pRB-16 - BPPBAP

advertisement
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
KARAKTERISTIK TANAH SALIN DI TAMBAK KECAMATAN MAPPAKASUNGGU,
KABUPATEN TAKALAR
Kamariah*, Ruzkiah Asaf dan Mudian Paena
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros
*
e-mail: [email protected]
Abstrak
Tanah salin tergolong tanah bermasalah karena kebanyakan tanaman tidak dapat tumbuh sama
sekali. Oleh karena itu, tanah ini berpeluang untuk dijadikan lahan budidaya, di Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan, digunakan sebagai tambak budidaya untuk produksi komoditas perikanan pantai
seperti udang windu, bandeng dan rumput laut pada musim hujan dan sebagai tambak garam untuk
produksi garam pada musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tanah
salin di tambak Kabupaten Takalar dalam upaya perbaikan untuk budidaya tambak yang berdaya
guna dan berhasil guna. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 20 titik. Dengan menggunakan
Global Position System (GPS). Peubah kualitas tanah sebagian diukur langsung di lapangan dan
sebagian lagi dianalisis di laboratorium. Hasil analisis menunjukkan bahwa, peubah kualitas tanah
yang di ukur di lapangan yaitu pHF dan pHFOX diperoleh selisih pHF-pHFOX yang nilainya lebih besar dari
4. Tanah tambak di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan adalah jenis tanah salin dengan klasifikasi
tanah bergaram banyak dengan nilai DHL dari tiga kedalaman lebih besar dari 15 mS/cm, dari hasil
analisis tanah menunjukkan bahwa tanah bersifat sangat masam sampai masam dengan nilai pHf
rata-rata pada kedalaman 0-20 cm sebesar 7,24, kedalaman 20-40 cm sebesar 7,06 dan kedalaman
40-60 cm sebesar 7,08. Perbedaan nilai DHL dari setiap kedalaman disebabkan karena nilai pHFpHFOX cenderung meningkat. Penanganan setiap kelompok tanah dilakukan sesuai dengan karakter
tanah yang telah diketahui karakteristiknya.
Kata kunci: karakteristik, kecamatan Mappakasunggu, tambak, tanah salin
Pengantar
Tanah salin adalah tanah yang mempunyai kadar garam netral larut dalam air, kurang dari 15% KTK
tanah ditempati oleh NK dan biasanya memiliki nilai pH kurang atau lebih. Tanah ini tergolong tanah
bermasalah karena kebanyakan tanaman tidak dapat tumbuh sama sekali. Oleh karena itu, tanah
ini berpeluang untuk dijadikan lahan budidaya, dan sering ditemukan pada daerah yang memiliki
sumber air laut atau payau, seperti pada daerah di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Tambak
yang dibangun di Kabupaten Takalar digunakan sebagai tambak budidaya untuk produksi komoditas
perikanan pantai seperti udang windu, bandeng dan rumput laut pada musim hujan dan sebagai
tambak garam untuk produksi garam pada musim kemarau. Kristal atau bunga garam umum dijumpai
pada permukaan tanah salin-sodik, namun hanya pada musim kemarau (Buringh, 1979).
Selain secara kimia yaitu kandungan garam yang tinggi pada tanah salin, secara fisik juga akan
memunculkan masalah untuk budidaya tambak. Sebagai akibat dari konsentrasi natrium (Na) yang
tinggi pada kompleks jerapan tanah, dapat menyebabkan rusaknya struktur tanah (Buringh, 1979).
Akibat lebih lanjut agregat tanah yang merupakan daya kohesi internal tanah akan menjadi lemah
sehingga tanah mudah hancur. Hal ini terlihat jelas pada tambak yang ada di Kabupaten Takalar yang
pematangnya dipasangi bilah-bilah bambu untuk menahan pematang tambak.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tanah salin di tambak Kecamatan Mappakasunggu
Kabupaten Takalar dalam upaya perbaikan untuk budidaya tambak yang berdaya guna dan berhasil
guna.
Bahan dan Metode
Pengambilan sampel tanah tambak dilakukan di Dusun Taipa, Desa Soreang, Kecamatan
Mappakasunggu, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Februari tahun 2007.
Semnaskan_UGM / Poster Rekayasa Budidaya (pRB-16) - 553
pRB-16
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 20 titik. Penentuan titik dilakukan secara acak dimana titik
yang diambil adalah bagian dasar tambak, bagian pematang tambak dan tanah asli yang belum terolah
oleh pembudidaya. Titik –titik yang diambil adalah titik yang merupakan represantasi dari tambaktambak disekitarnya. Untuk pengambilan titik stasiun digunakan Global Position System (GPS).
Sampel tanah diambil dengan menggunakan bor tanah pada kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60
cm dari permukaan. Peubah kualitas tanah yang diukur langsung di lapangan adalah: pHF (pH yang
diukur langsung di lapangan dalam kondisi tanah lembab dan segar dengan menggunakan pH-meter)
(Ahern et al., 2004), pHFOX (pH yang di ukur di lapangan setelah tanah diberi hidrogen peroksida 30%
yang juga diukur dengan pH-meter) (Ahern et al., 2004), potensial redoks dengan redox-meter. DHL
(Daya Hantar Listrik) dengan menggunakan conductivity-meter dan warna tanah dengan menggunakan
Munsell Soil Color Chart.
Untuk peubah kualitas tanah lainnya, maka contoh tanah dimasukkan dalam cool box yang diberi
es sesuai petunjuk Ahern et al. (2004). Sisa tumbuhan segar, kerikil, cangkang dan kotoran lainnya
dibuang dan bongkahan besar dikecilkan dengan jari tangan. Selanjutnya di bawa ke laboratorium
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) di Kabupaten Maros. Sampel
tanah diovenkan pada suhu 80-85oC selama 48 jam (Ahern et all., 2004) dan sampel tanah lainnya
di keringkan dengan udara bebas (Sulaeman et al., 2005). Setelah kering, contoh tanah dihaluskan
dengan cara ditumbuk pada lumpang porselin dan diayak dengan ayakan ukuran lubang 40 mesh
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik klip yang telah diberi label. Peubah kualitas tanah
yang dianalisis di laboratorium meliputi pHKCl, pHOX, SKCl, SP, SPOS, TPA, TAA, TSA, karbon organik, pirit,
Fe, Al, PO4, Ca, Mg, Na, dan KTK berdasarkan petunjuk Menon (1973), Ahern dan Rayment (1998),
Ahern et al. (1998a, 1998b), Melville (1993) dan Sulaeman et al. (2005).
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis masing-masing tanah tambak untuk kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm,
disajikan pada pada Tabel 1., Tabel 2. dan Tabel 3.
Tabel 1. Hasil analisis tanah tambak pada kedalaman 0-20 cm.
Parameter
pHF
Redox potential (mV)
pHFOX
pHF-pHFOX
DHL (mS)
pHKCl
pHOX
SKCl (%)
SP (%)
SPOS (%)
TPA (mol H+/ton)
TAA (mol H+/ton)
TSA (mol H+/ton)
OM (%)
Pyrite (%)
Fe (ppm)
Al (ppm)
PO4 (ppm)
Ca (me/100gr)
Mg (me/100gr)
Na (me/100gr)
CEC/KTK (me/100gr)
Rata-rata
7,24
-168
2,60
4,65
38,89
7,57
3,11
0,29
1,54
1,25
66,45
0,00
66,45
5,60
0,30
4,18
489,65
1,87
11,09
14,38
21,24
18,29
554 - Semnaskan_UGM / Kamariah, dkk
SD
0,25
140
1,86
1,90
17,45
0,25
1,45
0,09
0,64
0,64
51,74
0,00
51,74
3,50
0,23
3,57
211,52
1,51
3,95
5,59
10,46
4,82
Maksimum
7,60
92
6,16
6,88
72,60
7,86
6,79
0,46
2,66
2,48
194,00
0,00
194,00
12,16
0,87
11,14
936,50
7,63
19,34
23,55
47,02
26,39
Minimum
6,73
-428
0,46
0,86
4,60
6,97
1,66
0,12
0,38
0,26
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
70,50
0,59
5,65
3,64
3,97
10,86
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Tabel 2. Hasil analisis tanah tambak pada kedalaman 20-40 cm.
Parameter
Rata-rata
SD
pHF
7,06
0,24
Redox potential (mV)
-163
123
pHFOX
1,64
1,41
pHF-pHFOX
5,42
1,41
DHL (mS)
52,78
22,13
pHKCl
6,99
0,97
pHOX
2,29
0,70
SKCl (%)
0,38
0,16
SP (%)
1,62
0,68
SPOS (%)
1,24
0,62
TPA (mol H+/ton)
105,20
65,38
TAA (mol H+/ton)
0,00
0,00
TSA (mol H+/ton)
105,20
65,38
OM (%)
8,60
8,13
Pyrite (%)
0,47
0,29
Fe (ppm)
6,17
3,52
Al (ppm)
590,03
220,78
PO4 (ppm)
1,42
0,90
Ca (me/100gr)
9,69
3,13
Mg (me/100gr)
14,01
3,91
Na (me/100gr)
21,99
8,07
CEC/KTK (me/100gr)
18,76
4,35
Maksimum
7,48
64
5,85
6,81
107,00
7,88
3,71
0,80
3,44
2,76
259,50
0,00
259,50
40,13
1,16
10,98
872,00
4,17
15,47
22,09
41,29
27,07
Minimum
6,53
-338
0,28
1,42
20,72
4,16
1,35
0,21
0,72
0,38
10,00
0,00
10,00
1,60
0,04
0,35
13,00
0,27
5,53
7,03
7,24
12,49
Tabel 3. Hasil analisis tanah tambak pada kedalaman 40-60 cm.
Parameter
Rata-rata
SD
pHF
7,08
0,28
Redox potential (mV)
-173
95
pHFOX
1,26
1,05
pHF-pHFOX
5,82
1,12
DHL (mS)
52,34
18,69
pHKCl
7,08
0,93
pHOX
2,19
0,75
SKCl (%)
0,47
0,28
SP (%)
1,99
0,87
SPOS (%)
1,52
0,86
TPA (mol H+/ton)
127,05
91,73
TAA (mol H+/ton)
0,00
0,00
TSA (mol H+/ton)
127,05
91,73
OM (%)
7,12
4,26
Pyrite (%)
0,57
0,41
Fe (ppm)
6,97
3,87
Al (ppm)
616,00
153,44
PO4 (ppm)
1,45
1,12
Ca (me/100gr)
11,53
5,03
Mg (me/100gr)
14,34
7,08
Na (me/100gr)
23,90
12,73
CEC/KTK (me/100gr)
17,50
5,23
Maksimum
7,55
-19
5,12
6,82
101,90
7,95
3,88
1,29
3,58
3,38
378,00
0,00
378,00
16,28
1,69
11,27
806,00
4,06
22,42
28,20
54,02
26,91
Minimum
6,47
-332
0,26
1,70
16,46
4,84
1,21
0,20
0,81
0,12
10,00
0,00
10,00
0,19
0,04
0,21
244,00
0,07
5,29
6,65
7,52
11,34
Semnaskan_UGM / Poster Rekayasa Budidaya (pRB-16) - 555
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Dari Tabel 1,2 dan 3 terlihat bahwa dari peubah kualitas tanah yang diukur di lapangan yaitu pHF
dan pHFOX , pHf adalah pH tanah yang diukur di lapangan dalam kondisi tanah jenuh dengan air,
sedangkan pHFOX adalah pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi sempurna dengan
H2O2 (hidrogen peroksida) 30% (Ahern dan Rayment, 1998). pHF tanah relatif sama pada kedalaman
tanah yang berbeda, sedangkan pHFOX lebih tinggi pada kedalaman 0-20 cm daripada kedalaman 2040 cm dan kedalaman 40-60 cm. Sebagai akibat pHF yang relatif sama dan pHFOX yang lebih tinggi
pada kedalaman 0-20 cm, mengakibatkan pHF-pHFOX lebih rendah pada kedalaman 0-20 cm yang
bearti potensi kemasaman pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah daripada kedalaman 20-40 cm dan
kedalaman 40-60 cm. Rendahnya potensi kemasaman pada kedalaman 0-20 cm sebagai akibat proses
remediasi yang berjalan secara alami untuk waktu yang cukup lama. Potensi kemasaman yang rendah
pada kedalaman 0-20 cm juga diduga sebagai akibat pemberian kapur oleh pembudidaya tambak
pada setiap persiapan tambak. Dari Tabel 1, 2, dan 3 terlihat bahwa jenis tanah yang ditemukan,
merupakan jenis tanah bertekstur lempung liat berpasir sampai liat.
Karakteristik Tanah Salin mempunyai pH tanah = 8,5 atau lebih rendah. Tanah-tanah salin dapat memiliki
pH tanah = 10, tetapi beberapa tanah ini dapat bereaksi netral, sedang yang lain bereaksi masam.
Untuk membedakan tanah-tanah salin dari jenis tanah yang lain, laboratorium salinitas mengusulkan,
garam terlarut dari kadar Na+ tertukarkan sebagai kriteria. Parameter-parameter tersebut dinyatakan
dalam bentuk (1) daya hantar listrik (DHL) bagi kadar garam dan (2) persentase natrium dapat ditukar
(PNT) bagi kadar Na+ tertukarkan. Salinitas tanah ditetapkan dengan mengukur DHL dalam mmho/
cm pada ekstrak jenuh tanah. Yang tersebut terakhir ini diperoleh dari penghisapan dan penyaringan
pasta jenuh-air. BD dari tanah mempengaruhi terhadap porositas tanah, yaitu apabila berat jenis (BD)
rendah porositasnya tinggi, dan apabila BD tinggi porositasnya rendah (Hasibuan, 2008). Berdasarkan
nilai PNT dan DHL dikenal tiga kelompok tanah yaitu : (1) tanah salin, (2) tanah salin-alkali, dan (3)
tanah bukan salin alkali (sodik). Tanah salin dicirikan oleh DHL > 4 mmho/cm pada 25 oC, dan PNT
< pnt =” 15%.”> 4 mmho/cm pada 25oC, dan PNT > 15%. Jenis tanah ini mempunyai garam bebas
dan Na+ yang dipertukarkan. Selama garam ada dalam jumlah berlebih, tanah-tanah tersebut akan
terflokulasi dan pH nya biasanya ≤8,5, jika tanah ini memiliki kadar kadar garam bebas menurun dan
reaksi tanah dapat menjadi sangat alkalin (pH> 8,5) akibat berhidrolisis Na+ yang dapat dipertukarkan.
Dari data tersebut diatas dapat terlihat bahwa nilai PNT > 15% yang berarti tanah tambak di Kabupaten
Takalar adalah tergolong dalam kelompok tanah salin. Tanah bukan salin-alkali dicirikan oleh DHL
15%. Kebanyakan dari Na+ nya ada dalam bentuk dipertukarkan dan hanya sejumlah kecil dari garam
bebasnya terdapat dalam larutan tanah. Nilai pH tanah berkisar dari 8,5 hingga 10,0. Sebagai akibat
adanya saluran atau irigasi, kondisi akan sangat alkalin dapat terbentuk pada tanah dan pH tanah
dapat setinggi 10 merupakan hal yang umum (Sipayung, 2008).
Aswidinnoor et al. (2008) menyatakan bahwa tanah salin adalah tanah pasang surut yang mendapat
pengaruh atau intrusi air asin lebih dari tiga bulan dalam setahun dengan kandungan Na dalam
larutan tanah > 8 %. Menurut Bernstein dalam Suwarno (1985) tanah salin adalah tanah yang
mengandung garam-garam yang dapat larut lebih dari 0.1 % atau berdaya hantar listrik lebih dari
4 mmhos/cm atau sekitar 2560 ppm. Menurut Notohadiprawiro (1998) daya tanah menghantarkan
listrik (electric conductivity) dapat digunakan untuk menaksir kadar garam terlarut tanah. Nilai electric
conductivity dinyatakan dengan satuan mS/cm. Poerwowidodo (2002) mengklasifikasikan tanah
berkadar garam kedalam lima kelas yaitu kelas bebas garam (0-2 mS/cm), agak bergaram (2-4 mS/
cm), bergaram cukup (4-8 mS/cm), bergaram agak banyak (8-15 mS/cm) dan bergaram banyak (>15
mS/cm).
Dari hasil analisis laboratorium menunjukkan nilai DHL yang melebihi 15 ms/cm, menunjukkan bahwa
tanah tambak di Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar termasuk dalam klasifikasi tanah
berkadar garam banyak. Daya hantar listrik pada setiap kedalaman cenderung meningkat dengan
peningkatan kedalaman. Naiknya nilai DHL karena adanya mobilisasi Fe2+ dan Mn2+, pembentukan
NH4+, HCO3-, dan RCOO- penggantian kation-kation dalam koloid oleh Fe2+, Mn2+, dan NH4+ Turunnya
nilai DHL karena pengendapan Fe3+ sebagai Fe3(OH)8 dan FeS, pengendapan Mn sebagai MnCO3,
kehilangan CO2, dan konversi RCOO- menjadi CH4. Pada tanah tergenang yang normal, nilai DHL
tertinggi antara 2-4 dS/m, tetapi pada tanah pasir yang kaya bahan organik dan tanah sulfat masam
dapat mencapai >4 dS/m. Peningkatan nilai DHL karena dari hasil pengukuran dan analisis kandungan
pHF-pHFOX tanah tambak di Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar cenderung meningkat dari
556 - Semnaskan_UGM / Kamariah, dkk
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
setiap kedalaman. Kation yang digantikan oleh Fe2+, Mn2+, dan NH4 dalam keadaan reduksi dapat
hilang bersama air perkolasi. Pada keadaan kering oksidasi Fe2+ dan NH4 dapat mengasamkan tanah
(Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
Menurut Aswidinnoor et al. (2008) pada umumnya salah satu penyebab salinitas di Indonesia
ialah pasang surut air laut yang menimpa daerah pantai dan adanya instrusi (perembesan) air laut
terutama di dataran rendah dan di daerah pesisir. Santoso (1993) menyatakan bahwa pada wilayah
kering, lahan yang berdrainase buruk dan evaporasi yang lebih tinggi dari pada jumlah hujan akan
menyebabkan garam-garam yang dapat larut dan Na yang dapat ditukar terakumulasi dalam jumlah
yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi apabila letak air tanah berada pada tingkat yang tinggi atau
dekat permukaan tanah.
Menurut Darmawijaya (1990) evaporasi selama musim kering membawa garam ke permukaan tanah
dan terakumulasi pada wilayah tersebut sebagai garam biasa atau berupa kerak. Senyawa garam
yang dominan pada tanah salin di daerah pantai adalah Natrium Klorida (NaCl).
Untuk setiap kelompok tanah yaitu salin, salin-alkali, dan sodik memiliki penanganan yang berbeda
untuk setiap karakter tanah. Secara umum penanganan untuk mengurangi garam dilakukan dengan
menambahkan amandemen, garam pencucian dengan air bersih, dan teknik Irigasi.
Kesimpulan dan Saran
Karakteristik tanah salin di tambak Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar adalah tanah
salin dengan klasifikasi tanah berkadar garam banyak yang ditunjukkan dengan nilai DHL melebihi
15 ms/cm. Perbedaan nilai DHL dari setiap kedalaman disebabkan karena nilai pHF-pHFOX cenderung
meningkat. Penanganan untuk setiap jenis tanah salin dilakukan dengan melihat jenis tanah salin yang
dikandung dari setiap tambak yang ditemukan.
Daftar Pustaka
Ahern, C.R. & B. Blunden. 1998. Designing a soil sampling and analysis program. In: Ahern, C.R.,
Blunden, B. and Stone, Y. (eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Acid
Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. p. 2.1-2.6.
Ahern, C.R. & McElnea, A.E. 2004. Calculated sulfur parameters. In: Acid Sulfate Soils Laboratory
Methods Guidelines. Queensland Department of Natural Resources, Mines and Energy,
Indooroopilly, Queensland, Australia. pp. B11-1-B11-2.
Ahern, C.R., A. McElnea & D.E. Baker. 1998a. Peroxide oxidation combined acidity and sulfate. In:
Ahern, C.R., Blunden, B. and Stone, Y. (eds.), acid sulfate soils laboratory methods guidelines.
Acid Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. p. 4.1-4.17.
_______. 1998b. Total oxidisable sulfur. In: Ahern, C.R., Blunden, B. and Stone, Y. (eds.), Acid sulfate
soils laboratory methods guidelines. Acid Sulfate Soil Management Advisory Committee,
Wollongbar, NSW. p. 5.1-5.7.
Ahern, C.R. & Rayment, G.E. 1998. Codes for acid sulfate soils analytical methods. In: Ahern, C.R.,
Blunden, B. and Stone, Y. (eds.), acid sulfate soils laboratory methods guidelines. Acid
Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. p. 3.1-3.5.
Aswidinnoor, H., M. Sabran, Masganti, Susilawati. 2008. Perakitan varietas unggul padi tipe baru dan
padi tipe baru-ratun spesifik lahan pasang surut kalimantan untuk mendukung teknologi
budidaya dua kali panen setahun. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Institut Pertanian Bogor.
Bouyoucos, C.J. 1962. Hydrometer method improved for making particle size analysis of soils.
Agronomy Journal 54 : 464-465.
Semnaskan_UGM / Poster Rekayasa Budidaya (pRB-16) - 557
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Boyd, C.E., C.W. Wood & Thunjai, T. 2002. Aquaculture pond bottom soil quality management. Pond
Dynamics/Aquaculture Collaborative Research Support Program Oregon State University,
Corvallis, Oregon. 41 pp.
Buringh, P. 1979. Introduction to the study of soils in tropical and subtropical regions. Centre for
Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen. 124 h.
Darmawijaya, Mohamad Isa. 1990. Klasifikasi tanah : dasar teori bagi penelitian tanah dan pelaksana
pertanian di Indonesia. Gadjah Mada Universitu Press : Yogyakarta.
FAO (Food and Agriculture Organization). 1985. Guidelines: land evaluation for irrigated agriculture.
In: FAO Soil Bulletin 55. Soil Resources Management and Conservation Service and Water
Development Division, FAO, Rome. 231 pp.
Hossain, M.s. & Das, N.G. 2010. GIS-based multi-criteria evaluation to land suitability modelling for
giant prawn (Macrobrachium rosenbergii) farming in Companigonj Upazila of Noakhali,
Bangladesh. Computers and Electronics in Agriculture 70 (1) : 172-186.
Melville, M.D. 1993. Soil laboratory manual. School of Geography, The University of New South Wales,
Sydney. 74 pp.
Menon, R.G. 1973. Soil and water analysis: a laboratory manual for the analysis of soil and water.
Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang. 190 pp.
Notohadiprawiro. T. 1998. Tanah dan lingkungan. Direktorat Jendral Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
Santoso, B. 1993. Tanah salin tanah sodik dan cara mereklamasinya. Yayasan Fakultas Pertanian
Jurusan Ilmu Tanah Universitas Brawijaya, Malang.
Sipayung, R. 2008. Stres garam dan mekanisme toleransi tanaman. USU Press, Medan.
Sulaeman, Suparto & Eviati. 2005. Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk.
Diedit oleh: Prasetyo, B.H., D. Santoso dan L.R. Widowati. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
136 hlm.
Suwarno, 1985. Inheritance and physiology of salinity tolerance characteristic in rice plant. Dissertation
of Graduate School, IPB, Bogor. 87 h
558 - Semnaskan_UGM / Kamariah, dkk
Download