BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerang-kerangan yang termasuk dalam Kelas Bivalvia merupakan
organisme yang menetap di dasar laut dengan cara membenamkan diri di dalam
pasir atau lumpur bahkan menempel pada batu karang. Pada beberapa anggota
Kelas Bivalvia seperti Mytillus edulis dapat hidup di daerah intertidal karena
mampu menutup cangkangnya dengan rapat untuk mencegah kekurangan air.
Nybakken (1992) menyebutkan bahwa berdasarkan makanan dan kebiasaan
makannya, anggota Kelas Bivalvia dapat digolongkan menjadi dua golongan
yaitu pemakan suspensi (filter feeder) dan pemakan endapan (detritus feeder).
Anggota Kelas Bivalvia umumnya memperoleh makanan dengan cara
menyaring partikel-partikel yang ada dalam air laut (Nontji, 1987). Pada
golongan pemakan endapan, hidup dengan cara membenamkan diri dalam
lumpur atau pasir yang mengandung sisa-sisa zat organik dan fitoplankton yang
hidup di dasar. Makanan tersebut dihisap dari dasar perairan melalui sifon,
semakin dalam anggota Kelas Bivalvia membenamkan diri maka sifonnya
semakin panjang. (Nontji, 1987). Salah satu kerang yang bersifat pemakan
suspensi (filter feeder) adalah kerang kapah (Meretrix meretrix).
Meretrix meretrix merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan
bernilai ekonomis serta merupakan makanan produk hasil laut yang cukup
banyak dikonsumsi di Indonesia. Berdasarkan data statistik Kementrian
Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2012 bahwa produksi remis (Meretrix
spp.) di Indonesia tahun 2001-2011, mengalami peningkatan rata-rata sebesar
22,10%. Namun, secara spesifik produksi perikanan tangkap Meretrix spp. tahun
2010 dan 2011 mengalami penurunan yaitu dari 12.118 ton/tahun menjadi
10.580 ton/tahun turun 12,69 %. Cangkanga dari M. meretrix juga dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuat suvenir atau cinderamata.
Meretrix meretrix merupakan salah satu makanan laut yang memiliki
nilai protein hewani yang tinggi. Kandungan protein yang tinggi kemungkinan
banyak bakteri yang dapat hidup dan bersimbiosis pada M. meretrix khususnya
bakteri patogen, seperti pada penelitian Amizar (2011), mengatakan bahwa nilai
protein yang terdapat pada hewan laut berkisar antara 85-95%.
Peran mikrobia didalam kehidupan beranekaragam (Nisbet & Fox, 1991)
seperti bakteri dan arkhaea (4.760 spesies), (algae 40.000 spesies), (fungi 72.000
spesies) dan (virus 5.000 spesies) yang berperan sangat besar dalam menjaga
berlangsungnya aliran energi dan siklus materi yang mencakup siklus karbon,
nitrogen, sulfur, logam berat dalam ekosistem (Colwell, 1996). Kajian potensi
mikrobia mencakup berbagai bidang yang berhubungan dengan kesejahteraan
manusia dapat dikelompokkan kedalam bidang kesehatan, pertanian,
lingkungan, industri pangan dan bioteknologi. Bakteri juga berpotensi sebagai
penyebab penyakit bagi kehidupan di alam, bakteri yang dapat menimbulkan
penyakit bagi kehidupan disebut bakteri patogen.
Bakteri patogen adalah bakteri yang mempunyai kemampuan genetik
yang menyebabkan suatu penyakit, menghasilkan bahan metabolik atau
menyebabkan perubahan jaringan yang membahayakan hospesnya. Mikrobia
ii
patogen yang menyebabkan penyakit memiliki ciri atau sifat tertentu yang tidak
dimiliki mikrobia saprofit (Suharni et al., 2008). Bakteri patogen yang berperan
pada biota laut khususnya pada kerang-kerangan yang dapat menimbulkan
penyakit bagi manusia salah satunya adalah bakteri Vibrio spp.
Bakteri Vibrio merupakan bakteri akuatik yang dapat ditemukan di
sungai, muara sungai, kolam, dan laut yang bersifat patogen oportunis
(Widowati. 2008). Bakteri Vibrio spp. merupakan agen penyebab penyakit
vibriosis yang menyerang hewan laut seperti ikan, udang dan kerang-kerangan.
Bakteri Vibrio termasuk jenis opportunistic patogen yang berada di lingkungan
perairan dengan sifat saprofitik, jika kondisi perairan mendukung maka sifat
yang saprofitik dapat menjadi patogenik (Elmanama AA. 2007).
Menurut Mailoa dan Setha (2011), anggota bakteri Vibrio yang dapat
menyebabkan penyakit bagi manusia adalah bakteri V. cholerae dan V.
parahemolyticus. Vibrio cholerae dapat menyebabkan penyakit kolera dan pada
infeksi yang parah penderita dapat mengalami diare 20-30 kali sehari dan
kehilangan cairan ±18 liter. Vibrio parahaemolyticus dapat menyebabkan
penyakit gastroenteristis akut pada manusia dengan jalan kontaminasi pada
makanan terutama makanan laut atau produk hasil laut yang tidak diolah dengan
sempurna. Oleh karena itu perlu adanya penelitian dan pengkajian tentang
keanekaragaman bakteri Vibrio spp. serta hubungan fenetik diantara bakteri
Vibrio spp. pada M. meretrix.
iii
B. Permasalahan
Adapun beberapa permasalahan yang mendasari dari penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana keanekaragaman bakteri Vibrio spp. pada M. meretrix di Sungai
Eduwisata Mangrove Cengkrong Kabupaten Trenggalek?
2. Bagaimana hubungan fenetik intraspesies bakteri Vibrio spp. pada M.
meretrix di Sungai Eduwisata Mangrove Cengkrong Kabupaten Trenggalek?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini
yaitu:
A. Untuk mengetahui keanekaragaman bakteri Vibrio spp. pada M. meretrix di
Sungai Eduwisata Mangrove Cengkrong Kabupaten Trenggalek.
B. Mengetahui hubungan fenetik intraspesies Vibrio spp. pada M. meretrix di
kawasan Sungai Eduwisata Mangrove Cengkrong Kabupaten Trenggalek.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
serta referensi untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang keanekaragaman
bakteri Vibrio spp. pada M. meretrix di Sungai Eduwisata Mangrove Cengkrong
Kabupaten Trenggalek serta sebagai bahan informasi untuk penelitian lanjutan.
iv
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup
penelitian
ini
mencakup
kajian
mengenai
keanekaragaman dan hubungan kemiripan bakteri Vibrio spp. pada M. meretrix
di Sungai Eduwisata Mangrove Cengkrong Kabupaten Trenggalek.
v
Download