Peristiwa ini hanya terjadi dalam persentase sebagian kecil wanita, karena biasanya selaput ketuban pecah kemudian dalam persalinan (Muhimah, 2010:68). Lama persalinan Tabel 1. Perbedaan Lama Persalinan Antara Primigravida Dan Multigravida Tahap Persalinan Primigravida Multigravida 1. Kala I 10-12 jam 6-8 jam 2. Kala II 1,5 jam 0,5 jam 3. Kala III 10 menit 10 menit 4. Kala IV 2 jam 2 jam 5. Jumlah (tanpa memasukkan kala 10-12 jam 7-10 jam IV yang bersifat observasi) Sumber : (Hanifa, 2005:182 ) Jika ibu adalah primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah dua jam meneran maka ia harus segera dirujuk kefasilitas rujukan. Lakukan hal yang sama apabila seorang multigravida belum juga melahirkan bayinya atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah satu jam meneran (Azwar, 2007:83). 11 HOSPITAL MAJAPAHIT 3. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Kerangka Konseptual. Faktor-Faktor yang mempengaruhi persalinan : 1. Power 2. Passage 3. Passanger 4. Psikis 5. Penolong 6. Posisi ibu Normal Usia waktu hamil : 1. < 20 tahun 2. 20-35 tahun 3. 35 tahun Primigravida ≤120m menit Multigravida ≤60 menit Proses persalinan : 1. Kala I 2. Kala II 3. Kala III 4. Kala IV Primigravida >120 menit Tidak normal Multigravida <60 menit Sumber : Modifikasi Henderson (2006) dan Lestariningsih (2009) Keterangan : : diteliti : tidak diteliti Gambar 1. Kerangka Konseptual Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik C. METODE PENELITIAN. 1. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan Observasi dengan rancang bangun “retrospective analitic‖ yaitu rancangan bangun dengan melihat kebelakang dari suatu kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat, 2007:57). 2. Hipotesis. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian menegaskan apakah hipoteisis tersebut dapat diterima atau harus ditolak berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian. H1 : Ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II. Ho : Tidak ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II. 3. Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu bersalin di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik berjumlah 25 orang pada bulan Mei 2010 dan 15 orang pada bulan Juni 2010. sampelnya yaitu ibu bersalin di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik. Teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability Sampling dengan convinience samping yaitu sampel yang diambil secara spontanitas. Dengan kata lain sampel diambil/terpilih karena ada ditempat dan waktu yang tepat. Teknik penarikan convinience samping sering disebut dengan accidental sampling (Somantri, 2006). 12 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia ibu hamil, sedangkan variabel dependennya yaitu lama persalinan kala II. Teknik pengumpulan data untuk variabel usia ibu hamil menggunakan data primer berupa kuesioner dengan teknik wawancara untuk menanyakan usia ibu hamil yang terakhir kali atau pada waktu penelitian berlangsung, untuk variabel lama kala II menggunakan data primer berupa lembar cheklist dengan teknik observasi dimana peneliti langsung mengamati kejadian kala II pada ibu bersalin. Instrumen pengumpulan data yang dipakai pada penelitian ini adalah checklist. Tabel 2. Definisi Operasional Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Variabel 4. Definisi Operasional Independen: Usia ibu hamil Usia ibu pada waktu menjalani kehamilan terakhir di ukur dengan checklist Dependen: Lama persalinan kala II Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses persalinan mulai dari pembukaan 10 cm sampai bayi lahir, yang di ukur dengan lembar observasi Kriteria 1. Resiko tinggi < 20 atau > 35 tahun 2. Tidak beresiko 20-35 tahun (Lenteraimpian, 2007) Persalinan kala II: 1. Normal : a. Multigravida ≤ 60 menit b. Primigravida ≤ 120 menit 2. Tidak Normal: a. Multigravida >60 menit b. Primigravida >120menit (Lenteraimpian, 2007) Skala Nominal Nominal Teknik Analisis Data. a. Univariat 1) Usia Ibu hamil Untuk kode sub variabel resiko usia ibu hamil hamil sebagai berikut : a) Beresiko : (1) < 20 Tahun : 1 (2) > 35 Tahun : 1 b) Tidak beresiko : (1) 20 – 35 Tahun : 0 (Lenteraimpian, 2007) 2) Kejadian lama persalinan kala II a) Normal : (1) Multigravida ≤ 60 menit :0 (2) Primigravida : ≤ 120 menit : 0 b) Tidak Normal: (1) Multigravida: > 60 menit :1 (2) Primigravida: > 120 menit: 1 (Lenteraimpian, 2007) b. Bivariate Setelah data di kelompokkan sesuai dengan subvariabel yang diteliti. Instrumen yang telah diisi dilakukan pengolahan data dengan cara tabulasi silang dalam bentuk prosentase (%) dan untuk mengetahui Hubungan usia ibu hamil Dengan Lama Persalinan Kala II menggunakan uji statistik chi square. 13 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 2 fe )2 ( f0 fe Keterangan : Fo : frekuensi observasi Fe : frekuensi harapan (Hidayat, 2007:137) Dengan hipotesis H0 ditolak bila ²hit ≥ ²tab, berarti ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik bila ²hit ≤ ²tab, berarti tidak ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik. D. HASIL PENELITIAN. 1. Data Umum. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan. Tabel 3. Karakteristik Pendidikan Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni 01 Juli 2010. No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1. SD 10 40 2. SMP 9 36 3. SMA 6 24 4. Perguruan Tinggi 0 0 Total 25 100 Tabel 3 diketahui bahwa paling banyak responden berpendidikan SD. b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan. Tabel 4. Karakteristik Pekerjaan Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni - 01 Juli 2010. No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1. IRT 9 36 2. Swasta 9 36 3. Tani 7 28 4. PNS 0 0 Total 25 100 Tabel 4 menunjukkan bahwa paling banyak pekerjaan responden swasta dan IRT mempunyai proporsi yang sama. c. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak. Tabel 5. Karakteristik Jumlah Anak Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni 01 Juli 2010. No. Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%) 1. 1 10 40 2. 2–3 15 60 3. 4 0 0 Total 25 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden mempunyai anak 2 – 3 orang. 14 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 2. Data Khusus. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Resiko Kehamilan. Tabel 6. Karakteristik Usia Resiko Kehamilan Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni - 01 Juli 2010. No. Usia Resiko Kehamilan Frekuensi Persentase (%) 1. Tidak Beresiko 10 40 2. Resiko Tinggi 15 60 Total 25 100 Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari 50 % usia resiko kehamilan responden tinggi. b. Karakteristik Responden Berdasarkan Waktu Persalinan Kala II. Tabel 7. Karakteristik Waktu Persalinan Kala II Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni - 01 Juli 2010. No. Waktu Persalinan Kala II Frekuensi Persentase (%) 1. Normal 11 44 2. Tidak Normal 14 56 Total 25 100 Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari 50% Waktu Persalinan Kala II responden tidak normal. c. Usia Resiko Kehamilan Dengan Waktu Persalinan Kala II. Tabel 8. Tabulasi Silang Usia Resiko Kehamilan Dengan Waktu Persalinan Kala II Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni - 01 Juli 2010. Waktu Persalinan Kala II TOTAL Usia Resiko No. Normal Tidak Normal Kehamilan f (%) f (%) f (%) 1. Tidak Beresiko 7 28 3 12 10 40 2. Resiko Tinggi 4 16 11 44 15 60 11 44 14 56 25 100 Jumlah Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 25 responden didapatkan responden yang hamil pada usia tidak beresiko paling banyak mengalami lama kala II normal yaitu 7 responden (28%) sedangkan responden yang hamil pada usia beresiko tinggi kehamilan paling banyak mengalami lama kala II yang tidak normal yaitu sebanyak 11 responden (44%). Berdasarkan hasil uji chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05 diperoleh hasil bahwa ²hit ≥ ²tab = 4,573 ≥ 3,841 berarti Ho di tolak. Namun karena nilai frekuensi harapan dari uji chi-square tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji Fisher’s exact test didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan (ρ) = 0,049 > 0,05 berarti Ho di tolak sehingga ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik. E. 1. PEMBAHASAN. Usia Hamil Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari 50 % usia resiko kehamilan responden tinggi yaitu 15 responden (60%). Menurut Lestariningsih (2009:1) yang mengutip pernyataan Seno Adjie, SpOG., ahli kebidanan dan kandungan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, usia dan fisik wanita berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. World Health Organisation (WHO) memberikan rekomendasi untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Tapi mengingat kemajuan teknologi saat ini, sampai usia 35 tahun masih bolehlah untuk hamil. 15 HOSPITAL MAJAPAHIT 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Fakta lain dari penelitian ini didapatkan berdasarkan pendidikan, paling banyak wanita hamil pada usia beresiko tinggi berpendidikan SMP yaitu sebanyak 12 responden (20%). Menurut Erfandi (2009) dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan terutama tentang usia yang aman waktu hamil. Banyaknya responden berpendidikan rendah yang hamil pada usia beresiko tinggi mungkin banyak diakibatkan kurangnya informasi dan sulitnya menyerap informasi. Hasil tabulasi silang dengan pekerjaan, didapatkan paling banyak responden yang ibu rumah tangga, pegawai swasta dan petani mengalami hamil pada usia beresiko tinggi yaitu sebanyak 5 responden (20%). Menurut Erfandi (2009) lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu terutama pengetahuan tentang usia yang aman untuk hamil. Banyaknya responden yang hamil pada usia beresiko tinggi maka banyak hal yang harus dilakukan seperti harus selalu mengonsultasikan kehamilannya pada ahlinya karena ibu yang hamil di usia rawan memerlukan pengawasan khusus selama kehamilan dan pada proses persalinan. Sebaiknya ibu ditangani dokter spesialis dan bukan bidan atau dokter umum. Bila kondisi tidak memungkinkan, setidaknya ibu pernah satudua kali berkonsultasi dengan dokter spesialis agar mendapat pemeriksaan yang khusus dan teliti, seperti pemeriksaan panggul, tekanan darah dan pemeriksaan USG. Berkonsultasi dengan ahli gizi. Terutama untuk ibu yang hamil di usia sangat muda. Umumnya, pengetahuan kehamilan yang dimiliki masih kurang sehingga pola makannya pun tidak baik. Jadi bukan tak mungkin, walau hamil dia tetap mengonsumsi junk food, misalnya. Di sinilah ahli gizi berperan membimbing pola makannya agar menjadi lebih baik. Sedangkan ahli gizi pada premigravida tua tidak begitu diperlukan karena ibu di usia ini biasanya sudah sadar akan gizi yang baik. Pola makan yang baik dapat menghindari anemia, hipertensi dan diabetes pada ibu hamil. Lama Persalinan Kala II Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari 50% Waktu Persalinan Kala II responden tidak normal yaitu 14 responden (56%). Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Sarwono, 2006:180). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Wiknjosastro, 2007:37) Banyaknya responden yang mengalami kala II lama dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, menurut hasil tabulasi silang responden yang berpendidikan SMP dan SD mengalami lama kala II tidak normal dan responden berpendidikan SMA banyak yang mengalami lama kala II normal. Pendidikan yang tinggi dapat mempermudah responden dalam menerima informasi dari tenaga kesehatan. Pada waktu proses persalinan tenaga kesehatan banyak memberikan informasi atau masukan-masukan pada ibu termasuk informasi tentang cara-cara melakukan persalinan yang aman dan normal. Jika pendidikan ibu kurang maka sulit untuk menerima informasi dari tenaga kesehatan tersebut sehingga banyak terjadi kesalahpahaman dari ibu yang dapat menyebabkan lama kala II menjadi tidak normal berdasarkan waktunya. Fakta lain adalah dari pekerjaan, paling banyak responden yang mengalami lama kala II tidak normal adalah responden pegawai swasata dan petani yaitu sebanyak 5 responden (20%). Menurut Muhimah (2010:70-72) banyak faktor yang meningkatkan risiko seorang wanita hamil salah satunya adalah status gizi ibu selama masa kehamilan. Status gizi tersebut dapat dicukupi bila responden mempunyai pekerjaan. Pekerjaan secara tidak langsung berpengaruh terhadap persalinan, namun responden yang mempunyai pekerjaan cenderung mempunyai kondisi ekonomi yang lebih baik sehingga 16 HOSPITAL MAJAPAHIT 3. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 mereka dapat mencukup kebutuhan nutrisi selama hamil, bagaimanapun juga asupan gizi pada ibu hamil sangat menolong pada waktu persalinan. Asupan gizi yang cukup akan membuat power ibu pada waktu persalinan menjadi lebih kuat. Jumlah anak juga mempunyai pengaruh pada ibu proses persalinan kala II. Responden yang mempunyai 2-3 anak cenderung mengalami proses persalinan kala II normal yaitu sebanyak 8 responden (32%). Responden yang telah mengalami beberapa kali persalinan cenderung mempunyai kondisi psikis yang lebih baik dari pada responden yang baru sekali atau dua kali mengalami persalinan. Menurut Gulardi (2004:3-5) Kontraksi rahim memang menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman pada ibu hamil. Rasa sakit karena kontraksi otot rahim sangat individual, tidak hanya tergantung pada keadaan normal orangnya. Perasaan takut dapat menimbulkan ketegangan sehingga dapat menyebabkan gangguan his. Dukungan keluarga akan membuat ibu lebih tenang sehingga persalinan dapat berlangsung lancar. Kontraksi rahim memang menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman pada ibu hamil. Rasa sakit karena kontraksi otot rahim sangat individual, tidak hanya tergantung pada keadaan normal orangnya. Perasaan takut dapat menimbulkan ketegangan sehingga dapat menyebabkan gangguan his. Dukungan keluarga akan membuat ibu lebih tenang sehingga persalinan dapat berlangsung lancar. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 8 dari 25 responden didapatkan responden yang hamil pada usia tidak beresiko paling banyak mengalami lama kala II normal yaitu 7 responden (28%) sedangkan responden yang hamil pada usia beresiko tinggi kehamilan paling banyak mengalami lama kala II yang tidak normal yaitu sebanyak 11 responden (44%). Berdasarkan hasil uji chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05 diperoleh hasil bahwa ²hit ≥ ²tab = 4,573 ≥ 3,841 berarti Ho di tolak. Namun karena nilai frekuensi harapan dari uji chi-square tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji Fisher’s exact test didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan (ρ) = 0,049 > 0,05 berarti Ho di tolak sehingga ada faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik. Menurut Ayah Bunda (2010:1) hamil di usia ini secara fisik, memiliki banyak keuntungan. Hanya secara psikologis, emosi calon ibu terkadang masih fluktuatif. Memasuki usia 35, secara fisik wanita mengalami masa ovulasi yang tidak teratur sehingga kesehatan reproduksi menurun. Namun secara mental, lebih siap menjadi ibu. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun meski emosi sudah jauh lebih stabil, kualitas kromosom tidak sebaik usia muda, sehingga risiko melahirkan anak dengan cacat fisik atau mental akan lebih besar. Sedangkan menurut Muhimah, (2010 : 69) pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal mi kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang. secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam. Berdasarkan teori diatas dapat dijelaskan bahwa responden yang berusia kurang dari 20 lebih mempunyai keuntungan dari segi power terutama pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali, usia yang lebih mudah dapat memenuhi his yang cenderung lebih kuat dan cepat, namun dari segi psikis mereka cenderung belum siap menjadi ibu. Kondisi psikis yang tidak sehat ini dapat membuat kontraksi selama proses persalinan tidak berjalan lancar sehingga kemungkinan operasi sesar jadi lebih besar. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun hampir mirip pada premigravida muda. Hanya saja, karena faktor kematangan 17 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 fisik yang dimiliki maka ada beberapa risiko yang akan berkurang pada premigravida tua. Misalnya menurunnya risiko cacat janin yang disebabkan kekurangan asam folat. Risiko kelainan letak janin juga berkurang karena rahim ibu di usia ini sudah matang. Panggulnya juga sudah berkembang baik. Bahaya yang mengancam premigravida tua justru berkaitan dengan fungsi organ reproduksi di atas usia 35 tahun yang sudah menurun sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan preeklamsia. Sedangkan responden yang hamil pada usia aman (20-35 tahun) paling banyak mendapatkan keuntungan baik dari segi power yang diperlukan untuk his maupun kondisi psikis yang lebih mapan sehingga menurut hasil penelitian pada usia ini responden lebih banyak yang mengalami persalinan kala II normal. Namun masih terdapat sedikit kesenjangan pada hasil penelitian dimana pada usia aman (20-35 tahun) masih terdapat responden yang mengalami persalinan tidak normal yaitu sebanyak 3 responden (12%) banyak dikarenakan panggul sempit sehingga menyebabkan responden menjalani proses kala II menjadi lebih lama. Masih terdapatnya responden yang mengalami proses persalinan kala II yang tidak normal pada usia rawan (>35 tahun dan < 20 tahun) harus dapat diantisipasi oleh para tenaga kesehatan. Pemberian konseling tentang kehamilan dan gizi sangat diperlukan bagi ibu hamil pada usia rawan dan juga pemberian melakukan tes amniosentesis pada awal kehamilan bagi wanita berusia 35 tahun atau lebih pada kehamilan pertama untuk menemukan kemungkinan sindrom down dan abnormalitas kromosom lain. Dan selalu memotivasi ibu untuk selalu melakukan aktivitas untuk menjaga kondisi fisik selama hamil untuk meningkatkan power pada saat persalinan kala II. F. PENUTUP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 responden didapatkan responden yang hamil pada usia tidak beresiko paling banyak mengalami lama kala II normal yaitu 7 responden (28%) sedangkan responden yang hamil pada usia beresiko tinggi kehamilan paling banyak mengalami lama kala II yang tidak normal yaitu sebanyak 11 responden (44%). Berdasarkan hasil uji chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05 diperoleh hasil bahwa ²hit ≥ ²tab = 4,573 ≥ 3,841 berarti Ho di tolak. Namun karena nilai frekuensi harapan dari uji chi-square tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji Fisher’s exact test didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan (ρ) = 0,049 > 0,05 berarti Ho di tolak sehingga ada faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik. Bagi tenaga kesehatan diharapkan untuk lebih meningkatkan KIE tentang usia yang aman untuk hamil sebagai wujud pelayanan antenatal care bagi ibu hamil karena usia ibu hamil sangat berpengaruh khususnya dalam proses persalinan kala II. Institusi pendidikan memberikan informasi lebih banyak lagi tentang usia yang aman untuk hamil kepada mahasiswa sehingga dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang usia yang aman untuk hamil dan manfaatnya bagi proses persalinan. DAFTAR PUSTAKA. Ari, Hidayat. (2010). Asuhan kebidanan persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika Ayahbunda. (2010). Hamil di usia 30an. (http://www.ayahbunda.co.id, diakses tanggal 2 Mei 2010). Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Farmacia. (2009). Kematian Ibu, Petaka yang Sulit Surut. (http://www.majalah-farmacia.co.id, diakses tanggal 28 April 2010). Handayani. (2006). Hamil di usia rawan. (http://www.mail-archive.com, diakses tanggal 5 Mei 2010). Henderson. Christine. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC. Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. 18 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. JatimProv. (2010). Angka Kematian Ibu Dan Bayi Di Jatim Menurun. (http://www.jatimprov.go.id, diakses tanggal 28 April 2010). Lentera Impian. (2007). Kala 2 persalinan. (http://www.lenteraimpian.blogspot.com, diakses tanggal 9 Mei 2010). Lestariningsih. (2009). Hamil di Usia 20, 30, atau 40-an. (http://www.ibu-dan-bayi.blogspot.com, diakses tanggal 2 Mei 2010). Muhimah. (2010). Senam sehat selama kehamilan. Jakarta : Afabeta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Prianggoro, Hasto. (2009). Hamil Tenang di Usia Matang. (http://www.tabloidnova.com, diakses tanggal 23 April 2010). Sarwono, Prawirohardjo. (2002). Ilmu kebidanan. Jakarta : YBP-SP. Sarwono, Prawirohardjo. (2006). Ilmu kandungan. Jakarta : YBP-SP. Seno. (2009). info penting : Hamil di Usia 20, 30, atau 40-an. (http://www.yuwie.com, diakses tanggal 23 April 2010. Solaeman. (2006). Hamil di usia rawan. (http://www.mail-archive.com, diakses tanggal 5 Mei 2010). Somantri, Ating. (2006). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Jakarta : Pustaka Setia. Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta. Suririnah. (2007). Anda Termasuk Ibu Hamil Dengan Kehamilan Resiko Tinggi?. (http://www.infoibu.com, diakses tanggal 23 April 2010). 19 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 PERILAKU PANTANG MAKANAN PADA IBU NIFAS DI POLINDES DESA LEBAKREJO PURWODADI PASURUAN Nur Saidah ABSTRAK Masa nifas memerlukan perawatan khusus untuk memulihkan kondisi kesehatan tubuhnya termasuk dengan perilaku makan pada ibu nifas untuk membantu proses penyembuhan luka. Saat ini masih banyak terjadi pada sebagian kalangan ibu nifas yang masih melakukan tarak atau pantang mengkonsumsi makanan tertentu, padahal mereka masih harus memberikan ASI pada anaknya. Tujuan penelitian mengetahui perilaku pantang makanan pada ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Jenis penelitian analitik cross sectional. Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku pantang makanan. Pada penelitian ini populasinya adalah ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan sebanyak rata-rata 34 orang.Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11-27 Juni 2010 dengan jumlah sampel 30 responden. Dengan Teknik Sampling purposive sampling. Iinstrumen penelitian menggunakan checklist. Uji statistik mann whitney. Hasil didapatkan bahwa sebagian besar responden melakukan pantang makanan sejumlah 21 respondem (70%), setengah responden mengalami penyembuhan luka perineum ibu nifas adalah lambat sejumlah 15 orang (50%). Hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa α hitung lebih kecil dari α tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pantang makanan pada masa nifas. Penyembuhan luka yang lambat pada ibu nifas dipengaruhi oleh perilaku pantang makanan. Disarankan ibu lebih meningkatkan pengetahuan tentang dampak dari pantang makanan dengan cara membaca buku, bertanya pada tenaga kesehatan dan mengikuti seminar-seminar sehingga ibu tidak melakukan pantang makanan untuk membantu proses penyembuhan luka. Tenaga Kesehatan meningkatkan penyuluhan tentang dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas dan keluarga sehingga ibu dapat mengubah kebiasaan pantang makanan. Kata Kunci : Pantang makanan, Ibu nifas A. PENDAHULUAN. Masa nifas merupakan masa setelah partus selesai dan setelah 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 40 hari (Prawirohardjo, 2009:325). Kebutuhan gizi seimbang, baik kualitas maupun kuantitasnya sangatlah penting bagi ibu pada masa nifas atau menyusui. Namun fenomena yang sering terjadi di masyarakat pedesaan adalah kuatnya pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari. Adat dan tradisi merupakan dasar perilaku tersebut. Fenomena inilah yang masih mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam hal memilih dan menyajikan makanan. Masyarakat masih mempercayai adanya pantangan makanan, mereka menerima dan menolak jenis makanan tertentu (Tiran, 2006:37). Dalam masa nifas banyak yang terjadi bersifat karakteristik yang memberikan ciri ibu nifas melakukan perawatan khusus untuk memulihkan kondisi kesehatan tubuhnya termasuk dengan perilaku makan pada ibu nifas untuk membantu proses penyembuhan (Prawirohardjo, 2009:356). Saat ini masih banyak terjadi pada sebagian kalangan ibu yaitu, 53% ibu nifas yang masih melakukan tarak atau pantang mengkonsumsi makanan tertentu yang mana hal tersebut dikarenakan pengaruh dari budaya orang tua terdahulu yang diyakini dapat menimbulkan sesuatu yang merugikan bagi mereka, padahal mereka masih harus memberikan ASI pada anaknya. Hal inilah yang membuat mereka ingin melakukan pantang makanan, Mereka tidak sadar bahwa tindakannya berpengaruh terhadap pertumbuhan bayinya (Kardinan, 2008). 20 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Berdasarkan data tahun 2008 di Indonesia dengan total ibu nifas 5.067.000 orang dan 89% (4.509.630 orang) dari total ibu nifas yang ada mempunyai kebiasaan pantang makanan pada masa nifas seperti tidak boleh makan ikan laut, telur, makan sayur, dan makan makanan yang pedas. Data Jawa timur tahun 2008 dengan total ibu nifas 21.043 orang didapatkan data bahwa 68% ibu nifas melakukan pantang makanan dan 32% ibu nifas tidak melakukan pantang makanan. Tingginya angka pantang makanan yang dilakukan oleh ibu nifas ini menjadi penyebab terhadap lamanya penyembuhan luka akibat persalinan dan terham batnya proses laktasi. Data ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi pada masa nifas atau menyusui kurang sesuai dengan kaedah pemenuhan gizi yang baik dan seimbang. Hal ini disebabkan karena anjuran atau budaya yang berlaku dalam keluarga. Pantang makanan yang sering terjadi misalnya dilarang makan daging, telur dan ayam (53,5%), sayur sawi dan bayam (12,4%), pantang dengan makanan yang panas (6,3%), dan pantangan terhadap ikan laut (27,8%) (Nasya, 2008). Berdasarkan penelitian di Timur angka pantang makanan pada masa nifas mencapai 1.983.214 (80%) dari jumlah ibu nifas yang ada pada tahun 2008 dan penyebabnya adalah pengetahuan yang kurang 26,5%, budaya/anjuran dalam keluarga 37,6% dan status ekonomi sebanyak 25,4% dan paritas 10,5% (Badan Litbang Kesehatan, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 22 – 25 April 2010 secara wawancara pada 8 ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan didapatkan 7 ibu melakukan pantang makanan (seperti sayur sawi, bayam, ikan laut, daging, ayam, telur), 1 ibu tidak melakukan pantang makanan dan terdapat 5 ibu nifas mengalami proses penyembuhan luka lambat yang ditandai dengan lochea berbau, bekas luka belum kering masih mengeluarkan darah dan nanah. Dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas adalah lamanya penyembuhan luka bahkan bisa menyebabkan infeksi yang mengganggu pengecilan rahim (involusi) sehingga rahim akan tetap membesar (sub-involusi). Infeksi yang sudah menjalar ke rahim dapat mengakibatkan perdarahan sehingga ibu biasanya akan diberi obat-obatan untuk membuat dinding dalam rahim berkontraksi sehingga darah dapat dikeluarkan (Rahmi, 2005:13). Kekurangan zat gizi pada masa nifas bisa menimbulkan infeksi. Apalagi pada ibu nifas tentu sangat membutuhkan makanan bergizi untuk memulihkan kondisi, mempercepat kesembuhan luka, dan proses laktasi (Zalilah, 2005:2). Adanya komplikasi masa nifas yaitu infeksi Puerperalis, trauma Tractus Genitourinarius, Mastitis, Trombophlebitis, abses payudara, bendungan ASI dan puting susu lecet (Prawirohardjo, 2009:356). Upaya yang dilakukan agar ibu hamil tidak menerapkan perilaku tarak yaitu dengan penyampaian informasi pada waktu kehamilan khususnya tentang dampak dari pantang makanan pada masa nifas untuk dapat merubah perilaku masyarakat terutama pada ibu nifas. Pelatihan bagi tenaga kesehatan dan kader masyarakat tentang konseling dampak melakukan pantang makanan melalui kegiatan di posyandu arisan dan pertemuan di Desa dengan menyebarkan leafled dan mengikutsertakan suami dan keluarga sangat diperlukan guna menunjang peningkatan pengetahuan ibu nifas tentang dampak pantang makanan sehingga ibu tidak melakukan pantang makanan (Asiandi, 2009). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ―Perilaku pantang makanan pada ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan‖. B. 1. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Perilaku a. Pengertian Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun tidak langsung yang diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007:62) perilaku adalah keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. 1) Menurut ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi Organisasi yang bersangkutan. 2) Menurut Benjamin Bloom perilaku ada 3 domain : perilaku, sikap dan tindakan. 21 HOSPITAL MAJAPAHIT b. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Menurut Roger menjelaskan bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan a) Awareness (kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap struktur atau obyek). b) Interest (dimana orang tersebut adanya ketertarikan). c) Evaluation (menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut). d) Trial (dimana orang telah mencoba perilaku baru). e) Adoption (dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan terhadap stimulus) (Notoatmodjo, 2007:144). Teori Determinan Terbentuknya Perilaku menurut Notoatmodjo (2007:178) 1) Teori Lawrence Green Menurut Lawrence Green bahwa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu: a) Faktor predisporisi : yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan keyakinan dan nilai-nilai b) Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya : Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban. c) Faktor pendorong : yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi dari perilaku masyarakat. 2) Teori Snehandu B. Kar Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari : a) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior itention) b) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support) c) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accesebility of information) d) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) e) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation) 3) Teori WHO WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah : a) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan) (1) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain (2) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (3) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. 22 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 b) c. d. e. f. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh c) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya d) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2007:126) Faktor yang mempengaruhi Perilaku 1) Faktor Genetik : Perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia dilahirkan. 2) Faktor Eksogen : Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktor-faktor yang lain yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi. 3) Proses Belajar : Bentuk mekanisme sinergi antara faktor heriditas dan lingkungan dalam rangkat terbentuknya perilaku (Sunaryo, 2004:12). Bentuk Perilaku 1) Perilaku Pasif : Perilaku yang sifatnya tertentu, terjadi dalam diri individu dan tidak bisa diamati. Contoh : berfikir dan bernafas 2) Perilaku Aktif Perilaku yang sifatnya terbuka berupa tindakan yang nyata dan dapat diamati secara langsung (Sunaryo, 2004:16) Domain Perilaku Pembagian perilaku ke dalam 3 domain (kewarasan) 1) Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang over (over behavior) 2) Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku. 3) Praktik/practice Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya (Sunaryo, 2004:23). Beberapa Teori Perubahan Perilaku 1) Teori Stimulus Organisme (S-O-R) Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Sehingga perilaku dapat berubah bila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. 2) Teori Testinger (Disconance Theory) Teori ini didasarkan karena ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai. keseimbangan kembali. Karena dalam 23 HOSPITAL MAJAPAHIT g. h. 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 diri individu terdapat 2 elemen kogrisi yang saling bertentangan. Sehingga ketidakseimbangan dalam diri seseorang akan menyebabkan perubahan perilaku karena adanya perbedaan 2 elemen dan sama-sama penting. 3) Teori Fungsi. Teori ini berdasarkan anggapan perubahan perilaku individu tergantung kepada kebutuhan. Sehingga teori fungsi berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. 4) Teori Kurt Lewin Berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan untuk seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan penahan Perilaku itu dapat diubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang sehingga ada 3 kemungkinan perubahan perilaku pada diri seseorang : kekuatankekuatan pendorong meningkat kekuatan-kekuatan penahan menurun dan gabungan (Notoatmodjo, 2007:183-187). Bentuk Perubahan Perilaku 1) Perubahan Alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial. budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan. 2) Perubahan Rencana (Planed Change) Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. 3) Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat. maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda. Strategi Perubahan Perilaku 1) Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran/masyarakat sehingga ia mau melakukan seperti yang diharapkan. Contoh ini dapat dilakukan pada penerapan Undang- Undang. 2) Pemberian Informasi Dengan memberikan informasi-informasi. penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. 3) Diskusi Partisipasi Dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah. Hal ini masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimannya. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan pesan-pesan kesehatan. (Notoadmodjo, 2007:189). Konsep Dasar Pantang Makanan Pada Ibu Nifas a. Pengertian Makanan pantang adalah bahan makanan atau masakan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam masyarakat karena alasan yang bersifat budaya. Adat menantang tersebut diajarkan secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang 24 HOSPITAL MAJAPAHIT b. c. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 menjalankan tidak terlalu paham atau yakin dari alasan menantang makanan yang bersangkutan (Swasono, 2004:6). Tarak atau pantangan makanan adalah kebiasaan, budaya atau anjuran yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu misalnya sayuran, buah, ikan dan biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya yang dapat mempengaruhi produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi (Iskandar, 2006) Jenis pantang makanan menurut (Swasono, 2004:10) 1) Jenis makanan yang dipantang saat bayi berumur satu bulan sampai satu tahun a) Bermacam-macam ikan seperti ikan mujair, udang, ikan belanak, ikan lele, ikan basah karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi sakit b) Ibu melahirkan pantang makan telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang dianjurkan adalah tahu, tempe dsb c) Buah-buahan seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buahbuahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu air, karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi bengkak dan cepat hamil kembali d) Semua jenis makanan yang licin antara lain daun talas, daun kangkung, daun genjer, daun kacang, daun seraung, semua jenis makanan yang pedas tidak boleh dimakan karena dianggap akan mengakibatkan kemaluan menjadi licin e) Semua jenis buah-buahan yang bentuknya bulat, seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh, duku dan kentang karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi gendut seperti orang hamil 2) Jenis makanan yang dipantang saat bayi lahir sampai bayi disapih dan dapat duduk (Sumarsono, 2006:16) a) Jenis makanan yang dipantang adalah roti, kue apem, makanan yang mengandung cuka, ketupat dan makanan yang ditusuk seperti sate dengan alasan bahwa semuanya dianggap akan menyebabkan perut menjadi besar seperti orang hamil. b) Hanya boleh makan lalapan pucuk daun tertentu, nasi, sambel oncom dan kunyit bakar. Kunyit bakar sangat dianjurkan agar alat reproduksi cepat kembali pulih dan sepet. c) Hindari makan makanan yang berserat seperti agar-agar, sayur dan buah karena makanan berserat hanya akan memperpanjang masa diare. Makanan berserat hanya baik untuk penderita susah buang air besar. d) Ibu nifas minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam diminumkan supaya ASI banyak. Hal ini tidak benar karena abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya. Pola Makan yang sehat selama masa nifas Petunjuk pola makan yang sehat adalah makanan yang dikonsumsi memiliki jumlah kalori dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air. Selain itu, pola makan harus diatur secara rasional, yaitu 3 kali sehari (pagi,siang dan malam). Selain makanan utama ibu nifas harus mengkonsumsi cemilan dan jus buah-buahan sebagai makanan selingan (Krisnatuti, 2009). Ibu nifas hendaknya mengusahakan mengkonsumsi daging khususnya daging sapi agar penurunana berat badan berjalan lebih cepat. Dan produksi ASI tetap lancar, karena daging sapi memiliki banyak serat yag dapat memperlancar buang air besar. Sehingga tanpa diet ibu tetap memiliki badan yang ideal. Selain itu sayur dan buah pun juga mengandung banyak serat yang dapat memperlancar air besar pula (Iping, 2009). Oleh karena itu, pola makan dengan menu seimbang sangat dianjurkan yang mana menu seimbang terdiri dari jumlah kalori serta zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air. Sebagai contoh makanan yang terdiri dari nasi, ikan, sayur bayam, apel dan susu. Sedangkan jenis makanan 25 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 yang sebaiknya dihindari oleh ibu nifas diantaranya adalah makanan yang mengandung zat aditif atau bahan pengawet makanan yang berkalori tinggi, daging atau makanan yang tidak diolah dengan sempurna serta makanan yang merangsang seperti makanan pedas (Krisnatuti, 2009). d. Faktor-faktor melakukan pantang makan Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makanan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1) faktor predisposisi yang meliputi: pengetahuan, hal ini dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia dan ekonomi, 2) faktor lingkungan yang meliputi: dukungan keluarga dan kebiasaan, serta 3) faktor petugas yang terdiri dari KIE dan sikap atau perilaku petugas kesehatan yang kurang peka terhadap masalah sosial budaya pada ibu nifas. Faktor yang mempunyai pengaruh lebih besar pada pola sosial budaya ibu nifas adalah faktor predisposisi yaitu pengetahuan yang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia, dan status ekonomi dari ibu sendiri (Paath, 2005). e. Perilaku Makan pada ibu nifas Perilaku makan ibu nifas secara kualitatif dapat diketahui dari frekuensi, jenis, dan porsi makan ibu selama menyusui bayinya. Frekuensi makan ibu nifas yang dianjurkan yaitu makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) dan sesuai dengan porsinya. Sedangkan jenis makanan yang dianjurkan adalah semua makanan yang mengandung semua unsur utama dalam tubuh terutama karbohidrat, protein, dan lemak yang mana dikonsumsi secara seimbang dan tidak berlebihan dengan porsi makan 2 kali porsi makan waktu hamil. Ibu menyusui diwajibkan menambah konsumsi protein hewani hingga 1,5 kali dengan jumlah normal (Krisnatuti, 2009). f. Alasan budaya tarak di masyarakat Adanya pantangan makanan merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 2005). Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan (Fatma, 2005:12). g. Dampak melakukan pantang makanan 1) Tidak terpenuhi Kebutuhan ASI pada bayi secara maksimal 2) Tidak terpenuhi gizi pada ibu nifas 3) Ibu nifas cenderung mengalami anemia 4) Lambatnya proses penyembuhan luka perineum 5) Ibu nifas mudah terserang penyakit (Krisnatuti, 2009). 3. Konsep Penyembuhan Luka Perineum a. Fase-fase Penyembuhan Luka Fase-fase penyembuhan luka menurut Smeltzer (2002:490) adalah sebagai berikut : 1) Fase Inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari. Respons vaskular dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam 26 HOSPITAL MAJAPAHIT b. c. d. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 upaya untuk mengontrol pendarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan vasokonstriirsinya karena norepinefrizr dirusak oleh enzim intraselular. Juga histamin dilepaskan yang meningkatkan permeabilitas kapiler . 2) Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka, kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru. Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dan kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59% kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka. 3) Fase Maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan tahunan Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai meninggal luka. Jaringan parut tampak besar sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pemah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka. Bentuk-Bentuk Penyembuhan Luka Penyembuhan melalui Intensi Pertama (Penyatuan Primer). Luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan jaringan minimum, dan penutupan dengan baik, sehingga dengan suture, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut minimal.Penyembuhan melalui Intensi Kedua (Granulasi). Pada luka dimana terjadi pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama.Penyembuhan melalui Intensi Ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali nantinya, dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas. Lama Penyembuhan Luka Periuneum (Potter, 2005:1252) 1) Cepat : Jika luka parineum sembuh dalam waktu 1 – 6 hari Penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal 2) Normal : Jika luka parineum sembuh dalam waktu 7 –14 hari Penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal, akan tetapi waktu lebih lama 3) Lambat : Jika luka parineum sembuh dalam waktu > 14 hari Tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikan kurang, kadang disertai adanya pus dan waktu penyembuhannya lebih lama. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka 1) Semua keadaan yang menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, diabetes, preeklamsi, malnutrisi, anemia, kelelahan juga infeksi yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya. 2) Proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet terutama dengan ketuban pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan. 3) Vulva hygiene seperti membersihkan luka perineum, mengganti pembalut 4) Nutrisi/gizi 5) Pengetahuan tentang cara merawat luka (Wikjosastro, 2008:32) 27 HOSPITAL MAJAPAHIT 4. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Konsep Dasar Nifas a. Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifudin, 2006:67). b. Pembagian Masa Nifas Nifas dibagi dalam 3 periode menurut (Sarwono, 2007:234): 1) Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat genitalis yang lamanya 6 – 8 minggu. 3) Remote puerperium, waktui yang diperlkan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. c. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas menurut (Varney, 2005:326) 1) Sistem reproduksi a) Uterus Uterus secara berangsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. (1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr (2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berata uterus 750 gr. (3) Satu minggu post partum tinggi fundus uteri teraba pertengan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gr (4) Dua minggu post partum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat uterus 350 gr (5) Enam minggu post partum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gr b) Lochia Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Macam Lochia: (1) Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum. (2) Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 – 7 post partum. (3) Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 14 post partum (4) Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu (5) Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk (6) Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya. c) Serviks Serviks mengalami involusi bersama dengan uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup. d) Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol. e) Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, 28 HOSPITAL MAJAPAHIT d. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan. f) Payudara Perubahan pada payudara dapat meliputi : (1) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan. (2) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan. (3) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi 2) Sistem Perkemihan Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. 3) Sistem Gastrointestinal Kerapkali diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. Rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang. 4) Sistem Kardiovaskuler Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini. 5) Sistem Endokrin a) Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum. Progesteron turun pada hari ke 3 post partum. b) Kadar prolaktin dalam darah berangsur hilang. 6) Sistem muskuloskeletal Ambulasi pada umumnya dimulai 4 – 8 jam post partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi. 7) Sistem integumen a) Penurunan melanin umumnya setelam persalinan menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit b) Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan menghilang pada saat estrogen menurun. Perawatan Pasca Persalinan menurut (Varney, 2006:24) 1) Perawatan payudara (mammae) Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : a) Pembalutan mammae sampai tertekan. b) Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya. 29 HOSPITAL MAJAPAHIT 2) 3) 4) 5) 5. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Perawatan perineum Perawatan luka perineum adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk mengurangi rasa tidak nyaman menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan meningkatkan penyembuh (Hamilton, 2005:289). Diet (Pantang makanan) Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandong protein, banyak cairan, sayuran dan buah. Mobilisasi Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring kekanan dan kekiri ubtuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka. Senam nifas Senam nifas adalah latihan jasmani yang dilakukan setelah melahirkan guna mengembalikan kondisi kesehatan dan memperbaiki regangan pada otot-otot setelah kehamilan. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh (Widyastuti, 2008). Kerangka Konseptual. Faktor yang mempengaruhi perilaku : 1 Faktor Genetik 2 Faktor Eksogen 3 Proses Belajar Perilaku ibu nifas: 1. Perawatan payudara 6. 2. Perawatan perineum 7. 3. Pantang makanan 8. 4. Mobilisasi 9. 5. Senam nifas 10. Faktor yang mempengaruhi pantang makanan: 1. Faktor predisposisi a. Pengetahuan b. Pendidikan c. Pengalaman 2. Faktor Lingkungan a. Dukungan keluarga b. Kebiasaan 3. Faktor petugas a. KIE b. Sikap Perilaku petugas kesehatan Pantang makanan Normal 714 hari Penyembuhan luka perineum Lambat > 14 hari Cepat 1 – 6 hari Sumber: Notoatmodjo, 2007:178, 189) dan Potter (2005:1252) Gambar 3. Kerangka Konseptual Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas di Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan. C. METODE PENELITIAN. 1. Desain Penelitian. Jenis penelitian analitik korelasi dan rancang bangun yang digunakan adalah cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara kedua variabel yaitu variabel Independent (Perilaku pantang makanan) dan Dependent (penyembuhan luka perkineum) (Hidayat, 2007:83). 30 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 KERANGKA KERJA Perilaku Tentang Pantang Makan Gambar 4. Penyembuhan Luka perineum Kerangka Kerja Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas di Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan. 2. Hipotesis. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian menegaskan apakah hipoteisis tersebut dapat diterima atau harus ditolak berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian. H1 : Ada hubungan perilaku pantang makanan pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum. .Ho : Tidak ada hubungan perilaku pantang makanan pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum. 3. Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal. Dalam penelitian ini populasinya adalah ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan sebanyak 34 orang rata – rata tiap bulan yang dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2010. Pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah Non Probability sampling yaitu bahwa setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih dan tidak terpilih sebagai sampel. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau ciri yang telah ditentukan oleh peneliti (Nursalam, 2003:98). a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Semua Ibu nifas dengan luka perineum pada hari ke 1-15 2) Ibu nifas yang bisa baca tulis 3) Ibu nifas yang bersedia menjadi responden b. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Ibu nifas yang tidak kooperatif 2) Ibu nifas yang mengalami komplikasi kehamilan 3) Ibu nifas dengan riwayat alergi Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku pantang makanan, sedangkan variabel dependennya yaitu penyembuhan luka perineum. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari responden melalui kuesioner, wawancara dan lembar checklist. Instrumen yang digunakan untuk perilaku adalah kuesioner dengan wawancara, sedangkan untuk penyembuhan luka perineum dengan menggunakan checklist. Tabel 9. Definisi Operasional Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas di Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan. Variabel Variabel independen perilaku pantang makanan Definisi Operasional Kriteria Tindakan ibu untuk tidak memakan beberapa jenis makanan tertentu karena dianggap dapat mempengaruhi proses penyembuhan dengan menggunakan kuesioner Skala Pantang:Ibu melakukan pantang Nominal makanan Tidak pantang:Ibu boleh makan semua jenis makanan (Swasono, 2004) 31 HOSPITAL MAJAPAHIT Variabel dependen proses penyembuhan luka perineum 4. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Proses dimana luka Cepat:luka sembuh 1 – 6 hari perineum sembuh, setelah Lambat:luka sembuh > 14 hari melahirkan Normal : luka sembuh 7 – 14 hari (Potter, 2005) Ordinal Teknik Analisis Data. a. Analisis Univariat 1) Perilaku ibu tentang pantang makanan pada masa nifas Perilaku pantang makanan dianalisis dengan menggunakan rumus : f P= X 100% N Keterangan : P : Persentase f : Jumlah ibu yang melakukan pantang makanan N : Jumlah semua responden (Budiarto, 2002) Setelah prosentasenya diketahui kemudian hasilnya diprosentase dengan kriteria : a) Seluruh : 100% b) Hampir seluruh : 76-99% c) Sebagian besar : 51-75% d) Setengahnya : 50% e) Hampir setengahnya : 26-49% f) Sebagian kecil : 1-25% g) Tidak satupun : 0% (Sugiono, 2007) 2) Penyembuhan luka perineum a) Cepat : luka sembuh 1 – 6 hari b) Lambat : luka sembuh > 14 hari c) Normal : luka sembuh 7 – 14 hari (Potter, 2005) b. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel, dilakukan uji statistik mann whitney dengan tingkat signifikan 0,05 menggunakan SPSS 16 for windows untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala nominal dan ordinal (Sugiyono, 2007:244). Jika < 0,05 maka Ho (hipotesa nol) ditolak, artinya ada hubungan perilaku pantang makanan pada ibu nifas dengan proses penyembuhan luka perineum di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan. D. HASIL PENELITIAN. 1. Data Umum. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan. Tabel 10. Karakteristik Pendidikan Responden di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 – 27 Juni 2010. No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1. Tidak tamat sekolah 4 13,3 2. SD 14 46,7 3. SMP 8 26,7 4. SLTA 3 10,0 5. Akademi/PT 1 3,3 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa hampir setengah responden berpendidikan SD sejumlah 14 orang (46,7%). 32 HOSPITAL MAJAPAHIT b. c. d. 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur. Tabel 11. Karakteristik Umur Responden di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 – 27 Juni 2010. No. Umur Frekuensi Persentase (%) 1. < 20 tahun 13 43,3 2. 20-35 tahun 8 26,7 3. > 35 tahun 9 30 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa umur responden hampir setengah responden berumur < 20 tahun sejumlah 13 responden (43,3%). Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan. Tabel 12. Karakteristik Pekerjaan Responden di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 – 27 Juni 2010. No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1. Petani 6 20 2. Swasta 5 16,7 3. Wiraswasta 4 13,3 4. PNS 2 6,7 5. IRT 13 43,3 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa hampir setengah responden tidak bekerja (IRT) sejumlah 13 responden (43,3%). Karakteristik Responden Berdasarkan Anjuran Keluarga. Tabel 13. Karakteristik Anjuran Keluarga Responden di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 – 27 Juni 2010. No. Anjuran Keluarga Frekuensi Persentase (%) 1. Ya 23 76,7 2. Tidak 7 23,3 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mendapat anjuran keluarga untuk melakukan tarak sejumlah 23 responden (76,7%). Data Khusus. a. Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas. Tabel 14. Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 – 27 Juni 2010. No. Perilaku Pantang Makan Frekuensi Persentase (%) 1. Pantang 21 70,0 2. Tidak Pantang 9 30,0 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan pantang makanan sejumlah 21 responden (70%). b. Penyembuhan Luka Perineum. Tabel 15. Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 – 27 Juni 2010. No. Penyembuhan Luka Perineum Frekuensi Persentase (%) 1. Lambat 15 50,0 2. Normal 18 26,7 3. Cepat 7 23,3 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa setengah responden mengalami penyembuhan luka perineum ibu nifas adalah lambat sejumlah 15 orang (50%). 33 HOSPITAL MAJAPAHIT c. E. 1. 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Perilaku Pantang Makan Dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas. Tabel 16. Tabulasi Silang Perilaku Pantang Makan Dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 – 27 Juni 2010. Penyembuhan Luka Perineum TOTAL Perilaku No. Lambat Normal Cepat Pantang Makan f (%) f (%) f (%) f (%) 1. Pantang 15 50 6 20 0 0 21 70,0 2. Tidak Pantang 0 0 2 6,7 7 23,3 9 30,0 15 50 8 26,7 7 23,3 30 100 Jumlah Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang melakukan pantang makanan, 15 (50%) diantaranya mengalami penyembuhan luka perineum yang lambat. Berdasarkan hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa α hitung lebih kecil dari α tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pantang makanan pada masa nifas. PEMBAHASAN. Perilaku Pantang Makanan Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan pantang makanan sejumlah 21 responden (70%). Perilaku pantang makanan pada masa nifas meliputi ibu tidak makan telur dengan alasan gatal-gatal, tidak makan sayuran karena beranggapan menyebabkan diare, ibu menghindari makan udang, ikan lele, mujair, dan lain sebagainya. Perilaku ibu terhadap budaya tarak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pengetahuan, informasi. Pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dengan benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng (long lasting). Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi masing-masing. Status pekerjaan yang rendah sering mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Adanya pantangan makanan merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 2005). Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu atau kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan. (Fatma, 2005). Perilaku pantang makanan pada masa nifas disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang dampak dari pantang makanan, adanya anjuran atau budaya masyarakat yang beranggapan bahwa makan telur, ayam dapat menyebabkan gatal-gatal, dan adanya kepercayaan makan makanan yang berkuah dapat menyebabkan bayi diare dan luka perineum sulit sembuh. Penyembuhan Luka Perineum Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa setengah responden mengalami penyembuhan luka perineum ibu nifas adalah lambat sejumlah 15 orang (50%). Penyembuhan luka perineum sebagian besar pada hari ke 16 – 20 masa nifas, luka belum merapat, masih mengeluarkan nanah. 34 HOSPITAL MAJAPAHIT 3. F. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Proses penyembuhan luka cepat ditandai dengan luka parineum sembuh dalam waktu 1 – 6 hari, penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal. Lama penyembuhan luka perineum terdiri meliputi cepat (jika luka parineum sembuh dalam waktu 1 – 6 hari, penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal, normal (jika luka parineum sembuh dalam waktu 7 –14 hari, penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal, akan tetapi waktu lebih lama, dan lama (jika luka parineum sembuh dalam waktu > 14 hari, tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikan kurang, kadang disertai adanya pus dan waktu penyembuhannya lebih lama (Wikjosastro, 2004). Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh sebagian besar responden berusia < 20 tahun yang mana responden masih muda dan belum pengalaman dalam melakukan perawatan perineum, serta menentukan cara yang tepat dalam rangka membantu cepatnya proses penyembuhan luka perineum. Lamanya penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh sebagian besar ibu sebagai ibu rumah tangga yang mana ibu tidak mempunyai kesempatan untuk bertukar informasi dengan tenaga kesehatan tentang proses penyembuhan luka perineum sehingga pengetahuan yang dimiliki ibu kurang dan ibu tidak tahu bagaimana cara perawatan perineum di rumah. Kurangnya perawatan perineum akan mengakibatkan lamanya penyembuhan luka bahkan bisa menyebabkan infeksi. Terjadinya infeksi juga akan mengganggu pengecilan rahim (involusi) sehingga rahim akan tetap membesar (sub-involusi). Infeksi yang sudah menjalar ke rahim dapat mengakibatkan perdarahan sehingga ibu biasanya akan diberi obat-obatan untuk membuat dinding dalam rahim berkontraksi sehingga darah dapat dikeluarkan (Rahmi, 2005). Untuk itu pengetahuan masyarakat tentang perawatan perineum dan infeksi nifas dan tindakan cepat untuk segera meminta pertolongan ke fasilitas kesehatan terdekat menjadi kunci utama dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (Syamsul, 2003). Selain itu proses penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh hampir setengah responden berpendidikan SD sejumlah 14 orang (46,7%). Sehingga pengetahuan responden kurang dan responden tidak tahu apa yang harus dilakukan, makanan apa yang harus di konsumsi dan dihindari dalam rangka mempercepat penyembuhan luka. Hubungan Antara Perilaku Pantang Makanan Dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang melakukan pantang makanan, 15 (50%) diantaranya mengalami penyembuhan luka perineum yang lambat. Berdasarkan hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa α hitung lebih kecil dari α tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pantang makanan pada masa nifas. Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makanan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1) faktor predisposisi yang meliputi: pengetahuan, hal ini dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia dan ekonomi, 2) faktor lingkungan yang meliputi: dukungan keluarga dan kebiasaan, serta 3) faktor petugas yang terdiri dari KIE dan sikap atau perilaku petugas kesehatan yang kurang peka terhadap masalah sosial budaya pada ibu nifas. Faktor yang mempunyai pengaruh lebih besar pada pola sosial budaya ibu nifas adalah faktor predisposisi yaitu pengetahuan yang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia, dan status ekonomi dari ibu sendiri (Paath, 2005). Perilaku pantang makanan pada ibu nifas misalnya tidak makan daging, tidak makan sayuran dan buah-buahan menyebabkan proses penyembuhan luka lambat. Hal ini dikarenakan kurangnya kebutuhan gizi pada masa nifas. Karena nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses kesembuhan luka karena dengan nutrisi yang adekuat menyebabkan luka cepat sembuh. PENUTUP. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden melakukan pantang makanan sejumlah 21 responden (70%) dan setengah responden mengalami penyembuhan luka perineum 35 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 ibu nifas adalah lambat sejumlah 15 orang (50%). 15 responden yang melakukan pantang makanan, 15 (50%) diantaranya mengalami penyembuhan luka perineum yang lambat. Berdasarkan hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa α hitung lebih kecil dari α tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pantang makanan pada masa nifas. Bagi Tenaga Kesehatan hendaknya meningkatkan penyuluhan tentang dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas dan keluarga sehingga ibu dapat mengubah kebiasaan pantang makanan. Ibu nifas lebih meningkatkan pengetahuan tentang dampak dari pantang makanan baik melalui media massa maupun media elektronik sehingga ibu tidak melakukan pantang makanan untuk membantu proses penyembuhan luka. DAFTAR PUSTAKA. Alimul. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Asiandi. (2009). Konseling Masa Nifas (http://www.suara-medika.com.id, diakses pada tanggal 4 Januari 2009). Budiarto. (2005). Biostatistik. Jakarta : EGC. Fatma. (2005). Budaya Pantang Makanan Setelah Kelahiran. (http://www.info-kia.com.id, diakses pada tanggal 4 Maret 2010). Hamilton. (2005). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Iskandar. (2006). Pantang makanan Setelah Kelahiran. (http://www.memokita.com, diakses pada tanggal 4 Maret 2010). Iping. (2009). Pantang Makanan Pada Masa Nifas. Bandung : Alfabeta. Kardinan. (2008). Pantang Makanan. (http://www.nikita.com.id, diakses pada tanggal 4 Januari 2009 Krisnatuti.2009. Tarak Selama Masa Nifas. http://www.bali-post.com.id diakses pada tanggal 4 Maret 2010). Badan litbang Kesehatan. (2009). (http://www.litbang kesehatan.co.id, diakses pada tanggal 4 Januari 2009). Nazir. (2005). Metodelogi Penelitian. Bogor : Galia Pustaka. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Nasya. (2008). Budaya Pantang Makanan. (http://www.y-maile.id, diakses pada tanggal 4 Januari 2009). Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Konsep Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta ------------. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT Rineka Cipta. Paath. (2005). Risiko Tinggi Kehamilan. (http://www.info-cyber-neth.com., diakses tanggal 15 April 2010). Reddy. (2005). Alasan Budaya Tarak. (http://www.kalila-neth.com., diakses tanggal 15 April 2010). Potter. (2005). Fundamental keperawatan Jilid I . Jakarta : EGC. Rahmi. (2005). Pantang Makanan. Bandung : EGC. Prawirohardjo. (2009). Ilmu kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Saifudin. (2006). Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sarwono, (2007). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Smeltzer. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Sunaryo,M.Kes. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Kesehatan. Bandung : ALFABETA. Sumarsono. (2006). Perawatan Kehamilan, Kelahiran, Nifas Berdasarkan Perspektif. Bandung : ALFABETA. Swasono. (2004). Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya. Jakarta : UI. Tiran. (2006). Kehamilan dan Permasalahannya. Jakarta : EGC. Varney. (2005). Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC. Varney. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC. 36 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Widyastuti. (2008). Perawatan Ibu Nifas. (http//www.kreasi.com., diakses tanggal 20 Mei 2010). Wikjosastro. (2008). Ilmu Kandungan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Zalilah. (2005). Tarak Pada Masa Nifas. (http//.jadul online.co.id., diakses tanggal 18 Mei 2010). 37 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MEMPENGARUHI KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DI BPS “M” WATES MAGERSARI MOJOKERTO Nurun Ayati ABSTRAK Pada ibu hamil sangat dibutuhkan tubuh yang sehat dan bugar, diupayakan dengan makan teratur, istirahat cukup dan olah tubuh sesuai takaran. Jenis olah tubuh yang paling sesuai untuk ibu hamil adalah senam hamil, disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti pada organ geinital, perut membesar dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil di BPS ―M‖ Wates Magersari Mojokerto. Jenis penelitian penelitian ini menggunakan analitik cross sectional. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent yaitu karakteristik ibu hamil dan variabel dependent yaitu keikutsertaan senam hamil. Populasi yang diambil sejumlah 25 ibu, sedangkan sampel yang diambil sejumlah 25 ibu hamil dengan teknik total sampling. Penelitian ini dilaksanakan di BPS ―M‖ Kota Mojokerto pada tanggal 3- 4 Juli 2010. Tekhnik pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder dan instrument yang digunakan Cheklist. Analisa data menggunakan uji mann whitney. Hasil penelitian persentase terbesar ibu hamil berpendidikan menengah sebesar 48% dan persentase terbesar ibu hamil ikut senam hamil sebesar 76%.Dengan menggunakan uji mann whitney didapatkan < 0,013 < 0,05, hal ini menunjukkan Ho ditolak dan H1 diterima yang artinya ada karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil di BPS ―M‖ Wates Magersari Mojokerto. Pendidikan sangat mempengaruhi pemahaman seseorang sehingga dalam penelitian ini didapatkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi keikutsertaan ibu dalam senam hamil. Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa ada karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil di BPS ―M‖ Wates Magersari Mojokerto. Diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai masukan atau referensi bagi mahasiswa tentang senam hamil dan dapat membantu agar ibu yang tidak mengikuti senam hamil menjadi mau mengikuti senam hamil setelah membaca penelitian ini. Kata Kunci : karakteristik, senam hamil, ibu hamil A. PENDAHULUAN. Kehamilan dan persalinan pada seorang wanita merupakan suatu proses alami. Peristiwa kehamilan melibatkan suatu perubahan fisik, emosional dari ibu maupun perubahan social dalam keluarga (Miranti, 2009). Pada ibu hamil sangat dibutuhkan tubuh yang sehat dan bugar, diupayakan dengan makan teratur, istirahat cukup dan olah tubuh sesuai takaran. Jenis olah tubuh yang paling sesuai untuk ibu hamil adalah senam hamil, disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti pada organ geinital, perut membesar dan lain-lain (Deltapapa, 2009). Olah raga selama kehamilan dapat membantu mempersiapkan kelahiran dengan memperkuat otot dan membentuk daya tahan tubuh. Dengan mengikuti senam hamil diharapkan ibu dapat menjalani persalinan dengan lancar (Arief, 2010). Saat hamil ibu tidak perlu membuat catatan harian dan menganalisis semua makanan dan camilan, ibu cukup memper-hatikan beberapa pedoman dasar. Makan secara teratur dan bervariasi senam hamil sangat membantu selama proses melahirkan anak, selain itu manfaat senam hamil lebih terasa lagi saat mengeluarkan bayi. Beberapa kondisi ibu hamil untuk melaksanakan senam hamil yaitu: status ekonomi, tingkat pendidikan dan tempat tinggal. Senam hamil sebaiknya dilakukan bersama dengan pelatih yang mengerti, sehingga kita tahu apa yang harus dilakukan setiap tahapnya (Yuni, 2009). Selain itu pendidikan juga menjadi faktor penting bagi seseorang agar informasi yang ada dapat tersampaikan.Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Termasuk bagi seorang ibu 38 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 hamil, pendidikan mengenai hal seputar kehamilan juga sangat penting agar ibu semakin mengerti dan memahami apa saja hal yang harus dilakukan selama masa kehamilan agar kehamilannya berjalan sehat dan nyaman (Khadiyanto, 2009). Berdasarkan penelitian wanita yang melakukan senam secara teratur Selama kehamilannya melaporkan tingkat kelemahan yang rendah selama kehamilan dan persalinan, sedikit mengalami ketidaknyamanan dan lebih cepat sembuh pada masa pasca persalinan daripada ibu yang tidak melakukan senam hamil (Dep.Kes.RI, 2003). Pada sebuah serial penelitian atas 876 pasien hamil di Pennylvania dan New York yang melakukan olahraga rekreasional,persalinan lebih mudah di kalangan yang melakukan latihan secara teratur dibandingkan dengan yang hanya latihan sedikit atau yang tidak melakukan latihan sama sekali,juga dijumpai penurunan resiko persalinan terlalu cepat atau terlalu lama. Disamping itu juga didapatkan penurunan resiko persalinan preterm Menurut Survey Demografi Kesehatan yang dilaksanakan tahun 2002 – 2003 tercatat AKI 307 / 100.000 akibat komplikasi kehamilan, serta 262 / 100.000 pada tahin 2007 (Cetak, kompas). Hasil AMP (Audit Maternal dan perinatal) salah satu rumah sakit rujukan di Jawa Timur, selama periode Januari sampai Desember 2009 mendapatkan bahwa penyulit ibu terbanyak adalah partus lama (16%), disusul partus kasep (11%), preeklamsia dan eklamsia (6,4%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Timur (Dinkes) pada 2008 lalu kematian ibu hamil mencapai 15 kasus dari jumlah 18.293 ibu bersalin berbagai faktor penyebab kematian ibu hamil di antaranya, akibat pendarahan mencapai 47 persen. Penyebab lainya adalah kejang-kejang yang dialami ibu hamil yang jumlahnya sebanyak 46%, serta lilitan tali pusat mencapai 6%. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di BPS Hj Siti Malicha pada tanggal 4 - 5 Mei 2010 didapatkan pada bulan april jumlah ibu hamil sebanyak 20 0rang, yang mengikuti senam hamil sebanyak 8 oranag (40%) dan yang tidak mengikuti senam hamil sebanyak 12 orang (60%).Dari 20 orang ibu hamil sebanyak 14 orang ( 70%) berpendidikan SLTP / SMA dan 6 orang (30%) berpendidikan SD. Ibu hamil memerlukan tubuh yang sehat dan bugar sehingga bisa menjalankan tugas rutinnya, sebab wanita hamil pada umumnya mengalami perubahan yang ada di bagian tubuhnya. Salah satu efek yang dapat dirasakan untuk ibu hamil apabila tidak melakukan senam hamil adalah nyeri punggung. Hal ini sering dialami pada kehamilan trimester 3 karena dengan pembesaran rongga perut dan pertambahan berat badan bayi maka tubuh akan mulai membengkak.Kondisi ini akan menyebabkan ternggangnya otot sekitar tulang belakang sehingga terdapat rasa nyeri didaerah punggung (Dougall JM,2003). Diharapkan ibu yang mengikuti senam hamil dapat memperpendek proses persalinan, angka kejadian pada ibu bersalin karena mengalami komplikasi dapat dikurangi. Sebagai tenaga kesehatan didapatkan solusi dari masalah tersebut dengan cara mengikutsertakan senam hamil sebagai salah satu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil,mengadakan senam hamil di pos - pos kesehatan yang ada, memberikan motivasi pada ibu hamil untuk mengikuti senam hamil ketika melakukan kunjungan antenatal. B. 1. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Dasar Pendidikan a. Definisi Menurut UU No. 20 Tahunv2003, Jenjang pendidikan adalah Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan di capai, dan kemampuan yang di kembangkan. b. Jenjang pendidikan dibagi menjadi 3 yaitu: 1) Pendidikan dasar Adalah jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak – anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. 2) Pendidikan menengah Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. 39 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 3) c. d. Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doctor dan spesialis yang di selenggarakan oleh perguruan tinggi. Jalur pendidikan Adalah Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi siri dalam suatu proses pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur pendidikan dibagi 3: 1) Pendidikan formal Merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah – sekolah pada umumnya. Jalur ini mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. 2) Pendidikan Non formal Paling banyak terdapat pada usia dini , serta pendidikan dasar adalah TPA atau taman pendidikan Al-Quran.Selain itu ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus music, bimbingan belajar dan sebagainya. 3) Pendidikan informal Jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Jenis pendidikan Kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan ada 7 yaitu: 1) Pendidikan umum Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya SD, SMP dan SMA. 2) Pendidikan kejuruan Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuknya SMK (Sekolah memenengah kejuruan). 3) Pendidikan Akademik Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan terutama pada disiplin ilmu pengetahuan tertentu. 4) Pendidikan Profesional Pendidikan profesi merupakan pendidikan setelah program sarjana yanag mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional. 5) Pendidikan vokasi Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta dididk untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (S1). 6) Pendidikan keagamaan Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah,dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama. 7) Pendidikan khusus Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau pesrta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara eksklusif (bergabung dengan sekolah luar biasa) atau beberapa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. 40 HOSPITAL MAJAPAHIT 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Konsep Dasar Ibu Hamil a. Definisi Ibu hamil adalah : Seorang ibu yang mengandung dalam jangka waktu 9 bulan atau 40 minggu yang dibagi dalam 3 bulan atau trimester, trimester 1 pada minggu 1 sampai ke minggu 13,kedua dari 14 sampai 26 minggu dan ketiga minggu ke 27 sampai akhir kehamilan atau aterm (38, 40 minggu) (Bobak dan Jansen, 2005). Ibu hamil adalah: Sebutan untuk orang perempuan yang mengandung, wanita yang bersuami, panggilan untuk wanita hamil. (Poerwodarminto, 2003 :62) Masa hamil adalah : Masa yang dilalui seorang wanita dengan kebutuhan berbagai unsur gizi yang jauh lebih banyak dari pada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari partama haid terakhir (Sarwono, 2006 :89). b. Tanda – tanda kehamilan Menurut Januadi (2009:24) Tanda – tanda kehamilan adalah sebagai berikut: 1) Gejala kehamilan tidak pasti a) Menstruasi terlambat (Amenorea) Umumnya wanita hamil terlambat menstruasi atau tidak menstrusai lagi. Gejala ini biasanya dialami wanita dengan riwayat menstruasi normal. b) Merasa mual dan muntah. Umumnya terjadi pada bulan – bulan pertama kehamilan dan sering terjadi pada pagi hari. c) Sulit buang air besar. Gejala ini disebabkan tonus traktus digestivus yang berkurang karena hormone steroid (progesteron). d) Sering buang air kecil. Gejala ini disebabkan uterus yang mulai membesar sehingga menekan kandung kemih. Begitu uterus keluar dri rongga panggul keluhan ini berkurang. 2) Tanda kehamilan tidak pasti.. a) Perubahan payudara. b) Perubahan pada perut. c) Leukore (Keputihan). d) Epulis ( Pembengkakan pada gusi ). e) Suhu basal yang meningkat dan tetap tinggi setelah ovulasi. f) Perubahan rahim yang dapat berupa : (1) Tanda Chadwick. (2) Tanda Goodel. (3) Tanda Piscaseck. (4) Tanda Hegar. (5) Periksa dalam. (6) Tes Kehamilan. 3) Tanda Kehamilan Pasti. a) Terlihat adanya gambaran janin melalui USG (Ultrasonography). b) Pemeriksa merasakan gerakan janin dalam rahim pada usia kehamilan 20 minggu. c) Terliahat adanya gambaran kerangka janin dengan pemeriksaan radiology. d) Terdengarnya denyut jantung janin. c. Perubahan wanita pada saat hamil Pada kehamilan terdapat perubahan pada seliruh tubuh wanita , khususnya pada alat genitalia eksterna dan interna dan pada payudara (mammae). Menurut (Sarwono, 2005:89). 41 HOSPITAL MAJAPAHIT 1) 2) 3) 4) 5) 6) Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Perubahan yang terdapat pada wanita hamil antara lain: Uterus Uterus akan membesar pada bulan – bulan pertama di bawah pengaruh esterogen dan progesteron yang kadarnya menungkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh Hipertrofi otot polos uterus. Berat uterus normal lebih kurang 30 gram pada akhir kehamilan (40 minggu) berat uterus ini menjadi 1000 garm , dengan panjang lebih kurang 20 cm dan dinding lebih kurang 2,5 cm. Hubungan antara besarnya uterus dengan tuanya kehamilan sangat penting diketahui, antara lain untuk membuat diagnosis apakah wanita tersebut hamil fisiologik, atau hamil ganda , atau menderuta penyakit seperti mola hidatidosa , dan sebagainya. Uterus pada wanita tidak hamil kira – kira sebesar telur ayam. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar sebesar telur bebek, dan pada kehamilan 12 minggu kira – kira sebesar telur angsa. Pada kehamilan 16 minggu besar uterus kira – kira sebesar kepala bayi atau sebesar tinju orang dewasa. Pada kehamilan 20 minggu fundus uteri terletak kira- kira di pinggir bawah pusat , sedangkan pada kehamilan 24 minggu fundus uteri berada tepat di pinggir atas pusat. Pada 28 minggu fundus uteri terletak kira – kira 3 jari diatas pusat atau sepertiga jarak antara pusat ke prosessus xipoideus. Pada kehamilan 32 minggu fundus uteri terletak diantara setengah jarak pusat dan prosessus xipoideus. Pada kehamilan 36 minggu fundus uteri terletak kira - kira 1 jari di bawah prosessus xipoideus. Serviks uteri Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena hormon esterogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat, hanya 10 % jaringan otot. Serviks yang terdiri atas jaringan ikat dan hanya sedikit mengandung jaringan otot mempunyai fungsi sebagai sfingter.Kelenjar – kelenjar di serviks akan mengeluarkan sekresi lebih banyak.Kadang – kadang wanita yang sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan pervaginam lebih banyak. Keadaan ini sampai batas tertentu masih keadaan yang fisiologik. Vagina dan vulva Vagina dan vulva akibat hormon esterogen mengalami perubahan pula. Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah , agak kebiru – biruan (livide). Tanda ini disebut tanda Chadwick. Ovarium Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai terbenttuknya plasenta kira – kira kehamilan 16 minggu. Diperkirakan korpus luteum adalah tempat sintesis dari relaxin pada awal kehamilan. Kadar relaxin di sirkulasi maternal dapat ditentukandan meningkat dalam trimester pertama. Mamma Mamma akan membesar dan tegang akibat hormone somatomammotropin esterogen dan progesterone, akan tetapi belum mengeluarkan air susu. somatomammotropin mempengaruhi pertumbuhan sel – sel asinus pula dan menimbulkan perubahan dalam sel- sel, sehingga terjadi pembuatan kasein ,laktalbumin dan laktoglobulin. Dengan demikian, mamma dipersiapkan untuk laktasi. Disamping itu dibawah pengaruh progesterone dan somatoma mmotropin, terbenyuk lemak di sekitar kelompok – kelompok alveolus, sehingga mamma menjadi lebih besar. Papilla mamma akan membesar, lebih tegak dan tampak lebih hitam. Glandula Montgomery tampak lebih jelas menonjol di permukaan areola mamma. Sirkulasi darah Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan di pengaruhi oleh adanya sirkulasi ke placenta,uterus yang membesar dengan pembuluh – pembuluh darah yang membesar pula, mamma dan alat lain – lain yang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Volume darah akan bertambah banyak , kira – kira 25% dengan puncak kehamilan 32 42 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 minggu,diikuti dengan cardiac output yang meninggi sekitar 30%.Jumlah leukosit meningkat sampai 10.000 per ml, dan produksi trombosit pun meningkat pula. 7) Sistem respirasi Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh tentang rasa sesak dan pendek nafas.Hal ini di temukan pada kehamilan 32 minggu keatas, oleh sehingga diafragma kurang leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat kira – kira 20%,seorang wanita hamil selalu bernafas lebih dalam dan bagian bawah toraksnya juga melebar ke sisi. 8) Traktus urinaria Pada bulan – bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar , sehingga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Dalam ureter kanan dan kiri membesar karena pengaruh progesteron. Akan tetapi ureter kanan lebih membesar daripada ureter kiri, karena mengalami lebih banyak tekanan dibandingkan ureter kiri.hal ini disebabkan oleh karena uterus lebih sering memutar kearah kanan. Mungkin karena orang bergerak lebih sering meakai tangan kanannya, atau disebabkan oleh letak kolon dan sigmoid yang berada di belakang kiri uterus. Di samping sering kencing tersebut diatas terdapat pula poliuria.poliuria disebabkan oleh adanya peningkatan sirkulasi darah di ginjal pada kehamilan, sehingga filtrasi di glomelurus juga meningkat sampai 69%. Reabsorpsi di tubulus tidak berubah, sehingga lebih banyak dapat dikeluarkan urea, asam urik, glukosa, asam amino, asam folik dalam kehamilan. 9) Kulit Pada kulit terdapat deposit pigmen dan hiperpigmentasi alat alat tertentu. Pigmentasi disebabkan oleh pengaruh melanophore stimulating hormone (MSH) yang meningkat.MSH ini adalah salah satu hurmon yang juga dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis. Kadang – kadang terdapat deposit pigmen pada dahi , pipi , dan hidung,dikenal sebagai kloasma gravidarum. 10) Metabolisme dalam kehamilan Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi , sistem endokrin juga meniggi, dan tampak lebih jelas kelenjar gondoknya (glandula teroidea). BMR menigkat hingga 15 sampai 20%yang umunya ditemukan pada triwulan terakhir. Keseimbangan asam alkali sedikit mengalami kadar sebesar 155mEq per liter menurun sampai 145 - 147 mEq per liter. Sehubungan dengan ini , serum Na menurun dari 142mEq per liter sampai 135 – 137mEq per liter dan disertai oleh turunnya plasma bikarbonat dari 25 ke 22mEq per liter. Wnita dalam kehamilan memerlukan tambahan besi sekitar 800mg. Sayang sekali kebanyakan wanita hamil disini tidak mempunyai cukup persediaan besi pada awal kehamilan. Sebaiknya diet wanita hamil ditambah dengan 30- 50 mg bei sehari, ini dapatdiberikan sebagai sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus sesudah makan. 3. Kosep Dasar Senam Hamil Senam hamil pada kehamilan normal atas nasihat dari dokter atau bidan, dapat di mulai pada kehamilan kurang lebih 16 – 38 minggu. Ibu hamil dapat mengikuti kelass senam hamil yang disediakan di fasilitas kesehatan dengan instruktur yang bersertifikat. Pelaksanaan senam sedikitnya seminggu sekali dan memggunakan pakaian yang longgar dan sesuai.Lakukan pemanasan dan pendinginan setiap kali senam (Salmah,2006:118). Pernafasan untuk relaksasi akan sangat berguna . Selain itu , akan melatih tubuh anda dan memperkuat pernyataan bahwa pengasahan tenaga fisik bisa di dampingi oleh pernafasan lambat.Pernafasan juga membantu member oksigen pada tubuh dengan baik yang diperlukan selama senam (Arief,2010).Beberapa faktor yang mempengaruhi keikutsertaan ibu terhadap senam hamil antara lain: status ekonomi, tingkat pendidikan dan tempat tinggal (Sahala, 2009). 43 HOSPITAL MAJAPAHIT a. b. c. d. e. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Definisi Senam hamil adalah : Terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik atau mental, pada persalinan cepat, aman dan spontan (Deltapapa, 2009). Senam hamil adalah : melatih pernafasan menjelang persalinan sehaingga pada saat detik – detik kelahiran si bayi sang ibu bisa rileks dan menguasai keadaan (Miranti, 2009). Manfaat senam hamil Menurut (Salmah, 2006:118) manfaat senam hamil adalah sebagai berikut: 1) Memperbaiki sirkulasi darah. 2) Mengurangi pembengkakan. 3) Memperbaiki keseimbangan otot. 4) Menguatkan otot perut. 5) Mengurangi kram atau kejang pada kaki. 6) Mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan. Tujuan senam hamil 1) Menguasai tekhnik pernafasan. Latihan pernafasan sangat bermanfaat untuk mendapatkan oksigen, sedangkan tekhnik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi persalinan. 2) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot – otot dinding perut sehingga dapat mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di daerah bokong, nyeri di daerah perut bagian bawah , dan keluhan wasir. 3) Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh. 4) Melatih relaksasi sempurna dengan latihan – latihan kontraksi dan relaksasi (relaksasi diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit). 5) Ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan sehingga ibu dan bayi sehat setelah persalinan. Kontra indikasi senam hamil Ada wanita yang tidak boleh melakukan olahraga selama kehamilan. Ibu hamil tidak boleh melakukan olah raga selama kehamilan jika mengalami: 1) Tekanan darah tinggi pada awal kehamilan. Meningkatnya tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya hambatan dalam pembuluh darah perifer ,terutama akibat vasokontreaksi umum (Prawirohardjo, 2005:444). 2) Diagnosa penyakit jantung. Dalam kehamilan frekuensi detak jantung agak meningkat dan nadi rata- rata mencapai 88 per menit dalam kehamilan 34 – 36 minggu. Jadi dapat di simpulkan bahwa penyakit jantung menjadi lebih berat karena kehamilan.Bahkan dapat berlanjut menjadi dekompensasi kordis (Prawirohardjo, 2005:430). Pedoman keselamatan untuk senam antenatal Menurut WHO (2001:2-99) Pedoman keselamatan untuk senam hamil adalah sebagai berikut: 1) Boleh melakukan smua bentuk senam dalam kehamilan yang sudah terbiasa dilakukan oleh seorang wanita. 2) Minum yang cukup sebelum, selama dan sesudah melakukan senam adalah sangat penting.Wanita hendaknya mengkonsumsi 1-2 liter air dalam sehari. 3) Senam aerobic pada bagian kaki terbatas sampai 20-30 menit bagi wanita yang merasa kurang fit dan 30-45 menit bagi wanita yang merasa yang lebih fit. 4) Hindari senam jika sudah terjadi perdarahan , ancaman persalinan kurang bulan ,serviks yang tidak kuat (Inkopeten serviks), pertumbuhan lambat intrauterine dan demam. 5) Senam teratur dengan ringan hingga sedang atau 3 kali seminggu lebih disukai hingga kegiatan senam secara aktif sesekali. 44 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 6) f. g. Hindari senam telentang dengan kaki lurus, melompat, pengangkatan kaki secara lurus dan sit up (duduk) penuh. 7) Jangan meregangkan otot sehingga melampaui resistansi maksium oleh karena itu efek hormonal dari kehamilan atas relaksasi ligamen. 8) Warming up (pernafasan) dan colling down (pendinginan) harus secara berangsur – angsur. 9) Bangkit dari lantai hendaknya secara beragsur- angsur untuk enghindari hipertensi orthostatis. Menurut Gill thorn (2004:61) Ada 5 langkah untuk ibu hamil menjadi lebih bugar antara lain: 1) Lakukan pemanasan otot dengan beberapa pergangan yang lebih ringan. Bisa juga dengan music. 2) Lakukan latihan dasar untuk wilayah panggul. 3) Lakukan latihan lain, ganti- gantilah selama seminggu tapi usahakan untuk melakukan sekurangnya satu latihan untuk setiap bagian tubuh. 4) Terus pikirkan dengan sadar tentang postur tubuh setiap latihan. 5) Akhiri setiap sesi olahraga dengan latihan pendinginan dan relaksasi, rileks dengan seksama selam mungkin , kemudian bangun perlahan. Pengaruh perubahan tubuh pada tiap trimester terhadap pelatihan senam hamil. 1) Trimester pertama Latihan yang dikerjakan secara teratur akan bermanfaat : a) Membantu perkembangan system peredaran darah dalam menyediakan oksigen untuk bayi anda. b) Mengurangi rasa tidak nyaman (yang dialami oleh kebanyakan perempuan) semasa kehamilan, seperti kepala pusing, mual, dank ram otot. c) Membantu dalam menjaga berat badan agar tetap seimbang atau ideal sesuai dengan usia kehamila, sehingga tidak terjadi kegemukan dan tidak terkena gejala diabetes semasa kehamilan. d) Terhindar dari rasa setres. e) Membantu menyiapkan diri anda secara fisik untuk tetap melakuka aktifitas rutin seperti bekerja, memasak, dan lain- lain. 2) Trimester kedua Pada trimester kedua ini latihan yang teratur akan mempunyai manfaat, antara lain : a) Mengurangi rasa tidak nyaman. b) Menjaga berat badan seperti yang sudah direkomendasikan. c) Menurunkan resiko penyakit diabetes. d) Mengurangi konstipasi. e) Mengurangi resiko kram otot. f) Membantu anda menyiapkan secara fisik agar kuat dalam melakukan aktifitas ringan sehari-hari dan mempunyai fisik yang sehat dalam menghadapi persalinan nanti. g) Meningkatkan rasa percaya diri. 3) Trimester ketiga Latihan pada trimester ketiga ini akan membantu anda menyiapkan diri secara fisik dan mental untuk menghadapi kelahira bayi anda. Manfaatnya antara lain : a) Meningkatkan daya tahan tubuh b) Membantu proses melahirkan berjalan cepat (normal) dengan sedikit tindakan medis. c) Mengurangi tersobeknya vagina pada saat proses melahirkan. d) Mengurangi tindakan operasi melahirkan (operasi caesarea). Rangkaian gerakan Senam Hamil 1) Rangkaian peregangan otot 45 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 a) 2) Peregangan otot leher dan punggung bagian atas Genggam tangan anda, tarik keluar kedua tangan anda kedepan setinggi dada. b) Peregangan otot bahu dan dada Berdirilah menghadap tembok, taruhlah telapak tangan dan lengan bagian bawah anda ketembok, kemudian putar secara lembut tubuh anda menjauh tembok sampai anda merasakan otot bagian dada dan bahu tertarik. Usahakan siku hanya sedikit tertekuk. c) Peregangan otot paha Peganglah bagian belakang kursi untuk keseimbangan, tekuk salah satu kaki keatas adan genggang bagian pergelangan kaki. Secara perlahan turunkan kaki anda sampai anda merasakan otot paha tertarik. Anda juga bisa mendorong pinggul anda kedepan dengan lembut untuk menambah daya regang otot paha. d) Peregangan otot Hams tring Gunakan sebuah kursi untuk membantu keseimbangan, tempatkan salah satu kaki anda ke depan dengan tumit masih menyentuh lantai. Jagalah agar tetap lurus dan tekuk keepan secara perlahan sampai anda merasakan otoot kaki bagian belakang dan pantat tertarik. Usahakan agar perut tidak memantul. e) Peregangan otot betis Gunakan sebuah kursi atau tembok untuk membantu gerakan ini, dorong salah satu kaki kebelakang, jagalah agar kedua kaki datar kelantai dengan jari kaki tetap menunjuk kedepan. f) Peregangan ileotibial Dalam posisi berdiri , silangkan kaki kiri di depan kaki kanan anda, kemudian miringkan ke kiri sambil menyondongkan pinggul bagian kanan sejauh mungkin ke kanan. Ulangi gerakan untuk bagian yang berlawanan. g) Peregangan otot paha bagian dalam. Ambil posisi duduk, temukan kedua telapak kaki anda.Taruh kedua tangan anda di belakang tubuh untuk keseinbangan , gerakkan kedua lutut anda kearah lantai. h) Peregangan Gluteal Rebahkan tubuh anda sambil menekuk lutut kaki kiri , kaki kanan disilangkan sehingga pergelangan kaki kanan menumpu pada lutut kaki kiri atau paha atas. Raih dan tarik kaki kiri kearah anda. Gerakan ini juga bisa dilakukan dengan cara duduk di kursi. Rangkaian senam inti a) Punggung menempel tembok Berdirilah membelakangi tembok dengan kaki selebar bahu, ambil jarak dengan tembok kira – kira 12 – 30 cm. Tekuk lutut anda sehingga punggung menempel di dindiing. Secara perlahan luruskan lutut dengan punggung tetap menempel di tembok dan otot abdominal terasa mengencang, Tahan posisi ini selama 20 detik dengan tetap rileks (santai), ulangi sampai 5x. b) Melengkung seperti kucing Bertumpulah dengan kedua tangan dan lutut anda,buatlah punggung mengencang tetapi usahakan agar punggung anda tetap lentur. Kerutkan otot – otot abdominal dan lengkungkan punggung anda.Tahan posisi ini selama 20 detik kemudian kendurkan (istirahat), ulangi lagi sampai 4 – 6 x. c) Miring dan melingkar Berbaringlah dengan badan miring, tekuk lutut anda dengan kedua bahu,paha dan lutut berada segaris. Angkat tubuh bagian atas sampai ujung tangan anda mencapai kaki. Lakukan gerakan ini 10 – 15 x pada masing – masing sisi. 46 HOSPITAL MAJAPAHIT d) e) 4. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Mengangkat punggung Letakkan handuk yang panjang di bawah kedua paha anda, dan lekattan pada keduanya.sambil menekuk lutut anda 45 derajat dan paha 90 derajat, luruskan pinggang anda. Tahan posisi ini selama 20 detik, kemudian beristirahat. Ulangi gerakan ini 10 – 15 x. Bagian atas melengkung Duduklah di kursi dengan menghadap sebuah meja, Letakkan kedua tangan diatas meja tersebut.Kencangkan abdominal anda dan tundukkan (dengan sedikit dorongan) kepala anda kebawah sambil kedua lengan anda menahannya. Ulangi gerakan ini 10 – 15 x. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah model konseptual yang berkaitan denagn bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2008). Faktor – faktor yang mempengaruhi keikutsertaan ibu hamil untuk senam hamil : 1. Status ekonomi 2. Tempat tinggal 3. Tingkat pendidikan Dasar (SD, SMP) Menengah (SMA) Mengikuti senam hamil Pelaksanaan senam hamil Tidak mengikuti senam hamil Tinggi (PT) Sumber : Sahala (2009) Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti Gambar 5. Kerangka Konseptual Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil Di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto C. METODE PENELITIAN. 1. Desain Penelitian. Jenis penelitian adalah analitik, sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Cross sectional adalah jenis penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan(sekali waktu) (Hidayat,2008). 2. Hipotesis. Hipotesis adalah Jawaban sementara dari pertanyaan penelitian atau rumusan masalah (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini hipotesisnya adalah : H1 : Ada Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil. Ho : Tidak ada Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil. 3. Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu hamil yang ada di BPS ―M‖ pada bulan Juni 2010 sebanyak 25 orang. Sampel penelitian ini diambil dari seluruh ibu hamil yang ada di BPS ―M‖ pada bulan Juni 2010 sebanyak 25 orang dengan teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Total sampling, yaitu Teknik penentuan sampel dengan 47 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel.Hal tersebut dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang (Sugiyono,2010). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik ibu hamil, sedangkan variabel dependennya yaitu Keikutsertaan senam hamil. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder yaitu : Data yang telah ada/dikumpulkan oleh pihak lain dan data sudah ada, dengan instrument pengumpulan data yang di gunakan adalah Cheklist. Tabel 17. Definisi Operasional Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil Di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto Variabel Variabel independen: karakteristik ibu hamil Variabel Dependen: Keikutsertaan senam hamil 4. Definisi Operasional Tahapan pendidikan yang di tentukan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Diukur dengan Cheklist Terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil secara fisik dan mental. Diukur dengan Absensi senam hamil & Cheklist Kriteria Skala Pendidikan dasar = SD – SMP Pendidikan menengah = SMA Pendidikan tinggi = PT (Khadiyanto, 2009) Ordinal Mengikuti senam hamil = 2 Tidak mengikuti senam hamil = 1 Nominal Teknik Analisis Data. a. Analisa Univariat Menggunakan data dari setiap variabel yaitu variabel Independent tentang tingkat pendidikan dan variabel dependent keikutsertaan senam hamil dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dalam bentuk presentase. Dimana penilaiannya dipersentasekan dengan rumus: Keterangan : N : Persentase SP : Angka kejadian SM : Populasi (Arikunto, 2006) b. Pembacaan tabel dikutip dari Eko Budiarto (2001), dimana pada data distribusi relatif kita dapat mengetahui prosentase suatu kelompok terhadap seluruh pengamatan dengan menuliskan hasil prosentase terbesar. Analisa Bivariat Analisa Bivariat merupakan langkah awal dalam melihat struktur hubungan antar variabel apakah memang ada hubungan, perbedaan atau pengaruh antara 2 variabel. Analisa penelitian ini menggunakan rumus Mann-Whitney dengan SPSS rumus MannWhitney yaitu : U1 = n1 n2 + n1 ( n1 +1 ) – R1 2 U2 = n1 n2 + n2 ( n2 + 1 ) – R2 2 48 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Keterangan : n1 : Jumlah sampel 1 n2 : Jumlah sampel 2 U1 : Jumlah peningkatan 1 U2 : Jumlah peningkatan 2 R1 : Jumlah rangking pada sampel 1 R2 : Jumlah rangking pada sampel 2 D. HASIL PENELITIAN. 1. Data Umum. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur. Tabel 18. Karakteristik Umur Responden di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto Pada Tanggal 03 – 04 Juli 2010. No. Umur Frekuensi Persentase (%) 1. > 20 0 0 2. 20-35 23 92 3. > 35 2 8 Total 25 100 Tabel 18 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berumur 20-35 tahun sebesar 23 orang (92%). b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak. Tabel 19. Karakteristik Jumlah Anak Responden di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto Pada Tanggal 03 – 04 Juli 2010. No. Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%) 1. 1 10 40 2. 2 10 40 3. 3 5 20 4. >3 0 0 Total 25 100 Tabel 19 Menunjukkan bahwa persentase terbesar dengan jumlah anak 1 dan 2 sebesar 10 responden (40%). c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan. Tabel 20. Karakteristik Pekerjaan Responden di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto Pada Tanggal 03 – 04 Juli 2010. No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1. Bekerja 11 44 2. Tidak bekerja 14 56 Total 25 100 Tabel 20 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden tidak bekerja sebesar 14 responden (56%). 2. Data Khusus. a. Tingkat Pendidikan Ibu Hamil. Tabel 21. Tingkat Pendidikan Ibu Hamil di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto Pada Tanggal 03 – 04 Juli 2010. No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1. Dasar 9 36 2. Menengah 12 48 3. Tinggi 4 16 Total 25 100 Tabel 21 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berpendidikan menengah (SMA) sebesar 12 responden (48%). 49 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 b. E. 1. Keikutsertaan Senam Hamil. Tabel 22. Keikutsertaan Senam Hamil di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto Pada Tanggal 03 – 04 Juli 2010. No. Keikutsertaan Senam Hamil Frekuensi Persentase (%) 1. Mengikuti senam hamil 19 76 2. Tidak mengikuti senam hamil 6 24 Total 25 100 Tabel 22 Menunjukkan bahwa persentase terbesar reponden ikut senam hamil sebesar 19 responden (76%). c. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Keikutsertaan Senam Hamil. Tabel 23. Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Keikutsertaan Senam Hamil di BPS “M” Wates Magersari Mojokerto Pada Tanggal 03 – 04 Juli 2010. Keikutsertaan Senam Hamil TOTAL Pendidikan Ibu Mengikuti Senam Tidak Mengikuti No. Hamil Hamil Senam Hamil f (%) f (%) f (%) 1. Dasar 0 0 4 16 4 16 2. Menengah 11 44 1 4 12 48 3. Tinggi 8 32 1 4 9 36 19 76 6 24 25 100 Jumlah Berdasarkan tabel 23 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ibu hamil pendidikan menengah cenderung ikut senam hamil sebanyak 11 responden (44%). Sedangkan pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil, berdasarkan uji korelasional mann whitney diperoleh nilai = 0,013 < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil. . PEMBAHASAN. Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Tabel 21 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berpendidikan menengah (SMA) sebesar 12 responden (48%). Menurut UU No.20 Tahun 2003 Jenjang pendidikan adalah Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan di capai, dan kemampuan yang di kembangkan Pendidikan sangat mempengaruhi ibu hamil untuk ikut dalam mendapatkan informasi seputar kehamilan. Ibu yang mempunyai Pendidikan menengah (SMA) sangat wajar jika mempunyai wawasan yang luas yang diperoleh dari petugas kesehatan, maupun pengalaman orang lain serta bisa berfikir lebih matang akan hal – hal apa saja yang perlu di lakukan untuk kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Dilihat dari faktor pendidikan, ibu yang berpendidikan menengah akan lebih mudah untuk memperoleh wawasan sehingga berminat untuk ikut mengikuti program yang berkenaan dengan kehamilannya. Seorang ibu hamil yang berpendidikan rendah biasanya hanya memiliki sedikit pengalaman dan tabu akan apa saja yang berkenaan dengan kehamilan. Dari hasil penelitian di dapatkan persentase terbesar adalah pada usia 20 - 35 sebesar 23 responden (92%). Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan mampu menerima informasi yang diberikan sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah , akan menghambat perkembangan seseorang dalam menerima informasi dan nilai – nilai yang di perkenalkan (Khadiyanto, 2009). Rentan usia sangat mempengaruhi seseorang dalam menempuh pendidikan karena kesiapan dan waktu yang ditempuh setiap orang berbeda beda untuk mencapai tingkat pendidikan tertentu. 50 HOSPITAL MAJAPAHIT 2. 3. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah pada jumlah anak 1 dan 2 sebesar 10 responden (40%). Banyaknya anak dari seseorang ibu mulai dari 1 sampai dengan anak yang terakhir pengetahuan ibu pada multigravida (jumlah anak lebih dari 1) lebih banyak dari pengetahuan ibu primigravida ( jumlah anak 1) oleh karena faktor pengalaman (Soetjiningsih,2003). Semakin banyak jumlah anak semakin banyak pengalaman yang didapat dan tentunya di dukung dengan pendidikan ibu. Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah pada ibu tidak bekerja sebesar 14 responden (56%). Lingkungan pekerjaan juga dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung (Khadiyanto, 2009). Pekerjaan yang didapatkan tentu sangat di pengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki seseorang. Keikutsertaan Senam Hamil Tabel 22 Menunjukkan bahwa persentase terbesar reponden ikut senam hamil sebesar 19 responden (76%). Senam hamil adalah Terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik atau mental, pada persalinan cepat, aman dan spontan. Senam hamil adalah melatih pernafasan menjelang persalinan sehaingga pada saat detik – detik kelahiran si bayi sang ibu bisa rileks dan menguasai keadaan (Miranti, 2009). Senam hamil juga bermanfaat untuk mengurangi pembengkakan, memperbaiki keseimbangan otot dan menguatkan otot perut. Hal ini sangat penting agar pada saat melahirkan bisa berjalan dengan normal. Manfaat lain dari senam hamil dapat mengurangi kram atau kejang pada kaki dan mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan. Senam hamil juga berpengaruh untuk membantu perkembangan system peredaran darah dalam menyediakan oksigen untuk bayi anda, mengurangi rasa tidak nyaman (yang dialami oleh kebanyakan perempuan) semasa kehamilan, seperti kepala pusing, mual, dan kram otot dan membantu dalam menjaga berat badan agar tetap seimbang atau ideal sesuai dengan usia kehamila, sehingga tidak terjadi kegemukan dan tidak terkena gejala diabetes semasa kehamilan (Salmah, 2006). Ibu hamil yang aktif melakukan senam hamil sangat bermanfaat untuk memperbaiki sirkulasi darah, karena dengan sirkulasi darah yang lancar akan membuat ibu hamil sehat dan janin yang dikandungnya sehat sampai tiba waktu lahir. Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah pada usia 20 - 35 sebesar 23 responden (92%). Dari segi kepercayaan usia seseorang yang lebih dewasa akan dipercaya dari pada orang – orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Nursalam, 2001). Semakin dewasa usia seseorang maka semakin siap seseorang untuk menerima hal- hal baru termasuk dengan adanya senam hamil. Mereka yang paham akan mengikuti senam hamil ini. Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah pada jumlah anak 1 dan 2 sebesar 10 responden (40%). Ibu yang primigravida akan cenderung lebih tertarik mengikuti senam hamil karena ini adalah awal mereka menjadi seorang ibu dan pastinya mereka ingin yang terbaik bagi dirinya dan janin nya sehingga mereka mau mengikuti senam hamil.Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah ibu yang tidak bekerja sebesar 14 responden (56%). Ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki lebih banyak waktu untuk mengikuti senam hamil di bandingkan ibu hamil yang bekerja. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Keikutsertaan Senam Hamil. Berdasarkan tabel 23 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ibu hamil pendidikan menengah cenderung ikut senam hamil sebanyak 11 responden (44%). Berdasarkan tabel 23 diketahui bahwa persentase terbesar responden mengikuti senam hamil sebesar 19 responden (76%).Melalui uji mann whitney dengan software SPSS menunjukkan = 0,013< α = 0,05 sehingga H0 ditolak yang artinya adanya hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil. Sehingga ada karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil. Faktor–faktor yang mempengaruhi Ibu hamil untuk melaksanakan senam hamil ada 3 yaitu : Status Ekonomi, tingkat pendidikan, dan tempat tinggal. Dimana tingkat pendidikan juga mempengaruhi sejauh mana Ibu hamil tahu dan memahami tentang senam hamil (Sahala, 2009). 51 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Dimana senam hamil adalah suatu terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil baik secara fisik dan mental pada persalinan cepat , aman dan spontan (Deltapapa, 2009) Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu hamil maka ibu hamil semakin aktif melakukan senam hamil. Dengan pendidikan menengah ibu hamil memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang manfaat dari senam hamil. Selain itu ibu hamil yang berpendidikan menengah lebih mudah memahami cara melakukan senam hamil dengan benar sehingga akan membuat sirkulasi darah lancar, tidak terjadi pembengkakan kaki pada ibu hamil dan proses persalinan dapat berjalan dengan normal.Dalam penelitian juga didapatkan ada 6 orang yang tidak mengikuti senam hamil, hal tersebut dikarenakan sebagian besar ibu hamil tersebut berpendidikan dasar. Kita tahu bahwa seseorang yang memiliki pendidikan dasar sangat sulit menerima informasi yang ada. Oleh karena itu mereka tidak mengikuti senam hamil. Pengetahuan yang didapat kurang dan juga kurangnya minat atau keinginan dari sang ibu hamil membuatnya juga takut untuk mengikuti senam hamil. Selain itu walaupun seorang ibu hamil berpendidikan tinggi ada juga seorang ibu yang tidak mengikuti senam hamil. Hal tersebut dipengaruhi pekerjaaan ibu.Kesibukan bekerja membuat ibu hamil yang berpendidikan tinggi tidak dapat mengikuti senam hamil. Ibu hamil yang bekerja pastinya akan sedikit kerepotan membagi waktu antara bekerja dengan mengikuti senam hamil. Jadi jelas bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil. F. PENUTUP. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan ibu hamil persentase terbesar berpendidikan menengah sebanyak 12 orang (48%), keikutsertaan senam hamil persentase terbesar sebanyak 19 orang (76%). Tingkat pendidikan ibu hamil pendidikan menengah cenderung ikut senam hamil sebanyak 11 responden (44%). Berdasarkan uji mann whitney menunjukkan = 0,013 < α = 0,05 sehingga H0 ditolak artinya hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil. Sehingga ada karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi seluruh ibu hamil dan denagn adanya senam hamil ini di harapkan dapat mengurangi kasus penyulit bagi ibu hamil saat menghadapi persalinannya nanti. Diharapkan juga dapat mengembangkan faktor - faktor lain yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil dan meningkatkan pelayanan kesehatan terutama program senam hamil ini misalnya dengan bekerja sama dengan pihak sponsor sehingga ibu yang tidak mengikuti senam hamil menjadi tertarik untuk mengikuti senam hamil. DAFTAR PUSTAKA. Arikunto. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan analitik. Jakarta : Rhineka Cipta. Brayshaw, E. (2007). Senam hamil dan nifas. Jakarta : Erlangga. Bobak , Lawdermik. (2005).Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta : EGC. Budiarto, Eko. (2001). Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC Dougall, J.M. (2003).Kehamilan minggu demi minggu. Jakarta : Erlangga. Hidayat, Alimul aziz. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Januadi, E. (2009). Memprsiakan kehamilan sehat. Jakarta : Puspa Swara. Nurhaeni, Arief. (2010). Kehamilan dan kelahiran sehat. Yogyakarta: Pyramedia. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Kerperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. (2001). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta : EGC. Puti,Fania dr. (2010). Buku pintar ibu hamil. Yogyakarta : Second hope. Puspitorini,Mtra dr. (2009). Panduan praktis senam hamil. Yogyakarta : Diglossia Media Baru. Prawirohardjo, Sarwono. (2006). Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : YBP-SP. Poerwodarminto. (2003). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta : ALFABETA. 52 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Salmah. (2006). Asuhan kebidanan antenatal. Jakarta : EGC. Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta. Soetjiningsih. (2003). Tumbuh kembang anak. Surabaya : EGC. Thorn, Gill. (2004). Kehamilan sehat. Jakarta : Erlangga. WHO. (2001). Konsep asuhan kebidanan. Jakarta : JHPIEGO. Deltapapa. (2009). Senam hamil. (http://www.deltapapa.wordpress.com/2009/01/14/senam hamil, diakses tanggal 21 april 2010). Miranti. (2009). Senam Hamil Mempermulus Persalinan, (http://www.kaltimpost.web.id, diakses tanggal 21 april 2010. Hamonangan, Sahala. (2009). Kelas Status Sosial. (http://www.quicksmile.com/kelas status sosial, diakses tanggal 27 april 2010). Khadiyanto, Pharfi. (2009). Pendidikan, (http://www.wikipedia.org., diakses tanggal 27 april 2010). 53 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP SIKAP REMAJA TERHADAP PENYAKIT YANG MENULAR AKIBAT HUBUNGAN SEKSUAL DI MAN MOJOKERTO Sari Priyanti ABSTRAK Penyakit Menular Seksual adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala klinik utama disaluran kemih dan reproduksi (maupun sistemik) atau penularannya melalui hubungan seksual. Sangat sedikit remaja yang menerima informasi tentang penyakit menular seksual, ada yang mendengar dari radio 8,9%, TV 8,7 % dan Koran 7,5% . Sebesar 42% mengetahui HIV dan AIDS dan hanya hanya 24% mengetahui tentang penyakit menular seksual. Untuk usia 15 s/d 24 tahun, pengetahuan laki-laki hanya 46,1% dan perempuan 43,1% Desain penelitian ini adalah Analitik Observasional dengan pendekatan cross sectional. Variabel yang diteliti yaitu variabel independent (pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual) dan variabel dependent (sikap remaja terhadap penyakit menular seksual). Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN Mojokerto T.A 2010 sebanyak 439 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah Siswa kelas X MAN Mojokerto T.A 2010. Dalam penelitian ini pengambilan sampling menggunakan Probability sampling dengan teknik pengambilan sampling Cluster random sampling. Lokasi penelitian ini adalah di MAN Mojokerto. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 - 23 Juni 2010. Instrument yang digunakan adalah kuesioner yang dipilih secara acak melalui undian. Data yang diambil adalah data primer yang dikumpulkan secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner. Teknik analisa data menggunakan Chi Square. Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 210 responden menunjukkan bahwa sebagian besar remaja siswa kelas X mempunyai pengetahuan cukup (61,9%)dan sikap remaja terhadap penyakit menular seksual sebagian besar siswa mempunyai sikap positif (55,7%). Hasil analisa data dengan menggunakan Chi Square dengan taraf signifikan 0,05 pada df = 2 diperoleh hasil 22,819 maka dapat disimpulkan Ho ditolak artinya ada pengaruh pengetahuan terhadap sikap remaja terhadap penyakit yang menular akibat hubungan seksual di MAN Mojokerto. Berdasarkan simpulan diatas Pengetahuan yang cukup tentang penyakit menular seksual akan mendorong seseorang untuk bersikap positif untuk menanggapi tentang penyakit menular seksual. Diharapkan setelah diadakannya penelitian ini pengetahuan remaja yang sebelumnya cukup dan kurang menjadi baik terutama sikap remaja terhadap penyakit menular seksual yang sebelumnya negatif meningkat menjadi positif. Kata Kunci : penyakit menular seksual, pengetahuan, sikap A. PENDAHULUAN. Penyakit Menular Seksual adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala klinik utama disaluran kemih dan reproduksi (maupun sistemik) atau penularannya melalui hubungan seksual (Sarwono, 2006). Penyakit menular seksual juga diartikan sebagai penyakit kelamin atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa Penyakit menular seksual menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak dan organ tubuh lainya. Contohnya, HIV/AIDS dan Hepatitis B dapat ditularkan melalui hubungan seks tapi keduanya tidak terlalu menyerang alat kelamin (Kespro, 2010). Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia adalah sebesar 43,6 juta, dengan perincian : kelompok umur 15-19 tahun sebesar 22,3 juta dan kelompok umur 20-24 tahun 21,3 54 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 juta (BPS, 2002). Sangat sedikit remaja yang menerima informasi tentang penyakit menular seksual, remaja pendengar radio 8,9%, TV 8,7 % dan Koran 7,5% (BKKBN, 2009). Sebesar 42% mengetahui HIV dan AIDS dan hanya hanya 24% mengetahui tentang penyakit menular seksual. Untuk usia 15 s/d 24 tahun, pengetahuan laki-laki hanya 46,1% dan perempuan 43,1% (Waspada, 2009). Berdasarkan survey yang dilakukan pada bulan Januari 2008, didapatkan dari 10 responden yang diteliti, ternyata 6 responden menjawab bahwa mereka tidak mengerti atau kurang mengerti tentang penyakit menular seksual.Karena mereka menganggap bahwa hubungan seksual tidak berbahaya. Dan ada juga dari mereka yang tidak mau mengatakan hal – hal yang berhubungan dengan seksual. Sehingga apa bila mereka melakukan hubungan seksual lebih dari 1x, dan tanpa menggunakan alat pelindung, maka kemungkinan mereka akan terkena Penyakit Menular Seksual (Syarif, 2008). Hasil penelitian dari Tria Puspita sari menunjukan dari 85 responden tingkat pengetahuan responden tentang penyakit menular seksual sebagian besar mempunyai pengetahuan baik (58,8%), sebagian berpengetahuan cukup (38,8%), dan yang berpengetahuan kurang hanya (2,4%) (Digital Library, 2009). Tidak heran bila kemudian dampak dari kebutuhan, dan minimnya informasi remaja tersebut menimbulkan berbagai persoalan dikalangan remaja, mulai dari narkoba, HIV dan AIDS sampai dengan hubungan seks sebelum nikah (waspada, 2009). Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Indonesia Reproductive Right and Health Monitoring and Advocacy (IRRMA) di 5 Propinsi di Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung dan Bengkulu) terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja tahun 2007, dari 1.450 remaja yang menjadi responden, sebanyak 78,95% remaja tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual (Brigther-me.blogspot, 2010). Menunda perkawinan sampai masa remaja berfaedah bagi para wanita, tetapi juga membuat mereka rentan terhadap risiko tertentu. Seorang wanita yang menunda perkawinan mungkin dapat melanjutkan pendidikannya, mungkin bisa memegang peran yang lebih besar dalam memutuskan kapan dan dengan siapa dia akan kawin, dan mungkin akan mempunyai lebih banyak pengaruh terhadap apa yang terjadi dalam perkawinan dan keluarganya (Idamblogdetik, 2009). Pentingnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang perlu ditingkatkan dan dengan melakukan upaya–upaya untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seksual dengan cara memberikan penyuluhan atau pendidikan serta masalah–masalah yang berhubungan dengan penyakit menular seksual (Wordpress, 2008). B. 1. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Dasar Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah knowledge, kata dasarnya ‗tahu‘, mendapat awalan dan akhiran pe dan an. Imbuhan ‗pe dan an‘ berarti menunjukan adanya proses jadi, pengetahuan adalah proses mengetahui, dan menghasilkan sesuatu (Suparlan, 2005). Pengetahuan adalah segenap yang diketahui manusia tentang suatu objek tertentu. Pengetahuan meliputi Agama, seni, dan ilmu (Supartono, 2005). Pengetahuan terdiri dari : 1) Pengetahuan Akal (logika). 2) Pengetahuan Perasaan (estetika). 3) Pengetahuan Pengalaman (etika). b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Kongnitif : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima. 55 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 2) c. d. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tesebut secara luas. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis ( Synthesis ) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Mubarok, 2007). Sumber sumber pengetahuan ada beberapa sumber, yaitu : 1) Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat istiadat dan agama. Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku didalam kehidupan sehari-hari. Didalam norma-norma dan kaidahkaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tertapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif. 2) Kesaksian orang lain. Pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kasksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. 3) Pancaindra (pengalaman). Pengalaman indrawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari hari. Tetapi, apakah daya kemampuan pancaindra dalam menangkap kebenaran objek bisa dipercaya dan diyakini? Karena sesungguhnya kemampuan pancaindra itu amat terbatas. Terbatas hanya pada sisi-sisi tertentu dari objek objek fisis yang menampak dan menggejala (appearance), didepan indra saja. Oleh sebab itu, kemampuan pancaindra sering diragukan kebenarannya. 4) Akal pikiran. Akal pikiran memiliki sifat lebih ruhani.Akal mampu menangkap hal-hal yang meta fisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah. Akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap., tidak berubah-ubah. Sehingga dengan demikian dapat diyakini kebenarannya, meskipun bersifat apriorik-deduktif. 5) Intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi bersifat spiritual, melampui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Kelima sumber tersebut memberikan gambaran umum mengenai sebab musabab adanya pengetahuan yang kiranya dapat disederhanakan sebagai berikut Pada mulanya pengetahuan didapat dengan cara percaya, yaitu adat istiadat, agama-agama dan kesaksian orang lain. Kemampuan pancaindra/pengalaman kepercayaan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahun Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : 1) Pendidikan 56 HOSPITAL MAJAPAHIT e. 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Jika seseorang tingkat pendidikannya rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. 2) Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. 3) Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). 4) Minat Minat merupakan keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih yang mendalam. 5) Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 6) Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. 7) Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Cara Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0 1) Baik : 76% - 100% 2) Cukup : 56% - 75% 3) Kurang : 40% - 55% 4) Tidak Baik : < 40 % (Erfandi, 2009) Konsep Remaja a. Pengertian Remaja Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere kata bendanya, adolescentia yang berarti ― tumbuh ― atau ― tumbuh menjadi dewasa‖. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Elizabeth, Hal 206). Secara umum masa remaja dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1) Masa remaja awal (12–15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerima terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya. 2) Masa remaja pertengahan (15–18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengandalkan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu. 57 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 3) b. c. d. 3. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of person identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini (Agustiani, 2006). Ciri-ciri masa remaja : 1) Masa Remaja sebagai Periode yang Penting 2) Masa Remaja sebagai Periode Peralihan 3) Masa Remaja sebagai Periode Perubahan 4) Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah 5) Masa Remaja sebagai Masa mencari Identitas 6) Masa Remaja sebagai Usia yang menimbulkan Ketakutan 7) Masa Remaja sebagai Masa yang tidak Realistik 8) Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa Perubahan Tubuh Selama Masa Remaja 1) Perubahan Eksternal a) Tinggi b) Berat c) Proporsi Tubuh d) Organ Seks e) Ciri ciri seks sekunder 2) Perubahan Internal a) Sistem Pencernaan b) Sistem peredaran Darah c) Sistem Pernafasan d) Sistem Endokrin e) Jaringan Tubuh Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja 1) Usia Kematangan 2) Penampilan Diri 3) Kepatutan Seks 4) Nama dan Julukan 5) Hubungan Keluarga 6) Teman-teman Sebaya 7) Kreatifitas 8) Cita-cita Konsep Penyakit Menular Seksual a. Pengertian Penyakit Menular Seksual Penyakit Menular Seksual adalah Sekelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala klinik utama disaluran kemih dan reproduksi (maupun sistemik) atau penularannya melalui hubungan seksual (Sarwono, 2006). Penyakit Menular Seksual adalah suatu infeksi atau penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina). Penyakit Menular Seksual menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Contohnya, HIV/AIDS dan Hepatitis B dapat ditularkan melalui hubungan seks tapi keduanya tidak menyerang alat kelamin (Kespro, 2010). 58 HOSPITAL MAJAPAHIT b. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Macam – macam Penyakit Menular Seksual 1) Herpes Herpes adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks ( virus herpes hominis) tipe I atau II yang ditandai adanya vesikel berkelompok diatas kulit yang eritematosa didaerah mukokutan. Dapat berlangsung primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever blister, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis (genetalis) (Arief. M, 2000). a) Etiologi Virus Herpes simpleks (VHS) tipe I dan tipe II adalah virus Herpes hominis yang termasuk virus DNA. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa melalui hubungan kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau sewaktu proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil dengan infeksi herpes pada alat kelamin luar. Tabel 24. Perbedaan HSV tipe I dengan tipe II HSV tipe I HSV tipe II Predileksi Kulit dan mukosa di luar Kulit dan mukosa daerah genetalia dan perianal Kultur pada chorioallatoic membran (CAM) dari telur ayam Serologi Membentuk bercak kecil Membentuk pock besar dan tebal Antibodi terhadap HSV tipe I Tidak bersifat onkogeni Antibodi terhadap HSV tipe II Bersifat onkogeni Sifat lain b) Gambaran Klinis Masa inkubasi umumnya berkisar antara 3-7 hari, tapi dapat lebih lama. Infeksi herpes genitalis dapat sebagai infeksi primer maupun sebagai infeksi rekuren. (1) Infeksi primer : Berlangsung kira-kira 3 minggu dan disertai gejala sistemik, misalnya demam, anoreksia dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. (2) Infeksi rekuren : Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari.Dapat dipicu oleh trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional), obat-obatan (kortikosteroid, imunosupresif), menstruasi dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang. c) Komplikasi (1) Gangguan mobilitas, vaginitis, urethritis, sistitis dan fisura ani herpetika terjadi bila mengenai region genetalia. (2) Abortus (3) Anomali kongenital (4) Infeksi pada neonatus (konjungtifitis/ keratis, ensefalitis, vesikulitis kutis, ikterus, dan anomali konvulsi). d) Penanganan (1) Lakukan pemeriksaan serologi (STS). (2) Atasi nyeri dan demam dengan parasetamol 3 x 500 mg. (3) Bersihkan lesi dengan larutan antiseptic dan kompres dengan air hangat. (4) Keringkan dan oleskan acyclovir 5% topikal setelah nyeri berkurang. 59 HOSPITAL MAJAPAHIT 2) Vol 3. No. 2, Nopember 2011 (5) Berikan acyclovir tablet 200 mg tiap 4 jam. (6) Rawat inap bila terjadi demam tinggi, nyeri hebat, retensi urin, konvulsi, neurosis, reaksi neurologik lokal, ketuban pecah dini maupun partus prematurus. (7) Berikan pengobatan pada pasangan berupa acyclovir oral selama 7 hari. (8) Bila terpaksa partus pervaginam, hindari transmisi ke bayi atau penolong. Gonore Gonore adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N.gonorrhoeae). Gonorhea adalah penyakit kelamin yang bisa terjadi pada pria maupun wanita.Disebut juga penyakit kencing nanah atau GO. a) Patogenesis Kuman N.gonorrhoeae paling mudah menginfeksi daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), misalnya pada vagina wanita sebelum pubertas. Kuman ini menyerang selaput lendir dari : (1) Vagina, saluran kencing dan daerah rahim/ leher rahim. (2) Saluran tuba fallopi. (3) Anus dan rektum. (4) Kelopak mata. (5) Tenggorokan b) Tanda Dan Gejala Penularan melalui oral, anal dan vaginal seks. Hampir 90% penderita GO tidak memperlihatkan keluhan dan gejala. Tanda pada penderita GO baik lelaki dan perempuan, bisa tanpa keluhan dan gejala. (1) Laki laki (a) Keluar cairan putih kekuning-kuningan melalui penis. (b) Terasa panas dan nyeri pada waktu kencing. (c) Sering buang air kecil. (d) Terjadi pembengkakan pada pelir (testis). (2) Perempuan (a) Pengeluaran cairan vagina tidak seperti biasa. (b) Panas dan nyeri saat kencing. (c) Keluhan dan gejala terkadang belum tampak meskipun sudah menular ke saluran tuba fallopi. Bila gejala sudah meluas ke arah PID (Pelvic Inflamatory Disease) maka sering timbul : (1) Nyeri perut bagian bawah. (2) Nyeri pinggang bagian bawah. (3) Nyeri sewaktu hubungan seksual. (4) Perdarahan melalui vagina diantara waktu siklus haid. (5) Mual-mual. (6) Terdapat infeksi rektum atau anus. c) Komplikasi (1) Pada Pria : (a) Tysonitis, terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik. Ditemukan butir pus atau pembekakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. (b) Parauretritis, sering terjadi pada orang yang hipospadia. Ditandai infeksi pada duktus dengan adanya butir pus pada kedua muara parauretra. (c) Radang kelenjar Littre ( Littre), pada urin ditemukan benang-benang atau butir-butir. 60 HOSPITAL MAJAPAHIT 3) Vol 3. No. 2, Nopember 2011 (d) Infeksi pada kelenjar Cowper (Cowperitis), dapat menyebabkan abses. (e) Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak didaerah perineum dan suprapubis. (f) Gejala Prostatitis kronik ringan dan intermiten, tetapi kadang-kadang. (g) Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalisdna duktus ejakulatorius dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut. (h) Pada vas deferentitis atau funikulitis, gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang sama. (i) Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epidedimitis biasanya disertai (2) Pada Wanita : (a) Parauretritis. Kelenjar parauretra dapat terkana, tetapi abses jarang terjadi. (b) Kelenjar Bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien berjalan dan pasien sukar duduk (c) Salpingitis, dapat bersifat akut, sub akut atau kronis. d) Pencegahan (1) Menghindari seks bebas (free sex). (2) Monogami. (3) Penggunaan kondom saat vaginal, oral maupun anal seks. e) Penanganan (1) Pada masa kehamilan, berikan antibiotika seperti : (a) Ampisilin 2 gram IV dosis awal, lanjutkan dengan 3 x 1 gram per oral selama 7 hari. (b) Ampisilin + Sulbaktan 2,25 gram oral dosis tunggal. (c) Spektinomisin 2 gram IM dosis tunggal. (d) Seftriakson 500 mg IM dosis tunggal. (2) Masa nifas, berikan antibiotika seperti : (a) Xiprofloksasin 1 gram dosis tunggal.(b) Trimethroprim + Sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5 kaplet dosis tunggal. (3) Oftalmia neonatorum (konjungtivitis) : (a) Garamisin tetes mata 3 x 2 tetes. (b) Antibiotika – Ampisilin 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Amoksisilin + asam klamtanat 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Seftriakson 50 mg/ kgBB IM dosis tunggal. (4) Lakukan konseling tentang metode barier dalam melakukan hubungan seksual. (5) Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya. (6) Buat jadwal kunjungan ulang dan pastikan pasangan dan pasien akan menyelesaikan pengobatan hingga tuntas. Sifilis Sifilis adalah penyakit infeksi oleh Treponema Pallidum, bersifat kronik adanya remisi dan eksaserbasi. Nama lain adalah Lues venereal atau raja singa. a) Penyebab Penyebabnya adalah Treponema Pallidum, termasuk ordo Spirochaecrales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk spiral teratur, panjang 6-15 µm, lebar 0,15 µm, terdiri atas 8-24 lekukan. Pembiakan secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. b) Klasifikasi Sifilis terbagi menjadi sifilis congenital dan sifilis akuista. (1) Sifilis Kongenital, terbagi atas : (a) Dini (sebelum 2 tahun); (b) Lanjut (sesudah 2 tahun); Stigmata (2) Sifilis Akuista, terbagi : (a) Klinik; (b) Epidemiologik 61 HOSPITAL MAJAPAHIT 4) Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Menurut caranya sifilis dibagi menjadi tiga stadium yaitu : Stadium I (SI); Stadium II (SII); Stadium III (SIII). Secara epidemiologik, WHO membagi menjadi : (1) Stadium dini menular (dalam waktu 2 tahun sejak infeksi), terdiri dari SI, SII, stadium rekuren dan stadium laten dini. (2) Stadium lanjut tak menular (setelah 2 tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan SIII. c) Komplikasi Pada kehamilan: i) Kurang dari 16 minggu : kematian janin (sifilis fetalis). ii) Stadium lanjut : prematur, gangguan pertumbuhan intra uterin, cacat berat (pnemonia, sirosis hepatika, splenomegali, pankreas kongenital, kelainan kulit dan osteokondritis). d) Tanda dan gejala (1) Lesi (berupa ulkus, soliter, dasar bersih, batas halus, bentuk bulat/longitudinal). (2) Tanpa nyeri tekan. e) Penanganan (1) Menerapkan prinsip pencegahan infeksi pada persalinan. (2) Menerapkan prinsip pencegahan infeksi pada penggunaan instrumen. (3) Pemberian antibiotika, misal : Benzalin pensilin 4,8 juta unit IM setiap minggu dengan 4x pemberian; Dofsisiklin 200 mg oral dosis awal, dilanjutkan 2×100 mg oral hingga 20 hari; Sefriakson 500 mg IM selama 10 hari. (4) Sebelum pemberian terapi pada bayi dengan dugaan/ terbukti menderita sifilis kongenital, maka dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis dan uji serologik tiap bulan sampai negatif. Berikan antibiotik : Benzalin pensilin 200.000 IU/ kgBB per minggu hingga 4x pemberian; Sefriakson 50 mg/ kg BB dosis tunggal (per hari 10 hari). (5) Lakukan konseling preventif, pengobatan tuntas dan asuhan mandiri. (6) Memastikan pengobatan lengkap dan kontrol terjadwal. (7) Pantau lesi kronik atau gejala neurologik yang menyertai. Chlamydia Chlamydia adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Chlamydia trachomatis dan dapat diobati. a) Penyebab Kuman Chlamydia trachomatis. b) Penularan Kuman ini menyerang sel pada selaput lendir : (1) Uretra, vagina, serviks dan endometrium. (2) Saluran tuba fallopi. (3) Anus dan rektum. (4) Kelopak mata. (5) Tenggorokan (insiden jarang). Chlamydia paling sering menyerang pada usia muda dan remaja. Penularannya dapat melalui : hubungan seksual secara oral, anal maupun oral seks; hubungan seksual dengan tangan, sehingga cairan mani terpercik ke mata; dari ibu ke bayi sewaktu proses persalinan. c) Tanda dan gejala Sekitar 75% perempuan dan 50% laki-laki yang tertular Chalmydia tidak menunjukkan tanda dan gejala. Keluhan dan gejala biasanya timbul sekitar 3 minggu setelah tertular kuman chlamydia. Adapun tanda dan gejalanya adalah : (1) Menderita proktitis (radang rektum), urethritis (radang saluran kencing) dan konjungtivitis (radang selaput putih mata). (2) Pada wanita : keluar cairan dari vagina; perasaan panas dan nyeri sewaktu buang air kecil 62 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 (3) Bila sudah menyebar ke tuba fallopi, akan timbul : nyeri perut bagian bawah; nyeri sewaktu coitus; timbul perdarahan pervaginam diantara siklus haid; demam dan mual-mual (4) Pada pria : keluar cairan kuning seperti pus dari penis; nyeri dan rasa terbakar sewaktu kencing; nyeri dan bengkak pada testis Tabel 25. Komplikasi yang ditimbulkan oleh Chalmydia. Perempuan Laki-laki Bayi baru lahir PID Prostitis Timbul Kebutaan Pneumoni Infertil jaringan parut pada (radang paru) Radang kandung urethra Kematian kencing (cyctitis) Infertil Radang serviks Epididimis (servisitis) d) 5) Pencegahan 1) Hindari seks bebas; 2) Monogami; 3) Gunakan kondom saat hubungan seks baik dengan oral, anal maupun vaginal seks. e) Penanganan 1) Doksisiklin per oral 2x sehari selama 7 hari. 2) Asitromisin dengan pemberian dosis tunggal (kontraindikasi untuk ibu hamil, gunakan eritromisin, amoksilin, azitromisin). 3) Lakukan follow-up pada penderita dengan : a) Apakah obat yang diberikan sudah diminum sesuai anjuran. b) Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati. c) Jangan melakukan hubungan seks, bila pengobatan belum selesai. d) Lakukan periksa ulang 3-4 bulan setelah selesai pengobatan. HIV/AIDS AIDS atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. a) Tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS (1) Penurunan berat badan sehingga 10% yang tidak diketahui puncaknya (2) batuk yang kronik dan berterusan (3) Demam yang berpanjangan. Demam ini berlaku secara berkala ataupun berterusan (4) Pembengkakan nodus limfa terutamanya di leher, ketiak dan selakangan. (5) Terserang herpes zoster yang berulang-ulang. Herpes zoster merupakan infeksi saraf oleh virus yang dicirikan oleh kehadiran lepuhan pada kulit. (6) Kandidiasis di mulut dan tekak. Kandidiasis merupakan sejenis penyakit yang disebabkan oleh sejenis kulat (fungus). b) Cara menghindar dari HIV/AIDS? (1) Lebih aman berhubungan seks dengan pasangan tetap (tidak berganti-ganti pasangan seksual). (2) Hindari hubungan seks di luar nikah. (3) Menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual berisiko tinggi seperti dengan pekerja seks komersial. (4) Sedapat mungkin menghindari tranfusi darah yang tidak jelas asalnya; menggunakan alat-alat medis dan non media yang terjamin streril. 63 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 6) c. Kandidiasis Kandidasis Vaginalis / vulvoginal adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut pada vagina atau vulva dan disebabkan oleh kandida, biasanya oleh C. Albicans. a) Tanda dan Gejala Gejala khas adalah rasa gatal/iritasi disertai keputihan tidak berbau atau berbau asam. Keputihan bisa banyak, putih keju, seperti krim, atau seperti susu pecah. Pada dinding vagina biasanya dijumpai gumpalan keju (cottage cheeses) yang menempel. Pada vulva atau vagina terdapat tanda-tanda radang disertai maserasi, pseudomembran fisura dan lesi papulopustular. b) Penanganan (1) Mikonazol/klotrimazol 200 mg intravaginal/hari selama 3hari (2) Klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal (3) Nistatin 100.000 IU intravaginal/hari selama 14 hari (4) Untuk vulva dapat diberikan krim klotrimazol 1% atau mikonazol 2% selama 7-14 hari, atau salep tiokonazol 6,5% sekali oles. 7) Trikomoniasis Trikomoniasis adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau kronik dan disebabkan oleh Trichomonas vaginalis . a) Tanda dan Gejala Adanya keputihan yang banyak dan sangat gatal. Cairan keputihan keluar berwarna hijau kekuningan, berbau dan berbuih. Biasanya selaput lendir vagina sembab dan memperlihatkan adanya bintik-bintik merah yang memberi tanda khas dan nyeri saat kencing. b) Penanganan Pemberian metronidazole 250 mg yang diminum dengan dosis yang sama untuk wanita maupun pria yaitu setiap 8 jam selama 5 hari. Pengetahuan seputar penyakit menular 1) Bagaimana kita bisa terinfeksi Penyakit Menular Seksual? Kebanyakan penyakit menular seksual didapat dari hubungan seks yang tidak aman. Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah: a) Melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam vagina) b) Melakukan hubungan seksual lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus) c) Hubugan seksual lewat oral atau karaoke (penis di dalam mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat kelamin wanita) 2) Adakah cara lain orang dapat tertular Penyakit Menular Seksual ? Cara lain seseorang dapat tertular penyakit menular seksual juga melalui Darah Dari tansfusi darah yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bersama, atau benda tajam lainnya ke bagian tubuh untuk menggunakan obat atau membuat tato. Ibu hamil kapada bayinya Penularan selama kehamilan, selama proses kelahiran. Setelah lahir, HIV bisa menular melalui menyusui. 3) Apakah Penyakit Menular Seksual tidak menular? Ya. Penyakit menular seksual tidak menular melalui: a) Duduk bersebelahan dengan penderita penyakit menular seksual b) Penggunaan toilet bersama penderita c) Bekerja terlalu keras d) Menggunakan kolam renang umum, pemandian air panas atau sauna bersama e) Berjabatan tangan dengan penderita f) Bersin-bersin g) Keringat 64 HOSPITAL MAJAPAHIT 4) 5) Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Penyakit menular seksual sering ditemukan pada cairan seksual (cairan vagina dan sperma) dan darah. Penyakit menular seksual ditularkan saat cairan seksual dari orang yang terinfeksi memasuki tubuh orang lain. Apakah setiap Penyakit Menular Seksual memiliki gejala? Tidak! Terkadang, penyakit menular seksual tidak menunjukkan gejala sama sekali, sehingga kita tidak tahu kalau kita sudah terinfeksi. Penyakit menular seksual dapat bersifat asymptomatic (tidak memiliki gejala) baik pada pria atau wanita. Beberapa penyakit menular seksual baru menunjukkan tanda-tanda dan gejala bermingguminggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi. Pada wanita, penyakit menular seksual bahkan tidak dapat terdeteksi. Walaupun seseorang tidak menunjukkan gejala-gejala terinfeksi penyakit menular seksual, dan tidak mengetahui bahwa mereka terkena penyakit menular seksual, mereka tetap bisa menulari orang lain. Orang yang terinfeksi HIV biasanya tidak menunjukkan gejala setelah bertahun-tahun terinfeksi. Tidak seorangpun dapat menentukan apakah betul atau tidak seseorang terinfeksi hanya berdasarkan penampilannya saja. Walaupun orang tersebut mungkin terlihat sehat, mereka masih bisa menularkan HIV kepada orang lain. Kadang, orang yang sudah terinfeksi HIV tidak sadar bahwa mereka mengidap virus tersebut, karena mereka merasa sehat dan bisa tetap aktif. Hanya tes laboratorium yang dapat menunjukkan seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak. Apa gejala Penyakit Menular Seksual yang paling umum? Penyakit menular seksual kadang tidak memiliki gejala. Gejala yang mungkin muncul termasuk: Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerahmudaan. Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap dan berlendir. Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya disebabkan oleh penyakit menular seksual. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual. a) Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak. b) Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin c) Kemerahan di sekitar alat kelamin d) Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar e) Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan menstruasi f) Bercak darah setelah hubungan seksual. Tabel 26. Tentang gejala umum Penyakit Menular Seksual Gejala Perempuan Laki-laki Luka Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin, anus, mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, diikuti luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin Cairan tidak normal Cairan dari vagina bisa gatal, Cairan bening atau berwarna kekuningan, kehijauan, berbau berasal dari pembukaan kepala atau berlendir. Cairan bisa juga penis atau anus. keluar dari anus. Sakit pada saat Penyakit menular seksual pada Rasa terbakar atau rasa sakit buang air kecil wanita biasanya tidak selama atau setelah urination menyebabkan sakit atau terkadang diikuti dengan cairan burning urination dari penis 65 HOSPITAL MAJAPAHIT Gejala Perubahan warna kulit Tonjolan seperti jengger ayam Sakit pada bagian bawah perut Kemerahan Gejala lain dari HIV/AIDS 6) 7) 8) Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Perempuan Laki-laki Terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan biasa menyebar ke seluruh bagian tubuh Tumbuh tonjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran reproduksi (infeksi yang telah berpindah ke bagian dalam system reproduksi, termasuk servik, tuba falopi, dan ovarium) Kemerahanpada sekitar alat Kemerahan pada sekitar alat kelamin, atau diantara kaki kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar Demam Keringat malam Sakit kepala Kemerahan di ketiak, paha atau leher Mencret yang terus menerus Penurunan berat badan secara cepat Batuk, dengan atau tanpa darah Bintik ungu kebiruan pada kulit Walaupun seseorang mungkin mengalami beberapa dari gejala-gejala tersebut, diperhatikan bahwa penyakit yang lain juga dapat menyebabkan gejalagejala ini. Jika muncul gejala-gejala tersebut, lebih baik dikonsultasikan dengan dokter secepatnya. Apa hubungan organ-organ reproduksi dengan Penyakit Menular Seksual ? Kebanyakan penyakit menular seksual membahayakan organ-organ reproduksi. Pada wanita, penyakit menular seksual menghancurkan dinding vagina atau leher rahim, biasanya tanpa tanda-tanda infeksi. Pada pria, yang terinfeksi lebih dulu adalah saluran air kencing. Jika penyakit menular seksual tidak diobati dapat menyebabkan keluarnya cairan yang tidak normal dari penis dan berakibat sakit pada waktu buang air kecil. Penyakit menular seksual yang tidak diobati dapat mempengaruhi organ-organ reproduksi bagian dalam dan menyebabkan kemandulan baik pada pria atau wanita. Kenapa perempuan lebih berisiko tertular Penyakit Menular Seksual dari pada pria? Perempuan lebih rentan tertular penyakit menular seksual dibandingkan dengan laki-laki. Alasan utamanya adalah: a) Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh penyakit menular seksual, maka perempuan tersebut pun bisa terinfeksi b) Jika perempuan terinfeksi penyakit menular seksual, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi c) Banyak orang - khususnya perempuan dan remaja - enggan untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita penyakit menular seksual Bagaimana Akibat buruk Penyakit Menular Seksual bagi seseorang? Jika dibiarkan saja tanpa ditangani, Penyakit Menular Seksual dapat menghancurkan orang yang terinfeksi, seperti: a) Kemandulan baik pria atau wanita b) Kanker leher rahim pada wanita c) Kehamilan di luar rahim 66 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 d) Infeksi yang menyebar e) Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya, seperti lahir sebelum cukup umur, berat badan lahir rendah, atau terinfeksi PMS f) Infeksi HIV 9) Bagaimana kamu bisa terhindar dari Penyakit Menular Seksual ? a) Bagi kamu yang belum menikah, cara yang paling ampuh adalah tidak melakukan hubungan seksual. b) Saling setia bagi pasangan yang sudah menikah. c) Hindari hubungan seks yang tidak aman atau beresiko. d) Selalu menggunakan kondom untuk mencegah penularan PMS. e) Selalu menjaga kebersihan alat kelamin. 10) Apakah Penyakit Menular Seksual dapat diobati? Penyakit menular seksual dapat diobati. Satu-satunya cara adalah berobat ke dokter atau tenaga kesehatan. Jika kita terkena penyakit menular seksual, pasangan kita juga harus diperiksa dan diobati. Jangan mengobati diri sendiri. Patuhi cara pengobatan sesuai petunjuk yang diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan untuk memastikan kesembuhan. Hindari hubungan seksual selama masih ada keluhan/gejala. Bila kamu hamil, beritahukan dokter atau tenaga kesehatan. 11) Apa yang bisa kamu lakukan untuk membantu temanmu yang terkena Penyakit Menular Seksual? a) Anjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter atau petugas kesehatan, bila perlu kamu mengantarkannya. b) Anjurkan untuk Jangan malu menyampaikan keluhan keluhan kepada dokter atau petugas kesehatan. c) Anjurkan untuk mematuhi aturan pengobatan sesuai petunjuk dokter/petugas kesehatan. d) Anjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual lagi kecuali pakai kondom. e) Anjurkan agar pasangan seksual temanmu sebaiknya juga diperiksa oleh dokter atau petugas kesehatan. f) Beritahukan tentang akibat-akibat PMS yang berbahaya bagi kesehatan reproduksi. g) Beritahukan untuk menghindari mengobati diri sendiri. 4. Konsep Dasar Sikap a. Pengertian Sikap Sikap adalah suatu bentuk evaluasi / reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung / memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung / memihak (unfavorable) pada obyek tersebut (Azwar, 2009). b. Komponen sikap Sikap mempunyai 3 komponen yang membentuk struktur sikap yang saling menunjang (Azwar, 2009). 1) Komponen kognitif (cognitif) Dapat juga disebut juga komponen perceptual yang berisi kepercayaan individu, kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan) pandang, kepercayaan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional dan informasi dari orang lain. 2) Komponen Afektif Komponen menunjukkan pada dimensi emosional subjektif individu, terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang). Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap 67 HOSPITAL MAJAPAHIT b. c. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 sesuatu. Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai suatu yang benar terhadap objek sikap tersebut. 3) Komponen Konatif atau Komponen Prilaku Disebut juga komponen prilaku yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya. Fungsi Sikap Sikap mempunyai 4 fungsi : 1) Fungsi Instrumental Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan menggambarkan keadaan keinginan. Sebagaimana kita maklumi bahwa untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan suatu sarana yang disebut sikap. Apabila objek sikap dapat membantu individu mencapai individu akan bersikap positif terhadap objek tersebut atau sebaliknya. 2) Fungsi pertahanan ego Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman dirinya. 3) Fungsi pernyataan nilai Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu system nilai apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil dari individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu. 4) Fungsi Pengetahuan Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu ingin mengerti dan ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan. (Azwar,2009) Pembentukan sikap 1) Pengalaman Pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus social. Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. 2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. 3) Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan sikap kita. 4) Media massa Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa dan elektronik mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. 5) Lembaga pendidikan dan Lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarena-kan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu. 6) Pengaruh Faktor Emosional Tidak semua sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau penglihatan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan 68 HOSPITAL MAJAPAHIT d. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama (Azwar, 2009). Pengukuran Sikap Skala sikap adalah berupa kumpulan pernyataan – pernyataan mengenai suatu objek sikap respon individu terhadap stimulus (pernyataan – pernyataan) sikap yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indicator sikap seseorang. Pernyataan sikap dapat berisi kalimat yang mendukung atau memihak pada objek sikap (favorable) dan dapat juga berisi yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap (unfavorable) ( Azwar, 2007 ). Subjek menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap isi pernyataan dalam empat kategori jawaban yaitu ― Sangat Tidak Setuju‖ (STS), ―tidak Setuju‖ (TS), ― atau ―Setuju‖ (S), ―Sangat Setuju‖ (SS). Untuk menilai sikap dapat dilakukan dengan skala likert yaitu dengan menentukan nilai skala dengan deviasi normal yang bertujuan untuk memberikan bobot yang tinggi bagi kategori jawaban yang unfavorable. Jawaban favorable adalah respon setuju terhadap suatu pernyataan yang favorable dan respon yang tidak setuju terhadap pernyataan tidak favorable dan sebaiknya. Pernyataan Positif Pernyataan Negatif STS :1 STS :4 TS :2 TS :3 S :3 S :2 SS :4 SS :1 Skor individu pada skala sikap yang merupakan skor sikap adalah jumlah skor dari keseluruhan pernyataan yang ada dalam skala. (Hidayat, 2007) Salah satu skor standar yang biasa digunakan dalam skala likert adalah skor T, kemudian hasil dikorelasi dengan rumus : T 50 10 (x x) s Keterangan : T = Tingkat responden X = Skor responden pada skala sikap yang dikehendaki dirubah menjadi skor T x = mean skor kelompok S = Defiasi standart kelompok Hasil positif bila skor > mean T ( T> ) Hasil negatif bila skor < mean T ( T< ) (Azwar, 2009) 4. Kerangka Konseptual. Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2007). 69 HOSPITAL MAJAPAHIT Faktor yang mempengaruhi pengetahuan : 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Umur 4. Minat 5. Pengalaman 6. Kebudayaan 7. Informasi Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap : 1. Pengalaman Pribadi 2. Pengaruh Orang Lain yang dianggap Penting 3. Pengaruh Kebudayaan 4. Media Massa 5. Lembaga pendidikan dan lembaga Agama Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Pengetahuan Remaja tentang penyakit menular seksual 1. Pengertian PMS 2. Macam-macam PMS 3. Penularan PMS 4. Gejala PMS 5. Dampak PMS 6. Pencegahan PMS Sikap Remaja terhadap penyakit Menular Seksual Baik 76%-100% Cukup 56%-75% Kurang 40%-55% Tidak Baik < 40% Positif Skor T > mean T (50) dengan skor : 1 Negatif Skor T < mean T (50) dengan skor : 0 Keterangan : : diteliti : tidak diteliti Sumber : Mubarok (2007), Erfendi (2009), Azwar (2005) Gambar 7. Kerangka Konseptual Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit Yang Menular Akibat Hubungan Seksual Di MAN Mojokerto C. METODE PENELITIAN. 1. Desain Penelitian. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian Analitik Observasional adalah dengan menggunakan rancangan cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor resiko/paparan dengan penyakit. 2. Hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiono, 2007). H1 : Ada Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit Yang Menular Akibat Hubungan Seksual Di MAN Mojokerto. 70 HOSPITAL MAJAPAHIT 3. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN Mojokerto T.A 2010 sebanyak 439 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah Siswa kelas X MAN Mojokerto T.A 2010. Dalam penelitian ini pengambilan sampling menggunakan Probability sampling adalah teknik sampling (teknik pengambilan sampel ) yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiono, 2007) dengan teknik pengambilan sampling Cluster random sampling adalah suatu cara pengambilan sampel bila obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas atau besar, yakni populasinya heterogen dan terdiri atas kelompok yang masing-masing heterogen. Cluster dilakukan dengan cara melakukan randomisasi dalam dua tahap yaitu randomisasi untuk cluster/daerah, kemudian randomisasi/menentukan orang yang ada diwilayah dari populasi cluster yang terpilih (Hidayat, 2007). n N 1 N (d ) 2 439 1 43 9 (0,05) 2 439 n 1 439 (0,0025) 439 n 1 1,1 439 = 210,04 n 2,1 n Jadi = 210 siswa Keterangan : N : Besar populasi n : Jumlah sampel d2 : Tingkat kesalahan, ketetapan (0,05) Tabel 27. Daftar Siswa Kelas X MAN Mojokerto T.A 2010 No. Kelas Populasi Sampel 1. Kelas X-1 43 siswa 21 siswa 2. Kelas X-2 43 siswa 21 siswa 3. Kelas X-3 44 siswa 21 siswa 4. Kelas X-4 44 siswa 21 siswa 5. Kelas X-5 44 siswa 21 siswa 6. Kelas X-6 46 siswa 22 siswa 7. Kelas X-7 46 siswa 22 siswa 8. Kelas X-8 45 siswa 21 siswa 9. Kelas X-9 45 siswa 21 siswa 10. Kelas X-10 39 siswa 19 siswa Total 439 siswa 210 siswa Diperhitungkan memakai rumus two stage simple cluster random sampling (lokasi proposional ) karena jumlah masing-masing kelas tidak sama. ni 71 Ni n N HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Keterangan : ni N n Ni = Jumlah sampel tiap kelas = Jumlah Populasi seluruh kelas = Jumlah sampel keseluruhan = Jumlah Populasi tiap kelas (Somantri, 2006) Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2003). a) Siswa kelas X MAN Mojokerto b) Siswa yang bersedia menjadi responden Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusif dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003). a) Siswa yang tidak masuk pada saat penelitian Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan remaja tentang Penyakit Menular Seksual. Variabel terikat pada penelitian ini adalah sikap remaja terhadap penyakit menular seksual. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan cara diberikan kuesioner. Tabel 28. Definisi Operasional Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit Yang Menular Akibat Hubungan Seksual Di MAN Mojokerto Variabel Independent pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual Dependent Sikap remaja terhadap Penyakit Menular Seksual 4. Definisi Operasional Hasil tahu ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap Penyakit Menular Seksual 1. Pengertian PMS 2. Macam macam 3. Penularan 4. Gejala 5. Dampak 6. Pencegahan Respon remaja terhadap penyakit menular seksual Kriteria 1. Baik Nilai = 76%-100% 2. Cukup Nilai = 56%-75% 3. Kurang Nilai = 40%-55% 4. Tidak baik Nilai = < 40% Benar = 1 Salah = 0 (Erfandi, 2009) 1. Pernyataan Positif Skor T > mean T (50) dengan skor : 1 2. Pernyataan Negatif Skor T < mean T (50) dengan skor : 0 (Azwar, 2009) Skala Ordinal Nominal Teknik Analisis Data. Pengolahan data yang digunakan pada studi kasus ini adalah teknik non statistik, yaitu pengolahan data dengan tidak menggunakan analisisi statistik, melainkan pengolahan data dengan menggunakan analisa kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik atau sifat variabel (Notoatmojo, 2005). Dimana setiap jawaban pada subvariabel positif diberi skor = 1 dan pada subvariabel negatif diberi skor = 0. 72 HOSPITAL MAJAPAHIT a. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Analisa Univariat 1) Pengetahuan Data yang diperoleh akan dihitung atau diukur dengan cara. dijumlahkan lalu dibandingkan dengan jumlah total soal dan dikalikan 100% hasilnya berupa prosentase. SP X 100% SM N Keterangan : N = nilai akhir SP = skor perolelan SM = skor maksimal / total item Baik Cukup Kurang Tidak Baik 2) : 76% - 100% : 56% - 75% : 40% - 55% : < 40 % (Erfandi, 2009) Sikap Skala Likert Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada. (Hidayat : 2007) Pernyataan positif Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju : SS :S : TS : STS Nilai 4 3 2 1 Pernyataan positif Sangat Penting Penting Tidak Penting Sangat Tidak penting Nilai : SP 4 Sangat Penting :S 3 Penting : TP 2 Tidak Penting : STP 1 Sangat Tidak Penting: STP Pernyataan positif Sangat Puas Puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas : SS :S : TP : STP Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Nilai 4 3 2 1 Sangat Puas Puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas : SS :S : TS : STS Nilai 1 2 3 4 Nilai : SP 1 :P 2 : TP 3 4 : SP :P : TP : STP Nilai 1 2 3 4 Salah satu skor standar yang biasa digunakan dalam skala likert adalah skor T, kemudian hasil dikorelasi dengan rumus : T 50 10 (x x) s Keterangan : T = Tingkat responden X = Skor responden pada skala sikap yang dikehendaki dirubah menjadi skor T x = mean skor kelompok S = Defiasi standart kelompok 73 HOSPITAL MAJAPAHIT b. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Hasil positif bila skor > mean T ( T> ) Hasil negatif bila skor < mean T ( T< ) Bivariat Melihat pengaruh pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan sikap remaja terhadap penyakit menular seksual menggunakan rumus chi square : X 2 fh) 2 ( fo fh Keterangan : X2 = chi square fo = frekuansi yang diperoleh fh = frekuansi yang diharapkan Setelah didapatkan hasilnya X2 hitung lalu membandingkan denagn harga tabel X2 tabel dengan taraf kesalahan 5% hasil X2 hitung X2 tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti ada pengaruh antara keduanya. (Sugiono, 2007) D. HASIL PENELITIAN. 1. Data Umum. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur. Tabel 29. Karakteristik Umur Responden Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. No. Umur Frekuensi Persentase (%) 1. 15 Tahun 40 19,0 2. 16 Tahun 99 47,1 3. 17 Tahun 69 32,9 4. 18 Tahun 2 1,0 Total 210 100 Berdasarkan tabel 29 yang diperoleh dari 210 responden kurang dari 50% usia responden 16 tahun sebanyak 99 orang (47,1%). b. Karakteristik Jumlah Siswa. Tabel 30. Karakteristik Jumlah Sisiwa Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. No. Kelas X Frekuensi Persentase (%) 1. Kelas X-1 21 10,0 2. Kelas X-2 21 10,0 3. Kelas X-3 21 10,0 4. Kelas X-4 21 10,0 5. Kelas X-5 21 10,0 6. Kelas X-6 22 10,5 7. Kelas X-7 22 10,5 8. Kelas X-8 21 10,0 9. Kelas X-9 21 10,0 10. Kelas X-10 19 9,0 Total 210 100 Berdasarkan tabel 30 dapat diketahui bahwa kelas X memiliki proporsi yang tidak sama yaitu 21 siswa (10%), 22 siswa (10,5%), 19 siswa (9,0%). 74 HOSPITAL MAJAPAHIT c. d. e. 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Tabel 31. Karakteristik Jenis Kelamin Responden Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) 1. Laki-laki 99 43,3 2. Perempuan 119 56,7 Total 210 100 Berdasarkan tabel 31 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar perempuan sebanyak 119 responden (56,7%). Karakteristik Responden Berdasarkan Penerimaan Informasi. Tabel 32. Karakteristik Penerimaan Informasi Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. No. Penerimaan Informasi Frekuensi Persentase (%) 1. Pernah 172 82,3 2. Tidak Pernah 38 17,7 Total 210 100 Berdasarkan tabel 32 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden pernah mendapat informasi tentang penyakit menular seksual sebanyak 172 siswa (82,3%). Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi. Tabel 33. Karakteristik Sumber Informasi Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. No. Penerimaan Informasi Frekuensi Persentase (%) 1. Media Massa 115 55,0 2. Teman/Keluarga/Tetangga 50 23,4 3. Tenaga Kesehatan 45 21,5 Total 210 100 Berdasarkan tabel 33 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden mendapat informasi dari media massa sebanyak 115 siswa (55,0%). Data Khusus. a. Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual. Tabel 34. Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. No. Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) 1. Baik 48 22,9 2. Cukup 130 61,9 3. Kurang 32 15,2 Total 210 100 Berdasarkan tabel 34 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup sebanyak 130 siswa (61,9%). b. Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual. Tabel 35. Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. No. Sikap Frekuensi Persentase (%) 1. Negatif 93 44,3 2. Positif 117 55,7 Total 210 100 Berdasarkan tabel 35 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden memiliki sikap positif sebanyak 117 siswa (55,7%). 75 HOSPITAL MAJAPAHIT c. E. 1. 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Pengaruh Pengetahuan Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual. Tabel 36. Tabulasi Silang Pengaruh Pengetahuan Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 – 23 Juni 2010. Sikap TOTAL No. Pengetahuan Negatif Positif f (%) f (%) f (%) 1. Baik 14 6,7 34 16,2 48 22,9 2. Cukup 53 25,2 77 36,7 130 61,9 3. Kurang 26 12,4 6 2,9 32 15,2 93 44,3 117 55,7 100 Jumlah 210 Tabel 36 menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa remaja mempunyai pengetahuan cukup tentang penyakit menular seksual diantaranya mempunyai sikap positif 77 responden (36,7%) mempunyai sikap negatif terhadap penyakit menular seksual 53 responden (25,2%). Sebanyak 26 responden (12,4%) mempunyai pengetahuan kurang tentang penyakit menular seksual mempunyai sikap negatif 26 responden (12,6%) dan bersikap positif 6 responden (2,9%). Hasil tabulasi silang selanjutnya dilakukan perhitungan dengan bentuk SPSS dengan uji Chi Square dan diperoleh hasil 22,819 dengan menggunakan nilai signifikan 0,05 sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak artinya ada pengaruh pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan sikap remaja terhadap penyakit menular seksual di MAN Mojokerto. PEMBAHASAN. Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Berdasarkan tabel 34 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup sebanyak 130 siswa (61,9%) karena siswa sudah mendapat informasi dari media massa, teman, keluarga, tetangga dan tenaga kesehatan sehingga siswa memahami dan tahu tentang penyakit menular seksual, 48 siswa (22,9%) berpengetahuan baik karena siswa sedikit menerima informasi dari media massa, teman, keluarga, tetangga dan tenaga kesehatan sehingga pengetahuan siswa tentang penyakit menular seksual dan 32 siswa (15,2%) berpengetahuan kurang karena informasi yang diketahui siswa tentang penyakit menular seksual hanya sekedar tahu secara umum tetapi siswa kurang mengerti dan memahami dampak selanjutnya. Menurut Mubarok (2007) pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan dan informasi. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pengetahuan seseorang tentang suatu hal (Mubarok, 2007) makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi dan makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Banyak remaja siswa MAN Mojokerto yang berpengetahuan cukup. Faktor-faktor yang menyebabkan responden mempunyai pengetahuan cukup yaitu disebabkan kurangnya responden memperoleh informasi tentang penyakit menular seksual. Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual Berdasarkan tabel 35 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden memiliki sikap positif sebanyak 117 siswa (55,7%) karena siswa memahami tentang penyakit menular seksual serta dampak dari penyakit menular seksual dan 93 siswa (44,3%) bersikap negatif karena siswa tidak memahami penyakit menular seksual dan dampak dari penyakit menular seksual. Menurut teori Azwar (2009) yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, pengaruh budaya, media massa, serta lembaga pendidikan dan agama. Sebagian besar siswa bersikap positif, hal ini terjadi karena responden sudah mendapatkan informasi dari media massa seperti majalah dan koran. Bersikap positif berarti 76 HOSPITAL MAJAPAHIT 3. F. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 siswa setuju terhadap penyakit menular seksual dan berdasarkan hasil data kuesioner sikap dapat diketahui lebih banyak siswa yang setuju pada pertanyaan mengenai pokok pembahasan pengertian penyakit menular seksual, pencegahan penyakit seksual, cara menghindari penyakit seksual, sedangkan sikap negatif adalah tidak menanggapi terhadap pencegahan atau bagaimana cara menghindari terkena penyakit menular seksual. Pengaruh Pengetahuan Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual Hasil tabel tabulasi silang yang dilakukan perhitungan dengan SPSS dengan Chi Square menunjukkan hasil 22,819 dengan menggunakan nilai signifikan 0,05 sehingga Ho ditolak artinya adanya pengaruh pengetahuan dan sikap remaja terhadap penyakit menular seksual di MAN Mojokerto. Dari hasil analisa yang dibuat menunjukkan bahwa sikap remaja terhadap penyakit menular seksual positif. Hal ini sesuai dengan (Mubarok, 2007) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang dimiliki dalam menyikapi suatu hal. Karena terbentuknya sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lembaga pendidikan (Azwar, 2009) maka pendidikan SMU atau sederajat pasti akan ditanamkan dasar-dasar pengetahuan secara umum pengetahuan kesehatan reproduksi. Pengetahuan remaja sangat mempengaruhi pembentukan sikap remaja dalam menanggapi apa yang mereke ketahui. Fungsi sikap dalam pengetahuan adalah membantu remaja untuk memahami dunia yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan remaja siswa kelas X tentang penyakit menular seksual akan berkembang sesuai pengetahuan yang didapatkannya dan diaplikasikan dalam bentuk sikap positif terhadap adanya penyakit menular seksual. PENUTUP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan siswa kelas X MAN Mojokerto tentang penyakit menular seksual pada remaja cukup yaitu sebanyak 130 siswa (61,9%), sikap siswa kelas X MAN Mojokerto terhadap penyakit menular seksual pada remaja sebagian besar yaitu bersikap positif 117siswa (55,7%) dan paling sedikit bersikap negatif sebanyak 85 siswa (40,7%). Hasil tabel tabulasi silang yang dilakukan perhitungan dengan SPSS dengan Chi Square menunjukkan hasil 22,819 dengan menggunakan nilai signifikan 0,05 sehingga Ho ditolak artinya adanya Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual di MAN Mojokerto. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti dan lebih memperkaya wawasan dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan reproduksi khususnya kesehatan reproduksi remaja serta dapat mengaplikasikannya di masyarakat. Sebagai sumbangan pengetahuan bidan tentang penyakit menular seksual, bahaya penyakit menular dan cara penanganannya serta dapat mengaplikasikannya di masyarakat.Setelah menjadi tempat penelitian diharapkan menjadi pertimbangan dan menjadikan suatu landasan untuk memberikan pendidikan tentang penyakit menular seksual dan pendidikan seks pada remaja siswa MAN Mojokerto serta bagaimana cara menyikapi terhadap penularan penyakit menular seksual dan adanya pendidikan seks.Bagi siswa lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit menular seksual dan mengubah sikap siswa yang dulu bersikap negatif menjadi bersikap positif terhadap penyakit menular seksual. DAFTAR PUSTAKA. Agustiani, Dr Hendrianti. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung : Refika Aditama. Anonim. (2007). Apa Itu Penyakit Menular Seksual?.(Online), (http://www.kesreproinfo// diakses April 2010) Anonim. (2009). Data dan Fakta Kesehatan Repro remaja.(Online), (http://pikkrrmentari.co.cc/www.bkkbn.go.id diakses April 2010) 77 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Anonim. (2010). Hubungan Pengetahuan Dan Informasi Media Audio-Visual Dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa-Siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Tahun 2010.(online) (http//brigther-me.blogspot.com// diakses April 2010) Anonim. (2007). Penyakit Menular Seksual dan HIV / AIDS. (Online), (http://www.smallcrab.com/anak-anak/598-penyakit-menular-seksual-dan-hiv-aids diakses April 2010) Azwar, Saifuddin. (2005). Sikap Manusia Teori dan Pengukuran Edisi ke 2, Yogyakrta : Pustaka Pelajar. B.Hurlock Elizabeth. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga. Hidayat, Alimul Aziz. (2003). Konsep Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data,Jakarta : Salemba Medika. Laksana. (2010). Konsep Dasar Pengetahuan.(online). (http://bidan.Perawat.mojokerto. blogspot.com// diakses Mei 2010) Mansjoer, Arif dkk. (2000). Kapita Selecta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan, Yogya,Graha Ilmu. Nur Salam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika. Notoatmodjo S. (2003). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Rejeki, dr Sri. (2009). Waktu Seks dan Perkawinan Beda,(Online) (http://Idham020273.blogdetik.com//diakses Mei 2010) Sarwono, Prawiroharjo. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Soepartono, dkk. (2005). Filsafat Ilmu Kedokteran, Surabaya : GRAMIK. Somantri, Muhidin. (2006). Aplikasi Statistika Dalam penelitian. Bandung : Pustaka Setia. Sugiono. (2003). Variabel dan Paradigma Penelitian. Bandung : Alfabeta. Suhartono, Suparlan. (2005). Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta : Ar-Ruzz. Ridin. (2010). Masih rendah pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.(Online), (http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62110:bkkb n-masih-rendah-pengetahuan-remaja-tentang-kesehatan-reproduksi, diakses April 2010) 78 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 KETERKAITAN PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM DI RUMAH SAKIT KAMAR MEDIKA KOTA MOJOKERTO Sri Wardini ABSTRAK Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi, 75 persen hingga 85 persen disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini (early latch on) sebagai tindakan life saving. Tujuan penelitian ini adalah keterkaitan pelaksanaan program inisiasi menyusu dini dengan perdarahan post partum di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009. Jenis penelitian analitik retrospektif dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu bersalin di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto pada bulan Januari-Pebruari 2009 sebanyak 60 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan teknik sampling jenuh sebanyak 60 responden. Variabel penelitian adalah variabel independent atau bebas adalah inisiasi menyusu dini dan variabel dependen atau tergantung adalah kejadian perdarahan pasca persalinan. Pengambilan data dengan check list, setelah ditabulasi, dianalisa menggunakan uji Chi Square. Penelitian ini didapatkan sebagian besar responden memberikan inisiasi menyusu dini yaitu 52 orang (87%), sebagian besar responden tidak mengalami perdarahan pasca persalinan yaitu 53 orang (88%) dan ada keterkaitan yang bermakna/signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian perdarahan pasca persalinan, dengan Fisher’s Exact Test secara SPSS didapatkan hasil = 0,000 < α = 0,05 Kesimpulannya adalah inisiasi menyusu dini dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan. Peningkatan pengetahuan ibu hamil menjelang persalinan melalui komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan membuat leaflet, brosur, poster dan buku tentang inisiasi menyusu dini. Sehingga ibu bisa kooperatif pada pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Kata Kunci : inisiasi menyusu dini, perdarahan pasca persalinan A. PENDAHULUAN. Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi. Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesibilitas penanganan kelahiran, 75 persen hingga 85 persen kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Pada awal Agustus lalu, pekan ASI sedunia 2007 juga dirayakan di Indonesia dengan tema “Satu Jam Pertama Kehidupan Dilanjutkan dengan Menyusu Eksklusif 6 Bulan, Menyelamatkan Lebih dari Satu Juta Bayi”. Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini (early latch on) sebagai tindakan life saving (Anonim, 2009). Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir (Roesli, 2008:3). Pemberian ASI secara dini dapat mencegah perdarahan pascapersalinan, karena isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya hormon oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan. Menurut penelitian, bahwa dengan melakukan inisiasi menyusu dini, akan membantu meningkatkan daya tahan tubuh si bayi terhadap penyakit, kanker syaraf, leukimia, dan beberapa penyakit lainnya (Dika, 2008). AKI dilaporkan telah menurun dari 408 pada tahun 1990, menjadi 304 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000 dan menurun lagi menjadi 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 (Dinkes Jatim, 2008). Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40-60%, infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan 79 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Di berbagai negara, paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60% (Suyono, 2009). Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya ; paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu empat jam setelah melahirkan dan merupakan akibat dari masalah yang timbul selama persalinan (Wahid, 2008). Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusu dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada ibu (Eman, 2008). Setelah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi perdarahan (Mansjoer, 2005: 322). Oksitosin salah satu hormon yang juga mengakibatkan otot-otot polos rahim berikut pembuluh darahnya mengkerut. Efek ini akan bekerja maksimal jika setelah melahirkan, ibu langsung mulai menyusui bayinya. Dengan demikian, penyempitan pembuluh darah yang terbuka saat melahirkan bisa dipercepat. Hal ini jelas berdampak positif, karena perdarahan di rahim bekas proses persalinan akan cepat terhenti (Nurmah, 2008). Hormon oksitosin juga bermanfaat untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-ototnya yang terajut satu sama lain seperti jaring, dan serat otot-otot yang terjaring tersebut berkontraksi sedemikian rupa sehingga menyempitkan celah-celah rajutan tersebut yang diantara matanya terdapat kantong darah lembut dan mengeluarkan darah. Hal ini menyebabkan berhentinya perdarahan secara bertahap (Ratulangi, 2009). Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan pasca persalinan (PPP), namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.. Studi pendahuluan yang dilakukan di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto tahun 2007 sebanyak 7 kasus perdarahan pasca persalinan rujukan bidan dan tahun 2008 sebanyak 5 kasus perdarahan pasca persalinan rujukan bidan (tensi tinggi, retensio plasenta, grande multipara) dan semuanya tidak melaksanakan inisiasi menyusu dini karena partus lama, penyakit yang diderita ibu (TBC) dan berat bayi < 2500 gram. Untuk peningkatan pelaksanaan inisiasi menyusui dini dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi melalui penyuluhan perorangan atau kelompok di Puskesmas, Posyandu atau Polindes dan Rumah Sakit. Konseling dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan pemahaman ibu terutama saat kunjungan pemeriksaan kehamilan. Perlunya dukungan dari suami dan keluarga untuk pelaksanaan keberhasilan inisiasi menyusu dini, maka petugas kesehatan perlu melibatkan mereka pada saat pemberian inisiasi menyusu dini. B. 1. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Program Inisiasi Menyusui Dini a. Pengertian Inisiasi Menyusui Dini Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir pada satu jam pertama (Roesli, 2008 : 3) b. Tujuan Inisiasi Menyusui Dini 1) Membantu Mengurangi Kemiskinan Jika seluruh bayi yang lahir di Indonesia dalam setahun disusui secara eksklusif enam bulan, berarti : a) Harga rata-rata satu kaleng susu formula Rp. 60.000,- (tahun 2007). b) Jumlah bayi lahir di Indonesia 5,5 juta per tahun c) Biaya pembelian susu formula selama enam bulan untuk bayi ini adalah : 5,5 juta x 55 kaleng x Rp. 60.000,- = Rp 18,120 triliun 80 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 d) Setiap bayi memerlukan sekitar 3 juta dalam enam bulan. Biaya ini lebih dari c. d. 100% pendapatan buruh yang Cuma Rp. 500.000 per bulan. (Roesli, 2008:33). 2) Membantu Mengurangi Kelaparan Bagi anak usia dua tahun, sebanyak 500 cc ASI ibunya mampu memenuhi kebutuhan kalori 31%, protein 38%, vitamin A 45% dan vitamin C 95%. ASI masih memenuhi kebutuhan kalori 70% untuk bayi 6-8 bulan, 55% untuk bayi 9-11 bulan, dan 40% untuk bayi 12-23%. Keadaan ini akan secara bermakna memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia dua tahun. Dengan kata lain, pemberian ASI membantu mengurangi angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan yang terhenti yang umumnya terjadi pada usia ini (Roesli, 2008:34). 3) Membantu Mengurangi Angka Kematian Balita Menurut penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang, risiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia di bawah dua tahun, angka kematian ini meningkat menjadi 480%. Peran inisiasi menyusu dini dalam mengatasi masalah tersebut adalah : a) Sekitar 40% kematian balita terjadi pada satu bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi menyusu dini dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari. Berarti inisiasi menyusu dini mengurangi angka kematian balita 8,8%. b) Inisiasi menyusu dini meningkatkan keberhasilan menyusu eksklusif dan lama menyusu sampai dua tahun. Dengan demikian, dapat menurunkan kamtian anak secara menyeluruh. (Roesli, 2008:35). Manfaat Inisiasi Menyusui Dini Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusu dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada ibu (Eman, 2008). Setalah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi perdarahan (Mansjoer, 2005:322). Menurut penelitian, bahwa dengan melakukan inisiasi menyusu dini, akan membantu meningkatkan daya tahan tubuh si bayi terhadap penyakit, kanker syaraf, leukimia, dan beberapa penyakit lainnya (Dika, 2008). Lima Tahapan Perilaku (Pre-Feeding Berhaviour) 1) 30 menit pertama : stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali matanya trebuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan. Bonding (kasih sayang) ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan menyusu dan mendidik bayi. Kepercayaan diri ayah pun menjadi bagian keberhasilan menyusui dan mendidik anak bersama-sama ibu. 2) 30-40 menit : mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan air ketuban yang ada di tanggannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan putting susu ibu. 3) Mengeluarkan air liur, saat menyadari ada makanan disekitarnya, bayi mulai mengeluarkan air liur. 4) Bayi mulai bergerak ke arah payudara. Areola (kalang payudara) sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. Bayi menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan 81 HOSPITAL MAJAPAHIT e. f. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah putting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil. 5) Menemukan, menjilat, mengulum putting, membuka mulut lebar dan melekat dengan baik. (Roesli, 2008:15-17). Tata Laksana Inisiasi Menyusui Dini Tata Laksana Inisiasi Menyusui Dini berdasarkan penelitian Ilmiah adalah : 1) Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan. 2) Disarankan juga tidak menggunakan bahan kimia saat persalinan, karena akan mengganggu dan mengurangi kepekaan bayi untuk mencari puting susu ibu. 3) Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering. 4) Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya, 5) Tali pusat dipotong lalu diikat. 6) Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. 7) Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu. 8) Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Pentingnya Kontak Kulit & Menyusu Sendiri 1) Mengapa kontak kulit dengan kulit segera setelah bayi lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan sangat penting. 2) Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia). 3) Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. 4) Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya, dan dia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan. 5) Ikatan kasih sayang antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu biasanya bayi tidur dalam waktu lama. 6) Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal. 7) Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui eksklusif dan akan lebih lama disusui. 8) Letakkan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin (Zuraidah, 2008). 2. Konsep Ibu Bersalin a. Pengertian Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Winkjosastro, 2005 : 180). Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuba didorong keluar melalui jalan lahir (Saifudin, 2001:100). b. Proses Terjadinya Persalinan Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang komplit antara lain: 1) Teori Keregangan a) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu 82 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai c) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan Teori Penurunan Progesteron a) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. b) Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. c) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu. 3) Teori Oksitosin Internal a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi Braxton Hicks. c) Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai. 4) Teori Prostaglandin a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. b) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. c) Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan. 5) Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis a) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak berbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973. b) Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, ahsilnya kehamilan kelinci berlangsung lebih lama. c) Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan. d) Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan e) Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan. Besar kemungkinan semua faktor bekerjasama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor (Manuaba, 1998:159). Tanda Permulaan Persalinan Tanda kala pendahuluan (Preparatory Stage Labour) adalah : 1) Lightening/Settling/Dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multi para tidak begitu kentara. 2) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun 3) Perasaan sering/susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terendah janin. 4) Perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadan-kadang disebut ―False Labour Pains‖ 5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show) (Manuaba, 1998:160). Tanda Persalinan 1) Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. 2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu : pengeluaran lendir atau lender bercampur darah. 3) Dapat disertai ketuban pecah 2) c. d. 83 HOSPITAL MAJAPAHIT 4) 1). 2). 3). Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks : Perlunakan serviks Pendataran serviks Terjadi pembukaan serviks (Manuaba, 1998:160). 3. Konsep Perdarahan Post Partum a. Pengertian Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan lebih dari 500 CC yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan primer : terjadi dalam waktu 24 jam pascapersalinan. Perdarahan sekunder : terjadi dalam waktu sesudah 24 jam pertama pasca persalinan (Wiknjosastro, 2005:653). b. Penyebab 1) Atonia uteri 2) Retensio plasenta 3) Trauma jalan lahir 4) Inversio uteri 5) Ruptur uteri 6) Gangguan sistem pembekuan darah (Mansjoer, 2005:313) Faktor presdiposisi yang hars dipertimbangkan adalah riwayat perdarahan pascapersalinan, multiparitas, perdarahan antepartum dan partus lama (Mansjoer, 2005:313). c. Indikasi Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan yaitu : Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya: riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu, grande multipara (lebih dari empat anak), jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun), bekas operasi Caesar dan pernah abortus (keguguran) sebelumnya (Dady, 2008). d. Diagnosis 1) Perdarahan banyak yang terus menerus setelah bayi lahir 2) Pada perdarahan melebih 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi dan nafas cepat, pucat, ekstremitas dingin, sampai terjadi syok. 3) Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir. Bila karena retensio plasenta, perdarahan terhenti setelah plasenta lahir. 4) Pada perdarahan setelah plasenta lahir, perlu dibedakan sebabnya antara atonia teri, sisa plasenta atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstetri, mungkin kontraksi uterus lembek dan membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uetrs baik, eksplorasi untuk mengetahi adanya sisa plasenta atau trauma lahir. 5) Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan antepartum atau etiologi lainnya (Mansjoer, 2005:314). e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perdarahan Pasca Persalinan 1) Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun. 84 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 2) g. Perdarahan pascapersalinan dan gravida Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. 3) Perdarahan pascapersalinan dan paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. 4) Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. 5) Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal. Pencegahan Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu. Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya, disuntikkan intra muskuler atau intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah anak lahir. Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut: 1) Pasang infus. 2) Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5cc hingga 1cc. 3) Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus. 4) Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan; 5) Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit). 6) Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah; 7) Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta. Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan: 1) Pemberian uterotonika intravena. 2) Kosongkan kandung kemih. 3) Menekan uterus-perasat Crede. 4) Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta. 85 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama. Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat. Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon padat liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena. 4. Keterkaitan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan Hormon adalah substansi atau zat yang dihasilkan berbagai kelenjar dalam tubuh dan beredar dalam darah. Menjelang proses persalinan pun dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon. Pada usia kehamilan 40 minggu, kerja plasenta menjadi berkurang. Estrogen dan progesteron juga menurun. Pada saat ini hormon oksitosin mulai berperan sehingga ibu merasakan mulas dan kontraksi. Selain itu oksitosin juga merangsang produksi ASI. Bila hormon tersebut dalam keadaan tidak seimbang dan tak bekerja sebagaimana mestinya, misalnya estrogennya meningkat, akibatnya ibu tidak merasakan mulas-mulas. Kehamilan jadi lewat waktu sementara kemungkinan janin bisa meninggal dalam kandungan. Menjelang persalinan, dihasilkan pula hormon prostaglandin. Hormon ini membuat mulut rahim ibu jadi melunak dan perlahan membuka, sehingga janin semakin terdesak masuk ke dalam jalan lahir. Tekanan ini menghasilkan lebih banyak oksitosin, sehingga rasa mulas akan timbul secara teratur dan ritmik. Jika sudah efektif bisa terjadi 2-3 kali dalam 10 menit dengan lama 60-90 detik. Begitu rahim terbuka, ibu hamil akan memperoleh dorongan atau kontraksi. Selanjutnya, dengan tenaga yang terkumpul dan mengedan, bayi dilahirkan. Untuk keluarnya ASI yang berperan penting adalah hormon oksitosin. Usai melahirkan, diperlukan waktu minimal sekitar enam minggu atau lebih untuk penormalan kembali hormon-hormon reproduksi (Kurniasih, 2008). Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusu dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada ibu (Eman, 2008). Setalah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi perdarahan (Mansjoer, 2005:322). Oksitosin salah satu hormon yg berperan dlm proses produksi ASI. Manfaat oksitosin ini juga nyata. Selain mengerutkan otot-otot saluran untuk pengeluaran ASI, hormon ini juga mengakibatkan otot-otot polos rahim berikut pembuluh darahnya mengkerut. Efek ini akan bekerja maksimal jika setelah melahirkan, ibu langsung mulai menyusui bayinya. Dengan demikian, penyempitan pembuluh darah yang terbuka saat melahirkan bisa dipercepat. Hal ini jelas berdampak positif, karena perdarahan di rahim bekas proses persalinan akan cepat terhenti. Kalau otot-otot di rahim mengkerut, otomatis pembuluh darah yang terbuka itu akan terjepit sehingga perdarahan akan segera berhenti (Nurmah, 2008). Hormon oksitosin (hormon yang dihasilkan neurohipofisa, bekerja untuk merangsang kontraksi otot polos dinding rahim selama coitus dan melahirkan) yang membantu proses kelahiran. Caranya, hormon oksitosin tersebut menyatu dengan reseptomya memulai kontraksi otot yang teratur secara bertahap, sehingga menyebabkan perluasan leher rahim dan terjadilah proses kelahiran. Setelah persalinan, hormon oksitosin juga bermanfaat untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-ototnya yang terajut satu sama lain seperti jaring, dan serat otot-otot yang terjaring tersebut berkontraksi sedemikian rupa sehingga menyempitkan celah-celah rajutan tersebut yang diantara matanya terdapat kantong darah lembut dan mengeluarkan darah. Hal ini menyebabkan berhentinya 86 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 perdarahan secara bertahap (Ratulangi, 2009). Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan pasca persalinan (PPP), namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. 5. Kerangka Konseptual. Ibu bersalin Inisiasi Menyusu Dini Hormon Oksitosin Kontraksi Uterus Pelepasan Plasenta Perdarahan Pasca Persalinan Penyempitan pembuluh darah di rahim Perdarahan berhenti Anemia Berat Kematian Ibu Sumber : Modifikasi Roesli (2008), Nurmah (2008) dan Ratulangi (2009) Keterangan : : diteliti : tidak diteliti Gambar 9. Kerangka Konseptual Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto C. METODE PENELITIAN. 1. Desain Penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian analitik retrospektif dengan menggunakan desain cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time approach (Notoatmodjo, 2005:146). Penelitian ini bertujuan mengetahui keterkaitan pelaksanaan program inisiasi menyusu dini dengan perdarahan post partum. 2. Hipotesis. H1 : Ada Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto. Ho : Tidak ada Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto. 87 HOSPITAL MAJAPAHIT 3. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto pada bulan Januari-Pebruari 2009 sebanyak 60 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto pada bulan Januari-Pebruari 2009 sebanyak 60 orang yang diambil menggunakan teknik sampling jenuh yaitu mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat, 2007:83). Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2001:41). Variabel independen atau bebas pada penelitian ini adalah inisiasi menyusu dini. Variabel dependen atau tergantung adalah perdarahan post partum. Tabel 36. Definisi Operasional Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Variabel 4. Definisi Operasional Kriteria Skala Variabel independen/ bebas = inisiasi menyusu dini Bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir Ya = bayi mulai menyusu setelah lahir selama 1 jam pertama Tidak = bayi tidak menyusu sendiri atau menyusu lebih dari 1 jam Nominal Variabel dependen atau tergantung= perdarahan post partum perdarahan lebih dari 500 CC yang terjadi setelah anak lahir. Ya = terjadi perdarahan (>500 cc) Tidak = tidak terjadi perdarahan (< 500 cc) Nominal Teknik Analisis Data. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square untuk mengidentifikasi hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian perdarahan pasca persalinan dengan rumus : (f0-fe)2 Rumus = χ 2 = ∑ fe Keterangan : f0 : frekuensi yang diperoleh berdasarkan data fe : frekuensi yang diharapkan Hasil pengolahan data dinterpretasikan dengan menggunakan skala kualitatif yaitu : 100% = seluruh responden 76-90% = hampir seluruh responden 51-75% = sebagian besar responden 50% = setengah dari responden 25-49% = hampir setengah dari responden 1-24% = sebagian kecil dari responden 0% = tidak satupun dari responden (Arikunto, 1998:246). 88 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 D. HASIL PENELITIAN. 1. Data Umum. a. Umur Responden 6 orang (10%) 8 orang (13%) < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun 46 orang (77%) b. Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 10 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden berumur 20-35 tahun yaitu 46 orang (77%) Pendidikan Responden 1 orang (2%) 6 orang (10%) 25 orang (42%) SD SMP SMU PT 28 orang (46%) c. Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 11 diperoleh informasi bahwa hampir setengah responden berpendidikan SMP yaitu 28 orang (46%) Pekerjaan Responden 5 orang (8%) 1 orang (2%) Tidak bekerja 16 orang (27%) Pegawai swasta PNS Wiraswasta 38 orang (63%) Gambar 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 12 diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu 38 orang (63%). 89 HOSPITAL MAJAPAHIT d. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Jumlah Anak 1 orang (2%) 15 orang (25%) 1 anak 2-4 anak > 5 anak 44 orang (73%) Gambar 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 13 diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden memiliki 2-4 anak yaitu 44 orang (73%) 2. Data Khusus a. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini 8 orang (13%) Ya Tidak 52 orang (87%) b. Gambar 14. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 14 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden memberikan inisiasi menyusu dini yaitu 52 orang (87%) Kejadian Perdarahan Post Partum 7 orang (12%) Ya Tidak 53 orang (88%) Gambar 15 Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 15 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden tidak mengalami perdarahan pasca persalinan yaitu 53 orang (88%). 90 HOSPITAL MAJAPAHIT c. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tabel 37. Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009 Kejadian Perdarahan Post Partum TOTAL Inisiasi Menyusu No. Ya Tidak Dini f (%) F (%) f (%) 1. Ya 0 0 52 87 52 87 2. Tidak 7 11,4 1 1,6 8 13 7 12 53 88 60 100 Jumlah Berdasarkan tabel 37 diketahui seluruhnya responden yang memberikan inisiasi menyusu dini tidak mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 52 orang (100%), sedangkan hampir seluruhnya responden yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 7 orang (88%). Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi Square (χ2) didapatkan hasil : 1) Cara Menentukan fe Ftax = (Ka)(Bx) T Keterangan : ftax : Frekuensi teoritis pada kotak dengan kolom a pada baris x Ka : Jumlah pada kolom A Bx : Jumlah pada baris X T : Jumlah sampel total 2) a). Perdarahan pasca persalinan dengan pemberian inisiasi menyusu dini: 7 x 52 = 6,06 60 b). Perdarahan pasca persalinan dengan tidak memberi inisiasi menyusu dini: 7 x 8 = 0,93 60 c). Tidak Terjadi Perdarahan pasca persalinan dengan pemberian inisiasi menyusu dini: 53 x 52 = 45,93 60 d). Tidak Terjadi Perdarahan pasca persalinan dengan tidak memberi inisiasi menyusu dini: 53 x 8 = 7,07 60 Menentukan χ 2 hitung χ2=∑= (f0-fe)2 fe Kategori f0 Fe fo-fe (fo-fe) 2 (fo-fe) 2 fe Perdarahan Post Partum IMD Tidak IMD Jumlah 0 7 7 91 6,06 0,93 6,99 -6,06 6,07 0,01 36,7236 36,8449 73,5685 6,06 39,62 45,68 HOSPITAL MAJAPAHIT Tidak Terjadi Perdarahan Post Partum IMD Tidak IMD Jumlah Jadi jumlah total χ 2 hitung adalah Vol 3. No. 2, Nopember 2011 52 1 53 45,93 7,07 53 6,07 -6,07 0 36,8449 36,8449 73,6898 0,80 5,21 6,01 = 45,68+ 6,01 = 51,69 dk = (k-1) x (b-1) = (2 -1) x (2-1) =1 Taraf signifikan 5% jadi χ 2 tabel = 3,84 2 2 Jadi χ hitung >χ tabel = 51,69 > 3,84 E. 1. 2. PEMBAHASAN. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini Berdasarkan Gambar 14 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden memberikan inisiasi menyusu dini yaitu 52 orang (87%). Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir pada satu jam pertama (Roesli, 2008:3). Pemberian ASI secara dini dapat mencegah perdarahan pascapersalinan, karena isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya hormon oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan. Menurut penelitian, bahwa dengan melakukan inisiasi menyusu dini, akan membantu meningkatkan daya tahan tubuh si bayi terhadap penyakit, kanker syaraf, leukimia, dan beberapa penyakit lainnya (Dika, 2008). Dari data di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden memberikan inisiasi menyusu dini, hal ini disebabkan insiasi menyusu dini telah menjadi suatu program yang dilaksanakan di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini (early latch on) sebagai tindakan life saving. Masih ada ibu bersalin yang tidak melaksanakan insiasi menyusu dini karena indikasi partus lama, TBC, dan berat bayi < 2500 gr sebanyak 8 orang (13%). Insisiasi menyusu dini memberikan manfaat bagi ibu (mencegah perdarahan pasca persalinan) dan bayi (meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, kanker syaraf, leukemia dan beberapa penyakit lainnya, selain itu bisa menjadi indikator keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Perdarahan Post Partum Berdasarkan Gambar 15 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden tidak mengalami perdarahan pasca persalinan yaitu 53 orang (88%) Setelah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi perdarahan (Mansjoer, 2005: 322). Oksitosin salah satu hormon yang juga mengakibatkan otot-otot polos rahim berikut pembuluh darahnya mengkerut. Efek ini akan bekerja maksimal jika setelah melahirkan, ibu langsung mulai menyusui bayinya. Dengan demikian, penyempitan pembuluh darah yang terbuka saat melahirkan bisa dipercepat. Hal ini jelas berdampak positif, karena perdarahan di rahim bekas proses persalinan akan cepat terhenti (Nurmah, 2008). Dari data diatas diperoleh data hampir seluruh responden tidak mengalami perdarahan pasca persalinan. Hal ini disebabkan hampir seluruh responden memberikan inisiasi menyusu dini (87%). Sesuai dengan teori diatas, bahwa setelah partus, rangsangan isapan bayi mengeluarkan hormon oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan. Selain itu oksitosin adalah hormon yang membantu mempercepat penyempitan pembuluh darak yang terbuka pasa saat melahirkan sehingga perdarahan bisa terhenti. 92 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 3. Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Berdasarkan tabel 37 diketahui seluruhnya responden yang memberikan inisiasi menyusu dini tidak mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 52 orang (100%), sedangkan hampir seluruhnya responden yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 7 orang (88%) . Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi Square (χ2) didapatkan hasil χ2 hitung > χ2 tabel, yaitu 51,69 < 3,84, sehingga Hi diterima, yang berarti adanya hubungan yang bermakna/signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian perdarahan pasca persalinan. Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusu dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada ibu (Eman, 2008). Hormon oksitosin (hormon yang dihasilkan neurohipofisa, bekerja untuk merangsang kontraksi otot polos dinding rahim selama coitus dan melahirkan) yang membantu proses kelahiran. Caranya, hormon oksitosin tersebut menyatu dengan reseptomya memulai kontraksi otot yang teratur secara bertahap, sehingga menyebabkan perluasan leher rahim dan terjadilah proses kelahiran. Setelah persalinan, hormon oksitosin juga bermanfaat untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-ototnya yang terajut satu sama lain seperti jaring, dan serat otototot yang terjaring tersebut berkontraksi sedemikian rupa sehingga menyempitkan celah-celah rajutan tersebut yang diantara matanya terdapat kantong darah lembut dan mengeluarkan darah. Hal ini menyebabkan berhentinya perdarahan secara bertahap (Ratulangi, 2009). Dari data diatas diperoleh data seluruhnya responden yang memberikan inisiasi menyusu dini tidak mengalami perdarahan pasca persalinan, sedangkan hampir seluruhnya responden yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini mengalami perdarahan pasca persalinan. Sesuai dengan teori diatas maka bayi yang sejak dini melakukan sentuhan, emutan dan jilatan pada puting susu ibu akan merangsang keluarnya hormon oksitosin. Manfaat hormon oksitosin untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-ototnya yang terajut satu sama lain seperti jaring, dan serat otot-otot yang terjaring tersebut berkontraksi sedemikian rupa sehingga menyempitkan celah-celah rajutan tersebut yang diantara matanya terdapat kantong darah lembut dan mengeluarkan darah. Hal ini menyebabkan berhentinya perdarahan secara bertahap. F. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian hampir seluruh responden di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto memberikan inisiasi menyusu dini yaitu 52 orang (87%), hampir seluruh responden di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto tidak mengalami perdarahan pasca persalinan yaitu 53 orang (88%). Ada keterkaitan yang bermakna/signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian perdarahan post partum, dengan uji Chi Square (χ2) didapatkan hasil χ2 hitung > χ2 tabel, yaitu 51,69 < 3,84 Sebaiknya dilakukan Peningkatan pengetahuan ibu hamil menjelang persalinan melalui komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan membuat leaflet, brosur, poster dan buku tentang inisiasi menyusu dini. DAFTAR PUSTAKA. Anonim. (2009). Bagaimana Agar Anak Kita Sehat dan Cerdas. (http://www.medicastore.com/ med/index.php, diakses 21 Maret 2009). Dika. (2009). Inisiasi Menyusu Dini. (http://www.iloveblue.com, diakses 16 Maret 2009). Dede Kurniasih. (2009). Hormon Di Masa Kehamilan. (http://dedekurniasih.blogspot.com, diakses 12 Maret 2009). Eman. (2008). Inisiasi Menyusu Dini Untuk Awali ASI Eksklusif. (http://[email protected], diakses 17 September 2008). Hanifa, Wiknjosastro, (2005). Ilmu Bedah Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 93 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Manuba Ida Bagus Gede. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC. Nurmah. (2008). Air Susu Ibu. (http://www.nurmah.com, diakses 10 Desember 2008). Nursalam. Pariani, S. (2001). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Ratulangi, Ramon Deny. (2009). Peranan Kurma Pada Wanita Hamil, Melahirkan, Nifas dan Menyusui. (http://www.ratulangiphotography.com, diakses 24 Januari 2009). Roesli, Utami. (2008). Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : Pustaka Bunda. Saifudin, 2001, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI Suyono, dkk. (2009). Hubungan antara umur ibu hamil dengan frekuensi solusio plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. (http://www.kalbe.co.id/cdk, diakses 01 Februari 2009). Wahid, Ibnu Dian. (2008). Perdarahan Postpartum atau Hemoragia Postpartum. (http://perdarahanpostpartum.com, diakses 28 Nopember 2008). Zuraidah. (2008). Satu Jam Pertama Yang Menakjubkan. (http://www.promosikesehatan.com, diakses 26 Desember 2008). 94 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU PRIMIPARA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO Wiwit Sulistyowati ABSTRAK Menurut UNICEF, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia, yaitu 38%. Menyusui merupakan pemberian makanan kepada bayi yang secara langsung dari payudara ibu sendiri. Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu menyusui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel yang diteliti adalah pengetahuan ibu primipara tentang menyusui dan teknik menyusui yang benar. Populasi berjumlah 30 ibu primipara dengan sampel sejumlah 30 ibu primipara yang diambil dengan teknik total sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16-17 Juli 2010. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas. Teknik analisa menggunakan spearman’s rank dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Hasil penelitian didapatkan data bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan kurang tentang teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 12 ibu primipara (40%) lebih dari 50% responden melakukan teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 ibu primipara (53,3%). Hasil uji spearman’s rho dengan derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,006, sehingga nilai 0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, dengan nilai korelasi spearman’s rho 0,491 yang termasuk dalam kategori cukup erat. Banyaknya responden yang salah dalam melakukan teknik menyusui selain dikarenakan kurangnya pengetahuan juga banyak dipengaruhi oleh faktor usia, pendidikan, pekerjaan ibu primipara dalam melakukan laktasi. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar. Petugas kesehatan harus berperan aktif untuk senantiasa memberikan bimbingan, arahan, yang berupa penyuluhan kesehatan kepada masyarakat melalui kegiatan posyandu seperti dengan menggalakkan program teknik menyusui yang benar secara rutin dan berkala Kata Kunci : pengetahuan, ibu primipara, teknik menyusui yang benar A. PENDAHULUAN. Menyusui merupakan pemberian makanan kepada bayi yang secara langsung dari payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses alamiah, dimana berjuta-juta ibu melahirkan diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang pemberian ASI. Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu menyusui. Menyusui merupakan cara pemberian makan yang diberikan secara langsung oleh ibu kepada anaknya, namun seringkali ibu menyusui kurang memahami dan kurang mendapatkan informasi, bahkan sering kali ibu-ibu mendapatkan suatu informasi yang salah tentang manfaat ASI ekslusif itu sendiri, tentang bagaimana cara menyusui ataupun langka-langkah menyusui yang benar kepada bayinya, dan kurangnya informasi yang diberikan tentang dampak apabila Asi esklusif itu tidak diberikan dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui secara ekslusif kepada bayinya (Utami Roesli, 2000). WHO, British Nutrition Foundation, ESPGAN (European Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition), WHO (World Health Organization) dan FAO (Food 95 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Agriculture Organization) merekomendasikan pemberian ASI selama enam bulan pertama setelah kelahiran. Selama itu bayi tidak perlu mendapatkan makanan dan minuman apa pun selain ASI (Surjadi, 2008). Hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia, yaitu 38%. Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2007 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) yang berkerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan dipedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara hanya 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13%. Sedangkan untuk wilayah Mojokerto cakupan pada tahun 2008 sebanyak 70%, sedangkan target pada 2010 sebanyak 90% (DinkesJatim, 2010). Permasalahan yang utama rendahnya angka cakupan ASI ini adalah karena faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung serta gencarnya promosi susu (Arief, 2009). Kurangnya informasi dan tidak adanya tenaga terlatih menunjukkan bahwa kesadaran pemberian ASI hanya akan tumbuh dengan topangan informasi yang baik dan adanya dukungan dari masyarakat. gencarnya promosi susu formula benar-benar merubah paradigma masyarakat terhadap ASInya, dan menurunkan kepercayaan diri ibu bahwa ASI adalah sumber nutrisi terbaik dan satu-satunya nutrisi ideal bagi bayi (Sugianto,2008). Kecenderungan ibu primipara mempunyai pengetahuan rendah dimungkinkan karena melahirkan seorang anak merupakan pengalaman baru, sehingga dapat menjadi stressor yang pada akhirnya dapat menimbulkan krisis. Untuk itu mereka membutuhkan pemahaman atau pengetahuan dan ketrampilan yang harus diperoleh melalui praktek tentang bagaimana cara menyusui yang benar (WHO, 2002; 37). Pengetahuan tentang teknik menyusui harus dikuasai dengan benar demi kelancaran pemberian ASI Eksklusif. Teknik tersebut meliputi posisi dan perlekatan yang benar, langkah-langkah menyusui, cara pengamatan teknik menyusui dan lama frekuensi menyusui. Yang paling penting dari teknik menyusui setelah tidak terdapat kendala dari ibu maupun bayi adalah lama dan frekuensi yang tidak dijadwal sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan di setiap saat bayi membutuhkan, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya (Pernisa, 2004, dikutip Creasoft, 2008). Teknik menyusui yang tidak dikuasai oleh ibu maka akan berdampak pada ibu dan bayi itu sendiri. Dampak pada ibu bisa berupa mastitis, payudara bergumpal, puting sakit, sedangkan pada bayi dapat dipastikan, bayi tidak akan mau menyusu yang berakibat bayi tidak akan mendapat ASI eksklusif (Idrus, 2009). Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi sejak awal sangat penting dilakukan. Oleh karena itu sudah menjadi tugas tenaga kesehatan khususnya bidan untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan baik itu melalui konseling, penyuluhan, media informasi seperti liflet, lembar balik dan sebagainya. Pemberian HE sebaiknya diberikan pada waktu ibu masih hamil sehingga ibu mempunyai motivasi untuk memberikan ASI eksklusif sejak awal. B. 1. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Dasar Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan (knowledge) adalah kebiasaan, keahlian / kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar (Pratomo, 2005). Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, 96 HOSPITAL MAJAPAHIT b. c. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut (Wikipedia Indonesia, 2010). Pengetahuan adalah hasil dan tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (know) Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang di terima, ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukur dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya 2) Memahami (comprehension) Memahami di artikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang di pelajari. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenamya). Aplikasi di sini dapat di artikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,. kemampuan analisis ini dapat di lihat dan penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula baru dan formulasi yang ada. Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian di dasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada. Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005), terdapat 2 cara untuk memperoleh pengetahuan yaitu: 1) Cara tradisional Cara tradisional di pakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum di temukannya metode ilmiah, cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain: 97 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 a) d. e. Cara coba - salah (Trial and error) Cara ini telah di pakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradapan, cara coba — salah ini di lakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut berhasil, di coba kemungkinan yang lain. b) Kekuasaan (otoritas) Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme sama di dalam pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang di kemukakan orang yang mempunyai otoritas, tanpa lebih dulu menguji atau membuktikan kebenaranya, baik berdasar fakta empiris maupun penalaran sendiri. c) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengetahuan adalah guru yang baik pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. d) Melalui jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia pun ikut berkembang. Dan sini manusia telah mampu menggunakan penalaranya dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikiranya, baik melalui induksi (proses penarikan kesimpulan ) maupun deduksi (pembuatan kesimpulan). 2) Cara modern Cara baru atau modem dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih logis dan ilmiah, cara ini di sebut‖ metode penelitian ilmiah‖ Jenis Pengetahuan Menurut Pratono (2005) ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit. Pengetahuan eksplisit dapat diungkapkan dengan kata-kata dan angka, disebarkan dalam bentuk data, spesifikasi, dan buku petunjuk, sedangkan pengetahuan tacit sifatnya sangat personal yang sulit diformulasikan sehingga sulit dikomunikasikan kepada orang lain. 1) Explicit Knowledge. Bentuk pengetahuan yang sudah terdokumentasi/terformalisasi, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Contoh: manual, buku, laporan, dokumen, surat dan sebagainya. 2) Tacit Knowledge. Bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia. Misalnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/kemahiran, dan sebagainya. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut Meliono yang dikutip di Wikipedia Indonesia (2010) pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:. 1) Pendidikan Pendidikan‖ adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. 2) Media Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah. 3) Keterpaparan informasi Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai 98 HOSPITAL MAJAPAHIT f. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databases . Sedangkan menurut Erfandi (2009) yang mengutip dari beberapa sumber, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : 1) Pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak 2) Mass media/informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. 3) Sosial budaya dan ekonomi. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4) Lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 5) Pengalaman. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. 6) Usia. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup. Pengukuran Pengetahuan Menurut Erfandi (2009) Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes / kuesioner tentang object pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. 99 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut: N Sp x100% Sm Keterangan : N = Nilai pengetahuan Sp = Skor yang didapat Sm = Skor tertinggi maksimum Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut : 1) Baik : Nilai = 76-100% 2) Cukup : Nilai = 56-75% 3) Kurang : Nilai = 40-55% 4) Tidak baik : Nilai < 40% Erfandi (2009) 2. Konsep Dasar Menyusui a. Definisi Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu (Wikipedia, 2010). Menyusui adalah proses memberikan makanan pada bayi dengan menggunakan air susu ibu langsung dari payudara ibu. Jadi yang dimaksud disini bukan memberikan susu dengan menggunakan botol atau sarana lainnya (Blogdokter, 2008) b. Anjuran Inisiasi Menyusui Dini Menurut Marimbi (2010) beberapa alasan ibu dianjurkan menyusui bayinya segera setelah lahir sebagai berikut: 1) Menyusui bayi akan memberikan kepuasan dan ketenangan pada ibu, beberapa ahli menyatakan bahwa menyusui akan memberikan rasa bangga pada ibu, karena ia telah dapat memberikan kehidupan pada bayinya. 2) Hisapan bayi akan mempercepat proses kembalinya uterus keukuran yang normal 3) Hisapan bayi akan memperlancar produksi ASI 4) Penelitian membuktikan bahwa bayi yang disusui segera setelah lahir lebih jarang menderita penyakit infeksi dan gizi bayi pada tahun pertama jauh lebih baik dibanding dengan bayi yang terlambat diberi ASI. c. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan frekuensi pemberian ASI Menurut Marimbi (2010) adapun alasan penggunaan jarak waktu pemberian ASI, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan frekuensi pemberian ASI: 1) Jarak waktu menyusui yang terlalu dekat sering menyebabkan bayi tidak mampu menghabiskan ASI yang ada dalam payudara ibu. 2) Payudara yang tidak habis/kosong terhisap akan melemahkan rangsangan terhadap selsel yang menghasilkan ASI, sehingga produksi ASI akan cepat menurun. 3) Seorang ahli kesehatan anak ―Share‖ mengemukakan pendapatnya bahwa anak yang makannya sedikit-sedikit akan mengakibatkan hilangnya nafsu makan karena kadar gula dalam darah anak selalu tinggi, keadaan ini akan mengurangi nafsu makan anak secara keseluruhan. d. Teknik Menyusui Menurut Perinasia yang dikutip Creasoft (2008) yang mengutip teknik menyusui dapat dilihat sebagai berikut : 1) Posisi dan perlekatan menyusui Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring 100 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 2) e. f. 3. Langkah-langkah menyusui yang benar Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar Cara pengamatan teknik menyusui yang benar Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi telah menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut : 1) Bayi tampak tenang. 2) Badan bayi menempel pada perut ibu. 3) Mulut bayi terbuka lebar. 4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu. 5) Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk. 6) Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan. 7) Puting susu tidak terasa nyeri. 8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. 9) Kepala bayi agak menengadah. Tips Untuk menyusui 1) Berikan ASI Sesuai Kebutuhan. 2) Cari Posisi yang Nyaman. Untuk menghindari nyeri di punggung bagian bawah, jangan membungkuk saat memberikan AS1. Bawa bayi mendekati payudara. Duduk di kursi yang menyediakan sandaran yang nyaman bagi punggung. Pilihan lain adalah dengan berbaring menyamping atau berbaring menyamping dan bayi menghadap ke ibu. 3) Gunakanlah Baju yang Lebar. Biasanya para ibu memilih menggunakan baju yang lebar dengan kancing di bagian depan. ini akan mempermudah jika saat menyusui tiba. 4) Biarkan Bayi Mencari Posisinya sendiri. Saat menyusu adalah saat makan bagi bayi. Diajuga akan membutuhkan kenyamanan. Bayi mungkin akan berhenti sebentar saat menyusu, melihat ibunya dan sekeliling ruangan. ini sering terjadi dan hanyalah istirahat sebentar. Tidak ada masalah dengan proses rnenyusu itu sendiri. 5) Hindari Ketergesaan dalam Menyusui. Jangan tergesa-gesa ketika sedang menyusui. Gunakan waktu ini untuk menjalin ikatan di antara ibu dengan anak. 6) Tawarkan Kedua-duanya. Gunakan payudara yang berbeda saat memulai menyusui. Susui bayi hingga payudara pertama terasa lembut. Apabila bayi bersendawa, coba tawarkan payudara yang kedua. 7) Ikuti petunjuk bayi untuk mengetahui kapan saatnya berhenti. Kebanyakan bayi akan berhenti menghisap ASI bila sudah kenyang. Kadang bayi langsung tertidur atau melepaskannya begitu saja 8) Biasakan Puting. Puting mungkin akan terasa sedikit teriritasi pada beberapa minggu pertama. Memang tidak nyaman, namun ini sangat normal dan akan terbiasa dengan sendirinya. 9) Jangan Merokok ataupun Meminum Alkohol. Sangat penting untuk menghindari asap rokok, baik sebagai perokok aktif ataupun perokok pasif. Dan hindari mengkonsumsi minuman beralkohol karena kandungan alkohol dapat diteruskan pada bayi melalui ASI. Keduanya sangat tidak baik bagi kesehatan ibu dan bayinya. Weni (2009) Konsep Dasar ibu Paritas a. Pengertian Pengertian Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viabel) (Wiknjosastro,2002). Paritas adalah keadaan pada wanita yang telah 101 HOSPITAL MAJAPAHIT b. 4. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 melahirkan janin yang beratnya 500 gram atau lebih, mati atau hidup dan apabila berat badan tidak diketahui maka dipakai batas umur gestasi 22 minggu terhitung dari hari pertama haid terakhir yang normal (UNPAD, 1998, dikutip oleh Nikilah, 2009). Paritas ibu yang bersangkutan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Risiko terhadap ibu dan anak pada kelahiran bayi pertama cukup tinggi,akan tetapi risiko ini tidak dapat di hindari. Kemudian risiko itu menuru pada paritas kedua dan ketiga serta meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya (Mochamad, 2000; Cahyono, 2000, dikutip oleh Nikilah, 2009). Macam-macam Paritas 1) Nullipara Seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali 2) Primipara Wanita yang telah melahirkan bayi yang _iable untuk pertama kalinya 3) Multipara (pleuripara) Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah _iable beberapa kali, yaitu 2-4 kali 4) Grandemultipara Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah _iable lima kali atau lebih. 5) Great grandemultipara Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah _iable 10 kali atau lebih. (Nikilah, 2009) Kerangka Konseptual. Ibu Primipara Faktor yang mempengaruhi pengetahuan : 1. Pendidikan 2. Media massa / informasi 3. Sosial budaya dan ekonomi. 4. Lingkungan 5. Pengalaman 6. Usia Baik 76-100% Pengetahuan ibu primipara tentang teknik menyusui : 1. Definisi 2. Anjuran Inisiasi Menyusui Dini 3. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan frekuensi pemberian ASI 4. Teknik Menyusui 5. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar 6. Tips Untuk menyusui Cukup 56-75% Kurang 40-55% Teknik Menyusui : 1. Posisi dan perlekatan menyusui 2. Langkah-langkah menyusui yang benar Benar Salah Tidak Baik < 40% Sumber : Modifikasi Perinasia yang dikutip Creasoft (2008) dan Erfandi (2009) Keterangan : : diteliti : tidak diteliti Gambar 16. Kerangka Konseptual Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto 102 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 C. METODE PENELITIAN. 1. Desain Penelitian. Peneliti menggunakan metode analitik karena bertujuan menganalisa, menjelaskan suatu hubungan, menguji berdasarkan teori yang ada dan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat dan tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2008 : 83). KERANGKA KERJA Pengetahuan Ibu 1. 2. 3. 4. 5. Teknik Menyusui Yang Benar Informasi Sosial budaya dan ekonomi Lingkungan Pengalaman Usia Gambar 17. Kerangka Kerja Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto 2. Hipotesis. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian menegaskan apakah hipoteisis tersebut dapat diterima atau harus ditolak berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian. H1 : Ada hubungan pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. 3. Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada bulan Juli 2010 sebanyak 30 ibu primipara menyusui dengan sampel yang digunakan adalah ibu menyusui di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto tahun 2010 sebanyak 30 ibu primipara menyusui. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Non probability Sampling dengan sampling jenuh yaitu cara mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat, 2009). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu primipara tentang teknik menyusui, sedangkan variabel dependennya yaitu teknik menyusui yang benar. Instrumen penelitian ini menggunakan : a. Pengetahuan Lembar kuesioner untuk variabel pengetahuan dengan tipe kuesioner tertutup yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya untuk variabel. 1) Uji validitas Uji validitas instrumen/kuesioner dilakukan pada 10 responden dan hasilnya dihitung pada α= 0,05 dengan menggunakan rumus person products moment: 103 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Keterangan: r : koefisien korelasi ∑X : jumlah skor item ∑Y : jumlah skor total item n : jumlah responden Kemudian menghitung nilai uji T dengan rumus: 2) Keterangan: r : koefisien korelasi n : jumlah responden, (n-2=dk, derajat kebebasan) Jika thit > ttabel berarti instrumen valid demikian sebaliknya jika thit < ttabel berarti instrumen tidak valid yang tentunya tidak dapat digunakan dan dapat diperbaiki/ dihilangkan (Hidayat, 2007). Uji reliabilitas Reliabilitas data diukur dengan teknik belah dua atau rumus spearman Brown: Keterangan: r11 : koefisien reliabitas seluruh item rb : koefisien products moment antar belahan Analisis keputusan, apalagi r11 > rtabel berarti reliabel dan apabila r11< rtabel tidak reliabel yang di hitung pada derajat kebebasan dk= n-2 dan α= 0,05. (Hidayat, 2007) b. Teknik Menyusui Menggunakan lembar observasi. Peneliti menyusun lembar observasi berbentuk chek list untuk memudahkan observasi. Tabel 38. Definisi Operasional Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto Variabel Independen : Pengetahuan ibu primipara tentang menyusui Definisi Operasional Segala sesuatu yang diketahui ibu primipara tentang teknik menyusui, meliputi : 1. Definisi 2. Anjuran Inisiasi Menyusui Dini 3. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan frekuensi pemberian ASI 4. Teknik Menyusui 5. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar 6. Tips Untuk menyusui Alat ukur menggunakan kuesioner 104 Kriteria 1. Baik : Nilai = 76-100% 2. Cukup : Nilai = 60-75% 3. Kurang : Nilai = < 60% Arikunto (2006) Skala Ordinal HOSPITAL MAJAPAHIT Variabel Dependen : Teknik menyusui yang benar 4. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Definisi Operasional Kriteria Kemampuan ibu untuk 1. Benar melakukan teknik menyusui Jika melakukan kedua dengan benar : teknik menyusui dengan a. Posisi dan perlekatan benar menyusui 2. Salah b. Langkah-langkah menyusui Jika hanya melakukan yang benar salah satu teknik Alat Ukur Mengunakan check menyusui dengan benar list atau salah satunya Skala Nominal Teknik Analisis Data. a. Analisis Univariat 1) Pengetahuan ibu tentang menyusui Setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0 kemudian diinterpretasikan sebagai berikut : a) Baik : Nilai = 76-100% b) Cukup : Nilai = 56-75% c) Kurang : Nilai = 40-55% d) Tidak baik : Nilai < 40% 2) Teknik Menyusui a) Benar Jika melakukan kedua teknik menyusui dengan benar b) Salah Jika hanya melakukan salah satu teknik menyusui dengan benar atau salah satunya b. Analisis bivariat Setelah data di kelompokkan sesuai dengan subvariabel yang diteliti. Instrumen yang telah diisi dilakukan pengolahan data dengan cara tabulasi silang dalam bentuk prosentase (%) dan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto menggunakan uji statistik chi square. ( f0 fe )2 2 fe Keterangan : Fo : frekuensi observasi Fe : frekuensi harapan (Hidayat, 2007 : 137) Dengan hipotesis H0 ditolak bila X²hit ≥X²tab, berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto bila X²hit X²tab. 105 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 D. HASIL PENELITIAN. 1. Data Umum. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur. Tabel 39. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010. No. Umur Frekuensi Persentase (%) 1. < 20 tahun 11 36,7 2. 20 – 35 tahun 19 63,3 3. > 35 tahun 0 0 Total 30 100 Berdasarkan tabel 39 diketahui bahwa lebih dari 50% responden adalah berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 50 orang (61,7%). b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan. Tabel 40. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010. No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1. SD 9 30 2. SMP 9 30 3. SMA 12 40 4. Perguruan Tinggi 0 0 Total 30 100 Berdasarkan tabel 40 diketahui bahwa paling banyak responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang (75,3%). c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan. Tabel 41. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010. No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1. Bekerja 15 50 2. Tidak bekerja 15 50 Total 30 100 Berdasarkan tabel 41 menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 37 orang (45,7%). 2. Data Khusus. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan. Tabel 42. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010. No. Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) 1. Baik 7 40 2. Cukup 11 36,7 3. Kurang 12 23,3 Total 30 100 Berdasarkan tabel 42 menunjukkan bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan kurang tentang teknik menyusui yang benar sebanyak 12 orang (40%). 106 yaitu HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pelaksanaan Teknik Menyusui. Tabel 43. Karakteristik Responden Berdasarkan Pelaksanaan Teknik Menyusui di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010. No. Teknik Menyusui Frekuensi Persentase (%) 1. Salah 14 46,7 2. Benar 16 53,3 Total 30 100 Berdasarkan tabel 43 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden melakukan teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 orang (53,3%). c. Analisa data hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar. Tabel 44. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu Primipara Dengan Tehnik Menyusui Yang Benar di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010. Pengetahuan TOTAL Tehnik No. Kurang Cukup Baik Menyusui f (%) f (%) f (%) f (%) 1. Benar 3 10 7 23,3 6 20 16 53,3 2. Salah 9 30 4 13,3 1 3,3 14 46,7 12 40 11 36,7 7 23,3 30 100 Jumlah Nilai sig (2-tailed) = 0,006 Nilai koefisien korelasi spearman‘s rho = 0,491 Berdasarkan Tabel 44 di atas dapat dilihat bahwa dari 30 responden dalam penelitian ini, paling banyak responden yang melakukan teknik menyusi dengan benar adalah responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 7 responden (23,3%). Sedangkan paling banyak responden yang melakukan teknik menyusui salah adalah responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 responden (30%). Hasil Tabel tabulasi silang, selanjutnya dilakukan perhitungan spearman’s rho dengan bantuan SPSS v16 for windows. Hasil uji spearman’s rho derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,006, sehingga nilai 0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Untuk melihat seberapa erat hubungan tersebut dapat dilihat dari nilai korelasi spearman’s rho sebesar 0,491, menurut Somantri (2006) nilai tersebut termasuk dalam kategori cukup erat. E. 1. PEMBAHASAN. Pengetahuan ibu di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto Berdasarkan tabel 42 didapatkan data bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan kurang tentang teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 12 orang (40%). Fakta lain yang didapat dari penelitian berdasarkan kuesioner adalah paling banyak responden tidak dapat menjawab bahwa kepala bayi agak menengadah adalah teknik menyusui yang benar dan bagaimana cara perlekatan yang benar. Sedangkan paling banyak responden mengetahui bahwa menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil ―tahu‖ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tingkat pengetahuan ibu tentang teknik menyusui nantinya akan diaplikasikan dalam penyusuan bayinya, aplikasi sendiri menurut Notoatmodjo (2003) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenamya). Aplikasi 107 HOSPITAL MAJAPAHIT 2. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 di sini dapat di artikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang teknik menyusui yang benar, dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI. Perlu diketahui adalah bahwa pengetahuan seseorang tidak dapat terbentuk dengan sendirinya. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan baik dengan cara kuno seperti coba-salah, otoriter, pengalaman pribadi ataupun jalan pikiran. Adapula yang memperoleh pengetahuan dengan cara modern seperti metode penelitian ilmiah dan lain-lain. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan seseorang dalam hal ini adalah pengetahuan tentang teknik menyusui yang benar. Faktor utama yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah umur. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 30 responden penelitian, paling banyak responden yang mempunyai pengetahuan kurang adalalah responden berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 7 responden (23,3%), dan paling sedikit responden yang berpengetahuan baik adalah responden yang berusia kurang dari 20 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,3). Dari beberapa teori menyebutkan bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Oleh karena itu banyaknya responden yang berpengatahuan kurang dikarenakan mereka belum matang dalam menerima informasi yang didapatkan terutama tentang teknik menyusui yang benar dan hal tersebut sangat mempengaruhi perilaku pemberian ASI pada bayi mereka nantinya. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan responden tentang teknik menyusui yang benar. Berdasarkan hasil tabulasi silang pengetahuan dengan pendidikan, paling banyak responden yang berpengetahuan baik adalah responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 7 responden (23,3%) sedangkan responden yang berpendidikan SD tidak satupun yang berpengetahuan baik. Menurut Erfandi (2009) pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Tidak ada satupun responden yang berpendidikan SD berpengetahuan baik harus selalu dapat mengakses sumbersumber informasi tentang teknik menyusui yang benar terutama dari lingkungan sekitar (tetangga, keluarga, teman, dll) dan juga dari tenaga kesehatan supaya mereka dapat meningkatkan pengetahuan mereka. Pekerjaan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan responden tentang teknik menyusui yang benar. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 30 responden penelitian, paling banyak responden yang tidak bekerja mempunyai pengetahuan kurang tentang teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 8 responden (26,7%). Pekerjaan sangat berhubungan dengan interaksi seseorang dengan orang lain di lingkungan pekerjaannya. Menurut Erfandi (2009) lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Banyaknya responden yang berinteraksi dengan seseorang di lingkungan pekerjaan dapat menambah banyaknya referensi tentang teknik menyusui yang benar dan hal tersebut akan dapat meningkatkan pengetahuannya, pekerjaan juga dapat menyediakan informasi lebih banyak dari berbagai media, seperti media cetak dan elektronik. Oleh karena itu responden yang bekerja cenderung mempunyai pengetahuan lebih baik tentang teknik menyusui yang benar. Pelaksanaan teknik menyusui di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto 108 HOSPITAL MAJAPAHIT 3. Vol 3. No. 2, Nopember 2011 Berdasarkan tabel 43 di atas menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden melakukan teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 orang (53,3%). Fakta lain yang didapat dari penelitian melalui observasi adalah kebanyakan ibu tidak tahu teknik perlekatan yang benar dan paling banyak ibu mengetahui teknik menyusui dengan rebahan. Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu (Wikipedia, 2010). Menurut Perinasia yang dikutip Creasoft (2008) terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring. Sedangkan langkah-langkah menyusui yang benar adalah Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar. Banyaknya responden yang melakukan teknik menyusui dengan benar dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI, namun responden yang melakukan teknik menyusui dengan salah juga masih banyak. Kebanyakan mereka tidak mengetahui posisi perlekatan payudara dengan mulut bayi dengan benar. Banyak faktor yang mempengaruhi teknik menyusui yang dilakukan oleh ibu primipara. Berdasarkan tabulasi silang usia dengan teknik menyusui didapatkan paling banyak responden berusia 20-35 tahun melakukan teknik menyusui dengan benar. Menurut Erfandi (2009) semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Walaupun responden merupakan ibu primipara namun pada rentang usia ini responden sudah matang dalam menerima dan menerapkan informasi yang telah diterimanya terutama pada penerapan teknik menyusui yang benar. Faktor pendidikan juga berpengaruh terhadap penerapan teknik menyusui. Berdasarkan tabulasi silang paling banyak responden berpendidikan SMA melakukan teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 9 responden (30%). Menurut Meliono (2010) Pendidikan‖ adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Dengan pendidikan yang tinggi responden semakin dewasa untuk menerima dan menerapkan informasi yang didapatkan, dengan pengetahuan yang baik tentang teknik menyusui yang benar dan manfaatnya terhadap keberhasilan menyusui, maka mereka cenderung untuk patuh melakukan dari informasi yang telah diterimanya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pelaksanaan teknik menyusui yang benar adalah pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian paling banyak responden yang tidak bekerja melakukan teknik menyusui yang salah yaitu sebanyak 10 responden (33,3%). Banyaknya responden yang tidak bekerja menerapkan teknik menyusui yang salah sangat disayangkan karena mengingat waktu mereka yang banyak untuk melakukan penyusuan pada bayinya, dengan seringnya menyusui pada bayinya seharusnya pengalaman mereka lebih banyak dari ibu bekerja. Menurut Erfandi (2009) pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Hasil penelitian tersebut mungkin tidak sesuai dengan teori yang ada namun perlu ditekankan ibu yang bekerja pun dapat melakukan teknik menyusui yang benar walaupun waktu mereka terbatas untuk menyusui bayinya, hal tersebut banyak diakibatkan mereka mengerti akan pentingnya ASI sehingga mereka selalu berusaha untuk menyusui bayinya dengan teknik yang benar. Hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto Berdasarkan analisa data pada tabel 44 didapatkan dari 30 responden dalam penelitian ini, paling banyak responden yang melakukan teknik menyusi dengan benar adalah responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 7 responden (23,3%). Sedangkan paling banyak 109 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 responden yang melakukan teknik menyusui salah adalah responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 responden (30%). Hasil Tabel tabulasi silang, selanjutnya dilakukan perhitungan spearman’s rho dengan bantuan SPSS v16 for windows. Hasil uji spearman’s rho derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,006, sehingga nilai 0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Untuk melihat seberapa erat hubungan tersebut dapat dilihat dari nilai korelasi spearman’s rho sebesar 0,491, menurut Somantri (2006) nilai tersebut termasuk dalam kategori cukup erat. Menurut Nikilah (2009) primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi yang viabel untuk pertama kalinya. Kemampuan primipara untuk melakukan penyusuan dengan benar berhubungan dengan pengalaman dan pengetahuan. Menurut Erfandi (2009) Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam apa yang akan dilakukannya. Sedangkan menurut Perinasia (2008) teknik menyusui yang benar dapat memberikan efek antara lain bayi tampak tenang, badan bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar, dagu bayi menempel pada payudara ibu, sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk, bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan, puting susu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus, kepala bayi agak menengadah. Terdapatnya hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar menegaskan bahwa pengetahuan teknik menyusui yang benar harus diketahui oleh ibu menyusui khususnya ibu primipara. Karena dengan keberhasilan menyusui dengan teknik yang benar maka bayi akan mendapatkan nutrisi yang cukup yang terkandung dalam ASI. Selain itu terdapat juga kebanggaan dalam diri si ibu bahwa dia juga mampu memberikan ASI pada bayinya secara lancar, selain itu dampak lain seperti dampak ekonomi dimana ibu tidak harus mengeluarkan uang untuk membeli susu. Masih terdapatnya responden yang berpengetahuan baik namun masih salah menerapkan teknik menyusui, dikarenakan ibu tersebut masih ragu untuk bisa menyusui bayinya dengan benar mengingat ibu tersebut adalah ibu primipara yang baru pertama kali melakukan penyusuan terhadap bayinya. Peran tenaga kesehatan sangat penting untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan juga penerapan teknik menyusui yang benar, seperti dengan mengadakan program penyuluhan tentang cara melakukan teknik menyusui yang benar ataupun dengan kunjungan rumah untuk memantau pemberian ASI yang dilakukan oleh ibu menyusui khususnya ibu primipara. F. PENUTUP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan kurang tentang teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 12 orang (40%). Lebih dari 50% responden melakukan teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 orang (53,3%). Hasil uji spearman‘s rho derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,006, sehingga nilai 0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto Bagi masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi, walaupun masih merupakan pengalaman pertama menyusui namun harus selalu mencari informasi tentang teknik menyusui yang benar baik itu melalui tenaga kesehatan atau lingkungan sekitar. Dan terutama bagi kader untuk turut serta berperan aktif dalam rangka meningkatkan pengetahuan ibu tentang teknik 110 HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 3. No. 2, Nopember 2011 menyusui yang benar melalui bimbingan atau penyuluhan pada pertemuan rutin dan pengajian ibu-ibu secara rutin dan berkala. DAFTAR PUSTAKA. Arief, B. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Menyusui Yang Mengalami Putting Susu Lecet Pada Saat Awal Laktasi. (http://ebdosama.blogspot.com, diakses tanggal 30 April 2010). Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Budiarto, Eko. (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Creasoft. (2008). Teknik Menyusui yang benar. (http://creasoft.wordpress.com/, diakses tanggal 3 Mei 2010). Erfandi, Prohealth. (2009). Pengetahuan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. diakses tanggal 28 April 2010 Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Marimbi. Hanum. (2010). Tumbuh Kembang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Balita. Yogyakarta : Nuha Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Pratomo. Budiman. (2005). Manajemen Pengetahuan. (http://Arfandi0900.Blog.Binusian.Org, diakses tanggal 28 April 2010). Roesli, Utami. (2000). Menyusui. (http://tutorialkuliah.blogspot.com, diakses tanggal 25 April 2010). Somantri, 2006. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Bandung : Pustaka Setia. Sugianto. (2008). Menyusui, langkah Perlindungan, (http://sentralaktasiindonesia.wordpress.com, diakses tanggal 30 April 2010). Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta. Surjadi, Pratiwi. (2008). Mungkinkah ASI Kurang. (http://corpusalienum.multiply.com, diakses tanggal 25 April 2010). Wikipedia Indonesia. (2010). Pengetahuan. (http://Id.Wikipedia.com, diakses tanggal 25 April 2010). 111