BAB I - pps unud

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan
institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan
ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan
(Todaro,2006). Oleh karena itu, pada hakekatnya, pembangunan itu harus
mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial
secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan
keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya,
untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara
material maupun spiritual.
Pembangunan nasional di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan daerah karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri
dari provinsi– provinsi dan kabupaten/kota serta daerah yang lebih kecil yaitu
kecamatan dan desa. Pembangunan daerah itu sendiri merupakan bagian integral
dan sebagai penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian
sasaran pembangunan di daerah. Pembangunan daerah mencakup semua kegiatan
pembangunan daerah dan sektoral yang berlangsung di daerah yang dilakukan
oleh pemerintah dan masyarakat (Nugroho dan Rochim Danuri, 2004).
1
2
Suatu daerah untuk dapat melaksanakan suatu pembangunan dan
mengurus rumah tangganya sendiri harus mempunyai sumber-sumber keuangan
sendiri yang cukup. Hal ini untuk menghindari ketergantungan yang semakin
besar bagi daerah pada pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya. Menurut
Suhartanto dan Kusdibyo (2005), kesiapan pemerintah daerah dan instansiinstansinya tidak terbatas pada kesiapan pengelolaan sumber alam, namun juga
berupa kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan bisnis yang
ada di wilayahnya sehingga mampu menarik investasi ke daerahnya. Keberhasilan
pemerintah daerah membuat dan melaksanakan kebijakan yang mendorong
kegiatan bisnis di wilayahnya, akan membawa banyak keuntungan bagi
pemerintah daerah maupun masyarakat di daerah tersebut. Bagi pemerintah
daerah, kegiatan tersebut merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari
pajak. Sedangkan bagi masyarakat umum, keberhasilan menarik investasi tersebut
akan menyerap lapangan kerja dan tentu saja meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Beberapa indikator tingkat kesejahteraan telah dikembangkan sebagai
dasar dalam mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah.
Pada awalnya, studi tentang kesenjangan kesejahteraan antar daerah umumnya
menggunakan output ekonomi rata-rata per kapita sebagai proksi terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Kritik terhadap penggunaan
indikator tersebut adalah berkaitan dengan isu mengenai ketidaktentuan atau
ketidakpastian hubungan antara output ekonomi suatu wilayah dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat wilayah tersebut. Suatu wilayah mempunyai output
3
ekonomi tinggi, namun tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah itu mungkin
saja rendah.
Setiap daerah dalam melaksanakan pembangunannya mengharapkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan pemerataan, sehingga akan
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya. Berhasil tidaknya
pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan
masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi akibat adanya
pendapatan yang meningkat. Pada kenyataannya dilapangan tidak pernah tercapai
pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat yang disebabkan masalah-masalah
internal seperti adanya ketimpangan pendapatan antar manusia, kesenjangan antar
daerah dan kesenjangan ekonomi. Sedangkan masalah eksternal misalnya
persaingan antar wilayah, baik antar wilayah regional maupun nasional.
Simon
Kuznets (1955) mengemukakan bahwa
pertumbuhan awal,
distribusi
pendapatan
atau
pada
kesejahteraan
tahap-tahap
cenderung
memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Beberapa
ulasan mengkaitkan memburuknya distribusi pendapatan pada tahap awal
pembangunan dengan kondisi-kondisi dasar perubahan yang bersifat struktural.
Tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern. Pada tahap
ini, lapangan kerja terbatas namun tingkat upah dan produktifitas terhitung tinggi.
Ketimpangan distribusi pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor
pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan cepat sebelum pada
akhirnya menyempit kembali.
4
Arsyad (1999) juga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan
dengan perpaduan efek dari produktivitas yang tinggi dan populasi yang besar.
Keberhasilan pembangunan ekonomi itu sering ditafsirkan sebagai pertambahan
pendapatan nasional atau produk bagi suatu bangsa, tanpa mempersoalkan siapa
yang akan menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut. Di negara-negara
berkembang
model
yang
dipergunakan
untuk
mengukur
pertumbuhan
ekonominya adalah kenaikan GNP perkapita sehingga mengakibatkan laju
pertumbuhan material yang meningkat, namun bersamaan dengan itu muncul
persoalan baru yaitu masalah pemerataan hasil pembangunan. Tingginya tingkat
penghasilan
perkapita
yang
dicapai
tidak
menjamin
pemerataan
hasil
pembangunan, justru dengan hasil laju pertumbuhan yang tinggi itu diikuti pula
ketimpangan pendapatan yang semakin melebar, disamping terjadinya urbanisasi
yang tidak dapat dibendung, sebagai akibat dari menumpuknya industrialisasi di
daerah perkotaan (Ardani, 1996 dalam Suyana Utama, 2009).
Secara makro pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali telah
mengalami kemajuan yang cukup berarti setelah dihadapkan beberapa kejadian
yang mengguncang industri pariwisata sebagai sektor andalan di Provinsi Bali.
Pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari perkembangan PDRB per kapita
seperti peran bersama pemerintah, masyarakat dan pelaku ekonomi dalam
memulihkan citra Bali di dunia internasional khususnya sektor pariwisata sebagai
penyokong terbesar perekonomian. Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Provinsi Bali atas dasar harga konstan Tahun 2005-2013 dapat dilihat dalam
Gambar 1.1
5
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
Th 2005
3.00
Th 2013
2.00
1.00
0.00
Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (data diolah)
Gambar 1.1
Pertumbuhan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2005 – 2013 ( Persen)
Berdasarkan
Gambar
1.1
terlihat
bahwa
tren
dimasing-masing
kabupaten/kota, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kota Denpasar,
sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di Kabupaten Bangli. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali
tumbuh positif, namun laju pertumbuhan ekonomi cenderung berbeda dan relatif
tidak merata. Ketidakmerataan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh sumber
daya yang dimiliki seperti alam, manusia, modal dan teknologi, baik kualitas
maupun kuantitasnya.
Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakmerataan pertumbuhan
ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Bali karena potensi dan pengembangan
sektor pariwisata lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Bali selatan, yaitu Kota
Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan.
6
Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi ini karena potensi fiskal pemerintah daerah
yang satu dengan lainnya masih sangat beragam yang dimana kesiapan fiskal
masing-masing daerah yang berbeda-beda dalam melaksanakan otonomi daerah.
Dengan demikian keuangan digunakan sebagai instrumen dan menduduki posisi
sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun
keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan
pendapatan
kabupaten/kota
di
Provinsi
Bali
dapat
disebabkan karena perbedaan pembangunan ekonomi, dimana pembangunan
ekonomi di suatu daerah dan pada waktu tertentu akan berbeda dengan
pembangunan tempat yang lain dan dalam waktu yang lain. Perbedaan ini
dikarenakan adanya perbedaan ketersediaan sumber daya yang dimiliki dan
beragamnya karateristik wilayah berdasarkan kenyataan empiris dari berbagai
regional yaitu bahwa kesenjangan pembangunan adalah inherent dengan proses
pembangunan
itu
sendiri.
Ketimpangan
pendapatan
antar
penduduk
kabupaten/kota di Provinsi Bali Tahun 2005 dan Tahun 2013 mengalami
peningkatan, seperti yang disajikan pada Gambar 1.2
Berdasarkan Gambar 1.2, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan
ketimpangan pendapatan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali selama
tahun 2005–2013 mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, ketimpangan
pendapatan tetinggi terjadi di Kota Denpasar, dan terendah terjadi di Kabupaten
Karangasem, tetapi distribusi pendapatan belum dilakukan secara merata akibat
meningkatnya jumlah penduduk di Kota Denpasar, baik berasal dari penduduk
7
lokal maupun sebagai akibat dari migrasi tenaga kerja, sehingga ketimpangan
distribusi pendapatan kabupaten/kota tetap terjadi dan mengalami peningkatan.
0.45
0.4
0.35
0.3 0.261
0.233
0.25
0.297
0.256
0.276
0.233
0.25
0.275
0.262
0.2
Tahun 2005
0.15
Tahun 2013
0.1
0.05
0
Sumber :BPS Provinsi Bali, 2014.
Gambar 1.2
Ketimpangan Pendapatan Masyarakat (Gini Ratio) Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 ( Persen)
Pengeluaran pemerintah sendiri merupakan alat intervensi pemerintah
terhadap perekonomian yang dianggap paling efektif. Selama ini, tingkat
efektifitas pengeluaran pemerintah dapat diukur melalui seberapa besar
pertumbuhan ekonomi dicapai. Dalam perkembangannya alat indikator ini tidak
saja berdasar pertumbuhan ekonomi tetapi juga melibatkan seberapa tinggi tingkat
pengangguran serta tingkat kemiskinan. Walau demikian, pertumbuhan ekonomi
merupakan alat indikator utama sebelum indikator lainnya. Ini menjelaskan
mengapa pemerintah sering hanya menekankan tercapainya tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tetapi mengabaikan indikator pembangunan lainnya, terlebih
8
fakta yang terjadi di masyarakat. Seringkali, tingginya pertumbuhan ekonomi
tidak menjangkau kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah (Kembar Sri
Budhi, 2010).
Distribusi alokasi pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali
terjadi ketimpangan. Perbedaan ini disebabkan alokasi belanja pemerintah yang
dikeluarkan melalui belanja publik kurang menyentuh masyarakat. Idealnya,
distribusi dana ke dalam pos-pos anggaran harus dapat memenuhi kebutuhan
publik terhadap sarana dan prasarana umum. Pengalokasian pengeluaran
pemerintah untuk Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se Bali sangat berfluktuasi
untuk setiap tahunnya dan cenderung meningkat namun Pendapatan Asli Daerah
yang berbeda menjadi sebab kurang optimalnya pengeluaran belanja publik untuk
program-program pemerintah melalui Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Keberhasilan pembangunan di suatu daerah disamping ditentukan oleh
besarnya pengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya
investasi. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sjafii,
2009). Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan
pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat
membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan
berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
Pembangunan
ekonomi
membutuhkan
kolaborasi
bersama
antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan swasta domestik
maupun asing. Investasi pemerintah dilakukan dan dibiayai melalui Anggaran
Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD), sedangkan investasi yang
9
dilakukan oleh sektor swasta dilakukan melalui Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).
Perkembangan investasi di Bali dapat dilihat melalui investasi fisik
(pembentukan modal tetap domestik bruto). Investasi fisik sangat dominan di
beberapa daerah maju seperti Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar.
Besarnya investasi fisik di daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata
yang memang menjadi tulang punggung perekonomian di daerah tersebut.
Keengganan investor berinvestasi di sektor lain seperti pertanian, membuat
kabupaten lain sulit menyaingi ketiga daerah ini dalam menarik investasi.
Ketersediaan infrastruktur yang relatif lebih baik di daerah ini juga menjadi
pendorong investasi yang cukup signifikan. Ini menunjukkan bahwa upaya yang
dilakukan pemerintah baik itu pemerintah provinsi maupun pusat untuk
mengarahkan investasi secara lebih merata nampaknya belum menunjukkan hasil.
Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut maka kesenjangan pendapatan regional yang
sudah ada akan menjadi makin lebar di Provinsi Bali.
Dampak setelah krisis ekonomi di Indonesia bahwa ekonomi domestik
masih
menjadi
kekuatan
pertumbuhan
ekonomi
mempertahankan perekonomian khususnya di
sehingga
mampu
Bali, ditunjukkan dengan
perkembangan realisasi PMDN yang semakin meningkat. Perkembangan
selanjutnya investasi regional diharapkan akan lebih banyak dipenuhi dari sektor
swasta, dengan sektor pemerintah bertindak sebagai penyedia infrastruktur (sarana
dan prasarana) bagi tumbuhnya investasi swasta tersebut. Kemampuan pemerintah
dalam pembiayaan pembangunan sangat terbatas, semakin maju perekonomian
10
suatu negara, maka semakin kecil proporsi anggaran pemerintah dalam
pembangunan ekonomi.
Adhisasmita (2005) menjelaskan bahwa investasi merupakan sarana bagi
proses kumulatif, mengarah ke atas di daerah yang bernasib baik dan mengarah ke
bawah di daerah yang bernasib tidak baik. Di daerah perkotaan yang sedang
mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan
permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di
daerah-daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan
terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya
penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Perbedaan
perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi di daerah-daerah yang
mapan
mengakibatkan
terjadinya
ketimpangan
atau
bertambahnya
ketidakmerataan.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa ketimpangan
pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali masih berlanjut. Kebijakan distribusi
pengeluaran pemerintah yang tepat sasaran dan ketepatan arah investasi ke
daerah-daerah yang dapat menciptakan kesempatan kerja mungkin akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi apabila distribusi belum dapat
dilakukan secara merata maka ketimpangan pendapatan kabupaten/kota tetap
akan terjadi dan cenderung meningkat dan tidak lagi memberi ruang untuk
masyarakat terutama berpenghasilan rendah ikut ambil bagian dalam proses
pembangunan. Dengan demikian analisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan
11
investasi terhadap kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan
pendapatan penting dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut.
1) Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap
kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali?
2) Bagaimanakah
pengaruh
investasi
dan
kesempatan
keja
terhadap
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?
3) Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja
dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/kota
di Provinsi Bali?
4) Adakah pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah dan investasi
terhadap
ketimpangan
pendapatan
melalui
kesempatan
kerja
dan
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari studi ini adalah :
1) Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi
terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.
2) Untuk menganalisis pengaruh investasi dan ksempatan kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
12
3) Untuk
menganalisis
pengaruh
pengeluaran
pemerintah,
investasi,
kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan
pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali.
4) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah dan
investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan akan
memberikan manfaat berikut:
1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian atau
bahan penelitian lebih lanjut serta menambah informasi yang berkaitan
dengan pengembangan pengetahuan tentang pembangunan daerah
2) Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam merumuskan kebijakan bagi pihak eksekutif dan legislatif di Bali
yang berkaitan dengan pemerataan distribusi pendapatan.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep, Definisi, dan Teori yang Digunakan
2.1.1 Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Dalam melaksanakan fungsi pemerintah tersebut, maka pemerintah
melakukan melalui pengeluarannya. Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi
barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan
pemerintah untuk keperluan administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan
pembangunan (Sukirno, 2002). Secara lebih rinci pengeluaran pemerintah
digunakan untuk membayar gaji pegawai pemerintah, membiayai sistem
pendidikan dan kesehatan masyarakat, membiayai perbelanjaan untuk angkatan
bersenjata
dan
membiayai
berbagai
jenis
infrastruktur
dalam
proses
pembangunan.
Pengeluaran pemerintah sangat penting secara keseluruhan dalam
kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Proporsi dari pengeluaran
pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari pembangunan
nasional. Secara normatif belanja pembangunan atau belanja publik diusahakan
lebih besar proporsinya dibandingkan dengan belanja aparatur atau belanja rutin.
Karena dengan lebih besarnya belanja publik akan dapat meningkatkan
kesejahteraan masayarakat.
Pengeluaran Pemerintah merupakan komponen relatif paling kecil
dibanding pengeluaran yang lain, namun efek yang ditimbulkan cukup besar, baik
sebagai fungsi alokasi, distribusi, maupun stabilisasi. Pengeluaran pemerintah
14
bersifat otonom, karena penetuan anggaran pemerintah lebih pada : a. Pajak yang
diharapkan akan diterima; b. Pertimbangan politik; dan c. Permasalahan yang
dihadapi (Samuelson & Nordhaus, 2001).
Perdebatan peran pemerintah dalam perekonomian merupakan proses yang
sangat panjang. Pada masa merkatilis, peran pemerintah terlalu besar dalam
perekonomian. Kontrol pemerintah terhadap perdagangan sangat kuat sehingga
menekan hak masyarakat untuk berusaha (Deller, 2002).
2.1.2 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kapasitas keuangan daerah ditunjukkan dalam bentuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut UU No.32 dan 33 tahun 2004
APBD adalah rencana keuangan tahunan. Pemerintah daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD memuat rincian semua
penerimaan daerah di satu sisi dan semua pengeluaran daerah di sisi yang lain.
Pada sisi penerimaan, APBD terdiri dari sisa lebih anggaran tahun lalu, PAD, bagi
hasil pajak, dana perimbangan dari pemerintah pusat baik berupa dana alokasi
umum (DAU) dan juga dana alokasi khusus (DAK), bantuan dari provinsi atau
kabupaten lainnya, serta penerimaan lainnya yang syah menurut undang-undang.
Disisi pengeluaran APBD terdiri dari belanja aparatur dan belanja publik.
Sebelum tahun 2003 APBD dari sisi pengeluaran terdiri dari belanja rutin dan
belanja pembangunan, (Suyana Utama 2009).
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) memiliki fungsi diantaranya :
15
a) Fungsi Otorisasi, anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b) Fungsi perencanaan, anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c) Fungsi Pengawasan, anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d) Fungsi Alokasi, anggaran daerah dapat mengurangi penggangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas
perekonomian.
e) Fungsi Distribusi, kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatuhan.
2.1.3 Investasi
Investasi adalah setiap wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan
untuk dapat memelihara atau menaikkan nilai atau memberikan hasil yang positif
(Elyani, 2010). Adhisasmita (2005), mengemukakan bahwa
investasi atau
perpindahan modal (swasta maupun pemerintah) merupakan sarana bagi proses
kumulatif, mengarah ke atas di daerah yang bernasib baik dan mengarah ke bawah
di daerah yang bernasib tidak baik. Di daerah perkotaan yang sedang mengalami
perkembangan,
kenaikan
permintaan
akan
mendorong
pendapatan
dan
permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di
daerah-daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan
terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya
penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Perbedaan
16
perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi di daerah-daerah yang
mapan
mengakibatkan
terjadinya
ketimpangan
atau
bertambahnya
ketidakmerataan.
Todaro dalam Lubis (2008) mengatakan bahwa sumber daya yang akan
digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan
datang disebut investasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1996), investasi
merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi
ini dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam peningkatan proses produksi.
Dengan demikian investasi diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan
penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal
dan
perlengkapan-perlengkapan
produksi
untuk
menambah
kemampuan
memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian, sehingga
investasi disebut juga dengan penanaman modal. (Sukirno, 2010)
Investasi merupakan langkah mengorbankan konsumsi saat ini untuk
memperbesar konsumsi di masa datang. Selain itu investasi mendorong terjadinya
akumulasi modal. Penambahan stok bangunan gedung dan peralatan penting
lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang
pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.
Investasi ini memiliki peran aktif dalam menentukan tingkat output, dan
laju pertumbuhan output tergantung pada laju investasi (Arsyad, 1999). Lebih
lanjut, Jhingan (1999) menyebutkan salah satu efek kegiatan investasi pada sisi
permintaan agregat yang mempengaruhi pendapatan bila investasi meningkat,
17
maka pengeluaran agregat akan meningkat, yang kemudian meningkatkan
pendapatan daerah melalui proses multiplier.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan investasi dari
waktu ke waktu, ada tiga macam cara (berdasarkan tiga gugus data) yang bisa
dilakukan (Dumairy,1996). Pertama, dengan menyoroti kontribusi pembentukan
modal domestik bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni dengan melihat
sumbangan atau perkembangan variabel investasi dalam persamaan pendapatan
nasional, Y=C+I+G+X-M. Data investasi merupakan data keseluruhan investasi
domestik bruto, meliputi baik investasi oleh swasta (PMDN dan PMA) maupun
oleh pemerintah. Kedua, ialah dengan mengamati data PMDN dan PMA, dimana
dengan cara ini berarti hanya mengamati investasi oleh kalangan dunia usaha
swasta saja. Ketiga, adalah dengan menelaah perkembangan dana investasi yang
disalurkan oleh dunia perbankan. Cakupan data dengan cara ini relatif lebih
terbatas, karena belum memperhitungkan modal sendiri yang ditanam oleh
investor.
Pembentukan modal tetap bruto mencakup pengadaan, pembuatan atau
pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun
bekas dari luar negeri.Barang modal yang dibeli atau dibuat sendiri adalah barang
tahan lama yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya berusia pakai satu
tahun lebih. Pembentukan modal tetap domestik bruto dibedakan atas:
a. Pembentukan modal tetap berupa bangunan/konstruksi; nilainya dihitung
dengan menjumlahkan nilai seluruh keluaran (output) sektor konstruksi yaitu
nilai bahan bangunan/konstruksi ditambah ongkos angkut dan marjin
perdagangan serta biaya lain berupa jasa serta biaya primer. Nilai keluaran
18
sektor bangunan yang berasal dari perbaikan-perbaikan ringan/kecil tidak
dihitung sebagai pembentukan modal.
b.
Pembentukan modal tetap berupa mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan
baik yang berasal dari impor maupun hasil produksi dalam negeri yang
nilainya dihitung dengan menjumlahkan nilai mesin/alat yang bersangkutan
ditambah ongkos angkut dan marjin perdagangan serta biaya-biaya lainnya.
2.1.4 Teori Konsep Tenaga Kerja
Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat
perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin saja
sudah terisi atau ada yang belum terisi. Kesempatan kerja yang selama ini
dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik melalui sensus penduduk
maupun survai penduduk baik kesempatan kerja yang dirinci menurut lapangan
usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan kerja adalah menyangkut
kesempatan kerja yang telah terisi. Jadi menyangkut mereka yang telah bekerja
dan ini juga dapat disebut pekerja (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014)
Istilah employment dalam bahasa Inggris berasal dari kata kerja to employ
yang berarti menggunakan dalam suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan
atau sumber penghidupan. Jadi employment berarti keadaan orang yang sedang
mempunyai pekerjaan. Penggunaan istilah employment sehari-hari biasa
dinyatakan dengan jumlah orang dan yang dimaksudkan ialah sejumlah orang
yang ada dalam pekerjaan atau mempunyai pekerjaan. Pengertian ini mempunyai
dua unsur yaitu lapangan atau kesempatan kerja dan orang yang dipekerjakan
atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Jadi pengertian employment dalam
19
bahasa Inggris sudah jelas yaitu kesempatan kerja yang sudah diduduki
(Soeroto,1983).
Pengangguran dalam suatu negara adalah perbedaan diantara angkatan
kerja dengan penggunaan tenaga kerja yang sebenarnya.Yang dimaksud dengan
angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu
perekonomian pada suatu tertentu. Untuk menentukan angkatan kerja diperlukan
dua informasi yaitu (1) jumlah penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun dan
belum ingin bekerja (contoh adalah pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga dan
pengangguran sukarela), dan (2) jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang
masuk pasar kerja (yang sudah ingin bekerja) jumlah penduduk dalam golongan
(2) dinamakan angkatan kerja dan penduduk golongan (1) dinamakan bukan
angkatan kerja. Dengan demikian angkatan kerja dalam suatu periode tertentu
dapat dihitung dengan mengurangi jumlah penduduk usia kerja dengan jumlah
bukan angkatan kerja. Perbandingan diantara angkatan kerja dengan penduduk
usia kerja yang dinyatakan dalam persen dinamakan tingkat partisipasi angkatan
kerja
Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1969, tenaga kerja adalah tiap
orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat (pasal1). Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi
tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja, dengan alat
produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga
fisik maupun pikiran.
20
Menurut Simanjuntak (1990), tenaga kerja (man power) mengandung dua
pengertian. Pertama, tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja atau jasa
yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini tenaga kerja
mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seorang dalam waktu tertentu
untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang
mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut, mampu bekerja
berarti mampu melakukan kegiatan yang
mempunyai nilai
ekonomis, yaitu
kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1990) angkatan kerja dibedakan dalam
tiga golongan seperti berikut.
1) Penganggur (open unemployment), yaitu orang yang sama sekali tidak
bekerja
dan berusaha mencari pekerjaan.
2) Setengah pengangguran (underemployment), yaitu mereka yang kurang
dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas
kerja dan pendapatan.
3) Bekerja penuh, yaitu keadaan dimana bekerja sesuai dengan jam kerja yaitu
35 jam seminggu dan pendapatannya, produktivitas kerja tinggi.
Menurut Manning, (1990) dalam Marhaeni dan Manuati, (2004),
permintaan terhadap tenaga kerja selain dapat dilihat secara mikro yaitu dari segi
perusahan juga dapat dilihat secara makro baik secara sektoral, jenis jabatan, dan
status hubungan kerja. Permintaan tenaga kerja secara makro juga sering dikenal
21
dengan istilah kesempatan kerja atau jumlah orang yang bekerja. Konsep bekerja
atau kesempatan kerja mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Suatu
negara dianggap baru mulai mendekati titik balik atau turning point dalam
pembangunan apabila jumlah tenaga kerja disektor pertanian mulai turun secara
absolut serta kecepatan pertumbuhan sektor manufaktur yang dianggap berkaitan
erat dengan peningkatan produktivitas pekerja.
2.1.5
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2004). Dalam kegiatan perekonomian
yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi
barang dan jasa yang berlaku disuatu negara, seperti pertambahan dan jumlah
produksi
barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah
sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang
modal.
Todaro (2000) mengatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi
mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral yang tinggi.
Beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara
perlahan-lahan aktivitas pertanian ke arah sektor non pertanian dan sektor industri
ke sektor jasa. Suatu wilayah yang sedang berkembang maka proses pertumbuhan
ekonominya akan tercermin dari pergeseran sektor ekonomi tradisional yaitu
sektor pertanian akan mengalami penurunan disatu sisi dan peningkatan peran
sektor non pertanian disisi lain.
22
2.1.6
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang
sudah lama dibahas oleh ahli – ahli ekonomi. Dalam zaman ahli – ahli ekonomi
klasik lebih banyak lagi pendapat telah dikemukakan. Buku Adam Smith yang
terkenal, yaitu An Inquity into the Nature and Causes of the Wealth Nations atau
The Wealth of Nations, pada hakikatnya adalah suatu analisis mengenai sebabsebab dari berlakunya pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang menentukan
pertumbuhan itu (Sukirno,2004).
Menurut Simon Kuznets (1955), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan
jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak
jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini memiliki tiga
komponen utama yaitu.: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari
meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju
merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat
pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
2.1.7 Distribusi Pendapatan
1) Pengertian Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per
faktor produksi (functional or factor share distribution of income) adalah satu
ukuran yang berfokus pada bagian dari pendapatan nasional atau total yang
23
diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal),
Nehen (2010). Pada umumnya para ekonom membedakan dua ukuran pokok
distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan
kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah :
a. Distribusi pendapatan ukuran.
Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh
setiap individu atau rumah tangga. Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan
pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni : a) Ratio Kuznets, b)
Kurva Lorenz, dan c) Koefisien Gini.
a) Ratio Kuznets
Ratio ini dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok
ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat
kaya di satu negara.
b) Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase
penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benarbenar mereka terima selama satu tahun misalnya.
c) Koefisien Gini
Perangkat yang terakhir dan sangat mudah digunakan untuk mengukur
derajat di satu negara adalah ratio konsentrasi gini.Koefisien gini adalah
ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol
(pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).
b. Distribusi Fungsional
24
Distribusi pendapatan fungsional berfokus pada bagian dari pendapatan
nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah,
tenaga kerja, dan modal).
Dari segi penyebabnya, ketimpangan distribusi pendapatan di negara yang
sedang berkembang disebabkan oleh a) pertumbuhan penduduk yang tinggi
mengakibatkan
menurunnya
pendapatan
perkapita,
b)
ketidakmerataan
pembangunan antar daerah, c) inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi
tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, d)
investasi. Sedangkan pendapatan nasional analog dengan produksi nasional,
sehingga walau kurang tepat benar, suatu kenaikan pendapatan nasional dapat
dipergunakan sebagai ukuran kemajuan ekonomi (Kunarjo, 1996).
Gambar 2.1
Kurva Kuznets Berbentuk “U Terbalik”
Koefisien Gini
0,75
0,50
0,35
0,25
0
PNB per kapita
Sumber: Todaro (2000)
Hubungan antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan distribusi
pendapatan atau kesejahteraan masyarakat dikemukakan oleh Kuznets yang
dikenal dengan konsep kurva Kuznets “U-terbalik” (Todaro,2000). Gambar 2.1
25
merupakan dari observasi Kuznets mengenai pola-pola historis distribusi
pendapatan pada negara-negara maju yang menunjukkan bahwa pada tahap awal
pembangunan, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahaptahap berikutnya cenderung membaik. Kondisi tersebut antara lain disebabkan
oleh terjadinya perubahan struktural. Tahapan pertumbuhan awal terpusat pada
sektor industri modern, yang mana sektor lapangan kerja terbatas, namun tingkat
produktivitas tinggi. Ketimpangan antara sektor modern dengan sektor pertanian
tradisional pada awalnya melebar dengan cepat, yang pada akhirnya menyempit
kembali.
Ketimpangan pada saat sektor modern yang tengah mengalami
pertumbuhan pesat itu jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor tradisional
yang relatif stagnan dan konstan. Selain itu, kebijakan transfer pendapatan dan
pengeluaran pemerintah yang tidak dilaksanakan karena rendahnya penerimaan
pemerintah, menyebabkan distribusi pendapatan cenderung lebih timpang.
Untuk mengetahui distribusi pendapatan dapat digunakan berbagai cara
tetapi umumnya digunakan “Gini Ratio”. Gini Ratio adalah ratio dari suatu ukuran
kemerataan, dimana ratio ini digunakan untuk mengukur ketimpangan suatu nilai
sesuai dengan distribusi frekuensinya, dan sering dipakai untuk mengukur
ketimpangan pendapatan rakyat suatu negara atau daerah. Data yang diperlukan
dalam penghitungan Gini Ratio adalah jumlah rumah tangga atau penduduk dan
rata–rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah dikelompokkan
menurut kelasnya.
26
D
Bidang A y angdiarsir
Koefisien Gini =
Persentase Pendapatan
Total luas bidang BCD
Garis pemerataan
A
Kurva Lorenz
B
C
Persentase penduduk
Sumber : Todaro (2000)
Gambar 2.2
Kurva Lorenz
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang
relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung
rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan
luas separuh bidang dimana kurva Lorenz itu berada. Pada gambar 2.2, rasio yang
dimaksud adalah perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio ini
dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali
disingkat dengan istilah koefisien gini ( Gini koefisien).
Bank Dunia membagi tiga tingkat ketimpangan yang diukur dengan
besarnya pendapatan yang diperoleh oleh 40 persen penduduk dalam kelompok
rendah (Susanti, dalam Suyana Utama, 2009).
a)
Tingkat ketimpangan tinggi, apabila 40 persen penduduk dalam kelompok
rendah menerima lebih kecil dari 12 persen jumlah pendapatan.
27
b) Tingkat ketimpangan sedang, apabila 40 persen penduduk dalam
kelompok rendah menerima antara 12–17 persen jumlah pendapatan.
c)
Tingkat ketimpangan ringan, apabila 40 persen penduduk dalam kelompok
rendah menerima lebih dari 17 persen jumlah pendapatan.
2) Konsep Distribusi Pendapatan
Konsep Kuznets diperkenalkan oleh Simon Smith Kuznets pada tahun
1955. Teori yang kontroversial ini mengantarkannya meraih hadiah Nobel pada
tahun 1971. Ia menjelaskan bahwa ketimpangan ekonomi akan membesar saat
suatu negara mengalami pertumbuhan, sebelum akhirnya menurun setelah
kemakmuran tercapai. Dalam kondisi tertentu, ketimpangan tersebut “diperlukan”
untuk mewujudkan pertumbuhan.
Aspek distribusi pendapatan dibahas dengan penekanan pada masalah
pembagian hasil produksi antara pemilik modal dan pemilik tanah. Lewis (1954)
membahas aspek ketidakmerataan (inequality) lebih mendalam. Dengan
menggunakan konsep-konsep mahzab klasik dan teori Malthus, Lewis
mengembangkan model dua sektor dengan mengasumsikan tenaga kerja tersedia
dengan jumlah berlebih dan pada tingkat upah subsisten yang tetap. Teori ini
menyatakan bahwa ketidakmerataan pendapatan akan muncul pada awalnya dan
akan menghilang setelah dicapai hasil pembangunan.
Ada dua alasan meningkatnya ketidakmerataan pendapatan pada awal
pertumbuhan. Pertama, kontribusi pemilik kapital meningkat pada saat peran
sektor modern meningkat sehingga meningkatkan ketimpangan pendapatan antara
pemilik modal dan buruh. Kedua, ketimpangan
pendapatan distribusi buruh
28
sendiri juga meningkat dengan bertambahnya tenaga kerja (namun masih dalam
jumlah yang masih sedikit) yang pindah dari tingkat upah sektor subsisten ke
tingkat upah sektor modern yang lebih tinggi.
Namun, ketidakmerataan tersebut berubah manakala seluruh surplus
tenaga kerja diserap oleh sektor modern yang menyebabkan tenaga kerja berubah
menjadi faktor produksi yang langka. Tingkat upah kemudian meningkat yang
pada akhirnya akan menurunkan tingkat ketidakmerataan sekaligus mengurangi
tingkat kemiskinan. Setiap orang akan memperoleh manfaat apabila mereka
menunggu proses pembangunan tersebut berlangsung sampai selesai. Peningkatan
sementara dalam ketidakmerataan pendapatan hanya merupakan biaya untuk
memperoleh manfaat proses pembangunan tersebut. Tanpa adanya campur tangan
pemerintah pemerataan akan terjadi dengan sendirinya pada saat negara telah
mencapai tingkat pembangunan dan pendapatan per kapita yang tinggi.
Konsep yang kedua, mahzab strukturalis yang memandang pembangunan
ekonomi sebagai transisi yang ditandai oleh suatu transformasi yang mengandung
perubahan mendasar pada ekonomi yang disebut sebagai perubahan struktural.
Perubahan struktural tersebut merupakan masa ketidakseimbangan yang dapat
menyebabkan kesenjangan penyesuaian yang panjang (Djojohadikusumo, 1988
dalam Susilowati, 2008). Aliran strukturalis skeptis terhadap efektifitas
mekanisme kekuatan harga dan meyakini bahwa perencanaan dan kontrol
pemerintah dapat menanggulangi kegagalan pasar. Oleh karena itu, pembangunan
ekonomi negara-negara kurang maju tidak dapat diserahkan kepada mekanisme
kekuatan pasar, tetapi pemerintah harus mengambil peranan aktif dengan
29
menjalankan kebijakan untuk menanggulangi ketimpangan yang melekat pada
keadaan ketidakseimbangan tersebut agar sistem pasar dan perkembangan harga
dapat berjalan secara memadai
Berbeda dengan aliran klasik yang percaya bahwa pemerataan pendapatan
akan terjadi dengan sendirinya dengan meningkatnya pendapatan per kapita,
aliran strukturalis menganggap bahwa masalah distribusi pendapatan dan
pemerataan harus dilakukan melalui intervensi pemerintah. Dalam hal ini terdapat
dua pendekatan ekstrim dalam mencapai pertumbuhan dan pemerataan, yaitu
aliran ekstrim (radikal) kanan atau aliran yang menganut faham kapitalis yang
memfokuskan pada pertumbuhan (“grow first, then redistribute”) dan aliran
ekstrim kiri atau aliran yang menganut faham sosialis, yang memfokuskan pada
masalah pemerataan (“redistribute first, thengrow”). Sebagai alternatif dari dua
aliran ekstrim tersebut, terdapat satu strategi yang beraliran moderat untuk
mencapai pertumbuhan dan pemerataan secara bersama, yaitu redistribusi dengan
pertumbuhan (“redistribution with growth/RWG”) yang dikembangkan oleh Bank
Dunia.
Sasaran pembangunan ekonomi bagi aliran ekstrim kanan bukan mengarah
pada pemerataan yang lebih besar melalui mekanisme trickle-down, tetapi melalui
pemusatan pendapatan pada masyarakat yang telah kaya. Produksi diatur secara
efisien, kemudian baru diredistribusi untuk memperoleh distribusi pendapatan
yang diinginkan melalui transfer atau pajak yang diyakini tidak akan mendistorsi
ekonomi.
30
Sebaliknya aliran ekstrim kiri memiliki kebijakan “redistribute first, then
grow”. Pemerintah mengambil alih pemilikan modal dan pemilikan tanah dengan
membagikan aset mereka ke produsen skala kecil, yang seringkali melalui sistem
pemilikan bersama. Kebijakan tersebut membawa dua dampak terhadap distribusi
pendapatan. Pertama, dampak secara langsung, yaitu tingkat kemerataan
pendapatan akan segera meningkat secara nyata. Kedua adalah dampak dalam
jangka panjang. Apabila usaha-usaha berskala lebih kecil dan melalui pemilikan
bersama tersebut dapat menghasilkan keuntungan besar dan dikelola secara efisien
dan produktif, maka efek redistribusi tersebut akan meningkat. Namun apabila
tidak dikelola secara tidak produktif, pemilik awal akan kehilangan aset mereka
dan pemilik baru tidak akan memperoleh manfaat secara proporsional.
Menurut Kuznets (dalam Sukirno, 1985) bahwa proses pembangunan
ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemorosotan yang
cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu
pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Setiap
pembangunan
masyarakat.
ekonomi
Beberapa
menimbulkan
ekonom
perubahan
berpendapat
distribusi
bahwa
pendapatan
perubahan
tersebut
kemungkinan timbul sebagai akibat dari adanya perubahan kepemilikan dari
sumberdaya
dan faktor produksi. Pihak yang memiliki barang modal lebih
banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan
pihak yang memiliki modal sedikit.
31
2.2 Hubungan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi suatu
perekonomian. Menyediakan kesempatan kerja yang sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang
tersedia merupakan tanggung jawab penting bagi pemerintah terhadap perekonomian. Kebijakan
pemerintah sangat penting artinya dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi dalam menciptakan
kesempatan kerja. Pemerintah yang stabil dan yang berusaha membantu perkembangan sektor
swasta mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan ekonomi dan
memperluas kesempatan kerja.
Pengeluaran pemerintah merupakan suatu jenis kebijakan yang dapat dilakukan
pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mensejahterakan masyarakatnya melalui
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang
digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai,
belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui
pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan
kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang
mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian (Djunasien dan Hidayat, 2002:90).
Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai
pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum baik pembangunan secara fisik maupun
non fisik. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang
lebih stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap
memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam kaitan dengan pengelolaan
32
APBD secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia, maka
pencapaian sasaran – sasaranpembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin.
Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran
pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara
tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya
perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi
besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti
pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya
pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada
tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar.
Sebenarnya peranan pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan
swasta. Semakin besarnya peranan swasta juga banyak menimbulkan kegagalan
pasar yang terjadi. Musgrave memiliki pendapat bahwa investasi swasta dalam
presentase terhadap GNP semakin besar dan presentase investasi pemerintah
dalam presentase terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi
selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari
penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti
kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat.
2.3. Hubungan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja
John Maynard Keynes yang lahir pada tahun 1883 di Cambridge-England adalah
seorang ekonom yang dengan teori makro ekonomi-nya dianggap sebagai awal dari pemikiran
33
ekonomi moderen. Bukunya yang terkenal dan terkait dengan kesempatan kerja adalah The
General Theory of Employment, Interest, and Money.Buku ini ditulis pada tahun 1936
dan dibantu oleh anaknya bernama John Neville Keynes.
Dalam bukunya, Keynes menyatakan bahwa penyebab terjadinya pengangguran, satu
di antaranya terkait dengan penggunaan kapital sehingga masalah ketenagakerjaan tergantung
pada jumlah pengeluaran (total expenditure) (Fusfeld,1993:112). Menurut keynes,
pengangguran tidak dapat dihapuskan tetapi dapat dikurangi. Pengurangan
pengangguran dapat dilakukan dengan memperluas kesempatan kerja dan untuk
memperluas kesempatan kerja diperlukan modal.Modal yang diperlukan adalah
investasi.
Investasi meningkatkan output perekonomian dan dapat menghasilkan
input. Oleh karena adanya investasi-investasi baru maka memungkinkan
terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu
menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja baru yang akan menyerap
tenaga kerja yang berkompeten dan berkualitas. Salah satu input yang mendorong
salah satunya adalah tenaga kerja, tenaga kerja merupakan faktor pendorong
penting dalam pertumbuhan perekonomian. Karena adanya investasi maka akan
meningkatkan kesempatan kerja.
2.4. Hubungan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Investasi adalah motor suatu perekonomian, banyak investasi yang
direalisasikan di dalam suatu negara akan menunjukkan lajunya pertumbuhan
ekonomi negara yang bersangkutan, sedangkan sedikitnya investasi yang
34
direalisasikan akan menunjukkan lambannya laju pertumbuhan (Rosyidi dalam
Suwarno, 2008).
Harrod-Domar (1998) melakukan penelitian mengenai pengaruh investasi
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan membangun suatu model berdasarkan
pengalaman negara maju. Penelitian ini mengungkapkan pengaruh investasi dalam
proses pertumbuhan ekonomi adalah positif dan signifikan, khususnya mengenai
pengaruh ganda yang dimiliki investasi melalui proses akselerasi dan proses
multiplier yaitu pertama, menciptakan pendapatan yang juga disebut ”dampak
permintaan”, dan kedua memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan
menciptakan stok capital, yang juga disebut “dampak penawaran” dari investasi.
Selama investasi netto tetap berlangsung, maka pendapatan riil dan output akan
senantiasa membesar (Sukirno,2004). Teori Harrod-Domar merupakan perluasan
dari teori Keynes yang melihat pertumbuhan ekonomi dari segi permintaan yaitu
bahwa pertumbuhan ekonomi akan terjadi ketika ada kenaikan investasi
(Arsyad,2010).
Berdasarkan
teori
Pertumbuhan
Ekonomi
dari
Harrod
Domar
menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat investasi dan laju
pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya Investasi disuatu wilayah membuat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah
tersebut rendah karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif.
Menurut Datrini (2009), untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan
investasi/penanaman modal baru yang merupakan tambahan netto terhadap
cadangan atau stok modal (capital stock). Bila diasumsikan ada hubungan
35
ekonomi langsung antara besarnya stock modal dalam bentuk investasi baru akan
menghasilkan kenaikan arus output nasional (GNP), hubungan tersebut dikenal
dengan rasio modal-output (capital output ratio). Semakin banyak yang bisa
ditabung dan kemudian diinvestasikan bagian dari GNPnya, maka laju
pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat.
Menurut Narayan et al, 2000 (Susiyati,2007) apabila masyarakat lokal
secara umum tidak dapat mempengaruhi dan mengontrol tindakan dan kebijakan
pimpinan daerah, sering kali hal ini akan berujung kepada belanja pertumbuhan
investasi daerah yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara belanja
dan pertumbuhan investasi untuk layanan barang dan jasa publik tidak mencukupi.
Terdapat beberapa hasil kajian yang menunjukkan bahwa, di masyarakat desa
yang heterogen dan relatif terbelakang, sebagian besar manfaat dari programprogram sosial yang di desentralisasi justru dinikmati oleh para elit lokal.
Desentralisasi juga dapat dilihat sebagai satu cara untuk menambah kewenangan
dan akuntabilitas dari aparat daerah. Bardhan, 1997 (Susiyati, 2007) menyatakan
bahwa terdapat bukti bahwa dengan memberikan tanggung jawab dan
kewenangan yang lebih kepada daerah, maka kualitas dan efisiensi dari layanan
publik meningkat.
Investasi mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini
sejalan dengan hasil penelitian Nata Wirawan (2005) yaitu untuk mengetahui
pengaruh pertumbuhan investasi dan ekspor terhadap PDRB Provinsi Bali,
ditemukan bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap
PDRB Bali periode 1989-2003, dimana setiap kenaikan pertumbuhan investasi
36
sebesar satu milyar rupiah, PDRB Bali akan tumbuh atau meningkat rata-rata
0,016 persen per tahun dengan asumsi faktor lainnya konstan.
2.5 Hubungan Kesempatan Kerja terhadap pertumbuhan ekonomi
Salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi
yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi, yang diukur dari
perbedaan produk domestik bruto tahun tertentu dengan tahun sebelumnya
(Setiawan & Handoko, 2005). Namun secara umum pertumbuhan ekonomi
didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam
memproduksi barang dan jasa. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi lebih
menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan
biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), atau Pendapatan atau Output Perkapita (lihat Jhingan, 2002).
Dengan adanya penciptaan kesempatan kerja baru berarti adanya penciptaan
pendapatan masyarakat yang akan mendorong daya beli masyarakat. Penciptaan
kesempatan kerja baru juga dapat mendorong induced invesment, yang pada
akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (Gravitiani, 2006).
2.6 Hubungan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Ketimpangan Pendapatan
Berbeda dengan aliran klasik yang percaya bahwa pemerataan pendapatan
akan terjadi dengan sendirinya dengan meningkatnya pendapatan per kapita,
aliran strukturalis menganggap bahwa masalah distribusi pendapatan dan
pemerataan harus dilakukan melalui intervensi pemerintah. Salah satu bentuk dari
intervensi pemerintah itu adalah melalui pengeluaran pemerintah.
37
World Bank (2001) menyatakan bahwa dari perspektif governance,
perbaikan pelayanan publik dan pengurangan kemiskinan dapat dicapai dengan
meningkatkan: (a) efisiensi alokasi (allocative efficiency) melalui penyesuaian
secara lebih baik pelayanan publik, dan efisiensi produksi (productive efficiency)
melalui peningkatan akuntabilitas, responsivitas. Halim (2001) juga menyatakan
bahwa sangat penting bagi pemerintah daerah untuk memprioritaskan alokasi
dananya pada belanja aparatur dan belanja publik secara optimal. Semakin tinggi
persentase belanja aparatur, maka investasi untuk menyediakan sarana prasarana
ekonomi masyarakat akan semakin kecil, demikian pula sebaliknya.
Pengaruh
negatif
pengeluaran pemerintah
terhadap
ketimpangan
distribusi pendapatan juga sesuai dengan pendapat Todaro (2000) yang
menyatakan
bahwa
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
mengurangi ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat, pemerintah
dapat mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu
secara langsung berupa “pembayaran transfer”, dan secara tidak langsung melalui
penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan sebagainya.
Pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana
publik
akan
secara
langsung
mempengaruhi
kesejahteraan
masyarakat.
Pengeluaran pemerintah yang berbeda pada setiap daerah akan mengakibatkan
terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah yang kemudian akan
mempengaruhi pendapatan masyarakat daerah bersangkutan yang tercermin dalam
PDRB daerah tersebut.
38
Dilihat dari salah satu fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) yaitu fungsi distribusi yang mengandung arti bahwa kebijakan anggaran
daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. Ini dapat diartikan
bahwa di dalam Anggaran Pendapaatn Belanja Daerah (APBD) terdapat
penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran tersebut ada dua yaitu belanja aparatur
dan belanja publik. Karena pengeluaran pemerintah sangat penting dalam
sumbangannya terhadap pembangunan daerah, maka kebijakan anggaran yang
diambil pemerintah haruslah benar-benar memperhatikan keadilan dan yang lebih
penting adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah tersebut.
Komposisi pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran
pembangunan nasional. Dengan komposisi pengeluaran akan terjawab pertanyaan
pengeluaran yang mana kiranya lebih diprioritaskan. Secara normatif belanja
publik atau pembangunan diusahakan harus lebih besar dari belanja aparatur
untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat maka distrbusi dapat dilakukan secara merata maka
kesenjangan pendapatan akan menurun.
Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lutfi (2010) dengan
judul,”Analisis Dampak Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Ketimpangan
Perkembangan Wilayah di Kawasan Ciayumajakuning. ”Hasil penelitian
menunjukan terjadi fluktuasi tingkat ketimpangan perkembangan wilayah selama
1995-2009 dengan nilai total theil kawasan cenderung mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Tidak terdapat pengaruh signifikan dari pelaksanaan otonomi daerah
terhadap pemerataan/penurunan ketimpangan perkembangan wilayah dengan hasil
39
uji Wilcoxon sebesar 0,500 pada masing-masing daerah dan 0,028 untuk total
Theil Ciayumajakuning, namun keduanya tidak mengindikasikan pemerataan.
Hasil uji regresi data panel menunjukan bahwa variabel rasio belanja
pembangunan memiliki pengaruh signifikan dan negatif dengan tingkat
ketimpangan perkembangan wilayah dan variabel tenaga kerja memiliki pengaruh
signifikan positif terhadap ketimpangan perkembangan yang terjadi.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Maharani, 2008
berjudul,” Analisis Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten Pemekaran di
Sumatera Utara.” Berdasarkan hasil estimasi bahwa variabel pengeluaran
pemerintah berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan antar kabupaten pemekaran di Sumatera Utara.
2.7
Hubungan Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan
Investasi merupakan akumulasi modal sebagai salah satu faktor dalam
teori
pertumbuhan
ekonomi.
Gabungan
investasi
dan
teknologi
akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas suatu produk serta memberikan lebih banyak
inovasi. Investasi dalam suatu wilayah akan mendorong investor lainnya untuk
melakukan investasi, baik sebagai investor di bidang yang mendukung
investasinya maupun sebagai investor di bidang yang sama (Case & Fair,2009).
Sebagai salah satu faktor penting pembentuk pertumbuhan ekonomi,
investasi dapat menjadi pendorong kenaikan output yang signifikan sekaligus
akan menaikkan permintaan input. Investasi akan memperluas kesempatan kerja
dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat sebagai konsekwensi naiknya
pendapatan yang diterima masyarakat
(Sun’an & Astuti, 2008). Dengan
40
meningkatnya kesejahteraan masyarakat maka pendapatan cenderung membaik,
sehingga dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat.
Menurut Kuznets (dalam Todaro, 2000) bahwa pada saat – saat permulaan
tingkat pertumbuhan, distribusi pendapatan cenderung jelek atau timpang,
kemudian pada batas tingkat pendapatan tertentu telah dilampaui, maka distribusi
pendapatan cenderung membaik. Ketimpangan distribusi pendapatan juga
disebabkan karena perbedaan pemilikan faktor – faktor produksi. Misalnya
perbedaan modal, rendahnya teknologi yang digunakan, tingkat ketrampilan
manajemen dan akses pasar menyebabkan terjadinya ketimpangan distribusi
pendapatan.
Tidak dapat disangka bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat
menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat
alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih
banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan
ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula
mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang
lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula
sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu
daerah ternyata lebih rendah.
Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem
pemerintah daerah yang dianut. Bila sistem pemerintah daerah yang dianut
bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak
dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan pembangunan antar
41
wilayah akan cenderung tinggi. Akan tetapi, sebaliknya bilamana sistem
pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah
akan lebih banyak di alokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan
antar wilayah akan cenderung lebih rendah.
Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan
oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak dalam menarik
investasi swasta kesuatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu
daerah. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan pula oleh ongkos
transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan
pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar,tingkat persaingan usaha dan
sewa tanah. Termasuk kedalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan
aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi
terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana
invetasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi didaerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan cenderung
tumbuh lebih cepat dibandingkan dari daerah pedesaan.
2.8
Hubungan Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Pendapatan
Dalam perspektif ekonomi, kebijakan fiskal memiliki berbagai tujuan
dalam mengarahkan aktifitas ekonomi negara, yaitu peningkatan pertumbuhan
ekonomi, stabilisasi negara, pemerataan distribusi pendapatan, dan peningkatan
kesempatan kerja (Dornbusch and Fisher, 1994; Taggart, et.al, 2000). Untuk itu
jika pengeluaran pemerintah mampu menjadi pemandu peningkatan ekonomi
negara, maka peningkatan pada pengeluaran pemerintah akan meningkatkan
42
aktifitas perekonomian dengan adanya peningkatan investasi. Peningkatan
investasi tersebut akan memiliki dampak pula pada peningkatan output,
kesempatan kerja, ekspor, pajak, penerimaan pemerintah, dan transaksi berjalan
(Sriyana, 2006).
Penelitian terkait telah dilakukan oleh Chemingui dan Arsyad (2003)
menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara tenaga kerja dan
pertumbuhan ekonomi di Algeria. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan
penggunaan stok modal manusia secara lebih baik melalui pengurangan tingkat
pengangguran dan menaikkan tingkat upah rill. Pertumbuhan penciptaan
kesempatan kerja secara berkelanjutan di Algeria mensyaratkan perubahan terus
menerus dalam ekonomi politik domestik. Perluasan kesempatan kerja
mensyaratkan juga perubahan dalam kebijakan dan peraturan pasar tenaga kerja.
Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Haynes & Dinc (1997) menilai
dasar-dasar kinerja perekonomian dan perubahan kesempatan kerja di 12 negara
bagian di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perekonomian di
negara bagian Sunbelt telah mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga
kerja dan output, akan tetapi produktifitasnya tidak secepat di Negara bagian
Snowbelt.
Berdasarkan penjelasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu di atas,
perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu
melalui proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1981).
Peningkatan output cenderung didorong oleh investasi serta kebijakan fiskal yang
ekspansif melalui peningkatan pengeluaran pemerintah, dengan demikian akan
43
mendorong naiknya perluasan kesempatan kerja. Artinya melalui investasi atau
pengeluaran pemerintah, akan menaikkan penciptaan output, yang nantinya akan
memperluas kesempatan kerja dan ketimpangan distribusi pendapatan semakin
menurun.
2.9
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan.
Pembangunan ekonomi suatu negara dinyatakan berhasil jika terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan berkurangnya ketimpangan distribusi
pendapatan. Kesenjangan pembagian pendapatan di negara-negara berkembang
sejak tahun tujuh puluhan telah menjadi perhatian utama dalam menetapkan
kebijaksanaan pembangunan. Kebijaksanaan pembangunan yang mengutamakan
pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan semakin meningkatnya ketimpangan
pembagian pendapatan dengan penelitiannya di beberapa negara. Untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi, tidak mungkin perekonomian sepenuhnya
diserahkan pada mekanisme pasar, tetapi diperlukan adanya peranan pemerintah
dalam hal mengatur ekonomi. Salah satu peran pemerintah dalam mengatur
perekonomian
adalah
dengan
menerapkan
kebijakan
fiskal
dengan
mengalokasikan pengeluaran pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana
yang dibutuhkan masyarakat
Nanga dalam De Fretes (2007), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
dibutuhkan dan merupakan sumber utama peningkatan standar hidup (standard of
living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Dengan kata lain, kemampuan
ekonomi suatu negara untuk meningkatkan standar hidup penduduknya adalah
sangat bergantung dan ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi jangka
44
panjangnya (long run rate of economic growth). Konsep pertumbuhan ekonomi
dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah
(Sukirno, 2010).
Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja merupakan faktor positif yang
merangsang pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) mengartikan pembangunan
ekonomi sebagai suatu proses yang bersifat multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan
institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan
ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Ketimpangan pendapatan disebabkan karena perbedaan pemilikan faktor-faktor
produksi. Misalnya perbedaan modal, rendahnya teknologi yang digunakan,
tingkat keterampilan manajemen dan akses pasar menyebabkan terjadinya
ketimpangan pendapatan. Konsep yang disampaikan Todaro dan Smith bahwa
karakter pertumbuhan ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu
apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau
tidak. Karakter tersebut terbangun melalui bagaimana cara pencapaiannya, sektor
prioritas, serta lembaga yang mengaturnya.
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar
daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung
tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung
mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
45
Kuznets dalam Soekirno, (1995) mengatakan bahwa proses pembangunan
ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemerosotan yang
cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu
pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Dengan
meningkatnya pendapatan perkapita maka ketimpangan pendapatan juga akan
meningkat, selanjutnya akan menurun yang dikenal dengan hipotesis U terbalik.
Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan
adalah negatif. Ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Salvadore
Barrios dan Eric Strobl (2006) menuliskan laporan penelitian mengenai hubungan
antara ketimpangan antarwilayah dengan pembangunan ekonomi. Penelitian ini
menggunakan data Produk Domestik Bruto di negara-negara Uni Eropa yang
diolah dengan metoda ekonometrik untuk menjelaskan pola hubungan antara PDB
dengan ketimpangan antarwilayah yang berbentuk kurva huruf U terbalik. Hasil
penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa untuk negara-negara yang tergabung
dalam Uni Eropa memilki pola ketimpangan wilayah yang berbentuk kurva huruf
“U” terbalik. Temuan ini sejalan dengan temuan Kuznets. Temuan lain dari
penelitian ini membuktikan bahwa variabel yang berkaitan dengan kebijakan
penggabungan ekonomi negara Uni Eropa antara lain struktur anggaran negara
dan desentralisasi fiskal dan mekanisme redistribusi jaminan sosial memberi
dampak terhadap ketimpangan antarwilayah.
Adanya
hubungan
positif
antara
pertumbuhan
ekonomi
dengan
ketimpangan distribusi pendapatan, sesuai dengan hasil penelitian Arisudi (1997)
dalam tulisan yang berjudul Disparitas Pendapatan dan Perkembangan
46
pengukuran kemiskinan di Indonesia : suatu telaah terhadap fenomena Kuznet
yang menyimpulkan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia tidak kunjung
membaik. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian
Sinung Noegroho dan
Soelistianingsih (2007) menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat
erat antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan kabupaten/kota di
Jawa Tengah.
47
BAB III
KERANGKABERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
dalam wilayah tersebut.Sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan daerah
dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin
kecilnyaketimpangan pendapatan antar daerah maupun antar sektor. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan adalah alokasi
investasi yang tidak seimbang, migrasi tenaga kerja, terkonsentrasinya
pembangunan sarana publik, dan kurangnya keterkaitan antar daerah.
Desentralisasi menuntut pemerintah daerah untuk menyusun prioritas
pembangunan sesuai kondisi daerah dalam usaha untuk memaksimalkan
pertumbuhan ekonomi daerahnya. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan
pengelolaan sumber daya ekonomi yang menjadi andalan daerah. Karena sangat
penting pemerintah mengetahui kekuatan daerahnya sehingga dapat menyusun
rencana pembangunan yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
masyarakatnya.
Pembangunan daerah merupakan suatu proses yang membutuhkan modal
atau dana pembangunan baik dari dalam daerah atau mengundang pihak luar
48
untuk membiayai pembangunan tersebut. Pengeluaran pemerintah dapat dipakai
sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah. Pengeluaran pemerintah dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan,
dimana semakin meningkatnya peranan pemerintah dapat dilihat dari semakin
besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya terhadap PDRB. Disamping
itu pengeluaran pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
sangat penting dalam pembangunan suatu daerah, apabila pengeluaran rutin
proporsinya lebih besar maka akan berdampak pada ketimpangan yang semakin
tinggi karena hanya kalangan tertentu yang menikmatinya. Tetapi apabila
pengeluaran pembangunan yang mempunyai proporsi lebih banyak maka akan
berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi maupun kesempatan kerja
dan pendapatan.
Investasi pada suatu daerah akan mengakibatkan mobilisasi tenaga kerja
dan faktor produksi ke daerah bersangkutan. Di daerah maju yang mengalami
perkembangan,
kenaikan
permintaan
akan
mendorong
pendapatan
dan
permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di
daerah yang perkembangannya sangat lamban, maka permintaan terhadap modal
untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran modal dan
pendapatan yang cenderung semakin rendah. Oleh karena itu, investasi akan
terkonsentrasi di daerah yang telah maju. Alokasi investasi yang tidak seimbang
ini akan mengakibatkan migrasi tenaga kerja dan menyebabkan ketimpangan atau
bertambahnya ketidakmerataan. Dengan memperbaiki variabel antara penyebab
ketidakseimbangan ini dapat diambil kebijakan makro baik langsung maupun
49
tidak
langsung
untuk
mengurangi
ketimpangan
distribusi
pendapatan
kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir
penelitian ini dapat dinyatakan seperti pada Gambar 3.1
Pembangunan
Daerah
Pengeluaran
Pemerintah
Kesempatan
Kerja
Pertumbuhan
Ekonomi
Investasi
Ketimpangan
Pendapatan
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan
Investasiterhadap kesempatan kerja, Pertumbuhan Ekonomi
sertaKetimpangan pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berkaitan dengan hal ini, peranan pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemampuan
daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi
yang digambarkan Samuelson dan Nordhaus sebagai kondisi yang memungkinkan
pemerintah memberikan penghidupan yang lebih baik kepada warganya.
Gambaran ini tidak berlebihan, karena pertumbuhan ekonomi mengindikasikan
proses naiknya output pada suatu wilayah dibanding periode sebelumnya. Suatu
proses yang berakibat pada pemanfaatan akumulasi modal dan tenaga kerja secara
maksimal, sehingga pendapatan masyarakat secara agregat meningkat.
50
Made Kembar Sri Budhi (2010) melihat dari sisi yang berbeda, tingginya
tingkat pertumbuhan ekonomi tidak selalu meningkatkan seluruh kesejahteraan
masyarakat. Ada ruang kosong yang makin memperlebar kesenjangan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat diartikan bahwa jarak tingkat
kesejahteraan
masyarakat
berpenghasilan
tinggi
dengan
masyarakat
berpenghasilan rendah semakin besar. Penurunan angka pengangguran dan angka
kemiskinanan yang seharusnya
dapat
dijadikan indikator meningkatnya
kesejahteraan masyarakat sering berbanding terbalik dengan kenyataan yang
ditemui sehari-hari. Pendapat tersebut diperkuat dengan data dari BPS Provinsi
Bali yang menunjukkan rasio gini dari tahun 2005 sampai tahun 2013
menunjukkan data semakin melebarnya tingkat ketimpangan pendapatan
kabupaten/kota di Provinsi Bali yang berarti terjadi peningkatan penduduk miskin
relatif.
Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita merupakan
masalah yang berbeda dari masalah distribusi pendapatan. Apabila terjadi
distribusi pendapatan yang sempurna (absolute equality) maka tiap orang akan
menerima pendapatan yang sama besarnya. Angka pendapatan per kapita yang
ada selama ini merupakan angka rata-rata yang tidak mencerminkan pendapatan
yang diterima oleh tiap-tiap penduduk. Seberapa yang diterima oleh tiap
penduduk sebenarnya sangat berkaitan dengan masalah merata atau tidak
meratanya distribusi pendapatan tersebut. Oleh karenanya pemerataan pendapatan
adalah masalah yang penting dalam pembangunan.
51
Ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali haruslah
menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan pembangunan. Isu
ketimpangan perekonomian dan distribusi pendapatan antar daerah berkaitan
dengan pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan harmonisasi sosial.
Dengan tingkat pendapatan tertentu, kenaikan ketimpangan akan selalu
berimplikasi pada kenaikan kemiskinan dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
rendah. Gambaran kesenjangan seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Bali agar perencanaan pembangunan daerah dapat
ditentukan prioritasnya, sehingga dapat
menentukan arah kebijaksanaan
pembangunan agar tercapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga
diikuti dengan semakin rendahnya ketimpangan pendapatan.
Gambar 3.2
Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pengeluaran Pemerintah,
dan Investasiterhadap kesempatan kerja,Pertumbuhan Ekonomi
sertaKetimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
52
Pertumbuhan ekonomi membutuhkan komitmen kuat
dari
pihak
pemerintah dan swasta. Wujud dari peran pemerintah dan swasta dilakukan
melalui pengeluaran pemerintah dan investasi. Peran pemerintah dalam
pertumbuhan ekonomi adalah dalam penyediaan barang-barang publik, seperti
keamanan, hukum, perijinan, infrastruktur transportasi, pendidikan, kesehatan,
dan pelayanan lainnya. Pelayanan yang cepat, tepat, tanpa biaya, dengan sikap dan
pola kerja profesional akan memberi kemudahan dan rasa aman kepada pihak
swasta untuk meningkatkan investasinya. Investasi ini sendiri diperlukan untuk
menggerakkan faktor sumber daya manusia, mengolah sumber daya alam, dan
melakukan inovasi pemutakhiran teknologi. Dengan demikian, pemerintah dan
swasta mempunyai korelasi kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3.3 Hipotesis Penelitian
Menurut Ranis (2004), kekuatan pengaruh pengeluaran pemerintah
terhadap pembangunan manusia tergantung pada ketepatan penetapan target
sasaran dan pendistribusian. Pemerintah harus bisa mengidentifikasi sektor
prioritas seperti pendidikan dan kesehatan yang mempunyai potensi paling tinggi
untuk meningkatkan pembangunan manusia. Pengeluaran tersebut akan lebih tepat
jika ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah karena pada area ini yang
akan memberikan efek marginal terbesar. Selain itu kualitas pemerintah yang baik
mempunyai peranan yang penting, kejujuran dan akuntabilitas sangat diperlukan.
Investasi mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini sejalan
dengan hasil penelitian Nata Wirawan (2005) yaitu untuk mengetahui pengaruh
53
pertumbuhan investasi dan ekspor terhadap PDRB Provinsi Bali, ditemukan
bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap PDRB Bali
periode 1989-2003, dimana setiap kenaikan pertumbuhan investasi sebesar satu
milyar rupiah, PDRB Bali akan tumbuh atau meningkat rata-rata 0,016 persen per
tahun dengan asumsi faktor lainnya konstan.
Penelitian studi lainnya yang membahas ketimpangan pembangunan antar
wilayah di Indonesia adalah Sjarizal (2002) untuk periode 1993-2000. Disamping
mengukur tingkat ketimpangan dan tendensinya, studi ini juga mencoba melihat
pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Untuk keperluan ini, maka indeks ketimpangan diukur baik menggunakan data
termasuk DKI Jakarta dan diluar DKI Jakarta. Temuan yang menarik dari studi ini
adalah bahwa pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan antar
wilayah di Indonesia ternyata cukup besar karena strukur ekonomi kota yang
sangat berbeda dibandingkan dengan provinsi. Namun demikian, hasil
perhitungan dengan mengeluarkan DKI Jakarta ternyata indeks ketimpangan
tersebut masih juga cukup tinggi yaitu sekitar 0,50 dibandingkan negara lain juga
mempunyai tendensi yang terus meningkat antar waktu sebagaimana ditemukan
terdahulu. Dari uraian di atas dapat disusun hipotesis sebagai berikut.
1) Pengeluaran pemerintah dan investasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.
2) Investasi dan kesempatan kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
54
3) Pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali.
4) Kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi memediasi pengaruh
pengeluaran pemerintah dan investasi secara tidak langsung terhadap
ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali?
55
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1.Rancangan Penelitian
Rancangan (desain) penelitian adalah rancangan, pedoman ataupun acuan
penelitian yang akan dilaksanakan, oleh karenanya rancangan penelitian harus
memuat segala sesuatu yang berkepentingan dengan pelaksanaan penelitian
(Bungin, 2001). Menurut jenis data dan teknik analisis, penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif yaitu jenis penelitian yang didasarkan pada data kuantitatif
atau temuan-temuannya dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik
atau kuantifikasi yang lain. Penelitian ini berbentuk penelitian asosiatif yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau
lebih.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data pengeluaran
pemerintah, investasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2005-2013. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur untuk mengetahui
pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan pendapatan. Dari hasil analisis akan
diperoleh kesimpulan untuk menjawab masalah penelitian serta dapat disusun
rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di daerah.
56
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali, yang meliputi seluruh kabupaten
/kota di Provinsi Bali dengan periode penelitian dari tahun 2005 sampai dengan
2013. Sejak Pembangunan Lima Tahun tahap I dimulai, pembangunan ekonomi
Bali dititik beratkan pada sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan
pariwisata dan pengembangan industri utamanya industri kerajinan yang
mendukung sektor pertanian dan pariwisata. Struktur perekonomian Bali
mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan provinsi-provinsi
lainnya di Indonesia. Pilar-pilar ekonomi dibangun lewat keunggulan komparatif
pada sektor pariwisata sebagai leading sector-nya. Hal ini disebabkan karena
sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata
(kelompok sektor tersier), sangat banyak yang selajutnya secara bersama-sama
melalui efek multiplier, efek penyebaran dan juga efek penetesan ke bawah (tricle
down effect) menumbuhkan perekonomian di wilayah kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
4.3.
Variabel penelitian
4.3.1. Identifikasi variabel penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009).
Seperti dipaparkan pada kerangka konsep, penelitian ini memiliki tiga variabel
penelitian yaitu: (1) variabel eksogen, (2) variabel endogen, dan (3) variabel
antara (intervening variabel). Variabel eksogen merupakan variabel yang
57
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
endogen, sedangkan variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena adanya variabel eksogen. Variabel antara merupakan
penyela/antara yang terletak di antara variabel eksogen dan endogen, sehingga
variabel eksogen tidak langsung mempengaruhi berubahnya variabel endogen
(Sugiyono, 2009).
4.3.2. Klasifikasi Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1) Variabel Eksogen
(a) Pengeluaran Pemerintah (X1)
(b) Investasi (X2)
2) Variabel Antara
(a) Kesempatan Kerja (X3)
(b) Pertumbuhan ekonomi (X4)
3) Variabel Endogen
(a) Ketimpangan pendapatan (Y)
4.3.3. Definisi operasional variabel penelitian
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Pengeluaran pemerintah adalah kewajiban yang harus dibayar oleh pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Bali, baik oleh pemerintah pusat melalui APBN
maupun pemerintah daerah melalui APBD, untuk membiayai kegiatan
pemerintah dalam jangka waktu satu tahun anggaran. Pengeluaran pemerintah
58
yang dianalisis adalah pengeluaran pemerintah perkapita yang dinyatakan
dalam ribuan rupiah.
2) Investasi merupakan pembentukan modal tetap bruto oleh sektor swasta yang
digunakan untuk pengadaan, pembuatan, dan pembelian barang-barang modal
baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru
ataupun barang bekas dari luar negeri. Investasi dianalisis yaitu investasi
perkapita yang dinyatakan dalam ribuan rupiah
3) Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat
perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin
saja sudah terisi atau ada yang belum terisi. Kesempatan kerja yang selama ini
dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik melalui sensus penduduk
maupun survai penduduk baik kesempatan kerja yang dirinci menurut
lapangan usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan kerja adalah
menyangkut kesempatan kerja yang telah terisi. Kesempatan kerja dalam
penelitian ini merupakan tingkat partisipasi angkatan kerja yang ddiukur dari
rasio jumlah orang yang bekeja dengan jumlah angkatan kerja yang
dinyatakan dalam satuan persen.
4) Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian
yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat
bertambah yang dapat diukur dari perkembangan PDRB suatu tahun dengan
tahun sebelumnya yang dinyatakan dalam satuan persen.
5) Ketimpangan pendapatan merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar
golongan masyarakat yang diukur dengan menggunakan Gini Ratio (GR).
59
4.4.Jenis dan Sumber Data
4.4.1 Jenis Data menurut Sifatnya
Menurut Singarimbun (1995) jenis dan sumber data adalah sebagai
berikut:
a. Data kuantitif, yaitu data yang berbentuk satuan hitung, menyangkut
pengeluaran pemerintah, investasi, PDRB dan ketimpangan distribusi
pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2005-2013.
b. Data kualitatif, yaitu data yang tidak memiliki satuan hitung, berupa
keterangan-keterangan yang digunakan untuk memberikan penjelasan yang
relevan antara lain, gambaran umum kabupaten/kota di Provinsi Bali.
4.4.2 Jenis Data menurut Sumbernya
a. Data Primer
Sumber data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui
wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu daftar pertanyaan
(kuesioner), observasi yaitu mengamati secara langsung hal-hal yang
berhubungan langsung dengan penelitian ini, misalnya pembangunan
infrastruktur serta dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan
tertulis, data dari dokumen dan studi literatur.
b. Data Sekunder
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder.
Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sekunder (Bungin,
2001), yang terdiri atas gambaran umum Provinsi Bali, data pengeluaran
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun anggaran 2005-2013,
60
diperoleh dari Biro Keuangan Provinsi Bali. Data makro, seperti investasi,
PDRB dan ketimpangan pendapatan diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali.Penelitian juga didukung dengan data dari pustaka-pustaka dan
penelitian sebelumnya.
Penelitian ini akan menganalisis data gabungan (pooled data) atau data
panel antara data penampang (cross section), yaitu data kabupaten/kota di
Provinsi Bali dengan data runtut waktu (time series) selama tahun 2005-2013.
4.5
Metode Pengumpulan Data
Seluruh data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan
metode observasi nonpartisipan. Metode observasi nonpartisipan dilakukan
dengan mengamati secara langsung dokumen yang dikeluarkan oleh instansi
berwenang, yaitu: Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali, dan Bappeda Provinsi Bali.
4.6
Teknik Analisis Data
4.6.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk membantu menggambarkan keadaan
(fakta) yang sebenarnya dari suatu penelitian. Analisis ini berkaitan dengan
metode-metode pengumpulan dan penyajian data sehingga memberikan
informasi yang berguna. Statistik deskriptif hanya memberikan informasi
mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan
apapun. Dengan statistik deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji
61
dengan ringkas, rapi, serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data
yang ada.
4.6.2
Analisis Jalur(path analysis)
Analisis jalur atau analisis lintasan merupakan perluasan dari analisis
regresi linier berganda untuk menaksir hubungan kausalitas antara variabel
(model kausal). Dalam analisis jalur terdapat suatu variabel yang berperan
ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu hubungan namun menjadi
variabel independen pada suatu hubungan yang lain (Suyana Utama, 2007).
Kerllinger (2002) menyebutkan bahwa dengan menggunakan analisis jalur
akan dapat dihitung pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel.
Analisis jalur pertama kali diperkenalkan oleh Sewell Wrigth, seorang ahli
genetika populasi diantara tahun 1918-1921. Analisis jalur dapat digunakan
untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel
lainnya. Prosedur ini dapat mengestimasi koefisien-koefisien sejumlah
persamaan struktural linier yang mewakili hubungan sebab akibat yang
dihipotesiskan. Berbeda dengan persamaan regresi dimana pengaruh variabel X
terhadap variabel Y hanya berbentuk pengaruh langsung, dalam persamaan
struktural linier pengaruh variabel X terhadap Y dapat berupa pengaruh
langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung dari variabel X terhadap
suatu variabel Y adalah melalui variabel lain yang disebut variabel intervening
atau variabel antara. Pengaruh total variabel X terhadap variabel Y tersebut
merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dan seluruh pengaruh tidak
langsung (Daryanto, Arief dan Hafizrianda, 2010).
62
Ada beberapa alasan penggunaan analisis jalur yaitu :
a. Hipotesis yang diuji dikembangkan dengan model (kerangka konseptual)
yang semua hubungan bersifat asimetris dan merupakan sistem, serta model
dapat dikategorikan bersifat rekursif.
b. Analisis jalur memberikan metode langsung berkaitan dengan hubungan
ganda secara simultan (model structural) sehingga memberikan efisiensi
analisisstatistika.
c. Kemampuannya
untuk
menguji
hubungan
secara
komprehensif
danmemberikan suatu bentuk transisi analisis explanatory menuju analisis
confirmatory . Bentuk transisi ini berkaitan dengan usaha yang lebih besar
dalam semua lapangan study untuk mengembangkan suatu pandangan
masalah secara lebih sistematis. Upaya seperti itu memerlukan kemampuan
untukmenguji suatu hubungan berantai yang membentuk model yang
besar,seperangkat prinsip dasar, atau suatu teori secara keseluruhan. Hal ini
sangat cocok diselesaikan dengan analisis jalur (path analysis).
Metode yang digunakan adalah analisis jalur dengan Program
AMOS.Salah satu keunggulan program ini karena user friendly. Program ini
menyediakan kanvas pada menu Amos graphic. Dengan Amos kita tidak
menulis program tersebut, namun software akan membaca sendiri sesuai
dengan gambar yang kita buat. Menu Amos graphic menyediakan kanvas
dengan ikon-ikon yang mudah diingat untuk menggambar sebuah model. Dari
perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung, pengaruh tidak
langsung dan pengaruh total.
63
Dalam menggunakan analisa jalur dengan program AMOS dilakukan
langkah-langkah berikut: (Ferdinand : 2002)
1) Pengembangan model teoritis
Pada pengembangan model teoritis, dilakukan serangkaian
eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka untuk mendapatkan justifikasi atas
model teoritis yang akan dikembangkan. Dalam penelitian ini hubungan
antar variabel berdasarkan substansi teori dapat dikembangkan sebagai
berikut:
a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasiterhadap kesempatan
kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.
b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan
Ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali
c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan
Pertumbuhan
Ekonomi
terhadap
Ketimpangan
Pendapatan
kabupaten/kota di Provinsi Bali
2) Uji Normalitas
Asumsi normalitas data penting dalam aplikasi AMOS, karena
menentukan teknik estimasi yang dapat digunakan. Oleh karena itu, uji
normalitas data perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum analisa jalur
dilakukan. Uji Normalitas Data dengan Normalitas Univariate dan
Multivariate, yaitu menganalisis tingkat normalitas data yang digunakan
dalam penelitian ini. Univariate melihat nilai CR pada Skewness diharapkan
64
disekitar ± 2.58. Bila ada nilai diluar angka tersebut bisa ditoleransi apabila
nilai Multivariatenya masih disekitar ± 2.58.
3) Pengembangan diagram alur ( path diagram)
Diagram alur model tersebut dikembangkan untuk menjawab
permasalahan penelitian berbasis teori dan konsep, yang dapat diilustrasikan
seperti Gambar 4.1
Gambar 4.1
Hubungan Antarvariabel Penelitian
Model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama digambarkan
dalam sebuah path diagram, yang akan mempermudah untuk melihat
pengaruh kausalitas yang ingin diuji. Dalam diagram alur, pengaruh antar
variabel akan dinyatakan melalui anak panah. Anak panah yang lurus
menunjukkan pengaruh kausal yang langsung antara satu variabel dengan
65
variabel lainnya. Sedangkan garis-garis lengkung antar variabel dengan anak
panah disetiap ujungnya menunjukkan korelasi antar variabel.
4) Mengkonversi diagram alur kedalam bentuk persamaan struktural
Model persamaan dalam penelitian ini sesuai dengan Gambar 4.1 dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
X3 = β1 X1 + β2 X2+ ε1 ………………………….……………….
(4.1)
X4= β3 X2+ β4 X3+ ε2 .............................................
(4.2)
Y = β5 X1 + β6 X2 + β7 X3 + β8X4 + ε3 …………………
(4.3)
Keterangan:
X1 = Pengeluaran Pemerintah
X2 = Investasi
X3 = Kesempatan Kerja
X4 = Pertumbuhan Ekonomi
Y = Ketimpangan Pendapatan
β1, β2, dan β9 = koefisien jalur
ε1, ........... ε3 = inner residual
5) Evaluasi kriteria goodness of fit.
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model
melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini
beberapa indeks kesesuaian dan cut-off value untuk menguji apakah sebuah
model dapat diterima atau ditolak (Ferdinand,A., 2002):
a) X2-Chi-square statistik, yaitu model dipandang baik atau memuaskan
bila nilai chi-square nya rendah. Semakin kecil nilai X2 semakin baik
model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off value
sebesar > 0.05
66
b) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), merupakan
suatu indeks yang digunakan untuk mengkonpensasi chi-square dalam
sampel yang besar. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan
0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model
yang
menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of
freedom.
c) GFI (Goodness of fit Index) adalah menghitung proporsi tertimbang dari
varian dalam matriks kovarian sampel yang dijelaskan oleh matrik
kovarian
populasi
yang
diestimasikan.
Ukuran
non
statistical
mempunyai rentang nilai antara (poor fit) sampai dengan 1(perfect fit).
Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.
d) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), merupakan kriteria yang
memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matrik
kovarian sampel. GFI adalah analog dari R 2 dalam regesi berganda yang
mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90
e) CMIN/DF (The Minimum Sample Discrepancy Function Devided with
degrre of Freedom), merupakan statistic chisquare X2 dibagi degree of
freedom-nya sehingga disebut X2relatif. Bila nilai X2 relatif kurang dari
2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.
f) CFI (Comparative Fit Index), rentang nilai sebesar 0 -1, dimana semakin
mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang
direkomendasikan adalah CFI sebesar 0,95.
67
Dalam penilaian model, indeks CFI sangat dianjurkan untuk digunakan
karena indeks-indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan
kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model menurut Hulland, dkk
(Ferdinand, 2002). Maka indeks-indeks yang dapat digunakan untuk
menguji kelayakan sebuah model dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Goodness of Fit Index
Goodness of Fit Measure
Nilai Kritis
(Cut of Value)
Chi Square (λ2)
Significance Probability (p)
RMSEA
GFI
AGFI
CMIN/DF
CFI
Diharapkan kecil
≥ 0,05
≤ 0,08
≥0,90
≥ 0,90
≤ 2,00
≥ 0,94
Sumber : Ferdinand (2002)
68
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Provinsi Bali memiliki luas wilayah yang secara keseluruhan sebesar
5.636,66 km2 atau 0,29 persen dari luas kepulauan Indonesia. Jika dilihat dari luas
wilayah per kabupaten/kota, maka Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar
1.365,88 km2 atau 24,25 persen dari luas Provinsi, diikuti oleh Jembrana 841,80
km2 (14,94persen), Tabanan seluas 839,3 km2 (14,90 persen) dan Karangasem
seluas 839,54 km2 (14,90persen), sedangkan sisanya adalah masing-masing
Badung 418,52 km2, Kota Denpasar 127,78 km2, Gianyar 368,00 km2, Klungkung
315,00 km2 dan Bangli 520,81 km2 dengan total luas wilayah sekitar 31,01 persen
P. M enjangan
8°10'
T
L A U
1 15°30'
1 15°10'
1 14°50'
1 14°30'
dari luas provinsi.
I
B A L
T
LA
S E
KABUPAT EN BULELENG
S E L A T L O M B O K
L I
B A
KABUPAT EN
BAN GLI
KABUPAT EN JEMBRANA
KABUPAT EN KARANGASEM
KABUPAT EN T ABANAN
KABUPAT EN
GIANYAR
8°30'
KABUPAT EN
BADUN G
KABUPAT EN KLUNGKUNG
NG
A DU
A T B
S EL
KOTA
DENPASAR
P. Lem bongan
P. C eningan
P. S erangan
S A M U D E R A
P. N usa Penida
I N D O N E S I A
8°50'
N
W
BAL I
E
S
10
Gambar 5.1
Peta dan Letak Geografis Provinsi Bali
0
10 KM
69
Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan
satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem,
Klungkung, Bangli, Buleleng dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota
provinsi. Selain Pulau Bali, Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil
lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di
wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan
Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng.
Provinsi Bali juga terbagi menjadi 57 Kecamatan, 716 Desa/Kelurahan,
1.453 desa pekraman, dan 4.295 dusun/lingkungan. Luas wilayah jika terbagi
menurut kabupaten/kota maka Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar yaitu
1.365,88 km2, dan terkecil adalah Kota Denpasar dengan luas wilayah sebesar
127,78 km2, seperti yang disajikan pada Tabel 5.1
Tabel 5.1
Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota, Jumlah Kecamatan, Jumlah
Desa/Kelurahan Di Provinsi Bali, Tahun 2013
No
Kabupaten/Kota
Luas Wilayah
(km2)
841,80
Jumlah
Kecamatan
5
Jumlah
Desa/Kelurahan
51
1
Jembrana
2
Tabanan
839,33
10
133
3
Badung
418,52
6
62
4
Gianyar
368,00
7
70
5
Klungkung
315,00
4
59
6
Bangli
520,81
4
72
7
Karangasem
839,54
8
78
8
Buleleng
1.365,88
9
148
9
Denpasar
127,78
4
43
5.636,66
57
716
Provinsi Bali
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014
70
Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali menurut hasil Sensus
Penduduk tahun 2013 mencapai angka rata-rata 1,87 persen per tahun dari tahun
2005, seperti yang disajikan pada Tabel 5.2 Angka ini melebihi dari laju
pertumbuhan penduduk secara nasional, yang hanya 1,49 persen dalam kurun
waktu yang sama.Pertambahan penduduk itu berasal dari kelahiran alamiah dan
dari perpindahan penduduk dari luar Bali, dengan rincian yang disebabkan oleh
kelahiran alamiah sebesar 0,96 persen dan yang diakibatkan oleh migrasi sosial
sebesar 0,91 persen. Angka ini memiliki arti bahwa kontribusi pertumbuhan
penduduk yang berasal dari migrasi sosial hampir seimbang dengan kelahiran
alamiah. Banyaknya pendatang (migrasi) dari berbagai daerah yang mencoba
mengadu nasib di Bali, karena Bali sebagai daerah pariwisata ini dinilai
menjanjikan peluang dan harapan dalam meningkatkan kesejahteraan.
Tabel 5.2
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Bali
Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2005dan 2013
1.
Jembrana
Jumlah Penduduk
2005
2013
231.806
268.000
2.
Tabanan
376.030
430.600
1,04
3.
Badung
345.863
589.000
5,02
4.
Gianyar
393.155
486.000
1,69
5.
Klungkung
155.262
173.900
0,86
6.
Bangli
193.776
220.000
0.97
7.
Karangasem
360.486
404.300
0,87
8.
Buleleng
558.181
638.300
1,03
9.
Denpasar
532.440
846.200
4,21
3.146.999
4.056.300
1,87
No.
Kabupaten/Kota
Provinsi Bali
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014
Pertumbuhan
(%)
1,12
71
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010,penduduk Bali tercatat
sebanyak 3.890.757
jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 690
jiwa/km2dan tahun 2013 meningkat 4.056.300 jiwadengan tingkat kepadatan
penduduk mencapai 720 jiwa/km2. Dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali,
penduduk terpadat tahun 2013 adalah Kota Denpasar sebesar 846.200 jiwa, dan
penduduk terjarang adalah Kabupaten Klungkung dengan kepadatan sebanyak
173.900 jiwa.
5.2. Deskripsi Variabel Penelitian
1) Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah secara keseluruhan sangat penting dalam
sumbangannya terhadap pembangunan nasional, tetapi yang lebih penting lagi
adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah. Komposisi dari
pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari
pembangunan nasional. Secara normatif belanja publik atau belanja pembangunan
diusahakan harus lebih besar dari biaya aparatur atau belanja rutin untuk lebih
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah yang digunakan
adalah konsumsi pemerintah pada Kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun
2005–2013 disajikan pada Tabel 5.3.
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 pengeluaran
pemerintah perkapita tertinggi terjadi di Kabupaten Klungkung yaitu dengan Rp
875.725 rupiah, sedangkan pengeluaran pemerintah perkapita terendah ada pada
Kabupaten Karangasem yaitu Rp 413.618 rupiah. Pada tahun 2013 pengeluaran
72
pemerintah perkapita tertinggi terjadi juga di Kabupaten Klungkung, sedangkan
pengeluaran pemerintah perkapita terendah ada pada Kabupaten Gianyar.
Tabel 5.3
Pengeluaran Pemerintah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali,
Tahun 2005 -2013 (Ribuan Rp)
Kabupaten
Kota
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
633.26
652.17
662.45
713.29
736.23
757.36
784.84
831.10
872.72
Tabanan
594.22
623.74
643.60
686.20
720.26
748.91
804.31
844.20
901.48
Badung
591.51
604.09
622.40
666.49
553.04
567.00
589.65
661.85
694.33
Gianyar
460.34
474.66
478.98
514.94
516.89
532.81
559.61
592.01
624.46
Klungkung
875.73
905.70
929.34
1008.07
1052.01
1097.79
1163.79
1190.60
1273.94
Bangli
601.65
620.20
646.38
699.18
765.86
791.56
829.70
890.40
950.05
Karangasem
413.62
430.42
443.33
482.34
517.13
550.19
589.57
602.85
642.42
Buleleng
477.81
486.60
504.00
542.14
565.99
584.46
610.64
619.47
654.92
Denpasar
737.07
769.10
782.70
848.15
679.92
686.25
715.38
728.32
770.10
Rata-rata
633.26
652.17
662.45
713.29
736.23
757.36
784.84
831.10
872.72
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Bali, 2014 (diolah)
2) Investasi
Seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa investasi merupakan
hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi ini dibutuhkan
sebagai faktor penunjang di dalam peningkatan proses produksi. Investasi juga
mendorong terjadinya akumulasi modal. Penambahan stok bangunan dan
peralatan penting lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan
merangsang pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa Investasi tertinggi pada
tahun 2013 terdapat di Kabupaten Badung yaitu dengan nilai Rp 5.130.990 rupiah.
Besarnya investasi fisik didaerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata
73
yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah tersebut. Ketersediaan
infrastruktur yang relatif lebih baik didaerah ini juga menjadi pendorong bagi
investor untuk menanamkan modalnya didaerah tersebut. Sedangkan investasi
terendah terjadi di Kabupaten Karangasem yaitu rata-rata Rp 1.260.590 rupiah, ini
dikarenakan investor enggan berinvestasi pada sektor pertanian, sehingga sangat
sulit bersaing dengan kabupaten lainnya.
Tabel 5.4
Investasi Perkapita pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2005 – 2013 (Ribuan Rp)
Tahun
Kabupaten
Kota
Jembrana
2005
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
776.26
2006
821.16
1270.59
1568.28
1764.92
1960.81
2704.49
3016.48
3406.62
Tabanan
655.38
662.96
1034.32
1250.68
1364.15
1508.93
1742.72
1875.69
2151.79
Badung
1753.50
1746.06
2642.86
3144.29
2810.02
3004.81
3359.64
4233.04
5130.99
Gianyar
915.12
924.18
1361.29
1626.96
1553.94
1601.50
1693.80
1881.51
2080.50
Klungkung
822.42
833.05
1324.94
1612.14
1802.07
2012.35
2234.04
2289.25
2607.03
Bangli
647.38
648.41
972.15
1159.27
1331.82
1404.81
1477.87
1627.47
1830.73
Karangasem
398.89
405.77
662.00
811.50
902.66
1005.23
1070.32
1128.71
1260.59
Buleleng
582.72
596.15
883.00
1062.40
1155.04
1235.32
1291.43
1467.65
1640.58
Denpasar
793.95
814.79
1250.84
1518.53
1452.34
1615.65
1796.84
1936.72
2164.02
Rata-rata
776.26
821.16
1270.59
1568.28
1764.92
1960.81
2704.49
3016.48
3406.62
Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah)
3) Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat
perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin saja
sudah terisi atau ada yang belum terisi.Dengan adanya penciptaan kesempatan
kerja baru berarti adanya penciptaan pendapatan masyarakat yang akan
mendorong daya beli masyarakat. Penciptaan kesempatan kerja baru juga dapat
74
mendorong induced invesment, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah (Gravitiani, 2006).
Tabel 5.5
Kesempatan Kerja(TPAK) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2000 – 2013 (%)
Kabupaten
Kota
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
96.43
96.65
96.78
97.68
97.74
97.86
97.98
98.26
98.54
Tabanan
96.54
96.66
96.81
97.69
97.87
98.07
98.20
98.78
98.90
Badung
96.62
96.70
96.82
97.49
97.59
97.61
97.70
98.44
98.95
96.68
96.73
96.82
97.29
97.39
97.43
97.54
98.28
98.62
96.46
96.68
96.86
97.04
97.20
97.41
97.64
98.46
98.64
Bangli
96.49
96.52
96.69
97.43
97.68
97.85
97.99
98.39
98.79
Karangasem
96.52
96.68
96.92
97.14
97.34
97.53
97.68
98.49
98.78
Buleleng
96.74
96.82
96.96
97.08
97.45
97.83
98.04
98.28
98.57
Denpasar
96.51
96.59
96.60
97.49
97.61
97.73
97.88
98.23
98.73
Rata-rata
96.43
96.65
96.78
97.68
97.74
97.86
97.98
98.26
98.54
Gianyar
Klungkung
Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah)
Kesempatan kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) dari tahun 2005-2013 pada kabupaten/kota di
Provinsi Bali. Dari Tabel 5.5 dapat dijelaskan bahwa tingkat partisipasi angkatan
kerja rata–rata mengalami peningkatan. Ini berarti bahwa kesempatan kerja
mengalami kemajuan yang cukup berarti dari tahun ke tahun meskipuntelah
dihadapkan beberapa kejadian yang mengguncang perekonomian di Provinsi Bali.
Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2005 tertinggi terjadi di Kabupaten
Gianyar yaitu 96,68 % dan terendah terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 96,43%.
75
Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2013 tertinggi terjadi di Kabupaten
Badung yaitu 98,95 % dan terendah terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 98,54%.
4) Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
bertambah. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi.
Selama Tahun 2005–2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota di
Provinsi Bali disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Berdasarkan Haga Konstan Tahun 2000 – 2013 ( Persen)
Kabupaten
Kota
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
5,000
4,520
5,110
5,050
4,820
4,570
5,610
5,900
5,925
Tabanan
5,960
5,250
5,760
5,220
5,440
5,680
5,820
5,910
5,940
Badung
5,610
5,030
6,850
6,910
6,390
6,480
6,690
7,300
7,335
Gianyar
5,470
5,200
5,890
5,900
5,930
6,040
6,760
6,790
6,810
Klungkung
5,410
5,030
5,540
5,070
4,920
5,430
5,810
6,030
6,065
Bangli
4,460
4,250
4,480
4,020
5,710
4,970
5,840
5,990
6,012
Karangasem
5,130
4,800
5,200
5,070
5,010
5,090
5,190
5,730
5,765
Buleleng
5,600
5,350
5,820
5,840
6,100
5,850
6,110
6,520
6,555
Denpasar
6,050
5,880
6,600
6,830
6,530
6,570
6,770
7,180
7,210
Rata-rata
5,410
5,034
5,694
5,546
5,650
5,631
6,067
6,372
6,402
Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah)
76
Dari Tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi dari tahun
2005 sampai dengan tahun 2013 pada kabupaten/kota di Provinsi Bali rata – rata
mengalami peningkatan yaitu dari 3,751 persen menjadi 6,402 persen. Ini berarti
bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan yang cukup berarti setelah
dihadapkan beberapa kejadian yang mengguncang perekonomian di Provinsi Bali.
Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kabupaten Badung yaitu
7.335 dan terendah terjadi di Kabupaten Karangasem yaitu 5,765.
5) Ketimpangan Pendapatan
Setiap pembangunan ekonomi menimbulkan perubahan pendapatan
masyarakat. Perubahan tersebut kemungkinan timbul sebagai akibat dari adanya
perubahan kepemilikan dari sumberdaya dan faktor produksi. Pihak yang
memiliki barang modal lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih
banyak dibandingkan dengan pihak yang memiliki modal sedikit. Ketimpangan
pendapatan dalam penelitian ini merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar
golongan masyarakat yang diukur dengan menggunakan Gini Ratio (GR).
Ketimpangan pendapatan selama tahun 2005–2013 Kabupaten/kota di Provinsi
Bali disajikan pada Tabel 5.7.
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa selama Tahun 2013
ketimpangan pendapatan masyarakat tertinggi terjadi di Kota Denpasar yaitu 0,40
dan terendah adalah Kabupaten Karangasem yaitu 0,27. Hal ini berarti semakin
tinggi pendapatan perkapita pada suatu kabupaten/kota maka ketimpangan
pendapatan semakin tinggi atau timpang. Sedangkan ketimpangan pendapatan
77
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini berarti bahwa pemerintah
belum mampu mengatasi pemerataan pendapatan antar masyarakatnya.
Tabel 5.7
Ketimpangan Pendapatan Masyarakat (Gini Ratio) Kabupaten/Kota
di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 ( Persen)
Tahun
Kabupaten
Kota
Jembrana
2005
2006
2007
2008
2009
0.26
0.23
0.24
0.26
0.24
Tabanan
0.23
0.26
0.25
0.24
Badung
0.30
0.28
0.17
Gianyar
0.26
0.28
Klungkung
0.28
Bangli
2010
2011
2012
2013
0.26
0.40
0.37
0.37
0.25
0.26
0.37
0.35
0.32
0.27
0.23
0.29
0.34
0.33
0.30
0.24
0.28
0.25
0.27
0.33
0.34
0.31
0.25
0.23
0.29
0.29
0.29
0.38
0.35
0.31
0.23
0.22
0.18
0.24
0.23
0.22
0.27
0.31
0.30
Karangasem
0.25
0.23
0.23
0.21
0.22
0.23
0.29
0.29
0.27
Buleleng
0.28
0.24
0.21
0.25
0.26
0.26
0.34
0.33
0.32
Denpasar
0.26
0.29
0.27
0.27
0.27
0.30
0.34
0.43
0.40
Sumber : BPS Provinsi Bali , 2014
5.3. Analisis Data
Perhitungan koefisien jalur dalam penelitian ini menggunakan program
Analysis Moment of Structural (AMOS). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui dan menganalisis pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap
kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan distribusi pendapatan
seperti yang disajikan pada teknik analisis.
5.3.1 Model Teoritis
Hubungan
kausalitas yang berjenjang atau hubungan sebab akibat
antarvariabel dalam studi ini merupakan model yang tidak sederhana, yaitu
78
adanya variabel yang berperan ganda, sebagai variabel independen pada suatu
hubungan, namun menjadi variabel dependen pada hubungan lain. Model yang
dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu pengeluaran
pemerintah, investasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
pendapatan.
Variabel kesempatan kerja disatu sisi sebagai variabel independen dari
pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dan disisi lain sebagai
variabel dependen dari pengeluaran pemerintah dan investasi. Begitu juga variabel
pertumbuhan ekonomi, disatu sisi sebagai variabel yang mempengaruhi
ketimpangan pendapatan dan disisi lain dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah,
investasi dan kesempatan kerja. Dalam penelitian ini hubungan antar variabel
berdasarkan substansi teori dapat dikembangkan sebagai berikut:
a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap kesempatan
kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.
b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Bali
c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan
Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan kabupaten/kota
di Provinsi Bali
5.3.2 Uji Normalitas
Uji Normalitas Data dengan Normalitas Univariate dan Multivariate, yaitu
menganalisis tingkat normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini.
Univariate melihat nilai CR pada Skewness diharapkan disekitar ± 2.58. Bila ada
79
nilai diluar angka tersebut bisa ditoleransi apabila nilai Multivariatenya masih
disekitar ± 2.58.Hasil pengujian normalitas data dalam penelitian ini dapat
disajikan dalam Tabel 5.8 sebagai berikut :
Tabel 5.8
Assessment of normality
Variable
min
X1
4.140
X2
3.990
X3
96.430
X4
4.020
Y
.174
Multivariate
Sumber : lampiran 2
max
12.740
51.310
98.950
7.300
.425
Skew
1.038
1.526
.230
.007
.692
c.r.
3.815
5.607
.845
.025
2.543
kurtosis
1.056
3.228
-1.103
-.476
.229
3.951
c.r.
1.941
5.930
-2.027
-.874
.420
2.125
Berdasarkan Tabel 5.8, nilai CR pada Skewness untuk variabel X3, X4
dan Y mempunyai nilai < 2,58 yaitu sebesar 0,845, 0,025 dan 2,543, sehingga
data yang akan digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal. Nilai CR
pada Kurtosis, hanya variabel X2 yang tidak berdistribusi normal karena nilai CR
> 2,58 yaitu sebesar 5,930. Nilai CR > 2,58 bisa ditoleransi karena nilai
multivariatenya berada disekitar 2,58, yaitu sebesar 2,125, sehingga data yang
akan digunakan dalam penelitian ini secara multivariate berdistribusi normal.
5.3.3
Pengaruh Langsung
Perhitungan koefisien jalur dalam penelitian ini menggunakan multiple
regresi untuk mengetahui dan menganalisis pengeluaran pemerintah, investasi,
dan kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi
pendapatan, maka program yang digunakan adalah program Analysis Moment of
Structural (AMOS) terhadap model persamaan struktural 4.1, 4.2 dan 4.3 seperti
80
yang disajikan pada teknik analisis. Koefisien jalur terhadap model teoritis dapat
disajikan pada Tabel 5.9 sebagai berikut:
Tabel 5.9
Koefisien Jalur Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan Kerja,
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten Kota di
Provinsi Bali Tahun 2005-2013
Regresi
X3
X3
X4
X4
Y
Y
Y
Y
<--<--<--<--<--<--<--<---
Koefisien
Regresi Standar
X1
X2
X2
X3
X1
X2
X3
X4
0.187
0.544
0.399
0.186
0.231
0.043
0.360
0.298
C.R
2.040
5.931
3.351
1.560
2.601
.392
3.423
3.079
P Value
.041
***
***
.119
.009
.695
***
.002
Keterangan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
*** sig alpha (< 0,001)
Sumber : Lampiran 5
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat dibuat diagram jalur yang disajikan dalam
Gambar 5.2 berikut:
81
Sumber : lampiran 5
Gambar 5.2
Hasil Analisa Diagram Jalur Pengaruh Pengeluaran
PemerintahdanInvestasi Terhadap Kesempatan Kerja,
Pertumbuhan Ekonomi sertaKetimpangan Pendapatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2005-2013
Berdasarkan Tabel 5.9 dan ditampilkan kembali pada gambar 5.2 dapat
dibuat persamaan struktrural sebagai berikut :
a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap kesempatan kerja
kabupaten/kota di Provinsi Bali. Model persamaan dalam penelitian ini dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut:
X3 = 0.187 X1 + 0.544 X2….……………………..……………………………………….
Keterangan:
X1 = Pengeluaran Pemerintah
X2 = Investasi
X3 = Kesempatan Kerja
(5.2)
82
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran
pemerintah ternyata berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja pada
kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005 – 2013. Hal ini
ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,187 dan signifikan pada
5%, begitu juga variabel investasi berpengaruh positif terhadap kesempatan
kerja pada kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013 dengan
koefisien parameter sebesar 0,544.
b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Bali. Model persamaan dalam penelitian ini dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut:
X4 = 0.399X2+ 0.186 X3
…………..………………………………………………..
(5.3)
Keterangan:
X2 = Investasi
X3 = Kesempatan Kerja
X4 = Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel investasi dan
kesempatan kerja berpengaruh positif terhadap petumbuhan ekonomi pada
kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013. Hal ini ditunjukkan
dengan koefisien parameter masing-masing 0,399 dan 0,186 dengan
signifikan pada 5%.
c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan
Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan kabupaten/kota di
83
Provinsi Bali.Model persamaan dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam
bentuk persamaan struktural sebagai berikut:
Y = 0.231 X1 + 0.043 X2 + 0.360 X3 + 0.298X4…..………………………
(5.4)
Keterangan:
X1 = Pengeluaran Pemerintah
X2 = Investasi
X3 = Kesempatan Kerja
X4 = Pertumbuhan Ekonomi
Y = Ketimpangan Pendapatan
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran
pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi ternyata
berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota
di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013. Hal ini ditunjukkan dengan
koefisien parameter sebesar 0,231, 0,043, 0,360 dan 0,298 dengan signifikan
pada 5%. Jadi kemungkinan terdapat distribusi pendapatan yang belum
merata pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali selama tahun 2005 -2013.
5.3.4. Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effects)
Dengan menggunakan program AMOShasil pengaruh tidak langsung
(indirect effect) dapat sajikan pada Tabel 5.10 berikut
Tabel 5.10
Indirect effects Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan Kerja,
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten Kota di
Provinsi Bali Tahun 2005-2013
Koefisien Regresi
Pengaruh antar
Mediasi
Terstandar
variabel
X1 X4
X3
0,035
X1Y
X3, X4
0,078
X2 X4
X3
0,101
X2 Y
X3, X4
0,345
X3 Y
X4
0,056
Sumber : Lampiran 3
84
Keterangan:
X1 = Pengeluaran Pemerintah
X2 = Investasi
X3 = Kesempatan Kerja
X4 = Pertumbuhan Ekonomi
Y = Ketimpangan Pendapatan
1.
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
melalui Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Pengujian adanya pengaruh pengeluaran pemerintah secara tidak langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja dilakukan dengan Amos
seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil output Lampiran 5 yang ditampilkan
kembali pada Tabel 5.10 diperoleh hasil Pengujian adanya pengaruh pengeluaran
pemerintah secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi melalui kesempatan kerja.
Hal ini dapat dilihat dari hasil olahan data dengan menggunakan AMOS,
yaitu diperoleh hasil bahwa secara langsung pengeluaran pemerintah berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Lampiran 5) dengan signifikansi
sebesar 0,041 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh pengeluaran
pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah
positif yaitu 0,035, ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja memperkuat
pengaruh dari pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan
meningkatnya pengeluaran pemerintah melalui kesempatan kerja akan berdampak
terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.
2.
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Pendapatan
melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota
di Provinsi Bali
85
Pengujian adanya pengaruh pengeluaran pemerintah secara tidak langsung
terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan
ekonomi dilakukan dengan program AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan
Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa
pengeluaran pemerintah secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap
ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Nilai Beta yang dihasilkan dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap
ketimpangan pendapatan adalah positif sebesar 0,231 dan nilai beta yang
dihasilkan dari
pengaruh pengeluaran pemerintah tehadap ketimpangan
pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah positif
yaitu 0,078. Ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja dan pertumbuhan
ekonomi memperlemah pengaruh dari pengeluaran pemerintah terhadap
ketimpangan pendapatan sehingga menyebabkan distribusi pendapatan semakin
merata.
3.
Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
melalui
Pengujian adanya pengaruh investasi secara tidak langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja dilakukan dengan program
AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3 yang ditampilkan
kembali pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa investasi secara tidak langsung
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
kesempatan kerja.
86
Hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan program AMOS, nilai beta yang
dihasilkan dari pengaruh langsung investasi terhadap pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,399 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh tidak langsung
investasi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah positif
yaitu 0,101, ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja memperlemah
pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi dalam penelitian ini
investasi belum memerlukan mediasi kesempatan kerja dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
4.
Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui
Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali
Pengujian adanya Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Pendapatan
melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali dilakukan dengan program AMOS seperti pada Lampiran 3.
Berdasarkan Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Gambar 5.10 dapat
diketahui bahwa investasi secara tidak langsung berpengaruh terhadap
ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Nilai Beta yang dihasilkan dari pengaruh investasi terhadap ketimpangan
pendapatan adalah sebesar 0,043 dan pengaruh tidak langsung investasi terhadap
ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi
adalah positif yaitu 0,345.Ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi memperkuat pengaruh dari investasi terhadap ketimpangan
pendapatan dan menyebabkan distribusi pendapatan semakin timpang.
87
5.
Pengaruh Kesempatan kerja terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Pengujian adanya pengaruh kesempatan kerja secara tidak langsung
terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi dilakukan
dengan AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil output Lampiran 3
yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 diperoleh hasil Pengujian adanya
pengaruh Kesempatan kerja secara tidak langsung berpengaruh signifikan
terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dapat dilihat dari hasil olahan data dengan menggunakan AMOS,
yaitu diperoleh hasil bahwa secara langsung kesempatan kerja berpengaruh
signifikan terhadap ketimpangan pendapatan dengan sangat signifikansi sebesar
0,000 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh kesempatan kerja terhadap
ketimpangan pendapatan melalui
pertumbuhan ekonomi adalah positif yaitu
0,056, ini artinya bahwa mediasi dari pertumbuhan ekonomi memperlemah
pengaruh dari kesempatan kerja terhadap ketimpangan pendapatan yang
menyebabkan distribusi pendapatan makin merata.
5.3.5 Pengaruh Total (Total Effect)
Analisis jalur juga menunjukkan besaran dari pengaruh total, pengaruh
langsung dan pengaruh tidak langsung dari satu variabel terhadap variabel
lainnya. Hasil olahan data mengenai perhitungan pengaruh langsung, tidak
langsung, dan total variabel penelitian ditampilkan pada Tabel 5.11.
88
Tabel 5.11
Ringkasan Direct Effects, Indirect Effects, dan Total Effects
X1
X2
X3
X4
DE
IE
TE
DE
IE
TE
DE
IE
TE
DE
IE
TE
X3
0,187
-
0,187
0,544
-
0,544
-
-
-
-
-
-
X4
0.000
0,035
0,035
0,399
0,101
0,500
0,186
-
0,186
-
-
-
Y
0,231
0,078
0,309
0,043
0,345
0,388
0,360
0,056
0,416
0,298
-
0,298
Sumber: Lampiran 3
Keterangan:
X1 adalah Pengeluaran pemerintah
X2 adalah Investasi
X3 adalah Kesempatan kerja
X4adalah Pertumbuhan ekonomi
Y adalah Ketimpangan distribusi pendapatan
IEadalah pengaruh tidak langsung
DEadalah pengaruh langsung
TEadalah pengaruh total
Tabel 5.11 dapat dijelaskan bahwa pengaruh langsung pengeluaran
pemerintah terhadap kesempatan kerja adalah sebesar 0,187. Pengaruh tidak
langsung pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
kesempatan kerja adalah 0,035. Pengaruh langsung pengeluaran pemerintah
terhadap ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0,231. Pengaruh tidak langsung
pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan
kerjadan pertumbuhan ekonomi adalah 0,078. Dengan demikian pengaruh total
pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan menjadi
sebesar 0,309.
Demikian juga pengaruh langsung investasi terhadap kesempatan kerja
adalah sebesar 0,544, pengaruh langsung investasi terhadap pertumbuhan
ekonomi adalah sebesar 0,399, pengaruh langsung investasi terhadap ketimpangan
89
pendapatan adalah sebesar 0,043, pengaruh tidak langsung investasi terhadap
pertumbuhan ekonomimelalui kesempatan kerja sebesar 0,101, pengaruh tidak
langsung investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja
dan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,345, sehingga pengaruh totalnya menjadi
sebesar 0,388.
Pengaruh langsung kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi
adalah 0,186, pengaruh langsung kesempatan kerja terhadap ketimpangan
pendapatan adalah 0,360, pengaruh tidak langsung kesempatan kerja terhadap
ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi adalah 0,056, sehingga
pengaruh totalnya menjadi sebesar 0,416. Pengaruh Pertumbuhan ekonomi
terhadap ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0,298.
5.3.6. Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit
5.3.6.1 Menilai Goodness of Fit Indeks dari Square Multiple Correlations (R2)
Koefisien determinan (R2) adalah kemampuan model untuk menjelaskan
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Sampai saat ini belum ada
ukuran yang pasti berapa besar koefisien determinan yang paling tepat. Namun
demikian, semakin besar nilai koefisien determinan, sehingga mendekati satu,
maka dapat dinyatakan model semakin baik. Kondisi ini menunjukkan keragaman
pengaruh antar data dapat dijelaskan oleh model yang disusun.
Evaluasi terhadap goodness of fit yang dilakukan dengan melihat besarnya
R2 dapat disajikan pada Tabel 5.12 sebagai berikut :
90
Tabel 5.12
Square Multiple Correlations
Variabel
R Square
Kesempatan Kerja (X3)
0.398
Pertumbuhan Ekonomi (X4)
0.283
Ketimpangan Pendapatan (Y)
0.492
Sumber :lampiran 3
Berdasarkan Tabel 5.12, dapat disimpulkan bahwa nilai R square sebesar
0.398 untuk Kesempatan Kerja (X3), berarti model regresi memiliki goodness-fit
yang baik dimana variable kesempatan kerja dapat dijelaskan oleh variabel
pengeluaran pemerintah dan investasi sebesar 39,80 % dan 60,20 % dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini. Nilai R square Pertumbuhan
Ekonomi (X4) sebesar 0,283 yang berarti model regresi memiliki goodness-fit
yang baik dimana variabel pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan oleh variabel
pengeluaran pemerintah, investasi dan kesempatan kerja sebesar 28,30 % dan
61,70 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini.
Nilai R square Ketimpangan Pendapatan (Y) sebesar 0,479 yang berarti
model regresi memiliki goodness-fit yang baik dimana variabel Ketimpangan
Pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran pemerintah, investasi,
kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi sebesar 49,20 % dan 50,80 %
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini.
5.3.6.2. Menilai Goodness of Fit Indeks dari Hasil Uji Full Model
91
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui
telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini hasil analisa goodness
of fit indeks dari hasil uji full model disajikan pada Tabel 5.13:
Tabel 5.13
Goodness of Fit Index
Goodness of Fit Measure
Nilai Kritis
Chi Square (λ2)
Significance Probability (p)
RMSEA
GFI
AGFI
CMIN/DF
CFI
(Cut of Value)
Diharapkan
kecil≤ 3,841
≥ 0,05
≤ 0,08
≥0,90
≥ 0,90
≤ 2,00
≥ 0,94
Hasil
Analisis
4,425.
0.035
0,207
0.979
0,684
1
0,972
Evaluasi
Model
marginal
marginal
Kurang baik
baik
marginal
baik
baik
Sumber :lampiran 4
Hasil selengkapnya pengujian kriteria layak tidaknya model (goodness of fit
index) tahap akhir dapat dilihat pada Tabel5.13. Berdasarkan parameter nilai
goodness of fit index, hanya nilai RMSEA yang kurang baik, sehingga dapat
dikatakan bahwa model analisa secara keseluruhan sudah fit dan ada kesesuaian
antara model dan data.
5.4
Pembahasan
5.4.1 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Kesempatan Kerja
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Dengan menggunakan analisis jalur hasil analisis menunjukkan bahwa
selama tahun 2005-2013, pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan searah antara pengeluaran pemerintah dengan
92
kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan pengeluaran
pemerintah akan meningkatkan kesempatan kerja.
Kesempatan kerja merupakan suatu proses atau usaha memberikan
pekerjaan atau sumber penghidupan bagi masyarakat. Pemerintah sebagai
penyedia lapangan pekerjaan hendaknya lebih banyak menyediakan lapangan
pekerjaan melalui pengeluaran pemerintah sehingga dapat mensejahterakan
masyarakat. Maksudnya adalah melalui pengeluaran pembangunan, pemerintah
dapat mengalokasikan sebagian dana APBD untuk meningkatkan industri-industri
kecil maupun menengah di dalam negeri yang potensial untuk dapat menyerap
tenaga kerja yang lebih banyak.
Kesempatan kerja pada dasarnya merupakan masalah yang dihadapi semua
Negara, baik Negara berkembang maupun Negara maju. Walaupun intensitas dari
masalah tersebut mungkin sekali berbeda karena adanya perbedaan pada factorfaktor yang mempengaruhi seperti laju pertumbuhan ekonomi, teknologi yang
dipergunakan dan kebijaksanaan pemerintah. Dilihat dari sudut pandang makro,
perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu
melalui proses kenaikan output per kapita secara konstan dalam jangka panjang.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2013,
pengeluaran pemerintah menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap
kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini menunjukkan bahwa
naiknya pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali akan
meningkatkan kesempatan kerja. Pengeluaran pemerintah baik rutin maupun
pembangunan dapat menjadi pendorong dalam membuka kesempatan kerja bagi
93
masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, yang akhirnya akan meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Edi
Sutriyono (2011) tentang pengeluaran pemerintah dan kesempatan kerja.
Menurutnya, dari sisi pengeluaran pemerintah yang berupa pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan mendorong penerimaan masyarakat, melalui efek
pelipatgandaan (multiplier effect), dimana peningkatan pendapatan tersebut
mendorong konsumsi dan tabungan masyarakat, serta peningkatan permintaan
secara keseluruhan, sehingga memberi rangsangan bagi produsen untuk
menambah investasi/memperluas kapasitas produksi akibatnya akan tercipta
kesempatan kerja baru bagi masyarakat. Jadi pengeluaran pemerintah merupakan
suatu cara untuk menggerakkan permintaan yang dapat memompa suatu
perekonomian yang sedang tertekan dan memulihkan tingkat kesempatan yang
tinggi.
5.4.2 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan
pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan
administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan (Sukirno, 2002).
Dalam penelitian ini, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Semakin besar pengeluaran
pemerintah maka ketimpangan distribusi pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini
berarti pengeluaran pemerintah belum mampu menurunkan tingkat ketimpangan
94
distribusi pendapatan masyarakat. Pengeluaran yang tergolong belanja publik
yang semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat
menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dalam penelitian ini mengalami
peningkatan. Ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah belum sepenuhnya
terjangkau atau dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Todaro (2000)
mengatakan
bahwa
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
mengurangi kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat, pemerintah
dapat mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu
secara langsung berupa “pembayaran transfer” dan secara tidak langsung melalui
penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan dan sebagainya.
5.4.3 Pengaruh Investasi terhadap Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis jalur maka
diperoleh bahwa selama tahun 2005-2013, investasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan searah antara investasi dengan kesempatan kerja
kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan
kesempatan kerja.
Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan
yang akan digunakan sebagai masa mendatang. Investasi meningkatkan output
perekonomian dan dapat menghasilkan input. Oleh karena adanya investasiinvestasi baru maka memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan
menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau
95
kesempatan kerja baru yang akan menyerap tenaga kerja yang berkompeten dan
berkualitas. Salah satu input yang mendorong salah satunya adalah tenaga kerja,
tenaga kerja merupakan faktor pendorong penting dalam pertumbuhan
perekonomian. Karena adanya investasi maka akan meningkatkan kesempatan
kerja. Sehingga tenaga kerja merupakan salah satu input penting dalam
perekonomian daerah maka dibutuhkan suatu kebijakan ketenaga-kerjaan terpadu
yang menjadi bagian dari program pembangunan (ruang lingkup sektoral, provinsi
dan nasional). Kebijakan tersebut harus dapat menjamin ketersediaan lapangan
pekerjaan maupun penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu kebijakan dan
program pembangunan dapat benar-benar berpihak pada kaum miskin dan
berorientasi pada masyarakat (Situmorang, 2007).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti
(2009) yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu pemerintahan salah satunya
dilihat dari sejauh apa pemerintah tersebut berhasil menciptakan lapangan kerja
bagi masyarakatnya, dengan penciptaan lapangan kerja yang tinggi akan
berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat sehingga pada akhirnya
kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Stok modal atau investasi merupakan
salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional.
Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan
kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan
taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Karena adanya investasi maka dapat
menciptakan lapangan kerja baru dan memperluas kesempatan kerja yang akan
menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di suatu
96
daerah. Sebagai akibat yang akan terjadi penambahan output dan pendapatan baru
pada faktor produksi tersebut dan akan menambah output nasional sehingga akan
terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Saat ini investasi pemerintah di Provinsi Bali hanya berorientasi pada
lingkup pariwisata saja, sehingga kesempatan kerja yang tercipta juga sebagian
besar ada di bidang pariwisata. Pusat kawasan pariwisata berada di Kabupaten
Badung, namun penyerapan tenaga
kerja mampu menjangkau seluruh
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Untuk itulah pengembangan kawasan
pariwisata melalui investasi khususnya di daerah yang belum terjamah perlu
dilakukan agar kesempatan kerja tidak hanya berpusat di Kabupaten Badung saja.
Seperti misalnya daerah kawasan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Tenaga
kerja yang produktif tidak akan jauh-jauh ke Kabupaten Badung untuk mencari
pekerjaan jika di Nusa Penida juga terdapat industri pariwisata yang mampu
menyerap tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi investasi yang
ada pada suatu Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, maka kesempatan kerja di daerah
tersebut juga akan semakin banyak.
5.4.4 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota
di Provinsi Bali
Peran swasta dalam proses pembangunan sangat strategis, hal ini tercermin
dalam struktur PDRB yang lebih dominan dibanding peran pemerintah. Melalui
tambahan investasi yang ditanamkan di berbagai sektor yang menyebabkan
ekonomi semakin tumbuh dan berkembang dengan indikatornya, meningkatkan
penyerapan tenaga kerja, pendapatan yang merupakan indikasi adanya
97
peningkatan kesejahteraan. Sehingga meningkatnya investasi swasta akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena terjadi perluasan produksi dan
permintaan yang berdampak tidak hanya pada bidang ekonomi saja, akan tetapi
telah meluas pada bidang-bidang sosial kemasyarakatan.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2013, investasi
menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota
di
Provinsi
Bali.
Ini
menunjukkan
naiknya
investasi
kabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Investasi merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output.
Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan
pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat
membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan
berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan
karena semakin besar investasi maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
meningkat. Investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan segala
hal bagi kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan pendapatan regional dari
sembilan lapangan usaha yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Bali akan
meningkat, sehingga pertumbuhan ekonominya pun meningkat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang dilakukan
oleh Nata Wirawan (2005) yang menyatakan bahwa pertumbuhan investasi
berpengaruh nyata dan positif terhadap PDRB Bali. Hal yang sama diungkapkan
oleh Manuaba, B.P. (2006) yang menyatakan bahwa secara parsial pertumbuhan
investasi berpengaruh positif dan nyata terhadap PDRB Kabupaten Badung
98
Besaran investasi yang masuk ke kabupaten/kota di Provinsi Bali akan
memberi dorongan kuat pada capaian pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota.
Selama tahun 2000-2013 secara rata-rata Investasi kabupaten/kota di Provinsi Bali
mengalami peningkatan. Namun Kabupaten Badung merupakan wilayah yang
secara persentase mempunyai kenaikan paling kuat di Provinsi Bali. Ini
disebabkan karena Badung merupakan daerah pariwisata dan para investor lebih
banyak menanamkan modalnya di bidang pariwisata dibandingkan dengan di
sektor pertanian. Soekarni dkk (2010) berpendapat kenaikan ini merupakan
pemeberlakuan paket kebijakan perbaikan iklim investasi melalui Instruksi
Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2006 serta pemberlakuan UU Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahnaz
Rabiei & Mazoidi (2012) yang meneliti investasi asing terhadap pertumbuhan
ekonomi di delapan negara yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Mesir,
Iran, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Indonesia dan Turki. Pada
penelitian ini disimpulkan bahwa investasi asing berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi tiap negara. Peran investasi asing tercermin dalam
pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, transfer teknologi, dan daya
saing usaha yang meningkat.
Namun penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
Omoniyi, et.al (2011) di negara Nigera. Pada penelitian yang dilakukan
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara investasi asing dengan
pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Hal ini disebabkan karena investasi asing yang
99
masuk ke negara Nigeria tidak cukup besar untuk mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di Nigeria.
5.4.5 Pengaruh
Investasi
terhadap
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
Ketimpangan
Pendapatan
Investasi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi
karena investasi dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam peningkatan proses
produksi. Investasi memiliki peran aktif dalam menentukan tingkat output, dan
laju pertumbuhan output tergantung pada laju investasi (Arsyad, 1999).Sesuai
dengan teori, investasi akan memperluas kesempatan kerja dan memperbaiki
kesejahteraan masyarakat sebagai konsekwensi naiknya pendapatan yang diterima
masyarakat
(Sun’an & Astuti, 2008). Dengan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat maka pendapatan cenderung membaik, sehingga dapat mengurangi
ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat.
Hasil analisis tahun 2005-2013 menunjukkan bahwa investasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Ini berarti
bahwa investasi meningkat maka ketimpangan distribusi pendapatan akan
meningkat. Di daerah yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan
permintaan akan mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya
menaikkan investasi. Di daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban
maka permintaan terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat
dari rendahnya penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah.
Dengan perbedaan perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi
100
didaerah yang mapan mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau bertambahnya
ketidakmerataan.
Seperti halnya dikabupaten/kota di Provinsi Bali perkembangan investasi
sangat dominan di Bali selatan yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.
Besarnya investasi di kedua daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata
yang menjadi tulang punggung perekonomian didaerah tersebut. Keengganan
investor berinvestasi di sektor lain seperti pertanian membuat kabupaten lain sulit
menyaingi kedua daerah ini dalam menarik investasi.Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yoga (2006) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan investasi meningkatkan tingkat kesenjangan pembangunan antar
daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali dan pertumbuhan investasi mempunyai
pengaruh nyata atau pengaruh positif terhadap kesenjangan pendapatan.
5.4.6 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan suatu proses yang
berkesinambungan antara sektor-sektor ekonomi sehingga dengan terciptanya
pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan
dan pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam suatu proses
pembangunan ekonomi mencakup aktivitas ekonomi yang mengupayakan
pengoptimalan penggunaan faktor-faktor ekonomi yang tersedia sehingga
menciptakan nilai ekonomis, salah satu faktor ekonomi yang dimaksud adalah
tenaga kerja.
101
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kesempatan kerja berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi
Bali. Hal ini disebabkan karena peningkatan kesempatan kerja
dapat
mempengaruhi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra
Esmara (1990), pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja berkolerasi positif,
tetapi besar kecilnya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap peningkatan
kesempatan kerja ditentukan oleh faktor teknologi, dan kualitas tenaga kerja yang
digunakan.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Swasono
(1983) yang menyatakan bahwa meskipun perluasan kesempatan kerja tidak
hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi semata, namun faktor pertumbuhan
ekonomi cukup signifikan dan harus diperhatikan agar tercapai sasaran perluasan
kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Dapat
dikatakan bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi
tunggal dan dapat diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan.
Sadono (1994:15) mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang
menentukan kemakmuran sesuatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya.
Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh dapat diwujudkan. Sebagaimana penjelasan diatas, maka dengan
meningkatnya angka pengangguran yang terdapat di suatu daerah akan
menimbulkan masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Ketiadaan
102
pendapatan menyebabkan para penganggur harus mengurangi konsumsinya, yang
mana pada akhirnya berakibat pada rendahnya pendapatan yang akan diterima
oleh suatu daerah.
Apabila keadaan pengangguran di suatu negara adalah sangat buruk,
kekacauan politik dan sosial berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada
kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka
panjang.
5.4.7 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan analisis jalur, maka
diperoleh hasil bahwa kesempatan kerja berpengaruh signifikan terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini
disebabkan karena kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali tidak hanya
ketergantungan pada dunia kerja kantoran. Sehingga untuk menunjang sektor
pariwisata di Provinsi Bali maka masing-masing kabupaten/kota lebih banyak
mengembangkan potensi daerah mereka dengan mengembangkan industri
kerajinan-kerajinan
usaha
kecil
dan
menengah
(UKM)
yang
mampu
meningkatkan pendapatan penduduknya. Hal ini menyebabkan kesempatan kerja
yang ada mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan.
Masalah distribusi pendapatan adalah suatu ukuran atas pendapatan yang
diterima oleh setiap masyarakat. Menurut Todaro (2000:89) bahwa dalam
mengukur distribusi pendapatan diukur dari 2 ukuran pokok yaitu distribusi
pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan personal dan distribusi fungsional
103
yang mempertimbangkan individu sebagai totalitas yang terpisah-pisah.
Kemudian menurut Ahluwalia (1997) yang menggambarkan penerimaan
pendapatan penduduk yaitu 40 persen penduduk menerima pendapatan paling
rendah, 40 persen penduduk menerima pendapatan menengah dan 20 persen
menerima pendapatan yang paling tinggi.
Salah satu cara dalam meningkatkan distribusi pendapatan adalah dengan
adanya pelaksanaan pembangunan ekonomi, Suryono (2000:5) menyatakan
bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan
pendapatan perkapita penduduk atau suatu masyarakat meningkat dalam jangka
penjang. Oleh karena itu perlu adanya pelaksanaan pembangunan ekonomi secara
berkelanjutan
dan
dilakukan
dengan
baik,
sebab
dengan
pelaksanaan
pembangunan ekonomi, akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
distribusi pendapatan bagi masyarakat.Kesempatan kerja di sektor-sektor seperti
industri besar, kostruksi, perdagangan dan keuangan memang memberikan
pendapatan dan nilai tambah yang tinggi namun ketersediaannya lebih banyak di
perkotaan daripada di pedesaan yang didominasi oleh sektor primer, sehingga
menimbulkan ketimpangan pendapatan terutama antara perkotaan dengan
pedesaan.
Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Estudilo
Jonna P (1997), yang melakukan penelitian mengenai distribusi pendapatan di
Filipina, dimana dari hasil penelitian menemukan ada pengaruh antara populasi/
penduduk dengan distribusi pendapatan dan selain itu pendapatan dari upah yang
memiliki kontribusi dalam mempengaruhi distribusi pendapatan. Lebih lanjut
104
penelitian yang dilakukan oleh Lyndon, Pangemanan (2001) yang melakukan
studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan. Dimana
dari hasil penelitian yang menemukan kenaikan proporsi penduduk secara
signifikan akan menurunkan distribusi pendapatan, kemudian proporsi anggota
rumah tangga yang bekerja di sektor industri akan meningkatkan distribusi
pendapatan rumah tangga. Sedangkan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan
distribusi pendapatan rumah tangga, walaupun pertumbuhan ekonomi terus
meningkat.
5.4.8 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu syarat tercapainya pembangunan
ekonomi, namun yang perlu diperhatikan tidak hanya angka statistik yang
menggambarkan laju pertumbuhan, namun lebih kepada siapa yang menciptakan
pertumbuhan tersebut. Apakah hanya segelintir orang atau sebagian besar
masyarakat. Jika sebagian kecil orang yang menikmati maka pertumbuhan
ekonomi tidak mampu mereduksi kemiskinan dan memperkecil ketimpangan.
Sebaliknya jika sebagian besar yang turut berpartisipasi dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi maka kemiskinan dapat direduksi dan gap antara orang
kaya dan orang miskin dapat diperkecil, Todaro (2006).
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa terdapat hubungan
positif yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan
distribusi pendapatan. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi
semakin tinggi ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
105
Kuznet dalam Soekirno, (1995) yang mengatakan bahwa proses pembangunan
ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemerosotan yang
cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu
pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Dengan
meningkatnya pendapatan perkapita maka ketimpangan pendapatan juga akan
meningkat, selanjutnya akan menurun yang dikenal dengan hipotesis U terbalik.
Teori inisejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suarteja (2003) yang
menyatakan bahwa laju pertumbuhan PDRB berpengaruh negatif terhadap tingkat
disparitas hasil pembangunan.Tetapi penelitian ini sama dengan yang dilakukan
oleh Noegroho dan Soelistianingsih (2008) yang menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi mempunyai pengaruh positif terhadap disparitas pendapatan.
Konsep yang disampaikan Todaro & Smith, (2006) bahwa karakter
pertumbuhan ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu apakah
pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau tidak.
Karakter tersebut terbangun melalui bagaimana cara pencapainnya. Karakter
pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah pertumbuhan
berbasisi sektor modal, dengan sektor pariwisata sebagai sektor prioritasnya. Ini
berarti bahwa sektor pariwisata akan mempercepat pertumbuhan ekonomi tetapi
tidak diikuti oleh penurunan ketimpangan distribusi pendapatan.
5.4.9
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
melalui Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa terdapat hubungan
positif antara pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
106
kesempatan kerja. Hal ini berarti semakin tinggi pengeluaran pemerintah semakin
tinggi pertumbuhan ekonomi, diikuti dengan peningkatan kesempatan kerja. Hal
ini berarti bahwa besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap
kesempatan kerja ternyata cukup kuat untuk memberi efek multiplier terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Pengaruh tidak langsung pengeluaran
pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah
signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja memediasi pengaruh
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari
kebijakan fiskal yakni suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya
perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan untuk nasional dan
APBD untuk daerah/regional (Sadono Sukirno, 2000). Tujuan dari kebijakan
fiscal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output maupun
kesempatankerja dan memacu pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah merupakan komponen relatif kecil dibanding
komponen lain dalam penghitungan pertumbuhan ekonomi. Walau demikian,
pengeluaran pemerintah mempunyai efek sosial politis yang strategis sebagai
fungsi alokasi, distribusi, maupun stabilisasi. Selain itu, pengeluaran pemerintah
pun mempunyai efek multiplier terhadap ekonomi makro riil dalam pergerakan
jangka pendek dari output dan ketenagakerjaan (Samuelson & Nordhaus, 2001).
Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses penambahan
kemampuan suatu daerah untuk memproduksi barang dan jasa. Peningkatan
produksi ini akan meningkatkan kebutuhan input tenaga kerja, sehingga akan
107
memperluas penyerapan kesempatan kerja. Kesimpulan dari Valerie A. Ramey
dan NBER (2012) yang disampaikan pada konfrensi “Fiscal Policy after the
Financial Crisis" di Milan pada Desember 2011 menunjukkan bahwa investasi
sektor swasta menurun karena kenaikan pengeluaran pemerintah. Peningkatan
pengeluaran pemerintah akan mengurangi pengangguran, tetapi bukan karena
meningkatnya pegawai swasta tetapi karena meningkatnya pegawai pemerintah.
Jamzoni Sodik melakukan penelitian pada tahun 2007, variabel
pengeluaran pemerintah daerah yang terdiri dari pengeluaran pembangunan dan
pengeluran rutin berpengaruh dan signifikan dengan tanda positif terhadap
pertumbuhan ekonomi regional. Untuk variabel yang lain, yaitu ekspor neto dan
angkatan kerja signifikan dengan tanda yang negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi regional.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardijono
(2013) yang menyatakan pengaruh kesempatan kerja terhadap pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Bali tidak signifikan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan
ekonomi di Bali yang didominasi pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi
cenderung padat modal, sehingga pemerintah perlu mengarahkan investasi swasta
ke sektor-sektor padat karya.
Tetapi penelitian yang dilakukan M.A. Loto (20011) yang meneliti
dampak pengeluaran pemerintah per sektor terhadap pertumbuhan ekonomi di
Negeria periode 1980-2008, tidak sejalan. Hasil penelitiannya menunjukkan
pengaruh seluruh sektor pada pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi tidak signifikan. Kemungkinan perbedaan ini disebabkan karena data
108
yang diambil berbeda dan lokasi yang dilakukan juga berbeda, atau ada perbedaan
pengelolaan pengeluaran Pemerintah Nigeria dengan Pemerintah kabupaten/kota
di Provinsi Bali.
5.4.10 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Adelmen dan Morris dalam Yoga (2006) mengatakan penyebab dari
ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah
pertambahan penduduk yang tinggi, inflasi, ketidakmerataan pembangunan
daerah, capital intensive, rendahnya mobilitas sosial, kebijakan industri,
memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara yang sedang berkembang
dengan negara maju dan hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti
pertukangan, industri rumah tangga.
Dalam penelitian ini, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi. Dimana semakin besar pengeluaran pemerintah maka
kesenjangan pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini berarti pengeluaran
pemerintah belum mampu menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan
masyarakat. Pengeluaran yang tergolong belanja publik yang semestinya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat menurunkan kesenjangan
pendapatan dalam penelitian ini mengalami peningkatan. Ini disebabkan karena
pengeluaran pemerintah belum sepenuhnya terjangkau atau dapat dinikmati oleh
masyarakat secara langsung.
109
Alokasi anggaran pembangunan sebagai instrumen untuk mengurangi
ketimpangan ekonomi tampaknya lebih perlu diperhatikan. Strategi alokasi
anggaran tersebut harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi
nasional sekaligus menjadi alat untuk mengurangi ketimpangan regional (Majidi,
1997). Delis (2008) pertumbuhan tidak selalu terjadi secara merata pada semua
wilayah. Pada tahap awal, proses pembangunan cenderung terkosentrasi dan
terpolarisasi pada area pusat suatu wilayah.
Pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan
pendapatan melalui kesempatan kerjadan pertumbuhan ekonomi adalah tidak
signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerjadan pertumbuhan
ekonomi tidak memediasi secara parsial pengaruh pengeluaran pemerintah
terhadap ketimpangan pendapatan (Hair et al, 2010).
5.4.11 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kesempatan KerjaKabupaten/Kota di Provinsi Bali
melalui
Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi-investasi
baru sebagai
stok modal. Semakin banyak tabungan
yang kemudian
diinvestasikan, maka semakin cepat terjadi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi
secara riil, tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada setiap tabungan dan
investasi tergantung dari tingkat produktivitas investasi tersebut (Harrod Domar
dalam Jawas, 2008).
Kabupaten/kota di Provinsi Bali secara ekonomi termasuk memiliki posisi
strategis sehingga penelitian mengenai perekonomian Bali juga memilki daya
penting dan strategis. Mengingat posisi strategis pertumbuhan ekonomi (PDRB)
110
dan letak geografisnya, maka hasil pertumbuhan tersebut diharapkan mampu
memberikan manfaat signifikan terhadap penyerapan dan indikator pertumbuhan
ekonomi lainnya. Sehingga penelurusan tentang potensi ekonomi dan keterkaitan
indikator lainnya dengan mempertimbangkan hubungan kewilayahan penting
untuk dilakukan.
Konsep yang disampaikan Todaro dan Smith bahwa karakter pertumbuhan
ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu apakah pertumbuhan
ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau tidak. Karakter tersebut
terbangun melalui bagaimana cara pencapainnya, sektor prioritas, serta lembaga
yang mengaturnya (Todaro & Smith, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung investasi
terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah signifikan, maka
dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja memediasi secara parsial pengaruh
investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Investasi memberi kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai
suatu proses penciptaan output jangka panjang. Ini sejalan dengan hasil penelitian
Were dalam Haryadi (2009), bahwa investasi tidak memberi dampak secara
langsung pada tahun bersangkutan, namun baru dapat dirasakan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi setelah beberapa tahun kemudian.
5.4.12 Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan
melalui
Kesempatan
Kerjadan
Pertumbuhan
Ekonomi
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Keberhasilan pembangunan di suatu daerah disamping ditentukan oleh
besarnyapengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya
111
investasi. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sajafii,
2009). Investasi dapatmenjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan
pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat
membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan
berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan
karena semakin besar investasi maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
meningkat. Investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan segala
hal bagi kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan pendapatan regional dari
sembilan lapangan usaha yang ada dikabupaten/kota di Provinsi Bali akan
meningkat, sehingga pertumbuhan ekonominya pun meningkat.
Daerah yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan
mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi. Di
daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan terhadap
modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran
modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Dengan perbedaan
perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi didaerah yang mapan
mengakibatkan terjadinya kesenjangan atau bertambahnya ketidakmerataan.
Seperti halnya dikabupaten/kota diProvinsi Bali perkembangan investasi sangat
dominan di Bali selatan yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Besarnya
investasi di kedua daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata yang
menjadi tulang punggung perekonomian di daerah tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung investasi
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui kesempatan kerjadan
112
pertumbuhan ekonomi adalah signifikan, maka dapat dikatakan bahwa
kesempatan kerja memediasi secara penuh pengaruh investasi terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Darma Rika Swaramarinda dan Susi
Indriani (2011) yang meneliti peranan variabel pengeluaran konsumsi,
pengeluaran investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran investasi pemerintah
berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi hal ini karena pengeluaran
investasi pemerintah memilki peran ekonomi dan mendorong berkembangnya
kegiatan ekonomi masyarakat dan anggaran pembangunan dialokasikan terutama
untuk membiayai proyek-proyek yang tidak dibiayai sendiri oleh masyarakat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahnaz
Rabiei & Mazoidi (2012) yang meneliti investasi asing terhadap pertumbuhan
ekonomi di delapan negara yang mayoritas penduduknya musli, seperti Mesir,
Iran, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Indonesia dan Turki. Pada
penelitian ini disimpulkan bahwa investasi asing berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi tiap negara.
Alokasi investasi yang tidak seimbang pada kabupaten/kota akan sangat
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, karena
semakin tinggi investasi, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Besarnya
investasi di setiap daerah akan meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga
berdampak pada kesenjangan pendapatan masyarakat. Investasi yang tinggi
113
berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesenjangan pendapatan melalui
pertumbuhan ekonomi.
5.4.13 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali
Sehubungan dengan kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam
mempercepat proses konvergensi PDRB per kapita di Provinsi Bali, yaitu dengan
pola pertumbuhan yang tidak seimbang pada besarnya kesempatan kerja untuk
meningkatkan PDRB per kapita. Dibukanya lapangan kerja yang padat karya
dengan mempertimbangkan pemerataan fisik dan prasarana pendidikan di setiap
kabupaten/kota juga merupakan
upaya
yang tepat guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemerataan dalam fasilitas pendidikan akan dapat
membantu mempercepat proses konvergensi antar daerah.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah
sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah
dariwaktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada
pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah
tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk
menambah produksi untuk memenuhi pasar domestik yang meningkat. Namun
disisi lain, Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan
ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat yang tingkat pertumbuhan ekonominya
masihrendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang
dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga
kerja tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi.
114
Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung kesempatan
kerja terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi
adalah positif maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memediasi
pengaruh kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, artinya mediasi
pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk pengurangan ketimpangan
pendapatan.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1) Pengeluaran pemerintah secara langsung berpengaruh positif terhadap
kesempatan kerja. Hal ini berarti bahwa besarnya pengeluaran pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat meningkatkan kesempatan kerja.
2) Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
kesenjangan pendapatan. Semakin besar pengeluaran pemerintah maka
ketimpangan distribusi
pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini berarti
pengeluaran pemerintah belum mampu menurunkan tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan masyarakat.
3) Investasi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan searah antara investasi dengan kesempatan kerja
kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan investasi akan
meningkatkan kesempatan kerja.
4) Investasi secara langsung menunjukkan pengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini
menunjukkan naiknya investasi kabupaten/kota di Provinsi Bali akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
115
116
5) Investasi secara langsung berpengaruh positif terhadap ketimpangan
pendapatan pendapatan. Ini berarti bahwa investasi meningkat maka
ketimpangan distribusi pendapatan akan meningkat.
6) Kesempatan kerja secara langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena
peningkatan kesempatan kerja dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan
ekonomi.
7) Kesempatan kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini
disebabkan karena kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali tidak
hanya ketergantungan pada dunia kerja kantoran, justru sebagian besar
merupakan pegawai kontrak.
8) Pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadapketimpangan pendapatan. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan
ekonomi semakin tinggi ketimpangan pendapatan.
9) Pengeluaran pemerintah secara tidak langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melelui kesempatan kerja. Hal ini
berarti bahwa besarnya pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi
Bali dapat meningkatkan pertumbuhan melalui kesempatan kerja. Besarnya
pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja ternyata cukup
kuat untuk memberi efek multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena melalui mediasi kesempatan kerja
mampu meningkatkan petumbuhan ekonomi.
117
10) Pengeluaran pemerintah secara tidak langsung mempunyai pengaruh positif
terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan
ekonomi dan pengaruh positif membawa penurunan ketimpangan pendapatan
yang artinya pendapatan dapat lebih merata. Hal ini berarti kesempatan kerja
dan pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memediasi pengaruh pengeluaran
pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan.
11) Investasi secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi melalui kesempatan kerja, namun peningkatan pertumbuhan
ekonomi masih lebih rendah daripada sebelum mediasi, maka dapat dikatakan
bahwa kesempatan kerja belum diperlukan untuk memediasi pengaruh
investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
12) Investasi secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap ketimpangan
pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Setelah
melalui mediasi kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan
pendapatan semakin tinggi dan timpang. Hal ini berarti kesempatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi belum diperlukan memediasi pengaruh investasi
terhadap ketimpangan pendapatan.
13) Kesempatan kerja secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap
ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Provinsi Bali, namun pengaruh positif membawa penurunan ketimpangan
pendapatan yang artinya pendapatan dapat lebih merata. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memediasi pengaruh kesempatan
kerja terhadap ketimpangan pendapatan.
118
6.2 Saran
Dari kesimpulan dan pembahasan diatas maka melalui penelitian ini
dicoba untuk memberi masukan bagi pengambil keputusan yaitu:
1. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif
terhadap kesempatan kerja di Provinsi Bali dan melalui kesempatan kerja
ketimpangan masyarakat menurun yang artinya distribusi pendapatan lebih
merata. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dan hati-hati khususnya
dalam penetapan strategi pengalokasian dan pendistribusian pengeluaran
pemerintah agar pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali lebih berdampak pada
perluasan kesempatan kerja di Provinsi Bali.
2. Alokasi investasi hendaknya diarahkan pada kabupaten/kota yang memilki
investasi fisik yang rendah, sehingga alokasi investasi tidak terpusat pada
daerah tertentu dan alokasi investasi juga diharapkan merata di semua sektor.
Alokasi investasi juga harus dilihat berdasarkan potensi daerah yang belum
diupayakan, sehingga mampu memberikan nilai tambah yang baru terhadap
pertumbuhan ekonomi daerahnya. Investasi yang masuk ke Provinsi Bali
harus diarahkan ke sektor-sektor padat karya dan didistribusikan merata di
wilayah Provinsi Bali. Pemerintah harus memiliki gambaran wilayah maupun
sektor/lapangan usaha alokasi agar dapat dijadikan pedoman yang akurat
dalam penetapan kebijakan investasi di Provinsi Bali. Di samping itu,
pemerintah pun harus memiliki komitmen untuk menerapkan kebijakan
investasi yang berpihak pada masyarakat Provinsi Bali. Dengan demikian,
investasi dapat mengurangi ketimpangan pendapatan mayarakat Provinsi Bali
119
secara menyeluruh melalui perluasan kesempatan kerja
peningkatan
pertumbuhan ekonomi..
3. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebaiknya peneliti berikutnya menambah
jumlah variabel independen yang mempengaruhi variabel pertumbuhan
ekonomi sehingga model yang dihasilkan menjadi lebih baik.
120
DAFTAR PUSTAKA
Aaberge, Rolf & Audun Langorgen. 1997. Fiscal and Spending Behavior of
LocalGovernment: An empirical analysis based on Norwegian data.
Statistics Norway, Discussion paper no. 196.
Adhisasmita. 2005. Analisis Kesenjangan Pembangunan Regional : Indonesia
1992-2004. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara
Berkembang, Vol. 9, No. 2, Hal: 129-142.
Alisjahbana, Armida S., 2000, The Implication of Fiscal Decentralisation on
Local Government Own Revenue Mobilization, Economic Journal, Vol.
XV, No. 2, September 2000,7-26.
Arsyad, L.1997. Ekonomi Pembangunan. Edisi 3. Bagian Penerbitan STIE YPKN
Yogyakarta.
Arisudi, Mokh. Azis, 1997. ”Disparitas Pendapatan dan Perkembangan Pengkuran
Kemiskinan di Indonesia : Suatu Telah’ah terhadap Fenomena Kuznet”.
Central Library of Brawijaya University – Malang.
__________.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Edisi Pertama. Penerbit BPFE – Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. PDRB Provinsi Bali Tahun 2009-2013.
_______. 2010. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2005-2009”.
Badan Perencanaan Pemerintah daerah Provinsi Bali dan Badan Pusat
Statistik Provinsi Bali.
Barro, Roberi. J.1999. Inequality, Growth, and Investment. NBER Working Paper
Series (Working paper 7038)
Boediono. 1981. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif
dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
Case, 1999, Public Administration a Comparative Perspektive, by PrenticeHall,Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Case, K.F. & Fair, R.C. 2009(Benyamin Molan, Pentj). Prinsip-Prinsip Ekonomi
Makro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang.
121
Dakurah, A. H. Davies, S. P. and Sampath, R. K. (2001), Defense Spending
andEconomic Growth in Developing Countries A Causality Analaysis,
Journal ofPolicy Modelling, 23 pp 651-658.
Dalamagas, B. (2000), Public Sector and Economic Growth: the Greek
Experience : Applied Economics, 32(3), pp 277-288.
De Fretes, Pieter N.2007. Analisis tentang Pengaruh Investasi Terhadap
Pembangunan Ekonomi di Provinsi Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen.
Vol. 5 (1), 8-17
Deller, Steven, Craig Maher, & Victor Lledo. 2002. Wisconsin local
government,State share revenue and the illusive flypaper effect.
University of Wisconsin-Madison, working paper.
________, 2005. Categorical Municipal Expenditures with a focus on the flypaper
effect. Public Budgeting/Fall.
Dogan, E. and Tang, T. C. (2006), Government Expenditure and national Income:
Causality Tests for five South East Asian Countries, International
Business & Economics Research Journal, Vol. 5, No. 10, pp. 49-58.
Dumairy, MA.1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta
Edward, N-A. (2009), Public Spending and Economic Growth: Evidence
fromGhana (1970-2004), Development Southern Africa, vol. 26, No. 3,
pp. 477-497
Elyani. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Berinvestasi
di Indonesia. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu. Vol 3 (1), 42-50
Ferdinand, A, 2002. Structural Equation Modelling Dalam Peneltian, Edisi
2.Semarang : Seri Pustaka Kunci 03/BP UNDIP
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2011. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan
AMOS 21.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati Damodar N. 1993. Basic Econometrics.2003. Fourth Edition
Halim, 2001. Bunga Rampai : Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama.
Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
122
Halim Abdul, 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yokyakarta : UPP-YKPN
Haryadi. 2009. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Struktural
Kebijakan Makroekonomi Indonesia : Suatu Analisis Business Cycle
Dari Sisi Permintaan. Vol. 8 : 63 – 76. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.
Hines, J.R. & Richard H. Thaler. 1995. Anomalies – The flypaper effect. Jornal of
Economic Perspectives 9 (4): 217-226.
Hair, J.F. 1998. Multivariate Data Analysis. Fourth Edition. New York :
Maemillan Publishing Company.
Lewis. 1954.Microeconomic Theory A Mathematical Approach Third Edition
Singapore, Mc Graw-Hill International Book Co.
Jawas, Musleh.2008. “Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Ekspor Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Muslim Tahun 2004 – 2005”
(Skripsi). Yokyakarta : Universitas Islam Indonesia.
Jhingan, ML.1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Edisi keenambelas,
PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.
Joseph F.Hair.Jr. William C, Black Barry J, Babin Rolph E. Anderson, Pearson.
2010. Multivariate Data Analysis. Seventh edition.
Kerlinger, Fred. N. 2002. Asas-asas Penelitian Beharioral. Edisi Ketiga
(Penerjemah: Landung R. Simatupang). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Kembar,
Sri-Budhi, M. 2010. Memaknai Bias-Bias Kinerja Indikator
Pembangunan Kaitannya Dengan Kesejahteraan. Pidato Pengenalan
Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan
pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar : Universitas
Udayana.
Kunarjo. 1993. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. Edisi Kedua.
Universitas Indonesia.
Loto, M.A. 2011. Impact of Government Sectoral Expenditure on Economic
Growth. Vol.3(11), pp. 646-652, 7 Oktober 2011. Journal of Economics
and International Finance.
123
Lubis, Pardamean. Afifudin, Sya’ad & Mahalli, Kasyful. 2008. Analisis Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Permintaan Investasi di Indonesia. Vol.3
(2), 111-126
Mangkoesoebroto, Guritno.2001.Ekonomi Publik, BPFE, Yogyakarta.
Marhaeni, A.A.I.N. dan Manuati Dewi, I.G.A. 2004. Buku Ajar Ekonomi Sumber
Daya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
Manuaba, B.P. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Pertumbuhan investasi,
dan Ekspor Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Badung. Tesis S2 MEP UNUD Denpasar (tidak
dipublikasikan).
Nata Wirawan. 2001. Statistik Deskriptif, edisi kedua. FE Unud.
____________,2005. Analisis Pengaruh Pertumbuhan investasi dan Ekspor
Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali (1989-2003).
Tesis MEP UNUD Denpasar (tidak dipublikasikan).
Nehen, I.K.. 2010. Perekonomian Indonesia. Denpasar : Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana.
Nugroho, Iwan & Rochim Danuri, 2004, Pembangunan Wilayah Persepektif
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, Cetakan Pertama, LP3ES, Jakarta.
Omoniyi. B, Benyamin. Omobitan. Olufunsho Abayomi 2011. The Impact of
Foreign Direct Investment on Economic Growth in Nigeria.
InternationalResearch Journal of Finance and Economic. [Online] 73 :
Ranis, Gustav. 2004. Human Development and Economic Growth. Center Discussion
Paper No. 887. Economic Growth Center. Yale University.
www.econ.yale.edu/~egcenter
Rustiono, Dedy. 2008. “Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Jawa Tengah” (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro.
Samuelson, Paul A dan William D.Nordhaus.1996. Makro Ekonomi (terjemahan).
Edisi keempatbelas, Erlangga,Jakarta.
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis dengan SPSS.
Yokyakarta. Penerbit ANDI.
124
Sjafii, Ahmad, 2009. Pengaruh Investasi Fisik dan Investasi Pembangunan
Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 1990 – 2004
Journal of Indonesia Applied Economics, Vol 3, No 1 hal 59 – 76.
Simon Kuznets, 1955. Economic Growth and Income Inequality,The American
Economic Review, Volume XLV.
Sinung Noegroho, Yoenanto dan Lana Soelistianingsih, 2007. ”Analisis
Disparitas Pendapatan Kabupaten/Kota di Propinsi dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional ” Pararel Session
IV A : Urban & Regional. UI – Depok.
Singarimbun, Masri.1995. Metode Penelitian Survei. LP3S, Jakarta
Soekarni, M. Hidayat, AS. Suryanto, J.2010. Peta Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia, Vol
18 No 1. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia: Pusat Peneliti Ekonomi.
Sodik, J. 2007. Pengeluaran Pemerintah Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional :
Studi Kasus Data Panel Di Indonesia. Vol. 12 Nomor 1. Economic
Journal of Emerging Markets.
Sukirno, Sadono, 1995. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan LPFE - UI, Jakarta.Syafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi
dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, LP3ES,
Jakarta.
________,2002. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
________, S. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Penerbit PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta
Susanti. 1995. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan
Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Tengah” (tesis). Yogyakarta:
UGM.
Susiyati, Bambang Hirawan. 2007.Otonomi daerah Sebagai Suatu Upaya
Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik (Bagi Orang Miskin) di
Indonesia.Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap
dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
125
Suwarno, 2008. Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman
Modal asing Pada Industri Manufaktur di Jawa Timur. Jurnal Riset
Ekonomi dan Bisnis. Vol. 8 (1), 50-57.
Suyana Utama, Made. 2008. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Buku Ajar, Sastra
Utama, Denpasar.
________, 2009. “Hubungan Anatara PDRB Perkapita, Struktur Ekonomi, dan
Belanja Publik Perkapita Dengan Ketimpangan Pendapatan Masyarakat
Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali” (Laporan Penelitian) Denapasar
Universitas Udayana.
________, 2011. Metode Kunatitatif. Modul pada Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana, Denpasar.
Susilowati, 2008, Analisis Kinerja Keuangan Daerah dan Pengaruhnya terhadap
PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tesis S-2, PPSUniversitas Udayana, Denpasar.
Sun’an Muammil & Astuti Endang. 2008. Analisis Investasi, Pengeluaran
Pemerintah dan pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja di
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Vol 1 No. 1 : Iqtishodunia
Thanh Pham, 2009. Goverment expenditure and economic growth: vidence for
Singapore, Hongkong, Cina and Malaysia, Erasmus University
Rotterdam.
Todaro, Michael P.1997. Ekonomic Development. Sixth Edition. Longman,
London and New York.
________2006. Pembangunan Ekonomi, Edisi ke-sembilan. (Drs. Haris
Munandar, MA dan Puji A.L., SE, Pentj). Jakarta : PT. Gelora Aksara
Pratama.
World Bank. 1997. Desentralisasi dan Pertumbuhan Ekonomi. Urban Sector
Development Unit Infrastructure Departement.
________.2007. Indonesia Public Expenditure Review, Conference Edition.
Yoga, I Made Sedana. 2006. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi
terhadap Kesenjangan Pembangunan antardaerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
126
Lampiran 1. Data Penelitian
Kabupaten
/Kota
Jembrana
Tabanan
Badung
Gianyar
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan
Pengeluaran
Pemerintah
(dlm ribuan)
Investasi
(dlm
ribuan)
Kesempatan
Kerja
(%)
X1
X2
X3
X4
Y
633.26
652.17
662.45
713.29
736.23
757.36
784.84
831.10
872.72
594.22
623.74
643.60
686.20
720.26
748.91
804.31
844.20
901.48
591.51
604.09
622.40
666.49
553.04
567.00
589.65
661.85
694.33
460.34
474.66
478.98
514.94
516.89
532.81
559.61
592.01
624.46
776.26
821.16
1270.59
1568.28
1764.92
1960.81
2704.49
3016.48
3406.62
655.38
662.96
1034.32
1250.68
1364.15
1508.93
1742.72
1875.69
2151.79
1753.50
1746.06
2642.86
3144.29
2810.02
3004.81
3359.64
4233.04
5130.99
915.12
924.18
1361.29
1626.96
1553.94
1601.50
1693.80
1881.51
2080.50
96.43
96.65
96.78
97.68
97.74
97.86
97.98
98.26
98.54
96.54
96.66
96.81
97.69
97.87
98.07
98.20
98.78
98.90
96.62
96.70
96.82
97.49
97.59
97.61
97.70
98.44
98.95
96.68
96.73
96.82
97.29
97.39
97.43
97.54
98.28
98.62
5.00
4.52
5.11
5.05
4.82
4.57
5.61
5.90
5.38
5.96
5.25
5.76
5.22
5.44
5.68
5.82
5.91
6.03
5.61
5.03
6.85
6.91
6.39
6.48
6.69
7.30
6.41
5.47
5.20
5.89
5.90
5.93
6.04
6.76
6.79
6.43
0.261
0.233
0.238
0.258
0.237
0.258
0.402
0.371
0.365
0.233
0.261
0.248
0.244
0.253
0.260
0.365
0.347
0.323
0.297
0.279
0.174
0.267
0.227
0.286
0.339
0.326
0.301
0.256
0.284
0.241
0.279
0.249
0.272
0.328
0.336
0.311
Pertumbuhan
Ekonomi
(%)
127
Klungkung
Bangli
Karangasem
Buleleng
Denpasar
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
875.73
905.70
929.34
1008.07
1052.01
1097.79
1163.79
1190.60
1273.94
601.65
620.20
646.38
699.18
765.86
791.56
829.70
890.40
950.05
413.62
430.42
443.33
482.34
517.13
550.19
589.57
602.85
642.42
477.81
486.60
504.00
542.14
565.99
584.46
610.64
619.47
654.92
737.07
769.10
782.70
848.15
679.92
686.25
822.42
833.05
1324.94
1612.14
1802.07
2012.35
2234.04
2289.25
2607.03
647.38
648.41
972.15
1159.27
1331.82
1404.81
1477.87
1627.47
1830.73
398.89
405.77
662.00
811.50
902.66
1005.23
1070.32
1128.71
1260.59
582.72
596.15
883.00
1062.40
1155.04
1235.32
1291.43
1467.65
1640.58
793.95
814.79
1250.84
1518.53
1452.34
1615.65
96.46
96.68
96.86
97.04
97.20
97.41
97.64
98.46
98.64
96.49
96.52
96.69
97.43
97.68
97.85
97.99
98.39
98.79
96.52
96.68
96.92
97.14
97.34
97.53
97.68
98.49
98.78
96.74
96.82
96.96
97.08
97.45
97.83
98.04
98.28
98.57
96.51
96.59
96.60
97.49
97.61
97.73
5.41
5.03
5.54
5.07
4.92
5.43
5.81
6.03
5.71
4.46
4.25
4.48
4.02
5.71
4.97
5.84
5.99
5.61
5.13
4.80
5.20
5.07
5.01
5.09
5.19
5.73
5.81
5.60
5.35
5.82
5.84
6.10
5.85
6.11
6.52
6.71
6.05
5.88
6.60
6.83
6.53
6.57
0.276
0.245
0.226
0.288
0.287
0.286
0.378
0.348
0.312
0.233
0.218
0.181
0.237
0.226
0.222
0.268
0.305
0.295
0.250
0.232
0.229
0.208
0.215
0.233
0.292
0.288
0.268
0.275
0.239
0.211
0.249
0.261
0.256
0.343
0.333
0.321
0.262
0.287
0.269
0.266
0.265
0.295
128
2011
715.38
1796.84
2012
728.32
1936.72
2013
770.10
2164.02
Sumber: Data Penelitian Digabungkan, 2014.
97.88
98.23
98.73
6.77
7.18
6.54
0.340
0.425
0.401
129
Lampiran 2 Uji Normalitas data
Assessment of normality (Group number 1)
Variable
X1
X2
X3
X4
Y
Multivariate
min
4.140
3.990
96.430
4.020
.174
max
12.740
51.310
98.950
7.300
.425
skew
1.038
1.526
.230
.007
.692
c.r.
3.815
5.607
.845
.025
2.543
kurtosis
1.056
3.228
-1.103
-.476
.229
3.951
c.r.
1.941
5.930
-2.027
-.874
.420
2.125
130
Lampiran 3 Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
X3
X3
X4
X4
Y
Y
Y
Y
<--<--<--<--<--<--<--<---
X2
X1
X2
X3
X1
X2
X3
X4
Estimate S.E.
.047 .008
.077 .038
.033 .010
.180 .115
.007 .003
.000 .001
.025 .007
.022 .007
C.R.
5.931
2.040
3.351
1.560
2.601
.392
3.423
3.079
P
***
.041
***
.119
.009
.695
***
.002
Label
par_1
par_8
par_2
par_9
par_3
par_4
par_5
par_6
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
X3
X3
X4
X4
Y
Y
Y
Y
<--<--<--<--<--<--<--<---
X2
X1
X2
X3
X1
X2
X3
X4
Estimate
.544
.187
.399
.186
.231
.043
.360
.298
Covariances: (Group number 1 - Default model)
X2 <--> X1
Estimate S.E. C.R.
P Label
4.925 1.777 2.772 .006 par_7
Correlations: (Group number 1 - Default model)
X2 <--> X1
Estimate
.326
Variances: (Group number 1 - Default model)
X2
X1
e1
e2
Estimate
S.E. C.R. P Label
72.128 11.404 6.325 *** par_10
3.164 .500 6.325 *** par_11
.322 .051 6.325 *** par_12
.359 .057 6.325 *** par_13
131
e3
Estimate
.001
S.E. C.R. P Label
.000 6.325 *** par_14
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
X3
X4
Y
Estimate
.398
.283
.492
Matrices (Group number 1 - Default model)
Implied (for all variables) Covariances (Group number 1 - Default model)
X1
X2
X3
X4
Y
X1
3.164
4.925
.474
.249
.040
X2
X3
X4
Y
72.128
3.757
3.069
.212
.534
.221
.022
.500
.019
.003
Implied (for all variables) Correlations (Group number 1 - Default model)
X1
X2
X3
X4
Y
X1
1.000
.326
.365
.198
.435
X2
X3
X4
Y
1.000
.605
.511
.489
1.000
.427
.598
1.000
.519
1.000
Implied Covariances (Group number 1 - Default model)
X1
X2
X3
X4
Y
X1
3.164
4.925
.474
.249
.040
X2
X3
X4
Y
72.128
3.757
3.069
.212
.534
.221
.022
.500
.019
.003
Implied Correlations (Group number 1 - Default model)
X1
X1
1.000
X2
X3
X4
Y
132
X2
X3
X4
Y
X1
.326
.365
.198
.435
X2
1.000
.605
.511
.489
X3
X4
Y
1.000
.427
.598
1.000
.519
1.000
Residual Covariances (Group number 1 - Default model)
X1
X2
X3
X4
Y
X1
.000
.000
.000
-.228
-.005
X2
X3
X4
Y
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-.002
.000
Standardized Residual Covariances (Group number 1 - Default model)
X1
X2
X3
X4
Y
X1
.000
.000
.000
-1.589
-.442
X2
X3
X4
Y
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-.332
-.158
Factor Score Weights (Group number 1 - Default model)
Total Effects (Group number 1 - Default model)
X3
X4
Y
X1
.077
.014
.009
X2
.047
.042
.002
X3
.000
.180
.029
X4
.000
.000
.022
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
X3
X4
Y
X1
.187
.035
.309
X2
.544
.500
.388
X3
.000
.186
.416
X4
.000
.000
.298
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
133
X3
X4
Y
X1
.077
.000
.007
X2
.047
.033
.000
X3
.000
.180
.025
X4
.000
.000
.022
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
X3
X4
Y
X1
.187
.000
.231
X2
.544
.399
.043
X3
.000
.186
.360
X4
.000
.000
.298
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
X3
X4
Y
X1
.000
.014
.002
X2
.000
.008
.002
X3
.000
.000
.004
X4
.000
.000
.000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
X3
X4
Y
X1
.000
.035
.078
X2
.000
.101
.345
X3
.000
.000
.056
X4
.000
.000
.000
134
Lampiran 4
Model Fit Summary
CMIN
Model
Default model
Saturated model
Independence model
NPAR
14
15
5
CMIN
4.425
.000
132.713
DF
1
0
10
P
.035
CMIN/DF
4.425
.000
13.271
RMR, GFI
Model
Default model
Saturated model
Independence model
RMR
.059
.000
1.791
GFI
.979
1.000
.550
AGFI
.684
PGFI
.065
.325
.367
NFI
Delta1
.967
1.000
.000
RFI
rho1
.667
IFI
Delta2
.974
1.000
.000
TLI
rho2
.721
Baseline Comparisons
Model
Default model
Saturated model
Independence model
.000
.000
Parsimony-Adjusted Measures
Model
Default model
Saturated model
Independence model
PRATIO
.100
.000
1.000
PNFI
.097
.000
.000
PCFI
.097
.000
.000
NCP
3.425
.000
122.713
LO 90
.156
.000
89.188
NCP
Model
Default model
Saturated model
Independence model
HI 90
14.050
.000
163.687
FMIN
Model
Default model
Saturated model
Independence model
FMIN
.055
.000
1.659
F0
.043
.000
1.534
LO 90
.002
.000
1.115
HI 90
.176
.000
2.046
CFI
.972
1.000
.000
135
RMSEA
Model
Default model
Independence model
RMSEA
.207
.392
LO 90
.044
.334
HI 90
.419
.452
AIC
32.425
30.000
142.713
BCC
34.695
32.432
143.524
PCLOSE
.054
.000
AIC
Model
Default model
Saturated model
Independence model
BIC
65.947
65.917
154.685
CAIC
79.947
80.917
159.685
ECVI
Model
Default model
Saturated model
Independence model
ECVI
.405
.375
1.784
LO 90
.364
.375
1.365
HI 90
.538
.375
2.296
HOELTER
Model
Default model
Independence model
HOELTER
.05
70
12
HOELTER
.01
120
14
MECVI
.434
.405
1.794
136
Lampiran 5 Standardizes Estimates Pengaruh Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja,
Pertumbuhan Ekonomi Serta Ketimpangan Pendapatan
Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali
Download