GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT TYPHOID PADA ANAK DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS PADA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan Oleh : NIA KURNIASIH NIM 12SP277032 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT TYPHOID PADA ANAK DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS PADA TAHUN 20161 Nia Kurniasih 2, Rosmiati 3, Yanti Srinayanti 4 INTISARI Demam typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejalagejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A, B,C. Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Typhoid Pada Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Pada Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan pada penelirian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey, analisis yang digunakan yaitu analisis univariat. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang tua dengan menggunakan teknik accidental sampling. Alat pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari 25 soal. Hasil penelitian dari penelitian ini adalah gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak sebagian besar berkategori baik yaitu sebanyak 6 responden (20%), berkategori cukup yaitu sebanyak 10 responden (33,3%), berkategori kurang yaitu sebanyak 14 responden (46,7%). Kesimpulan gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis pada tahun 2016 sebagian besar pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid dari pengertian frekuensi tertinggi termasuk ke dalam kategori baik, yaitu 18 orang (60%). Kategori dari Penyebab frekuensi tertinggi sebanyak 20 responden (66,7). Kategori dari patofisiologi frekuensi tertinggi sebanyak 19 responden (63,3). Kategori dari tanda dan gejala frekuensi tertinggi sebanyak 14 responden (46,7). Kategori dari komplikasi frekuensi tertinggi sebanyak 26 responden (86,7). Kategori dari penatalaksanaan frekuensi tertinggi sebanyak 15 responden (50.0%). Kategori dari pencegahan frekuensi tertinggi sebanyak 12 responden (40.0%). Kata Kunci Kepustakaan Keterangan : pengetahuan, anak , typhoid : 23 sumber (2008-2014) : 1. Judul, 2. Nama mahasiswa, 3. Pembimbing I, 4. Pembimbing II vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data WHO (Word Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600,000 orang meninggal karena demam typhoid dan 70% kematiannya terjadi di Asia (Depkes RI, 2013). Di indonesia sendiri, penyakit ini bersifat endemik. Menurut WHO 2013, penderita dengan demam typhoid di indonesia tercatat 81,7 per 100,000 (Depkes RI, 2013). Demam typhoid ditemukan di masyarakat Indonesia, yang masih tinggal di kota maupun desa. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas perilaku hidup bersih dan sehat, sanitasi dan lingkungan yang kurang baik. Selain masalah diatas ada beberapa masalah lain yang akan turut menambah besaran masalah penyakit demam typhoid di Indonesia di antaranya adalah angka kemiskinan di kota dan desa Indonesia yang mencapai 11,66% yaitu sekitar 28.594.060 orang (susenas, 2012). Typhoid dideteksi di Provinsi Jawa Barat dengan prevalensi 1,61% dan terbesar di seluruh Kabupaten atau Kota dengan prevalensi yang berbeda-beda di setiap tempat. Prevalensi typhoid di Kabupaten Ciamis sebesar 0,8% (kemenkes,2013). Demam typhoid masih merupakan penyakit endemik di indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit-penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit 1 2 menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. (widodo, 2009) Di daerah endemik demam typhoid, insidensi tertinggi di dapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal. Insidensi pada pasien yang berumur 12 tahun ke atas adalah 70-80% pasien berumur antara 12 dan 30 tahun, 10-20% antara 30 dan 40 tahun dan hanya 5-10% di atas 40. (widodo,2009). Menurut Mansjoer (2012). Demam typhoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan bakteri salmonella typhi, menyerang manusia dengan masuk ke saluran pencernaan dan melalui aliran perdaran darah masuk ke hati dan limpa. Demam typhoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam typhoid dan demam paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan paratyphus abdominalis. (brunner, 2008) Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua dan demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Berkaitan dengan pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak di bahas dalam Al-qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 58 :11 3 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kamu kepadamu:”berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:”berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah, 58:11) Oleh karena itu al-Qur’an membawa manusia terhadap Allah melalui ciptaannya dan realitas kongkret yang terdapat di bumi dan di langit. Inilah sesungguhnya yang terdapat pada ilmu pengetahuan yang mana mengadakan berdasarkan observasi observasi dan lalu menarik eksperimen. hukum-hukum Dengan demikian alam ilmu pengetahuan dapat mengetahui tentang segala hal yang telah diciptakan oleh Allah melalui observasi yang teliti dan terdapat hukum-hukum yang mengatur gejala alam dan al-Qur’an menunjukkan kepada realitas intelektual yang maha besar, yaitu Allah SWT, lewat ciptaannya Sumber penularan utama demam typhoid adalah penderita itu sendiri dan carier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella thypi dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan. Debu yang berasal dari tanah yang mengering, membawa 4 bahan-bahan yang mengandung kuman penyakit yang dapat mencemari makanan yang dijual di pinggir jalan. Debu tersebut dapat mengandung tinja atau urin dari penderita atau carier demam typhoid. Bila makanan dan minuman tersebut terkontaminasi oleh orang sehat terutama anakanak sekolah yang sering jajan sembarangan maka rawan tertular penyakit infeksi demam typhoid. Infeksi demam typhoid juga dapat tertular melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat (muliawan, 2010). Demam typoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas yang mendalam dari higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti, higiene perorangan dan higiene konsumen makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang seta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk sehat. Seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan akan menimbulkan peningkatan kasus-kasus penyakit menular termasuk typhoid ini. (Depkes RI, 2013) Obat-obat lini pertama dalam pengobatan demam typhoid adalah kloramfenikol, tiamfenikol, ampisilin atau amoksilin. Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam typhoid karena efektif, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral. Umumnya perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari, dengan lama pengobatan antara 7-14 hari. Namun demikian, dalam lima tahun terakhir telah 5 dilaporkan kasus demam typhoid berat pada anak bahkan fatal yang disebabkan oleh adanya resistensi obat ganda terhadap Salmonella typhi (Kandou, 2012). Dalam hal pencegahan tertular demam typhoid pada anak sangat dibutuhkan partisipasi orang tua dalam menjaga perilaku dan kebiasaan anak terkait dengan faktor resiko untuk terjangkit demam typhoid tersebut. Teori pembelajaran sosial menunjukan bahwa perilaku orang tua menjadi contoh bagi anak mereka sehingga mereka mengaplikasikannya kedalam pola yang sama dengan perilaku kesehatan yang diturunkan kepada mereka. Oleh karena itu, untuk menunjang perilaku positif orang tua untuk menjaga anak mereka dari kebiasaan buruk seperti jajan sembarangan, sekaligus memberikan pembelajaran mengenai pencegahan demam typhoid maka seharusnya diperlukan pengetahuan yang cukup tentang typhoid (Widodo,2009). Beberapa buku menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain adalah pekerjaan, pengalaman, pendidikan, sosial ekonomi, dan keterdapatan informasi. Ada seorang lelaki datang kepada Nabi SAW. lalu berkata: Saudaraku merasa mual-mual perutnya. Rasulullah SAW. bersabda: Minumkanlah madu! Setelah orang itu memberi minum madu kepada saudaranya, dia datang lagi kepada Nabi SAW. dan melapor: Aku telah meminumkannya madu tetapi dia malah bertambah mulas. Kejadian itu berulang sampai tiga kali. Pada kali yang keempat Rasulullah SAW. tetap bersabda: Minumkanlah madu! Orang itupun masih saja melapor: Aku benar-benar telah meminumkannya madu tetapi dia malah bertambah 6 mulas, maka Rasulullah SAW. bersabda: Maha benar Allah (dalam firman-Nya, suratAsy Syu’araa :80) dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku dan ada yang tidak beres dengan perut saudaramu itu. Akhirnya Rasulullah SAW. sendiri yang meminumkannya madu dan saudara orang itupun sembuh. (Shahih Muslim No.4107) Tawakal, karena kehidupan itu akan silih berganti dan ketika sakit sudah selayaknya kita yakini dengan sepenuh hati karena allah memberikan penyakit kepadanya dan allah pula memberikan penyembuhnya seperti yang dijelaskan dalam surat Asy Syu’araa :80 Artinya : dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (Asy Syu’araa :80) Berdasarkan data yang penulis temukan di ruang melati RSUD Kabupaten Ciamis, jumlah penderita typhoid dengan penderita penyakit lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah. 10 Besar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tabel 1.2 Penyakit di Ruang Melati RSUD Ciamis Tahun 2014 Nam penyakit jumlah Daire 394 Typhoid 240 Kejang Demam 154 TB Paru 87 Asthma 83 Bp 79 DHF 44 Hepatitis 36 SD 33 NS 27 Jumlah 1177 Sumber : rekam medik RSUD Ciamis, tahun 2014 7 Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUD Ciamis tahun 2014, jumlah pasien yang dirawat di ruang melati akibat typhoid adalah sebanyak 240 anak dan menduduki peringkat ke 2 dari 10 penyakit terbesar yang dirawat RSUD Ciamis Ruang Melati. Tabel 1.3 10 Besar Penyakit di Ruang Melati RSUD Ciamis Tahun 2015 No Nama penyakit Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diare Typhoid Asthma TB Paru BP SD Anemia Sepsis Meningitis Vomitus Jumlah 399 282 124 87 61 59 34 21 12 9 1088 Sumber : rekam medik RSUD Ciamis, tahun 2015 Tabel 1.4 10 Besar Penyakit di Ruang Melati RSUD Ciamis bulan januarifebruari Tahun 2016 No Nama penyakit Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diare Typhoid Asthma TB Paru SD BP Sepsis Anemia Meningitis Vomitus 94 64 21 19 16 9 6 4 2 1 Jumlah 236 Sumber : rekam medik RSUD Ciamis, Tahun 2016 8 Penyakit typhoid di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis setiap tahunnya terus mengalami peningkatan 1 orang diantaranya meninggal pada bulan april 2015 karena penyakit typhoid. Berdasarkan data yang telah di uraikan sebelumnya diketahui bahwa penyakit typhoid pada anak pada tahun 2015 mencapai 282 anak sedangkan pada bulan januari-februari tahun 2016 64 orang. Penyakit typhoid cenderung meningkat dan menduduki urutan 10 besar, sehingga perlu penanganan lebih lanjut. (Catatan Rekam Medik Ciamis,2016). Hasil dari wawancara dengan orang tua yang memiliki anak typhoid. Ada 5 dari 7 orang tua yang pengetahuannya kurang terhadap penyakit typhoid pada anak dan rata-rata orang tua anak tersebut tidak segera membawa anaknya kepelayanan kesehatan. Dari berbagai fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak. sehingga penelitian tertarik meneliti tentang ”Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Typhoid Pada Anak di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2016. ” B. Rumusan Masalah Penelitian yang berkaitan dengan pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Typhoid Pada Anak di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis tahun 2016 ? “ 9 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada pasien anak di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang pengertian typhoid. b. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang penyebab typhoid. c. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang patofisiologi typhoid. d. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang tanda dan gejala typhoid. e. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang komplikasi typhoid. f. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang penatalaksanaan typhoid. g. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang pencegahan typhoid. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada 10 anak di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2016. 2. Manfaat praktis a. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama masalah keperawatan tahun 2016. b. Bagi Perawat Dapat menjadi masukan untuk perawat mengenai gambaran pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis Tahun 2016. c. Bagi Responden Sebagai tambahan pengetahuan dan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan kepada orang tua khususnya tentang penyakit typhoid pada anak tahun 2016. d. Bagi Rumah Sakit Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengatur, mengelola, menarik pelanggan yang menggunakan jasa rumah sakit dan sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan keperawatan terutama pada penyakit typhoid pada pasien anak tahun 2016. e. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi atau sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya tahun 2016. 11 E. Keaslian Penelitian 1. “ Christanti Lidya, Maarisit Sisfiani Sarimin, Abram Babakal pada tahun 2013 Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Demam Tifoid Dengan Kebiasaan Jajan Pada Anak. Tujuan Penelitian ini adalah menganalisa hubungan pengetahuan orang tua tentang demam tifoid dengan kebiasaan jajan pada anak di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah Mala Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel dalam penelitan ini menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel penelitian sebanyak 30 orang. Hasil Penelitianmenggunakan analisis uji statistik Fisher's Exact chi-square yang mendapatkan hasil nilai ρ = 0,047 < 0,05. Kesimpulan penelitian ini yaitu ada hubungan pengetahauan orang tua tentang demam tifoid dengan kebiasaan jajan pada anak di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah Mala Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud. 2. “ Ade putra pada tahun 2012 dengan judul hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam tifoid terhadap kebiasaan jajan anak sekolah dasar. Jenis penelitian mengunakan metode cross sectional study. Sampel penelitian adalah ibu yang memiliki anak sekolah dasar yang tingal di wilayah kelurahan kedungmundu (endemis). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian ini didapatkan 13 ibu (72,2%) dengan tingkat pengetahuan cukup tinggi tentang demam tifoid yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan yang jarang, 12 dan 5 ibu (27,2%) yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan sering. Pada penelitian ini juga didapatkan 1 ibu (16,7%) yang memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang demam tifoid yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan yang jarang, dan 5 ibu (85,3%) yang memiliki anak dengan kebiasaan jajan yang sering. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam tifoid terhadap kebiasaan jajan anak sekolah dasar (p=0,017,RP=3,0) tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan jajan anak dengan adanya ajakan teman (p=0,4), nominal uang saku (p=0,2), dan jumlah tempat jajan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan deskriptif. Sedangkan sampel pada penelitian ini diambil dengan tehnik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling yaitu mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian, dengan kata lain sampel yang diambil dari responden atau kasus yang kebetulan ada disuatu tempat dan keadaan tertentu. Adapun perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dari judul dan lokasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek-objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2011). Pengetahuan juga dapat dijelaskan sebagai hasil dari mengetahui objek-objek di alam nyata menurut akal dengan jalan pengamatan. Setiap kali objek yang diamati menjadi milik kesadaran, maka ia diketahui, dan dalam arti wujudnya yang ada dalam jiwa kita dinamakan pengertian (Sadulloh dkk, 2009). Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu (Sadulloh, dkk,2009): 1) Cara Tradisional Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistemik dan logis. Cara penemuan pengetahuan pada periode lain antara lain yaitu : a) Cara coba-salah (trial and error) Cara yang paling tradisional yang pernah digunakan oleh manusia, cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan 13 14 mungkin sebelum adanya peradaban. Metode ini telah digunakan dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah, upaya pemecahan dilakukan dengan coba-coba saja. Apabila kemungkinan lain. Bahkan sampai sekarang masih digunakan, terutama oleh mereka yang belum mengetahui suatu cara tertentu untuk memecahkan masalah. b) Cara kekuasaan atau otoritas Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. c) Pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru terbaik, mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu. d) Melalui jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. 1) Cara modern atau alamiah Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode 15 penelitian ilmiah. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan antara lain (Notoatmodjo,2011): a) Awareness (kesadaran), adalah orang tersebut menyadari dalam arti mengerti stimulus (objek) terlebih dahulu b) Interest adalah orang mulai tertarik terhadap stimulus c) Evalution adalah menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya d) Trial adalah orang sudah mencoba perilaku baru e) Adoption adalah subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Sedangkan menurut teori Lawrence Green dikutip dari Notoatmodjo (2011) bahwa perilaku seseorang ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor, antara lain: a) Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu yang terwujud dari dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilainilai. b) Faktor pendukung (enabling factor) yaitu yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau arana kesehatan. c) Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain. 16 Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2011), yaitu: 1) Tahu (know) Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan diterima. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. 2) Memahami (Comprehension) Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek harus dapat menyebutkan objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi ini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain. 17 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini masih dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokan. 5) Sintesis (Syntesis) Menunjukan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau bisa juga kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evalution) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang sudah ada. Terdapat 4 jenis pengetahuan atau kebenaran yang dapat diperoleh dan dimiliki manusia, yaitu (Sadulloh dkk, 2011): 1) Pengetahuan biasa atau awam atau sering disebut commonsense knowledge atau akal sehat. 2) Pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) atau secara singkat orang menyebutkan dengan sains. 3) Pengetahuan filsafat (philosophical knowledge) atau dengan singkat saja disebut filsafat. 18 4) Pengetahuan religi (pengetahuan agama) pengetahuan yang bersumber pengetahuan dari agama yang mengenai hakekat perilaku mencakup sebagai pengungkap supernatural melalui wahyu yang diterima utusannya yang terpilih. Pengetahuan biasa atau awam atau sering disebut common sense knowledge, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dan kebiasaan hidup seharihari, misalnya semua orang menyebut sesuatu kuning karena memang berwarna kuning. Air diperlukan untuk kehidupan manusai, memang air diperlukan misalnya untuk minum. Mendung itu diketahui banyak orang sebagai pertanda akan turun hujan dan sebagainya. Pengetahuan biasa menurut (Sadulloh dkk,2011)memiliki ciri-ciri: 1) Common sense cenderung menjadi biasa dan tetap atau bersifat peniruan serta pewarisan dari masa lampau. 2) Common sensemaknanya sering kabur atau samar dan memiliki pengertian ganda. 3) Common sense merupakan suatu kebenaran atau kepercayaan yang tidak teruji atau tidak pernah diuji kebenarannya. 19 Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingat, atau pengenal suatu informasi, ide yang sesudah diperoleh sebelumnya menjawab pertanyaan- (Notoatmodjo, 2011). Bila seseorang dapat pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik lisan maupun tulisan maka ia dianggap mengetahui bidang tertentu (Notoatmodjo, 2011). Manusia dalam menjalani kehidupannya, sesuai dengan tingkat kemampuan dalam memenuhi rasa ingin tahunya, dapat memiliki berbagai jenis pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan yang banyak penting kita miliki, karena merupakan bahan dan sumber bagi tersusunnya ilmu pengetahuan (Sadulloh dkk, 2011). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgengdari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2011). 20 Adapun pengukuran pengetahuan ini dapat dikategorikan menurut arikunto (2010) adalah sebagai berikut : a) Kategori baik, apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden sebanyak 76-100%. b) Kategori cukup, apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden sebanyak 56-75%. c) Kategori kurang, apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden sebanyak <56%. 2. Pengertian typhoid a. Pengertian Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh salmonella typhi (zulkoni, 2010). Demam tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A, B,C. Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi(mansoer, 2008) b. Penyebab salmonella typhi sama dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gramnegatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang 21 membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic. Penyebab ini disebabkan oleh kuman : 1. Salmonella thyposa 2. Salmonella parathypi A, B, C. Kuman salmonella termasuk golongan bakteri berbentuk batang, gram negatif, mempunyai plagel yang memungkinkan kuman ini dapat bergerak, tidak berspora serta mempunyai tiga jenis antigen yaitu: Antigen O (AgO) : Antigen pada bagian Soma (badan) Antigen H (AgH) : Antigen pada bagian Flagel. Flagel adalah alat bergerak Antigen Vi (AgVi) : Antigen pada bagian Kapsul (pembungkus soma) c. Patofisiologi Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F : Food (makanan), Fingger (kuku), Fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat dituarkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. 22 Kemudian kuman masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan di musnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk kedalam aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakteremia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kuman Salmonella masuk ke dalam lambung. Di dalam lambung, kuman mengalami penetrasi yang memungkinkan kuman mati atau tetap hidup. Bila tetap hidup selanjutnya masuk ke usus halus. Melalui folikel limpa yang ada dipermukaan usus halus masuk ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistematik sehingga terjadi bakterimia. Bakteremia pertama menyerang sistem Retikulo Endotelial Sistem (RES) yaitu hati, lien, dan tulang, yang akan menyebabkan infeksi pada hati dan lien dan menimbulkan hepatomegali dan splenomegali. Kemudian 23 selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat (otak), ginjal dan jaringan limpa. Infeksi pada hati tentu juga akan mengkontaminasi cairan empedu yang dihasilkan oleh hati kemudian masuk ke kandung empedu sehingga terjadi Kolesistitis. Sesuai dengan sirkulasi enterohepatik maka cairan empedu akan masuk ke duodenum dengan Virulensi kuman yang tinggi dan akan menginfeksi intestin kembali khususnya bagian ileum dimana akan terbentuk ulkus yang lonjong dan dalam. Masuknya kuman kedalam intestin terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh mulai naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan menurun menjelang pagi dan siang hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermitten,(suhu yang tinggi, naik turun dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas intestin, namun ini tidak selalu terjadi dapat pula terjadi sebaiknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal. Kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi, (Demam intermitten). Kadang disertai demam dengan gangguan kesadaran seperti delirium pada fase ini konstipasi mungkin masih tetap terjadi dan klien tampak lemah. Pada minggu selanjutnya dimana infeksi Focal Intestinal terjadi dengan tanda suhu tubuh masih tetap tinggi tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakteremia dan berlangsung terus menerus (Demam 24 Kontinue), lidah kotor, tepi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan terjadi distensi, diare. Pada fase ini dapat terjadi perdarahan usus, perporasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen, peristaltik menurun bahkan hilang melena tanda-tanda shock dan penurunan kesadaran. d. Manifestasi Klinis a) Manifestasi Neuropsikiatrik atau tifoid toksik Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, parkinson rigidity atau transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindrom GuillainBarre, dan psikosis. Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen,sopor, atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa penelitian disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Di duga faktorfaktor sosial ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah,ras,kebangsaan,iklim,nutrisi,kebudayaan dan kepercayaan (adat)yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian. 25 Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa di berikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu di butuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma,d elirium ataupsikosis. Roseolae jarang di temukan pada orang indonesia. 1. Gejala pada anak : Inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari. 2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama 26 3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan shok, Stupor dan koma. 4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. 5. Nyeri kepala 6. Kembung 7. Mual, muntah 8. Diare 9. Konstipasi 10. Pusing 11. Nyeri otot 12. Batuk 13. Epistaksis 14. Bradikardi 15. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) 16. Hepatomegali 17. Splenomegali 18. Meteroismus 19. Gangguan mental berupa samnolen 20. Delirium atau psikosis 21. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia 27 Masa tunas typhoid 10-14 hari 1. Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexsia dan mual, batuk, epitaksis obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut 2. Minggu II Pada minggu ke II gejala sudah jelas berupa demam, bradikardi,lidah yang khas (putih, kotor, pinggirannya hipermi), hepatomegali meterorimus, penurunan kesadaran e. Komplikasi Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu: 1. Komplikasi intestinal : a) Perdarahan usus b) Perporasi usus c) Ilius pralitik d) Pankreatitis e) Perdarahan intestinal Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis). Dapat terbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong dan memanjang dan memanjang terhadap sumbu usus. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi 28 dapat terjadi. Karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5ml/kg BB/jam dengan faktor hemostatis dalam batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang diberikan tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan. f) Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi. 29 Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian adalah perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30 tahun),lama demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita. Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman S. Typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin atau metrodinazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastrik tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. 2. Komplikasi exstra intestinal a) Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer, (renjatan spesies), miokarditis, trombosis, tromboflebitis. b) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID,trombosis dan syndroma urenia hemolitik c) Komplikasi paru : pneumonia, empierna dan pleuritis d) Komplikasi pada hepar dan kandungan empedu : hepatitis kolesistiasis 30 e) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, nefritis, pyelonepritis dan perinepritis f) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthitis g) Komplikasi neuropsikiatrik atau tifoid toksik: delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma guilain bare dan sindoma katatonia h) Komplikasi hematologi Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation products samapai koagulasi intravaskular diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid. Trombositopenia saja serimg di jumpai, hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memegang peranan. Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang sering di kemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi, baik KID kompensata maupun dekompensata. 31 Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah, substitusi trombosit dan atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin, meskipun ada pula yang tidak sependapat tentang manfaat pemberian heparin pada demam tifoid. i) Hepatitis Tifosa Pembengkakan hati ringan sampai sedang di jumpai pada 50% kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi dari pada S. Paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi. j) Pankreatitis Tiposa Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat di sebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus,bakteri,cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi atau CT-Scan dapat membantu diagnosa penyakit ini dengan akurat. 32 Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis pada umumnya, antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti seftriakson atau kuinolon. k) Miokarditis Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 1015% penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat sering terjadi. Perubahan elektrokardiografi yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini di sebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S. Typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan. f. Penatalaksanaan Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid, yaitu: 1) Itirahat dan Perawatan Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan a) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus 33 b) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas sesuai dengan pulihnya transfusi bila ada komplikasi perdarahan 2) Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit dema tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus di istirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. a) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein b) Pada penderitaan yang akut dapat diberi bubur saring c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderitaan bebas dari demam selama 7 hari 3) Pemberian antimikroba 34 Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut : a) Kloramfenikol Di indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4x 500mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada penelitian yang di lakukan selama 2002 oleh moehario LH dkk di dapatkan 90% kuman masih memiliki kepekaan terhadap anti biotik ini. b) Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah di bandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikel adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6 c) Kotrimoksazol Efektivitas obat ini di laporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazel 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu. 35 d) Ampisilin dan Amoksilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah di bandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu. e) Sepalosporin generasi ke 3 Hingga saat ini golongan sepalosporin generasi ke 3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah setriakson, dosis yang di anjurkan dalah 3-4 gram dalam dektrosa 100cc diberikan selama 3 hingga 5 hari. f) Golongan fluorokuinolon Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberian a) Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari b) Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari c) Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari d) Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari e) Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavaibilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian. 36 4) Azitromisin Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukira H pada tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin (dosis 2x500mg) menunjukan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupun NARST (Nalidixic Acid Resistant S.typhi). jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsetrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S.typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena. 5) Kombinasi Obat Antimikroba Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksis tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella. 37 a) Kortikosteroid Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksis tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg. b) Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita Hamil Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan. Demikian juga obat golongan fluorokuinolon maupun katrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin, dan seftriakson. g. Pencegahan Pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindar minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas. Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid menurunkan angaran penobatan pribadi maupun negara mendatangkan devisa negara yang 38 berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat negara endemik dan hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah kunjungan wisata. 1) Preventif dan Kontrol Penularan Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu (host) serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu 1. Identifikasi dan eradikasi salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun kasur karier tifoid, 2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi S.typhi akut maupun karier. 3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi. 2) Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier, dan akut. Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S.typhi ini cukup sulit dan memerlukan biaya cukup besar baik ditinjau dari pribadi maupun skala nasional. Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instanti atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga,restoran, hotel sampai pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, 39 yaitu petugas kesehatan, guru, petugas kebersihan, pengelola sarana umum lainnya. 3) Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier. Kegiatan ini di lakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S.typhi. 4) Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingkat risiki tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya. Serta golongan individu beresiko, yaitu golongan imunokompromais maupun golongan rentan. Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu: a) Daerah non-endemik. b) Tanpa ada kejadian outbreak atau c) sanitasi air dan kebersihan lingkungan d) penyaringan pengelola pembuatan, distributor ataw penjualan makanan-minuman e) pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier bila ada kejadian epidemi tifoid f) pencarian dan eliminasi sumber penularan g) pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus 40 h) penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut i) daerah endemik j) memasyarkatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan >570C, iodisasi, dan klorinisasi) k) pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melauli pendidihan , menjauhi makanan segar (sayur ataw buah) l) vaksinasi secara menyeluruh pada masyarkat setempat maupun pengunjung. 3. Anak a. Pengertian Anak Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual(hidayat, 2008). b. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak 1) Pengertian Menurut Hidayat (2008) pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar. (Hidayat, 2008) 41 c. Tahap Tumbuh Kembang Anak 1. Masa Neonatus (0-28 hari) Terjadi aktivitas (pergerakan) bayi yang mulai meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi seperti menangis, memutar-mutar kepala dan menghisap. Perubahan pada fungsi organ seperti ginjal belum sempurna. Urine masih mengandung sedikit protein. Perkembangan motorik kasar dapat diawali tanda gerakan seimbang pada tubuh, pada motorik halus dimulai tanda –tanda kemampuan untuk mampu mengikuti garis tengah bila diberikan respon terhadap gerakan jari atau tangan, pada perkembangan bahasa ditunjukan adanya kemampuan untuk mampu bersuara (menangis). 2. Masa Bayi (28 hari -1 tahun) Terjadi perubahan berat badan dan pertumbuhan tinggi badan. Perkembangan bahasa mulai mampu mengatakan papa mama yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik dapat mengucapkan 1-2 kata. 3. Masa Anak (1- 2 tahun) Pada anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5-2,5 kg. Dalam perkembangan motorik kasar mampu melangkah dengan tegak, perkembangan motorik halus mampu menyusun atau membuat menara, kemampuan bahasa mulai ditunjukan dengan anak mempunyai sepuluh perbendaharaan kata. 42 4. Masa Prasekolah Berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahun 2 kg, kelihatan kurus tapi aktivitas motorik tinggi. Pada perkembangan motorik kasar dapat berjalan dengan tumit ke jari kaki, pada perkembangan motorik halus mampu makan dan minum sendiri,pada perkembangan bahasa mampu berespon terhadap panggilan dan orang-orang anggota perkembangan keluarga adaptasi terdekat, sosial sedangkan menunjukan untuk peningkatan kecemasan terhadap perpisahan. 5. Masa Sekolah Pertumbuhan dan perkembangan pada msa sekolah akan mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun, dimana penambahan berat badan pertahun akan dapat 2,5 kg. Aktivitas fisik semakin tinggi dan memperkuat kemampuan motoriknya. Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan, beberapa masalah sudah mampu diatasi sendirinya dan susah mampu menunjukan penyesuaian diri dengan lingkungan. 6. Masa Remaja Pada masa remaja proses pertumbuhan dan perkembangan ditunjukan terjadi kematangan dalam beberapa fungsi endokrin, kematangan fungsi seksual hingga tamfak sekali masa remaja. Pada masa remaja ini akan banyak dijumpai berbagai permasalahan yang ada karena masa ini memerlukan proses 43 menuju kedewasaan dan anak ingin mencoba bahwa dirinya sudah mampu sendiri (hidayat, 2008). Menurut basil penelitian Osbora, White dan Bloom perkembangan intelektual manusia pada usia empat tahun sudah mencapai 50%, usia 8 tahun 80%, dan pada usia 18 tahun bisa mencapai 100%. Berdasarkan penelitian tersebut maka masa usia dini adalah masa golden age yang harus dioptimalkan karena sebagian besar perkembangan otak anak didominasi pada masa tersebut yakni mencapai 80% sedangkan 20% selanjutnya akan berkembang setelah masa usia dini hingga umur 18 tahun. Perkembangan pada usia dini berjalan sangat cepat, bahkan lebih cepat daripada usia setelahnya, hal ini dikarenakan pada masa ini sel-sel neuron dalam otak manusia akan berkembang sangat optimal jika mendapat stimulus-stimulus dari lingkungannya. Otak besar manusia terdiri dari hemisfer kanan dan hemisfer kiri, kedua hemisfer memiliki peran yang berbeda dalam proses kognitif, Parera mencatat hemisfer kanan mengenali musik dan pola-pola visual yang kompleks, sedangkan hemisfer kiri mengendalikan kemampuan analitis, matematika, dan kemampuan berbahasa. 44 B. Landasan Teori Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut diatas, maka peneliti dapat merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh salmonella. Thypus abdominalis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella thyposa, Salmonella parathypi A, B, C, menyerang usus halus khususnya daerah ileum. Termasuk golongan penyakit tropis yang sangat berhubungan erat dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Dapat dengan mudah berpindah ke orang lain melalui Fecal. Oral artinya kuman Salmonella yang ada pada feses penderita atau karier mengkontaminasi makanan atau minuman orang sehat.(zulkoni, 2010). demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua dan demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Berkaitan dengan pengetahuan orang tua tentang penyakit typhoid pada anak. Dalam hal pencegahan tertular demam tifoid pada anak sangat dibutuhkan partisipasi orang tua dalam menjaga perilaku dan kebiasaan anak terkait dengan faktor resiko untuk terjangkit demam tifoid tersebut. Teori pembelajaran sosial menunjukan bahwa perilaku orang tua menjadi contoh bagi anak mereka sehingga mereka mengaplikasikannya kedalam pola yang sama dengan perilaku kesehatan yang diturunkan kepada mereka. Oleh karena itu, untuk menunjang perilaku positif orang tua untuk menjaga anak mereka dari kebiasaan buruk seperti jajan sembarangan, sekaligus memberikan pembelajaran mengenai pencegahan demam tifoid maka seharusnya diperlukan pengetahuan yang cukup tentang tifoid (widodo, 2009). 45 C. Kerangka Konsep Pengetahuan orang tua tentang : orang tua yang memiliki anak typhoid Pengertian Penyebab Patofisiologi Tanda dan gejala Komplikasi Penatalaksanaan pencegahan Baik cukup Kurang Gambar 2.2 Diadop dari teori Arikunto (2010) Untuk faktor yang lainnya tidak diteliti karena pengetahuan merupakan salah satu yang akan mempengaruhi orang tua dalam merawat anaknya sehingga dapat meminimalisir terjadinya komplikasi penyakit typhoid yang dapat menyebabkan kematian. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran surat As Syura ayat 80 Al-Quran Surat Al Mujaddalah Ayat 11 Amin, h. n., & hardhi, k. (2013). nanda nic-noc (Vol. jilid 1). yogyakarta. Arikunto, s. (2010). evaluasi pendidikan. jakarta: rineka cipta. s. (2010). prosedur penelitian. yogyakarta: rineka cipta. Aru, w. s., bambang, s., Idrus, a., macellus, s. k., & siti, s. (2009). buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta: 71 jakarta pusat. Bahri. (2008). Pola Komunikasi Orang Tua dan anak dalam keluarga. jakarta: PT. rineka cipta. Christanti, L., Maarist, S. S., & Abraham, B. (2013). hubungan pengetahuan orang tua tentang demamtifoid dengan kebiasaan jajan . talaud. Ciamis, Rekam. Medik. (2014-2015). data penyakit typhoid pada anak. ciamis. Rekam. Medik. (2014-2015). data penyakit typhoid pada anak. RSUD ciamis. Erfandi. (2014). Fktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan.Available at: http// forbetterhelath. wordpress.com. Friedman, Marlyn, M., & Biwden, V. R. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, teori dan Praktik. Ahli Bahasa Gunarsa, S. (2008). Pendekatan Psikologi Terhadap Anak yang dirawat dan sikap orang tua. fakultas psikologi universitas indonesia. jakarta. Hidayat , A., & Aziz, A. (2008). pengantar ilmu keperawatan anak (Vol. jilid 1). jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, S. (2010). metodologi penelitian kesehatan. jakarta: rineka cipta. , S. (2012). proposi kesehatan dan prilaku kesehatan. jakarta: rineka cipta. Nursalam. (2013). metodologi penelitian ilmu keperawatan (Vol. edisi 3). surabaya: salemba medika. Pusponegoro. (2008). Standar medis pelayanan kesehatan anak . jakarta: badan penerbit IDAI,. Putra, A. (2012). Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam tifoid terhadap kebiasaan jajan anak sekolah dasar. Sadulloh, d. (2009). pedagogik. Bandung: Cipta Utama. Sugiyono. (2013). metode penelitian pendidikan . Bandung: Alfabeta. Sulistyaningsih. (2011). metode penelitian kuantitatif. Yogyakarta: Graha ilmu. Suparyanto. (2011). konsep kepatuhan (internet) tersedia dalam http ://drsuparyanto.blogspot.com/konsep-kepatuhan.diakses pada tanggal 21 juli 2011. Widodo, d., setiyohadi, b. a., simadibrata, M., & setiadi, S. (2009). buku ajar penyakit dalam (Vol. jilid III). jakarta: internal pubhlising.