Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Terakreditasi A BAN-PT No.451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 IMPLEMENTASI MADRID INTERNATIONAL PLAN OF ACTION ON AGEING 2002 OLEH PEMERINTAH DKI JAKARTA DALAM MEMENUHI HAK LANSIA TERKAIT PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL TAHUN 2012-2016 Skripsi Oleh Karina Ratnaputri 2013330001 Bandung 2017 Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Terakreditasi A BAN-PT No.451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 IMPLEMENTASI MADRID INTERNATIONAL PLAN OF ACTION OF AGEING 2002 OLEH PEMERINTAH DKI JAKARTA DALAM MEMENUHI HAK LANSIA TERKAIT PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL TAHUN 2012-2016 Skripsi Oleh Karina Ratnaputri 2013330001 Pembimbing Sylvia Yazid, Ph.D Bandung 2017 ii Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Tanda Persetujuan Skripsi Nama Nomor Pokok Judul : Karina Ratnaputri : 2013330001 : Implementasi Madrid International Plan of Action on Ageing 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam Memenuhi Hak Lansia terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun 2012-2016 Telah diuji dalam Ujian Sidang jenjang Sarjana Pada Senin, 19 Desember 2016 Dan dinyatakan LULUS Tim Penguji Ketua sidang merangkap anggota Sapta Dwikardana, Drs., M.Si., Ph.D : …………………………… Sekretaris (Pembimbing) Sylvia Yazid, S.IP., MPPM., Ph.D : …………………………… Anggota Yulius Purwadi Hermawan, Drs., M.A., Ph.D : …………………………… Mengesahkan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dr. Pius Sugeng Prasetyo iii Surat Pernyataan Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Karina Ratnaputri NPM : 2013330001 Jurusan/Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional Judul : Implementasi Madrid International Plan of Action on Ageing 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam Memenuhi Hak Lansia terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun 20122016 Dengan ini menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil karya tulis ilmiah sendiri dan bukanlah karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik oleh pihak lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain yang dikutip, ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku. Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia menerimakonsekuensi apapun sesuai dengan aturan yang berlaku apabila dikemudian hari pernyataan saya ini tidak benar. Bandung,10 Januari 2017 Karina Ratnaputri iv Abstrak Nama : Karina Ratnaputri NPM : 2013330001 Judul : Implementasi Rencana Aksi Internasional Kelanjutusiaan Madrid 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam Memenuhi Hak Lansia terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun 20122016 Mengantisipasi fenomena ledakan penduduk lansia yang diprediksi terjadi 2050 mendatang, Indonesia bersama 158 negara anggota PBB lainnya mempublikasikan Rencana Aksi Internasional Kelanjutusiaan Madrid 2002 Rencana aksi ini berfungsi sebagai panduan bagi pemerintah pada level nasional, daerah/kota, maupun pihak kepentingan lainnya dalam membentuk instrumen hukum atau program yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasaran dan pencapaian kesejahteraan lansia. Kebutuhan perumahan dan lingkungan tempat tinggal menjadi satu diantaranya. Penelitian ini berusaha menjelaskan pengimplementasian MIPAA oleh Pemerintah Kota DKI Jakarta dalam memenuhi hak lansia di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal tahun 2012-2016 secara bertahap. Sejak diterimanya rezim, transformasi rezim ke instrumen hukum dan program nasional, hingga efektivitas penerapan program dan instrumen sesuai dengan lima tahapan Konsep Implemetasi Rezim Internasional dalam Ranah Domestik oleh Arthur Andersen. Berdasarkan analisa, diketahui adanya perbedaan pengimplementasian MIPAA dipandang dari segi instrumen hukum dan program pemerintah di DKI Jakarta. Ketentuan aksi MIPAA telah disadari dan tertulis dalam instrumen hukum mengenai perumahan dan lingkungan tempat tinggal, baik pada level negara maupun daerah/kota. Akan tetapi kesadaran ini hanya terpusat pada lembaga pemerintahan di tingkat atas dan tidak didelegasikan kepada lembaga dibawahnya. Padahal lembaga pada level bawah inilah yang bertangung jawab sebagai pelaksana program di lapangan. Oleh karenanya, pelaksanaan program seperti BRLU dan Rusunawa di DKI Jakarta belum mencapai hasil maksimal. Kata Kunci: lansia, MIPAA, DKI Jakarta, perumahan dan lingkungan tempat tinggal, implementasi v Abstract Name : Karina Ratnaputri NPM : 2013330001 Title : The Implementation of Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA) 2002 by Jakarta Capital City Government to Fulfill Elderly Rights on Housing and its Environment Year 2012-2016 Anticipating the elderly population explosion phenomena which predicted by United Nations will be happening on 2050, Indonesia with other 158 UN member states has published The Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA) 2002. This international plan has functioned as a guideline for either national and city government, or other stakeholders to arrange laws or programs intended to fulfill elderly basic needs and achieve their welfare. Housing and its environment become one of that needs. This research is trying to explain the implementation of MIPAA by Jakarta Capital City Government to fulfill elderly rights on housing and its environment in 2012-2016 gradually. From the acceptance of international regime, the transformation of regime to be national laws and programs, to the effectiveness of applicated laws and programs according to five steps of The Implementation of International Regime at Domestic Level by Arthur Andresen. According to the analysis, there is a difference of MIPAA implementation based on laws and its programs by Jakarta Capital City Government perspectives. MIPAA provisions have been acknowledged and written on law instruments about housing and its environment at national/city level. However, this acknowledgement was focused only at the top level of government without it being delegated to the lower level. In fact, this lower level has responsibility as the programme executors on the field. Therefore, the implementation of BRLU and Rusunawa at Jakarta have not achieved maximum results. Keywords: elderly, MIPAA, Jakarta Capital environment, implementation vi City, housing and its Kata Pengantar Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya yang membuat skripsi berjudul “Implementasi Madrid International Plan of Action on Ageing oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam Memenuhi Hak Lansia Terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun 2012-2016”mampu terealisasikan dengan baik. Terselesaikannya skripsi ini dengan baik dan lancar tidak terlepas dari campur tangan Sylvia Yazid Ph.D selaku dosen pembimbing selama enam bulan terkahir yang senantiasa sabar memberikan waktu, arahan, dan dukungan. Dorongan untuk mengangkat isu berangkat dari keprihatinan peneliti terhadap lansia yang kian diabaikan keberadaannya di tengah masyarakat, sehingga menempatkan mereka sebagai salah satu kelompok dengan tingkat kerentanan tinggi. Di samping itu, skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan Bandung Peneliti menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan doa dan moral berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih peneliti hendak sampaikan kepada: Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa saya andalkan dalam setiap proses pembelajaran selama 3.5 tahun di UNPAR, penghibur kala susah maupun senang, dan sosok Ayah yang kata-kata-Nya selalu saya jadikan penyemangat dan pegangan hidup. “For I know the plans I have for you,” declares the Lord,” plans toprosper you and not to harm you. Plans to give you hope and a future.”(Jeremiah 29:11). Mama Theresia Nurbani dan Papa Yan Boendoro. Orangtua tangguh yang masih meluangkan waktu untuk saat teduh dan berdoa pagi demi kelancaran pembuatan skripsi putri tunggalnya. Alasan dibalik perjuangan seorang Karina dalam memberikan prestasi terbaik selama masa perkuliahan dan dua sosok yang paling dihindari untuk dibuat kecewa. Thank you for the endless support and trust, even vii though I have ever made them disappointed. I present this title for both of you Nathanael Christopher Paramaputra. Terima kasih telah menjadi adik, supporter, sekaligus pendengar setia untuk semua keluh kesah kakaknya ini selama 3.5 tahun terakhir meski harus tinggal berjauhan antara BSD-Bandung. You know how much I love you, Dek. Sylvia Yazid Ph,D.Terima kasih Mba Syl untuk segala motivasi, kesabaran, dan saran yang sudah Mba curahkan selama proses bimbingan, berlangsungnya sidang, hingga skripsi ini akhirnya mampu terselesaikan dengan hasil memuaskan. Maaf ya Mba kalau selama masa konsultasi aku suka bawel hehehe Bapak Abdullah Hakim dan Ibu Hening Pratiwi selaku mentor, orangtua kedua, dan sahabat yang menginspirasi saya untuk mengangkat isu lansia dalam pembuatan skripsi. Akhirnya ya Pak, Bu, ide yang kita diskusikan delapan bulan lalu mampu terampung. Semoga hasil baik yang saya peroleh dari skripsi ini mampu membuat Bapak dan Ibu bangga. Terima kasih. Philomena Gavrila, Ignatia Nindya, dan Anglila Listy, Natasha Tiaraputri, dan Joddy Pratamaputra. Sepupu-sepupu bawel yang setiap kali ketemu selalu annoying dengan nanya “Skripsinya udah sampai bab berapa, Kar?, tapi tahu ada maksud perhatian dan sayang dibaliknya. Auginia Natalia.We have been sister by heart since 2007 and I could not thank Him enough for letting me know and meet you. She is the one who probably knows me well than myself. Engga pernah terlintas di benak Karin sebelumnya kalau persahabatan kita bakal sampai sejauh dan sedekat ini. Kamu mungkin satu-satunya sahabat sekaligus “saudara perempuan” yang bukan hanya mampu mendengarkan, namun memberikan solusi untuk setiap permasalahan Karin selama masa kuliah meski harus terpisah antara UNPAR dan NTU Singapura. Makasih untuk setiap doa dan semangatnya ya, Tal. Gaada kata-kata yang bisa mengekspresikan sayangnya Karin ke Talia. Semangat untuk sisa setahun masa kuliahmu, my future scientist! My pray always be with you. Para sahabat semenjak SMA a.k.a AADC 2.0 (Michelle Marietta Secoa, Sylvia Angelia, Theresia Vegas, Yohana Anita, dan Baskara Eko). Lima orang heboh yang sehari sebelum sidang temennya ini udah semangat berencana memberi semangat lewat video call meskipun berujung wacana karena masih tidur jam enam pagi keesokan harinya hahaha. Thank you for all tears and jokes you guys viii have given to me throughout these 3.5 years. I could not in this phase right now, if it was not because of all of you. I will see all of you on top! Iranian Squad (Alya Nurshabrina, Ira Yulianti Johan, Erza Arighi, dan Axel Gumilar). Berawal sebagai rekan seperjuangan prakdip dan berakhir sebagai keluarga. Terima kasih kawan sudah menjadi bagian dari masa-masa terbaik Karin selama berkuliah di HI UNPAR. Regina Rima Rianti dan Inigo Abigail Goestiandi. Beruntung bisa berjuang bersama “kembaran” sedari SD dan SMA seperti mereka selama 3.5 tahun pembelajaran di HI UNPAR. Mulai dari pencarian bahan skripsi ke UI hingga dinyatakan sebagai Sarjana Ilmu Politik pada waktu yang berdekatan. Semoga segala impian yang kalian dampakan kedepannya tercapai. Doaku berserta kalian. Sahabat-sahabat terbaik sepanjang masa kuliah. Ira Yulianti Johan, Kezia Ribka, Mirdha Arina, Jaqualine Onim, Elita, Sharon Patricia, Ludmilla Sanda, Clarissa Paulina Aubrey, Bernadeta Kurniasari. Untuk semua gelak tawa dan cerita yang kalian bagikan, kelakuan-kelakuan lucu yang menghibur, serta kenyamanan diterima dalam sebuah lingkungan pertemanan. I am so lucky to have you all for these past 3.5 years. There is no such word that could describe how much you guys are precious for me. Rekan-rekan organisasi selama masa perkuliahan. Keluarga INTI HMPSIHI 2015/2016 (Nabila Kasyalia, Regina Rima R., Muhammad Fakhri, Claudia Isabella, Sherly Mega Putri), INKORD HMPSIHI (Fadhil Hazmi, Monica Donnavina, Andina Dwinta S., Vania Supusepa, Angelia Maria, Raden Calvin Budianto, Rizky Aji P., dan Jeanne Sanjaya); serta Keluarga Beswan Djarum 31RSO Bandung. Terima Kasih. Orang-orang di belakang layar yang turut andil dalam kesuksesan penyusunan skripsi. Dra. Tri Hananingsih (Kasubdit Advokasi dan Pelayanan Sosial Kedaruratan bagi Lanjut Usia Kemensos RI), Dra. Sri Widowati, M.Si (Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia dan Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Prov. DKI Jakarta), Bapak Irwansyah (Ketua Umum Nasional LKS Lanjut Usia), Mba Yolanda (Tim Advisor Gubernur DKI Jakarta Bidang Infrasturktur), International NGO Forumon Indonesian Development (INFID) (Bapak Sugeng Bahagijo, Bapak Mugiyanto Sipin, Kak Lola Loveita, Kak Sekar Panuluh, Kak Yolandri Simanjuntak, dan Kak Meila). ix Dan kepada orang-orang terkasih dan memiliki kontribusi penting dalam masa perkuliahan saya lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih. Sebagaimana pribahasa mengatakan tak ada gading yang tak retak. Demikian pula skripsi ini masih perlu disempurnakan dan sangat terbuka dengan berbagai kritik maupun saran membangun dari berbagai pihak. Akhirnya peneliti berharap skripsi ini bukan hanya memperkaya wawasan, namun juga menggerakan kesadaranpara penstudi hubungan internasional terhadap kaum lansia disekitarnya. Bandung, 10 Januari 2017 Peneliti x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI…………………………………………...iii SURAT PERNYATAAN………………………………………………………..iv ABSTRAK..............................................................................................................v ABSTRACT……………………………………………………………………...vi KATA PENGANTAR…………………………………………………………..vii DAFTAR ISI……………………………………………………………………..xi DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………...xiv DAFTAR GRAFIK…………………………………..…………………………xv DAFTAR TABEL…………...…………………………………………………xvi DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………xvii BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………..1 1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………..1 1.2 Identifikasi Masalah……………………………………………………4 1.2.1. Deskripsi Masalah…………………………………………..4 1.2.2. Pembatasan Masalah………………………………………..8 1.2.3. Perumusan Masalah………………………………………...9 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………..9 1.3.1. Tujuan Penelitian…………………………………………...9 1.3.2. Kegunaan Penelitian……………………………………….10 1.4. Kerangka Pemikiran…………………………………………………10 1.5. Kajian Terdahulu…………………………………………………….17 1.6. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data…………………21 1.6.1. Metode Penelitian………………………………………….21 xi 1.6.1.1. Data Primer……………………………………...21 1.6.1.2. Data Sekunder………………………….………..22 1.7. Sistematika Pembahasan……………………………………….……22 BAB II. RENCANA AKSI DAN PANDUAN GLOBAL TENTANG LANSIA…….25 2.1. Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA) 2002…………...25 2.1.1. Latar Belakang Fenomena yang Mendasari Pencetusan MIPAA 2002…………………………………………………………........25 2.1.2. Proses Terbentuknya MIPAA 2002……………………………...27 2.1.3. Cakupan dan Implementasi MIPAA 2002 pada Level Global dan Kawasan…………………………………………………………35 2.2. Proses Pembentukan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO 2008……41 BAB III. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI LANSIA DKI JAKARTA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PEMENUHAN HAK PERUMAHAN DAN TEMPAT TINGGAL…………………………………………………………………...49 3.1. Lansia sebagai Salah Satu Kelompok Masyarakat Rentan di DKI Jakarta....49 3.2. Permasalahan yang Menghambat Kesejahteraan Lansia DKI Jakarta……...52 3.2.1. Meningkatnya Laju Urbanisasi…………………………………..52 3.2.2. Meningkatnya Angka Kemiskinan……………………………….55 3.2.3. Pelayanan Kesehatan yang Belum Maksimal……………………57 3.2.4. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Pendapatan Minim bagi Lansia………………………………………………………….....61 3.3. Hubungan Persoalan Laju Urbanisasi, Kemiskinan, Kesehatan, dan Lapangan Pekerjaan dengan Kesulitan Lansia Memenuhi Hak Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal………………………………………..……...64 xii BAB IV.IMPLEMENTASI MIPAA OLEH PEMERINTAH DKI JAKARTA UNTUK MEMENUHI HAK LANSIA TERHADAP PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL………………………………………67 4.1. Penerimaaan MIPAA 2002 di Indonesia dan DKI Jakarta………………....68 4.2. Transformasi Komitmen MIPAA 2002 dalam Instrumen Hukum Nasional dan Daerah………………………………………………………………......70 4.3. Pengimplementasian Instrumen Hukum Nasional dalam Program Pemerintah DKI Jakarta mengenai Hak Lansia terhadap Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal…………………………………………………………......82 4.4. Respon Lansia terhadap Program yang Berlangsung…………………….…89 4.5. Efektivitas Program mengenai Lansia dan Perumahan di DKI Jakarta…….93 BAB V KESIMPULAN………………………………………………………………..102 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….....108 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Peta Kerangka Pemikiran Penelitian..............................................17 Gambar 2.1. Contoh Bantuan dari MyAgedCare BerupaWheelchair Ramps….........................................................................................34 Gambar 4.3. Kondisi Koridor di Rusunawa Daan Mogot…………………….100 xiv DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1. Perkembangan Angka Harapan Hidup DKI Jakarta Tahun 20052011………………………………………………………………50 Grafik 3.2. Rasio Puskesmas Per 30.000 Penduduk di Indonesia……………59 Grafik 3.3 Persentase Kota dengan Kepemilikan Tenaga Medis Terlattih di Indonesia Tahun 2014……………………………………………59 Grafik 3.4. Proposi Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Jenis Kegiatan Tahun 2014…………………………………………….62 Grafik 3.6. Dampak Persoalan Laju Urbanisasi, Kemiskinan, Kesehatan, dan Lapangan Kerja Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal oleh Lansia………………………..66 Grafik 4.1. Alur Pemberian Bantuan Bedah Rumah Lanjut Usia……………84 xv DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Pengelompokkan Negara-Negara Menurut Tingkat Pendapatan Ekonomi oleh Bank Dunia Tahun 2016………………………….43 Tabel 3.5. Persebaran Penduduk Lansia Menurut Tipe Daerah dan Lapangan Usaha Tahun 2014………………………………………………..63 Tabel 4.2. Daftar Cek Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO 2008 di Bidang Perumahan dan Lingkungan TempatTinggal…………....95 xvi DAFTAR SINGKATAN AHH : Angka Harapan Hidup APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BKLU : Bedah Kamar Lanjut Usia BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BRLU : Bedah Rumah Lanjut Usia CAS UI : Centre of Studies Universitas Indonesia CSR : Corporate Social Responsibility Depkes : Departemen Kesehatan Dinsos : Dinas Sosial DKI Jakarta : Daerah Khusus Ibukota Jakarta ECOSOC : The United Nations Economic and Social Council EIU : Economic Intellegence Unit FGD : Focus Group Discussion GK : Garis Kemiskinan GKM : Garis Kemiskinan Makanan GKNM : Garis Kemiskinan Non-Makanan HAM : Hak Asasi Manusia IAG : Insurance Australia Group ILO : International Labour Organization Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat xvii Kemensos RI : Kementerian Sosial Republik Indonesia Keppres : Keputusan Presiden Komnas Lansia : Komisi Nasional Lanjut Usia KIS : Kartu Indonesia Sehat KJS : Kartu Jakarta Sehat KPLDH : Ketuk Pintu Layani Dengan Hati Lansia : Lanjut Usia LKS : Lembaga Kesejahteraan Sosial LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat MIPAA : Madrid International Plan of Action on Ageing PAM : Perusahaan Air Minum PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa PEMILU : Pemilihan Umum Pemkot : Pemerintah Kota Perda : Peraturan Daerah PKD : Pemberian Kebutuhan Dasar Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu PP : Peraturan Pemerintah PSU : Prasarana, Sarana, dan Utilitas PUSAKA : Pusat Santunan Keluarga Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat xviii RAN-LU : Rencana Aksi Nasional Kesejahteraan Lanjut Usia RKP : Rencana Kawasan Permukiman RP3 : Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Rusunami : Rumah Susun Milik Rusunawa : Rumah Susun Sewa SDGs : Sustainable Development Goals SKTM : Surat Keterangan Tidak Mampu SOP : Standard Operating Procedure UNESCAP : Economic and Social Commision for Asia and the Pacific UNFPA : United Nation Population Fund UNICEF : United Nations Children’s Fund UPRS : Unit Pengelola Rumah Susun UU : Undang-Undang UUD : Undang-Undang Dasar VIPAA : Vienna International Plan of Action on Ageing WHO : World Health Organization WNA : Warga Negara Asing WNI : Warga Negara Indonesia YEL : Yayasan Emong Lansia xix xx BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Masyarakat internasional saat ini tengah terancam oleh munculnya isu “Demographic Time Bomb”, yakni ketika kelompok lansia diproyeksikan menyentuh angka satu miliar jiwa pada tahun 2030. Jumlah tersebut masih ditambah dengan kelompok “oldest-old” atau lansia dengan rentang usia 80-100 tahun yang mencapai 402 juta jiwa1. HelpAge International selaku organisasi nonpemerintah di bawah naungan United Nation Population Fund (UNFPA) menyatakan, ketidaksigapan pemerintah dan warganya untuk mengentas permasalahan ini akan berdampak besar pada menurunnya level kesejahteraan ekonomi negara2. Hal tersebut dikarenakan, berkembangnya mitos di masyarakat bahwa keterampilan, pengetahuan, maupun kesehatan fisik kaum lansia sudah tidak lagi dalam kondisi prima untuk menjalankan suatu perkerjaan3. Akibatnya, tidak sedikit lansia yang mendelegasikan pekerjaan sehari-hari kepada anggota keluarga yang lebih muda, karena mobilitas gerak terhambat oleh keterbatasan tersebut4. 1 UNDESA Population Division, World Population Prospects: The 2010 Revision. http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm. Diakses pada 31 Maret 2016. 2 Alex Spillius,”World Faces Ageing Population Time Bomb says UN”, The Telegraph UK, 1 Oktober 2012, http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/japan/9579950/World faces-ageing-population-time-bomb-says-UN.html. Diakses pada 31 Maret 2016, pukul 16:45 WIB. 3 R. Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2008), hal.36. Diakses pada 5 April 2016. 4 Mintesnot G. Woldeamanuel, Concept in Urban Transportation Planning: The Quest for Mobility, Sustainibility, and Quality of Life, (North Carolina: McFarland & Company, Inc., Publishers, 2016), hal. 197. Diakses pada 4 April 2016. 1 2 Setiap negara yang telah mengadopsi MIPAA bertanggung jawab dalam mewujudkan lingkungan sosial yang mendukung kesehatan lansia.Hal ini secara jelas tercantum dalam Isu Pertama Prioritas Ketiga MIPAA 2002 tentang Memastikan Terciptanya Lingkungan Tempat Tinggal yang Suportif.Sebagai bentuk keseriusan untuk melaksanakan rencana aksi tersebut di tengah masyarakat global, maka World Health Organzation (WHO) pada tahun 2007 membentuk sebuah panduan internasional bernama WHO Global Guideline of Age Friendly Cities. Panduan ini berisi delapan bidang utama dan karakteristik setiap bidang yang harus dipenuhi oleh negara dalam mengaplikasikan kota yang ramah bagi seluruh usia. Salah satu poin terpenting yang dibahas dalam panduan tersebut ialah aspek perumahan dan lingkungan tempat tinggal. Keberadaan perumahan dan lingkungan tempat tinggal memiliki peranan penting dalam menunjang kesehatan lansia. PBB dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) 1948 Artikel 25(1) menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak yang setara untuk hidup secara layak agar mampu mempertahankan kesehatannya dan keberadaannya.5 Hak yang dimaksud meliputi hak terhadap makanan, pakaian, hingga perumahan. Individu yang dimaksud dalam pasal tersebut berlaku secara universal, tak terkecuali lansia. Namun, bertambahnya usia diiringi menurunnya kondisi fisik dan mental membuat pergerakan lansia menjadi pasif. Akibatnya, aktivitas keseharian lansia pada umumnya hanya berpusat di sekitar rumah dan lingkungan sekitarnya. Intensitas aktivitas ini haruslah 5 United Nations, Universal Declaration of Human Rights 1948 , PDF, hal.7, http://www/ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR_Translations/eng.pdf. Diakses pada 4 April 2016. 3 didukung oleh ketersediaan rumah yang sehat dan aksesbilitas memadai supaya lansia tetap mampu bergerak mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain. Salah satu negara yang dapat dijadikan acuan dalam pengimplementasian MIPAA dan telah mengikuti Panduan Kota Ramah Lansia WHO tersebut ialahOttawa, Kanada. Kepedulian pemerintah Ottawa terhadap keberlangsungan jangka panjang hidup lansianya diwujudkan melalui Kebijakan Penangguhan Pajak Properti (Property Tax Deferral) bagi mereka berusia 65 tahun ke atas dengan kepemilikan rumah pribadi dan pendapatan rumah tangga yang tidak lebih dari $40,121,00.6Program lainnya yakni “Home Support Services” menyediakan bantuan berupa “light housekeeping” bagi penduduk senior yang tercatat berkebutuhan medik khusus, menetap sendiri, dan tinggal berjauhan dari anggota keluarga.7 Baik narahubung maupun sistematika pengajuan bantuan tersebut telah tercantum lengkap dalam website pemerintah Ottawa untuk meminimalisir kebingungan lansia. Jika dikomparasikan dengan pelaksanaan MIPAA di Ottawa melalui serangkaian program di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggalnya yang sudah memperlihatkan perhatian cukup tinggi kepada warga lansia, maka Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai salah satu kota di Indonesia dapat dikatakan masih jauh dari pencapaian tersebut. Program-program pemerintah DKI Jakarta terkait kelanjutusiaan umumnya diarahkan kepada bidang kesehatan seperti pengadaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) atau Ketuk Pintu Layani Dengan 6 City of Ottawa, “Other Housing Supports for Seniors: Property Tax Deferral”, http://ottawa.ca/en/residents/social-services/housing/housing-seniors. Diakses pada 2 September 2016. 7 Ibid. 4 Hati (KPLDH). Pemerintah DKI Jakarta beranggapan aspek kesehatan harus diutamakan karena berpengaruh langsung terhadap kondisi fisik lansia. Padahal untuk seorang lansia dapat dikatakan sejahtera aspek kesehatan saja tidak mencukupi, namun perlu didukung oleh tercapainya kebutuhan dasar lain seperti rumah dan lingkungan tempat tinggal yang layak huni. Berangkat dari uraian tersebut, peneliti hendak membahas isu melalui sebuah riset berjudul ”Implementasi MIPAA 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam Memenuhi Hak Lansia terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun 2012-2016” 1.2. Identifikasi Masalah 1.2.1. Deskripsi Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mengadopsi MIPAA 2002, dibuktikan denganpengiriman laporan evaluasi dan pertanggungjawaban aksi pada 2007 silam.8Penandatanganan MIPAA 2002 mengindikasikan bahwa Indonesia berkomitmen secara penuh dalam menjamin terbentuknya instrumen hukum dan lingkungan sosial yang mendukung seluruh usia, khususnya lansia untuk bergerak secara aktif dan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara 8 United Nations ESCAP, 2007, Review of Madrid International Plan of Action on Ageing: Country Report of Indonesia, http://globalaging.org/agingwatch/desa/aging/mipaa/Indonesia.pdf. Diakses pada 1 April 2016. 5 layak9. Untuk mengarahkan pelaksanaan aksi dan instrumen hukum dari negaranegara yang berkomitmen terhadap MIPAA, WHO kemudian membentuk Panduan Global Kota Ramah Lansia pada tahun 2008. Panduan ini mencantumkan ketentuan-ketentuan aksi yang harus dipenuhi oleh sebuah kota untuk dapat dikatakan ramah lansia. Panduan Kota Ramah Lansia WHO telah dilaksanakan di 35 kota dunia, yang salah satunya adalah Kanada sebagaimana dijelaskan di atas. Kehadiran 35 negara yang telah mengimplementasikan Panduan WHO ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan rezim internasional dalam ranah hubungan internasional tidak lagi terbatas dilakukan oleh aktor negara saja, melainkan sudah lebih mendalam hingga level daerah atau kota sebagai susunan yang membentuk negara itu sendiri.Benjamin R. Barber dalam bukunya If Major Ruled The World bahkan secara terus terang menyatakan bahwa walikota memiliki peran penting dalam mengatasi sejumlah permasalahan dunia di tingkat daerah seperti perubahan iklim hingga pengentasan kemiskinan.10Hal ini dikarenakan walikota tidak dibebankan dengan isu kedaulatan ataupun batas negara yang menghambat mereka untuk membentuk kerjasama.11 DKI Jakarta memang belum bergabung dalam pelaksanaan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO. Namun, mengingat DKI Jakarta merupakan 9 United Nations, 2002, Political Declaration and Madrid International Plan of Action on Ageing, (New York: United Nations Headquarter), poin 94, http://www.un.org/en/events/pastevents/pdfs/Madrid_plan.pdf. Diakses pada 1 April 2016. 10 Benjamin R. Barber, 2013, If Major Ruled the World, (New Haven: Yale University Press), PDF-Book, http://www.houseofcommons.nl/wp-content/uploads/2012/09/IF-MAYORSRULED-THE-WORLD-Benjamin-Barber-September-2012-Table-of-Contents-andIntroduction.pdf. Diakses pada 9 Januari 2017. 11 Ibid. 6 bagian dari Indonesia yang telah berkomitmen terhadap MIPAA, seharusnya baik program maupun kebijakan hukum Pemerintah DKI telah diarahkan pada panduan WHO tersebut demi terwujudnya DKI sebagai kota ramah lansia. Salah satu kriteria yang disebutkan dalam MIPAA dan Panduan WHO untuk memenuhi kesejahteraan lansia ialah terpenuhinya hak dan kebutuhan lansia terhadap perumahan dan lingkungan tempat tinggal yang layak. Pembentukkan panduan WHO ini secara tidak langsung juga mengarahkan kota-kota dunia dalam pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) 2030 yang telah diadospi 190 negara, termasuk Indonesia pada September 2015 silam.12 Agenda SDGs mencantumkan target pembangunan yang berjalan seiringan dengan isu kelanjutusiaan mengenai perumahan dan lingkungan tempat tinggal dalam MIPAA dan Panduan WHO, khususnya Goal 10 tentang Mengurangi Kesenjangan di Dalam dan Antara Negara-Negara dan Goal 11 tentang Pembentukkan Kota yang Inklusif, Aman, dan Berkelanjutan. Poin kedua dalam goal 10 menargetkan tercapainya lingkungan sosial yang adil dari segi ekonomi, sosial, dan politik bagi seluruh individu tanpa membeda-bedakan usia, jenis kelamin, ras, etnis, suku, agama, ataupun status lainnya pada 2030.13Sedangkan, poin pertama dalam goal 11 secara jelas menyebutkan bahwa di tahun 2030 setiap individu dipastikan memiliki akses 12 International NGO Forum on Indonesian Development, Panduan SDGs untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah, (Jakarta: INFID, 2015), PDF, http://infid.org/wp-content/uploads/2015/11/Buku_PANDUAN-SDGs.pdf. Diakses pada 9 Januari 2017. 13 United Nations, Goal 10: Reduce Inequality Within and Among Countries, http://www.un.org/sustainabledevelopment/inequality/. Diakses pada 9 Januari 2017. 7 yang setara terhadap perumahan yang setara, aman, dan terjangkau.14Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Panduan Kota Ramah Lansia WHO dalam memenuhi kebutuhan lansia akan perumahan dan lingkungan tempat tinggal yang layak seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dan DKI Jakarta untuk mendorong pencapaian komitmennya dalam SDGs. Sayangnya, keberadaanperumahan dan lingkungan tempat tinggal di Indonesia saat ini masih jauh dari ketentuan ramah lansia dalam MIPAA dan Panduan WHO. Persoalan ini banyak ditemui pada kota besar dengan kepadatan penduduk tinggi seperti DKI Jakarta. Meski telah dideklarasikan sebagai kota ramah lansia dan dimensia, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengutarakan bahwa masih terdapat sejumlah program kerja Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta sehubungan lansia yang belum terealisasi karena mengalami sejumlah kendala.15 Seperti pembangunan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) misalnya yang terhalang persoalan jual beli tanah, perbedaan kontrak dalam lelang, dan mutasi aset.16Adapun instrumen hukum sehubungan kesejahteraan sosial lansia yang tersedia saat ini acapkali belum sesuai dengan pengimplementasiannya. Di sisi lain kesadaran dalam diri golongan masyarakat mudadan angkatan kerja Indonesia terhadap lansia masih terbilang minim. Padahal, beberapa tahun ke depan dari sekarang merekapun akan menjadi bagian dari kelompok lansia yang 14 United Nations, Goal 11: Make Cities Inclusive, Safe, Resilient, and Sustainable, http://www.un.org/sustainabledevelopment/cities/. Diakses pada 9 Januari 2017. 15 Vindry Florentin, “Jakarta Deklarasi Kota Ramah Dimensia dan Lansia”, Tempo 11 September 2015, http://metro.tempo.co/read/news/2015/09/11/08369978/jakarta-deklarasi-kotaramah-dimensia-dan-lansia. Diakses pada 9 Desember 2016. 16 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2016, Paparan Dinas Perumahan, https://www.youtube.com/watch?v=XMA6YYONnzc. Diakses pada 29 November 2016. 8 membutuhkan perlakuan khusus agar tetap dapat beraktivitas mandiri tanpa mengusik kualitas hidup orang-orang disekitarnya17. 1.2.2. Pembatasan Masalah Mengacu pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini menitikberatkan pengimplementasian MIPAA oleh pemerintah DKI Jakarta. Adapun dicantumkannya Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO dan daftar ceknyaakan menjadi alat ukur yang dipergunakan oleh peneliti untuk melihat sejauh mana aksi pemerintah DKI Jakarta telah memenuhi standar WHO tersebut. Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO beserta daftar ceknya hadir untuk menyempurnakan pengimplementasian MIPAA. Hal ini dikarenakan rencana aksi global WHO berisi daftar spesifik mengenai fasilitas dan akssbilitas yang harus tersedia pada suatu perumahan dan lingkungan tempat tinggal untuk dapat dikatakan ramah lansia. Meski penelitian serupa pernah dilakukan oleh Center of Ageing Studies University of Indonesia (CAS UI) pada tahun 2013-2014, beberapa perbedaan riset hendak dikedepankan oleh peneliti melalui karya tulis ini. Pertama, rentang waktu penelitian ialah tahun 2012 sejak DKI Jakarta mulai menyelenggarakan program perumahan khusus yang ditujukan bagi lansia, hingga 2016. Kedua, penelitian terhadap lingkungan sosial yang mendukung kesehatan lansia hanya terbatas pada bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal. Adapun penulis 17 Ibid. 9 mengkaji hal tersebut, sebab pelaksanaan bidang tersebut di DKI Jakarta termasuk salah satu yang tertinggal dibandingkan bidang lainnya seperti kesehatan, ataupun transportasi. Selain itu, perumahan memiliki efek langsung terhadap lansia karena sebagian besar kesehariannya berlangsung di dalam rumah dan lingkungan sekitarnya. Ketiga, lingkup penelitian terbatas pada DKI Jakarta dengan mempertimbangkan statusnya sebagai pusat kegiatan ekonomi. Hal ini membuat ibukota menjadi salah satu daerah tujuan urbanisasi dan kepemilikan harga jual tempat tinggal tinggi yang berdampak pada kerentanan lansia. 1.2.3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan peneliti sebelumnya, pertanyaan yang berusaha dijawab melalui riset ialah: “ Bagaimana implementasi MIPAA 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam memenuhi hak lansia terkait perumahan dan lingkungan tempat tinggal tahun 2012-2016?” 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengimplementasian MIPAA oleh pemerintah DKI untuk memenuhi kebutuhan dasar lansia terhadap perumahan dan lingkungan tempat tinggal dengan mengacu pada Panduan Kota Ramah Lanjut Usia WHO 2008. Apabila dari hasil penelitian diketahui masih terdapatnya beberapa ketentuan dalam bidang perumahan dan tempat tinggal yang 10 belum terlaksana, maka diharapkan hal ini mampu menjadi evaluasi dan perbaikan kinerja pemerintah kota DKI Jakarta kedepannya. Tujuan lainnya ialah mengetahui respon lansia terhadap pelaksanaan instrumen hukum dan program pemerintah DKI dalam memenuhi hak perumahan dan lingkungan tempat tinggal lansianya. 1.3.2. Kegunaan Penelitian 1. Menjadi salah satu syarat peneliti untuk memperoleh gelar Strata Satu (S-1) dalam Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan Bandung. 2. Memperluas wawasan para pembaca penelitian terhadap pengimplementasian MIPAA oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam memenuhi hak lansia di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal. 3. Memberikan tambahan masukkan bagi para penstudi Hubungan Internasional yang melakukan penelitian serupa. 4. Menjadi bahan pertimbangan bagi kelompok masyarakat atau pemerintah Indonesia dalam menyusun program atau proyek berkaitan dengan penyelenggaraan perumahan dan lingkungan tempat tinggal layak sebagai bagian dari pemenuhan hak lansia sesuai dengan ketentuan MIPAA dan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO 2008. 11 1.4. Kerangka Pemikiran Pembahasan sebuah isu internasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan kerangka teori sebagai landasan analisa. Menurut Richard Swanson (2013) kerangka teori didefinisikan sebagai sebuah struktur yang memperkenalkan dan mendeskripsikan sejumlah teori didalamnya, dimana teori tersebut dimanfaatkan untuk menjawab pertanyaan penelitian.18Pengkajian mendalam dalam penelitian ini akan berangkat dari teori besar Neo-Liberalisme oleh Jennifer Sterling Folker. Fokus utama dari pemikiran yang berkembang pada awal 1970an ini ialah menyelidiki bagaimana suatu negara dapat membangun kerjasama dengan aktor negara maupun non-negara dalam sistem internasional19. Neoliberalisme faktanya memiliki hubungan erat dengan konsep globalisasi karena melibatkan aktor lintas negara, sebagaimana isu kota ramah usia dan lansia mulai meluas dalam ranah internasional. Menurut McGrew (1992), globalisasi didefinisikan sebagai: “the multiplicity of linkages and interconnections that transcend the nation state(and by implication the societies)… it defines a process through which events, decisions, and activities in one part of the world can come to have significance consequences for individuals and communities in quite distant parts of the globe.20” 18 Richard A. Swanson, Theory Building in Applied Diciplines, (San Francisco: Berret Koehler Publisher, 2013). Diakses pada 8 Januari 2017. 19 Jennifer Sterling Folker, International Relations Theories: Discipline and Diversit y, 3rd Edition, (Oxford: Oxford University Press, 2013), hal. 117. Diakses pada 2 April 2016. 20 Eleonore Kofman, Globalization: Theory and Practice, (London: Bloomsbury Publishing, 1996), PDF-Book, hal. 116, https://books.google.co.id/books?id=EgEqLl8B1EC&pg=PA109&lpg=PA109&dq=globalization+ concept+in+ir&source=bl&ots=QT1BKsZT1H&sig=0WDp2A7zDH1ckJKQTyz00snRGVc&hl=e n&sa=X&ved=0ahUKEwjEpu_n3e_LAhVFbY4KHVjQBkw4ChDoAQgkMAI#v=onepage&q=gl obalization%20concept%20in%20ir&f=false. Diakses pada 2 April 2016. 12 Dapat dikatakan bahwa globalisasai merupakan sebuah hubungan transenden antar negara bangsa, dimana kegiatan, kebijakan, ataupun aktivitas yang berlangsung di sebuah negara mempengaruhi individu atau komunitas di belahan dunia lainnya. Kesadaran ini lantas memunculkan konsep institusi internasional. Karns dan Mingst (2010) mendefinisikan institusi internasional sebagai, “organizations that include at least three states among their membership, that have activities in several states, and that are created through a formal intergovernmental agreement such as a treaty, charter, or statute.”21Maksud kutipan di atas ialah organisasi yang sedikitnya terdiri atas tiga negara anggota yang memiliki kegiatan di sejumlah negara berdasarkan kesepakatan resmi antarpemerintah dalam rupa pakta, piagam, ataupun hukum. Di dalam institusi internasional tersebut, negara sepakat melangsungkan negosiasi dalam suatu forum untuk merancang perjanjian bersama agar mampu terpenuhi kepentingan dan terselesaikannya persoalan setiap negara anggota22. Menurut Stephen D. Krasner (1982), situasi tersebut memicu terbentuknya konsep rezim internasional sebagai seperangkat prinsip, norma, aturan, maupun prosedur pengambilan keputusan baik secara implisit maupun eksplisit mempertemukan ekspektasi setiap aktor hubungan internasional.23Penelitian ini 21 Margaret P. Karns, International Orgnization: The Politics and Process of Global Governance, 2nd Edition, (Colorado: Lynne Rienner Publisher, 2010), PDF-Book, 5, https://www.rienner.com/uploads/4af8605a08b48.pdf. Diakses pada 2 April 2016. 22 Ibid., 23 Stephen D. Krasner, Structural Causes and Regime Consequences: Regime as Intervening Variables, (Massachusets: Massachusets Institute of Technology, 1982), PDF, 13 mencantumkan dua rezim internasional, yakni MIPAA 2002 dan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO 2008 yang keduanya akan dijelaskan lebih mendetail pada bab dua. Ketika sebuah rezim internasional disetujui atau diadopsi oleh suatu negara, maka beberapa ketentuan dan prinsip didalamnya akan diimplementasikan melalui instrumenhukum maupun program pemerintah, baik di level nasional maupun daerah/kota. Untuk menganalisis pengimplementasian MIPAA 2002 yang akandibahas dalam bab empat, peneliti memanfaatkanKonsep Implementasi Rezim Internasional dalam Ranah Domestik oleh Arthur Andersen (1995).24Menurut Andersen proses implementasi ini mencakup lima fase sebagai berikut. 1) Penerimaan rezim internasional 2) Transformasi rezim internasional dalam kebijakan hukum nasional 3) Penyelenggaraan program pemerintah berdasarkan instrumen hukum nasional 4) Dampak dan respon kelompok sasaran terhadap regulasi yang berlangsung. 5) Efektivitas program Fase yang pertama ialah penerimaan rezim internasional. Menurut Andersen, rezim internasional tidak serta merta diterima oleh sebuah negara tanpa http://www.ir.rochelleterman.com/sites/default/files/krasner%201982.pdf. Diakses pada 8 Januari 2017. 24 Arthur Andersen, Regime, the State and Society: Analyzing the Implementation of International Environmental Commitments, (Laxenburg: International Instutute for Applied System Analysis, 1995). Diakses pada 25 November 2016. 14 melalui prosedur dan dilandasi alasan tertentu.25Idealnya, semakin tujuan dan kepentingan negara terhadap suatu isu tertentu terakomodasi olehrezim internasional yang bersangkutan,semakin besarpeluang rezim tersebut untuk diterima dan diimplementasikan. Setelah rezim internasional melalui fase pertama,maka fase yang kedua dan ketiga ialah transformasi ketentuan rezim internasional ke dalam instrumen hukum nasional dan program pemerintah yang mengacu pada kebijakan nasional terkait. Andersen menggolongkan kedua fase terakhir ini sebagai “output”. Biermann mendefinisikan outputsebagai hukum, program, atau regulasi yang secara implisit maupun eksplisit konten didalamnya berasal dari rezim internasional terkait.26Tolak ukur instrumen hukum dan program pemerintah yang diterangkan dalam analisis pembahasan bab empat tidak harus selalu berangkat dari MIPAA sebagai landasan hukumnya. Namun, apakah instrumen dan program tersebut baik disadari maupun tidak telah mencantumkan ketentuan MIPAA didalamnya. Semakin banyak instrumen hukum dan program yang mencakup ketentuan MIPAA ini terlaksana, semakin komitmen pemerintah Indonesia dan DKI Jakarta terhadap MIPAA untuk mensejahterakan kelompok lansia terlaksana. Fase keempat, yakni respon kelompok sasaran (dalam kasus ini adalah lansia) terhadap instrumen hukum dan program yang berlaku merupakan bagian 25 Ibid. Frank Biermann, 2009, International Relation in Environmental Global Governance: UNEP as Anchor Organization for the Global Environment , PDF-Book, hal.154, https://books.google.co.id/books?id=5vV8AgAAQBAJ&pg=PT198&lpg=PT198&dq=output,+out come,+and+impact+in+international+regime&source=bl&ots=FWLTOBg-Ma&sig=vXeSCmhnm61oTGW86QHW3Ig_I&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj50PuxuM3QAhUHs48KHU_wAkMQ6AEIMDAF# v=onepage&q=output%2C%20outcome%2C%20and%20impact%20in%20international%20regim e&f=false. Diakses pada 29 November 2016. 26 15 dari “outcome”. Outcome oleh Biermann didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diperlihatkan oleh kelompok sasaran kearah yang lebih baik sebagai hasil dari diberlakukannya rezim.27Semakin positif respon lansia terhadap pelaksanaan instrumen nasional atau program pemerintah DKI Jakarta sehubungan perumahan dan lingkungan tempat tinggal, semakin besar peluang terpenuhinya standar ukur 14 rencana aksi MIPAA dan 10 daftar cek WHO. Setelah melalui keempat fase, rezim internasional akan memasuki fase kelima yang merupakan bagian dari “impact”. Andersen berpendapat, fase ini diarahkan pada penilaian efektivitas program pemerintah yang berlangsungdengan mengacu pada instrumen hukum tertentu.28Keefektifan program pemeritah dalam penelitian ini akan diukur berdasarkan tercapainya 14 rencana aksi MIPAA dan 10 daftar cek WHO terkait bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal. Semakin banyak rencana aksi dan cek yang terpenuhi, semakin efektif pula program yang berlangsung. Selanjutnya, menyesuaikan dengan judul terlampir, maka konsep yang akan dijelaskan oleh peneliti dalam subbab ini hanya terbatas pada aspek perumahan dan lingkungan tempat tinggal. Mengacu pada Pasal 1(2) UndangUndang (UU) Nomor 11 Tahun 2011, perumahan didefinisikan sebagai kumpulan rumah yang masih menjadi bagian dari permukiman baik berlokasi di kota maupun desa yang dilengkapi dengan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) sebagai upaya pemenuhan rumah yang layak huni.Untuk mencari tahu terpenuhi 27 Ibid. Arthur Andersen, Op.cit. 28 16 tidaknya kelayakan suatu rumah dan lingkungan tempat tinggalnya bagi lansia, WHO telah menyediakan Checklist of Essential Features of Age-Friendly Cities yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian ideal bagi individu atau kelompok tertentu yang tertarik untuk menjadikan kota mereka lebih ramah usia dan lansia29. Penggunaandaftar cek bersifat universal, terlepas kotatersebut bagian dari 35 negara terdaftar ataupun bukan.Terkait dengan penelitian ini, maka peneliti akan menggunakan ketentuan rumah dan lingkungan ramah lansia yang terdapat dalam checklist sebagai acuan pertanyaan bagi pihak penyelenggara program yang terkait. Salah satu kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam pelaksanaan kota ramah usia ini ialah lansia. Menurut World Health Organization (WHO) lansia adalah golongan masyarakat yang berusia di atas 60 tahun ke atas30. Definisi ini turut diakui Indonesia yang tercantum pada Pasal I ayat (2) Undang-Undang No.13 Tahun 1998 mengenai Kesejahteraan Usia Lanjut31. Kelompok ini masih terbagi lagi dalam tiga kategori. Pertama, lanjut usia bagi mereka yang berada pada rentang 60-74 tahun. Kedua, lanjut usia tua, yakni mereka yang berusia 7590 tahun. Terakhir, usia sangat tua yakni di atas 90 tahun32. Menurut WHO, konsep kesehatan lansia yang dimaksud disini ialah kondisi ketika lingkungan 29 World Health Organization (WHO), 2007, “Checklist of Essential Features of AgeFriendly Cities”, hal.1-2, http://www.who.int/ageing/publications/Age_friendly_cities_checklist.pdf. Diakses pada 4 April 2016. 30 World Health Organization (WHO), “Definition of an Older or Elderly Person”, http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/. Diakses pada 5 April 2016. 31 Pemerintah Republik Indonesia, 1998, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Jakarta, No.190, file:///C:/Users/User/Downloads/Undang-Undang-tahun-1998-13-98%20.pdf. Diakses pada 5 April 2016 32 Ferry Efendi, Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan, (Jakarta: Salemba Medika, 2009), hal.243. Diakses pada 5 April 2016. 17 sosial dimana manula berada, termasuk kertersediaan perumahan dan lingkungan tempat tinggal mampu meningkatkan kemandirian mereka33. Gambar 1.1. Peta Kerangka Pemikiran Penelitian Neo Liberalisme Isu Lansia dalam Ranah Global Institusi Internasional ( Rezim Internasional Konsep Implementasi Rezim Internasional dalam Ranah Domestik oleh Arthur Andersen Hak Lansia terhadap Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal (Disusun oleh: Peneliti) 1.5. Kajian Terdahulu Penelitian mengenai keberadaan perumahan dan lingkungan tempat tinggal yang suportif terhadap hak kaum lansia di DKI Jakarta dilakukan oleh peneliti melalui penelusuran berbagai sumber informasi, baik jurnal ataupun buku. Hal 33 World Health Organization (WHO), 1989, Health of The Elderly, (Geneva: WHO Expert Committee), hal.85, http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/39521/1/WHO_TRS_779.pdf. Diakses pada 5 April 2016. 18 tersebut dimaksudkan untuk mendukung keabsahan pernyataan yang tercantum dalam penelitian ini. Beberapa bahan literatur yang menjadi rujukan adalah sebagai berikut. Jurnal pertama ditulis olehWijayanti, Bambang Setioko, dan Edward Endrianto Pandelaki dari Departemen Arsitektur Universitas Diponegoro pada Juni 2015 silam dengan judul “Toward Housing for the Elderly in Indonesia”.34 Penelitian ini mencoba menyelidiki persoalan dan kebutuhan lingkungan perumahan seperti apa yang idealnya dibutuhkan oleh lansia Indonesia melalui metode kajian literatur, analisis SWOT, dan menjadikan negara Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang sebagai negara pembanding. Ketiga penulis turut mengkritik bagaimana kebijakan politik Indonesia terkait aspek perumahan saat ini belum terintegrasi dengan kebutuhan jangka panjang lansia untuk memperoleh fasilitas memadai yang memungkinkannya tinggal dengan nyaman dan aman dalam suatu lingkungan tempat tinggal. Konten yang dikaji oleh ketiga penulis secara sekilas memiliki kemiripan dengan pembahasan peneliti. Perbedaan nampak dari dilibatkannya metode wawancara oleh peneliti sebagai penguat data, rentang waktu penelitian yang lebih spesifik, serta dicantumkan keterkaitan persoalan dengan komitmen pemerintah dalam MIPAA. Sumber literatur kedua ditulis oleh Edward Endrianto Pandelaki, Wijayanti, dan Septana Bagus Pribadi pada 2014 berjudul “The Elderly High-Rise Housing: 34 Wijayanti, dkk, Toward Housing for Elderly in Indonesia, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2015), Vol.5, No.6, http://www.ijhssnet.com/journals/Vol_5_No_6_June_2015/7.pdf. Diakses pada 1 September 2016. 19 A Comparison Study between Indonesia and Japan”35. Tujuan penelitian ini ialah menelusuri model perumahan susun yang mampu memenuhi kebutuhan lansia melalui studi perbandingan dengan negara Jepang. Adapun Jepang dijadikan pembanding karena karakteristik negaranya yang padat penduduk dan seperti halnya Indonesia mengembangkan konsep perumahan tingkat tinggi bagi lansia. Meski kedua penelitian memanfaatkan teknik wawancara dalam pengumpulan data, namun penelitian penulis berusaha mengaitkan isu dengan ketentuan Kota Ramah Usia dalam Checklist of Essential Features of Age-Friendly Citiesoleh WHO sebagai alat ukurnya. Jurnal ketiga yang menjadi acuan peneliti berjudul “Housing and Health: Time Again for Public Health Action” yang ditulis oleh James Krieger dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Atlanta.36 Dalam tulisannya, James menyatakan bahwa kualitas dan aksesbilitas suatu lingkungan perumahan memiliki kontribusi yang erat untuk menyokong kesehatan lansia. Menurutnya, Departemen Kesehatan memiliki peranan penting dengan melakukan penilaian perumahan sesuai panduan, melaksanakan Program Rumah Sehat, ataupun menyediakan perumahan terjangkau bagi lansia, sehingga semakin besar kesempatan yang dimiliki oleh lansia untuk hidup sehat dan memenuhi haknya. 35 Edward Endrianto Pandelaki, dkk, The Elderly High-Rise Housing: A Comparison Study between Indonesia & Japan, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2014), http://ac.elscdn.com/S1878029614000218/1-s2.0-S1878029614000218-main.pdf?_tid=d821a1fa-729b-11e696db-00000aacb360&acdnat=1472992615_bd1b04dd3d7986cb08e7d7804a3a7463. Diakses pada 4 September 2016. 36 James Krieger dan Donna L. Higgins, Housing and Health: Time Again for Public Health Action, (Atlanta: American Journal of Public Health, 2002), PDF-Book, http://ajph.aphapublications.org/doi/pdf/10.2105/AJPH.92.5.758. Diakses pada 18 September 2016. 20 Jurnal keempat ditulis oleh sekelompok ilmuwan dari The Gerontological Society of America pada tahun 2007 berjudul “Importance of the Home Environment for Healthy Ageing: Conceptual and Methodological Background of the European ENABLE-AGE Project”.37 Dalam jurnalnya, Susanne Iwarsson menyatakan bahwa sebuah lingkungan perumahan berperan penting untuk memenuhi kesehatan lansia baik secara fisik, mental, psikis, maupun sosial. Konsep rumah ramah lansia dalam ENABLE-AGE Project tidak serta merta mengandalkan konsep kenyamanan, namun terlebih membawa manfaat maksimal bagi penghuninya. Analisis penelitian ini mengacu pada World Health Organization’s International Classification of Functioning, Disability, and Health tahun 2001 yang menyatakan adanya korelasi multifaset antara fungsi tubuh, aktivitas perorangan, partisipasi, dan lingkungan dimana ia tinggal. Para ilmuwan ini mencoba untuk melakukan perbandingan lintas nasional terhadap perumahan lansia di lima negara Eropa, yakni Britania Raya, Latvia, Jerman, Hungaria, dan Sweden. Hal ini dilakukan dengan mengulas perbedaan UU Perumahan dan Pembangunan dan Prioritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan masingmasing negara. Metode penelitian yang digunakan ialah wawancara acak. Secara garis besar, jurnal ini memilki kemiripan dari segi teknik pengambilan data, pemanfaatan dokumen WHO sebagai acuan penelitian, serta menganalisis kebijakan publik yang diterapkan di setiap negara. Akan tetapi, penelitian ini tidak mencantumkan MIPAA 2002 sebagai dasar penelitian. Selain itu, alat penilaian 37 Susanne Iwarsson, Importance of the Home Environment for Healthy Ageing: Conceptual and Methodological Background of the European ENABLE -AGE Project, (Texas: Dept. of Applied Gerontology, University of North Texas, 2007), PDF, http://gerontologist.oxfordjournals.org/content/47/1/78.full.pdf+html. Diakses pada 20 September 2016. 21 yang dimanfaatkan peneliti dalam melakukan analisa juga berbeda, yakni Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO (2008). Penelitian ini adalah orisinil dilakukan oleh peneliti ditinjau dari beberapa ketentuan. Jangkauan waktu yang digunakan yakni tahun 2012hingga 2016, sebab sejumlah instrumen hukum dan program perumahan lansia mulai dibahas dan dikembangkan pemerintah DKI Jakarta pada kurun waktu tersebut.Keunikan penelitian yang tidak ditemui pada penelitian lainnya ialah, bahwa peneliti berusaha mengamati apakah peraturan daerah dan proyek perumahan lansia yang diselenggarakan oleh pemerintah DKI Jakarta sudah memenuhi seluruh ketentuan pada MIPAA 2002 dan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO. Meskipun sejumlah jurnal telah dipaparkan di atas, peneliti tidak menutup kemungkinan untuk digunakannya sumber pustaka lain sebagai penguat argumen dan data penelitian. 1.6. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.6.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Menurut Gumilar Ruliwa (2005), “penelitian deskriptif mengedepankan validitas data yang dikumpulkan selama penelitian dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan dan analisis data, serta membuat kesimpulan dan laporan berdasarkan 22 proses.”38Perolehan data terkait penelitian ini mempergunakan teknik pengumpulan data primer dan sekunder sebagai berikut. 1.6.1.1.Data Primer Teknik yang dimanfaatkan oleh peneliti terkait data primer ialah observasi dan wawancara, dimana informasi diperoleh langsung dari responden dengan mengadakan tatap muka dan percakapan.Dalam bukunya, Christopher Lamont (2015) mendefinisikan wawancara sebagai salah satu metode yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data faktual mengenai suatu fenomena atau kejadian dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada pertisipan.39Berkaitan dengan penelitian, maka pertanyaan wawancara yang diajukan oleh peneliti mengacu pada 14 poin MIPAA dan 10 daftar cek WHO terkait perumahan dan lingkungan tempat tinggal pada Checklist of Essential Features of Age-friendly Cities by WHO (2007)40. Proses wawancara ditentukan secara sengaja (purposive) dengansejumlah ahli yang memiliki kedekatan dengan isu hak lansia di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal, meliputi: Kasubdit Rehabilitasi Lansia Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI), Staff Dinas Sosial DKI Jakarta Bagian Lansia, UPRS Rusunawa DKI Jakarta, Ketua Umum Nasional LKS Lansia, serta pengurus Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA). Di samping itu, peneliti juga akan mengambil sampel empat (4) orang lansia penerima bantuan 38 Gumilar Rusliwa Somatri, “Memahami Metode Kualitatif,” (Depok: Hubungan Internasional Universitas Indonesia, 2005). Diakses pada 9 Januari 2017. 39 Christopher Lamont, Research Methodsin International Relations, (Singapore: SAGE Publication Asia-Pacific Pte Ltd, 2015), hal.87. Diakses pada 9 Januari 2017. 40 World Health Organization (WHO), 2007, Checklist of Essential Features of Agefriendly Cities, Op.cit. 23 program perumahan dan lingkungan tempat tinggal Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta. Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh lansia untuk menjadi narasumber wawancara ialah berusia lebih dari/sama dengan 60 tahun, masih dapat diajak berkomunikasi, dan terlibat dalam program terkait. 1.6.1.2.Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian diperoleh melalui studi literatur yang telah dikemas dalam bentuk buku, jurnal, laporan penelitian, hingga berita terkait isu hak lansia di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal. 1.7. Sistematika Pembahasan Penelitian ini akanterbagi dalam lima (5) bab sebagai berikut. Pada bab pertama, peneliti akan memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, serta sistematika pembahasan. Pada bab kedua, peneliti akan menjelaskan MIPAA dan Panduan Kota Ramah Lansia WHO sebagai rencana aksi internasional dan standar ukur untuk menilai tingkat keramahan kota terhadap lansianya. Bab ketiga akan berbicara mengenai kondisi lansia dan hubungannya terhadap ketersediaan perumahan di Indonesia tahun 2012-2016, serta usaha pemerintah Indonesia, terlebih DKI Jakarta dalam menyediakan tempat tinggal yang mendukung kesehatan lansia. Pada bab keempat penulis akan menganlasis pelaksanaan program pemerintah dalam memenuhi hak lansia di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal sesuai dengan Konsep Implementasi 24 Rezim Internasional dalam Ranah Domestik, MIPAA, dan indikator perumahan dalam Panduan Kota Ramah Lansia WHO. Keseluruhan analisa yang dilakukan dalam keempat bab akan ditutup dengan kesimpulan pada bab lima.