APLIKASI ARCGIS UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN UPAYA KONSERVASI LAHAN PADA DAS SANGKUB PROVINSI SULAWESI UTARA 1 Aditya Arga Yusandinata1, Dian Sisinggih2, Runi Asmaranto2 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya [email protected] Abstrak: DAS Sangkub berada di sebelah barat daya Kota Manado dan berjarak sekitar 380 km.. Penduduk DAS Sangkub sebagian besarnya adalah petani sehingga berpotensi besar meningkatkan percepatan alih fungsi lahan di DAS tersebut. Pendugaan erosi dan teknik konservasi yang terpadu diperlukan dalam mengelola DAS Sangkub, agar pemanfaatannya dapat berjalan optimal serta terjaga untuk dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Studi ini bertujuan untuk mengetahui sebaran Tingkat Bahaya Erosi pada tiga kondisi yaitu tahun 2010, 2016 dan setelah simulasi perubahan konservasi lahan di DAS Sangkub. Metode yang digunakan adalah metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dengan software ArcGIS. Dari hasil analisis diketahui bahwa Tingkat Bahaya Erosi (TBE) tahun 2016 di wilayah DAS Sangkub meliputi TBE sangat ringan (<15 ton/ha/tahun) hingga sangat berat (>480 ton/ha/tahun) dengan persentase TBE berturut-turut 91,33%, 4,62%, 2,00%, 1,29% dan 0,75%. Hasil sedimen DAS Sangkub diprediksi mencapai 134.989,661 ton/tahun. Arahan konservasi lahan pada kebun campuran, teras bangku konstruksi kurang baik diganti teras gulud, teras tradisional pada sawah diganti dengan teras bangku konstruksi baik dan pada tegalan pengolahan menurut kontur diubah menjadi teras gulud. TBE pasca konservasi lahan di wilayah DAS Sangkub meliputi TBE sangat ringan hingga sangat berat, dengan persentase TBE 93,29%, 5,12%, 0,45%, 0,57% dan 0,57%. Terjadi penurunan TBE yang signifikan pasca simulasi konservasi lahan, sehingga konservasi lahan wajib dilakukan demi pemanfaatan lahan yang berkelanjutan. Kata Kunci: Tingkat Bahaya Erosi, Konservasi Lahan, Erosi, Hasil Sedimen Abstract: DAS Sangkub is located in the southwest of Manado City and is about 380 km. The inhabitants of Sangkub Basin are predominantly farmers and thus have great potential to increase the acceleration of land conversion in the watershed. Estimation of erosion and integrated conservation techniques is needed in managing the Sangkub Basin, so its utilization can be run optimally and maintained to be utilized by future generations. This study aims to find out distribution of Erosion Hazard Level (EHL) in three conditions 2010, 2016 and after simulation of land conservation changes in Sangkub Basin. The method used is USLE (Universal Soil Loss Equation) with ArcGIS software. From the result of analysis it was found that Erosion Hazard Level (EHL) of 2016 in the Sangkub Basin area covered by very slight (<15 tons/ha/year) to very severe (>480 tons/ha/year) with percentage of EHL 91, 33%, 4.62%, 2.00%, 1.29% and 0.75% respectively. The result of the Sangkub Basin’s sediment are predicted to reach 134,989.661 tons/year. Land conservation directives on mixed gardens, poor construction bench terraces replaced with contour terraces, traditional terraces on rice field replaced with good construction bench terraces and on moor contour cropping converted into contour terraces.The post-conservation EHL in the Sangkub Basin area includes very slight to very severe TBE, with the percentage of EHL 93.29% 5.12%, 0.45%, 0.57% and 0.57%. Significant decrease in EHL occured following the simulation of land conservation, so land conservation is a mandatory for sustainable land using. Keywords: Erosion Danger Level, Land Conservation, Erosion, Sediment Yield atau Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan. Pendugaan laju erosi metode USLE dikembangkan oleh para saintis dari Agricultural Research Service (ARS) dan Soil Conservation Service (SCS) di Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan juga para ilmuwan dari Universitas Purdue di bawah pimpinan Walter H. Wischmeier. Persamaan dikembangkan oleh mereka ini kemudian diterima dengan cepat dan banyak digunakan oleh berbagai kalangan (Troeh et al, 2004:131). USLE menggunakan faktor erosivitas lahan (R), erodibilitas tanah (K), panjang lereng (L), kemiringan lereng (S), penutupan lahan (C) dan konservasi lahan (P) untuk estimasinya. DAS Sangkub terletak di sebelah barat daya Kota Manado dan berjarak sekitar ± 380 km. DAS ini mencakup areal seluas 1.318,024 km2 atau 131.802,37 ha. Secara astronomis, DAS Sangkub terletak pada 0°54'18,283'' sampai 0°31'42,76'' LS dan 123°20'11,26'' sampai 123°51'56,417'' BT. DAS Sangkub memenuhi kebutuhan air baku domestik dan industri di ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, suplai air bersih untuk pengembangan pelabuhan dan kawasan industri sekitarnya serta untuk perikanan air tawar. Lokasi studi memiliki karakteristik medan yang bervariasi, mulai dari datar hingga sangat curam, tetapi dominan oleh agak curam (15 – 25%). Tata guna lahan DAS Sangkub sebagian besar didominasi oleh hutan alam (± 85%). Pada lokasi studi jenis tanahnya antara lain adalah jenis mediteran merah kuning, latosol, aluvial, regosol dan podsolik merah kuning. DAS Sangkub yang berada di Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu kawasan yang menjadi penghasil beras terbesar bagi Provinsi tersebut. Sebagian besar penduduk DAS Sangkub memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pertambahan populasi penduduk yang semakin tidak terkendali akhir-akhir ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan karena semakin tingginya kebutuhan akan makanan pokok. Untuk itulah, pendugaan erosi dan teknik konservasi yang terpadu sangat diperlukan dalam mengelola DAS Sangkub, PENDAHULUAN DAS di Indonesia pada umumnya berada dalam kondisi kritis, diindikasikan dengan seringnya terjadi banjir, kekeringan, tanah longsor dan bertambahnya luas lahan kritis. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dengan No.SK.328/MenhutII/2009 diketahui bahwa sebanyak 108 DAS dalam kondisi kritis sehingga memerlukan prioritas penanganan. Meningkatnya luas lahan kritis di suatu DAS berdampak pada meningkatnya laju erosi terutama pada musim penghujan (Sukmana, et al, 2013:1). Perladangan berpindah di lahan berbukit, tanpa mengindahkan teknik konservasi lahan dan eksploitasi berlebihan terhadap lahan akibat ledakan jumlah penduduk dapat menyebabkan terjadinya erosi lahan yang parah. Erosi lahan oleh air merupakan salah satu masalah degradasi lahan yang sangat penting dan bencana lingkungan yang kritis pada masa sekarang, di seluruh dunia. Hal tersebut menjadi salah satu masalah paling serius karena erosi menghilangkan unsur-unsur hara tanah dan meningkatkan laju sedimentasi di sungai serta waduk sehingga mengurangi kapasitas tampungannya. Erosi lahan telah dianggap sebagai masalah yang serius, sehingga cukup banyak penelitian ilmiah yang dilakukan terkait hal ini. Manajemen lahan yang baik sangat diperlukan dalam mengurangi dampak degradasi lahan dan kualitas air yang rendah akibat sedimentasi. Permodelan erosi lahan dapat memperhitungkan berbagai interaksi kompleks yang mempengaruhi laju erosi dengan mensimulasikan proses erosi di DAS. Berbagai model erosi baik yang secara empiris, konseptual dan deterministik tersedia untuk menghitung laju erosi lahan. Kebanyakan model-model ini membutuhkan informasi yang terkait dengan jenis tanah, tata guna lahan, iklim, bentuk permukaan lahan dan topografi untuk mengestimasi laju erosi (Devatha, et al. 2015) Universal Soil Loss Equation (USLE) 1 2 agar pemanfaatannya dapat berjalan optimal serta tetap terjaga untuk dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengestimasi sebaran Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan untuk menganalisis dampak dari perubahan konservasi lahan terhadap laju erosi dengan bantuan aplikasi ArcGIS dan metode USLE. Gambar 1. Peta DAS Sangkub LANDASAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah proses terangkutnya material dari permukaan tanah yang disebabkan oleh satu atau lebih media pembawa. Media pembawa yang aktif antara lain air, angin, es dan gravitasi Anderson (2005:210). Di daerah beriklim basah, erosi oleh air lebih penting, sedangkan erosi oleh angin dianggap tidak begitu berarti. Indonesia yang merupakan daerah tropika pada umumnya beriklim basah atau agak basah, sehingga kajian mengenai erosi di Indonesia selalu berpusat pada masalah erosi oleh air (Arsyad, 2012:50-51). Torri dan Borselli (2012) menjelaskan secara detil dalam Huang et al. (2012:22-1) mengenai proses terjadinya erosi. Menurutnya erosi tanah oleh air terjadi melalui tiga proses utama, yaitu pelepasan (detachment) partikel, agregat, gumpalan dan volume tanah dari massa tanah, pemindahan (movement) dari material terkelupas (misalnya oleh gravitasi atau limpasan permukaan dan pengendapan (deposition). Model Prediksi Erosi USLE Pendugaan laju erosi metode USLE dikembangkan oleh para saintis dari Agricultural Research Service (ARS) dan Soil Conservation Service (SCS) di Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan juga para ilmuwan dari Universitas Purdue di bawah pimpinan Walter H. Wischmeier. Persamaan yang dikembangkan oleh mereka ini kemudian diterima dengan cepat dan banyak digunakan oleh berbagai kalangan (Troeh et al, 2004:131). A = R × K × LS × CP dengan: A = perkiraan laju erosi tanah tahunan (ton/ha/tahun) R = indeks erosivitas hujan (kJ/ha/tahun) K = faktor erodibilitas tanah LS = faktor panjang dan kemiringan lereng CP = faktor vegetasi penutup tanah dan konservasi tanah Faktor Erosivitas Hujan Untuk memperoleh nilai erosivitas hujan (R) digunakan metode Bols (1978). Rm = 6,119 x (Rain)m1,21 x (Days)m0,47 x (Max P)m0,53 dengan: Rm = erosivitas curah hujan bulanan ratarata (EI30) (Rain)m = jumlah curah hujan bulanan ratarata dalam cm (Days)m= jumlah hari hujan bulanan ratarata pada bulan tertentu (Max P)m= curah hujan harian rata-rata maksimal pada bulan tertentu dalam cm Indeks Erodibilitas Tanah Faktor erodibilitas tanah (K) adalah tingkat kepekaan partikel tanah terhadap pengikisan dan pengangkutan oleh hujan dan limpasan permukaan. 3 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng Rumus yang digunakan untuk menentukan nilai LS pada raster calculator dalam Tollner et al. (2008) dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor L dan faktor S. Faktor L (length) FlowAccumulation * CellSize menggunakan rumus Desmet dan Govers CellSize (1996): 1.4 L 1.4 CellSize * 22.130.4 FlowAccumulation * CellSize CellSize 1.4 Sedangkan, untuk1.4nilai faktor S (slope) rumus: menggunakan L 0.4 CellSize * 22.13 0.43 0.30 s 0.043s 2 S Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi 6.613 Faktor Vegetasi Penutup Tanah dan Konservasi Tanah Faktor vegetasi penutup tanah (C) adalah rasio antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman (Arsyad, 2012:361). Sedangkan, faktor konservasi tanah (P) didefinisikan sebagai rasio kehilangan tanah yang terjadi dari tanah pada suatu areal yang diberi perlakuan pendukung (konservasi) terhadap besarnya erosi dari tanah yang serupa (identik) tanpa tanaman penutup tanah dan diolah searah lereng. Praktek bercocok tanam yang kondusif berpengaruh pada penurunan kecepatan limpasan permukaan dan memberikan kecenderungan bagi limpasan permukaan untuk mengalir langsung ke tempat yang lebih rendah dapat memperkecil nilai P (Asmaranto et al. 2012:10). Tingkat Bahaya Erosi Kelas bahaya erosi diperoleh dengan cara membandingkan tingkat erosi pada suatu unit lahan dengan kedalaman efektif tanah atau solum tanah. Klasifikasi kelas tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada tabel berikut: Sumber: Perdirjen BPDAS PS Nomor P. 4/VSet/2013 Nisbah Penghantaran Sedimen Nisbah atau rasio antara jumlah sedimen yang terangkut ke dalam sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi di dalam DAS disebut dengan Nisbah Penghantaran Sedimen atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Robinson (1979) dalam Arsyad (2012:13) memberikan nilai SDR terhadap luas DAS seperti pada tabel ini. Tabel 2. Pengaruh Luas DAS terhadap SDR Sumber: Robinson (1979) dalam Arsyad (2012:13) Hasil Sedimen Hasil sedimen didefinisikan sebagai jumlah total sedimen yang mencapai sungai atau outlet dari DAS per tahunnya, jumlahnya selalu lebih kecil daripada total erosi yang terjadi di DAS tersebut. Y = E (SDR) Ws dengan: Y = Hasil sedimen per tahun (ton/tahun) E = Besaran erosi tanah (ton/ha/tahun) Ws = Luas Daerah Aliran Sungai (ha) SDR = Sediment delivery ratio (nisbah pelepasan sedimen) (%) 4 Konservasi Lahan Strategi dalam konservasi lahan haruslah dengan prinsip menutup tanah untuk melindunginya dari efek jatuhan hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah untuk mengurangi limpasan permukaan, memperbaiki stabilitas agregat tanah dan meningkatkan kekasaran permukaan untuk menurunkan kecepatan limpasan permukaan (Morgan, 2005:153). Jenis teknik konservasi lahan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama, yaitu metode vegetatif, metode mekanik dan metode kimia. DATA DAN METODOLOGI Dalam studi ini pertama-tama dilakukan input data-data faktor laju erosi USLE seperti erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng serta tutupan lahan dan konservasi lahan. Datadata yang ada kemudian dikonversi ke format raster agar lebih mudah dilakukan analisis. Hasil tumpang susun (overlay) keenam faktor tersebut menghasilkan peta laju erosi. Peta laju erosi kemudian ditumpang susunkan dengan peta kedalaman solum tanah agar diperoleh peta Tingkat Bahaya Erosi (TBE). Nilai hasil sedimen kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan luas DAS. Terakhir, dilakukan simulasi konservasi lahan dan dilakukan analisis TBE kembali. Data-data yang diperlukan dalam studi ini antara lain: (1) Data stasiun hujan dan curah hujan harian (2002-2015); (2) Peta batas DAS Sangkub dari Balai Wilayah Sungai Sulawesi II; (3) Peta Digital Elevation Model (DEM); (4) Peta jenis tanah; (5) Peta penggunaan lahan (2010 dan 2016); (6) Peta kedalaman solum tanah; (7) Data berat isi tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks Erosivitas Hujan Analisis data hujan dengan metode Bols digunakan untuk menentukan nilai erosivitas hujan (R). Sedangkan, daerah pengaruh hujan dengan metode poligon Thiessen. Dari analisis itu, diketahui bahwa kawasan DAS Sangkub didominasi oleh indeks erosivitas hujan terendah yaitu pada stasiun Pangkusa sebesar 1.032,09 kJ/ha/tahun dengan cakupan 44.587,43 ha atau 33,83% dari seluruh DAS. Berikut ini adalah besaran indeks erosivitas hujan DAS Sangkub: stasiun Huntuk memiliki erosivitas sebesar 1.121,48 kJ/ha/tahun, stasiun Bintauna sebesar 1.622,99 kJ/ha/tahun, stasiun Ayong Bumbung 1.437 kJ/ha/tahun dan Toraut 1.240,03 kJ/ha/tahun. Gambar 2. Peta erosivitas hujan DAS Sangkub Faktor Erodibilitas Tanah Data-data mengenai jenis tanah diperoleh dari data sekunder berupa peta digital sebaran jenis tanah beserta nilai erodibilitas tanah (K) nya. Jenis tanah mediteran merah kuning mendominasi kawasan DAS Sangkub dengan luas areal 71.331,31 ha atau 54,12%. Jenis tanah ini memiliki nilai K sebesar 0,16, terendah dibandingkan jenis tanah lainnya di DAS Sangkub. Kemudian, terdapat pula tanah podsolik merah kuning dengan nilai K sebesar 0,20 yang tersebar pada 39,95% DAS Sangkub atau 52.651,17 ha. Selebihnya adalah jenis tanah aluvial dengan nilai K sebesar 0,29, tanah latosol nilai K sebesar 0,26 dan terakhir tanah regosol dengan nilai K terbesar, yaitu 0,31. 5 Gambar 3. Penentuan Tingkat Bahaya Erosi Gambar 4. Perhitungan hasil sedimen 6 Gambar 5. Peta erodibilitas tanah DAS Sangkub Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng Kelas kemiringan lereng pada DAS Sangkub sangat bervariasi, tetapi didominasi oleh kelas kemiringan lereng 15 – 25% yang luasnya mencapai 43.156,25 ha atau mencapai 32,74% dari seluruh kawasan DAS Sangkub. Nilai LS yang mendominasi adalah nilai terendah, yaitu rentang nilai 0,068 sampai 8. Kawasan perbukitan memiliki nilai LS yang lebih tinggi dari kawasan yang relatif datar. Faktor Penutup Tanah dan Konservasi Lahan Analisis faktor penutup tanah dan konservasi lahan (CP) menggunakan peta tata guna lahan tahun 2010 dan 2016. Berdasarkan peta tersebut diketahui bahwa DAS Sangkub masih didominasi oleh hutan alam dengan persentase lebih dari 85%. Selanjutnya, kebun campuran menjadi tata guna lahan yang memiliki porsi cukup besar yaitu 9.677 ha pada 2010 menjadi 5.064 ha pada 2016. Selain itu, tata guna lahan seperti pemukiman, rawa, sawah, semak juga tersebar merata di wilayah DAS. Nilai CP hutan alam sangat rendah yaitu sebesar 0,0009, karena tingginya tingkat kerapatan vegetasinya sehingga melindungi tanah dari terjadinya erosi. Pada peta tata guna lahan tahun 2010 masih terdapat tanah terbuka seluas 1.584 ha. Tanah terbuka ini memiliki nilai CP tertinggi yaitu 1, karena hantaman hujan langsung menimpa tanah yang ada, tanpa ada pelindungnya. Tetapi, pada tahun 2016 tanah terbuka ini dikonversi oleh masyarakat setempat menjadi tegalan dan sawah demi memenuhi kebutuhan mereka. Konversi ini menurunkan nilai CP kawasan tersebut. Gambar 7. Peta faktor tutupan tanah dan konservasi lahan DAS Sangkub tahun 2010 Gambar 6. Peta faktor panjang dan kemiringan lereng DAS Sangkub 7 penurunan TBE dari tahun 2010 ke 2016 karena bertambahnya luas hutan dan terjadi konversi dari tanah terbuka menjadi tegalan dan sawah. Gambar 8. Peta faktor tutupan tanah dan konservasi lahan DAS Sangkub tahun 2016 Perhitungan Laju Erosi dan TBE Tool raster calculator pada ArcGIS 10.4 digunakan untuk analisis tumpang susun (overlay) antara faktor R, K, LS dan CP. Sebelumnya semua peta faktor tersebut dikonversi ke bentuk raster terlebih dahulu. Setelah laju erosi tersebut diketahui, selanjutnya dilakukan overlay antara peta laju erosi tersebut dengan peta kedalaman solum tanah untuk mendapatkan kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) agar memudahkan interpretasi kita. Tabel 4. Perbandingan TBE DAS Sangkub Gambar 9. Peta Tingkat Bahaya Erosi DAS Sangkub tahun 2010 Gambar 10. Peta Tingkat Bahaya Erosi DAS Sangkub tahun 2016 Sumber: Hasil Analisis Dari hasil analisis tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa DAS Sangkub didominasi oleh TBE sangat ringan, hal ini merupakan implikasi dari masih tingginya luas hutan yang tersebar di DAS Sangkub. Dari analisis, diketahui juga terjadi Perhitungan Erosi Total DAS Sangkub Perhitungan total erosi aktual digunakan untuk mengetahui total jumlah tanah yang tererosi secara keseluruhan dari DAS Sangkub. Dengan menggunakan ArcGIS, peta laju erosi yang sebelumnya dalam format raster selanjutnya dikonversi ke format vektor 8 (feature). Erosi total merupakan perkalian dari laju erosi (ton/ha/tahun) dan luas (ha). Luas di sini merupakan ukuran polygon yang terbentuk setelah proses konversi peta laju erosi. Luas diperoleh dengan bantuan tool “Calculate Geometry” pada pengolahan data atribut. Dari analisis tersebut, diketahui bahwa jumlah tanah yang tererosi adalah sebesar 1.609.894,58 ton/tahun. Laju Erosi Rata-rata Dari analisis data melalui bantuan software ArcGIS diperoleh hasil laju erosi tahunan rata-rata DAS Sangkub pada tahun 2016 adalah sebesar 12,215 ton/ha/tahun atau 1,013 mm/tahun. Jumlah erosi total Laju erosi rata-rata = Luas DAS 1.609.894,58 = 131.802,37 = 12,215 ton/ha/tahun Nisbah Penghantaran Sedimen Nisbah Penghantaran Sedimen atau Sediment Delivery Ratio (SDR) merupakan rumus empiris yang sering digunakan untuk memprediksi persentase sedimen yang mencapai badan air. Menurut Permenhut RI No.P.60/Menhut-II/2014, metrik Robinson dapat digunakan untuk menentukan nilai SDR. Dengan cara melakukan interpolasi luas DAS Sangkub yang seluas 131.802,37 ha, diperoleh nilai SDR untuk DAS Sangkub sebesar 8,385%. Hasil Sedimen Hasil sedimen (sediment yield) adalah jumlah tanah yang mencapai badan air setelah proses transportasi dan deposisi sedimen pada lahan. Diperkirakan hasil sedimen tahunan yang mencapai sungai sangkub adalah sebesar 134.989,661 ton/tahun. Y = E (SDR) Ws Y = 12,215 (0,08385) 131.802,37 Y = 134.989,661 ton/tahun Arahan Konservasi Lahan Tata guna lahan yang telah ada diarahkan untuk ditambah dengan konservasi lahan yang sesuai untuk diterapkan di tata guna lahan dan karakteristik daerah yang ada. Kebun campuran misalnya yang luasnya 5.064,16 ha atau sekitar 3,84% dari wilayah DAS Sangkub diarahkan untuk dilakukan konservasi lahan berupa teras gulud, arahan ini menurunkan nilai faktor P dari 0,35 menjadi 0,01. Kemudian sawah dari teras tradisional menjadi teras bangku konstruksi baik, sehingga nilai faktor P menurun dari 0,40 menjadi 0,20. Terakhir, pada tegalan pengolahan menurut kontur menjadi teras gulud. Diharapkan arahan konservasi ini akan berdampak signifikan terhadap penurunan laju erosi. TBE Pasca Arahan Konservasi Lahan Setelah diadakan simulasi konservasi lahan, ternyata hal tersebut berdampak cukup signifikan dalam menekan laju erosi yang terjadi. Penurunan tingkat bahaya erosi merata untuk semua kelas tingkat bahaya erosi, sehingga arahan konservasi lahan dinilai layak untuk diterapkan di DAS Sangkub. Tabel 9. Perbandingan TBE Setelah Konservasi Lahan Sumber: Hasil Analisis 9 tegalan pengolahan menurut kontur diubah menjadi teras gulud. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pasca konservasi lahan di wilayah DAS Sangkub meliputi TBE sangat ringan (<15 ton/ha/tahun) hingga sangat berat (>480 ton/ha/tahun), dengan persentase TBE berturut-turut 93,29%, 5,12%, 0,45%, 0,57% dan 0,57%. Terjadi penurunan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang cukup signifikan pasca dilakukan simulasi konservasi lahan, sehingga konservasi lahan dianggap wajib dilakukan demi pemanfaatan lahan yang berkelanjutan. Gambar 11. Peta Tingkat Bahaya Erosi DAS Sangkub pasca konservasi lahan PENUTUP Kesimpulan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) tahun 2010 di wilayah DAS Sangkub meliputi TBE sangat ringan (<15 ton/ha/tahun) hingga sangat berat (>480 ton/ha/tahun), dengan persentase TBE berturut-turut 88,79%, 2,39%, 5,26,%, 2,33% dan 1,23%. Sedangkan, Tingkat Bahaya Erosi (TBE) tahun 2016 di wilayah DAS Sangkub meliputi TBE sangat ringan (<15 ton/ha/tahun) hingga sangat berat (>480 ton/ha/tahun), dengan persentase TBE berturut-turut 91,33%, 4,62%, 2,00%, 1,29% dan 0,75%. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dari tahun 2010 ke 2016 cenderung mengalami penurunan, implikasi dari bertambahnya luas hutan alam dan perubahan tata guna lahan tanah terbuka menjadi tegalan dan sawah, sehingga mengalami penurunan faktor CP. Hasil sedimen DAS Sangkub diprediksi mencapai total 134.989,661 ton/tahun, setelah nilai Sediment Delivery Ratio (SDR) ditetapkan sebesar 8,385%. Arahan konservasi lahan di DAS Sangkub meliputi perubahan konservasi lahan, pada kebun campuran, teras bangku konstruksi kurang baik diganti dengan teras gulud, teras tradisional pada sawah diganti dengan teras bangku konstruksi baik dan pada Saran Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai tingkat bahaya erosi di DAS Sangkub, agar hasilnya lebih akurat, misalnya dengan metode perkiraan laju erosi dengan parameter yang lebih kompleks seperti metode WEPP atau MUSLE. Warga setempat juga perlu diberikan penyuluhan oleh dinas terkait agar senantiasa mengutamakan penggunaan lahan berbasis lingkungan, dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lahannya. Pengetahuan tentang lama pembentukan top soil dan bahaya erosi juga perlu diketahui, agar masyarakat lebih memperhatikan keberlanjutan pemanfaatan tanah tersebut. Kawasan dengan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) sedang, berat dan sangat berat diharapkan menjadi prioritas dalam penanganannya, dikhawatirkan nantinya kawasan tersebut akan menyebar menjadi lebih luas lagi. DAFTAR PUSTAKA Anderson, M. G. (2005). Encyclopedia of Hydrological Sciences. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd. Arsyad, S. (2012). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 10 Asmaranto, R., Suhartanto, E., Permana, B. A. (2012). Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Identifikasi Lahan Kritis dan Arahan Fungsi Lahan Daerah Aliran Sungai Sampean. Jurnal Teknik Pengairan 1(2): 84-105. Diambil kembali dari http://www.jurnalpengairan.ub.ac.id/ index.php/jtp/article/view/104 (diakses Juli 2017) Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. (2013). Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Kementerian Kehutanan. FAO. (1965). Soil Erosion by Water: Some Measures for Its Control on Cultivated Lands. Diambil kembali dari http://books.google.co.id/books?id=6KeL3 ix6ZqQC&printsec=frontcover&source=g bs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q &f=false (diakses Juni 2015) Huang, P. M., Li, Y., & Sumner, M. E. (2012). Handbook of Soil Sciences. Florida: CRC Press. Maidment, D. R. (1993). Handbook of Hydrology. McGraw Hill. Menteri Kehutanan Republik Indonesia. (2009). Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai. Diambil kembali dari http://storage.jakstik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/P32_0 9.pdf (diakses Juni 2015) Morgan, R. P. (2005). Soil Erosion and Conservation. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. Sukmana, A., Antoko, B. S., Kuswanda, W., Sunandar, A. D., & Sanjaya, H. (2013). Bencana Mengepung, Selamatkan DAS Asahan! Simalungun, Sumatera Utara: Balai Penelitian Kehutanan AEK Nauli. Troeh, F. R., Hobbs, J. A., & Donahue, R.L. (2004). Soil and Water Conservation for Productivity and Environmental Protection. New Jersey: Pearson Education. Utomo, W. H. (1994). Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: Penerbit IKIP Malang. Wischmeier, W. H., & Smith, D. D. (1978). Predicting Rainfall Erosion Losses: a Guide to Conservation Planning. U.S. Department of Agriculture. 11