DAMPAK PENGHAPUSAN HAMBATAN PERDAGANGAN SEKTOR

advertisement
DAMPAK PENGHAPUSAN HAMBATAN PERDAGANGAN SEKTOR
PERTANIAN TERHADAP KINERJA EKONOMI NEGARA MAJU
DAN BERKEMBANG1
(The Impact of Agricultural Trade Liberalization on the Developed and Developing Countries
Economy)
Haryadi2, Rina Oktaviani3,Mangara Tambunan4,Noer Azam Achsani4
ABSTRACT
This research intends to map the internasional trade flow specialy in the agricultral sector, to
analyze the impact of trade protection elimination, furthermore to explore the impact of tarif
prevailied by Indonesia. The GTAP model was used as the main tool of analysis. The findings
show that international trade flow is still dominated by developed countries. The elimination of
trade protection results an increase in trade competition and decrease in most of the output
experienced domestic support elimination.it also results in a decrease in export of products
experiencing elimination of export subsidy, and increase import of countries that applied tariff
imports before simulation.
Keywords: WTO, international trade, GTAP model
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami
perubahan yang cukup mendasar dan ditandai oleh adanya pergeseran gravitasi perekonomian
dunia dari kawasan Atlantik ke kawasan Pasifik yang memunculkan kekuatan-kekuatan baru
(Asia Timur dan Asia Tenggara), semakin lancarnya pergerakan produk dan jasa antar negara
sebagai dampak penurunan tarif, dan terbentuknya organisasi perdagangan dunia (WTO).
WTO adalah suatu organisasi perdagangan terbesar di dunia dan bertujuan untuk
menghapus semua hambatan perdagangan antar negara (WTO,2006). Berdasarkan hasil
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-enam di Hong Kong, ketiga pilar negosiasi
sektor pertanian yaitu: dukungan domestik (domestic support), subsidi ekspor (export subsidy),
dan akses pasar (market access) sudah harus dihapuskan pada 2013. Hasil yang diharapkan
dari pengimplementasian kesepakatan tersebut adalah liberalisasi yang menciptakan suatu
kawasan perdagangan bebas dunia.
Liberalisasi yang ditandai dengan penghapusan dukungan domestik, subsidi ekspor
dan pembukaan akses pasar yang seluas-luasnya dapat memunculkan peluang sekaligus
tantangan. Liberalisasi ini diperkirakan akan merubah peta kekuatan perdagangan produkproduk yang terkait di dalamnya. Perubahan ini selanjutnya akan berdampak pada kinerja
ekonomi terutama sektor pertanian di setiap negara. Indonesia adalah salah satu negara yang
akan terimbas dari dampak ini, mengingat sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor
kunci dalam perekonomian Indonesia. Siapkan negara-negara termasuk Indonesia menerima
dampak tersebut?
1.1.
1.2. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui karaktersitik perekonomian Negara maju dan berkembang.
1
Makalah ini adalah bagian dari disertasi, disampaikan pada seminar Sekolah Pascasarjana, IPB
Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, IPB
3
Ketua Komisi Pembimbing
4
Anggota Komisi Pembimbing
2
2
2. Menganalisis dampak penghapusan semua hambatan perdagangan yang dicanangkan
WTO terhadap kinerja PDB, ekspor, impor, dan produksi dalam negeri negara-negara
maju dan berkembang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat beberapa peneliti yang sudah mengkaji dan menganalisis dampak
liberalisasi terhadap kinerja perekonomian termasuk di sektor pertanian baik dalam konteks
suatu negara maupun dalam konteks yang lebih luas. Secara umum temuan-temuan mereka
dapat dikelompokkan menjadi dua. Di satu pihak ada yang menemukan bahwa liberalisasi
perdagangan berdampak negatif (Heller and Porter, 1978; Lopez, 2003; Paulino, 2004;
Sarkar, 2005). Namun di pihak lain ada pula yang menemukan bahwa liberalisasi
berdampak positif atau minimal tidak merugikan suatu negara (Oktaviani, 2000; Hakim
2004; McKibbin dan Woo (2003), Morley dan Piñeiro (2004), dan Walsh at.al. (2005). Semua
peneliti tersebut sampai pada kesimpulan bahwa liberalisasi perdagangan berdampak positif
pada perekonomian negara-negara anggota secara keseluruhan.
III. KERANGKA TEORI
3.1. Beberapa Studi Dampak Liberalisasi Perdagangan
Teori perdagangan internasional menjelaskan bahwa suatu negara akan cenderung
untuk mengekspor produk yang biaya produksinya relatif lebih murah dan selanjutnya akan
mengimpor produk yang biaya produksinya relatif lebih mahal ketimbang diproduksi di dalam
negeri. Oleh karena itu jika setiap negara dapat mempertukarkan barang atau produk yang
berbeda, kedua negara yang berdagang akan memperoleh manfaat berupa gain from trade
(Krugman dan Obstfeld, 2000; dan Salvatore, 2000).
Analisis tentang perdagangan internasional bisa dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan yaitu: Pertama, melalui pendekatan keseimbangan parsial. Kedua, melalui
pendekatan keseimbangan umum. Pendekatan keseimbangan parsial menganalisis segala
bentuk kebijakan perdagangan yang mendistorsi pasar di suatu pasar tertentu tanpa secara
eksplisit memperhitungkan konsekuensi-konsekuaensi terhadap pasar-pasar lainnya.
Sementara itu, analisis melalui pendekatan keseimbangan umum melihat pasar sebagai suatu
sistem.
3.2. Teori Keseimbangan Umum
Formulasi teoretik keseimbangan umum sebenarnya telah dimulai sejak pertengahan
abad ke-19, antara lain rumusan yang dilakukan (Gossen, 1854; Jevons, 1871; Walras, 1874
dan Menger, 1871 dalam Soedarsono, 1985). Teori ini melihat perekonomian sebagai suatu
sistem yang komplit (Dixon at.al., 1992). Teori keseimbangan umum dinilai lebih unggul dari
teori keseimbangan parsial, karena analisisnya didasarkan atas teori ekonomi mikro, namun
konstruksi model keseimbangan umum dapat menjembatani ekonomimikro dan
ekonomimakro (Oktaviani, 2000).
Teori keseimbangan umum menjelaskan pasar sebagai suatu system. Sistem pasar
terdiri dari beberapa macam pasar yang saling terkait antara satu pasar dengan pasar lainnya.
Keseimbangan umum terjadi jika permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar dalam
sistem tersebut berada dalam kondisi keseimbangan secara simultan. Apabila dalam kondisi
keseimbangan terjadi gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada
suatu pasar secara parsial, akan segera dikuti oleh penyesuaian di pasar yang bersangkutan dan
selanjutnya terjadi proses penyesuaian di pasar lainnya (simultanneous adjusment) yang
membawa perekonomian kembali pada kondisi keseimbangan yang baru secara keseluruhan.
Model General Trade Analysis Project
3
Model GTAP adalah suatu model yang menggunakan CGE sebagai alat analisis dan
secara gamblang dijelaskan oleh Hertel dan Tsigas (1997) dan Oktaviani (2008). Pada
dasarnya model GTAP sama saja dengan model CGE nasional. Baik model GTAP ataupun
model CGE sama-sama menggunakan konsep-konsep dasar arus pengeluaran dan pembelian
antar pelaku ekonomi. Keduanya merupakan model struktural yang dibangun dengan dasar
teori-teori mikroekonomi yang menjelaskan lebih detil perilaku-perilaku di masing-masing
agen ekonomi (behavioral equations).
Perbedaan utama antara model CGE nasional dan model GTAP terletak pada cakupan
wilayah. Pada model CGE, interaksi antara agen-agen yang berbeda berlangsung hanya dalam
satu negara atau wilayah, sedangkan di dalam model GTAP interaksi antara agen-agen
berlangsung antar negara/wilayah. Selain itu, GTAP juga mencakup transportasi global dan
mobilitas investasi. Dengan demikian, model GTAP mampu menjelaskan dampak kebijakan
antar negara, sementara dalam model CGE terbatas hanya dalam satu wilayah atau negara saja.
IV. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang sebagian besar berasal dari database
General Trade Alayisis Project (GTAP) versi 6.2. Alat analisis utama yang digunakan adalah
CGE dengan model multinegara. Keunggulan utama dari model ini adalah karena ia bisa
digunakan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan terhadap perekonomian banyak negara
secara sekaligus dan secara lebih rinci.
Untuk menyederhanakan pembahasan dilakukan pengelompokan dan pemisahan
terhadap negara/wilayah dan sektor yang dikenal dengan istilah disagregasi dan agregasi. Dalam
penelitian ini negara diagregasi menjadi tiga belas, empat wilayah merepresentasikan negara maju
yaitu Australia & Selandia Baru, Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa dan sembilan wilayah
merepresentasikan negara berkembang. Sementara itu, komoditi diagregasi menjadi tujuh bela
sektor komoditi.
Simulasi kebijakan dilakukan sebagai berikut: : Pertama, dengan cara menghapus
segala tarif dan subsidi ekspor serta dukungan domestik yang selama ini diberlakukan oleh
negara maju dan berkembang. Kedua Pemberlakuan tarif untuk produk khusus dan berbeda
(SP&D) dengan ambang batas tertinggi yang telah disepakati oleh Indonesia dan WTO.
Program
GTAP Agg
Data
Dasar
(.HAR)
Main
Mode File
(.TAB)
Data GTAP 6.2
Experiment
(.EXP)
Proses
agregasi dan disagregasi
negara & sektor
Cek Persentase
dukungan
domestik
subsidi
ekspor
RunGTAP
Buat
Shock
akses
pasar
Studi
literatur
Eksekusi
Hasil Simulasi
PDB rill
Keragaan
output
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
Keragaan
impor
Keragaan
ekspor
Penghapusan
semua
hambatan
perdagangan
4
V. HASIL PENELITIAN
5.1. Peta Perdagangan Negara-Negara Di Dunia
Perekonomian dunia masih dikuasai oleh negara maju dengan tiga pelaku utama yaitu
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Amerika Serikat adalah pasar potensial bagi sebagian
besar negara-negara/wilayah di dunia. Indikasi ini terlihat dari posisi negara itu sebagai negara
tujuan utama ekspor oleh 7 dari 13 wilayah penelitian. Negara-negara tersebut adalah Cina,
Jepang, Malaysia, Philipina, negara-negara ASEAN diluar ASEAN5, Uni Eropa, dan ROW.
Namun demikian ternyata Amerika Serikat bukanlah pemasok utama kebutuhan dunia.
Dari 13 agregasi sektor, tujuh negara/wilayah ternyata mengimpor sebagian besar kebutuhan
mereka dari Uni Eropa. Negara-negara tersebut adalah Australia & Selandia Baru, Jepang,
Cina, Indonesia, Vietnam, G33, dan ROW. Kondisi ini terjadi karena Uni Eropa memiliki
pangsa pasar yang besar, penduduk yang banyak, dan merupakan suatu wilayah yang terdiri
dari banyak negara. Jika dirinci berdasarkan negara maka pemasok kebutuhan dunia terbesar
adalah Jepang yang diindikasikan oleh terdapatnya 6 dari 13 negara yang memasok sebagian
besar impornya dari Jepang.
Peta aliran pedagangan juga menunjukkan bahwa sebagian besar komoditi pertanian
diekspor oleh negara maju. Dua besar negara yang mendominasi perekonomian dunia berturutturut adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Indikasi ini ternyata bertolak belakang dengan
pandangan yang selama ini menyatakan bahwa negara berkembang adalah mengekspor
komoditi pertanian. Faktor penyebabnya adalah masih tingginya dukungan domestik dan
subsidi oleh negara maju terhadap produk mereka.
Tabel 1. Kontribusi Ekspor Negara/wilayah di Dunia Dirinci Berdasarkan Kelompok Komoditi
VXMD
Pertanian dan Olahan
16 Mnfcs
17 Svces
Total
ANZ
40503,76
4,86
32916,56
0,68
17549,41
1,41
90969,73
1,32
Cina
21247,03
2,55
335763,22
6,97
22457,54
1,80
379467,81
5,50
Jepang
3819,99
0,46
409410,78
8,50
39791,49
3,19
453022,25
6,57
ASEAN
56226,94
6,75
327090,24
6,79
63354,07
5,08
446671,28
6,48
USA
64918,30
7,79
603715,50
12,53
220242,27
17,65
888876,06
12,89
200633,16
24,07
1803232,25
37,44
510694,03
40,93
2514559,50
36,46
Uni Eropa
G33
35317,15
4,24
247149,22
5,13
48261,78
3,87
330728,16
4,79
ROW
410793,52
49,29
1057055,75
21,95
325491,13
26,08
1793340,38
26,00
Total
833459,89
100,00
4816333,50
100,00
1247841,75
100,00
6897635,00
100,0
0
Sumber: Database GTAP 6.2 (diolah)
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya Uni Eropa yang melangsungkan
sebagian besar aktivitas perdagangannya dalam wilayah regional mereka, sedangkan wilayah
lainnya sebagian besar aktivitas perdagangannya berlangsung di luar wilayah regional.
Tabel 2. Kontribusi Perdagangan di Dalam dan di Luar Wilayah
Negara
ASEAN
ASEAN
ANZ
othNAFTA
EastAsia
Jepang
6 USA
UE
ROW
18,29
2,12
2,20
16,01
12,40
19,13
19,06
10,79
ANZ
9,68
5,78
2,91
17,72
17,12
12,24
18,66
15,89
othNAFTA
1,03
0,45
1,95
2,81
2,43
76,02
8,81
6,51
EastAsia
7,75
1,59
3,18
19,30
11,97
25,72
18,53
11,97
12,84
2,06
3,27
25,24
0,00
27,49
18,00
11,11
Japan
5
USA
5,81
1,81
26,52
10,32
8,18
0,00
29,32
18,04
EU15
2,48
0,90
2,36
4,30
3,10
11,52
54,49
20,87
ROW
3,36
0,65
2,20
7,02
5,45
16,46
38,31
26,54
Total
5,40
1,24
5,53
9,56
5,78
18,21
35,99
18,28
Sumber: Database GTAP 6.2 (diolah)
5.2. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan
Dampak penghapusan hambatan perdagangan disajikan pada Tabel 3 sampai dengan
Tabel 7. Seperti terlihat pada Tabel 3, hampir semua negara yang sebelumnya menerapkan
dukungan domestik mengalami penurunan output. Hal yang sama juga terlihat pada negara
yang mengenakan subsidi ekspor, setelah subsidi dihapus maka ekspor komoditi tersebut
mengalami penurunan. Dampak yang sama juga terlihat pada negara yang sebelumnya
mengenakan tarif impor. Semua komoditi yang sebelumnya dikenakan tarif impor mengalami
peningkatan setelah tarif tersebut dihapus.
Tidak menurunnya produksi jagung dan ternak Amerika Serikat dikarenakan adanya
permintaan impor yang cukup besar dari beberapa negara partner dagang utamanya.
Peningkatan produksi jagung Amerika Serikat 2,01 persen (Tabel 4) bukan disebabkan oleh
adanya peningkatan permintaan di dalam negeri, tapi diperkirakan disebabkan oleh adanya
peningkatan impor yang cukup besar dari negara-negara partner dagang seperti EU yang
produksi dalam negerinya menurun 6,23 persen sehingga impor mereka meningkat sebesar
0,02 persen, Cina 37,86 persen, Thailand 94,09 persen, Australia dan Selandia Baru 15,84
persen dan permintaan dari negara Asean yang rata-rata meningkat diatas 10 persen. Demikian
juga produksi ternak Amerika yang mengalami peningkatan output yang meningkat 1,96
persen, diperkirakan untuk memenuhi permintaan dari Jepang, Cina, dan negara-negara
ASEAN.
Sementara itu impor gandum Amerika Serikat yang menurun diperkirakan disebabkan
oleh karena kebutuhan dalam negerinya dipenuhi dari output dalam negeri dan ekspor mereka
juga menurun. Kenaikan ekspor G33 yang terjadi meskipun subsidi ekspornya dihapus,
diperkirakan karena subsidi ekspor mereka yang kecil tidak terlalu terlalu berdampak pada
komoditi itu, apalagi negara maju mengalami penghapusan subsidi yang jauh lebih besar.
Tabel 3. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap Output, Ekspor, dan Impor
Sebelum Kebijakan
Setelah Kebijakan
Negara
Dukungan
Subsidi
Tarif
Output
Ekspor
Impor
Domestik
ekspor
impor
turun
turun
naik
Australia &
Gandum
Tidak ada
Semua
naik
turun
semua
Selandia Baru
Cina
Tidak ada
Tidak ada
Semua
Ya
Kecuali
padi dan
kapas
Jepang
Padi
Tidak ada
Semua
Ya
Kecuali
jagung
dan horti
Indonesia
Tidak ada
Tidak ada
Semua
Semua
Malaysia
Tidak ada
Tidak ada
Semua
Semua
Philipina
Tidak ada
Tidak ada
Semua
Semua
Thailand
Tidak ada
Tidak ada
Semua
Semua
Vietnam
Tidak ada
Tdk ada
Semua
Kecuali
gandum
ASEAN
Tidak ada
Tidak ada
Semua
Semua
lainnya
6
Amerika
Serikat
Uni Eropa
Kelompok G33
Negara-negara
di luar
kelompok
diatas
Padi,
gandum,
jagung,
horti,
kedele,
gula,
kapas,
ternak,
susu
Gandum,
jagung,
horti,
kedele,gula
, kapas,
ternak,
susu
Padi,
gandum,
jagung,
horti,
kedele,
kapas
Padi,
gandum,
jagung
Susu
Semua
Ya
(kecuali
jagung
dan
ternak)
Ya
Semua
Padi,
gandum,
jagung,
horti, gula,
ternak,
susu
Semua
Ya
Padi,
jagung,
horti,
gula,
ternak,
susu
Ya
(kecuali
gandum)
Horti, gula,
ternak,
minyak
nabati, dan
makanan
Semua
Ya
Kecuali
kapas
Tidak
Semua
Semua
Ya
Semua
5.3. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap Output
Hasil simulasi ini menjawab pertanyaan tentang dampak penghapusan hambatan
perdagangan terhadap keragaan ekonomi sektoral. Sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4,
bahwa hampir semua sektor yang mengalami penghapusan dukungan domestik menunjukkan
penurunan output di negara yang bersangkutan.
Tabel 4. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan terhadap Nilai Output (%)
Sektor/
Negara
Padi
ANZ
Chn
Jpn
Idn
Mys
Phl
Tha
Vnm
Xse
USA
EU
G33
ROW
8,54
7,15
-100,69
-3,17
13,21
-9,28
16,53
-0,21
1,83
-17,07
-71,35
-54,95
-5,32
Gandum
1,72
-1,7
-65,8
12,03
194,93
-0,74
-16,25
94,21
-14,15
-1,79
-1,94
-1,41
-5,15
Jagung
8,74
0,36
-29,34
1,17
8,58
0,51
-0,36
-2,87
5,77
2,01
-6,23
-22,77
-0,97
Horti
2,79
-0,44
3,86
-0,53
-5,88
0,15
-3,85
-6,81
-1,4
-1,8
-5,65
-1,4
-1,73
Kedelai
3,17
-29,62
-7,45
16,94
-3,33
4,38
-13,83
-10,59
-1,22
-5,96
-24,8
-52,44
-1,02
Gula
13,04
-7,24
-20,06
-2,78
16,19
-5,41
19,49
2,63
6,1
-3,07
-36,39
2,5
-3,64
Kapas
-1,06
-0,95
10,35
0,24
0,01
3,59
-16,11
0,46
-2,05
-1,62
-33,65
2,57
0,34
2,5
-1,11
-24,06
2,03
16,36
-1,38
0,93
-0,94
0,45
1,96
-6,36
-1,04
-1,53
Ternak
Susu
39,14
-4,89
-8,9
1,54
29,37
6,49
7,44
-13,48
48,58
-0,46
-5,04
3,07
-1,65
OthAgr
1,74
-13,01
1,05
-2,5
-95,34
-1,64
-14,49
-16,44
-2,16
-1,87
-1,17
-4,39
-5,09
Kehutanan
-1,3
-0,72
0,78
-2,25
-4
1,31
-1,91
0,41
-0,19
-0,14
0,3
1,04
-0,29
Perikanan
0,89
1,68
0,48
-0,16
5,83
0,23
0,51
-5
1,73
0,01
0,01
1,64
-0,33
MykNab
1,34
-0,22
-1,87
11,74
84,3
2,23
-1,74
-32,81
3,16
-2,05
-5,83
-25,5
-8,71
0,5
-1,22
0,79
-0,64
-7,73
-0,81
-12,39
-28,5
-1,18
-0,12
-1,27
1,83
-2,77
-5,64
-1,05
0,61
-2,37
-8,18
-7,6
-1,32
-0,45
-0,86
-0,03
-0,13
-22,48
-1,82
Food
OthPrim
7
Mnfcs
-3,55
-0,87
0,67
-1,58
-2,84
1,45
-1,85
0,64
-0,8
-0,13
0,38
1,69
-0,22
Svces
0,23
-0,15
0,17
-0,28
0,45
0,17
0,08
0,01
0,12
0,01
0,03
1,28
-0,04
Walau ada sektor yang meningkat meski dukungan domestiknya dihapus, namun
peningkatan itu diduga karena dukungan domestik yang diberikan oleh negara nilainya relatif
lebih kecil bila dibandingkan dengan dukungan domestik yang dilakukan oleh negara lain.
Sebagai contoh, output gandum Australia dan New Zealand tetap meningkat walaupun
dukungan domestik terhadap sektor ini dihapus oleh kedua negara ini. Bila dilihat dari nilai
dukungan domestik yang diberikan oleh kedua negara ini, nilainya jauh lebih kecil bila
dibandingkan yang diberikan oleh negara maju lainnya.
Berdasarkan gambaran tersebut maka dapat diduga bahwa meskipun Australia dan
New Zealand juga menghapus dukungan domestik, namun penghapusan tersebut tidak
menurunkan gairah petani gandum mereka karena negara maju lainnya juga menghapus
dukungan domestik dengan nilai yang relatif lebih besar. Kejadian yang sama diduga juga
berlaku untuk sektor hortikultura di Jepang yang outputnya tetap meningkat walaupun
dukungan domestik untuk sektor ini dihapus, begitu pula yang terjadi di negara/wilayah lain.
Pembuktian terhadap dampak negatif dari penghapusan hambatan perdagangan
terhadap output domestik dapat juga dilihat pada negara/wilayah Uni Eropa. Dari 8 sektor
yang subsidi outputnya dihapus oleh Uni Eropa, semuanya menunjukkan perubahan output
yang negatif. Keadaan yang sama juga terjadi pada negara Amerika Serikat (kecuali pada
sektor jagung).
Secara rinci berikut ini akan diuraikan dampak penghapusan hambatan perdagangan
terhadap nilai output domestik di masing-masing negara. Berdasarkan Tabel ini dapat
dijelaskan bahwa Uni Eropa merupakan Negara yang nilai outputnya mengalami penurunan
hampir di semua sektor. Dari 17 sektor, sebanyak 13 sektor nilai outputnya menurun.
Penurunan nilai output terbesar pada Uni Eropa terjadi pada sektor padi 71,35%, diikuti oleh
penurunan output pada sektor gula dan sektor kapas masing-masing 36,39% dan 33,65%.
Selain sektor diatas, kedelai juga merupakan sektor yang outputnya menurun cukup besar yaitu
2,98%. Dari hasil simulasi dapat dilihat bahwa ada 4 sektor yang menunjukkan peningkatan
output meski secara persentase peningkatannya relatif kecil bahkan dibawah 1%.
Jepang adalah negara maju terbesar kedua yang mengalami penurunan output baik
dilihat dari persentase maupun dari jumlah sektor yang mengalami penurunan. Sektor yang
mengalami penurunan terbesar adalah gandumpadi 100,69%, diikuti oleh jagung 29,34%,
ternak 24,06%, dan gula 20,06%.
Amerika Serikat juga termasuk negara maju yang mengalami penurunan output pada
sebagian besar sektor. Dari 17 sektor, 12 diantaranya mengalami penurunan output dengan
penurunan terbesar terjadi pada sektor padi 17,35%, Kedele 5,96%, gula 3,07% dan minyak
nabati 2,05%. Beberapa sektor lainnya walaupun outputnya menurun namun masih berada
dibawah 2%. Dari 17 sektor tersebut, terdapat juga sektor yang mengalami peningkatan output
yaitu jagung 2,01%, ternak 1,96% serta perikanan 0,01%.
Australia dan New Zealand adalah negara yang paling banyak mengalami peningkatan
output setelah penghapusan hambatan perdagangan. Dari 17 sektor agregasi, hanya ada 3
sektor yang outputnya menurun dan itupun bukan produk pertanian. Ketiga sektor yang
outputnya menurun tersebut adalah manufaktur, kehutanan, dan sektor primer lainnya,
sementara sektor yang outputnya meningkat paling besar adalah susu 39,14%, gula 13,17%,
jagung 8,74% serta padi 8,54%.
Penurunan output juga terjadi pada negara berkembang. Cina memperlihatkan
penurunan output di 14 sektor dan hanya 3 sektor yang menunjukkan peningkatan output yakni
8
padi dan perikanan masing-masing 7,15% dan 1,68%. Penurunan output terbesar terjadi pada
sektor kedele 29,62% dan sektor pertanian lainnya 13,01%.
Di kawasan Asean, hampir semua negara mengalami penurunan output komoditi
pertanian. Indonesia mengalami penurunan output pada sektor padi 3,17% dan gula 2,78%,
sektor pertanian lainnya 2,50%, kehutanan 2,25% serta sektor primer lainnya sementara sektor
lainnya 2,37%. Namun demikian, penurunan disektor tersebut diatas dimbangi pula oleh
kenaikan output di sektor gandum, kedelai, dan minyak nabati. Secara persentase kenaikan
output terbesar terjadi pada sektor kedelai 16,94%. Peningkatan ini cukup menguntungkan
mengingat kedelai adalah bahan utama industri produk makanan dan seringkali langka di pasar
karena permintaan yang cenderung meningkat. Sektor kedua yang juga cukup signifinan
meningkat outputnya adalah gandum 12,03%, diikuti oleh minyak nabati 11,74%. Peningkatan
ini cukup baik mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang mengkonsumsi gandum
dalam jumlah yang cukup besar untuk kebutuhan industri makanan. Indonesia juga merupakan
produsen minyak nabati terbesar di dunia yaitu produk-produk yang berasal dari minyak sawit.
Negara Asean yang menunjukkan kenaikan output pada sebagian besar sektornya
adalah Malaysia. Dari 17 sektor agregasi, 11 sektor outputnya meningkat dan hanya 6 sektor
yang menurun. Sektor yang outputnya meningkat paling besar adalah Gandum 194,93%.
Sektor kedua yang meningkat sangat signifikan adalah minyak nabati 84,3%. Sebaliknya,
penurunan output di Malaysia tersebar di banyak sektor yang antara lain adalah hortikultura
5,88%, sektor primer lainnya 8,18% dan makanan 7,73% serta selebihnya adalah sektor
pertanian lainnya .
Thailand adalah negara yang cukup banyak mengalami penurunan output sebagai
dampak dari penghapusan hambatan perdagangan yakni sebanyak 9 sektor. Namun demikian,
sektor padi yang selama ini juga merupakan sektor yang selalu memberikan kontribusi dari
ekspor mengalami peningkatan 16,63%. Sektor lain yang menunjukkan peningkatan adalah
sektor susu dan ternak masing-masing sebesar 7,44% dan 0,93%. Dari 9 sektor yang outputnya
menurun, sektor gandum dan kapas adalah sektor pertanian yang paling besar persentase
penurunannya di Thailand yakni masing-masing 16,11% dan 13,89%.
Vietnam adalah negara yang mengalami perubahan nilai output yang cukup beragam
sebagai dampak dari penghapusan hambatan perdagangan. Negara ini mengalami penurunan
output terbesar pada sektor minyak nabati 32,81%. Penurunan output pada sektor pertanian
lainnya terjadi pada, susu 13,48%, kedelai 10,59%, dan selebihnya adalah sektor pertanian
lainnya.
Tidak jauh berbeda dengan negara/wilayah lain, Output G33 juga menurun pada
sebagian sektor ekonominya. Dari 17 agregasi sektor, 9 sektor yang outputnya menurun dan
hanya 8 sektor yang meningkat. Namun demikian bila dilihat dari persentase, angka
peningkatan output jauh lebih kecil dibanding angka penurunan output. Seperti terlihat pada
tabel 5.2, penurunan output terbesar terjadi pada sektor padi 54,95%. Output sektor lainnya
yang juga menunjukkan penurunan adalah kedelai 52,44%, minyak nabati 25,50% dan sektor
primer lainnya 22,48%.
5.4. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap Ekspor
Hasil simulasi (Tabel 5) menjawab pertanyaan tentang dampak penghapusan hambatan
perdagangan terhadap keragaan ekspor negara/wilayah. Hampir semua sektor yang mengalami
penghapusan hambatan perdagangan berupa subsidi ekspor berdampak pada menurunnya
ekspor negara yang bersangkutan. Walau ada sektor yang meningkat meski subsidi ekspornya
dihapus, namun subsidi ekspor tersebut nilainya relatif kecil dan bahkan jauh relatif lebih kecil
dibandingkan dengan subsidi ekspor yang diberikan oleh negara-negara lainnya. Sebagai
contoh ekspor gula oleh G33 tetap saja mengalami peningkatan meski subsidi ekspor ini
dihapus oleh negara/wilayah tersebut.
9
Tabel 5. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan terhadap Ekspor (%)
Sektor/Negara
Padi
Gandum
Jagung
Horti
Kedelai
ANZ
Chn
Jpn
Idn
Mys
Phl
Tha
Vnm
Xse
USA
EU
G33
66,38
1458,1
32,31
-246,19
78,33
-208,11
91,95
71,19
6,72
-18,9
-91,2
241,81
-15,69
2,59
-285,52
-7,2
508,3
89,17
-24,89
28,94
66,02
-1,73
20,77
27,96
42,74
98,68
62,17
1,82
28,72
3,29
-3,65
-5,08
-10,17
13,92
-8,97
7,78
2,72
78,12
73,31
34,88
8,46
4,44
7,65
22,13
29,4
-7,59
-8,49
12,05
8,35
582,96
-34,13
46,84
24,27
39,86
30,88
70,47
16,98
6
-41,91
209,54
Gula
111,4
56,02
996,23
40,11
-22,65
211,37
131,84
761,98
38,93
-0,24
-83,51
97,85
Kapas
-0,19
8,4
99,34
16,64
1,25
22,05
27,54
30,01
1,52
-0,23
-48,64
25,57
Ternak
5,68
-12,89
77,98
166,26
65,72
47,61
27,23
-5,17
12,79
65,17
-22,49
230,13
156,3
51,68
249,59
86,61
67,6
100,47
188,41
441,48
1574,37
105,26
-27,86
189,15
Susu
OthAgr
-36,86
9,68
123,19
-5,43
2,79
60,77
-6,78
-6,35
-6,07
34,75
11,82
69,8
Kehutanan
-3,2
6,95
15,98
19,69
2,31
8,73
7,83
23,23
4,87
0,77
1,92
1,29
Perikanan
2,13
7,15
17,59
7,34
-0,77
1,2
14,05
11,42
9,82
3,47
-0,67
6,77
MykNab
35,25
29,09
9,57
93,1
107,91
15,2
38,27
147
19,14
-37,95
-18
625,75
Food
10,73
12,73
29,36
2,41
28,54
17,67
16,05
-0,85
40,22
17,46
5,59
34,31
OthPrim
2,08
3,18
22,89
2,01
11,91
15,16
10,33
1,84
-0,35
-2,49
1,03
35,83
Mnfcs
-11,74
-2,35
2,02
-3,37
-4,02
1,81
-3,98
0,36
-2,35
-0,68
1,1
1,54
Svces
-6,97
-0,68
2,36
-1,39
-2,18
1,41
-2,41
1,28
-0,53
0,08
1,41
0,67
Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab tidak terpengaruhnya ekspor G33
antara lain adalah: Pertama, nilai subsidi ekspor yang sebelumnya pernah diberikan oleh
negara tersebut relatif lebih kecil dibanding subsidi ekspor yang diberikan oleh negara lain
terhadap produk yang sama (Tabel 6), sehingga penghapusan subsidi ekspor oleh G33 tidak
terlalu berdampak terhadap penurunan daya saing sektor bersangkutan di pasar internasional.
Kedua, G33 adalah wilayah yang terdiri dari banyak negara. Oleh karena itu, penurunan
ekspor diantara salah satu anggota G33 ditutupi oleh peningkatan ekspor yang lebih besar dari
negara G33 yang lain.
Tabel 6. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan terhadap Ekspor Negara G33 (%)
Sektor/Negara
ASEAN
Ugan
India
Madag
Korea
1 Padi
0
0
0
0
0
0
0
0
562,35
0
0
2 Gandum
0
0
0
0
0
0
0
0
112,2
0
0
112,2
3 Jagung
0
0
0
0
0
0
0
0
434,1
0
0,02
434,11
4,32
0
0
0
0
0
0
96,11
30
0
2,38
132,81
4 Horti
5 Kedelai
turki
peru
Lka
EU
G33
ROW
Total
562,35
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18,68
0
0
0
0
0
0
0
777,45
0
0,4
796,54
7 Kapas
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3,23
3,23
8 Ternak
0
0
0
0
0
0
0
0
947,68
0
1,23
948,91
9 Unggas
3,85
0
0
0
0
0
0
3,36
48,18
0
0,42
55,82
431,11
6 Gula
10 Susu
-3
1,41
0
0
6,6
0
0
0
394,56
0
31,55
11 OthAgric
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,23
0,23
12 MykNab
27,52
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
27,52
13 Food
18,62
0
0
0
0
0
0
0
29,22
0
0,9
48,74
14 OthPrim
-9,61
-28,37
-0,1
2,52
65,23
0
0
0
0
-7,74
-3,83
18,11
15 Mnfcs
-20,45
-23,34
-2,57
0,33
-39,05
-3,98
-2,45
-1,3
0
-4,76
-2,9
-100,47
16 Svces
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
39,93
-50,3
-2,67
2,85
32,78
-3,98
-2,45
98,16
3335,75
-12,5
33,62
3471,2
Total
Berikut ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai dampak penghapusan
perdagangan terhadap keragaan ekspor di setiap negara/wilayah. Tabel 5 memperlihatkan
bahwa semua sektor (kecuali gandum) yang sebelumnya diberikan subsidi ekspor oleh Uni
10
Eropa menunjukkan penurunan ekspor. Sektor-sektor yang mengalami penurunan ekspor di
negara/wilayah tersebut masing masing padi 91,2%, jagung 8,97%, horti 8,49%, kedelai
41,91%, gula 83,51%, kapas 48,64%, ternak 22,49%, dan susu 27,86%. Namun demikian
kondisi ini tidak terjadi pada Amerika Serikat. Meskipun negara ini sebelumnya mengenakan
subsidi ekspor terhadap produk susunya, penghapusan subsdidi ekspor dan hambatan
perdagangan lainnya ternyata justru meningkatkan ekspor susunya ke negara lain. Hasil
simulasi ini sekaligus mempertegas dugaan bahwa subsidi ekspor yang sebelumnya diberikan
oleh suatu negara/wilayah namun bila relatif lebih kecil dibandingkan yang diberikan oleh
negara/wilayah lain ternyata tidak selalu berdampak negatif terhadap sektor ekspor yang
sebelumnya bersubisidi tersebut. Berdasarkan data, subsidi ekspor yang diberikan oleh
Amerika Serikat terhadap sektor susu mereka memang relatif lebih kecil dibandingkan dengan
subsidi ekspor yang diberikan oleh Uni Eropa terhadap sektor yang sama. Atas dasar ini maka
sektor susu Amerika Serikat tetap meningkat walaupun subsidi ekspornya dihapus.
5.5. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap Impor
Hasil simulasi (Tabel 7) menjawab pertanyaan tentang dampak penghapusan hambatan
perdagangan berupa penghapusan tarif impor oleh semua negara/wilayah terhadap impor
masing-masing negara/wilayah. Sebagaimana ditampilkan pada Tabel 6 bahwa hampir semua
sektor yang mengalami penghapusan hambatan perdagangan berupa penghapusan tarif impor
(sebagai proksi dari pembukaan akses pasar) mengalami peningkatan volume impor. Hasil
simulasi ini membuktikan teori perdagangan yang menyatakan bahwa penghapusan tarif akan
berdampak terhadap peningkatan impor oleh negara yang melakukan penghapusan tarif
tersebut.
Tabel 7. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan terhadap Impor (%)
viwcif
ANZ
Chn
Jpn
Idn
Phl
Tha
Vnm
Xse
USA
G33
ROW
Padi
14,27
-14,53
1391,21
94,95
Mys
4,55
181,47
147,36
60,77
12,03
122,43
EU
41,01
2884,55
35,35
Gandum
13,48
6,7
6,99
2,41
23,31
3,51
4,55
-5,75
6,77
10,31
-0,72
40,24
28,49
Jagung
15,84
37,86
-2,95
2
13,08
26,91
69,35
4,84
8,4
9,36
0,22
84,31
16,6
Horti
10,66
50,23
-13,83
9,64
9,42
11,07
94,09
40,95
10,06
5,61
4,51
74,99
15,26
Kedelai
17,53
60,7
8,84
9,86
40,02
8,74
18,38
22,84
9,99
73,86
22,13
742,31
3,67
Gula
28,67
24,79
218,69
46,64
11,99
118,41
107,9
79,44
10,44
74,89
177,07
18,68
68,34
Kapas
9,2
-1,24
0,89
0,51
18,75
1,34
1,33
3,65
5,57
7,8
3,7
2,78
1,73
Ternak
7,28
36,03
62,96
17,86
19,09
44,59
16,71
18,41
4,25
5,12
15,81
30,4
39,47
Susu
16,4
52,93
171,53
6,22
15,78
7,85
21,87
10
57,54
35,71
13,22
45,81
43,13
OthAgr
12,87
24,5
-25,95
15,42
4,67
18,62
91,54
9,31
1,22
8,32
1,07
69,79
31,14
Kehutanan
2,36
0,82
0,65
-0,4
-3,19
2,09
-0,31
2,55
1,04
-0,13
-0,42
12,75
5,46
Perikanan
5,02
21,49
5,05
4,81
22,1
5,26
64,42
-0,94
5,44
0,98
-0,07
25,41
3,59
MykNab
9,65
6,11
19,58
19,02
71,29
20,96
61,36
26,02
11,56
30,29
27,23
87,6
38,26
13
38,56
10,05
16,46
17,88
7,17
44,92
51,43
13,65
5,21
1,85
19,34
22,78
Food
OthPrim
11,81
-0,87
0,84
0,23
14,33
4,29
-3,17
32,06
-1,88
-0,38
0,66
15,31
6,3
Mnfcs
3,61
0,54
-0,8
-0,35
-0,86
0,93
-0,73
0
-0,72
0,15
-0,2
0,97
0,05
Svces
5,61
0,78
-0,58
0,67
1,42
-0,1
1,64
-0,7
0,8
0,17
-0,5
1,88
0,2
Walaupun ada beberapa sektor di beberapa negara yang mengalami penurunan impor,
namun penurunan tersebut diduga disebabkan oleh output dalam negerinya meningkat. Contoh
sektor yang mengalami penurunan impor adalah padi di Cina. Penurunan impor yang terjadi
pada sektor padi di Cina ini karena konsumsi domestik dapat dipenuhi oleh output yang
11
dihasilkan oleh Cina sendiri. Seperti terlihat pada Tabel 4, produksi padi di Cina meningkat
sebesar 7,15% sebagai dampak penghapusan perdagangan. Cina bahkan mengekspor sebagian
dari padi yang di produksi domestik ke luar negeri yang terlihat dengan peningkatan ekspor
padi Cina, demikian juga yang terjadi untuk sektor kapas (Tabel 5).
Kasus yang sama juga terjadi untuk sektor gandum yang tidak mengalami peningkatan
impor di Vietnam meskipun tarif impor adalah nol. Penurunan impor juga dikarenakan output
dalam negerinya yang meningkat sehingga sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri.
Kasus yang berbeda terjadi untuk negara/wilayah Eropa. Seperti ditunjukkan pada
Tabel 5 yang impor sektor gandumnya menurun walaupun produksi dalam negeri atau
outputnya menurun. Penurunan impor ini dikarenakan Eropa menurunkan ekspor gandumnya
untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri/domestik.
Berikut ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai dampak penghapusan
perdagangan terhadap keragaan impor di setiap negara/wilayah. Tabel 7 memperlihatkan
bahwa semua sektor (kecuali gandum) yang sebelumnya dikenakan tarif impor mengalami
peningkatan impor setelah tarif impornya dihapus.
Australia dan New Zealand mengalami peningkatan impor pada seluruh sektor.
Peningkatan terbesar terjadi pada sektor gula 28,67%, dikuti oleh kedele, jagung, dan gandum
masing-masing 17,53%, 15,84%, dan 13,48%. Sekilas nampak bahwa penghapusan hambatan
perdagangan telah menyebabkan pasar domestik negara ini mengalami serbuan impor.
Serbuan impor ini setidak-tidaknya bisa terjadi dikarenakan dua faktor. Pertama,
produk sejenis yang diproduksi dalam negeri kalah bersaing dengan produk yang masuk dari
luar negeri. Kedua, produk yang diimpor tersebut berbeda baik dari segi kualitas, jenis,
maupun rasa, sehingga produk tersebut diimpor dari luar negeri. Dengan demikian suatu
negara bisa saja menjadi pengimpor sekaligus pengekspor produk yang sama namun dengan
motif, bentuk, jenis dan rasa yang berbeda.
Berpijak dari argumen tersebut diatas, maka dapat dimaknai bahwa peningkatan impor
untuk kasus-kasus tertentu tidak sepenuhnya disebabkan oleh penurunan daya saing produk
dalam negeri. Peningkatan impor bisa juga disebabkan oleh karena permintaan dalam negeri
yang beraneka ragam dan kebutuhan tersebut bisa didatangkan dari luar negeri.
5.6. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap PDB
Dampak penghapusan hambatan perdagangan terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa dari 13 negara/wilayah, hanya Australia & Selandia
Baru dan Indonesia yang PDB Riil-nya menurun namun dengan angka yang relatif tidak
signifikan (dibawah 0,05 persen).
Tabel 8. Dampak Penghapusan Hambatan Perdagangan Terhadap PDB
Negara
PDB Riil(%)
ANZ
Chn
Jpn
Idn
Mys
Phl
Tha
Vnm
Xse
USA
-0,03
0,02
0,6
-0,03
0,35
0,33
0,16
0,46
0,12
0
12
EU
G33
ROW
0,12
1,76
0,06
VI. KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan
1. Tingkat ketergantungan negara-negara terhadap tiga negara maju terutama
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang masih tinggi yang ditandai oleh sebagian
besar negara melakukan aktifitas perdagangan dengan negara/wilayah ini dan
relatif kecilnya aktivitas perdagangan dalam wilayah regional masing-masing.
2. Liberalisasi perdagangan dengan cara menghapus semua hambatan perdagangan
berdampak kinerja beberapa indikator ekonomi negara anggota.
3. Indonesia adalah satu diantara dua negara yang mengalami penurunan PDB
sebagai akibat dari penghapusan semua hambatan perdagangan.
6.2. Saran
1. Diperlukan upaya dan terobosan dari negara berkembang untuk meningkatkan daya
saingnya sehingga komoditi negara berkembang juga mampu bersaing dengan
negara maju. Kebijakan tersebut bisa dilakukan antara lain dengan menuntut akses
pasar yang lebih besar bagi komoditi mereka untuk memasuki pasar negara maju.
2. Mengingat penghapusan hambatan perdagangan dapat berdampak positif kepada
hampir semua negara, maka diperlukan upaya untuk mendesak negara maju agar
dapat mempercepat proses penghapusan semua dukungan baik itu dukungan
domestik maupun subsidi ekspor, sehinga perdagangan internasional bisa berjalan
secara fair.
3. Indonesia perlu berkosentrasi pada produk-produk yang memiliki daya saing dan
berdampak positif ketika semua hambatan perdagangan dihapuskan.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, D.B. 2004. The Implication of the ASEAN Free Trade Area (AFTA) on
Agricultural Trade: A Recursive Dynamic General Equilibrium Analysis.
PhD Dissertation. Institut fur Agroeconomic Georg-August-Universitat
Gottingen, Gottingen.
Heller, P.S. and M. Porter. 1978. Exports and Growth: An Empirical Reinvestigation.
Journal of Development Economics, 5 (7): 191-193.
Hertel, T.W. and M.E. Tsigas, 1997. Structure of GTAP. In Global Trade Analysis:
Modeling and Applications. (Hertel, T.W Edited). Cambridge University
Press, Cambridge.
Krugman, P. R. and M. Obstfeld. 2000. International Economics: Theory and Policy.
Fifth Edition. Addison-Wesley Publishing Company, Boston.
López, C. and P. Penélope. 2005. The Impact of Trade Liberalisation on Exports,
Imports, the Balance of Payments and Growth: the Case of Mexico.
Department of Economics, University of Kent, Canterbury.
McKibbin, W.J. and W.T. Woo. 2003. The Consequences of China’s WTO Accession
on its Neighbors, Working Paper No. 2003/17. Division of Economics.
13
Research School of Pacific and Asian Studies. The Australian National
University, Canbera.
Oktaviani, R. 2000. The Impact of Trade Liberalization on Indonesian Economy and
Its Agricultural Sector. PhD Thesis. Department of Agricultural
Economics, University of Sydney, Sydney.
__________, dan E. PuspitaT, Model GTAP dan Aplikasinya, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Paulino A.S. and A.P. Thirlwall. 2004. The Impact of Trade Liberalisation On Exports,
Imports and The Balance of Payments of Developing Countries. The
Economic Journal, 114 (02): F50–F72.
Salvatore, D. 1996. International Economics. Fifth Edition, Prentice Hall, New Jersey.
Sarkar, P. 2005. Is There Any Impact of Trade Liberalisation on Growth? Experiences
of India and Korea. Economics Department. Jadavpur University,
Kolkata.
Soedarsono. 1985. Pengantar Ekonomi Mikro. Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi (LP3ES), Jakarta.
Walsh, K., M. Brockmeier and A. Matthews. 2005. Implications of Domestic Support
Disciplines for Further Agricultural Trade Liberalization. IIIS Discussion
Paper 99 (10) : 102-138.
World Bank. 2006. World Development Indicator Base, Washington, D.C.
Download