situs REPUBLIKA ● AHAD, 4 DESEMBER 2011 h a r h s a B Jejak Islam di Kota Kanal B3 MENURUT IBNU HAWQAL, PADA ABAD KE-10 M, JUMLAH KANAL YANG ADA DI KOTA ITU MENCAPAI 100 RIBU. FOTO-FOTO: WOKIMEDIA Oleh Heri Ruslan uatu hari Abdullah bin Umar menjenguk Ibnu Amir, gubernur Bashrah, yang sedang terbaring sakit. “Tidakkah engkau mendoakan kebaikan untukku kepada Allah, wahai Ibnu Umar?”Tanya Ibnu Umar. “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak diterima shalat tanpa bersuci, demikian juga sedekah dari harta rampasan (hasil korupsi).’ Sedangkan, engkau sekarang ini menjadi penguasa Bashrah,” jawab Abdullah bin Umar memberi nasihat. Kisah dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim itu tercantum nama “Bashrah”. Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, Bashrah merupakan sebuah kota di pinggiran Sungai Syath al-Arab, setelah pertemuan Sungai Tigris dan Eufrat di Desa al-Qurnah. “Kota itu adalah daerah reruntuhan di selatan muara Sungai Tigris dan Eufrat,” ujar Dr Syauqi. Menurut dia, Bashrah didirikan atas perintah Khalifah Umar bin Khattab. Uthbah bin Ghazwan al-Manaziy memilih kota itu sebagai titik penyerangan ketika pasukan tentara Islam akan menaklukkan Ebola, Misenia, Ahwaz, dan Persia. Nama Kota Bashrah tercantum dalam hadis tentang perjalanan manusia di hari kiamat. “… Lalu Allah menjawab: “Wahai Muhammad, masuklah ke surga dari umatmu yang tidak terkena hisab melalui pintu surga sebelah kanan. Mereka adalah sekelompok manusia yang dapat masuk dari pintu itu!” Demi jiwaku yang ada di kekuasaan-Nya, sesungguhnya jarak antara dua daun pintu dari pintu-pintu surga itu seperti jarak antara Makkah dan Hijr atau seperti antara Makkah dan Bashrah.” (HR Muslim). Selain dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Bashrah juga disebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, serta Nasa’i. Lalu di manakah Kota Bashrah itu berada? Bashrah adalah sebuah provinsi di Irak. Kota itu dijuluki Venesia Timur Tengah. Kota yang memiliki sejumlah terusan (kanal) itu memiliki peranan yang terbilang sangat penting dalam sejarah awal Islam. Terletak di sepanjang Sungai Shatt al-Arab dekat Teluk Persia, Bashrah S sempat menjelma menjadi kota metropolis peradaban dan perdagangan di era Kekhalifahan Abbasiyah. Ketika Baghdad—ibu kota Dinasti Abbasiyah—mencapai kejayaannya, pada saat yang bersamaan Bashrah pun tumbuh menjadi kota penting dalam peradaban Islam. Kota Bashrah yang berjarak 545 kilometer dari Baghdad itu mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-8 M. Tak heran jika Bashrah bersaing menjadi kota metropolis peradaban dan intelektual dengan Baghdad pada era keemasan Islam. Sederet ilmuwan terkemuka yang telah mengharumkan nama Islam terlahir di Bashrah. Di antara sederet sarjana dan ilmuwan Muslim yang terlahir dari Kota Bashrah itu, antara lain, Abdul Malik bin Quraib al-Asma’i (739 M–831 M), seorang ahli zoologi yang sangat terkenal; Abu Bakar Muhammad bin al-Hasan bin Duraid, geogafer dan genealog kondang; al-Jahiz (776 M–868 M), sastrawan Islam klasik yang kesohor; serta Ibnu al-Haitham (965 M–1039 M), seorang fisikawan fenomenal. Selain itu, di pusat intelektual itu juga hidup ahli tata bahasa Arab terkemuka seperti Sibawaih dan al-Khalil bin Ahmad. Beberapa ahli sejarah terkemuka pun ternyata terlahir di kota itu, seperti Abu Amr bin al-Ala, Abu Ubaida, al-Asmai, serta Abu Hasan al-Madani. Selain memiliki sastrawan kondang seperti al-Hijaz, dari Bashrah juga lahir beberapa sastrawan seperti Ibnu alMukaffa dan Sahl bin Harun. Kota yang dikenal sebagai penghasil kurma berkualitas tinggi itu didirikan oleh umat Islam pada 636 M, era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Pada tahun itu, pasukan tentara Islam yang mulai melakukan ekspansi di bawah komando Utba bin Ghazwan berhasil menaklukkan wilayah itu dari kekuasaan Kerajaan Sasanid. Di daerah yang awalnya bernama Vahestabad Ardasir itu, pasukan Islam berkemah. Umat Islam lalu menjadikan daerah itu sebagai basis pertahanan saat melawan Imperium Sasanid. Sejak itu, wilayah itu pun diberi nama Bashrah (bahasa Arab) yang berarti ‘mengawasi’ atau ‘memantau’. Dari wilayah itulah, pasukan tentara Islam memantau pergerakan militer Sasanid. Versi lain menyebutkan, kata ‘Bashrah’ berasal dari bahasa Persia Bas-rah atau Bassorah. Kata al-Bashrah biasa pula berarti ‘batu kerikil hitam’. Secara resmi pada 639 M, Khalifah Umar menjadikan Bashrah sebagai ibu kota provinsi dengan wilayah kekuasaan meliputi lima daerah. Abu-Musa al-Asha’ari ditunjuk sebagai gubernur pertama Bashrah. Setelah itu, dari masa ke masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang berpusat di Madinah mengangkat gubernur untuk Bashrah. Dari tahun ke tahun, Bashrah tumbuh sebagai sebuah kota. Pada 771 M, Ziad bin Abi Sufyan mulai mengembangkan Bashrah menjadi kota yang besar. Kota itu pun dengan cepat berkembang menjadi sebuah metropolis dunia yang terkemuka pada abad ke-8 M. Pada abad itulah, Bashrah mencapai puncak kejayaannya. Jumlah penduduknya pun mencapai 200 ribu hingga 600 ribu jiwa. Selain menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan, Bashrah juga telah berkembang menjadi salah satu metropolis besar dan pusat perdagangan yang kesohor. Salah satu sumber mata pencaharian rakyat Bashrah adalah pertanian. Kota yang memiliki tujuh pelabuhan besar itu menjadi tempat persinggahan pada saudagar. Yang menarik bagi para saudagar dari berbagai belahan dunia, yakni Pelabuhan Bashrah bisa disinggahi kapal-kapal besar. Pada saat itu pula, Bashrah menjadi kota industri yang sangat kuat. Sejak dahulu kala, kota tersebut sangat terkenal dengan saluran atau kanal airnya. Menurut Ibnu Hawqal, pada abad ke-10 M, jumlah kanal yang ada di kota itu mencapai 100 ribu. Sebanyak 20 ribu di antaranya bisa dilalui kapal. Nahr Ma’kil merupakan saluran utama yang menghubungkan Bashrah ke Baghdad. Kanal utama itu dibangun pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Adalah Ma’kil bin Yasar, seorang sahabat Rasulullah SAW yang memimpin pembangunan kanal itu. Selain itu, kanal utama lainnya di kota itu adalah Kanal Ubullah, yang menghubungkan Bashrah ke arah tenggara. Itulah mengapa Bashrah kerap dijuluki Venesia Timur Tengah. Venesia adalah salah satu provinsi di Italia yang memiliki ribuan kanal. Sayangnya, era keemasan Bashrah sebagai kota intelektual dan perdagangan tak bertahan lama. Memasuki akhir abad ke-10 M, perlahan namun pasti kejayaan Bashrah yang sempat menjadi obor peradaban itu mulai padam. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masa kejayaan Bashrah meredup. Pertama, Kota Bashrah yang tengah mengalami kemajuan yang pesat mulai rusak parah setelah pada 953 M diserang olah Karmathian—sebuah sekte—selama 17 hari. Meski begitu, setelah serangan itu Bashrah bisa kembali pulih. Hal itu dibuktikan oleh kesaksian seorang penjelajah Muslim bernama Nasir Khursaw. Menurut Nasir pada 1052 M, Bashrah merupakan kota yang padat. Dia melihat dinding kota yang dihancurkan Karmathian sudah diperbaiki. Meski begitu, tak sepenuhnya kerusakan akibat serangan itu bisa diperbaiki. Kedua, padamnya kejayaan Kota Bashrah juga terjadi akibat gempuran dan serangan membabi buta tentara Mongol. Pada gelombang penyerangan tentara Mongol yang pertama antara 1219 M hingga 1222 M, Bashrah masih bisa selamat. Namun, dalam serangan kedua, kota itu tak luput dari gempuran tentara Mongol. Bashrah pun dihancurkan oleh serangan gabungan yang dilakukan tentara Perang Salib dan Mongol. Untuk menghancurkan metropolis intelektual dan perdagangan utama Islam para pemimpin Nasrani telah mengirimkan utusan khusus kepada Mongol. Mereka berkomplot untuk melakukan serangan gabungan terhadap kota-kota Islam. Bashrah pun luluh-lantak ketika Baghdad pada 1258 M dihancurkan pasukan Mongol di bawah komando Hulagu Khan. Penjelajah Muslim Ibnu Battuta, pada medio abad ke-14 masih menyaksikan puing-puing kehancuran Bashrah. ■ ILMUWAN TERMASYHUR dari Kota Peradaban Abdul Malik bin Quraib al-Asma’i (739–831 M) Dia adalah ilmuwan terkemuka asal Bashrah pada zamannya. Popularitasnya juga berkibar di Baghdad. Abdul Malik merupakan sarjana Muslim pertama yang mengkaji ilmu alam dan zoologi (ilmu tentang binatang). Sederet karya telah ditulisnya. Beberapa buah pikirnya yang sangat terkenal mengupas tentang hewan, yakni Kitab al-Khail yang membahas seluk-beluk kuda. Selain itu, dia juga menulis Kitab al-Ibil yang mengupas unta. Dia juga menulis Kitab al-Sha tentang kambing. Hewan liar juga dipelajari Abul Malik melalui Kitab al-Wuhush. Secara khusus, Abdul Malik juga mengkaji tentang manusia melalui Kitab Khalq alInsan. Abdul Malik juga tercatat sebagai salah satu ilmuwan pertama yang mempelajari tengan anatomi manusia. Salah satu kitabnya yang sangat fenomenal adalah Kitab al-Asmai, yang masih menjadi rujukan ilmuwan di Austria pada paruh kedua abad ke-19 M. Abu Bakar Muhammad bin al-Hasan bin Duraid Terlahir di Bashrah pada 837 M, Abu Bakar dikenal sebagai ilmuwan terkemuka di kota itu. Dia adalah seorang geografer dan genealog yang fenomenal lewat buah pikirnya yang bertajuk The Collection on the Language—kamus bahasa Arab yang begitu besar. Selain itu, dia juga menulis sebuah risalah tentang genealogi suku-suku Arab melalui kitab yang bertajuk Kitab al-Ishtiqaq. Al-Jahiz (776 M–868 M) Inilah penulis puisi kondang di abad kesembilan Masehi. Tak heran jika nama al-Jahiz bertengger dalam deretan sastrawan Muslim klasik terkemuka. Al-Jahiz yang terlahir di Kota Bashrah banyak melalui masa kecilnya dalam kemiskinan. Maklumlah, dia berasal dari sebuah keluarga budak alias hamba sahaya. Meski begitu, minatnya untuk belajar sangat tinggi. Usaha keras itu mengantarkannya sebagai sastrawan Bashrah terkemuka. ● Masjid Ali bin Abi Thalib ● Kota Bashrah Ibnu al-Haitham (965 M–1039 M) Dunia Barat mengenalnya dengan panggilan al-Hazen. Reputasi ilmuwan kelahiran Kota Bashrah yang satu ini begitu mendunia. Karya-karyanya dalam ilmu optik serta beragam ilmu lain yang dikuasainya begitu fenomenal. Tak kurang dari 92 karya besar dalam bidang keilmuan telah dituliskannya melalui kitab dan risalah. Sayang, kini hanya tinggal 55 kitab yang masih tersisa. Selain menulis tentang optik, dia juga memberi kontribusi dalam bidang astronomi dan matematika, termasuk geometri dan teori bilangan. ■ ed: heri ruslan