gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada

advertisement
GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG
PENYAKIT TYPHOID PADA ANAK DI RUANG MELATI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS
PADA TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
pada Program Studi S1 Keperawatan
Oleh :
NIA KURNIASIH
NIM 12SP277032
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT TYPHOID
PADA ANAK DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS
PADA TAHUN 20161
Nia Kurniasih 2, Rosmiati 3, Yanti Srinayanti 4
INTISARI
Demam typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejalagejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A,
B,C. Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran
Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Typhoid Pada Anak di Rumah Sakit
Umum Daerah Ciamis Pada Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan pada
penelirian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey, analisis yang
digunakan yaitu analisis univariat. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak
30 orang tua dengan menggunakan teknik accidental sampling. Alat
pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari 25 soal.
Hasil penelitian dari penelitian ini adalah gambaran pengetahuan orang tua
tentang penyakit typhoid pada anak sebagian besar berkategori baik yaitu
sebanyak 6 responden (20%), berkategori cukup yaitu sebanyak 10 responden
(33,3%), berkategori kurang yaitu sebanyak 14 responden (46,7%). Kesimpulan
gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak di ruang
melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis pada tahun 2016 sebagian besar
pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid dari pengertian frekuensi
tertinggi termasuk ke dalam kategori baik, yaitu 18 orang (60%). Kategori dari
Penyebab frekuensi tertinggi sebanyak 20 responden (66,7). Kategori dari
patofisiologi frekuensi tertinggi sebanyak 19 responden (63,3). Kategori dari
tanda dan gejala frekuensi tertinggi sebanyak 14 responden (46,7). Kategori dari
komplikasi frekuensi tertinggi sebanyak 26 responden (86,7). Kategori dari
penatalaksanaan frekuensi tertinggi sebanyak 15 responden (50.0%). Kategori
dari pencegahan frekuensi tertinggi sebanyak 12 responden (40.0%).
Kata Kunci
Kepustakaan
Keterangan
: pengetahuan, anak , typhoid
: 23 sumber (2008-2014)
: 1. Judul, 2. Nama mahasiswa, 3. Pembimbing I, 4.
Pembimbing II
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data WHO (Word Health Organisation) memperkirakan
angka insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan
600,000 orang meninggal karena demam typhoid dan 70% kematiannya
terjadi di Asia (Depkes RI, 2013).
Di indonesia sendiri, penyakit ini bersifat endemik. Menurut WHO
2013, penderita dengan demam typhoid di indonesia tercatat 81,7 per
100,000 (Depkes RI, 2013). Demam typhoid ditemukan di masyarakat
Indonesia, yang masih tinggal di kota maupun desa. Penyakit ini sangat
erat kaitannya dengan kualitas perilaku hidup bersih dan sehat, sanitasi
dan lingkungan yang kurang baik. Selain masalah diatas ada beberapa
masalah lain yang akan turut menambah besaran masalah penyakit
demam typhoid di Indonesia di antaranya adalah angka kemiskinan di
kota dan desa Indonesia yang mencapai 11,66% yaitu sekitar 28.594.060
orang (susenas, 2012).
Typhoid dideteksi di Provinsi Jawa Barat dengan prevalensi 1,61%
dan terbesar di seluruh Kabupaten atau Kota dengan prevalensi yang
berbeda-beda di setiap tempat. Prevalensi typhoid di Kabupaten Ciamis
sebesar 0,8% (kemenkes,2013).
Demam typhoid masih merupakan penyakit endemik di indonesia.
Penyakit ini termasuk penyakit-penyakit menular yang tercantum dalam
undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit
1
2
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. (widodo,
2009)
Di daerah endemik demam typhoid, insidensi tertinggi di dapatkan
pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang
sembuh sendiri dan menjadi kebal. Insidensi pada pasien yang berumur
12 tahun ke atas adalah 70-80% pasien berumur antara 12 dan 30 tahun,
10-20% antara 30 dan 40 tahun dan hanya 5-10% di atas 40.
(widodo,2009).
Menurut Mansjoer (2012). Demam typhoid adalah penyakit infeksi
sistemik yang disebabkan bakteri salmonella typhi, menyerang manusia
dengan masuk ke saluran pencernaan dan melalui aliran perdaran darah
masuk ke hati dan limpa.
Demam typhoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus. Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukan
manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim
demam typhoid dan demam paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid
fever, enteric fever, typhus dan paratyphus abdominalis. (brunner, 2008)
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan
oleh orang tua dan demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi
risau. Berkaitan dengan pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid
pada anak di bahas dalam Al-qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 58 :11
3
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kamu
kepadamu:”berlapang-lapanglah
dalam
majelis”,
maka
lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan:”berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah, 58:11)
Oleh karena itu al-Qur’an membawa manusia terhadap Allah
melalui ciptaannya dan realitas kongkret yang terdapat di bumi dan di
langit. Inilah sesungguhnya yang terdapat pada ilmu pengetahuan yang
mana
mengadakan
berdasarkan
observasi
observasi
dan
lalu
menarik
eksperimen.
hukum-hukum
Dengan
demikian
alam
ilmu
pengetahuan dapat mengetahui tentang segala hal yang telah diciptakan
oleh Allah melalui observasi yang teliti dan terdapat hukum-hukum yang
mengatur gejala alam dan al-Qur’an menunjukkan kepada realitas
intelektual yang maha besar, yaitu Allah SWT, lewat ciptaannya
Sumber penularan utama demam typhoid adalah penderita itu
sendiri dan carier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta
kuman Salmonella thypi dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber
penularan. Debu yang berasal dari tanah yang mengering, membawa
4
bahan-bahan yang mengandung kuman penyakit yang dapat mencemari
makanan yang dijual di pinggir jalan. Debu tersebut dapat mengandung
tinja atau urin dari penderita atau carier demam typhoid. Bila makanan
dan minuman tersebut terkontaminasi oleh orang sehat terutama anakanak sekolah yang sering jajan sembarangan maka rawan tertular
penyakit infeksi demam typhoid. Infeksi demam typhoid juga dapat
tertular melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman yang
dibawa oleh lalat (muliawan, 2010).
Demam typoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam
kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas yang mendalam dari
higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti, higiene perorangan dan
higiene konsumen makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh,
kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang
seta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk sehat. Seiring
dengan
terjadinya
krisis
ekonomi
yang
berkepanjangan
akan
menimbulkan peningkatan kasus-kasus penyakit menular termasuk
typhoid ini. (Depkes RI, 2013)
Obat-obat lini pertama dalam pengobatan demam typhoid adalah
kloramfenikol, tiamfenikol, ampisilin atau amoksilin. Kloramfenikol masih
merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam typhoid karena
efektif, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral.
Umumnya perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu
akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari, dengan lama pengobatan
antara 7-14 hari. Namun demikian, dalam lima tahun terakhir telah
5
dilaporkan kasus demam typhoid berat pada anak bahkan fatal yang
disebabkan oleh adanya resistensi obat ganda terhadap Salmonella typhi
(Kandou, 2012).
Dalam hal pencegahan tertular demam typhoid pada anak sangat
dibutuhkan partisipasi orang tua dalam menjaga perilaku dan kebiasaan
anak terkait dengan faktor resiko untuk terjangkit demam typhoid
tersebut. Teori pembelajaran sosial menunjukan bahwa perilaku orang
tua
menjadi
contoh
bagi
anak
mereka
sehingga
mereka
mengaplikasikannya kedalam pola yang sama dengan perilaku kesehatan
yang diturunkan kepada mereka. Oleh karena itu, untuk menunjang
perilaku positif orang tua untuk menjaga anak mereka dari kebiasaan
buruk seperti jajan sembarangan, sekaligus memberikan pembelajaran
mengenai pencegahan demam typhoid maka seharusnya diperlukan
pengetahuan yang cukup tentang typhoid (Widodo,2009).
Beberapa
buku
menjelaskan
bahwa
tingkat
pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain adalah pekerjaan,
pengalaman, pendidikan, sosial ekonomi, dan keterdapatan informasi.
Ada seorang lelaki datang kepada Nabi SAW. lalu berkata:
Saudaraku merasa mual-mual perutnya. Rasulullah SAW. bersabda:
Minumkanlah madu! Setelah orang itu memberi minum madu kepada
saudaranya, dia datang lagi kepada Nabi SAW. dan melapor: Aku telah
meminumkannya madu tetapi dia malah bertambah mulas. Kejadian itu
berulang sampai tiga kali. Pada kali yang keempat Rasulullah SAW. tetap
bersabda: Minumkanlah madu! Orang itupun masih saja melapor: Aku
benar-benar telah meminumkannya madu tetapi dia malah bertambah
6
mulas, maka Rasulullah SAW. bersabda: Maha benar Allah (dalam
firman-Nya, suratAsy Syu’araa :80) dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku dan ada yang tidak beres dengan perut saudaramu
itu. Akhirnya Rasulullah SAW. sendiri yang meminumkannya madu dan
saudara orang itupun sembuh. (Shahih Muslim No.4107)
Tawakal, karena kehidupan itu akan silih berganti dan ketika sakit
sudah selayaknya kita yakini dengan sepenuh hati karena allah
memberikan
penyakit
kepadanya
dan
allah
pula
memberikan
penyembuhnya seperti yang dijelaskan dalam surat Asy Syu’araa :80
Artinya : dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku
(Asy Syu’araa :80)
Berdasarkan data yang penulis temukan di ruang melati RSUD
Kabupaten Ciamis, jumlah penderita typhoid dengan penderita penyakit
lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah.
10 Besar
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tabel 1.2
Penyakit di Ruang Melati RSUD Ciamis Tahun 2014
Nam penyakit
jumlah
Daire
394
Typhoid
240
Kejang Demam
154
TB Paru
87
Asthma
83
Bp
79
DHF
44
Hepatitis
36
SD
33
NS
27
Jumlah
1177
Sumber : rekam medik RSUD Ciamis, tahun 2014
7
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUD Ciamis
tahun 2014, jumlah pasien yang dirawat di ruang melati akibat typhoid
adalah sebanyak 240 anak dan menduduki peringkat ke 2 dari 10
penyakit terbesar yang dirawat RSUD Ciamis Ruang Melati.
Tabel 1.3
10 Besar Penyakit di Ruang Melati RSUD Ciamis Tahun 2015
No
Nama penyakit
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Diare
Typhoid
Asthma
TB Paru
BP
SD
Anemia
Sepsis
Meningitis
Vomitus
Jumlah
399
282
124
87
61
59
34
21
12
9
1088
Sumber : rekam medik RSUD Ciamis, tahun 2015
Tabel 1.4
10 Besar Penyakit di Ruang Melati RSUD Ciamis bulan januarifebruari Tahun 2016
No
Nama penyakit
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Diare
Typhoid
Asthma
TB Paru
SD
BP
Sepsis
Anemia
Meningitis
Vomitus
94
64
21
19
16
9
6
4
2
1
Jumlah
236
Sumber : rekam medik RSUD Ciamis, Tahun 2016
8
Penyakit typhoid di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis setiap
tahunnya terus mengalami peningkatan 1 orang diantaranya meninggal
pada bulan april 2015 karena penyakit typhoid. Berdasarkan data yang
telah di uraikan
sebelumnya diketahui bahwa penyakit typhoid
pada
anak pada tahun 2015 mencapai 282 anak sedangkan pada bulan
januari-februari tahun 2016 64 orang. Penyakit typhoid cenderung
meningkat dan menduduki urutan 10 besar, sehingga perlu penanganan
lebih lanjut. (Catatan Rekam Medik Ciamis,2016).
Hasil dari wawancara dengan orang tua yang memiliki anak
typhoid. Ada 5 dari 7 orang tua yang pengetahuannya kurang terhadap
penyakit typhoid pada anak dan rata-rata orang tua anak tersebut tidak
segera membawa anaknya kepelayanan kesehatan.
Dari berbagai fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih dalam mengenai pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid
pada anak. sehingga penelitian tertarik meneliti tentang ”Gambaran
Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Typhoid Pada Anak di Ruang
Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2016. ”
B. Rumusan Masalah
Penelitian yang berkaitan dengan pengetahuan orang tua tentang
penyakit typhoid khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis belum
pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran
Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Typhoid Pada Anak di Ruang
Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis tahun 2016 ? “
9
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada pasien anak di
Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang pengertian
typhoid.
b. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang penyebab
typhoid.
c. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang patofisiologi
typhoid.
d. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang tanda dan
gejala typhoid.
e. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang komplikasi
typhoid.
f.
Untuk
mengetahui
pengetahuan
orang
tua
tentang
penatalaksanaan typhoid.
g. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang pencegahan
typhoid.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat
menambah
khasanah
ilmu
pengetahuan
tentang
gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada
10
anak di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun
2016.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan terutama masalah keperawatan
tahun 2016.
b. Bagi Perawat
Dapat menjadi masukan untuk perawat mengenai gambaran
pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak di
Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2016.
c. Bagi Responden
Sebagai tambahan pengetahuan dan salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan kepada orang tua khususnya tentang
penyakit typhoid pada anak tahun 2016.
d. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengatur,
mengelola, menarik pelanggan yang menggunakan jasa rumah
sakit
dan
sebagai
bahan
evaluasi
terhadap
pelayanan
keperawatan terutama pada penyakit typhoid pada pasien anak
tahun 2016.
e. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi atau
sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya tahun 2016.
11
E. Keaslian Penelitian
1. “ Christanti Lidya, Maarisit Sisfiani Sarimin, Abram Babakal pada tahun
2013 Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Demam Tifoid
Dengan Kebiasaan Jajan Pada Anak. Tujuan Penelitian ini adalah
menganalisa hubungan pengetahuan orang tua tentang demam tifoid
dengan kebiasaan jajan pada anak di wilayah kerja Rumah Sakit
Umum Daerah Mala Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan
Talaud. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei
analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel dalam
penelitan ini menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel
penelitian sebanyak 30 orang. Hasil Penelitianmenggunakan analisis
uji statistik Fisher's Exact chi-square yang mendapatkan hasil nilai ρ =
0,047 < 0,05. Kesimpulan penelitian ini yaitu ada hubungan
pengetahauan orang tua tentang demam tifoid dengan kebiasaan jajan
pada anak di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah Mala
Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud.
2. “ Ade putra pada tahun 2012 dengan judul hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang demam tifoid terhadap kebiasaan jajan anak
sekolah dasar. Jenis penelitian mengunakan metode cross sectional
study. Sampel penelitian adalah ibu yang memiliki anak sekolah dasar
yang
tingal
di
wilayah
kelurahan
kedungmundu
(endemis).
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Uji
statistik menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian ini didapatkan
13 ibu (72,2%) dengan tingkat pengetahuan cukup tinggi tentang
demam tifoid yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan yang jarang,
12
dan 5 ibu (27,2%) yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan sering.
Pada penelitian ini juga didapatkan 1 ibu (16,7%) yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang tentang demam tifoid yang memiliki anak dengan
kebiasaan jajan yang jarang, dan 5 ibu (85,3%) yang memiliki anak
dengan kebiasaan jajan yang sering. Terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam tifoid
terhadap kebiasaan jajan anak sekolah dasar (p=0,017,RP=3,0) tidak
ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan jajan anak dengan
adanya ajakan teman (p=0,4), nominal uang saku (p=0,2), dan jumlah
tempat jajan.
Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
dengan menggunakan deskriptif. Sedangkan sampel pada penelitian
ini diambil dengan tehnik pengambilan sampel dengan cara accidental
sampling yaitu mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada
atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian,
dengan kata lain sampel yang diambil dari responden atau kasus yang
kebetulan ada disuatu tempat dan keadaan tertentu. Adapun
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dari judul
dan lokasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap objek-objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo,
2011).
Pengetahuan juga dapat dijelaskan sebagai hasil dari mengetahui
objek-objek di alam nyata menurut akal dengan jalan pengamatan. Setiap
kali objek yang diamati menjadi milik kesadaran, maka ia diketahui, dan
dalam arti wujudnya yang ada dalam jiwa kita dinamakan pengertian
(Sadulloh dkk, 2009).
Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi 2,
yaitu (Sadulloh, dkk,2009):
1) Cara Tradisional
Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode
penemuan secara sistemik dan logis. Cara penemuan pengetahuan
pada periode lain antara lain yaitu :
a) Cara coba-salah (trial and error)
Cara yang paling tradisional yang pernah digunakan oleh manusia,
cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
13
14
mungkin sebelum adanya peradaban. Metode ini telah digunakan
dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai
masalah, upaya pemecahan dilakukan dengan coba-coba saja.
Apabila kemungkinan lain. Bahkan sampai sekarang masih
digunakan, terutama oleh mereka yang belum mengetahui suatu
cara tertentu untuk memecahkan masalah.
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau
kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
c) Pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, mengandung maksud bahwa
pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai
upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang
kembali
pengalaman
yang
diperoleh
dalam
memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu.
d) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia, cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
1) Cara modern atau alamiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa
ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode
15
penelitian ilmiah. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses
berurutan antara lain (Notoatmodjo,2011):
a) Awareness (kesadaran), adalah orang tersebut menyadari
dalam arti mengerti stimulus (objek) terlebih dahulu
b) Interest adalah orang mulai tertarik terhadap stimulus
c) Evalution adalah menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya
d) Trial adalah orang sudah mencoba perilaku baru
e) Adoption adalah subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Sedangkan menurut teori Lawrence Green dikutip dari
Notoatmodjo (2011) bahwa perilaku seseorang ditentukan
atau dibentuk dari 3 faktor, antara lain:
a) Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu yang terwujud
dari dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilainilai.
b) Faktor pendukung (enabling factor) yaitu yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau
arana kesehatan.
c) Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu yang terwujud
dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain.
16
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2011), yaitu:
1) Tahu (know)
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan
diterima.
Tahu
ini
merupakan
tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
menyatakan.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
telah paham terhadap objek harus dapat menyebutkan
objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya (real). Aplikasi ini dapat diartikan penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks
atau situasi yang lain.
17
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan
suatu
struktur
organisasi
tersebut
dan
masih
ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini masih dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan dan mengelompokan.
5)
Sintesis (Syntesis)
Menunjukan suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru atau bisa juga kemampuan
menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evalution)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang sudah ada.
Terdapat 4 jenis pengetahuan atau kebenaran yang
dapat diperoleh dan dimiliki manusia, yaitu (Sadulloh dkk,
2011):
1) Pengetahuan biasa atau awam atau sering disebut
commonsense knowledge atau akal sehat.
2) Pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) atau secara
singkat orang menyebutkan dengan sains.
3) Pengetahuan filsafat (philosophical knowledge) atau
dengan singkat saja disebut filsafat.
18
4) Pengetahuan religi (pengetahuan agama) pengetahuan
yang
bersumber
pengetahuan
dari
agama
yang
mengenai
hakekat
perilaku
mencakup
sebagai
pengungkap supernatural melalui wahyu yang diterima
utusannya yang terpilih.
Pengetahuan biasa atau awam atau sering disebut
common sense knowledge, yaitu pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman dan kebiasaan hidup seharihari, misalnya semua orang menyebut sesuatu kuning
karena memang berwarna kuning. Air diperlukan untuk
kehidupan manusai, memang air diperlukan misalnya
untuk minum. Mendung itu diketahui banyak orang
sebagai pertanda akan turun hujan dan sebagainya.
Pengetahuan biasa menurut (Sadulloh dkk,2011)memiliki
ciri-ciri:
1) Common sense cenderung menjadi biasa dan tetap
atau bersifat peniruan serta pewarisan dari masa
lampau.
2) Common sensemaknanya sering kabur atau samar
dan memiliki pengertian ganda.
3) Common sense merupakan suatu kebenaran atau
kepercayaan yang tidak teruji atau tidak pernah diuji
kebenarannya.
19
Pengetahuan
adalah
pemberian
bukti
oleh
seseorang melalui proses pengingat, atau pengenal suatu
informasi,
ide
yang
sesudah
diperoleh
sebelumnya
menjawab
pertanyaan-
(Notoatmodjo, 2011).
Bila
seseorang
dapat
pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan
lancar, baik lisan maupun tulisan maka ia dianggap
mengetahui bidang tertentu (Notoatmodjo, 2011).
Manusia dalam menjalani kehidupannya, sesuai
dengan tingkat kemampuan dalam memenuhi rasa ingin
tahunya, dapat memiliki berbagai jenis pengetahuan dan
kebenaran. Pengetahuan yang banyak penting kita miliki,
karena merupakan bahan dan sumber bagi tersusunnya
ilmu pengetahuan (Sadulloh dkk, 2011).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi
materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita
ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgengdari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo,2011).
20
Adapun
pengukuran
pengetahuan
ini
dapat
dikategorikan menurut arikunto (2010) adalah sebagai
berikut :
a) Kategori baik, apabila pertanyaan dijawab dengan
benar oleh responden sebanyak 76-100%.
b) Kategori cukup, apabila pertanyaan dijawab dengan
benar oleh responden sebanyak 56-75%.
c) Kategori kurang, apabila pertanyaan dijawab dengan
benar oleh responden sebanyak <56%.
2. Pengertian typhoid
a. Pengertian
Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit
infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
salmonella typhi (zulkoni, 2010).
Demam
tifoid
adalah
suatu
penyakit pada
usus
yang
menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella
typhosa, salmonella type A, B,C. Penularan terjadi secara pecal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi(mansoer, 2008)
b. Penyebab
salmonella typhi sama dengan Salmonela yang lain adalah
bakteri Gramnegatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O)
yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai
makromolekular
lipopolisakarida
kompleks
yang
21
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.
salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.
Penyebab ini disebabkan oleh kuman :
1. Salmonella thyposa
2. Salmonella parathypi A, B, C.
Kuman salmonella termasuk golongan bakteri berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai plagel yang memungkinkan kuman
ini dapat bergerak, tidak berspora serta mempunyai tiga jenis antigen
yaitu:
Antigen O (AgO) : Antigen pada bagian Soma (badan)
Antigen H (AgH)
: Antigen pada bagian Flagel. Flagel adalah alat
bergerak
Antigen Vi (AgVi) : Antigen pada bagian Kapsul (pembungkus soma)
c. Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F : Food (makanan), Fingger (kuku),
Fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
dituarkan melalui perantara
lalat,
dimana
lalat akan
hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
22
Kemudian kuman masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan di
musnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk kedalam aliran darah
dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian
melepaskan
kuman
kedalam
sirkulasi
darah
dan
menimbulkan bakteremia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus
dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia
pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella
typhi
dan
endotoksinya
merangsang
sintesis
dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kuman
Salmonella masuk ke dalam lambung. Di dalam lambung, kuman
mengalami penetrasi yang memungkinkan kuman mati atau tetap
hidup. Bila tetap hidup selanjutnya masuk ke usus halus. Melalui folikel
limpa yang ada dipermukaan usus halus masuk ke saluran limpatik
dan sirkulasi darah sistematik sehingga terjadi bakterimia. Bakteremia
pertama menyerang sistem Retikulo Endotelial Sistem (RES) yaitu
hati, lien, dan tulang, yang akan menyebabkan infeksi pada hati dan
lien dan menimbulkan hepatomegali dan splenomegali. Kemudian
23
selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem
saraf pusat (otak), ginjal dan jaringan limpa.
Infeksi pada hati tentu juga akan mengkontaminasi cairan
empedu yang dihasilkan oleh hati kemudian masuk ke kandung
empedu sehingga terjadi Kolesistitis. Sesuai dengan sirkulasi enterohepatik maka cairan empedu akan masuk ke duodenum dengan
Virulensi kuman yang tinggi dan akan menginfeksi intestin kembali
khususnya bagian ileum dimana akan terbentuk ulkus yang lonjong
dan dalam.
Masuknya kuman kedalam intestin terjadi pada minggu
pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh mulai naik turun
khususnya suhu akan naik pada malam hari dan menurun menjelang
pagi dan siang hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut
demam intermitten,(suhu yang tinggi, naik turun dan turunnya dapat
mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan
terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas intestin, namun ini
tidak selalu terjadi dapat pula terjadi sebaiknya.
Setelah kuman melewati fase awal intestinal. Kemudian masuk
ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang
sangat tinggi, (Demam intermitten). Kadang disertai demam dengan
gangguan kesadaran seperti delirium pada fase ini konstipasi mungkin
masih tetap terjadi dan klien tampak lemah.
Pada minggu selanjutnya dimana infeksi Focal Intestinal terjadi
dengan tanda suhu tubuh masih tetap tinggi tetapi nilainya lebih
rendah dari fase bakteremia dan berlangsung terus menerus (Demam
24
Kontinue), lidah kotor, tepi lidah hiperemis, penurunan peristaltik,
gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan terjadi distensi, diare.
Pada fase ini dapat terjadi perdarahan usus, perporasi dan peritonitis
dengan tanda distensi abdomen, peristaltik menurun bahkan hilang
melena tanda-tanda shock dan penurunan kesadaran.
d. Manifestasi Klinis
a) Manifestasi Neuropsikiatrik atau tifoid toksik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau
tanpa kejang, semi-koma atau koma, parkinson rigidity atau
transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata,
meningismus,
skizofrenia
sitotoksik,
mania
akut,
hipomania,
ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindrom GuillainBarre, dan psikosis.
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa
gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut,
apatis, delirium, somnolen,sopor, atau koma) dengan atau tanpa
disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan
otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh
beberapa penelitian disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan penulis
lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid
ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Di duga faktorfaktor sosial ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang
rendah,ras,kebangsaan,iklim,nutrisi,kebudayaan dan kepercayaan
(adat)yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal
tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian.
25
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa
di berikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi.
Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk
membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu
di butuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai
dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang
khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama
gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi
lebih jelas berupa demam bradikardia relatif (bradikardia relatif
adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi
8 kali permenit, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan
merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan
mental berupa
somnolen,
sopor,
koma,d
elirium
ataupsikosis. Roseolae jarang di temukan pada orang indonesia.
1. Gejala pada anak : Inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata
10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
26
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak
tertangani akan menyebabkan shok, Stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala
6. Kembung
7. Mual, muntah
8. Diare
9. Konstipasi
10. Pusing
11. Nyeri otot
12. Batuk
13. Epistaksis
14. Bradikardi
15. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah
serta tremor)
16. Hepatomegali
17. Splenomegali
18. Meteroismus
19. Gangguan mental berupa samnolen
20. Delirium atau psikosis
21. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada
bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok
dan hipotermia
27
Masa tunas typhoid 10-14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari
dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri
otot, nyeri kepala, anorexsia dan mual, batuk, epitaksis
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut
2. Minggu II
Pada minggu ke II gejala sudah jelas berupa demam,
bradikardi,lidah
yang khas
(putih, kotor, pinggirannya
hipermi), hepatomegali meterorimus, penurunan kesadaran
e. Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ
utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat
terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid
yaitu:
1. Komplikasi intestinal :
a) Perdarahan usus
b) Perporasi usus
c) Ilius pralitik
d) Pankreatitis
e) Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum
terminalis). Dapat terbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong
dan memanjang dan memanjang
terhadap sumbu usus.
Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi
28
dapat terjadi. Karena gangguan koagulasi darah (KID) atau
gabungan kedua faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid
dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan
transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah
ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5ml/kg BB/jam
dengan faktor hemostatis dalam batas normal. Jika penanganan
terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada
yang melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang diberikan tidak
dapat mengimbangi perdarahan
yang terjadi, maka tindakan
bedah perlu dipertimbangkan.
f) Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat.
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi
pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang
biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran
kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan
disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada
50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan
karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda
perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan
bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri
dapat menyokong adanya perforasi.
29
Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi)
ditemukan udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma
kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan
terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa faktor
yang dapat meningkatkan kejadian adalah perforasi adalah
umur (biasanya berumur 20-30 tahun),lama demam, modalitas
pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk
mengobati kuman S. Typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman
yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada flora usus.
Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi
kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus
dapat diberikan gentamisin atau metrodinazol. Cairan harus
diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan
dan dipasang nasogastrik tube. Transfusi darah dapat diberikan
bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.
2. Komplikasi exstra intestinal
a) Komplikasi
kardiovaskular
:
kegagalan
sirkulasi
perifer,
(renjatan spesies), miokarditis, trombosis, tromboflebitis.
b) Komplikasi
darah
:
anemia
hemolitik,
trombositopenia,
KID,trombosis dan syndroma urenia hemolitik
c) Komplikasi paru : pneumonia, empierna dan pleuritis
d) Komplikasi pada hepar dan kandungan empedu : hepatitis
kolesistiasis
30
e) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis
f)
Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthitis
g) Komplikasi
neuropsikiatrik
atau
tifoid
toksik:
delirium,
meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma guilain
bare dan sindoma katatonia
h) Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partial
thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation products
samapai koagulasi intravaskular diseminata (KID) dapat
ditemukan
pada
kebanyakan
pasien
demam
tifoid.
Trombositopenia saja serimg di jumpai, hal ini mungkin terjadi
karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang
selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit
di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memegang
peranan.
Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang
sering
di
kemukakan
adalah
endotoksin
mengaktifkan
beberapa sistem biologik, koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan
kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan vasokontriksi
dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya
mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi, baik KID
kompensata maupun dekompensata.
31
Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi
darah, substitusi trombosit dan atau faktor-faktor koagulasi
bahkan heparin, meskipun ada pula yang tidak sependapat
tentang manfaat pemberian heparin pada demam tifoid.
i)
Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang di jumpai pada 50%
kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena
S.typhi dari pada S. Paratyphi. Untuk membedakan apakah
hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka
perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan
bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan
enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum
bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena
virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat
jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.
j)
Pankreatitis Tiposa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid.
Pankreatitis sendiri dapat di sebabkan oleh mediator pro
inflamasi, virus,bakteri,cacing, maupun zat-zat farmakologi.
Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi
atau CT-Scan dapat membantu diagnosa penyakit ini dengan
akurat.
32
Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan
pankreatitis pada umumnya, antibiotik yang diberikan adalah
antibiotik intravena seperti seftriakson atau kuinolon.
k) Miokarditis
Miokarditis
terjadi
pada
1-5%
penderita
demam
tifoid
sedangkan kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 1015% penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa
gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada,
gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.
Sedangkan perikarditis sangat sering terjadi. Perubahan
elektrokardiografi yang menetap disertai aritmia mempunyai
prognosis yang buruk. Kelainan ini di sebabkan kerusakan
miokardium oleh kuman S. Typhi dan miokarditis sering
sebagai penyebab kematian. Biasanya dijumpai pada pasien
yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan.
f. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam
typhoid, yaitu:
1) Itirahat dan Perawatan
Dengan
tujuan
mencegah
komplikasi
dan
mempercepat
penyembuhan
a) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari
untuk mencegah komplikasi perdarahan usus
33
b) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas sesuai dengan pulihnya
transfusi bila ada komplikasi perdarahan
2) Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien
secara optimal.
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses
penyembuhan penyakit dema tifoid, karena makanan yang kurang
akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur
saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya
diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan
tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut
ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna
atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus
harus di istirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa
pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat
diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
a) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b) Pada penderitaan yang akut dapat diberi bubur saring
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderitaan bebas dari
demam selama 7 hari
3) Pemberian antimikroba
34
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati
demam tifoid adalah sebagai berikut :
a) Kloramfenikol
Di indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4x
500mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena.
Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan
intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini
tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari
pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam
rata-rata 7,2 hari. penulis lain menyebutkan penurunan demam
dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada penelitian yang di
lakukan selama 2002 oleh moehario LH dkk di dapatkan 90%
kuman masih memiliki kepekaan terhadap anti biotik ini.
b) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama
dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti
kemungkinan
terjadinya
anemia
aplastik
lebih
rendah
di
bandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikel adalah 4 x
500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6
c) Kotrimoksazol
Efektivitas
obat
ini
di
laporkan
hampir
sama
dengan
kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1
tablet mengandung sulfametoksazel 400 mg dan 80 mg
trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.
35
d) Ampisilin dan Amoksilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah di
bandingkan
dengan
kloramfenikol,
dosis
yang
dianjurkan
berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2
minggu.
e) Sepalosporin generasi ke 3
Hingga saat ini golongan sepalosporin generasi ke 3 yang
terbukti efektif untuk demam tifoid adalah setriakson, dosis yang
di anjurkan dalah 3-4 gram dalam dektrosa 100cc diberikan
selama 3 hingga 5 hari.
f) Golongan fluorokuinolon
Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan
pemberian
a) Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b) Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d) Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
e) Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih
lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan
fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavaibilitas tidak
sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian.
36
4) Azitromisin
Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukira H pada
tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan
penggunaan azitromisin (dosis 2x500mg) menunjukan bahwa
penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon,
azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan
durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula
strain MDR (multi drug resistance) maupun NARST (Nalidixic
Acid Resistant S.typhi). jika dibandingkan dengan ceftriakson,
penggunaan
azitromisin
dapat
mengurangi angka
relaps.
Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan
yang tinggi walaupun konsetrasi dalam darah cenderung rendah.
Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika
ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh
S.typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain
adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun
suntikan intravena.
5) Kombinasi Obat Antimikroba
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada
keadaan tertentu saja antara lain toksis tifoid, peritonitis atau
perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2
macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella.
37
a) Kortikosteroid
Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksis tifoid
atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis
3 x 5 mg.
b) Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita Hamil
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan
karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian
fetus intrauterin grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol
tidak
dianjurkan
digunakan
pada
trimester
pertama
kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap
fetus pada manusia belum
dapat disingkirkan. Pada
kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan. Demikian
juga obat golongan fluorokuinolon maupun katrimoksazol
tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid. Obat
yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin, dan seftriakson.
g. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci
tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipsteurisasi), hindar minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas.
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat
diperlukan karena akan berdampak cukup besar terhadap penurunan
kesakitan dan kematian akibat demam tifoid menurunkan angaran
penobatan pribadi maupun negara mendatangkan devisa negara yang
38
berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat
negara endemik dan hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi
terserang tifoid saat berada di daerah kunjungan wisata.
1) Preventif dan Kontrol Penularan
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan
peledakan kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak
aspek, mulai dari salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor
penjamu (host) serta faktor lingkungan.
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk untuk
memutuskan transmisi tifoid, yaitu 1. Identifikasi dan eradikasi
salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun kasur karier
tifoid, 2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi
S.typhi akut maupun karier. 3. Proteksi pada orang yang beresiko
terinfeksi.
2) Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik,
karier, dan akut.
Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman
S.typhi ini cukup sulit dan memerlukan biaya
cukup besar baik
ditinjau dari pribadi maupun skala nasional. Cara pelaksanaannya
dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif
menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instanti atau
swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu
seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha
rumah tangga,restoran, hotel sampai pabrik beserta distributornya.
Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat,
39
yaitu petugas kesehatan, guru, petugas kebersihan, pengelola
sarana umum lainnya.
3) Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi
akut maupun karier.
Kegiatan ini di lakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah
dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman
S.typhi.
4) Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara
vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran
vaksinasi tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingkat
risiki tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan
dan jumlah frekuensinya. Serta golongan individu beresiko, yaitu
golongan imunokompromais maupun golongan rentan. Tindakan
preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
a) Daerah non-endemik.
b) Tanpa ada kejadian outbreak atau
c) sanitasi air dan kebersihan lingkungan
d) penyaringan pengelola pembuatan, distributor ataw penjualan
makanan-minuman
e) pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier bila ada kejadian
epidemi tifoid
f) pencarian dan eliminasi sumber penularan
g) pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus
40
h) penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah
tersebut
i) daerah endemik
j) memasyarkatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman
yang memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan >570C,
iodisasi, dan klorinisasi)
k) pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melauli
pendidihan , menjauhi makanan segar (sayur ataw buah)
l) vaksinasi secara menyeluruh pada masyarkat setempat maupun
pengunjung.
3. Anak
a. Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja yang
berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh
kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual(hidayat, 2008).
b. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1) Pengertian
Menurut Hidayat (2008) pertumbuhan merupakan bertambah
jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara
kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dicapai melalui
tumbuh kematangan dan belajar. (Hidayat, 2008)
41
c. Tahap Tumbuh Kembang Anak
1. Masa Neonatus (0-28 hari)
Terjadi
aktivitas (pergerakan) bayi yang mulai meningkat untuk
memenuhi kebutuhan gizi seperti menangis, memutar-mutar kepala
dan menghisap. Perubahan pada fungsi organ seperti ginjal belum
sempurna. Urine masih mengandung sedikit protein.
Perkembangan
motorik
kasar
dapat diawali tanda
gerakan
seimbang pada tubuh, pada motorik halus dimulai tanda –tanda
kemampuan untuk mampu mengikuti garis tengah bila diberikan
respon terhadap gerakan jari atau tangan, pada perkembangan
bahasa ditunjukan adanya kemampuan untuk mampu bersuara
(menangis).
2. Masa Bayi (28 hari -1 tahun)
Terjadi perubahan berat badan dan pertumbuhan tinggi badan.
Perkembangan bahasa mulai mampu mengatakan papa mama
yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan
spesifik dapat mengucapkan 1-2 kata.
3. Masa Anak (1- 2 tahun)
Pada
anak
akan
mengalami
beberapa
perlambatan
dalam
pertumbuhan fisik, akan mengalami kenaikan berat badan sekitar
1,5-2,5 kg. Dalam perkembangan motorik kasar mampu melangkah
dengan tegak, perkembangan motorik halus mampu menyusun atau
membuat menara, kemampuan bahasa mulai ditunjukan dengan
anak mempunyai sepuluh perbendaharaan kata.
42
4. Masa Prasekolah
Berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahun 2 kg, kelihatan
kurus tapi aktivitas motorik tinggi. Pada perkembangan motorik
kasar dapat berjalan dengan tumit ke jari kaki, pada perkembangan
motorik
halus
mampu
makan
dan
minum
sendiri,pada
perkembangan bahasa mampu berespon terhadap panggilan dan
orang-orang
anggota
perkembangan
keluarga
adaptasi
terdekat,
sosial
sedangkan
menunjukan
untuk
peningkatan
kecemasan terhadap perpisahan.
5. Masa Sekolah
Pertumbuhan
dan
perkembangan
pada
msa
sekolah
akan
mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun, dimana
penambahan berat badan pertahun akan dapat 2,5 kg. Aktivitas fisik
semakin
tinggi
dan
memperkuat
kemampuan
motoriknya.
Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan, beberapa
masalah sudah mampu diatasi sendirinya dan susah mampu
menunjukan penyesuaian diri dengan lingkungan.
6. Masa Remaja
Pada masa remaja proses pertumbuhan dan perkembangan
ditunjukan terjadi kematangan dalam beberapa fungsi endokrin,
kematangan fungsi seksual hingga tamfak sekali masa remaja.
Pada
masa
remaja
ini
akan
banyak
dijumpai
berbagai
permasalahan yang ada karena masa ini memerlukan proses
43
menuju kedewasaan dan anak ingin mencoba bahwa dirinya sudah
mampu sendiri (hidayat, 2008).
Menurut basil penelitian Osbora, White dan Bloom
perkembangan intelektual manusia pada usia empat tahun sudah
mencapai 50%, usia 8 tahun 80%, dan pada usia 18 tahun bisa
mencapai 100%. Berdasarkan penelitian tersebut maka masa usia
dini adalah masa golden age yang harus dioptimalkan karena
sebagian besar perkembangan otak anak didominasi pada masa
tersebut yakni mencapai 80% sedangkan 20% selanjutnya akan
berkembang setelah masa usia dini hingga umur 18 tahun.
Perkembangan pada usia dini berjalan sangat cepat,
bahkan lebih cepat daripada usia setelahnya, hal ini dikarenakan
pada masa
ini sel-sel neuron
dalam
otak manusia
akan
berkembang sangat optimal jika mendapat stimulus-stimulus dari
lingkungannya. Otak besar manusia terdiri dari hemisfer kanan dan
hemisfer kiri, kedua hemisfer memiliki peran yang berbeda dalam
proses kognitif, Parera mencatat hemisfer kanan mengenali musik
dan pola-pola visual yang kompleks, sedangkan hemisfer kiri
mengendalikan kemampuan analitis, matematika, dan kemampuan
berbahasa.
44
B. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut diatas, maka peneliti dapat
merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian.
Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada
saluran pencernaan yang disebabkan oleh salmonella. Thypus abdominalis
merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella thyposa,
Salmonella parathypi A, B, C, menyerang usus halus khususnya daerah
ileum. Termasuk golongan penyakit tropis yang sangat berhubungan erat
dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Dapat dengan mudah
berpindah ke orang lain melalui Fecal. Oral artinya kuman Salmonella yang
ada pada feses penderita atau karier mengkontaminasi makanan atau
minuman orang sehat.(zulkoni, 2010).
demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh
orang tua dan demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau.
Berkaitan dengan pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada
anak. Dalam hal pencegahan tertular demam tifoid pada anak sangat
dibutuhkan partisipasi orang tua dalam menjaga perilaku dan kebiasaan anak
terkait dengan faktor resiko untuk terjangkit demam tifoid tersebut. Teori
pembelajaran sosial menunjukan bahwa perilaku orang tua menjadi contoh
bagi anak mereka sehingga mereka mengaplikasikannya kedalam pola yang
sama dengan perilaku kesehatan yang diturunkan kepada mereka. Oleh
karena itu, untuk menunjang perilaku positif orang tua untuk menjaga anak
mereka
dari kebiasaan
buruk seperti jajan
sembarangan, sekaligus
memberikan pembelajaran mengenai pencegahan demam tifoid maka
seharusnya diperlukan pengetahuan yang cukup tentang tifoid (widodo, 2009).
45
C. Kerangka Konsep
Pengetahuan orang tua
tentang :
orang tua yang
memiliki anak
typhoid







Pengertian
Penyebab
Patofisiologi
Tanda dan gejala
Komplikasi
Penatalaksanaan
pencegahan
Baik
cukup
Kurang
Gambar 2.2
Diadop dari teori Arikunto (2010)
Untuk faktor yang lainnya tidak diteliti karena pengetahuan merupakan
salah satu yang akan mempengaruhi orang tua dalam merawat anaknya
sehingga dapat meminimalisir terjadinya komplikasi penyakit typhoid yang
dapat menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran surat As Syura ayat 80
Al-Quran Surat Al Mujaddalah Ayat 11
Amin, h. n., & hardhi, k. (2013). nanda nic-noc (Vol. jilid 1). yogyakarta.
Arikunto, s. (2010). evaluasi pendidikan. jakarta: rineka cipta.
s. (2010). prosedur penelitian. yogyakarta: rineka cipta.
Aru, w. s., bambang, s., Idrus, a., macellus, s. k., & siti, s. (2009). buku ajar ilmu
penyakit dalam. jakarta: 71 jakarta pusat.
Bahri. (2008). Pola Komunikasi Orang Tua dan anak dalam keluarga. jakarta: PT.
rineka cipta.
Christanti, L., Maarist, S. S., & Abraham, B. (2013). hubungan pengetahuan
orang tua tentang demamtifoid dengan kebiasaan jajan . talaud.
Ciamis, Rekam. Medik. (2014-2015). data penyakit typhoid pada anak. ciamis.
Rekam. Medik. (2014-2015). data penyakit typhoid pada anak.
RSUD
ciamis.
Erfandi. (2014). Fktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan.Available at:
http// forbetterhelath. wordpress.com.
Friedman, Marlyn, M., & Biwden, V. R. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga
Riset, teori dan Praktik. Ahli Bahasa Gunarsa, S. (2008). Pendekatan
Psikologi Terhadap Anak yang dirawat dan sikap orang tua. fakultas
psikologi universitas indonesia. jakarta.
Hidayat , A., & Aziz, A. (2008). pengantar ilmu keperawatan anak (Vol. jilid 1).
jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). metodologi penelitian kesehatan. jakarta: rineka cipta.
, S. (2012). proposi kesehatan dan prilaku kesehatan. jakarta: rineka
cipta.
Nursalam. (2013). metodologi penelitian ilmu keperawatan (Vol. edisi 3).
surabaya: salemba medika.
Pusponegoro. (2008). Standar medis pelayanan kesehatan anak . jakarta:
badan penerbit IDAI,.
Putra, A. (2012). Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam tifoid
terhadap kebiasaan jajan anak sekolah dasar.
Sadulloh, d. (2009). pedagogik. Bandung: Cipta Utama.
Sugiyono. (2013). metode penelitian pendidikan . Bandung: Alfabeta.
Sulistyaningsih. (2011). metode penelitian kuantitatif. Yogyakarta: Graha ilmu.
Suparyanto. (2011). konsep kepatuhan (internet) tersedia dalam http ://drsuparyanto.blogspot.com/konsep-kepatuhan.diakses pada tanggal 21 juli
2011.
Widodo, d., setiyohadi, b. a., simadibrata, M., & setiadi, S. (2009). buku ajar
penyakit dalam (Vol. jilid III). jakarta: internal pubhlising.
Download