Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

advertisement
Universitas Katolik Parahyangan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
BAN-PT No.451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
IMPLEMENTASI MADRID INTERNATIONAL PLAN OF ACTION ON
AGEING 2002 OLEH PEMERINTAH DKI JAKARTA DALAM
MEMENUHI HAK LANSIA TERKAIT PERUMAHAN DAN
LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL TAHUN 2012-2016
Skripsi
Oleh
Karina Ratnaputri
2013330001
Bandung
2017
Universitas Katolik Parahyangan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
BAN-PT No.451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
IMPLEMENTASI MADRID INTERNATIONAL PLAN OF ACTION OF
AGEING 2002 OLEH PEMERINTAH DKI JAKARTA DALAM
MEMENUHI HAK LANSIA TERKAIT PERUMAHAN DAN
LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL TAHUN 2012-2016
Skripsi
Oleh
Karina Ratnaputri
2013330001
Pembimbing
Sylvia Yazid, Ph.D
Bandung
2017
ii
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Tanda Persetujuan Skripsi
Nama
Nomor Pokok
Judul
: Karina Ratnaputri
: 2013330001
: Implementasi Madrid International Plan
of Action on Ageing 2002 oleh Pemerintah
DKI Jakarta dalam Memenuhi Hak Lansia
terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat
Tinggal Tahun 2012-2016
Telah diuji dalam Ujian Sidang jenjang Sarjana
Pada Senin, 19 Desember 2016
Dan dinyatakan LULUS
Tim Penguji
Ketua sidang merangkap anggota
Sapta Dwikardana, Drs., M.Si., Ph.D
: ……………………………
Sekretaris (Pembimbing)
Sylvia Yazid, S.IP., MPPM., Ph.D
: ……………………………
Anggota
Yulius Purwadi Hermawan, Drs., M.A., Ph.D
: ……………………………
Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dr. Pius Sugeng Prasetyo
iii
Surat Pernyataan
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama
: Karina Ratnaputri
NPM
: 2013330001
Jurusan/Program Studi
: Ilmu Hubungan Internasional
Judul
: Implementasi Madrid International Plan of Action
on Ageing 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta
dalam Memenuhi Hak Lansia terkait Perumahan
dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun 20122016
Dengan ini menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil karya tulis ilmiah
sendiri dan bukanlah karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
akademik oleh pihak lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain yang dikutip,
ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia
menerimakonsekuensi apapun sesuai dengan aturan yang berlaku apabila
dikemudian hari pernyataan saya ini tidak benar.
Bandung,10 Januari 2017
Karina Ratnaputri
iv
Abstrak
Nama
: Karina Ratnaputri
NPM
: 2013330001
Judul
: Implementasi Rencana Aksi Internasional Kelanjutusiaan Madrid
2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam Memenuhi Hak Lansia
terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun 20122016
Mengantisipasi fenomena ledakan penduduk lansia yang diprediksi terjadi
2050 mendatang, Indonesia bersama 158 negara anggota PBB lainnya
mempublikasikan Rencana Aksi Internasional Kelanjutusiaan Madrid 2002
Rencana aksi ini berfungsi sebagai panduan bagi pemerintah pada level nasional,
daerah/kota, maupun pihak kepentingan lainnya dalam membentuk instrumen
hukum atau program yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasaran dan
pencapaian kesejahteraan lansia. Kebutuhan perumahan dan lingkungan tempat
tinggal menjadi satu diantaranya.
Penelitian ini berusaha menjelaskan pengimplementasian MIPAA oleh
Pemerintah Kota DKI Jakarta dalam memenuhi hak lansia di bidang perumahan
dan lingkungan tempat tinggal tahun 2012-2016 secara bertahap. Sejak
diterimanya rezim, transformasi rezim ke instrumen hukum dan program nasional,
hingga efektivitas penerapan program dan instrumen sesuai dengan lima tahapan
Konsep Implemetasi Rezim Internasional dalam Ranah Domestik oleh Arthur
Andersen.
Berdasarkan analisa, diketahui adanya perbedaan pengimplementasian
MIPAA dipandang dari segi instrumen hukum dan program pemerintah di DKI
Jakarta. Ketentuan aksi MIPAA telah disadari dan tertulis dalam instrumen
hukum mengenai perumahan dan lingkungan tempat tinggal, baik pada level
negara maupun daerah/kota. Akan tetapi kesadaran ini hanya terpusat pada
lembaga pemerintahan di tingkat atas dan tidak didelegasikan kepada lembaga
dibawahnya. Padahal lembaga pada level bawah inilah yang bertangung jawab
sebagai pelaksana program di lapangan. Oleh karenanya, pelaksanaan program
seperti BRLU dan Rusunawa di DKI Jakarta belum mencapai hasil maksimal.
Kata Kunci:
lansia, MIPAA, DKI Jakarta, perumahan dan lingkungan tempat
tinggal, implementasi
v
Abstract
Name
: Karina Ratnaputri
NPM
: 2013330001
Title
: The Implementation of Madrid International Plan of Action on
Ageing (MIPAA) 2002 by Jakarta Capital City Government to
Fulfill Elderly Rights on Housing and its Environment Year
2012-2016
Anticipating the elderly population explosion phenomena which predicted
by United Nations will be happening on 2050, Indonesia with other 158 UN
member states has published The Madrid International Plan of Action on Ageing
(MIPAA) 2002. This international plan has functioned as a guideline for either
national and city government, or other stakeholders to arrange laws or programs
intended to fulfill elderly basic needs and achieve their welfare. Housing and its
environment become one of that needs.
This research is trying to explain the implementation of MIPAA by Jakarta
Capital City Government to fulfill elderly rights on housing and its environment
in 2012-2016 gradually. From the acceptance of international regime, the
transformation of regime to be national laws and programs, to the effectiveness of
applicated laws and programs according to five steps of The Implementation of
International Regime at Domestic Level by Arthur Andresen.
According to the analysis, there is a difference of MIPAA implementation
based on laws and its programs by Jakarta Capital City Government perspectives.
MIPAA provisions have been acknowledged and written on law instruments about
housing and its environment at national/city level. However, this
acknowledgement was focused only at the top level of government without it
being delegated to the lower level. In fact, this lower level has responsibility as
the programme executors on the field. Therefore, the implementation of BRLU
and Rusunawa at Jakarta have not achieved maximum results.
Keywords:
elderly, MIPAA, Jakarta Capital
environment, implementation
vi
City,
housing
and
its
Kata Pengantar
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan kasih-Nya yang membuat skripsi berjudul “Implementasi Madrid
International Plan of Action on Ageing oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam
Memenuhi Hak Lansia Terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal
Tahun 2012-2016”mampu terealisasikan dengan baik. Terselesaikannya skripsi
ini dengan baik dan lancar tidak terlepas dari campur tangan Sylvia Yazid Ph.D
selaku dosen pembimbing selama enam bulan terkahir yang senantiasa sabar
memberikan waktu, arahan, dan dukungan.
Dorongan untuk mengangkat isu berangkat dari keprihatinan peneliti
terhadap lansia yang kian diabaikan keberadaannya di tengah masyarakat,
sehingga menempatkan mereka sebagai salah satu kelompok dengan tingkat
kerentanan tinggi. Di samping itu, skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan
bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Katolik Parahyangan Bandung
Peneliti menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari
dukungan doa dan moral berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih
peneliti hendak sampaikan kepada:


Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa saya andalkan dalam setiap
proses pembelajaran selama 3.5 tahun di UNPAR, penghibur kala
susah maupun senang, dan sosok Ayah yang kata-kata-Nya selalu saya
jadikan penyemangat dan pegangan hidup. “For I know the plans I
have for you,” declares the Lord,” plans toprosper you and not to
harm you. Plans to give you hope and a future.”(Jeremiah 29:11).
Mama Theresia Nurbani dan Papa Yan Boendoro. Orangtua
tangguh yang masih meluangkan waktu untuk saat teduh dan berdoa
pagi demi kelancaran pembuatan skripsi putri tunggalnya. Alasan
dibalik perjuangan seorang Karina dalam memberikan prestasi terbaik
selama masa perkuliahan dan dua sosok yang paling dihindari untuk
dibuat kecewa. Thank you for the endless support and trust, even
vii






though I have ever made them disappointed. I present this title for both
of you 
Nathanael Christopher Paramaputra. Terima kasih telah menjadi
adik, supporter, sekaligus pendengar setia untuk semua keluh kesah
kakaknya ini selama 3.5 tahun terakhir meski harus tinggal berjauhan
antara BSD-Bandung. You know how much I love you, Dek.
Sylvia Yazid Ph,D.Terima kasih Mba Syl untuk segala motivasi,
kesabaran, dan saran yang sudah Mba curahkan selama proses
bimbingan, berlangsungnya sidang, hingga skripsi ini akhirnya mampu
terselesaikan dengan hasil memuaskan. Maaf ya Mba kalau selama
masa konsultasi aku suka bawel hehehe 
Bapak Abdullah Hakim dan Ibu Hening Pratiwi selaku mentor,
orangtua kedua, dan sahabat yang menginspirasi saya untuk
mengangkat isu lansia dalam pembuatan skripsi. Akhirnya ya Pak, Bu,
ide yang kita diskusikan delapan bulan lalu mampu terampung.
Semoga hasil baik yang saya peroleh dari skripsi ini mampu membuat
Bapak dan Ibu bangga. Terima kasih.
Philomena Gavrila, Ignatia Nindya, dan Anglila Listy, Natasha
Tiaraputri, dan Joddy Pratamaputra. Sepupu-sepupu bawel yang
setiap kali ketemu selalu annoying dengan nanya “Skripsinya udah
sampai bab berapa, Kar?, tapi tahu ada maksud perhatian dan sayang
dibaliknya.
Auginia Natalia.We have been sister by heart since 2007 and I could
not thank Him enough for letting me know and meet you. She is the one
who probably knows me well than myself. Engga pernah terlintas di
benak Karin sebelumnya kalau persahabatan kita bakal sampai sejauh
dan sedekat ini. Kamu mungkin satu-satunya sahabat sekaligus
“saudara perempuan” yang bukan hanya mampu mendengarkan,
namun memberikan solusi untuk setiap permasalahan Karin selama
masa kuliah meski harus terpisah antara UNPAR dan NTU Singapura.
Makasih untuk setiap doa dan semangatnya ya, Tal. Gaada kata-kata
yang bisa mengekspresikan sayangnya Karin ke Talia. Semangat untuk
sisa setahun masa kuliahmu, my future scientist! My pray always be
with you.
Para sahabat semenjak SMA a.k.a AADC 2.0 (Michelle Marietta
Secoa, Sylvia Angelia, Theresia Vegas, Yohana Anita, dan Baskara
Eko). Lima orang heboh yang sehari sebelum sidang temennya ini
udah semangat berencana memberi semangat lewat video call
meskipun berujung wacana karena masih tidur jam enam pagi
keesokan harinya hahaha. Thank you for all tears and jokes you guys
viii





have given to me throughout these 3.5 years. I could not in this phase
right now, if it was not because of all of you. I will see all of you on
top!
Iranian Squad (Alya Nurshabrina, Ira Yulianti Johan, Erza
Arighi, dan Axel Gumilar). Berawal sebagai rekan seperjuangan
prakdip dan berakhir sebagai keluarga. Terima kasih kawan sudah
menjadi bagian dari masa-masa terbaik Karin selama berkuliah di HI
UNPAR.
Regina Rima Rianti dan Inigo Abigail Goestiandi. Beruntung bisa
berjuang bersama “kembaran” sedari SD dan SMA seperti mereka
selama 3.5 tahun pembelajaran di HI UNPAR. Mulai dari pencarian
bahan skripsi ke UI hingga dinyatakan sebagai Sarjana Ilmu Politik
pada waktu yang berdekatan. Semoga segala impian yang kalian
dampakan kedepannya tercapai. Doaku berserta kalian.
Sahabat-sahabat terbaik sepanjang masa kuliah. Ira Yulianti
Johan, Kezia Ribka, Mirdha Arina, Jaqualine Onim, Elita, Sharon
Patricia, Ludmilla Sanda, Clarissa Paulina Aubrey, Bernadeta
Kurniasari. Untuk semua gelak tawa dan cerita yang kalian bagikan,
kelakuan-kelakuan lucu yang menghibur, serta kenyamanan diterima
dalam sebuah lingkungan pertemanan. I am so lucky to have you all for
these past 3.5 years. There is no such word that could describe how
much you guys are precious for me.
Rekan-rekan organisasi selama masa perkuliahan. Keluarga INTI
HMPSIHI 2015/2016 (Nabila Kasyalia, Regina Rima R., Muhammad
Fakhri, Claudia Isabella, Sherly Mega Putri), INKORD HMPSIHI
(Fadhil Hazmi, Monica Donnavina, Andina Dwinta S., Vania
Supusepa, Angelia Maria, Raden Calvin Budianto, Rizky Aji P., dan
Jeanne Sanjaya); serta Keluarga Beswan Djarum 31RSO Bandung.
Terima Kasih.
Orang-orang di belakang layar yang turut andil dalam kesuksesan
penyusunan skripsi. Dra. Tri Hananingsih (Kasubdit Advokasi dan
Pelayanan Sosial Kedaruratan bagi Lanjut Usia Kemensos RI), Dra.
Sri Widowati, M.Si (Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia dan
Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Prov. DKI Jakarta), Bapak
Irwansyah (Ketua Umum Nasional LKS Lanjut Usia), Mba Yolanda
(Tim Advisor Gubernur DKI Jakarta Bidang Infrasturktur),
International NGO Forumon Indonesian Development (INFID)
(Bapak Sugeng Bahagijo, Bapak Mugiyanto Sipin, Kak Lola Loveita,
Kak Sekar Panuluh, Kak Yolandri Simanjuntak, dan Kak Meila).
ix

Dan kepada orang-orang terkasih dan memiliki kontribusi penting
dalam masa perkuliahan saya lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Terima kasih.
Sebagaimana pribahasa mengatakan tak ada gading yang tak retak.
Demikian pula skripsi ini masih perlu disempurnakan dan sangat terbuka dengan
berbagai kritik maupun saran membangun dari berbagai pihak. Akhirnya peneliti
berharap skripsi ini bukan hanya memperkaya wawasan, namun juga
menggerakan kesadaranpara penstudi hubungan internasional terhadap kaum
lansia disekitarnya.
Bandung, 10 Januari 2017
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI…………………………………………...iii
SURAT PERNYATAAN………………………………………………………..iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
ABSTRACT……………………………………………………………………...vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………...xiv
DAFTAR GRAFIK…………………………………..…………………………xv
DAFTAR TABEL…………...…………………………………………………xvi
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………xvii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………..1
1.2 Identifikasi Masalah……………………………………………………4
1.2.1. Deskripsi Masalah…………………………………………..4
1.2.2. Pembatasan Masalah………………………………………..8
1.2.3. Perumusan Masalah………………………………………...9
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………..9
1.3.1. Tujuan Penelitian…………………………………………...9
1.3.2. Kegunaan Penelitian……………………………………….10
1.4. Kerangka Pemikiran…………………………………………………10
1.5. Kajian Terdahulu…………………………………………………….17
1.6. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data…………………21
1.6.1. Metode Penelitian………………………………………….21
xi
1.6.1.1. Data Primer……………………………………...21
1.6.1.2. Data Sekunder………………………….………..22
1.7. Sistematika Pembahasan……………………………………….……22
BAB II. RENCANA AKSI DAN PANDUAN GLOBAL TENTANG LANSIA…….25
2.1. Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA) 2002…………...25
2.1.1. Latar Belakang Fenomena yang Mendasari Pencetusan MIPAA
2002…………………………………………………………........25
2.1.2. Proses Terbentuknya MIPAA 2002……………………………...27
2.1.3. Cakupan dan Implementasi MIPAA 2002 pada Level Global dan
Kawasan…………………………………………………………35
2.2. Proses Pembentukan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO 2008……41
BAB III. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI LANSIA DKI JAKARTA SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP PEMENUHAN HAK PERUMAHAN DAN
TEMPAT TINGGAL…………………………………………………………………...49
3.1. Lansia sebagai Salah Satu Kelompok Masyarakat Rentan di DKI Jakarta....49
3.2. Permasalahan yang Menghambat Kesejahteraan Lansia DKI Jakarta……...52
3.2.1. Meningkatnya Laju Urbanisasi…………………………………..52
3.2.2. Meningkatnya Angka Kemiskinan……………………………….55
3.2.3. Pelayanan Kesehatan yang Belum Maksimal……………………57
3.2.4. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Pendapatan Minim bagi
Lansia………………………………………………………….....61
3.3. Hubungan Persoalan Laju Urbanisasi, Kemiskinan, Kesehatan, dan Lapangan
Pekerjaan dengan Kesulitan Lansia Memenuhi Hak Perumahan dan
Lingkungan Tempat Tinggal………………………………………..……...64
xii
BAB IV.IMPLEMENTASI MIPAA OLEH PEMERINTAH DKI JAKARTA
UNTUK MEMENUHI HAK LANSIA TERHADAP PERUMAHAN DAN
LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL………………………………………67
4.1. Penerimaaan MIPAA 2002 di Indonesia dan DKI Jakarta………………....68
4.2. Transformasi Komitmen MIPAA 2002 dalam Instrumen Hukum Nasional
dan Daerah………………………………………………………………......70
4.3. Pengimplementasian Instrumen Hukum Nasional dalam Program Pemerintah
DKI Jakarta mengenai Hak Lansia terhadap Perumahan dan Lingkungan
Tempat Tinggal…………………………………………………………......82
4.4. Respon Lansia terhadap Program yang Berlangsung…………………….…89
4.5. Efektivitas Program mengenai Lansia dan Perumahan di DKI Jakarta…….93
BAB V KESIMPULAN………………………………………………………………..102
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….....108
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Peta Kerangka Pemikiran Penelitian..............................................17
Gambar 2.1.
Contoh
Bantuan
dari
MyAgedCare
BerupaWheelchair
Ramps….........................................................................................34
Gambar 4.3.
Kondisi Koridor di Rusunawa Daan Mogot…………………….100
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1.
Perkembangan Angka Harapan Hidup DKI Jakarta Tahun 20052011………………………………………………………………50
Grafik 3.2.
Rasio Puskesmas Per 30.000 Penduduk di Indonesia……………59
Grafik 3.3
Persentase Kota dengan Kepemilikan Tenaga Medis Terlattih di
Indonesia Tahun 2014……………………………………………59
Grafik 3.4.
Proposi Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Jenis
Kegiatan Tahun 2014…………………………………………….62
Grafik 3.6.
Dampak Persoalan Laju Urbanisasi, Kemiskinan, Kesehatan, dan
Lapangan Kerja Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Perumahan dan
Lingkungan Tempat Tinggal oleh Lansia………………………..66
Grafik 4.1.
Alur Pemberian Bantuan Bedah Rumah Lanjut Usia……………84
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Pengelompokkan Negara-Negara Menurut Tingkat Pendapatan
Ekonomi oleh Bank Dunia Tahun 2016………………………….43
Tabel 3.5.
Persebaran Penduduk Lansia Menurut Tipe Daerah dan Lapangan
Usaha Tahun 2014………………………………………………..63
Tabel 4.2.
Daftar Cek Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO 2008 di
Bidang Perumahan dan Lingkungan TempatTinggal…………....95
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AHH
: Angka Harapan Hidup
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BKLU
: Bedah Kamar Lanjut Usia
BPJS
: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BRLU
: Bedah Rumah Lanjut Usia
CAS UI
: Centre of Studies Universitas Indonesia
CSR
: Corporate Social Responsibility
Depkes
: Departemen Kesehatan
Dinsos
: Dinas Sosial
DKI Jakarta
: Daerah Khusus Ibukota Jakarta
ECOSOC
: The United Nations Economic and Social Council
EIU
: Economic Intellegence Unit
FGD
: Focus Group Discussion
GK
: Garis Kemiskinan
GKM
: Garis Kemiskinan Makanan
GKNM
: Garis Kemiskinan Non-Makanan
HAM
: Hak Asasi Manusia
IAG
: Insurance Australia Group
ILO
: International Labour Organization
Jamkesmas
: Jaminan Kesehatan Masyarakat
xvii
Kemensos RI
: Kementerian Sosial Republik Indonesia
Keppres
: Keputusan Presiden
Komnas Lansia
: Komisi Nasional Lanjut Usia
KIS
: Kartu Indonesia Sehat
KJS
: Kartu Jakarta Sehat
KPLDH
: Ketuk Pintu Layani Dengan Hati
Lansia
: Lanjut Usia
LKS
: Lembaga Kesejahteraan Sosial
LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
MIPAA
: Madrid International Plan of Action on Ageing
PAM
: Perusahaan Air Minum
PAUD
: Pendidikan Anak Usia Dini
PBB
: Perserikatan Bangsa-Bangsa
PEMILU
: Pemilihan Umum
Pemkot
: Pemerintah Kota
Perda
: Peraturan Daerah
PKD
: Pemberian Kebutuhan Dasar
Posyandu
: Pos Pelayanan Terpadu
PP
: Peraturan Pemerintah
PSU
: Prasarana, Sarana, dan Utilitas
PUSAKA
: Pusat Santunan Keluarga
Puskesmas
: Pusat Kesehatan Masyarakat
xviii
RAN-LU
: Rencana Aksi Nasional Kesejahteraan Lanjut Usia
RKP
: Rencana Kawasan Permukiman
RP3
: Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
Rusunami
: Rumah Susun Milik
Rusunawa
: Rumah Susun Sewa
SDGs
: Sustainable Development Goals
SKTM
: Surat Keterangan Tidak Mampu
SOP
: Standard Operating Procedure
UNESCAP
: Economic and Social Commision for Asia and the Pacific
UNFPA
: United Nation Population Fund
UNICEF
: United Nations Children’s Fund
UPRS
: Unit Pengelola Rumah Susun
UU
: Undang-Undang
UUD
: Undang-Undang Dasar
VIPAA
: Vienna International Plan of Action on Ageing
WHO
: World Health Organization
WNA
: Warga Negara Asing
WNI
: Warga Negara Indonesia
YEL
: Yayasan Emong Lansia
xix
xx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Masyarakat internasional saat ini tengah terancam oleh munculnya isu
“Demographic Time Bomb”, yakni ketika kelompok lansia diproyeksikan
menyentuh angka satu miliar jiwa pada tahun 2030. Jumlah tersebut masih
ditambah dengan kelompok “oldest-old” atau lansia dengan rentang usia 80-100
tahun yang mencapai 402 juta jiwa1. HelpAge International selaku organisasi nonpemerintah di bawah naungan United Nation Population Fund (UNFPA)
menyatakan, ketidaksigapan pemerintah dan warganya untuk mengentas
permasalahan ini akan berdampak besar pada menurunnya level kesejahteraan
ekonomi negara2. Hal tersebut dikarenakan, berkembangnya mitos di masyarakat
bahwa keterampilan, pengetahuan, maupun kesehatan fisik kaum lansia sudah
tidak lagi dalam kondisi prima untuk menjalankan suatu perkerjaan3. Akibatnya,
tidak sedikit lansia yang mendelegasikan pekerjaan sehari-hari kepada anggota
keluarga yang lebih muda, karena mobilitas gerak terhambat oleh keterbatasan
tersebut4.
1
UNDESA Population Division, World Population Prospects: The 2010 Revision.
http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm. Diakses pada 31 Maret 2016.
2
Alex Spillius,”World Faces Ageing Population Time Bomb says UN”, The Telegraph
UK, 1 Oktober 2012, http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/japan/9579950/World faces-ageing-population-time-bomb-says-UN.html. Diakses pada 31 Maret 2016, pukul 16:45
WIB.
3
R. Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Penerbit Salemba
Medika, 2008), hal.36. Diakses pada 5 April 2016.
4
Mintesnot G. Woldeamanuel, Concept in Urban Transportation Planning: The Quest for
Mobility, Sustainibility, and Quality of Life, (North Carolina: McFarland & Company, Inc.,
Publishers, 2016), hal. 197. Diakses pada 4 April 2016.
1
2
Setiap negara yang telah mengadopsi MIPAA bertanggung jawab dalam
mewujudkan lingkungan sosial yang mendukung kesehatan lansia.Hal ini secara
jelas tercantum dalam Isu Pertama Prioritas Ketiga MIPAA 2002 tentang
Memastikan Terciptanya Lingkungan Tempat Tinggal yang Suportif.Sebagai
bentuk keseriusan untuk melaksanakan rencana aksi tersebut di tengah masyarakat
global, maka World Health Organzation (WHO) pada tahun 2007 membentuk
sebuah panduan internasional bernama WHO Global Guideline of Age Friendly
Cities. Panduan ini berisi delapan bidang utama dan karakteristik setiap bidang
yang harus dipenuhi oleh negara dalam mengaplikasikan kota yang ramah bagi
seluruh usia. Salah satu poin terpenting yang dibahas dalam panduan tersebut
ialah aspek perumahan dan lingkungan tempat tinggal.
Keberadaan perumahan dan lingkungan tempat tinggal memiliki peranan
penting dalam menunjang kesehatan lansia. PBB dalam Deklarasi Hak Asasi
Manusia (HAM) 1948 Artikel 25(1) menyatakan bahwa setiap individu memiliki
hak yang setara untuk hidup secara layak agar mampu mempertahankan
kesehatannya dan keberadaannya.5 Hak yang dimaksud meliputi hak terhadap
makanan, pakaian, hingga perumahan. Individu yang dimaksud dalam pasal
tersebut berlaku secara universal, tak terkecuali lansia. Namun, bertambahnya usia
diiringi menurunnya kondisi fisik dan mental membuat pergerakan lansia menjadi
pasif. Akibatnya, aktivitas keseharian lansia pada umumnya hanya berpusat di
sekitar rumah dan lingkungan sekitarnya. Intensitas aktivitas ini haruslah
5
United Nations, Universal Declaration of Human Rights 1948 , PDF, hal.7,
http://www/ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR_Translations/eng.pdf. Diakses pada 4 April
2016.
3
didukung oleh ketersediaan rumah yang sehat dan aksesbilitas memadai supaya
lansia tetap mampu bergerak mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain.
Salah satu negara yang dapat dijadikan acuan dalam pengimplementasian
MIPAA dan telah mengikuti Panduan Kota Ramah Lansia WHO tersebut
ialahOttawa, Kanada. Kepedulian pemerintah Ottawa terhadap keberlangsungan
jangka panjang hidup lansianya diwujudkan melalui Kebijakan Penangguhan
Pajak Properti (Property Tax Deferral) bagi mereka berusia 65 tahun ke atas
dengan kepemilikan rumah pribadi dan pendapatan rumah tangga yang tidak lebih
dari $40,121,00.6Program lainnya yakni “Home Support Services” menyediakan
bantuan berupa “light housekeeping” bagi penduduk senior yang tercatat
berkebutuhan medik khusus, menetap sendiri, dan tinggal berjauhan dari anggota
keluarga.7 Baik narahubung maupun sistematika pengajuan bantuan tersebut telah
tercantum lengkap dalam website pemerintah Ottawa untuk meminimalisir
kebingungan lansia.
Jika dikomparasikan dengan pelaksanaan MIPAA di Ottawa melalui
serangkaian program di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggalnya
yang sudah memperlihatkan perhatian cukup tinggi kepada warga lansia, maka
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai salah satu kota di Indonesia dapat
dikatakan masih jauh dari pencapaian tersebut. Program-program pemerintah DKI
Jakarta terkait kelanjutusiaan umumnya diarahkan kepada bidang kesehatan
seperti pengadaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) atau Ketuk Pintu Layani Dengan
6
City of Ottawa, “Other Housing Supports for Seniors: Property Tax Deferral”,
http://ottawa.ca/en/residents/social-services/housing/housing-seniors. Diakses pada 2 September
2016.
7
Ibid.
4
Hati (KPLDH). Pemerintah DKI Jakarta beranggapan aspek kesehatan harus
diutamakan karena berpengaruh langsung terhadap kondisi fisik lansia. Padahal
untuk seorang lansia dapat dikatakan sejahtera aspek kesehatan saja tidak
mencukupi, namun perlu didukung oleh tercapainya kebutuhan dasar lain seperti
rumah dan lingkungan tempat tinggal yang layak huni. Berangkat dari uraian
tersebut, peneliti hendak membahas isu melalui sebuah riset berjudul
”Implementasi MIPAA 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam Memenuhi
Hak Lansia terkait Perumahan dan Lingkungan Tempat Tinggal Tahun
2012-2016”
1.2.
Identifikasi Masalah
1.2.1. Deskripsi Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mengadopsi MIPAA
2002, dibuktikan denganpengiriman laporan evaluasi dan pertanggungjawaban
aksi pada 2007 silam.8Penandatanganan MIPAA 2002 mengindikasikan bahwa
Indonesia berkomitmen secara penuh dalam menjamin terbentuknya instrumen
hukum dan lingkungan sosial yang mendukung seluruh usia, khususnya lansia
untuk bergerak secara aktif dan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara
8
United Nations ESCAP, 2007, Review of Madrid International Plan of Action on
Ageing: Country Report of Indonesia,
http://globalaging.org/agingwatch/desa/aging/mipaa/Indonesia.pdf.
Diakses pada 1 April 2016.
5
layak9. Untuk mengarahkan pelaksanaan aksi dan instrumen hukum dari negaranegara yang berkomitmen terhadap MIPAA, WHO kemudian membentuk
Panduan Global Kota Ramah Lansia pada tahun 2008. Panduan ini
mencantumkan ketentuan-ketentuan aksi yang harus dipenuhi oleh sebuah kota
untuk dapat dikatakan ramah lansia.
Panduan Kota Ramah Lansia WHO telah dilaksanakan di 35 kota dunia,
yang salah satunya adalah Kanada sebagaimana dijelaskan di atas. Kehadiran 35
negara yang telah mengimplementasikan Panduan WHO ini memperlihatkan
bahwa pelaksanaan rezim internasional dalam ranah hubungan internasional tidak
lagi terbatas dilakukan oleh aktor negara saja, melainkan sudah lebih mendalam
hingga level daerah atau kota sebagai susunan yang membentuk negara itu
sendiri.Benjamin R. Barber dalam bukunya If Major Ruled The World bahkan
secara terus terang menyatakan bahwa walikota memiliki peran penting dalam
mengatasi sejumlah permasalahan dunia di tingkat daerah seperti perubahan iklim
hingga pengentasan kemiskinan.10Hal ini dikarenakan walikota tidak dibebankan
dengan isu kedaulatan ataupun batas negara yang menghambat mereka untuk
membentuk kerjasama.11
DKI Jakarta memang belum bergabung dalam pelaksanaan Panduan
Global Kota Ramah Lansia WHO. Namun, mengingat DKI Jakarta merupakan
9
United Nations, 2002, Political Declaration and Madrid International Plan of Action on
Ageing, (New York: United Nations Headquarter), poin 94,
http://www.un.org/en/events/pastevents/pdfs/Madrid_plan.pdf. Diakses pada 1 April 2016.
10
Benjamin R. Barber, 2013, If Major Ruled the World, (New Haven: Yale University
Press), PDF-Book, http://www.houseofcommons.nl/wp-content/uploads/2012/09/IF-MAYORSRULED-THE-WORLD-Benjamin-Barber-September-2012-Table-of-Contents-andIntroduction.pdf. Diakses pada 9 Januari 2017.
11
Ibid.
6
bagian dari Indonesia yang telah berkomitmen terhadap MIPAA, seharusnya baik
program maupun kebijakan hukum Pemerintah DKI telah diarahkan pada panduan
WHO tersebut demi terwujudnya DKI sebagai kota ramah lansia. Salah satu
kriteria yang disebutkan dalam MIPAA dan Panduan WHO untuk memenuhi
kesejahteraan lansia ialah terpenuhinya hak dan kebutuhan lansia terhadap
perumahan dan lingkungan tempat tinggal yang layak.
Pembentukkan panduan WHO ini secara tidak langsung juga mengarahkan
kota-kota dunia dalam pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) 2030 yang telah diadospi 190 negara, termasuk
Indonesia pada September 2015 silam.12 Agenda SDGs mencantumkan target
pembangunan yang berjalan seiringan dengan isu kelanjutusiaan mengenai
perumahan dan lingkungan tempat tinggal dalam MIPAA dan Panduan WHO,
khususnya Goal 10 tentang Mengurangi Kesenjangan di Dalam dan Antara
Negara-Negara dan Goal 11 tentang Pembentukkan Kota yang Inklusif, Aman,
dan Berkelanjutan. Poin kedua dalam goal 10 menargetkan tercapainya
lingkungan sosial yang adil dari segi ekonomi, sosial, dan politik bagi seluruh
individu tanpa membeda-bedakan usia, jenis kelamin, ras, etnis, suku, agama,
ataupun status lainnya pada 2030.13Sedangkan, poin pertama dalam goal 11 secara
jelas menyebutkan bahwa di tahun 2030 setiap individu dipastikan memiliki akses
12
International NGO Forum on Indonesian Development, Panduan SDGs untuk
Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah, (Jakarta: INFID,
2015), PDF, http://infid.org/wp-content/uploads/2015/11/Buku_PANDUAN-SDGs.pdf. Diakses
pada 9 Januari 2017.
13
United Nations, Goal 10: Reduce Inequality Within and Among Countries,
http://www.un.org/sustainabledevelopment/inequality/. Diakses pada 9 Januari 2017.
7
yang setara terhadap perumahan yang setara, aman, dan terjangkau.14Hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan Panduan Kota Ramah Lansia WHO dalam
memenuhi kebutuhan lansia akan perumahan dan lingkungan tempat tinggal yang
layak seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dan DKI Jakarta untuk
mendorong pencapaian komitmennya dalam SDGs.
Sayangnya, keberadaanperumahan dan lingkungan tempat tinggal di
Indonesia saat ini masih jauh dari ketentuan ramah lansia dalam MIPAA dan
Panduan WHO. Persoalan ini banyak ditemui pada kota besar dengan kepadatan
penduduk tinggi seperti DKI Jakarta. Meski telah dideklarasikan sebagai kota
ramah lansia dan dimensia, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengutarakan bahwa
masih terdapat sejumlah program kerja Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta
sehubungan lansia yang belum terealisasi karena mengalami sejumlah kendala.15
Seperti pembangunan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) misalnya yang terhalang
persoalan jual beli tanah, perbedaan kontrak dalam lelang, dan mutasi
aset.16Adapun instrumen hukum sehubungan kesejahteraan sosial lansia yang
tersedia saat ini acapkali belum sesuai dengan pengimplementasiannya. Di sisi
lain kesadaran dalam diri golongan masyarakat mudadan angkatan kerja Indonesia
terhadap lansia masih terbilang minim. Padahal, beberapa tahun ke depan dari
sekarang merekapun akan menjadi bagian dari kelompok lansia yang
14
United Nations, Goal 11: Make Cities Inclusive, Safe, Resilient, and Sustainable,
http://www.un.org/sustainabledevelopment/cities/. Diakses pada 9 Januari 2017.
15
Vindry Florentin, “Jakarta Deklarasi Kota Ramah Dimensia dan Lansia”, Tempo 11
September 2015, http://metro.tempo.co/read/news/2015/09/11/08369978/jakarta-deklarasi-kotaramah-dimensia-dan-lansia. Diakses pada 9 Desember 2016.
16
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2016, Paparan Dinas Perumahan,
https://www.youtube.com/watch?v=XMA6YYONnzc. Diakses pada 29 November 2016.
8
membutuhkan perlakuan khusus agar tetap dapat beraktivitas mandiri tanpa
mengusik kualitas hidup orang-orang disekitarnya17.
1.2.2. Pembatasan Masalah
Mengacu pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka
penelitian ini menitikberatkan pengimplementasian MIPAA oleh pemerintah DKI
Jakarta. Adapun dicantumkannya Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO dan
daftar ceknyaakan menjadi alat ukur yang dipergunakan oleh peneliti untuk
melihat sejauh mana aksi pemerintah DKI Jakarta telah memenuhi standar WHO
tersebut. Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO beserta daftar ceknya hadir
untuk menyempurnakan pengimplementasian MIPAA. Hal ini dikarenakan
rencana aksi global WHO berisi daftar spesifik mengenai fasilitas dan akssbilitas
yang harus tersedia pada suatu perumahan dan lingkungan tempat tinggal untuk
dapat dikatakan ramah lansia.
Meski penelitian serupa pernah dilakukan oleh Center of Ageing Studies
University of Indonesia (CAS UI) pada tahun 2013-2014, beberapa perbedaan
riset hendak dikedepankan oleh peneliti melalui karya tulis ini. Pertama, rentang
waktu penelitian ialah tahun 2012 sejak DKI Jakarta mulai menyelenggarakan
program perumahan khusus yang ditujukan bagi lansia, hingga 2016. Kedua,
penelitian terhadap lingkungan sosial yang mendukung kesehatan lansia hanya
terbatas pada bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal. Adapun penulis
17
Ibid.
9
mengkaji hal tersebut, sebab pelaksanaan bidang tersebut di DKI Jakarta termasuk
salah satu yang tertinggal dibandingkan bidang lainnya seperti kesehatan, ataupun
transportasi. Selain itu, perumahan memiliki efek langsung terhadap lansia karena
sebagian besar kesehariannya berlangsung di dalam rumah dan lingkungan
sekitarnya. Ketiga, lingkup penelitian terbatas pada DKI Jakarta dengan
mempertimbangkan statusnya sebagai pusat kegiatan ekonomi. Hal ini membuat
ibukota menjadi salah satu daerah tujuan urbanisasi dan kepemilikan harga jual
tempat tinggal tinggi yang berdampak pada kerentanan lansia.
1.2.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan
peneliti sebelumnya, pertanyaan yang berusaha dijawab melalui riset ialah:
“ Bagaimana implementasi MIPAA 2002 oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam
memenuhi hak lansia terkait perumahan dan lingkungan tempat tinggal tahun
2012-2016?”
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengimplementasian
MIPAA oleh pemerintah DKI untuk memenuhi kebutuhan dasar lansia terhadap
perumahan dan lingkungan tempat tinggal dengan mengacu pada Panduan Kota
Ramah Lanjut Usia WHO 2008. Apabila dari hasil penelitian diketahui masih
terdapatnya beberapa ketentuan dalam bidang perumahan dan tempat tinggal yang
10
belum terlaksana, maka diharapkan hal ini mampu menjadi evaluasi dan
perbaikan kinerja pemerintah kota DKI Jakarta kedepannya. Tujuan lainnya ialah
mengetahui respon lansia terhadap pelaksanaan instrumen hukum dan program
pemerintah DKI dalam memenuhi hak perumahan dan lingkungan tempat tinggal
lansianya.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
1. Menjadi salah satu syarat peneliti untuk memperoleh gelar Strata Satu
(S-1) dalam Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan
Bandung.
2. Memperluas
wawasan
para
pembaca
penelitian
terhadap
pengimplementasian MIPAA oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam
memenuhi hak lansia di bidang perumahan dan lingkungan tempat
tinggal.
3. Memberikan tambahan masukkan bagi para penstudi Hubungan
Internasional yang melakukan penelitian serupa.
4. Menjadi bahan pertimbangan bagi kelompok masyarakat atau
pemerintah Indonesia dalam menyusun program atau proyek berkaitan
dengan penyelenggaraan perumahan dan lingkungan tempat tinggal
layak sebagai bagian dari pemenuhan hak lansia sesuai dengan
ketentuan MIPAA dan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO
2008.
11
1.4. Kerangka Pemikiran
Pembahasan sebuah isu internasional tidak dapat dipisahkan dari
keberadaan kerangka teori sebagai landasan analisa. Menurut Richard Swanson
(2013)
kerangka
teori
didefinisikan
sebagai
sebuah
struktur
yang
memperkenalkan dan mendeskripsikan sejumlah teori didalamnya, dimana teori
tersebut dimanfaatkan untuk menjawab pertanyaan penelitian.18Pengkajian
mendalam dalam penelitian ini akan berangkat dari teori besar Neo-Liberalisme
oleh Jennifer Sterling Folker. Fokus utama dari pemikiran yang berkembang pada
awal 1970an ini ialah menyelidiki bagaimana suatu negara dapat membangun
kerjasama dengan aktor negara maupun non-negara dalam sistem internasional19.
Neoliberalisme faktanya memiliki hubungan erat dengan konsep globalisasi
karena melibatkan aktor lintas negara, sebagaimana isu kota ramah usia dan lansia
mulai meluas dalam ranah internasional. Menurut McGrew (1992), globalisasi
didefinisikan sebagai:
“the multiplicity of linkages and interconnections that transcend
the nation state(and by implication the societies)… it defines a
process through which events, decisions, and activities in one part
of the world can come to have significance consequences for
individuals and communities in quite distant parts of the globe.20”
18
Richard A. Swanson, Theory Building in Applied Diciplines, (San Francisco: Berret
Koehler Publisher, 2013). Diakses pada 8 Januari 2017.
19
Jennifer Sterling Folker, International Relations Theories: Discipline and Diversit y, 3rd
Edition, (Oxford: Oxford University Press, 2013), hal. 117. Diakses pada 2 April 2016.
20
Eleonore Kofman, Globalization: Theory and Practice, (London: Bloomsbury
Publishing, 1996), PDF-Book, hal. 116,
https://books.google.co.id/books?id=EgEqLl8B1EC&pg=PA109&lpg=PA109&dq=globalization+
concept+in+ir&source=bl&ots=QT1BKsZT1H&sig=0WDp2A7zDH1ckJKQTyz00snRGVc&hl=e
n&sa=X&ved=0ahUKEwjEpu_n3e_LAhVFbY4KHVjQBkw4ChDoAQgkMAI#v=onepage&q=gl
obalization%20concept%20in%20ir&f=false. Diakses pada 2 April 2016.
12
Dapat dikatakan bahwa globalisasai merupakan sebuah hubungan
transenden antar negara bangsa, dimana kegiatan, kebijakan, ataupun aktivitas
yang berlangsung di sebuah negara mempengaruhi individu atau komunitas di
belahan dunia lainnya.
Kesadaran ini lantas memunculkan konsep institusi internasional. Karns
dan Mingst (2010) mendefinisikan institusi internasional sebagai, “organizations
that include at least three states among their membership, that have activities in
several states, and that are created through a formal intergovernmental
agreement such as a treaty, charter, or statute.”21Maksud kutipan di atas ialah
organisasi yang sedikitnya terdiri atas tiga negara anggota yang memiliki kegiatan
di sejumlah negara berdasarkan kesepakatan resmi antarpemerintah dalam rupa
pakta, piagam, ataupun hukum. Di dalam institusi internasional tersebut, negara
sepakat melangsungkan negosiasi dalam suatu forum untuk merancang perjanjian
bersama agar mampu terpenuhi kepentingan dan terselesaikannya persoalan setiap
negara anggota22.
Menurut Stephen D. Krasner (1982), situasi tersebut memicu terbentuknya
konsep rezim internasional sebagai seperangkat prinsip, norma, aturan, maupun
prosedur pengambilan keputusan baik secara implisit maupun eksplisit
mempertemukan ekspektasi setiap aktor hubungan internasional.23Penelitian ini
21
Margaret P. Karns, International Orgnization: The Politics and Process of Global
Governance, 2nd Edition, (Colorado: Lynne Rienner Publisher, 2010), PDF-Book, 5,
https://www.rienner.com/uploads/4af8605a08b48.pdf. Diakses pada 2 April 2016.
22
Ibid.,
23
Stephen D. Krasner, Structural Causes and Regime Consequences: Regime as
Intervening Variables, (Massachusets: Massachusets Institute of Technology, 1982), PDF,
13
mencantumkan dua rezim internasional, yakni MIPAA 2002 dan Panduan Global
Kota Ramah Lansia WHO 2008 yang keduanya akan dijelaskan lebih mendetail
pada bab dua.
Ketika sebuah rezim internasional disetujui atau diadopsi oleh suatu
negara, maka beberapa ketentuan dan prinsip didalamnya akan diimplementasikan
melalui instrumenhukum maupun program pemerintah, baik di level nasional
maupun daerah/kota. Untuk menganalisis pengimplementasian MIPAA 2002 yang
akandibahas dalam bab empat, peneliti memanfaatkanKonsep Implementasi
Rezim Internasional dalam Ranah Domestik oleh Arthur Andersen
(1995).24Menurut Andersen proses implementasi ini mencakup lima fase sebagai
berikut.
1) Penerimaan rezim internasional
2) Transformasi rezim internasional dalam kebijakan hukum nasional
3) Penyelenggaraan program pemerintah berdasarkan instrumen hukum
nasional
4) Dampak dan respon kelompok sasaran terhadap regulasi yang
berlangsung.
5) Efektivitas program
Fase yang pertama ialah penerimaan rezim internasional. Menurut
Andersen, rezim internasional tidak serta merta diterima oleh sebuah negara tanpa
http://www.ir.rochelleterman.com/sites/default/files/krasner%201982.pdf. Diakses pada 8 Januari
2017.
24
Arthur Andersen, Regime, the State and Society: Analyzing the Implementation of
International Environmental Commitments, (Laxenburg: International Instutute for Applied
System Analysis, 1995). Diakses pada 25 November 2016.
14
melalui prosedur dan dilandasi alasan tertentu.25Idealnya, semakin tujuan dan
kepentingan negara terhadap suatu isu tertentu terakomodasi olehrezim
internasional yang bersangkutan,semakin besarpeluang rezim tersebut untuk
diterima dan diimplementasikan. Setelah rezim internasional melalui fase
pertama,maka fase yang kedua dan ketiga ialah transformasi ketentuan rezim
internasional ke dalam instrumen hukum nasional dan program pemerintah yang
mengacu pada kebijakan nasional terkait. Andersen menggolongkan kedua fase
terakhir ini sebagai “output”. Biermann mendefinisikan outputsebagai hukum,
program, atau regulasi yang secara implisit maupun eksplisit konten didalamnya
berasal dari rezim internasional terkait.26Tolak ukur instrumen hukum dan
program pemerintah yang diterangkan dalam analisis pembahasan bab empat
tidak harus selalu berangkat dari MIPAA sebagai landasan hukumnya. Namun,
apakah instrumen dan program tersebut baik disadari maupun tidak telah
mencantumkan ketentuan MIPAA didalamnya. Semakin banyak instrumen hukum
dan program yang mencakup ketentuan MIPAA ini terlaksana, semakin komitmen
pemerintah Indonesia dan DKI Jakarta terhadap MIPAA untuk mensejahterakan
kelompok lansia terlaksana.
Fase keempat, yakni respon kelompok sasaran (dalam kasus ini adalah
lansia) terhadap instrumen hukum dan program yang berlaku merupakan bagian
25
Ibid.
Frank Biermann, 2009, International Relation in Environmental Global Governance:
UNEP as Anchor Organization for the Global Environment , PDF-Book, hal.154,
https://books.google.co.id/books?id=5vV8AgAAQBAJ&pg=PT198&lpg=PT198&dq=output,+out
come,+and+impact+in+international+regime&source=bl&ots=FWLTOBg-Ma&sig=vXeSCmhnm61oTGW86QHW3Ig_I&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj50PuxuM3QAhUHs48KHU_wAkMQ6AEIMDAF#
v=onepage&q=output%2C%20outcome%2C%20and%20impact%20in%20international%20regim
e&f=false. Diakses pada 29 November 2016.
26
15
dari “outcome”. Outcome oleh Biermann didefinisikan sebagai perubahan perilaku
yang diperlihatkan oleh kelompok sasaran kearah yang lebih baik sebagai hasil
dari diberlakukannya rezim.27Semakin positif respon lansia terhadap pelaksanaan
instrumen nasional atau program pemerintah DKI Jakarta sehubungan perumahan
dan lingkungan tempat tinggal, semakin besar peluang terpenuhinya standar ukur
14 rencana aksi MIPAA dan 10 daftar cek WHO.
Setelah melalui keempat fase, rezim internasional akan memasuki fase
kelima yang merupakan bagian dari “impact”. Andersen berpendapat, fase ini
diarahkan pada penilaian efektivitas program pemerintah yang berlangsungdengan
mengacu pada instrumen hukum tertentu.28Keefektifan program pemeritah dalam
penelitian ini akan diukur berdasarkan tercapainya 14 rencana aksi MIPAA dan
10 daftar cek WHO terkait bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal.
Semakin banyak rencana aksi dan cek yang terpenuhi, semakin efektif pula
program yang berlangsung.
Selanjutnya, menyesuaikan dengan judul terlampir, maka konsep yang
akan dijelaskan oleh peneliti dalam subbab ini hanya terbatas pada aspek
perumahan dan lingkungan tempat tinggal. Mengacu pada Pasal 1(2) UndangUndang (UU) Nomor 11 Tahun 2011, perumahan didefinisikan sebagai kumpulan
rumah yang masih menjadi bagian dari permukiman baik berlokasi di kota
maupun desa yang dilengkapi dengan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU)
sebagai upaya pemenuhan rumah yang layak huni.Untuk mencari tahu terpenuhi
27
Ibid.
Arthur Andersen, Op.cit.
28
16
tidaknya kelayakan suatu rumah dan lingkungan tempat tinggalnya bagi lansia,
WHO telah menyediakan Checklist of Essential Features of Age-Friendly Cities
yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian ideal bagi individu atau
kelompok tertentu yang tertarik untuk menjadikan kota mereka lebih ramah usia
dan lansia29. Penggunaandaftar cek bersifat universal, terlepas kotatersebut bagian
dari 35 negara terdaftar ataupun bukan.Terkait dengan penelitian ini, maka
peneliti akan menggunakan ketentuan rumah dan lingkungan ramah lansia yang
terdapat dalam checklist sebagai acuan pertanyaan bagi pihak penyelenggara
program yang terkait.
Salah satu kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam pelaksanaan kota
ramah usia ini ialah lansia. Menurut World Health Organization (WHO) lansia
adalah golongan masyarakat yang berusia di atas 60 tahun ke atas30. Definisi ini
turut diakui Indonesia yang tercantum pada Pasal I ayat (2) Undang-Undang
No.13 Tahun 1998 mengenai Kesejahteraan Usia Lanjut31. Kelompok ini masih
terbagi lagi dalam tiga kategori. Pertama, lanjut usia bagi mereka yang berada
pada rentang 60-74 tahun. Kedua, lanjut usia tua, yakni mereka yang berusia 7590 tahun. Terakhir, usia sangat tua yakni di atas 90 tahun32. Menurut WHO,
konsep kesehatan lansia yang dimaksud disini ialah kondisi ketika lingkungan
29
World Health Organization (WHO), 2007, “Checklist of Essential Features of AgeFriendly Cities”, hal.1-2,
http://www.who.int/ageing/publications/Age_friendly_cities_checklist.pdf. Diakses pada 4 April
2016.
30
World Health Organization (WHO), “Definition of an Older or Elderly Person”,
http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/. Diakses pada 5 April 2016.
31
Pemerintah Republik Indonesia, 1998, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Jakarta, No.190,
file:///C:/Users/User/Downloads/Undang-Undang-tahun-1998-13-98%20.pdf. Diakses pada 5
April 2016
32
Ferry Efendi, Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan, (Jakarta: Salemba Medika, 2009), hal.243. Diakses pada 5 April 2016.
17
sosial dimana manula berada, termasuk kertersediaan perumahan dan lingkungan
tempat tinggal mampu meningkatkan kemandirian mereka33.
Gambar 1.1. Peta Kerangka Pemikiran Penelitian
Neo Liberalisme
Isu Lansia dalam Ranah Global
Institusi Internasional
(
Rezim Internasional
Konsep Implementasi Rezim
Internasional dalam Ranah
Domestik oleh Arthur Andersen
Hak Lansia terhadap
Perumahan dan Lingkungan
Tempat Tinggal
(Disusun oleh: Peneliti)
1.5. Kajian Terdahulu
Penelitian mengenai keberadaan perumahan dan lingkungan tempat tinggal
yang suportif terhadap hak kaum lansia di DKI Jakarta dilakukan oleh peneliti
melalui penelusuran berbagai sumber informasi, baik jurnal ataupun buku. Hal
33
World Health Organization (WHO), 1989, Health of The Elderly, (Geneva: WHO
Expert Committee), hal.85, http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/39521/1/WHO_TRS_779.pdf.
Diakses pada 5 April 2016.
18
tersebut dimaksudkan untuk mendukung keabsahan pernyataan yang tercantum
dalam penelitian ini. Beberapa bahan literatur yang menjadi rujukan adalah
sebagai berikut.
Jurnal pertama ditulis olehWijayanti, Bambang Setioko, dan Edward
Endrianto Pandelaki dari Departemen Arsitektur Universitas Diponegoro pada
Juni 2015 silam dengan judul “Toward Housing for the Elderly in Indonesia”.34
Penelitian ini mencoba menyelidiki persoalan dan kebutuhan lingkungan
perumahan seperti apa yang idealnya dibutuhkan oleh lansia Indonesia melalui
metode kajian literatur, analisis SWOT, dan menjadikan negara Inggris, Amerika
Serikat, dan Jepang sebagai negara pembanding. Ketiga penulis turut mengkritik
bagaimana kebijakan politik Indonesia terkait aspek perumahan saat ini belum
terintegrasi dengan kebutuhan jangka panjang lansia untuk memperoleh fasilitas
memadai yang memungkinkannya tinggal dengan nyaman dan aman dalam suatu
lingkungan tempat tinggal. Konten yang dikaji oleh ketiga penulis secara sekilas
memiliki kemiripan dengan pembahasan peneliti. Perbedaan nampak dari
dilibatkannya metode wawancara oleh peneliti sebagai penguat data, rentang
waktu penelitian yang lebih spesifik, serta dicantumkan keterkaitan persoalan
dengan komitmen pemerintah dalam MIPAA.
Sumber literatur kedua ditulis oleh Edward Endrianto Pandelaki, Wijayanti,
dan Septana Bagus Pribadi pada 2014 berjudul “The Elderly High-Rise Housing:
34
Wijayanti, dkk, Toward Housing for Elderly in Indonesia, (Semarang: Universitas
Diponegoro, 2015), Vol.5, No.6, http://www.ijhssnet.com/journals/Vol_5_No_6_June_2015/7.pdf.
Diakses pada 1 September 2016.
19
A Comparison Study between Indonesia and Japan”35. Tujuan penelitian ini ialah
menelusuri model perumahan susun yang mampu memenuhi kebutuhan lansia
melalui studi perbandingan dengan negara Jepang. Adapun Jepang dijadikan
pembanding karena karakteristik negaranya yang padat penduduk dan seperti
halnya Indonesia mengembangkan konsep perumahan tingkat tinggi bagi lansia.
Meski kedua penelitian memanfaatkan teknik wawancara dalam pengumpulan
data, namun penelitian penulis berusaha mengaitkan isu dengan ketentuan Kota
Ramah Usia dalam Checklist of Essential Features of Age-Friendly Citiesoleh
WHO sebagai alat ukurnya.
Jurnal ketiga yang menjadi acuan peneliti berjudul “Housing and Health:
Time Again for Public Health Action” yang ditulis oleh James Krieger dari Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Atlanta.36 Dalam tulisannya, James
menyatakan bahwa kualitas dan aksesbilitas suatu lingkungan perumahan
memiliki kontribusi yang erat untuk menyokong kesehatan lansia. Menurutnya,
Departemen Kesehatan memiliki peranan penting dengan melakukan penilaian
perumahan sesuai panduan, melaksanakan Program Rumah Sehat, ataupun
menyediakan perumahan terjangkau bagi lansia, sehingga semakin besar
kesempatan yang dimiliki oleh lansia untuk hidup sehat dan memenuhi haknya.
35
Edward Endrianto Pandelaki, dkk, The Elderly High-Rise Housing: A Comparison
Study between Indonesia & Japan, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2014), http://ac.elscdn.com/S1878029614000218/1-s2.0-S1878029614000218-main.pdf?_tid=d821a1fa-729b-11e696db-00000aacb360&acdnat=1472992615_bd1b04dd3d7986cb08e7d7804a3a7463. Diakses pada
4 September 2016.
36
James Krieger dan Donna L. Higgins, Housing and Health: Time Again for Public
Health Action, (Atlanta: American Journal of Public Health, 2002), PDF-Book,
http://ajph.aphapublications.org/doi/pdf/10.2105/AJPH.92.5.758. Diakses pada 18 September
2016.
20
Jurnal keempat ditulis oleh sekelompok ilmuwan dari The Gerontological
Society of America pada tahun 2007 berjudul “Importance of the Home
Environment for Healthy Ageing: Conceptual and Methodological Background of
the European ENABLE-AGE Project”.37 Dalam jurnalnya, Susanne Iwarsson
menyatakan bahwa sebuah lingkungan perumahan berperan penting untuk
memenuhi kesehatan lansia baik secara fisik, mental, psikis, maupun sosial.
Konsep rumah ramah lansia dalam ENABLE-AGE Project tidak serta merta
mengandalkan konsep kenyamanan, namun terlebih membawa manfaat maksimal
bagi penghuninya. Analisis penelitian ini mengacu pada World Health
Organization’s International Classification of Functioning, Disability, and Health
tahun 2001 yang menyatakan adanya korelasi multifaset antara fungsi tubuh,
aktivitas perorangan, partisipasi, dan lingkungan dimana ia tinggal. Para ilmuwan
ini mencoba untuk melakukan perbandingan lintas nasional terhadap perumahan
lansia di lima negara Eropa, yakni Britania Raya, Latvia, Jerman, Hungaria, dan
Sweden. Hal ini dilakukan dengan mengulas perbedaan UU Perumahan dan
Pembangunan dan Prioritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan masingmasing negara. Metode penelitian yang digunakan ialah wawancara acak. Secara
garis besar, jurnal ini memilki kemiripan dari segi teknik pengambilan data,
pemanfaatan dokumen WHO sebagai acuan penelitian, serta menganalisis
kebijakan publik yang diterapkan di setiap negara. Akan tetapi, penelitian ini tidak
mencantumkan MIPAA 2002 sebagai dasar penelitian. Selain itu, alat penilaian
37
Susanne Iwarsson, Importance of the Home Environment for Healthy Ageing:
Conceptual and Methodological Background of the European ENABLE -AGE Project, (Texas:
Dept. of Applied Gerontology, University of North Texas, 2007), PDF,
http://gerontologist.oxfordjournals.org/content/47/1/78.full.pdf+html. Diakses pada 20 September
2016.
21
yang dimanfaatkan peneliti dalam melakukan analisa juga berbeda, yakni Panduan
Global Kota Ramah Lansia WHO (2008).
Penelitian ini adalah orisinil dilakukan oleh peneliti ditinjau dari beberapa
ketentuan. Jangkauan waktu yang digunakan yakni tahun 2012hingga 2016, sebab
sejumlah instrumen hukum dan program perumahan lansia mulai dibahas dan
dikembangkan pemerintah DKI Jakarta pada kurun waktu tersebut.Keunikan
penelitian yang tidak ditemui pada penelitian lainnya ialah, bahwa peneliti
berusaha mengamati apakah peraturan daerah dan proyek perumahan lansia yang
diselenggarakan oleh pemerintah DKI Jakarta sudah memenuhi seluruh ketentuan
pada MIPAA 2002 dan Panduan Global Kota Ramah Lansia WHO. Meskipun
sejumlah jurnal telah dipaparkan di atas, peneliti tidak menutup kemungkinan
untuk digunakannya sumber pustaka lain sebagai penguat argumen dan data
penelitian.
1.6. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1.6.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif yang didukung oleh
pendekatan kualitatif. Menurut Gumilar Ruliwa (2005), “penelitian deskriptif
mengedepankan validitas data yang dikumpulkan selama penelitian dengan
menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan dan
analisis
data,
serta
membuat
kesimpulan
dan
laporan
berdasarkan
22
proses.”38Perolehan
data
terkait
penelitian
ini
mempergunakan
teknik
pengumpulan data primer dan sekunder sebagai berikut.
1.6.1.1.Data Primer
Teknik yang dimanfaatkan oleh peneliti terkait data primer ialah observasi
dan wawancara, dimana informasi diperoleh langsung dari responden dengan
mengadakan tatap muka dan percakapan.Dalam bukunya, Christopher Lamont
(2015) mendefinisikan wawancara sebagai salah satu metode yang digunakan oleh
peneliti untuk memperoleh data faktual mengenai suatu fenomena atau kejadian
dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada pertisipan.39Berkaitan dengan
penelitian, maka pertanyaan wawancara yang diajukan oleh peneliti mengacu
pada 14 poin MIPAA dan 10 daftar cek WHO terkait perumahan dan lingkungan
tempat tinggal pada Checklist of Essential Features of Age-friendly Cities by
WHO (2007)40. Proses wawancara ditentukan secara sengaja (purposive)
dengansejumlah ahli yang memiliki kedekatan dengan isu hak lansia di bidang
perumahan dan lingkungan tempat tinggal, meliputi: Kasubdit Rehabilitasi Lansia
Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI), Staff Dinas Sosial DKI
Jakarta Bagian Lansia, UPRS Rusunawa DKI Jakarta, Ketua Umum Nasional
LKS Lansia, serta pengurus Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA). Di samping itu,
peneliti juga akan mengambil sampel empat (4) orang lansia penerima bantuan
38
Gumilar Rusliwa Somatri, “Memahami Metode Kualitatif,” (Depok: Hubungan
Internasional Universitas Indonesia, 2005). Diakses pada 9 Januari 2017.
39
Christopher Lamont, Research Methodsin International Relations, (Singapore: SAGE
Publication Asia-Pacific Pte Ltd, 2015), hal.87. Diakses pada 9 Januari 2017.
40
World Health Organization (WHO), 2007, Checklist of Essential Features of Agefriendly Cities, Op.cit.
23
program perumahan dan lingkungan tempat tinggal Pemerintah Kota (Pemkot)
DKI Jakarta. Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh lansia untuk menjadi
narasumber wawancara ialah berusia lebih dari/sama dengan 60 tahun, masih
dapat diajak berkomunikasi, dan terlibat dalam program terkait.
1.6.1.2.Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian diperoleh melalui studi literatur yang telah
dikemas dalam bentuk buku, jurnal, laporan penelitian, hingga berita terkait isu
hak lansia di bidang perumahan dan lingkungan tempat tinggal.
1.7. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akanterbagi dalam lima (5) bab sebagai berikut. Pada bab
pertama, peneliti akan memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan
data, serta sistematika pembahasan. Pada bab kedua, peneliti akan menjelaskan
MIPAA dan Panduan Kota Ramah Lansia WHO sebagai rencana aksi
internasional dan standar ukur untuk menilai tingkat keramahan kota terhadap
lansianya. Bab ketiga akan berbicara mengenai kondisi lansia dan hubungannya
terhadap ketersediaan perumahan di Indonesia tahun 2012-2016, serta usaha
pemerintah Indonesia, terlebih DKI Jakarta dalam menyediakan tempat tinggal
yang mendukung kesehatan lansia. Pada bab keempat penulis akan menganlasis
pelaksanaan program pemerintah dalam memenuhi hak lansia di bidang
perumahan dan lingkungan tempat tinggal sesuai dengan Konsep Implementasi
24
Rezim Internasional dalam Ranah Domestik, MIPAA, dan indikator perumahan
dalam Panduan Kota Ramah Lansia WHO. Keseluruhan analisa yang dilakukan
dalam keempat bab akan ditutup dengan kesimpulan pada bab lima.
Download