BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cantik adalah suatu kata yang identik dengan suatu keindahan serta memiliki berbagai pemaknaan oleh masing-masing individu. Oleh sebab itu, dapat dikatakan makna dari kata cantik berhubungan dengan kata-kata yang merujuk pada suatu keindahan, kebaikan dengan pilihan kata-kata yang baik pula. Cantik yang sangat identik dan melekat dengan kaum hawa atau perempuan, bisa dikatakan kini sudah tidak lagi bermakna hanya untuk makhluk hidup yang satu ini. Karena pada dasarnya seperti yang telah disebutkan, cantik telah mengalami perluasan makna yang identik dengan keindahan dan kebaikan. Penggunaan kata cantik tidak hanya untuk makhluk perempuan, tetapi bisa digunakan untuk mengintepretasi suatu benda mati yang indah, baik, dan sebagainya, seperti pemandangan, pakaian, susunan nomor telepon, dan sebagainya yang sering menggunakan kata cantik. Selain itu, cantik juga tak hanya sekadar memaknai suatu fisik yang dapat dilihat seperti pada perempuan dan benda mati, namun cantik juga digunakan untuk memaknai perilaku, sifat dan suatu perlakuan yang tidak terlihat yang berkaitan dengan hati manusia atau yang sering disebut dengan inner beauty dan istilah ini juga sering dilekatkan pada perempuan. 1 Kata cantik dikatakan memang tak jauh dari perempuan, karena selain dari penilaian fisik seperti wajah dan tubuh, perilaku dan hati yang baik pun dikatakan sebagai sebuah kecantikan pada perempuan. Hal tersebut merupakan bagian dari kecantikan yang seharusnya ada dalam kepribadian perempuan. Karena bahwasanya semua perempuan pasti ingin terlahir menjadi cantik yang mana hal tersebut memang sudah melekat secara alami yang merupakan anugerah dari Tuhan. Kecantikan tersebutlah yang patut dijaga oleh masing-masing individu dengan caranya sendiri. Cantik yang seharusnya dijaga ialah cantik alami, yang mana cantik tidak hanya datang dari tampilan luar saja, namun cantik yang datang dari hati dan perilaku yang baik pula, sehingga cantik yang diinginkan dapat terlihat dengan sendirinya secara alami. Meski begitu untuk menjaga kecantikan alami yang sudah ada, perempuan dengan sengaja menambah atau bahkan mengurangi kecantikan yang sudah ada tersebut. Seperti misal: baginya kulitnya kurang putih, maka dia melakukan perawatan dan membuat kulitnya menjadi lebih putih dengan teknologi di tempat perawatan kulit wajah yang sudah berkembang pesat selama ini. Tempat untuk melakukan perawatan dengan menggunakan teknologi tersebut ialah skincare. Skincare sangat marak dibicarakan orang banyak karena perkembangannya yang pesat. Di Indonesia, bukan hal yang baru lagi, namun sudah menjadi hal yang biasa bahkan menjadi gaya hidup oleh beberapa perempuan yang menggunakan. 2 Perkembangan skincare yang sangat pesat berbanding lurus dengan perkembangan jumlah pengguna skincare yang didominasi oleh para perempuan. Mereka berbondong-bondong menggunakan skincare untuk melakukan perawatan kulit, terutama kulit wajah. Perawatan tersebut tentu saja berkaitan dengan tujuan menjadi “cantik” seperti yang dicitrakan oleh para pengguna skincare selama ini. Karena perawatannya menggunakan teknologi, maka hasil yang didapatkan akan lebih cepat dan mungkin sesuai dengan apa yang mereka inginkan seperti tujuan para pengguna. Seperti kulit yang putih, bersih, halus, tidak kusam, tidak berjerawat, tidak berkomedo, tidak ada flek hitam, tidak ada kerutan, dan sebagainya. Menjaga kesehatan kulit merupakan hal yang seharusnya dijaga, karena kulit yang sehat akan berpengaruh pula dengan kondisi kulit yang dinginkan seperti yang telah dijelaskan diatas tanpa harus mengubah warna kulit menjadi lebih putih. Karena seperti yang dirasakan selama ini bahwa cantik itu diidentikkan dengan kulit putih. Hal tersebut sudah dipahami oleh masyarakat luas, dan direproduksi oleh masyarakat itu sendiri sehingga menjadi konstruksi. Konstruksi sosial merupakan penggambaran proses sosial melalui tindakan dan interaksi antara individu dimana masing-masing individu tersebut memiliki pengalaman dan informasi yang berbeda. Didalam konstruksi sosial dapat dilihat bagaimana masyarakat melalui interaksi interpersonal menciptakan realitas-realitas sosial baru, dimana realitas baru tersebut muncul sesuai dengan konteks yang ada. Maka, realitas sosial dapat diartikan sebagai 3 pemaknaan individu yang bersumber dari interaksi individu dengan individu lain. Seperti “cantik” yang dimaknai secara tegas seakan-akan cantik memiliki tolok ukur sendiri, sehingga ketika seorang perempuan sesuai dengan makna cantik yang dibentuk, maka perempuan itu bisa disebut cantik. Padahal seharusnya individu harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tak terduga. Syaratnya, harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penailaian normatif. Konstruksi cantik pada perempuan sudah dibentuk sedemikian rupa sehingga, bagaimana perempuan “cantik” seakan-akan memiliki ukuran dan tolok ukur sendiri. Hal ini terkait dengan pemaknaan cantik yang berbeda oleh setiap individu tergantung bagaimana logika pemikirannya untuk memaknai sesuatu. Pemaknaan cantik pun bisa bersifat kolektif, yang mana dapat dimaknai secara bersamaan dan sama oleh sekelompok orang. Dalam konteks ini, yang dimaksud ialah para perempuan yang menjadi pengguna skincare dalam memaknai cantik itu seperti apa, karena perawatan yang dilakukan bukan merupakan cara yang alami, sehingga cantik yang menjadi tujuan para perempuan tersebut pun, tidak bisa dikatakan alami. Cantik yang dimaknai oleh para perempuan pengguna skincare yang menjadikan sebuah opini atau wacana, dapat dikatakan sebagai salah 4 satu motivasi mereka dalam menggunakan skincare. Karena jika ditelaah secara kritis, bagi mereka skincare merupakan cara atau alat untuk memenuhi keinginan mereka menjadi cantik menurut selera mereka, yang mana hal tersebut merupakan tujuan utama mereka melakukan perawatan di skincare. Pemaknaan kolektif tersebut tidak menutup kemungkinan para pengguna skincare dalam menyebutkan alasan atau motivasi yang berbeda dalam konteks mereka melakukan perawatan di skincare. Meskipun pada praktiknya mereka melakukan tindakan yang sama sebagai akibat dari cantik yang mereka wacanakan. Seperti yang telah dikatakan diatas, skincare merupakan cara atau alat yang menyuguhkan kecanggihan teknologi yang dapat membuat para penggunanya menjadi cantik seperti selera dan seperti yang mereka maknai seperti apa cantik itu. Sehingga, skincare pun menjadi tempat utama bagi mereka yang memaknai cantik seperti yang disuguhkan oleh para pengguna maupun iming-iming dari skincare itu sendiri. Meski benar adanya, bahwa cantik telah dikonstruksi, namun untuk menjadi cantik tidak harus melakukan perawatan dengan cara yang tidak alami karena hasil yang didapatkan bisa dikatakan tidak alami pula. Seperti perawatan pada skincare yang dalam proses perawatannya menggunakan teknologi yang canggih. Di satu sisi, tak dapat dipungkiri, bahwa saat ini tanpa memandang usia tua, muda, laki-laki, perempuan, menyadari betapa pentingnya memiliki wajah yang sehat, bebas komedo, kerut, kusam dan jerawat sehingga dapat lebih percaya diri tampil dalam 5 pergaulan sehari-hari. Banyaknya kebutuhan ini linier dengan pertumbuhan jumlah skincare, yang semakin lama semakin banyak penggunanya. Skincare yang semakin menjamur seakan saling bersaing untuk menyuguhkan produk yang terbaik, dengan iming-iming yang beragam tentunya. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menarik minat pelanggan agar tertarik untuk ikut bergabung menjadi member, dan otomatis keuntungan akan didapatkan oleh pihak skincare. Tidak hanya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, skincare telah merambah ke kota-kota kecil yang berpotensi untuk dijadikan target pasar. Begitu juga dengan Yogyakarta, yang mana dapat dilihat realitasnya bahwa banyak sekali berbagai brand skincare dengan beberapa cabang yang tersebar di Yogyakarta. Antara lain Natasha Skincare, Naava Green, Larissa, London Beauty Care, dan brand atau merk terkenal lainnya. Pada penelitian ini difokuskan pada para pengguna skincare dengan brand Naavagreen. Di Yogyakarta, Naavagreen mempunyai 2 gerai cabang yang masing-masing mempunyai anggota atau member pengguna yang banyak, sedangkan skincare Naavagreen sendiri termasuk brand skincare baru jika dibandingkan dengan brand besar lainnya. Pasar atau target jasa dan produk dari skincare pada umumnya ialah perempuan, namun tidak sedikit pula laki-laki yang menggunakan jasa skincare untuk perawatan kulit wajah karena hal itu sudah umum 6 terjadi meskipun jumlahnya tidak sebanyak pengguna perempuan. Dimulai dari umur belasan hingga puluhan dan dari berbagai profesi, misal pelajar, mahasiswa, PNS, guru, wanita karir, swasta, dosen, dan lain-lain. Pelanggan atau yang menggunakan jasa skincare ini untuk range ekonomi menengah keatas, karena harga yang ditawarkan untuk perawatan kulit itu sendiri relatif tidak murah seperti jika hanya membeli produk pasaran yang lain. Misalnya perawatan facial, dibanderol dengan harga empat puluh ribu sampai dua ratus ribu, produk krim dibanderol harga dua puluh lima ribu sampai ratusan ribu rupiah yang tentu saja bukan kalangan bawah yang mengonsumsinya. Namun, meskipun dengan harga yang relatif tidak murah tersebut, pelanggan dari skincare tetap bertambah banyak seiring berjalannya waktu. Bahkan bisa dibilang mereka sengaja menyisihkan uang jajan, gaji atau upah agar bisa melakukan perawatan wajah, demi menjadi cantik seperti selera dan ukuran seperti yang mereka citrakan. Cantik yang seakan-akan mempunyai standar tertentu, seperti halnya diwacanakan. Karena seperti yang diketahui bahwa cantik itu merupakan suatu kata sifat yang tidak mutlak definisinya. Untuk itu, fenomena maraknya pengguna skincare kian menyebar kepada masyarakat luas terutama kaum wanita yang mana menjadi target utama oleh skincare itu sendiri. Cantik yang telah diwacanakan oleh para pengguna skincare, direproduksi sehingga membentuk sebuah opini tertentu. Kemudian wacana tersebut menjadi sebuah “produk” yang ditawarkan oleh para agen 7 (pengguna skincare) kepada pihak lain. Istilah agen dipakai karena mereka mempunyai kekuasaan dan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain agar percaya dengan wacananya sehingga mindset antara agen dengan pihak yang dipengaruhi berada dalam frekuensi yang sama. Konsekuensi lain yang mungkin dapat berpengaruh ialah ketika para target yang dipengaruhi akhirnya ikut menggunakan skincare, karena mindset yang telah terbentuk menjadi sama dengan para agen. Untuk itu, karena cara yang digunakan oleh agen untuk menyebarluaskan wacana sangat beragam, maka itu menjadi pertanyaan pokok pada penelitian ini. yaitu bagaimana para agen bekerja? Konten dari yang disebarluaskan agen ialah wacana cantik tersebut. A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan fokus yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana cara agen mereproduksi wacana kecantikan? B. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kegiatan informan sebagai pengguna skincare Naavagreen 2. Untuk mengetahui alasan pengguna skincare melakukan perawatan di Naavagreen 3. Untuk mengetahui proses dan cara agen mereproduksi wacana kecantikan 8 C. Kerangka Konseptual Fenomena diatas dapat dikaitkan dengan Konsep Agensi yang terkait teori Strukturasi oleh Anthony Giddens. Penjelasan konsep agensi sebagai berikut: 1. Agensi Istilah agensi pertama-tama menunjuk pada kapasitas untuk bertindak. Maka, agensi mengimplikasikan kekuasaan. Giddens terkadang menggunakan istilah aktor untuk maksud yang sama. Menurut Giddens, kekuasaan merupakan hal yang erat dalam kehidupan sosial. Lebih lanjut mengenai kekuasaan, Giddens berpendapat bahwa kekuasaan secara intrinsik terkait dengan agen manusia, maka kekuasaan harus diterima sebagai suatu fenomena reguler dan rutin dan tidak perlu dikaitkan dengan suatu tindakan tertentu. Kekuasaan secara intrinsik terkait dengan agensi manusia. Tidak ada agensi tanpa kekuasaan. Namun, kekuasaan itu baru menjadi kenyataan, ketika digunakan dengan memakai struktur. Dalam teori strukturasi, individu memainkan peran yang penting. Dalam teori ini, agen dipahami sebagai “subjek yang berpengetahuan”. Agen tahu apa yang ia lakukan dan mengapa ia melakukannya. Menurut Giddens semua tindakan adalah “bertujuan”. Penekanan bahwa agen adalah berpengetahuan dan tindakan mereka mengandung maksud dan tujuan adalah salah satu dari fondasi pemikiran Giddens. 9 Berkenaan dengan proses pembuatan keputusan, menurut Giddens “pelaku mungkin mengkalkulasi risiko-risiko yang tercakup dalam melakukan tindakan sosial tertentu, berkaitan dengan kemungkinan sangsisangsi atau yang sebenarnya diterapkan, dan ia mungkin siap tunduk kepadanya sebagai harga yang mesti dibayar untuk mendapatkan tujuan tertentu”. Teori strukturasi Giddens memusatkan perhatian pada praktik sosial yang berulang, itu pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Menurutya, bahwa tindakan agen itu dapat dilihat sebagai pengulangan, artinya aktivitas bukanlah dihasilkan sekali danlangsung jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri bahwa mereka sendiri adalah sebagai aktor. Karena tidak ada seorang pelaku yang memiliki “pengetahuan yang sempurna” maka penting menentukan batasan-batasan kemampuan mengetahui dari manusia. Menurut Giddens “kemampuan mengetahui pelaku selalu dibatasi di satu sisi oleh konsekuensi tindakan yang tidak diketahui atau tidak dimaksudkan1. Tindakan-tindakan tidak sadar mungkin tidak tampak rasional, namun mereka diatur oleh sebagian perilaku tidak sadar yang tidak bisa diatur seseorang. Tindakan-tindakan ini seringkali diabaikan jika sesuai dengan masyarakat. 1 Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society. Berkley: University of California Press. – halm 282 10 Konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan dari tindakan adalah lebih penting bagi teori Giddens. Konsekuensi-konsekuensi ini adalah hasil dari aktivitas-aktivitas yang memunculkan hasil yang berbeda dan yang diharapkan. Untuk memahami konsekuensi-konsekuensi ini, penting untuk melihat hasil-hasil dari tindakan daripada motif-motifnya. Giddens berpendapat bahwa setiap tindakan individu mempunyai tujuan dan konsekuensi lain akibat tindakan tersebut, yaitu konsekuensi yang tidak dimaksudkan atau bukan bagian dari tujuan atau dimaksudkan. Konsekuensi-konsekuensi itu mungkin sangat berpengaruh (dalam situasi yang kompleks) karena tindakan adalah hasil dari seseorang atau individu (agen), maka ia menjadi unsur yang penting dari pengaruh seorang individu terhadap masyarakat. Meskipun Giddens menekankan individu sebagai agen manusia, ia menempatkannya sebagai bagian dari proses pembuatan sejarah daripada “pembuat sejarah” konsekuensinya, untuk memahami teori Giddens sangat penting memahami hubungan antara masyarakat dan individu. 2. Struktur Unsur ke-dua dalam teori strukturasi adalah peran struktur dalam perubahan sosial. Giddens mendefinisikan struktur sebagai “aturan-aturan dan sumber-sumber yang dilibatkan secara berulangulang dalam reproduksi sistem-sistem sosial. Struktur hanya ada dalam jejak-jejak 11 memori, dasar organis bagi kemampuan mengetahui dari manusia, dan seperti dikongkritkan dalam tindakan”2 Dengan kata lain, ia mencakup aturan-aturan yang mengatur masyarakat. Penggunaan istilah recursive menunjuk pada suatu pengertian bahwa struktur bisa menjadi media dan sekaligus hasil dari praktik-praktik sosial yang membentuk sistem-sistem sosial. Ini menyiratkan bahwa struktur dipengaruhi dan sekaligus mempengaruhi perubahan sosial. Jadi, ia bersifat recursive (berulang) masyarakat mempunyai aturan-aturan dan sumber-sumber yang mempengaruhi perubahan sosial, dan juga aturanaturan dan sumber-sumber ini bisa dimodifikasi melalui proses restrukturasi masyarakat. Inilah dasar bagi dualitas struktur. Giddens memandang struktur sosial sebagai ciri-ciri yang tidak dapat diraba. Seseorang tidak bisa memandang aturan-aturan atau sumbersumber sebuah masyarakat dengan sendirinya, hanya pengaruh- pengaruhya saja yang bisa dipelajari. Jadi, struktur dilibatkan dalam perubahan sosial, maka keberadaannya sebagai entitas yang bisa diraba (dapat diukur) hanya bersifat temporer. Dengan kata lain, struktur tidak pernah statis, ia selalu dimodifikasi. Unsur lain yang penting dari pemikiran Giddens adalah pembedaan antara struktur, sistem dan strukturasi. Sistem berbeda dengan struktur, yang diartikan Giddens sebagai relasi-relasi yang direproduksi antara pelaku dan kelompok, yang diatur sebagai praktik sosial yang rutin, sistem 2 Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society. Berkley: University of California Press. Halm - 377 12 menunjuk pada relasi antara individu dan kelompok pelaku yang masingmasing menggunakan struktur masyarakat secara berbeda. Proses perubahan sosial dalam masyarakat disebut strukturasi yang diartikan sebagai “conditions governing the continuity or transformation of stuctures, and therefore the reproduction of systems” – kondisi-kondisi yang mengatur kesinambungan atau transformasi struktur dan ujungnya reproduksi sistem. Dengan kata lain, strukturasi menunjuk kepada metodemetode yang digunakan untuk mengubah masyarakat. Tiga faktor ini menggambarkan metode dan pola perubahan sosial yang dipengaruhi dan sekaligus mempengaruhi struktur masyarakat. Dalam teori ini, Giddens menegaskan bahwa agensi manusia dan struktur sosial berhubungan satu dengan lainnya, dalam satu cara, yang mana struktur merupakan dasar bagi segala tindakan individu, dan tindakan-tindakan individu mereproduksi struktur. Penyeimbang ini disebut Giddens dengan dualitas struktur. Dalam teori strukturasi, si agen atau aktor memiliki tiga tingkatan kesadaran: 1. Kesadaran diskursif (discursive consciousness). Yaitu, apa yang mampu dikatakan atau diberi ekspresi verbal oleh para aktor, tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya tentang kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Kesadaran diskursif adalah suatu kemawasdirian (awareness) yang memiliki bentuk diskursif. 13 2. Kesadaran praktis (practical consciousness). Yaitu, apa yang aktor ketahui (percayai) tentang kondisikondisi sosial, khususnya kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Namun hal itu tidak bisa diekspresikan si aktor secara diskursif. Bedanya dengan kasus ketidaksadaran (unsconscious) adalah, tidak ada tabir represi yang menutupi kesadaran praktis. 3. Motif atau kognisi tak sadar (unconscious motives/cognition) Motif lebih merujuk ke potensial bagi tindakan, ketimbang cara (mode) tindakan itu dilakukan oleh si agen. Motif hanya memiliki kaitan langsung dengan tindakan dalam situasi yang tidak biasa, yang menyimpang dari rutinitas. Sebagian besar dari tindakan-tindakan agen sehari-hari tidaklah secara langsung dilandaskan pada motivasi tertentu. D. Metode Penelitian 1. Unit Analisis Penelitian Penelitian ini berfokus pada para pengguna skincare sebagai agen wacana kecantikan “bekerja” menyebarluaskan wacana kecantikan. Dalam hal ini, unit analisis penelitian ini adalah para pengguna skincare. Para pengguna skincare sebagai agen yang bekerja baik secara langsung maupun tidak langsung mereka aktif dalam “menyebarkan” wacana kecantikan kepada pihak lain, dengan atau tanpa tujuan tertentu. Cara itupun beragam, sehingga menarik untuk 14 diungkap dalam penelitian ini. Lingkup penelitian dikhususkan di skincare Naavagreen di Kota Yogyakarta saja, yang mana notabene informan dan narasumber yang dibutuhkan akan mudah ditemukan karena beberapa alasan, seperti adanya relasi yang merupakan pengguna skincare tersebut, member atau pengguna yang lebih banyak dari skincare lain, serta mempunyai tiga cabang di Yogyakarta. Terkait obyek penelitian tersebut, diharapkan dapat menjelaskan dan menjabarkan pula kategori-kategori pemakai skincare Naavagreen di Yogyakarta. Unit analisis menjadi salah satu komponen penting dalam desain penelitian selain pertanyaan penelitian, proposisi, logika yang mengaitkan data prosposisi, dan kriteria untuk mengintepretasi temuan. Unit analisis berkaitan dengan penentuan masalah dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, studi deskriptif mengenai bagaimana para pengguna skincare Naavagreen sebagai agen bekerja menyebarkan wacana kecantikan yang mereka bentuk, menjadi pilihan dalam menganalisis masalah ini karena terkait dengan kesesuaian jenis masalah yang dipilih. Jika dianalisis secara deskirptif, maka diharapkan dapat menjabarkan secara rinci dengan penjelasan bagaimana dan mengapa. Sehingga masalah yang dipilih dapat terjawab dalam suatu alanisis deskriptif. 15 2. Pendekatan Penelitian Dalam tema penelitian ini, metode penelitian yang dipakai adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi deskriptif sebagai pisau analisis. Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai katakata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5). Penelitian kualitatif yang berakar dari „paradigma intepretatif‟ pada awalnya muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap „paradigma positivist‟ yang menjadi akar penelitian kuantitatif3. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial4. Penelitian kualitatif bercirikan pada latar alamiah sebagai keutuhan, manusia sebagai alat penelitian (peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama), menggunakan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, adanya batasan antara studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria khusus untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya 3 Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2006 hlm 166 4 Rudito, Bambang. Melia Famiola. Sosial Mapping Metode Pemetaan Sosial Bandung: Rekayasa Sains, 2008 hlm 78 16 disepakati dan dirundingkan bersama, yakni peneliti dan subjek penelitian. Penelitian ini mengenai para pengguna skincare Naavagreen sebagai agen bekerja menyebarkan wacana kecantikan. Hal tersebut cocok dikaji dengan metode kualitatif, karena salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah lebih menekankan pada unsur subjektif dari peneliti agar lebih jelas menggambarkan dan mendeskripsikan objek penelitian. Studi kasus yang termasuk dalam penelitian deskriptif merupakan pendekatan penelitian terhadap suatu fenomena dengan pokok pertanyaan yang berkenaan dengan bagaimana dan mengapa serta fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer atau masa kini. Studi deskriptif sangat cocok digunakan dalam penelitian ini karena menjabarkan fenomena sosial. Selain itu, pendeskripsiannya dapat maksimal sehingga dapat menjawab fokus penelitian serta dapat mengungkapkan secara naratif pengetahuan-pengetahuan mengenai fenomena pengguna skincare oleh pembaca agar lebih kritis dan terbuka. 3. Sumber Data dan Jenis Data Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer/ data utama dan data sekunder/ data tambahan. Data primer berasal dari data yang langsung diambil melaui kegiatan lapangan penelitian seperti wawancara mendalam (indepth interview) 17 dan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil tinjauan pustaka dari artikel, tulisan atau website di internet. Jenis data dibagi 4 macam yaitu kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. a. Kata-kata dan Tindakan Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian kualitatif, walaupun demikian bisa dikatakan bahwa metode yang paling pokok adalah pengamatan atau observasi dan wawancara mendalam atau in-depth interview. Observasi (pengamatan) yang dimaksud disini adalah “deskripsi secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti” (Marshall & Rossman, 1989:79). Pengamatan dapat bervariasi mulai dari yang sangat terstruktur dengan catatan rinci mengenai tingkah laku sampai dengan deskripsi yang paling kabur tentang kejadian dan tingkah laku. Sedangkan wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan (Marshall dan Rossman, 1989:82)5. Sumber data utama tersebut dicatat melalui perekaman video, audio serta pengambilan foto. Selain itu, pencatatan data melalui wawancara dan observasi, dapat dilakukan secara tertulis dengan mencatat hal-hal yang 5 Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2006 hlm 172 18 penting dalam kegiatannya, sehingga dapat diperoleh data deskriptif. Metode ini merupakan gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. b. Sumber Tertulis Sumber tertulis dapat dikategorikan sebagai bahan tambahan sendiri atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, serta majalah atau tulisan non ilmiah. Sumber dapat berupa buku dan majalah ilmiah seperti skripsi dan tesis yang ada di arsip-arsip penting lainnya. Dokumen pribadi termasuk didalamnya seperti surat, buku harian, dan cerita seseorang tentang keadaan lokal. Sedangkan tulisan nonilmiah seperti majalah, koran, artikel, tabliod dan sebagainya yang membahas mengenai kecantikan. Selain itu dapat berupa cuplikan, kutipan, atau penggalan dari catatan-catatan organisasi, komunitas, atau perusahaan. c. Foto Foto dapat menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan digunakan untuk mengkaji segi-segi subjektif dan hasilnya dianalisis secara induktif. Ada dua foto yang dapat dimanfaatkan yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan dan Biklen, 1982: 102) 19 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, ada beberapa teknik yang dipakai dalam proses pengumpulan data, teknik-teknik tersebut antara lain: a. Observasi Observasi digunakan sebagai langkah awal dan langkah pendalaman untuk mengetahui kondisi lokal penelitian sebagai penguat data primer. Observasi dapat dilakukan di lingkungan skincare Naavagreen di Yogyakarta yang sedang beroperasi. Observasi dilakukan hanya sebatas mengamati, mencatat hal-hal yang penting yang ditemui serta mendokumentasikan setiap objek yang ditemui manakala objek tersebut dirasa mampu menjadi data sekunder. Data yang didapat melalui observasi langsung terdiri dari perincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang-orang, serta juga keseluruhan kemungkinan interaksi intrapersonal, dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati6. b. Wawancara Mendalam (In-depth Interview) Wawancara mendalam digunakan untuk wawancara langsung ke pihak-pihak terkait dalam fokus penelitian ini. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dari informan untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Data 6 Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2006 hlm 186 20 yang didapat terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat, perasaan, dan pengetahuannya7. Secara lebih lanjut wawancara akan dikolaborasi dengan hasil observasi dan data sekunder lainnya demi mendapatkan hasil penelitian yang valid. Untuk memperoleh informasi yang mendalam serta dapat menjadi alat bantu dalam menjawab rumusan masalah penelitian, maka dibutuhkan informan atau nara sumber sebagai objek penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah perempuanperempuan yang menjadi pengguna skincare Naavagreen di Yogyakarta dengan klasifikasi dan kategori tertentu. Tabel 1.1: Aspek dan Klasifikasi Pemilihan Informan Aspek Sosial Ekonomi Kondisi a. Pergaulan yang luas, baik pergaulan realita maupun dunia maya b. Aktif media sosial c. Aktif suatu organisasi d. Memiliki kelompok pertemanan di berbagai tempat yang berbeda a. Memiliki fasilitas berupa gadget yang memungkinkan untuk berinteraksi melalui media sosial b. Kalangan menengah keatas c. Berpenghasilan atau uang saku > Rp 1.000.000,- 7 Suyanto, Bagong. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2006 hlm 186 21 a. Keberhasilan yang dilihat dari hasil perawatan b. Lamanya perawatan di Naavagreen sudah lebih dari 1,5 tahun c. Sudah mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk ikut bergabung melakukan perawatan di skincare Naavagreen d. Jumlah informan yang dipilih dapat mewakili masing-masing kategori profesi dan umur Sumber: Data peneliti, 2014 Klasifikasi pemilihan informan Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak Naavagreen mengenai jumlah member yang berjumlah kurang lebih 46.000 orang, dilakukan filter untuk pemilihan informan dengan indikator dan klasifikasi tertentu seperti apa kondisi atau latar belakang sosial masing-masing individu dari masing-masing kategori sehingga memungkinkan mereka menjadi agen. Berdasarkan indikator tersebut dan klasifikasi pemilihan informan, didapatkan beberapa orang yang dipilih berdasarkan klasifikasi tersebut. Adapun informan yang dipilih yang memenuhi syarat dan indikator tersebut ada 12 informan yang dipilih mewakili masing-masing kategori, yaitu: Tabel 1.2: Interaksi dan Konteks Sosial Informan No Kategori 1. No. Informan 1 NI (16 th) 2 WI (17 th) Pelajar umur 15-17 Interaksi dan konteks sosial informan Seorang pelajar sebuah SMA di Yogyakarta dengan pergaulan luas, megikuti sebuah les, dan memiliki pertemanan di sosial media yang cukup banyak Seorang pelajar SMA di Yogyakarta yang aktif organisasi sekolah dan organisasi di daerah tempat tinggal. Mengikuti kursus modelling 22 2. 3 HW (22 th) 4 TY (23 th) 5 HA (21 th) 6 OK (23 th) 7 FA (27 th) 8 TI (25 th) 9 DA (26 th) 10 KR (29 th) Ibu Rumah 11 tangga umur >30 12 LA (30 th) Mahasiswa umur 19-23 3. Karyawan Swasta umur 24-30 4. KI (31 th) Seorang mahasiswi universitas negeri dengan pergaulan yang luas dan aktif media sosial Seorang mahasiswi profesi yang setiap hari bertemu dengan banyak orang baru serta mengharuskan memiliki wajah yang bersih, aktif media sosial Seorang mahasiswi di suatu universitas swasta di Yogyakarta yang berekonomenengah keatas dan memiliki pergaulan sesama elit yang banyak Seorang mahasiswi universitas swasta yang sangat aktif media sosial dan memiliki akun-akun di banyak media sosial Seorang karyawan swasta yang memiliki pasangan serta pergaulan yang luas karena pekerjaannya Seorang karyawan swasta dengan pekerjaan sebagai frontliner yang mengharuskan berpenampilan bersih dan menarik dan seorang ketua komunitas karyawan di lingkungan kerja Seorang karyawan swasta yang memiliki banyak teman, sangat antusias mengenai fashion dan seputar kecantikan serta aktif media sosial Seorang karyawan perusahaan swasta dengan pergaulan yang luas dan mewajibkan berpenampilan menarik dan sudah menikah Seorang ibu rumah tangga dengan pergaulan di sosial media yang luas Seorang ibu rumah tangga yang aktif organisasi PKK Sumber: Data peneliti, 2014 Dari data-data tersebut diatas, dapat diketahui kondisi atau latar belakang sosial para informan yang memungkinkan mereka untuk menjadi agen, sehingga mereka dapat berinteraksi dengan orang lain dalam melakukan agensinya. 23 c. Dokumentasi lapangan Dokumentasi dilakukan di lingkungan skincare yang mana menjadi setting dan lokasi penelitian yang sekaligus dapat mengabadikan moment-moment yang dapat digunakan sebagai data sekunder. Dokumentasi dapat dilakukan menggunakan kamera jenis apapun seperti kamera ponsel, SLR dan pocket digital. Jenis dokumentasi antara lain, video, foto serta rekaman suara yang mana data tersebut dikolaborasikan sehingga dapat mendukung hasil penelitian. d. Studi Pustaka Hasil dari data primer juga diperkuat dengan data-data dan informasi mengenai Naavagreen melalui sumber bacaan dari internet. 5. Teknik Analisis Data Analisis data adalah suatu proses penyederhanaan data sehingga data yang diperoleh dapat dibaca dan diintepretasikan secara lebih mudah, efektif, dan efisien. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Miles dan Haberman, analisis data kualitatif dikatakan sebagai model alir yang mengikuti keseluruhan proses penelitian dari tahap awal hingga tahap penarikan kesimpulan hasil studi untuk kemudian ditafsirkan dan dihubungkan dengan masalah yang sedang diteliti. 24 Proses analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi8. a. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data dilakukan dengan memilah data hasil wawancara dengan proses pemusatan perhatian pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan. Data yang sekiranya tidak sesuai dengan konteks penelitian maka akan dihilangkan dan data yang mendukung penelitian akan dipertahankan. Hal tersebut juga dilakukan untuk memilah data sekunder. Reduksi data berlangsung selama penelitian kualitatif ini dilakukan. b. Penyajian Data (Data Display) Deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dalam bentuk teks naratif. Penyajian data dilakukan dengan tahapan-tahapan yaitu pengumpulan data dan reduksi data, kemudian diakhiri dengan membuat bagan-bagan dan tabel-tabel yang memudahkan pembacaan data hasil observasi, wawancara, serta studi pustaka. 8 Dr. Agus Salim, MS. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006 hlm 22-24 25 c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing and Verification) Dari permulaan pengumpulan data, peneliti yang menggunakan metode kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh dari lapangan, mencatat keteraturan atau pola-pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dan proposisi. Setiap kesimpulan yang ditetapkan selama penelitian berlangsung akan terus diverifikasi hingga benar-benar diperoleh kesimpulan yang valid. 26