TEORI HUKUM

advertisement
PENINGKATAN KEWENANGAN CAMAT MELALUI PEMBERIAN OTONOMI KHUSUS
BIDANG PEMERINTAHAN
(TUGAS TEORI HUKUM )
P E N D A H U LU A N
A. Latar Belakang
Timbulnya permasalahan – permasalahan yang terjadi pada akhir-akhir ini
begitu banyak dan dalam ekstalasi yang sangat tinggi, kesemuanya ini
sebagaimana yang kita dengar dan baca dibanyak media baik media TV, Majalah,
Koran, Radio dan media lainnya, faktor pemicu dari permasalahan ini kebanyakan
terjadi disebabkan oleh masalah kebijakan, politik, korupsi dan sengketa lahan
rakyat yang berakibat kepada
kerugian yang besar terhadap harta kekayaan
milik Negara maupun milik rakyat dan bahkan korban jiwapun telah banyak yang
melayang.
Belajar dari kejadian tersebut diatas, tentu keinginan kita untuk segera
memperbaiki kesalahan-kesalahan dimaksud agar tidak terulang kembali melalui
beberapa kajian dan penelitian terhadap aspek – aspek penyebab dari timbulnya
permasalah bangsa dewasa ini.
Bila kita perhatikan falsafah bangsa kita Indonesia yaitu Pancasila yang
menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam sistem penyelenggaraan negara
kita tentu seluruh kebijakan yang dikeluarkan sebagai landasan operasinal
penyelenggaraan Negara harus dijiwai oleh ke 5 (lima) Sila dari Pancasila yaitu ;
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemunusiaan Yang Adil dan Beradap
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluh Bangsa Indonesia
Bila Kita melihat landasan Konstitusi Bangsa Indonesia yaitu UndangUndang Dasar 1945 pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyatakan :
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia,
2. Memajukan kesejahtraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social.
Fakta yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia saat ini telah banyak yang keluar dari jiwa Pancasila dan UUD 1945
sebagaimana permasalahan-permasalahan yang timbul ditengah masyarakat kita
yang penuh dengan kekerasan dan penindasan baik yang diakibatkan oleh
persoalan Kebijakan, politik, korupsi sehingga berdampak kepada perpecahan
antar suku, agama dan perpecahan sosial lainnya.
Menurut Kwik Kian Gie ; Dalam buku Negara Paripurna ( Historisitas, Rasionalitas
dan Aktualitas Pancasila ; oleh Yudi Latif menyatakan : Apakah idiealisme yang
terkait dengan hasrat reformasi harus selalu menghadapi kenyataan yang serba
ironis ? Ketika hasrat reformasi dalam berbagai aspek kehidupan bangsa sedang
menaik, mengapakah ketika itu pula kegalauan dalam pemikiran kenegaraan dan
pola perilaku sosial tidak terhindarkan ? Keemuanya terjadi seakan – akan
eksistensi Negara – bangsa ini tanpa dilandasi perenungan idiologis yang mulia
dan jelas ? .
Menurut Prof. Dr. Taufik Abdullah (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
menyatakan: Sejak reformasi, banyak orang terutama generasi muda yang salah
sangka mengenai relevansi Pancasila di masa kini dan apalagi mendatang.
Aggapan demikian jelas keliru. Yang banyak dikeluhkan orang dari masa lalu
adalah tindakan penyalahgunaan Pancasila itu untuk kepentingan kekuasaan,
bukan eksistensi Pancasila itu sendiri, sebagai warisan falsafah hidup dan cermin
impian bersama seluruh anak bangsa tetang hidup bernegara dan berbangsa
yang kita idealkan bersama.
Terjadinya seluruh permasalahan yang terjadi dewasa ini tentu tidak
terlepas dari urusan pemerintahan yang dianggap lemah dalam menyelesaikan
persoalan-persolan tersebut, sebelum dibahas lebih lanjut perlu difahami tentang
pemerintahan. Menurut Hukum Administrasi Negara dalam buku Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia ( Philipus M.Hadjon at al ) Penerbit Gadjah Mada
University Press. Hal. 7 meyatakan; Bila dikaitkan dengan Trias Politika harus
dipisahkan
antara
suatu
“
pembentukan
keputusan
politik
“
dengan
Pemerintahan “ , Politik itu menjalankan pemerintahan dan menetapkan undang-
undang atau mengeluarkan perintah-perinah, mengatur arah sedangkan “
Pemerintahan “
megurus pelaksanaan , mengurus dari perintah/tugas-tugas,
dengan kata lain pemerintahan itu “ mengabdi “ pada kekuasaan politik. Unsur
pengabdian dari pemerintah itu dapat ditelusuri dari kata latin “ Administrare “
yang berarti mengatur urusan sebagai suatu penugasan dari orang lain.Maka
timbul istilah seperti administrasi untuk organisasi pemerintahan dan hukum
administrasi untuk hukum pemerintahan. Tentu saja mayarakat yang modern
membutuhkan suatu pemerintahan yang kuat pada dirinya,juga mengatur garisgaris kebijaksanaan. Namun pada prinsipnya tetap bernaung di bawah
kekuasaan politik. Secara keseluruhan fungsi pemerintahan terdiri dari berbagai
macam tindakan-tindakan pemerintahan ; keputusan-keputusan, ketetapanketetapan, yang bersifat umum ,tindakan-tindakan hukum perdata dan tindakantindakan nyata.
Terkait dengan pengertian tersebut diatas, apakah Undang-undang
Otonomi Daerah telah dapat dikatakan telah dapat menjawab keseluruhan dari
kehendak politik dari bangsa ini , bagaimana pembagian kekuasaan yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Bagian 2.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Bagian 3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
Bagian 5.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian 6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan
masyarakat
setempat
menurut
prakarsa
sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Bagian 7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Bagian 8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Bagian 9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu.
Bagian 10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah
provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
Bagian 11.Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau
peraturan Bupati/Walikota.
Bagian 12.Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 126
(1)Kecamatan
dibentuk
di
wilayah
kabupaten/kota
dengan
Perda
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2)Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian
wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan
otonomi daerah.
(3)Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang
- undangan ;
d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum;
e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan ;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan
desa atau kelurahan.
(4)Camat
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
diangkat
oleh
Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari
pegawai
negeri
sipil
yang
menguasai
pengetahuan
teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5)Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah
kabupaten/kota.
(6)Perangkat
kecamatan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(5)
bertanggung jawab kepada camat.
(7)Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat
(3),ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati
atau walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Seiring dengan perubahan dalam Sistem Pemerintahan Daerah yang
terjadi pada tingkat Provinsi maupun pada tingkat Kabupaten/Kota,Pemerintah
Desa
pun
mengalami
perubahan
pula.
Perubahan
Mendasar
terhadap
Pemerintahan Desa semenjak diimplementasikannya Undang-undang nor 22
Tahun 1999, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 dan Undang-undang nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-undang nor 32 Tahun 2004 ,adalah pemaknaan Desa yang
dikembalikan sesuai dengan jiwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945
yang mengakui dan menghormati hak-hak, dan usul-usul daerah yang bersifat
istimewa. Penegasan makna desa tersebut terlihat pada :
Pasal 1 Bagian 9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepada
daerah
dan/atau
desa
dari
pemerintah
provinsi
kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Serta Bagian 12. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas
wilayah
yang
berwenang
untuk
mengatur
dan
mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna meningkatkan peran serta Pemerintah Desa yang dapat dibentuk di
wilayah
Kabupaten
Sesuai
dengan
peraturan
Perundang-undangan
yang
berlaku,maka kepada Desa diberikan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya dalam menjalankan roda pemerintahannya. Undang-undang
nomor 18 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 206 Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan
diserahkan kepada desa.
Pasal 207
Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan,sarana dan prasarana,
serta sumber daya manusia.
Pasal 208
Tugas
dan
kewajiban
kepala
desa
dalam
memimpin
penyelenggaraan
pemerintahan desa diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Dengan demikian agar urusan yag diserahkan kepada desa dapat dilaksanakan
secara efektif an efisien guna menjapai tujuan pemberdayaan pemerintah dan
masyarakat desa,maka perlu dilakukan suatu upaya yang sistematis dalam
menentukan urusan dan kewenangan yang diserahkan. Upaya yang sistematis
dimaksud tentu saja harus berdasarkan prinsip-prinsip pengaturan tentang desa
dan mempertimbangkan factor-faktor lainnya, seperti dukungan supradesa (
Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ), sarana dan
prasarana ,pembiayaan, personil ( kualitas dan kuantitas SDM ), serta aspek
sosial budaya masyarakat desa.
Bila
diperhatikan
Pasal
206
Urusan
pemerintahan
yang
menjadi
kewenangan desa mencakup:
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan
diserahkan kepada desa.
Maka terlihat dalam penyerahan kewenangan dari Kabupaten/Kota langsung
penyerahannya ke desa tanpa melibatkan pemerintah kecamatan disini terlihat
antara pemerintah kecamatan dan pemerintahan desa dalam posisinya terdapat
unsure kesetaraan dalam pengaturan kewenangannya , karena sama-sama
bertanggung jawab kepemerintahannya ke Pemerintahan Kabupaten/Kota. Pasal
206 ini bila dikaji atau disepadankan denga Pasal 126 (1) Kecamatan dibentuk di
wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah
ayat (2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang
bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah pada
ayat (3) butir (g) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang undangan ;
d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan ;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari kedua Pasal ini yaitu Pasal 126 dan Pasal 206 setelah diadakan kajian di
lapangan terdapat banyak keluhan dari para Camat karena perananan
Pemerintah Kecamatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan baik dari
sudut kewilayahan dan kemasyarakatan yang diurus oleh kedua lembaga
pemerintahan ini , dalam batasan wilayah kepengurusan pemerintah desa yang
berada di dalam wilayah Pemerintahan Kecamatan, hal inilah yang menjadi latar
belakang pemikiran penulis untuk ingin mengkaji dan menganalisis lebih jauh lagi
terhadap kedua pasal terebut diatas yang masih kontradiksi dalam pengaturan
sistem pemerintahan di era otonomi daerah dewasa ini . Perumusan Masalah
Berdasrkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam
kajian dan analisis penulis adalah :
a. Penyerahan sebagian Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota yang
diserahkan
kepada
Pemerintahan
Desa
melalui
Peraturan
Daerah
Kabupaten/Kota telah melampaui wilayah Pemerintahan Kecamatan .
Sebagaimana diatur dalam Pasal 206 Undang-Undang nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
b. Penyerahan sebagian Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota yang
diserahkan kepada Pemerintah Kecamatan juga dapat diatur melalui
Peraturan Darah Kabupaten/Kota, sebagaimana Pasal 126 Undang-Undang
nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .
Urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 126 dan Pasal 206
ini tentu akan menimbulkan dualisme kepemimpinan baik ditingkat desa maupun
ditingkat kecamatan , bila ditinjaudari landasan aturan hukum sebagaimana
diatur dalam Khirarhi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
saat ini yaitu Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, tentu akan menimbulkan permasalahan yang
berat terhadap sistem Pemerintahan di Kecamatan, Karena Kepala Desa tidak
akan
patuh
kepada
Pemerintah
Kecamatan,
Desa
akan
patuh
kepada
Pemerintahan Kabupaten/Kota secara langsung karena tanpa bertanggung jawab
kepada Pemerintah Kecamatan , sebagaimana bunyi Pasal 126 dan Pasal 206
tersebut diatas.
C TINJAUAN DARI TEORI HUKUM
Menurut Prof.DR.Soerjono Soekanto,SH,MA ; sebagai Teori hukum tujuan
khususnya adalah untuk mengetahui dan menggmbarkan obyeknya. Teori itu
berusaha menjawab pertanyaan mengenai apa dan bagaimana hokum itu dan
bukan politik hukum .Hal itu disebut teori murni tentang hukum, oleh karena
hanya menggambarkan hukum dan berusaha untuk menghilangkan segala
sesuatu yang bukan merupakan hukum dari obyeknya. Tujuannya untuk
membebaskan ilmu hukum dari unsur-unsur asing .
Terkait dengan hal tersebut diatas, tentu pasal-pasal yang mengatur
kekuasaan Kecamatan dan Desa lebih bayak mengandung faktor politik dan
social semata ,terlihat sampai saat ini kewenangan Kecamatan yang mestinya
diatur berdasarkan Perda untuk dapat mengatur dan membina Kepala Desa
belum diatur ( kosong ) , sehingga Kepala Desa cendrung tunduknya hanya
kepada Bupati sebagai atasan langsung kepala Desa. Hal ini tentu bertentangan
dengan maksud dari teori hokum itu sendiri
Bila dilihat dari perbedaan antara suatu teori hokum statis dengan yang
dinamis ,hal ini dinyakan tergantung pada tekanan yang diberikan ,yakni prilaku
manusia yang diatur oleh kaidah-kaidah atau kaidah –kaidah yang mengatur
manusia artinya ;
1. Pemahaman
tertuju
pada
keidah-kaidah
hukum
yang
dirumuskan
,diterapkan,atau ditaati perilaku manusia, atau
2. Pemahaman tertuju pada perilaku membentuk,menerapkan ,atau mentaati
yang diatur oleh kaidah-kaidah hukum.
Pemakalah
H.ABDUL AZIS.SH.MH
No.Mhs.117010100011001
Download