BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro,2006). Oleh karena itu, pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Pembangunan nasional di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pembangunan daerah karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari provinsi– provinsi dan kabupaten/kota serta daerah yang lebih kecil yaitu kecamatan dan desa. Pembangunan daerah itu sendiri merupakan bagian integral dan sebagai penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan di daerah. Pembangunan daerah mencakup semua kegiatan pembangunan daerah dan sektoral yang berlangsung di daerah yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat (Nugroho dan Rochim Danuri, 2004). 1 2 Suatu daerah untuk dapat melaksanakan suatu pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri harus mempunyai sumber-sumber keuangan sendiri yang cukup. Hal ini untuk menghindari ketergantungan yang semakin besar bagi daerah pada pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya. Menurut Suhartanto dan Kusdibyo (2005), kesiapan pemerintah daerah dan instansiinstansinya tidak terbatas pada kesiapan pengelolaan sumber alam, namun juga berupa kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan bisnis yang ada di wilayahnya sehingga mampu menarik investasi ke daerahnya. Keberhasilan pemerintah daerah membuat dan melaksanakan kebijakan yang mendorong kegiatan bisnis di wilayahnya, akan membawa banyak keuntungan bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di daerah tersebut. Bagi pemerintah daerah, kegiatan tersebut merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari pajak. Sedangkan bagi masyarakat umum, keberhasilan menarik investasi tersebut akan menyerap lapangan kerja dan tentu saja meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa indikator tingkat kesejahteraan telah dikembangkan sebagai dasar dalam mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Pada awalnya, studi tentang kesenjangan kesejahteraan antar daerah umumnya menggunakan output ekonomi rata-rata per kapita sebagai proksi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Kritik terhadap penggunaan indikator tersebut adalah berkaitan dengan isu mengenai ketidaktentuan atau ketidakpastian hubungan antara output ekonomi suatu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah tersebut. Suatu wilayah mempunyai output 3 ekonomi tinggi, namun tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah itu mungkin saja rendah. Setiap daerah dalam melaksanakan pembangunannya mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan pemerataan, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya. Berhasil tidaknya pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi akibat adanya pendapatan yang meningkat. Pada kenyataannya dilapangan tidak pernah tercapai pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat yang disebabkan masalah-masalah internal seperti adanya ketimpangan pendapatan antar manusia, kesenjangan antar daerah dan kesenjangan ekonomi. Sedangkan masalah eksternal misalnya persaingan antar wilayah, baik antar wilayah regional maupun nasional. Simon Kuznets (1955) mengemukakan bahwa pertumbuhan awal, distribusi pendapatan atau pada kesejahteraan tahap-tahap cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Beberapa ulasan mengkaitkan memburuknya distribusi pendapatan pada tahap awal pembangunan dengan kondisi-kondisi dasar perubahan yang bersifat struktural. Tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern. Pada tahap ini, lapangan kerja terbatas namun tingkat upah dan produktifitas terhitung tinggi. Ketimpangan distribusi pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan cepat sebelum pada akhirnya menyempit kembali. 4 Arsyad (1999) juga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan perpaduan efek dari produktivitas yang tinggi dan populasi yang besar. Keberhasilan pembangunan ekonomi itu sering ditafsirkan sebagai pertambahan pendapatan nasional atau produk bagi suatu bangsa, tanpa mempersoalkan siapa yang akan menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut. Di negara-negara berkembang model yang dipergunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonominya adalah kenaikan GNP perkapita sehingga mengakibatkan laju pertumbuhan material yang meningkat, namun bersamaan dengan itu muncul persoalan baru yaitu masalah pemerataan hasil pembangunan. Tingginya tingkat penghasilan perkapita yang dicapai tidak menjamin pemerataan hasil pembangunan, justru dengan hasil laju pertumbuhan yang tinggi itu diikuti pula ketimpangan pendapatan yang semakin melebar, disamping terjadinya urbanisasi yang tidak dapat dibendung, sebagai akibat dari menumpuknya industrialisasi di daerah perkotaan (Ardani, 1996 dalam Suyana Utama, 2009). Secara makro pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali telah mengalami kemajuan yang cukup berarti setelah dihadapkan beberapa kejadian yang mengguncang industri pariwisata sebagai sektor andalan di Provinsi Bali. Pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari perkembangan PDRB per kapita seperti peran bersama pemerintah, masyarakat dan pelaku ekonomi dalam memulihkan citra Bali di dunia internasional khususnya sektor pariwisata sebagai penyokong terbesar perekonomian. Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali atas dasar harga konstan Tahun 2005-2013 dapat dilihat dalam Gambar 1.1 5 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 Th 2005 3.00 Th 2013 2.00 1.00 0.00 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (data diolah) Gambar 1.1 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 ( Persen) Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat bahwa tren dimasing-masing kabupaten/kota, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kota Denpasar, sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di Kabupaten Bangli. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali tumbuh positif, namun laju pertumbuhan ekonomi cenderung berbeda dan relatif tidak merata. Ketidakmerataan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh sumber daya yang dimiliki seperti alam, manusia, modal dan teknologi, baik kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali karena potensi dan pengembangan sektor pariwisata lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Bali selatan, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan. 6 Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi ini karena potensi fiskal pemerintah daerah yang satu dengan lainnya masih sangat beragam yang dimana kesiapan fiskal masing-masing daerah yang berbeda-beda dalam melaksanakan otonomi daerah. Dengan demikian keuangan digunakan sebagai instrumen dan menduduki posisi sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat disebabkan karena perbedaan pembangunan ekonomi, dimana pembangunan ekonomi di suatu daerah dan pada waktu tertentu akan berbeda dengan pembangunan tempat yang lain dan dalam waktu yang lain. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan ketersediaan sumber daya yang dimiliki dan beragamnya karateristik wilayah berdasarkan kenyataan empiris dari berbagai regional yaitu bahwa kesenjangan pembangunan adalah inherent dengan proses pembangunan itu sendiri. Ketimpangan pendapatan antar penduduk kabupaten/kota di Provinsi Bali Tahun 2005 dan Tahun 2013 mengalami peningkatan, seperti yang disajikan pada Gambar 1.2 Berdasarkan Gambar 1.2, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan ketimpangan pendapatan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013 mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, ketimpangan pendapatan tetinggi terjadi di Kota Denpasar, dan terendah terjadi di Kabupaten Karangasem, tetapi distribusi pendapatan belum dilakukan secara merata akibat meningkatnya jumlah penduduk di Kota Denpasar, baik berasal dari penduduk 7 lokal maupun sebagai akibat dari migrasi tenaga kerja, sehingga ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota tetap terjadi dan mengalami peningkatan. 0.45 0.4 0.35 0.3 0.261 0.233 0.25 0.297 0.256 0.276 0.233 0.25 0.275 0.262 0.2 Tahun 2005 0.15 Tahun 2013 0.1 0.05 0 Sumber :BPS Provinsi Bali, 2014. Gambar 1.2 Ketimpangan Pendapatan Masyarakat (Gini Ratio) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 ( Persen) Pengeluaran pemerintah sendiri merupakan alat intervensi pemerintah terhadap perekonomian yang dianggap paling efektif. Selama ini, tingkat efektifitas pengeluaran pemerintah dapat diukur melalui seberapa besar pertumbuhan ekonomi dicapai. Dalam perkembangannya alat indikator ini tidak saja berdasar pertumbuhan ekonomi tetapi juga melibatkan seberapa tinggi tingkat pengangguran serta tingkat kemiskinan. Walau demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan alat indikator utama sebelum indikator lainnya. Ini menjelaskan mengapa pemerintah sering hanya menekankan tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi mengabaikan indikator pembangunan lainnya, terlebih 8 fakta yang terjadi di masyarakat. Seringkali, tingginya pertumbuhan ekonomi tidak menjangkau kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah (Kembar Sri Budhi, 2010). Distribusi alokasi pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali terjadi ketimpangan. Perbedaan ini disebabkan alokasi belanja pemerintah yang dikeluarkan melalui belanja publik kurang menyentuh masyarakat. Idealnya, distribusi dana ke dalam pos-pos anggaran harus dapat memenuhi kebutuhan publik terhadap sarana dan prasarana umum. Pengalokasian pengeluaran pemerintah untuk Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se Bali sangat berfluktuasi untuk setiap tahunnya dan cenderung meningkat namun Pendapatan Asli Daerah yang berbeda menjadi sebab kurang optimalnya pengeluaran belanja publik untuk program-program pemerintah melalui Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah. Keberhasilan pembangunan di suatu daerah disamping ditentukan oleh besarnya pengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya investasi. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sjafii, 2009). Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan swasta domestik maupun asing. Investasi pemerintah dilakukan dan dibiayai melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD), sedangkan investasi yang 9 dilakukan oleh sektor swasta dilakukan melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Perkembangan investasi di Bali dapat dilihat melalui investasi fisik (pembentukan modal tetap domestik bruto). Investasi fisik sangat dominan di beberapa daerah maju seperti Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar. Besarnya investasi fisik di daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata yang memang menjadi tulang punggung perekonomian di daerah tersebut. Keengganan investor berinvestasi di sektor lain seperti pertanian, membuat kabupaten lain sulit menyaingi ketiga daerah ini dalam menarik investasi. Ketersediaan infrastruktur yang relatif lebih baik di daerah ini juga menjadi pendorong investasi yang cukup signifikan. Ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah baik itu pemerintah provinsi maupun pusat untuk mengarahkan investasi secara lebih merata nampaknya belum menunjukkan hasil. Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut maka kesenjangan pendapatan regional yang sudah ada akan menjadi makin lebar di Provinsi Bali. Dampak setelah krisis ekonomi di Indonesia bahwa ekonomi domestik masih menjadi kekuatan pertumbuhan ekonomi mempertahankan perekonomian khususnya di sehingga mampu Bali, ditunjukkan dengan perkembangan realisasi PMDN yang semakin meningkat. Perkembangan selanjutnya investasi regional diharapkan akan lebih banyak dipenuhi dari sektor swasta, dengan sektor pemerintah bertindak sebagai penyedia infrastruktur (sarana dan prasarana) bagi tumbuhnya investasi swasta tersebut. Kemampuan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan sangat terbatas, semakin maju perekonomian 10 suatu negara, maka semakin kecil proporsi anggaran pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Adhisasmita (2005) menjelaskan bahwa investasi merupakan sarana bagi proses kumulatif, mengarah ke atas di daerah yang bernasib baik dan mengarah ke bawah di daerah yang bernasib tidak baik. Di daerah perkotaan yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di daerah-daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Perbedaan perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi di daerah-daerah yang mapan mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau bertambahnya ketidakmerataan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali masih berlanjut. Kebijakan distribusi pengeluaran pemerintah yang tepat sasaran dan ketepatan arah investasi ke daerah-daerah yang dapat menciptakan kesempatan kerja mungkin akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi apabila distribusi belum dapat dilakukan secara merata maka ketimpangan pendapatan kabupaten/kota tetap akan terjadi dan cenderung meningkat dan tidak lagi memberi ruang untuk masyarakat terutama berpenghasilan rendah ikut ambil bagian dalam proses pembangunan. Dengan demikian analisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan 11 investasi terhadap kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan pendapatan penting dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut. 1) Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali? 2) Bagaimanakah pengaruh investasi dan kesempatan keja terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali? 3) Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali? 4) Adakah pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dari studi ini adalah : 1) Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Untuk menganalisis pengaruh investasi dan ksempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. 12 3) Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 4) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali? 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat berikut: 1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian atau bahan penelitian lebih lanjut serta menambah informasi yang berkaitan dengan pengembangan pengetahuan tentang pembangunan daerah 2) Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan bagi pihak eksekutif dan legislatif di Bali yang berkaitan dengan pemerataan distribusi pendapatan. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Definisi, dan Teori yang Digunakan 2.1.1 Pengertian Pengeluaran Pemerintah Dalam melaksanakan fungsi pemerintah tersebut, maka pemerintah melakukan melalui pengeluarannya. Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan (Sukirno, 2002). Secara lebih rinci pengeluaran pemerintah digunakan untuk membayar gaji pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan masyarakat, membiayai perbelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis infrastruktur dalam proses pembangunan. Pengeluaran pemerintah sangat penting secara keseluruhan dalam kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Proporsi dari pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari pembangunan nasional. Secara normatif belanja pembangunan atau belanja publik diusahakan lebih besar proporsinya dibandingkan dengan belanja aparatur atau belanja rutin. Karena dengan lebih besarnya belanja publik akan dapat meningkatkan kesejahteraan masayarakat. Pengeluaran Pemerintah merupakan komponen relatif paling kecil dibanding pengeluaran yang lain, namun efek yang ditimbulkan cukup besar, baik sebagai fungsi alokasi, distribusi, maupun stabilisasi. Pengeluaran pemerintah 14 bersifat otonom, karena penetuan anggaran pemerintah lebih pada : a. Pajak yang diharapkan akan diterima; b. Pertimbangan politik; dan c. Permasalahan yang dihadapi (Samuelson & Nordhaus, 2001). Perdebatan peran pemerintah dalam perekonomian merupakan proses yang sangat panjang. Pada masa merkatilis, peran pemerintah terlalu besar dalam perekonomian. Kontrol pemerintah terhadap perdagangan sangat kuat sehingga menekan hak masyarakat untuk berusaha (Deller, 2002). 2.1.2 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kapasitas keuangan daerah ditunjukkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut UU No.32 dan 33 tahun 2004 APBD adalah rencana keuangan tahunan. Pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD memuat rincian semua penerimaan daerah di satu sisi dan semua pengeluaran daerah di sisi yang lain. Pada sisi penerimaan, APBD terdiri dari sisa lebih anggaran tahun lalu, PAD, bagi hasil pajak, dana perimbangan dari pemerintah pusat baik berupa dana alokasi umum (DAU) dan juga dana alokasi khusus (DAK), bantuan dari provinsi atau kabupaten lainnya, serta penerimaan lainnya yang syah menurut undang-undang. Disisi pengeluaran APBD terdiri dari belanja aparatur dan belanja publik. Sebelum tahun 2003 APBD dari sisi pengeluaran terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan, (Suyana Utama 2009). Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) memiliki fungsi diantaranya : 15 a) Fungsi Otorisasi, anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. b) Fungsi perencanaan, anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. c) Fungsi Pengawasan, anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. d) Fungsi Alokasi, anggaran daerah dapat mengurangi penggangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian. e) Fungsi Distribusi, kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. 2.1.3 Investasi Investasi adalah setiap wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan untuk dapat memelihara atau menaikkan nilai atau memberikan hasil yang positif (Elyani, 2010). Adhisasmita (2005), mengemukakan bahwa investasi atau perpindahan modal (swasta maupun pemerintah) merupakan sarana bagi proses kumulatif, mengarah ke atas di daerah yang bernasib baik dan mengarah ke bawah di daerah yang bernasib tidak baik. Di daerah perkotaan yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di daerah-daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Perbedaan 16 perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi di daerah-daerah yang mapan mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau bertambahnya ketidakmerataan. Todaro dalam Lubis (2008) mengatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan datang disebut investasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1996), investasi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi ini dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam peningkatan proses produksi. Dengan demikian investasi diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian, sehingga investasi disebut juga dengan penanaman modal. (Sukirno, 2010) Investasi merupakan langkah mengorbankan konsumsi saat ini untuk memperbesar konsumsi di masa datang. Selain itu investasi mendorong terjadinya akumulasi modal. Penambahan stok bangunan gedung dan peralatan penting lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang. Investasi ini memiliki peran aktif dalam menentukan tingkat output, dan laju pertumbuhan output tergantung pada laju investasi (Arsyad, 1999). Lebih lanjut, Jhingan (1999) menyebutkan salah satu efek kegiatan investasi pada sisi permintaan agregat yang mempengaruhi pendapatan bila investasi meningkat, 17 maka pengeluaran agregat akan meningkat, yang kemudian meningkatkan pendapatan daerah melalui proses multiplier. Untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan investasi dari waktu ke waktu, ada tiga macam cara (berdasarkan tiga gugus data) yang bisa dilakukan (Dumairy,1996). Pertama, dengan menyoroti kontribusi pembentukan modal domestik bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni dengan melihat sumbangan atau perkembangan variabel investasi dalam persamaan pendapatan nasional, Y=C+I+G+X-M. Data investasi merupakan data keseluruhan investasi domestik bruto, meliputi baik investasi oleh swasta (PMDN dan PMA) maupun oleh pemerintah. Kedua, ialah dengan mengamati data PMDN dan PMA, dimana dengan cara ini berarti hanya mengamati investasi oleh kalangan dunia usaha swasta saja. Ketiga, adalah dengan menelaah perkembangan dana investasi yang disalurkan oleh dunia perbankan. Cakupan data dengan cara ini relatif lebih terbatas, karena belum memperhitungkan modal sendiri yang ditanam oleh investor. Pembentukan modal tetap bruto mencakup pengadaan, pembuatan atau pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri.Barang modal yang dibeli atau dibuat sendiri adalah barang tahan lama yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya berusia pakai satu tahun lebih. Pembentukan modal tetap domestik bruto dibedakan atas: a. Pembentukan modal tetap berupa bangunan/konstruksi; nilainya dihitung dengan menjumlahkan nilai seluruh keluaran (output) sektor konstruksi yaitu nilai bahan bangunan/konstruksi ditambah ongkos angkut dan marjin perdagangan serta biaya lain berupa jasa serta biaya primer. Nilai keluaran 18 sektor bangunan yang berasal dari perbaikan-perbaikan ringan/kecil tidak dihitung sebagai pembentukan modal. b. Pembentukan modal tetap berupa mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan baik yang berasal dari impor maupun hasil produksi dalam negeri yang nilainya dihitung dengan menjumlahkan nilai mesin/alat yang bersangkutan ditambah ongkos angkut dan marjin perdagangan serta biaya-biaya lainnya. 2.1.4 Teori Konsep Tenaga Kerja Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin saja sudah terisi atau ada yang belum terisi. Kesempatan kerja yang selama ini dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik melalui sensus penduduk maupun survai penduduk baik kesempatan kerja yang dirinci menurut lapangan usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan kerja adalah menyangkut kesempatan kerja yang telah terisi. Jadi menyangkut mereka yang telah bekerja dan ini juga dapat disebut pekerja (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014) Istilah employment dalam bahasa Inggris berasal dari kata kerja to employ yang berarti menggunakan dalam suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan atau sumber penghidupan. Jadi employment berarti keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan. Penggunaan istilah employment sehari-hari biasa dinyatakan dengan jumlah orang dan yang dimaksudkan ialah sejumlah orang yang ada dalam pekerjaan atau mempunyai pekerjaan. Pengertian ini mempunyai dua unsur yaitu lapangan atau kesempatan kerja dan orang yang dipekerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Jadi pengertian employment dalam 19 bahasa Inggris sudah jelas yaitu kesempatan kerja yang sudah diduduki (Soeroto,1983). Pengangguran dalam suatu negara adalah perbedaan diantara angkatan kerja dengan penggunaan tenaga kerja yang sebenarnya.Yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu tertentu. Untuk menentukan angkatan kerja diperlukan dua informasi yaitu (1) jumlah penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun dan belum ingin bekerja (contoh adalah pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga dan pengangguran sukarela), dan (2) jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang masuk pasar kerja (yang sudah ingin bekerja) jumlah penduduk dalam golongan (2) dinamakan angkatan kerja dan penduduk golongan (1) dinamakan bukan angkatan kerja. Dengan demikian angkatan kerja dalam suatu periode tertentu dapat dihitung dengan mengurangi jumlah penduduk usia kerja dengan jumlah bukan angkatan kerja. Perbandingan diantara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja yang dinyatakan dalam persen dinamakan tingkat partisipasi angkatan kerja Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1969, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (pasal1). Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran. 20 Menurut Simanjuntak (1990), tenaga kerja (man power) mengandung dua pengertian. Pertama, tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini tenaga kerja mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut, mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1990) angkatan kerja dibedakan dalam tiga golongan seperti berikut. 1) Penganggur (open unemployment), yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan. 2) Setengah pengangguran (underemployment), yaitu mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan. 3) Bekerja penuh, yaitu keadaan dimana bekerja sesuai dengan jam kerja yaitu 35 jam seminggu dan pendapatannya, produktivitas kerja tinggi. Menurut Manning, (1990) dalam Marhaeni dan Manuati, (2004), permintaan terhadap tenaga kerja selain dapat dilihat secara mikro yaitu dari segi perusahan juga dapat dilihat secara makro baik secara sektoral, jenis jabatan, dan status hubungan kerja. Permintaan tenaga kerja secara makro juga sering dikenal 21 dengan istilah kesempatan kerja atau jumlah orang yang bekerja. Konsep bekerja atau kesempatan kerja mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Suatu negara dianggap baru mulai mendekati titik balik atau turning point dalam pembangunan apabila jumlah tenaga kerja disektor pertanian mulai turun secara absolut serta kecepatan pertumbuhan sektor manufaktur yang dianggap berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas pekerja. 2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2004). Dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku disuatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal. Todaro (2000) mengatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral yang tinggi. Beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan aktivitas pertanian ke arah sektor non pertanian dan sektor industri ke sektor jasa. Suatu wilayah yang sedang berkembang maka proses pertumbuhan ekonominya akan tercermin dari pergeseran sektor ekonomi tradisional yaitu sektor pertanian akan mengalami penurunan disatu sisi dan peningkatan peran sektor non pertanian disisi lain. 22 2.1.6 Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang sudah lama dibahas oleh ahli – ahli ekonomi. Dalam zaman ahli – ahli ekonomi klasik lebih banyak lagi pendapat telah dikemukakan. Buku Adam Smith yang terkenal, yaitu An Inquity into the Nature and Causes of the Wealth Nations atau The Wealth of Nations, pada hakikatnya adalah suatu analisis mengenai sebabsebab dari berlakunya pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan itu (Sukirno,2004). Menurut Simon Kuznets (1955), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini memiliki tiga komponen utama yaitu.: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. 2.1.7 Distribusi Pendapatan 1) Pengertian Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per faktor produksi (functional or factor share distribution of income) adalah satu ukuran yang berfokus pada bagian dari pendapatan nasional atau total yang 23 diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal), Nehen (2010). Pada umumnya para ekonom membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah : a. Distribusi pendapatan ukuran. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni : a) Ratio Kuznets, b) Kurva Lorenz, dan c) Koefisien Gini. a) Ratio Kuznets Ratio ini dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di satu negara. b) Kurva Lorenz Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benarbenar mereka terima selama satu tahun misalnya. c) Koefisien Gini Perangkat yang terakhir dan sangat mudah digunakan untuk mengukur derajat di satu negara adalah ratio konsentrasi gini.Koefisien gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). b. Distribusi Fungsional 24 Distribusi pendapatan fungsional berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Dari segi penyebabnya, ketimpangan distribusi pendapatan di negara yang sedang berkembang disebabkan oleh a) pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita, b) ketidakmerataan pembangunan antar daerah, c) inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, d) investasi. Sedangkan pendapatan nasional analog dengan produksi nasional, sehingga walau kurang tepat benar, suatu kenaikan pendapatan nasional dapat dipergunakan sebagai ukuran kemajuan ekonomi (Kunarjo, 1996). Gambar 2.1 Kurva Kuznets Berbentuk “U Terbalik” Koefisien Gini 0,75 0,50 0,35 0,25 0 PNB per kapita Sumber: Todaro (2000) Hubungan antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan distribusi pendapatan atau kesejahteraan masyarakat dikemukakan oleh Kuznets yang dikenal dengan konsep kurva Kuznets “U-terbalik” (Todaro,2000). Gambar 2.1 25 merupakan dari observasi Kuznets mengenai pola-pola historis distribusi pendapatan pada negara-negara maju yang menunjukkan bahwa pada tahap awal pembangunan, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahaptahap berikutnya cenderung membaik. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh terjadinya perubahan struktural. Tahapan pertumbuhan awal terpusat pada sektor industri modern, yang mana sektor lapangan kerja terbatas, namun tingkat produktivitas tinggi. Ketimpangan antara sektor modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya melebar dengan cepat, yang pada akhirnya menyempit kembali. Ketimpangan pada saat sektor modern yang tengah mengalami pertumbuhan pesat itu jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor tradisional yang relatif stagnan dan konstan. Selain itu, kebijakan transfer pendapatan dan pengeluaran pemerintah yang tidak dilaksanakan karena rendahnya penerimaan pemerintah, menyebabkan distribusi pendapatan cenderung lebih timpang. Untuk mengetahui distribusi pendapatan dapat digunakan berbagai cara tetapi umumnya digunakan “Gini Ratio”. Gini Ratio adalah ratio dari suatu ukuran kemerataan, dimana ratio ini digunakan untuk mengukur ketimpangan suatu nilai sesuai dengan distribusi frekuensinya, dan sering dipakai untuk mengukur ketimpangan pendapatan rakyat suatu negara atau daerah. Data yang diperlukan dalam penghitungan Gini Ratio adalah jumlah rumah tangga atau penduduk dan rata–rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah dikelompokkan menurut kelasnya. 26 D Bidang A y angdiarsir Koefisien Gini = Persentase Pendapatan Total luas bidang BCD Garis pemerataan A Kurva Lorenz B C Persentase penduduk Sumber : Todaro (2000) Gambar 2.2 Kurva Lorenz Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang dimana kurva Lorenz itu berada. Pada gambar 2.2, rasio yang dimaksud adalah perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio ini dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien gini ( Gini koefisien). Bank Dunia membagi tiga tingkat ketimpangan yang diukur dengan besarnya pendapatan yang diperoleh oleh 40 persen penduduk dalam kelompok rendah (Susanti, dalam Suyana Utama, 2009). a) Tingkat ketimpangan tinggi, apabila 40 persen penduduk dalam kelompok rendah menerima lebih kecil dari 12 persen jumlah pendapatan. 27 b) Tingkat ketimpangan sedang, apabila 40 persen penduduk dalam kelompok rendah menerima antara 12–17 persen jumlah pendapatan. c) Tingkat ketimpangan ringan, apabila 40 persen penduduk dalam kelompok rendah menerima lebih dari 17 persen jumlah pendapatan. 2) Konsep Distribusi Pendapatan Konsep Kuznets diperkenalkan oleh Simon Smith Kuznets pada tahun 1955. Teori yang kontroversial ini mengantarkannya meraih hadiah Nobel pada tahun 1971. Ia menjelaskan bahwa ketimpangan ekonomi akan membesar saat suatu negara mengalami pertumbuhan, sebelum akhirnya menurun setelah kemakmuran tercapai. Dalam kondisi tertentu, ketimpangan tersebut “diperlukan” untuk mewujudkan pertumbuhan. Aspek distribusi pendapatan dibahas dengan penekanan pada masalah pembagian hasil produksi antara pemilik modal dan pemilik tanah. Lewis (1954) membahas aspek ketidakmerataan (inequality) lebih mendalam. Dengan menggunakan konsep-konsep mahzab klasik dan teori Malthus, Lewis mengembangkan model dua sektor dengan mengasumsikan tenaga kerja tersedia dengan jumlah berlebih dan pada tingkat upah subsisten yang tetap. Teori ini menyatakan bahwa ketidakmerataan pendapatan akan muncul pada awalnya dan akan menghilang setelah dicapai hasil pembangunan. Ada dua alasan meningkatnya ketidakmerataan pendapatan pada awal pertumbuhan. Pertama, kontribusi pemilik kapital meningkat pada saat peran sektor modern meningkat sehingga meningkatkan ketimpangan pendapatan antara pemilik modal dan buruh. Kedua, ketimpangan pendapatan distribusi buruh 28 sendiri juga meningkat dengan bertambahnya tenaga kerja (namun masih dalam jumlah yang masih sedikit) yang pindah dari tingkat upah sektor subsisten ke tingkat upah sektor modern yang lebih tinggi. Namun, ketidakmerataan tersebut berubah manakala seluruh surplus tenaga kerja diserap oleh sektor modern yang menyebabkan tenaga kerja berubah menjadi faktor produksi yang langka. Tingkat upah kemudian meningkat yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat ketidakmerataan sekaligus mengurangi tingkat kemiskinan. Setiap orang akan memperoleh manfaat apabila mereka menunggu proses pembangunan tersebut berlangsung sampai selesai. Peningkatan sementara dalam ketidakmerataan pendapatan hanya merupakan biaya untuk memperoleh manfaat proses pembangunan tersebut. Tanpa adanya campur tangan pemerintah pemerataan akan terjadi dengan sendirinya pada saat negara telah mencapai tingkat pembangunan dan pendapatan per kapita yang tinggi. Konsep yang kedua, mahzab strukturalis yang memandang pembangunan ekonomi sebagai transisi yang ditandai oleh suatu transformasi yang mengandung perubahan mendasar pada ekonomi yang disebut sebagai perubahan struktural. Perubahan struktural tersebut merupakan masa ketidakseimbangan yang dapat menyebabkan kesenjangan penyesuaian yang panjang (Djojohadikusumo, 1988 dalam Susilowati, 2008). Aliran strukturalis skeptis terhadap efektifitas mekanisme kekuatan harga dan meyakini bahwa perencanaan dan kontrol pemerintah dapat menanggulangi kegagalan pasar. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi negara-negara kurang maju tidak dapat diserahkan kepada mekanisme kekuatan pasar, tetapi pemerintah harus mengambil peranan aktif dengan 29 menjalankan kebijakan untuk menanggulangi ketimpangan yang melekat pada keadaan ketidakseimbangan tersebut agar sistem pasar dan perkembangan harga dapat berjalan secara memadai Berbeda dengan aliran klasik yang percaya bahwa pemerataan pendapatan akan terjadi dengan sendirinya dengan meningkatnya pendapatan per kapita, aliran strukturalis menganggap bahwa masalah distribusi pendapatan dan pemerataan harus dilakukan melalui intervensi pemerintah. Dalam hal ini terdapat dua pendekatan ekstrim dalam mencapai pertumbuhan dan pemerataan, yaitu aliran ekstrim (radikal) kanan atau aliran yang menganut faham kapitalis yang memfokuskan pada pertumbuhan (“grow first, then redistribute”) dan aliran ekstrim kiri atau aliran yang menganut faham sosialis, yang memfokuskan pada masalah pemerataan (“redistribute first, thengrow”). Sebagai alternatif dari dua aliran ekstrim tersebut, terdapat satu strategi yang beraliran moderat untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan secara bersama, yaitu redistribusi dengan pertumbuhan (“redistribution with growth/RWG”) yang dikembangkan oleh Bank Dunia. Sasaran pembangunan ekonomi bagi aliran ekstrim kanan bukan mengarah pada pemerataan yang lebih besar melalui mekanisme trickle-down, tetapi melalui pemusatan pendapatan pada masyarakat yang telah kaya. Produksi diatur secara efisien, kemudian baru diredistribusi untuk memperoleh distribusi pendapatan yang diinginkan melalui transfer atau pajak yang diyakini tidak akan mendistorsi ekonomi. 30 Sebaliknya aliran ekstrim kiri memiliki kebijakan “redistribute first, then grow”. Pemerintah mengambil alih pemilikan modal dan pemilikan tanah dengan membagikan aset mereka ke produsen skala kecil, yang seringkali melalui sistem pemilikan bersama. Kebijakan tersebut membawa dua dampak terhadap distribusi pendapatan. Pertama, dampak secara langsung, yaitu tingkat kemerataan pendapatan akan segera meningkat secara nyata. Kedua adalah dampak dalam jangka panjang. Apabila usaha-usaha berskala lebih kecil dan melalui pemilikan bersama tersebut dapat menghasilkan keuntungan besar dan dikelola secara efisien dan produktif, maka efek redistribusi tersebut akan meningkat. Namun apabila tidak dikelola secara tidak produktif, pemilik awal akan kehilangan aset mereka dan pemilik baru tidak akan memperoleh manfaat secara proporsional. Menurut Kuznets (dalam Sukirno, 1985) bahwa proses pembangunan ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemorosotan yang cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Setiap pembangunan masyarakat. ekonomi Beberapa menimbulkan ekonom perubahan berpendapat distribusi bahwa pendapatan perubahan tersebut kemungkinan timbul sebagai akibat dari adanya perubahan kepemilikan dari sumberdaya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki barang modal lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak yang memiliki modal sedikit. 31 2.2 Hubungan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Kesempatan Kerja Kesempatan kerja merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi suatu perekonomian. Menyediakan kesempatan kerja yang sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia merupakan tanggung jawab penting bagi pemerintah terhadap perekonomian. Kebijakan pemerintah sangat penting artinya dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi dalam menciptakan kesempatan kerja. Pemerintah yang stabil dan yang berusaha membantu perkembangan sektor swasta mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. Pengeluaran pemerintah merupakan suatu jenis kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mensejahterakan masyarakatnya melalui pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian (Djunasien dan Hidayat, 2002:90). Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum baik pembangunan secara fisik maupun non fisik. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang lebih stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam kaitan dengan pengelolaan 32 APBD secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia, maka pencapaian sasaran – sasaranpembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin. Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar. Sebenarnya peranan pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan swasta. Semakin besarnya peranan swasta juga banyak menimbulkan kegagalan pasar yang terjadi. Musgrave memiliki pendapat bahwa investasi swasta dalam presentase terhadap GNP semakin besar dan presentase investasi pemerintah dalam presentase terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat. 2.3. Hubungan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja John Maynard Keynes yang lahir pada tahun 1883 di Cambridge-England adalah seorang ekonom yang dengan teori makro ekonomi-nya dianggap sebagai awal dari pemikiran 33 ekonomi moderen. Bukunya yang terkenal dan terkait dengan kesempatan kerja adalah The General Theory of Employment, Interest, and Money.Buku ini ditulis pada tahun 1936 dan dibantu oleh anaknya bernama John Neville Keynes. Dalam bukunya, Keynes menyatakan bahwa penyebab terjadinya pengangguran, satu di antaranya terkait dengan penggunaan kapital sehingga masalah ketenagakerjaan tergantung pada jumlah pengeluaran (total expenditure) (Fusfeld,1993:112). Menurut keynes, pengangguran tidak dapat dihapuskan tetapi dapat dikurangi. Pengurangan pengangguran dapat dilakukan dengan memperluas kesempatan kerja dan untuk memperluas kesempatan kerja diperlukan modal.Modal yang diperlukan adalah investasi. Investasi meningkatkan output perekonomian dan dapat menghasilkan input. Oleh karena adanya investasi-investasi baru maka memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja baru yang akan menyerap tenaga kerja yang berkompeten dan berkualitas. Salah satu input yang mendorong salah satunya adalah tenaga kerja, tenaga kerja merupakan faktor pendorong penting dalam pertumbuhan perekonomian. Karena adanya investasi maka akan meningkatkan kesempatan kerja. 2.4. Hubungan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Investasi adalah motor suatu perekonomian, banyak investasi yang direalisasikan di dalam suatu negara akan menunjukkan lajunya pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan, sedangkan sedikitnya investasi yang 34 direalisasikan akan menunjukkan lambannya laju pertumbuhan (Rosyidi dalam Suwarno, 2008). Harrod-Domar (1998) melakukan penelitian mengenai pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan membangun suatu model berdasarkan pengalaman negara maju. Penelitian ini mengungkapkan pengaruh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi adalah positif dan signifikan, khususnya mengenai pengaruh ganda yang dimiliki investasi melalui proses akselerasi dan proses multiplier yaitu pertama, menciptakan pendapatan yang juga disebut ”dampak permintaan”, dan kedua memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan menciptakan stok capital, yang juga disebut “dampak penawaran” dari investasi. Selama investasi netto tetap berlangsung, maka pendapatan riil dan output akan senantiasa membesar (Sukirno,2004). Teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari teori Keynes yang melihat pertumbuhan ekonomi dari segi permintaan yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi akan terjadi ketika ada kenaikan investasi (Arsyad,2010). Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod Domar menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya Investasi disuatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif. Menurut Datrini (2009), untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi/penanaman modal baru yang merupakan tambahan netto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Bila diasumsikan ada hubungan 35 ekonomi langsung antara besarnya stock modal dalam bentuk investasi baru akan menghasilkan kenaikan arus output nasional (GNP), hubungan tersebut dikenal dengan rasio modal-output (capital output ratio). Semakin banyak yang bisa ditabung dan kemudian diinvestasikan bagian dari GNPnya, maka laju pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat. Menurut Narayan et al, 2000 (Susiyati,2007) apabila masyarakat lokal secara umum tidak dapat mempengaruhi dan mengontrol tindakan dan kebijakan pimpinan daerah, sering kali hal ini akan berujung kepada belanja pertumbuhan investasi daerah yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara belanja dan pertumbuhan investasi untuk layanan barang dan jasa publik tidak mencukupi. Terdapat beberapa hasil kajian yang menunjukkan bahwa, di masyarakat desa yang heterogen dan relatif terbelakang, sebagian besar manfaat dari programprogram sosial yang di desentralisasi justru dinikmati oleh para elit lokal. Desentralisasi juga dapat dilihat sebagai satu cara untuk menambah kewenangan dan akuntabilitas dari aparat daerah. Bardhan, 1997 (Susiyati, 2007) menyatakan bahwa terdapat bukti bahwa dengan memberikan tanggung jawab dan kewenangan yang lebih kepada daerah, maka kualitas dan efisiensi dari layanan publik meningkat. Investasi mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini sejalan dengan hasil penelitian Nata Wirawan (2005) yaitu untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan investasi dan ekspor terhadap PDRB Provinsi Bali, ditemukan bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap PDRB Bali periode 1989-2003, dimana setiap kenaikan pertumbuhan investasi 36 sebesar satu milyar rupiah, PDRB Bali akan tumbuh atau meningkat rata-rata 0,016 persen per tahun dengan asumsi faktor lainnya konstan. 2.5 Hubungan Kesempatan Kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi, yang diukur dari perbedaan produk domestik bruto tahun tertentu dengan tahun sebelumnya (Setiawan & Handoko, 2005). Namun secara umum pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), atau Pendapatan atau Output Perkapita (lihat Jhingan, 2002). Dengan adanya penciptaan kesempatan kerja baru berarti adanya penciptaan pendapatan masyarakat yang akan mendorong daya beli masyarakat. Penciptaan kesempatan kerja baru juga dapat mendorong induced invesment, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (Gravitiani, 2006). 2.6 Hubungan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Ketimpangan Pendapatan Berbeda dengan aliran klasik yang percaya bahwa pemerataan pendapatan akan terjadi dengan sendirinya dengan meningkatnya pendapatan per kapita, aliran strukturalis menganggap bahwa masalah distribusi pendapatan dan pemerataan harus dilakukan melalui intervensi pemerintah. Salah satu bentuk dari intervensi pemerintah itu adalah melalui pengeluaran pemerintah. 37 World Bank (2001) menyatakan bahwa dari perspektif governance, perbaikan pelayanan publik dan pengurangan kemiskinan dapat dicapai dengan meningkatkan: (a) efisiensi alokasi (allocative efficiency) melalui penyesuaian secara lebih baik pelayanan publik, dan efisiensi produksi (productive efficiency) melalui peningkatan akuntabilitas, responsivitas. Halim (2001) juga menyatakan bahwa sangat penting bagi pemerintah daerah untuk memprioritaskan alokasi dananya pada belanja aparatur dan belanja publik secara optimal. Semakin tinggi persentase belanja aparatur, maka investasi untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat akan semakin kecil, demikian pula sebaliknya. Pengaruh negatif pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan distribusi pendapatan juga sesuai dengan pendapat Todaro (2000) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu secara langsung berupa “pembayaran transfer”, dan secara tidak langsung melalui penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan sebagainya. Pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana publik akan secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah yang berbeda pada setiap daerah akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah yang kemudian akan mempengaruhi pendapatan masyarakat daerah bersangkutan yang tercermin dalam PDRB daerah tersebut. 38 Dilihat dari salah satu fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yaitu fungsi distribusi yang mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. Ini dapat diartikan bahwa di dalam Anggaran Pendapaatn Belanja Daerah (APBD) terdapat penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran tersebut ada dua yaitu belanja aparatur dan belanja publik. Karena pengeluaran pemerintah sangat penting dalam sumbangannya terhadap pembangunan daerah, maka kebijakan anggaran yang diambil pemerintah haruslah benar-benar memperhatikan keadilan dan yang lebih penting adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah tersebut. Komposisi pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran pembangunan nasional. Dengan komposisi pengeluaran akan terjawab pertanyaan pengeluaran yang mana kiranya lebih diprioritaskan. Secara normatif belanja publik atau pembangunan diusahakan harus lebih besar dari belanja aparatur untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat maka distrbusi dapat dilakukan secara merata maka kesenjangan pendapatan akan menurun. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lutfi (2010) dengan judul,”Analisis Dampak Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Ketimpangan Perkembangan Wilayah di Kawasan Ciayumajakuning. ”Hasil penelitian menunjukan terjadi fluktuasi tingkat ketimpangan perkembangan wilayah selama 1995-2009 dengan nilai total theil kawasan cenderung mengalami kenaikan tiap tahunnya. Tidak terdapat pengaruh signifikan dari pelaksanaan otonomi daerah terhadap pemerataan/penurunan ketimpangan perkembangan wilayah dengan hasil 39 uji Wilcoxon sebesar 0,500 pada masing-masing daerah dan 0,028 untuk total Theil Ciayumajakuning, namun keduanya tidak mengindikasikan pemerataan. Hasil uji regresi data panel menunjukan bahwa variabel rasio belanja pembangunan memiliki pengaruh signifikan dan negatif dengan tingkat ketimpangan perkembangan wilayah dan variabel tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan positif terhadap ketimpangan perkembangan yang terjadi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Maharani, 2008 berjudul,” Analisis Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten Pemekaran di Sumatera Utara.” Berdasarkan hasil estimasi bahwa variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten pemekaran di Sumatera Utara. 2.7 Hubungan Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan Investasi merupakan akumulasi modal sebagai salah satu faktor dalam teori pertumbuhan ekonomi. Gabungan investasi dan teknologi akan meningkatkan kualitas dan kuantitas suatu produk serta memberikan lebih banyak inovasi. Investasi dalam suatu wilayah akan mendorong investor lainnya untuk melakukan investasi, baik sebagai investor di bidang yang mendukung investasinya maupun sebagai investor di bidang yang sama (Case & Fair,2009). Sebagai salah satu faktor penting pembentuk pertumbuhan ekonomi, investasi dapat menjadi pendorong kenaikan output yang signifikan sekaligus akan menaikkan permintaan input. Investasi akan memperluas kesempatan kerja dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat sebagai konsekwensi naiknya pendapatan yang diterima masyarakat (Sun’an & Astuti, 2008). Dengan 40 meningkatnya kesejahteraan masyarakat maka pendapatan cenderung membaik, sehingga dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. Menurut Kuznets (dalam Todaro, 2000) bahwa pada saat – saat permulaan tingkat pertumbuhan, distribusi pendapatan cenderung jelek atau timpang, kemudian pada batas tingkat pendapatan tertentu telah dilampaui, maka distribusi pendapatan cenderung membaik. Ketimpangan distribusi pendapatan juga disebabkan karena perbedaan pemilikan faktor – faktor produksi. Misalnya perbedaan modal, rendahnya teknologi yang digunakan, tingkat ketrampilan manajemen dan akses pasar menyebabkan terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Tidak dapat disangka bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu daerah ternyata lebih rendah. Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem pemerintah daerah yang dianut. Bila sistem pemerintah daerah yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan pembangunan antar 41 wilayah akan cenderung tinggi. Akan tetapi, sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak di alokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta kesuatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan pula oleh ongkos transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar,tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Termasuk kedalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana invetasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi didaerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dari daerah pedesaan. 2.8 Hubungan Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Pendapatan Dalam perspektif ekonomi, kebijakan fiskal memiliki berbagai tujuan dalam mengarahkan aktifitas ekonomi negara, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, stabilisasi negara, pemerataan distribusi pendapatan, dan peningkatan kesempatan kerja (Dornbusch and Fisher, 1994; Taggart, et.al, 2000). Untuk itu jika pengeluaran pemerintah mampu menjadi pemandu peningkatan ekonomi negara, maka peningkatan pada pengeluaran pemerintah akan meningkatkan 42 aktifitas perekonomian dengan adanya peningkatan investasi. Peningkatan investasi tersebut akan memiliki dampak pula pada peningkatan output, kesempatan kerja, ekspor, pajak, penerimaan pemerintah, dan transaksi berjalan (Sriyana, 2006). Penelitian terkait telah dilakukan oleh Chemingui dan Arsyad (2003) menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Algeria. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan penggunaan stok modal manusia secara lebih baik melalui pengurangan tingkat pengangguran dan menaikkan tingkat upah rill. Pertumbuhan penciptaan kesempatan kerja secara berkelanjutan di Algeria mensyaratkan perubahan terus menerus dalam ekonomi politik domestik. Perluasan kesempatan kerja mensyaratkan juga perubahan dalam kebijakan dan peraturan pasar tenaga kerja. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Haynes & Dinc (1997) menilai dasar-dasar kinerja perekonomian dan perubahan kesempatan kerja di 12 negara bagian di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perekonomian di negara bagian Sunbelt telah mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja dan output, akan tetapi produktifitasnya tidak secepat di Negara bagian Snowbelt. Berdasarkan penjelasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu di atas, perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu melalui proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1981). Peningkatan output cenderung didorong oleh investasi serta kebijakan fiskal yang ekspansif melalui peningkatan pengeluaran pemerintah, dengan demikian akan 43 mendorong naiknya perluasan kesempatan kerja. Artinya melalui investasi atau pengeluaran pemerintah, akan menaikkan penciptaan output, yang nantinya akan memperluas kesempatan kerja dan ketimpangan distribusi pendapatan semakin menurun. 2.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan. Pembangunan ekonomi suatu negara dinyatakan berhasil jika terjadinya pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan berkurangnya ketimpangan distribusi pendapatan. Kesenjangan pembagian pendapatan di negara-negara berkembang sejak tahun tujuh puluhan telah menjadi perhatian utama dalam menetapkan kebijaksanaan pembangunan. Kebijaksanaan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan semakin meningkatnya ketimpangan pembagian pendapatan dengan penelitiannya di beberapa negara. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi, tidak mungkin perekonomian sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, tetapi diperlukan adanya peranan pemerintah dalam hal mengatur ekonomi. Salah satu peran pemerintah dalam mengatur perekonomian adalah dengan menerapkan kebijakan fiskal dengan mengalokasikan pengeluaran pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat Nanga dalam De Fretes (2007), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dan merupakan sumber utama peningkatan standar hidup (standard of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Dengan kata lain, kemampuan ekonomi suatu negara untuk meningkatkan standar hidup penduduknya adalah sangat bergantung dan ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi jangka 44 panjangnya (long run rate of economic growth). Konsep pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2010). Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja merupakan faktor positif yang merangsang pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang bersifat multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Ketimpangan pendapatan disebabkan karena perbedaan pemilikan faktor-faktor produksi. Misalnya perbedaan modal, rendahnya teknologi yang digunakan, tingkat keterampilan manajemen dan akses pasar menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan. Konsep yang disampaikan Todaro dan Smith bahwa karakter pertumbuhan ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau tidak. Karakter tersebut terbangun melalui bagaimana cara pencapaiannya, sektor prioritas, serta lembaga yang mengaturnya. Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. 45 Kuznets dalam Soekirno, (1995) mengatakan bahwa proses pembangunan ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemerosotan yang cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita maka ketimpangan pendapatan juga akan meningkat, selanjutnya akan menurun yang dikenal dengan hipotesis U terbalik. Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan adalah negatif. Ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Salvadore Barrios dan Eric Strobl (2006) menuliskan laporan penelitian mengenai hubungan antara ketimpangan antarwilayah dengan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Bruto di negara-negara Uni Eropa yang diolah dengan metoda ekonometrik untuk menjelaskan pola hubungan antara PDB dengan ketimpangan antarwilayah yang berbentuk kurva huruf U terbalik. Hasil penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa untuk negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa memilki pola ketimpangan wilayah yang berbentuk kurva huruf “U” terbalik. Temuan ini sejalan dengan temuan Kuznets. Temuan lain dari penelitian ini membuktikan bahwa variabel yang berkaitan dengan kebijakan penggabungan ekonomi negara Uni Eropa antara lain struktur anggaran negara dan desentralisasi fiskal dan mekanisme redistribusi jaminan sosial memberi dampak terhadap ketimpangan antarwilayah. Adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan distribusi pendapatan, sesuai dengan hasil penelitian Arisudi (1997) dalam tulisan yang berjudul Disparitas Pendapatan dan Perkembangan 46 pengukuran kemiskinan di Indonesia : suatu telaah terhadap fenomena Kuznet yang menyimpulkan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia tidak kunjung membaik. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Sinung Noegroho dan Soelistianingsih (2007) menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Jawa Tengah. 47 BAB III KERANGKABERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.Sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnyaketimpangan pendapatan antar daerah maupun antar sektor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan adalah alokasi investasi yang tidak seimbang, migrasi tenaga kerja, terkonsentrasinya pembangunan sarana publik, dan kurangnya keterkaitan antar daerah. Desentralisasi menuntut pemerintah daerah untuk menyusun prioritas pembangunan sesuai kondisi daerah dalam usaha untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ekonomi yang menjadi andalan daerah. Karena sangat penting pemerintah mengetahui kekuatan daerahnya sehingga dapat menyusun rencana pembangunan yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakatnya. Pembangunan daerah merupakan suatu proses yang membutuhkan modal atau dana pembangunan baik dari dalam daerah atau mengundang pihak luar 48 untuk membiayai pembangunan tersebut. Pengeluaran pemerintah dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah. Pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan, dimana semakin meningkatnya peranan pemerintah dapat dilihat dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya terhadap PDRB. Disamping itu pengeluaran pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sangat penting dalam pembangunan suatu daerah, apabila pengeluaran rutin proporsinya lebih besar maka akan berdampak pada ketimpangan yang semakin tinggi karena hanya kalangan tertentu yang menikmatinya. Tetapi apabila pengeluaran pembangunan yang mempunyai proporsi lebih banyak maka akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi maupun kesempatan kerja dan pendapatan. Investasi pada suatu daerah akan mengakibatkan mobilisasi tenaga kerja dan faktor produksi ke daerah bersangkutan. Di daerah maju yang mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di daerah yang perkembangannya sangat lamban, maka permintaan terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran modal dan pendapatan yang cenderung semakin rendah. Oleh karena itu, investasi akan terkonsentrasi di daerah yang telah maju. Alokasi investasi yang tidak seimbang ini akan mengakibatkan migrasi tenaga kerja dan menyebabkan ketimpangan atau bertambahnya ketidakmerataan. Dengan memperbaiki variabel antara penyebab ketidakseimbangan ini dapat diambil kebijakan makro baik langsung maupun 49 tidak langsung untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir penelitian ini dapat dinyatakan seperti pada Gambar 3.1 Pembangunan Daerah Pengeluaran Pemerintah Kesempatan Kerja Pertumbuhan Ekonomi Investasi Ketimpangan Pendapatan Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasiterhadap kesempatan kerja, Pertumbuhan Ekonomi sertaKetimpangan pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Berkaitan dengan hal ini, peranan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemampuan daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan Samuelson dan Nordhaus sebagai kondisi yang memungkinkan pemerintah memberikan penghidupan yang lebih baik kepada warganya. Gambaran ini tidak berlebihan, karena pertumbuhan ekonomi mengindikasikan proses naiknya output pada suatu wilayah dibanding periode sebelumnya. Suatu proses yang berakibat pada pemanfaatan akumulasi modal dan tenaga kerja secara maksimal, sehingga pendapatan masyarakat secara agregat meningkat. 50 Made Kembar Sri Budhi (2010) melihat dari sisi yang berbeda, tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi tidak selalu meningkatkan seluruh kesejahteraan masyarakat. Ada ruang kosong yang makin memperlebar kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat diartikan bahwa jarak tingkat kesejahteraan masyarakat berpenghasilan tinggi dengan masyarakat berpenghasilan rendah semakin besar. Penurunan angka pengangguran dan angka kemiskinanan yang seharusnya dapat dijadikan indikator meningkatnya kesejahteraan masyarakat sering berbanding terbalik dengan kenyataan yang ditemui sehari-hari. Pendapat tersebut diperkuat dengan data dari BPS Provinsi Bali yang menunjukkan rasio gini dari tahun 2005 sampai tahun 2013 menunjukkan data semakin melebarnya tingkat ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali yang berarti terjadi peningkatan penduduk miskin relatif. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita merupakan masalah yang berbeda dari masalah distribusi pendapatan. Apabila terjadi distribusi pendapatan yang sempurna (absolute equality) maka tiap orang akan menerima pendapatan yang sama besarnya. Angka pendapatan per kapita yang ada selama ini merupakan angka rata-rata yang tidak mencerminkan pendapatan yang diterima oleh tiap-tiap penduduk. Seberapa yang diterima oleh tiap penduduk sebenarnya sangat berkaitan dengan masalah merata atau tidak meratanya distribusi pendapatan tersebut. Oleh karenanya pemerataan pendapatan adalah masalah yang penting dalam pembangunan. 51 Ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali haruslah menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan pembangunan. Isu ketimpangan perekonomian dan distribusi pendapatan antar daerah berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan harmonisasi sosial. Dengan tingkat pendapatan tertentu, kenaikan ketimpangan akan selalu berimplikasi pada kenaikan kemiskinan dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Gambaran kesenjangan seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali agar perencanaan pembangunan daerah dapat ditentukan prioritasnya, sehingga dapat menentukan arah kebijaksanaan pembangunan agar tercapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga diikuti dengan semakin rendahnya ketimpangan pendapatan. Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, dan Investasiterhadap kesempatan kerja,Pertumbuhan Ekonomi sertaKetimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 52 Pertumbuhan ekonomi membutuhkan komitmen kuat dari pihak pemerintah dan swasta. Wujud dari peran pemerintah dan swasta dilakukan melalui pengeluaran pemerintah dan investasi. Peran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi adalah dalam penyediaan barang-barang publik, seperti keamanan, hukum, perijinan, infrastruktur transportasi, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan lainnya. Pelayanan yang cepat, tepat, tanpa biaya, dengan sikap dan pola kerja profesional akan memberi kemudahan dan rasa aman kepada pihak swasta untuk meningkatkan investasinya. Investasi ini sendiri diperlukan untuk menggerakkan faktor sumber daya manusia, mengolah sumber daya alam, dan melakukan inovasi pemutakhiran teknologi. Dengan demikian, pemerintah dan swasta mempunyai korelasi kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3.3 Hipotesis Penelitian Menurut Ranis (2004), kekuatan pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pembangunan manusia tergantung pada ketepatan penetapan target sasaran dan pendistribusian. Pemerintah harus bisa mengidentifikasi sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan yang mempunyai potensi paling tinggi untuk meningkatkan pembangunan manusia. Pengeluaran tersebut akan lebih tepat jika ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah karena pada area ini yang akan memberikan efek marginal terbesar. Selain itu kualitas pemerintah yang baik mempunyai peranan yang penting, kejujuran dan akuntabilitas sangat diperlukan. Investasi mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini sejalan dengan hasil penelitian Nata Wirawan (2005) yaitu untuk mengetahui pengaruh 53 pertumbuhan investasi dan ekspor terhadap PDRB Provinsi Bali, ditemukan bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap PDRB Bali periode 1989-2003, dimana setiap kenaikan pertumbuhan investasi sebesar satu milyar rupiah, PDRB Bali akan tumbuh atau meningkat rata-rata 0,016 persen per tahun dengan asumsi faktor lainnya konstan. Penelitian studi lainnya yang membahas ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia adalah Sjarizal (2002) untuk periode 1993-2000. Disamping mengukur tingkat ketimpangan dan tendensinya, studi ini juga mencoba melihat pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah. Untuk keperluan ini, maka indeks ketimpangan diukur baik menggunakan data termasuk DKI Jakarta dan diluar DKI Jakarta. Temuan yang menarik dari studi ini adalah bahwa pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia ternyata cukup besar karena strukur ekonomi kota yang sangat berbeda dibandingkan dengan provinsi. Namun demikian, hasil perhitungan dengan mengeluarkan DKI Jakarta ternyata indeks ketimpangan tersebut masih juga cukup tinggi yaitu sekitar 0,50 dibandingkan negara lain juga mempunyai tendensi yang terus meningkat antar waktu sebagaimana ditemukan terdahulu. Dari uraian di atas dapat disusun hipotesis sebagai berikut. 1) Pengeluaran pemerintah dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Investasi dan kesempatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. 54 3) Pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 4) Kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi memediasi pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi secara tidak langsung terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali? 55 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.Rancangan Penelitian Rancangan (desain) penelitian adalah rancangan, pedoman ataupun acuan penelitian yang akan dilaksanakan, oleh karenanya rancangan penelitian harus memuat segala sesuatu yang berkepentingan dengan pelaksanaan penelitian (Bungin, 2001). Menurut jenis data dan teknik analisis, penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu jenis penelitian yang didasarkan pada data kuantitatif atau temuan-temuannya dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau kuantifikasi yang lain. Penelitian ini berbentuk penelitian asosiatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2005-2013. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan pendapatan. Dari hasil analisis akan diperoleh kesimpulan untuk menjawab masalah penelitian serta dapat disusun rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di daerah. 56 4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali, yang meliputi seluruh kabupaten /kota di Provinsi Bali dengan periode penelitian dari tahun 2005 sampai dengan 2013. Sejak Pembangunan Lima Tahun tahap I dimulai, pembangunan ekonomi Bali dititik beratkan pada sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan pariwisata dan pengembangan industri utamanya industri kerajinan yang mendukung sektor pertanian dan pariwisata. Struktur perekonomian Bali mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Pilar-pilar ekonomi dibangun lewat keunggulan komparatif pada sektor pariwisata sebagai leading sector-nya. Hal ini disebabkan karena sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata (kelompok sektor tersier), sangat banyak yang selajutnya secara bersama-sama melalui efek multiplier, efek penyebaran dan juga efek penetesan ke bawah (tricle down effect) menumbuhkan perekonomian di wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali. 4.3. Variabel penelitian 4.3.1. Identifikasi variabel penelitian Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Seperti dipaparkan pada kerangka konsep, penelitian ini memiliki tiga variabel penelitian yaitu: (1) variabel eksogen, (2) variabel endogen, dan (3) variabel antara (intervening variabel). Variabel eksogen merupakan variabel yang 57 mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel endogen, sedangkan variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel eksogen. Variabel antara merupakan penyela/antara yang terletak di antara variabel eksogen dan endogen, sehingga variabel eksogen tidak langsung mempengaruhi berubahnya variabel endogen (Sugiyono, 2009). 4.3.2. Klasifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: 1) Variabel Eksogen (a) Pengeluaran Pemerintah (X1) (b) Investasi (X2) 2) Variabel Antara (a) Kesempatan Kerja (X3) (b) Pertumbuhan ekonomi (X4) 3) Variabel Endogen (a) Ketimpangan pendapatan (Y) 4.3.3. Definisi operasional variabel penelitian Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Pengeluaran pemerintah adalah kewajiban yang harus dibayar oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali, baik oleh pemerintah pusat melalui APBN maupun pemerintah daerah melalui APBD, untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam jangka waktu satu tahun anggaran. Pengeluaran pemerintah 58 yang dianalisis adalah pengeluaran pemerintah perkapita yang dinyatakan dalam ribuan rupiah. 2) Investasi merupakan pembentukan modal tetap bruto oleh sektor swasta yang digunakan untuk pengadaan, pembuatan, dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun barang bekas dari luar negeri. Investasi dianalisis yaitu investasi perkapita yang dinyatakan dalam ribuan rupiah 3) Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin saja sudah terisi atau ada yang belum terisi. Kesempatan kerja yang selama ini dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik melalui sensus penduduk maupun survai penduduk baik kesempatan kerja yang dirinci menurut lapangan usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan kerja adalah menyangkut kesempatan kerja yang telah terisi. Kesempatan kerja dalam penelitian ini merupakan tingkat partisipasi angkatan kerja yang ddiukur dari rasio jumlah orang yang bekeja dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam satuan persen. 4) Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah yang dapat diukur dari perkembangan PDRB suatu tahun dengan tahun sebelumnya yang dinyatakan dalam satuan persen. 5) Ketimpangan pendapatan merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar golongan masyarakat yang diukur dengan menggunakan Gini Ratio (GR). 59 4.4.Jenis dan Sumber Data 4.4.1 Jenis Data menurut Sifatnya Menurut Singarimbun (1995) jenis dan sumber data adalah sebagai berikut: a. Data kuantitif, yaitu data yang berbentuk satuan hitung, menyangkut pengeluaran pemerintah, investasi, PDRB dan ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2005-2013. b. Data kualitatif, yaitu data yang tidak memiliki satuan hitung, berupa keterangan-keterangan yang digunakan untuk memberikan penjelasan yang relevan antara lain, gambaran umum kabupaten/kota di Provinsi Bali. 4.4.2 Jenis Data menurut Sumbernya a. Data Primer Sumber data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu daftar pertanyaan (kuesioner), observasi yaitu mengamati secara langsung hal-hal yang berhubungan langsung dengan penelitian ini, misalnya pembangunan infrastruktur serta dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis, data dari dokumen dan studi literatur. b. Data Sekunder Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sekunder (Bungin, 2001), yang terdiri atas gambaran umum Provinsi Bali, data pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun anggaran 2005-2013, 60 diperoleh dari Biro Keuangan Provinsi Bali. Data makro, seperti investasi, PDRB dan ketimpangan pendapatan diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.Penelitian juga didukung dengan data dari pustaka-pustaka dan penelitian sebelumnya. Penelitian ini akan menganalisis data gabungan (pooled data) atau data panel antara data penampang (cross section), yaitu data kabupaten/kota di Provinsi Bali dengan data runtut waktu (time series) selama tahun 2005-2013. 4.5 Metode Pengumpulan Data Seluruh data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi nonpartisipan. Metode observasi nonpartisipan dilakukan dengan mengamati secara langsung dokumen yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, yaitu: Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, dan Bappeda Provinsi Bali. 4.6 Teknik Analisis Data 4.6.1 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk membantu menggambarkan keadaan (fakta) yang sebenarnya dari suatu penelitian. Analisis ini berkaitan dengan metode-metode pengumpulan dan penyajian data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistik deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun. Dengan statistik deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji 61 dengan ringkas, rapi, serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada. 4.6.2 Analisis Jalur(path analysis) Analisis jalur atau analisis lintasan merupakan perluasan dari analisis regresi linier berganda untuk menaksir hubungan kausalitas antara variabel (model kausal). Dalam analisis jalur terdapat suatu variabel yang berperan ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu hubungan namun menjadi variabel independen pada suatu hubungan yang lain (Suyana Utama, 2007). Kerllinger (2002) menyebutkan bahwa dengan menggunakan analisis jalur akan dapat dihitung pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Analisis jalur pertama kali diperkenalkan oleh Sewell Wrigth, seorang ahli genetika populasi diantara tahun 1918-1921. Analisis jalur dapat digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Prosedur ini dapat mengestimasi koefisien-koefisien sejumlah persamaan struktural linier yang mewakili hubungan sebab akibat yang dihipotesiskan. Berbeda dengan persamaan regresi dimana pengaruh variabel X terhadap variabel Y hanya berbentuk pengaruh langsung, dalam persamaan struktural linier pengaruh variabel X terhadap Y dapat berupa pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung dari variabel X terhadap suatu variabel Y adalah melalui variabel lain yang disebut variabel intervening atau variabel antara. Pengaruh total variabel X terhadap variabel Y tersebut merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dan seluruh pengaruh tidak langsung (Daryanto, Arief dan Hafizrianda, 2010). 62 Ada beberapa alasan penggunaan analisis jalur yaitu : a. Hipotesis yang diuji dikembangkan dengan model (kerangka konseptual) yang semua hubungan bersifat asimetris dan merupakan sistem, serta model dapat dikategorikan bersifat rekursif. b. Analisis jalur memberikan metode langsung berkaitan dengan hubungan ganda secara simultan (model structural) sehingga memberikan efisiensi analisisstatistika. c. Kemampuannya untuk menguji hubungan secara komprehensif danmemberikan suatu bentuk transisi analisis explanatory menuju analisis confirmatory . Bentuk transisi ini berkaitan dengan usaha yang lebih besar dalam semua lapangan study untuk mengembangkan suatu pandangan masalah secara lebih sistematis. Upaya seperti itu memerlukan kemampuan untukmenguji suatu hubungan berantai yang membentuk model yang besar,seperangkat prinsip dasar, atau suatu teori secara keseluruhan. Hal ini sangat cocok diselesaikan dengan analisis jalur (path analysis). Metode yang digunakan adalah analisis jalur dengan Program AMOS.Salah satu keunggulan program ini karena user friendly. Program ini menyediakan kanvas pada menu Amos graphic. Dengan Amos kita tidak menulis program tersebut, namun software akan membaca sendiri sesuai dengan gambar yang kita buat. Menu Amos graphic menyediakan kanvas dengan ikon-ikon yang mudah diingat untuk menggambar sebuah model. Dari perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. 63 Dalam menggunakan analisa jalur dengan program AMOS dilakukan langkah-langkah berikut: (Ferdinand : 2002) 1) Pengembangan model teoritis Pada pengembangan model teoritis, dilakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka untuk mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan dikembangkan. Dalam penelitian ini hubungan antar variabel berdasarkan substansi teori dapat dikembangkan sebagai berikut: a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasiterhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali 2) Uji Normalitas Asumsi normalitas data penting dalam aplikasi AMOS, karena menentukan teknik estimasi yang dapat digunakan. Oleh karena itu, uji normalitas data perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum analisa jalur dilakukan. Uji Normalitas Data dengan Normalitas Univariate dan Multivariate, yaitu menganalisis tingkat normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini. Univariate melihat nilai CR pada Skewness diharapkan 64 disekitar ± 2.58. Bila ada nilai diluar angka tersebut bisa ditoleransi apabila nilai Multivariatenya masih disekitar ± 2.58. 3) Pengembangan diagram alur ( path diagram) Diagram alur model tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan penelitian berbasis teori dan konsep, yang dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.1 Gambar 4.1 Hubungan Antarvariabel Penelitian Model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama digambarkan dalam sebuah path diagram, yang akan mempermudah untuk melihat pengaruh kausalitas yang ingin diuji. Dalam diagram alur, pengaruh antar variabel akan dinyatakan melalui anak panah. Anak panah yang lurus menunjukkan pengaruh kausal yang langsung antara satu variabel dengan 65 variabel lainnya. Sedangkan garis-garis lengkung antar variabel dengan anak panah disetiap ujungnya menunjukkan korelasi antar variabel. 4) Mengkonversi diagram alur kedalam bentuk persamaan struktural Model persamaan dalam penelitian ini sesuai dengan Gambar 4.1 dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: X3 = β1 X1 + β2 X2+ ε1 ………………………….………………. (4.1) X4= β3 X2+ β4 X3+ ε2 ............................................. (4.2) Y = β5 X1 + β6 X2 + β7 X3 + β8X4 + ε3 ………………… (4.3) Keterangan: X1 = Pengeluaran Pemerintah X2 = Investasi X3 = Kesempatan Kerja X4 = Pertumbuhan Ekonomi Y = Ketimpangan Pendapatan β1, β2, dan β9 = koefisien jalur ε1, ........... ε3 = inner residual 5) Evaluasi kriteria goodness of fit. Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini beberapa indeks kesesuaian dan cut-off value untuk menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak (Ferdinand,A., 2002): a) X2-Chi-square statistik, yaitu model dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-square nya rendah. Semakin kecil nilai X2 semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off value sebesar > 0.05 66 b) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), merupakan suatu indeks yang digunakan untuk mengkonpensasi chi-square dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom. c) GFI (Goodness of fit Index) adalah menghitung proporsi tertimbang dari varian dalam matriks kovarian sampel yang dijelaskan oleh matrik kovarian populasi yang diestimasikan. Ukuran non statistical mempunyai rentang nilai antara (poor fit) sampai dengan 1(perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”. d) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), merupakan kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matrik kovarian sampel. GFI adalah analog dari R 2 dalam regesi berganda yang mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90 e) CMIN/DF (The Minimum Sample Discrepancy Function Devided with degrre of Freedom), merupakan statistic chisquare X2 dibagi degree of freedom-nya sehingga disebut X2relatif. Bila nilai X2 relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. f) CFI (Comparative Fit Index), rentang nilai sebesar 0 -1, dimana semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI sebesar 0,95. 67 Dalam penilaian model, indeks CFI sangat dianjurkan untuk digunakan karena indeks-indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model menurut Hulland, dkk (Ferdinand, 2002). Maka indeks-indeks yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Goodness of Fit Index Goodness of Fit Measure Nilai Kritis (Cut of Value) Chi Square (λ2) Significance Probability (p) RMSEA GFI AGFI CMIN/DF CFI Diharapkan kecil ≥ 0,05 ≤ 0,08 ≥0,90 ≥ 0,90 ≤ 2,00 ≥ 0,94 Sumber : Ferdinand (2002) 68 BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Provinsi Bali memiliki luas wilayah yang secara keseluruhan sebesar 5.636,66 km2 atau 0,29 persen dari luas kepulauan Indonesia. Jika dilihat dari luas wilayah per kabupaten/kota, maka Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar 1.365,88 km2 atau 24,25 persen dari luas Provinsi, diikuti oleh Jembrana 841,80 km2 (14,94persen), Tabanan seluas 839,3 km2 (14,90 persen) dan Karangasem seluas 839,54 km2 (14,90persen), sedangkan sisanya adalah masing-masing Badung 418,52 km2, Kota Denpasar 127,78 km2, Gianyar 368,00 km2, Klungkung 315,00 km2 dan Bangli 520,81 km2 dengan total luas wilayah sekitar 31,01 persen P. M enjangan 8°10' T L A U 1 15°30' 1 15°10' 1 14°50' 1 14°30' dari luas provinsi. I B A L T LA S E KABUPAT EN BULELENG S E L A T L O M B O K L I B A KABUPAT EN BAN GLI KABUPAT EN JEMBRANA KABUPAT EN KARANGASEM KABUPAT EN T ABANAN KABUPAT EN GIANYAR 8°30' KABUPAT EN BADUN G KABUPAT EN KLUNGKUNG NG A DU A T B S EL KOTA DENPASAR P. Lem bongan P. C eningan P. S erangan S A M U D E R A P. N usa Penida I N D O N E S I A 8°50' N W BAL I E S 10 Gambar 5.1 Peta dan Letak Geografis Provinsi Bali 0 10 KM 69 Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali, Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Provinsi Bali juga terbagi menjadi 57 Kecamatan, 716 Desa/Kelurahan, 1.453 desa pekraman, dan 4.295 dusun/lingkungan. Luas wilayah jika terbagi menurut kabupaten/kota maka Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar yaitu 1.365,88 km2, dan terkecil adalah Kota Denpasar dengan luas wilayah sebesar 127,78 km2, seperti yang disajikan pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota, Jumlah Kecamatan, Jumlah Desa/Kelurahan Di Provinsi Bali, Tahun 2013 No Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km2) 841,80 Jumlah Kecamatan 5 Jumlah Desa/Kelurahan 51 1 Jembrana 2 Tabanan 839,33 10 133 3 Badung 418,52 6 62 4 Gianyar 368,00 7 70 5 Klungkung 315,00 4 59 6 Bangli 520,81 4 72 7 Karangasem 839,54 8 78 8 Buleleng 1.365,88 9 148 9 Denpasar 127,78 4 43 5.636,66 57 716 Provinsi Bali Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 70 Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2013 mencapai angka rata-rata 1,87 persen per tahun dari tahun 2005, seperti yang disajikan pada Tabel 5.2 Angka ini melebihi dari laju pertumbuhan penduduk secara nasional, yang hanya 1,49 persen dalam kurun waktu yang sama.Pertambahan penduduk itu berasal dari kelahiran alamiah dan dari perpindahan penduduk dari luar Bali, dengan rincian yang disebabkan oleh kelahiran alamiah sebesar 0,96 persen dan yang diakibatkan oleh migrasi sosial sebesar 0,91 persen. Angka ini memiliki arti bahwa kontribusi pertumbuhan penduduk yang berasal dari migrasi sosial hampir seimbang dengan kelahiran alamiah. Banyaknya pendatang (migrasi) dari berbagai daerah yang mencoba mengadu nasib di Bali, karena Bali sebagai daerah pariwisata ini dinilai menjanjikan peluang dan harapan dalam meningkatkan kesejahteraan. Tabel 5.2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2005dan 2013 1. Jembrana Jumlah Penduduk 2005 2013 231.806 268.000 2. Tabanan 376.030 430.600 1,04 3. Badung 345.863 589.000 5,02 4. Gianyar 393.155 486.000 1,69 5. Klungkung 155.262 173.900 0,86 6. Bangli 193.776 220.000 0.97 7. Karangasem 360.486 404.300 0,87 8. Buleleng 558.181 638.300 1,03 9. Denpasar 532.440 846.200 4,21 3.146.999 4.056.300 1,87 No. Kabupaten/Kota Provinsi Bali Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Pertumbuhan (%) 1,12 71 Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010,penduduk Bali tercatat sebanyak 3.890.757 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 690 jiwa/km2dan tahun 2013 meningkat 4.056.300 jiwadengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 720 jiwa/km2. Dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali, penduduk terpadat tahun 2013 adalah Kota Denpasar sebesar 846.200 jiwa, dan penduduk terjarang adalah Kabupaten Klungkung dengan kepadatan sebanyak 173.900 jiwa. 5.2. Deskripsi Variabel Penelitian 1) Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah secara keseluruhan sangat penting dalam sumbangannya terhadap pembangunan nasional, tetapi yang lebih penting lagi adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah. Komposisi dari pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari pembangunan nasional. Secara normatif belanja publik atau belanja pembangunan diusahakan harus lebih besar dari biaya aparatur atau belanja rutin untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah yang digunakan adalah konsumsi pemerintah pada Kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013 disajikan pada Tabel 5.3. Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 pengeluaran pemerintah perkapita tertinggi terjadi di Kabupaten Klungkung yaitu dengan Rp 875.725 rupiah, sedangkan pengeluaran pemerintah perkapita terendah ada pada Kabupaten Karangasem yaitu Rp 413.618 rupiah. Pada tahun 2013 pengeluaran 72 pemerintah perkapita tertinggi terjadi juga di Kabupaten Klungkung, sedangkan pengeluaran pemerintah perkapita terendah ada pada Kabupaten Gianyar. Tabel 5.3 Pengeluaran Pemerintah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2005 -2013 (Ribuan Rp) Kabupaten Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jembrana 633.26 652.17 662.45 713.29 736.23 757.36 784.84 831.10 872.72 Tabanan 594.22 623.74 643.60 686.20 720.26 748.91 804.31 844.20 901.48 Badung 591.51 604.09 622.40 666.49 553.04 567.00 589.65 661.85 694.33 Gianyar 460.34 474.66 478.98 514.94 516.89 532.81 559.61 592.01 624.46 Klungkung 875.73 905.70 929.34 1008.07 1052.01 1097.79 1163.79 1190.60 1273.94 Bangli 601.65 620.20 646.38 699.18 765.86 791.56 829.70 890.40 950.05 Karangasem 413.62 430.42 443.33 482.34 517.13 550.19 589.57 602.85 642.42 Buleleng 477.81 486.60 504.00 542.14 565.99 584.46 610.64 619.47 654.92 Denpasar 737.07 769.10 782.70 848.15 679.92 686.25 715.38 728.32 770.10 Rata-rata 633.26 652.17 662.45 713.29 736.23 757.36 784.84 831.10 872.72 Sumber : Biro Keuangan Provinsi Bali, 2014 (diolah) 2) Investasi Seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa investasi merupakan hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi ini dibutuhkan sebagai faktor penunjang di dalam peningkatan proses produksi. Investasi juga mendorong terjadinya akumulasi modal. Penambahan stok bangunan dan peralatan penting lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang. Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa Investasi tertinggi pada tahun 2013 terdapat di Kabupaten Badung yaitu dengan nilai Rp 5.130.990 rupiah. Besarnya investasi fisik didaerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata 73 yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah tersebut. Ketersediaan infrastruktur yang relatif lebih baik didaerah ini juga menjadi pendorong bagi investor untuk menanamkan modalnya didaerah tersebut. Sedangkan investasi terendah terjadi di Kabupaten Karangasem yaitu rata-rata Rp 1.260.590 rupiah, ini dikarenakan investor enggan berinvestasi pada sektor pertanian, sehingga sangat sulit bersaing dengan kabupaten lainnya. Tabel 5.4 Investasi Perkapita pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 (Ribuan Rp) Tahun Kabupaten Kota Jembrana 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 776.26 2006 821.16 1270.59 1568.28 1764.92 1960.81 2704.49 3016.48 3406.62 Tabanan 655.38 662.96 1034.32 1250.68 1364.15 1508.93 1742.72 1875.69 2151.79 Badung 1753.50 1746.06 2642.86 3144.29 2810.02 3004.81 3359.64 4233.04 5130.99 Gianyar 915.12 924.18 1361.29 1626.96 1553.94 1601.50 1693.80 1881.51 2080.50 Klungkung 822.42 833.05 1324.94 1612.14 1802.07 2012.35 2234.04 2289.25 2607.03 Bangli 647.38 648.41 972.15 1159.27 1331.82 1404.81 1477.87 1627.47 1830.73 Karangasem 398.89 405.77 662.00 811.50 902.66 1005.23 1070.32 1128.71 1260.59 Buleleng 582.72 596.15 883.00 1062.40 1155.04 1235.32 1291.43 1467.65 1640.58 Denpasar 793.95 814.79 1250.84 1518.53 1452.34 1615.65 1796.84 1936.72 2164.02 Rata-rata 776.26 821.16 1270.59 1568.28 1764.92 1960.81 2704.49 3016.48 3406.62 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah) 3) Kesempatan Kerja Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin saja sudah terisi atau ada yang belum terisi.Dengan adanya penciptaan kesempatan kerja baru berarti adanya penciptaan pendapatan masyarakat yang akan mendorong daya beli masyarakat. Penciptaan kesempatan kerja baru juga dapat 74 mendorong induced invesment, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (Gravitiani, 2006). Tabel 5.5 Kesempatan Kerja(TPAK) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2000 – 2013 (%) Kabupaten Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jembrana 96.43 96.65 96.78 97.68 97.74 97.86 97.98 98.26 98.54 Tabanan 96.54 96.66 96.81 97.69 97.87 98.07 98.20 98.78 98.90 Badung 96.62 96.70 96.82 97.49 97.59 97.61 97.70 98.44 98.95 96.68 96.73 96.82 97.29 97.39 97.43 97.54 98.28 98.62 96.46 96.68 96.86 97.04 97.20 97.41 97.64 98.46 98.64 Bangli 96.49 96.52 96.69 97.43 97.68 97.85 97.99 98.39 98.79 Karangasem 96.52 96.68 96.92 97.14 97.34 97.53 97.68 98.49 98.78 Buleleng 96.74 96.82 96.96 97.08 97.45 97.83 98.04 98.28 98.57 Denpasar 96.51 96.59 96.60 97.49 97.61 97.73 97.88 98.23 98.73 Rata-rata 96.43 96.65 96.78 97.68 97.74 97.86 97.98 98.26 98.54 Gianyar Klungkung Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah) Kesempatan kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dari tahun 2005-2013 pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. Dari Tabel 5.5 dapat dijelaskan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja rata–rata mengalami peningkatan. Ini berarti bahwa kesempatan kerja mengalami kemajuan yang cukup berarti dari tahun ke tahun meskipuntelah dihadapkan beberapa kejadian yang mengguncang perekonomian di Provinsi Bali. Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2005 tertinggi terjadi di Kabupaten Gianyar yaitu 96,68 % dan terendah terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 96,43%. 75 Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2013 tertinggi terjadi di Kabupaten Badung yaitu 98,95 % dan terendah terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 98,54%. 4) Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan bertambah. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Selama Tahun 2005–2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Berdasarkan Haga Konstan Tahun 2000 – 2013 ( Persen) Kabupaten Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jembrana 5,000 4,520 5,110 5,050 4,820 4,570 5,610 5,900 5,925 Tabanan 5,960 5,250 5,760 5,220 5,440 5,680 5,820 5,910 5,940 Badung 5,610 5,030 6,850 6,910 6,390 6,480 6,690 7,300 7,335 Gianyar 5,470 5,200 5,890 5,900 5,930 6,040 6,760 6,790 6,810 Klungkung 5,410 5,030 5,540 5,070 4,920 5,430 5,810 6,030 6,065 Bangli 4,460 4,250 4,480 4,020 5,710 4,970 5,840 5,990 6,012 Karangasem 5,130 4,800 5,200 5,070 5,010 5,090 5,190 5,730 5,765 Buleleng 5,600 5,350 5,820 5,840 6,100 5,850 6,110 6,520 6,555 Denpasar 6,050 5,880 6,600 6,830 6,530 6,570 6,770 7,180 7,210 Rata-rata 5,410 5,034 5,694 5,546 5,650 5,631 6,067 6,372 6,402 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah) 76 Dari Tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 pada kabupaten/kota di Provinsi Bali rata – rata mengalami peningkatan yaitu dari 3,751 persen menjadi 6,402 persen. Ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan yang cukup berarti setelah dihadapkan beberapa kejadian yang mengguncang perekonomian di Provinsi Bali. Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kabupaten Badung yaitu 7.335 dan terendah terjadi di Kabupaten Karangasem yaitu 5,765. 5) Ketimpangan Pendapatan Setiap pembangunan ekonomi menimbulkan perubahan pendapatan masyarakat. Perubahan tersebut kemungkinan timbul sebagai akibat dari adanya perubahan kepemilikan dari sumberdaya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki barang modal lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak yang memiliki modal sedikit. Ketimpangan pendapatan dalam penelitian ini merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar golongan masyarakat yang diukur dengan menggunakan Gini Ratio (GR). Ketimpangan pendapatan selama tahun 2005–2013 Kabupaten/kota di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 5.7. Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa selama Tahun 2013 ketimpangan pendapatan masyarakat tertinggi terjadi di Kota Denpasar yaitu 0,40 dan terendah adalah Kabupaten Karangasem yaitu 0,27. Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan perkapita pada suatu kabupaten/kota maka ketimpangan pendapatan semakin tinggi atau timpang. Sedangkan ketimpangan pendapatan 77 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini berarti bahwa pemerintah belum mampu mengatasi pemerataan pendapatan antar masyarakatnya. Tabel 5.7 Ketimpangan Pendapatan Masyarakat (Gini Ratio) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 ( Persen) Tahun Kabupaten Kota Jembrana 2005 2006 2007 2008 2009 0.26 0.23 0.24 0.26 0.24 Tabanan 0.23 0.26 0.25 0.24 Badung 0.30 0.28 0.17 Gianyar 0.26 0.28 Klungkung 0.28 Bangli 2010 2011 2012 2013 0.26 0.40 0.37 0.37 0.25 0.26 0.37 0.35 0.32 0.27 0.23 0.29 0.34 0.33 0.30 0.24 0.28 0.25 0.27 0.33 0.34 0.31 0.25 0.23 0.29 0.29 0.29 0.38 0.35 0.31 0.23 0.22 0.18 0.24 0.23 0.22 0.27 0.31 0.30 Karangasem 0.25 0.23 0.23 0.21 0.22 0.23 0.29 0.29 0.27 Buleleng 0.28 0.24 0.21 0.25 0.26 0.26 0.34 0.33 0.32 Denpasar 0.26 0.29 0.27 0.27 0.27 0.30 0.34 0.43 0.40 Sumber : BPS Provinsi Bali , 2014 5.3. Analisis Data Perhitungan koefisien jalur dalam penelitian ini menggunakan program Analysis Moment of Structural (AMOS). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan distribusi pendapatan seperti yang disajikan pada teknik analisis. 5.3.1 Model Teoritis Hubungan kausalitas yang berjenjang atau hubungan sebab akibat antarvariabel dalam studi ini merupakan model yang tidak sederhana, yaitu 78 adanya variabel yang berperan ganda, sebagai variabel independen pada suatu hubungan, namun menjadi variabel dependen pada hubungan lain. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Variabel kesempatan kerja disatu sisi sebagai variabel independen dari pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dan disisi lain sebagai variabel dependen dari pengeluaran pemerintah dan investasi. Begitu juga variabel pertumbuhan ekonomi, disatu sisi sebagai variabel yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan dan disisi lain dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah, investasi dan kesempatan kerja. Dalam penelitian ini hubungan antar variabel berdasarkan substansi teori dapat dikembangkan sebagai berikut: a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali 5.3.2 Uji Normalitas Uji Normalitas Data dengan Normalitas Univariate dan Multivariate, yaitu menganalisis tingkat normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini. Univariate melihat nilai CR pada Skewness diharapkan disekitar ± 2.58. Bila ada 79 nilai diluar angka tersebut bisa ditoleransi apabila nilai Multivariatenya masih disekitar ± 2.58.Hasil pengujian normalitas data dalam penelitian ini dapat disajikan dalam Tabel 5.8 sebagai berikut : Tabel 5.8 Assessment of normality Variable min X1 4.140 X2 3.990 X3 96.430 X4 4.020 Y .174 Multivariate Sumber : lampiran 2 max 12.740 51.310 98.950 7.300 .425 Skew 1.038 1.526 .230 .007 .692 c.r. 3.815 5.607 .845 .025 2.543 kurtosis 1.056 3.228 -1.103 -.476 .229 3.951 c.r. 1.941 5.930 -2.027 -.874 .420 2.125 Berdasarkan Tabel 5.8, nilai CR pada Skewness untuk variabel X3, X4 dan Y mempunyai nilai < 2,58 yaitu sebesar 0,845, 0,025 dan 2,543, sehingga data yang akan digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal. Nilai CR pada Kurtosis, hanya variabel X2 yang tidak berdistribusi normal karena nilai CR > 2,58 yaitu sebesar 5,930. Nilai CR > 2,58 bisa ditoleransi karena nilai multivariatenya berada disekitar 2,58, yaitu sebesar 2,125, sehingga data yang akan digunakan dalam penelitian ini secara multivariate berdistribusi normal. 5.3.3 Pengaruh Langsung Perhitungan koefisien jalur dalam penelitian ini menggunakan multiple regresi untuk mengetahui dan menganalisis pengeluaran pemerintah, investasi, dan kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan, maka program yang digunakan adalah program Analysis Moment of Structural (AMOS) terhadap model persamaan struktural 4.1, 4.2 dan 4.3 seperti 80 yang disajikan pada teknik analisis. Koefisien jalur terhadap model teoritis dapat disajikan pada Tabel 5.9 sebagai berikut: Tabel 5.9 Koefisien Jalur Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten Kota di Provinsi Bali Tahun 2005-2013 Regresi X3 X3 X4 X4 Y Y Y Y <--<--<--<--<--<--<--<--- Koefisien Regresi Standar X1 X2 X2 X3 X1 X2 X3 X4 0.187 0.544 0.399 0.186 0.231 0.043 0.360 0.298 C.R 2.040 5.931 3.351 1.560 2.601 .392 3.423 3.079 P Value .041 *** *** .119 .009 .695 *** .002 Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan *** sig alpha (< 0,001) Sumber : Lampiran 5 Berdasarkan Tabel 5.9 dapat dibuat diagram jalur yang disajikan dalam Gambar 5.2 berikut: 81 Sumber : lampiran 5 Gambar 5.2 Hasil Analisa Diagram Jalur Pengaruh Pengeluaran PemerintahdanInvestasi Terhadap Kesempatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi sertaKetimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2005-2013 Berdasarkan Tabel 5.9 dan ditampilkan kembali pada gambar 5.2 dapat dibuat persamaan struktrural sebagai berikut : a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Model persamaan dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut: X3 = 0.187 X1 + 0.544 X2….……………………..………………………………………. Keterangan: X1 = Pengeluaran Pemerintah X2 = Investasi X3 = Kesempatan Kerja (5.2) 82 Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran pemerintah ternyata berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja pada kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005 – 2013. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,187 dan signifikan pada 5%, begitu juga variabel investasi berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja pada kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013 dengan koefisien parameter sebesar 0,544. b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Model persamaan dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut: X4 = 0.399X2+ 0.186 X3 …………..……………………………………………….. (5.3) Keterangan: X2 = Investasi X3 = Kesempatan Kerja X4 = Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel investasi dan kesempatan kerja berpengaruh positif terhadap petumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter masing-masing 0,399 dan 0,186 dengan signifikan pada 5%. c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan kabupaten/kota di 83 Provinsi Bali.Model persamaan dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut: Y = 0.231 X1 + 0.043 X2 + 0.360 X3 + 0.298X4…..……………………… (5.4) Keterangan: X1 = Pengeluaran Pemerintah X2 = Investasi X3 = Kesempatan Kerja X4 = Pertumbuhan Ekonomi Y = Ketimpangan Pendapatan Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi ternyata berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,231, 0,043, 0,360 dan 0,298 dengan signifikan pada 5%. Jadi kemungkinan terdapat distribusi pendapatan yang belum merata pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali selama tahun 2005 -2013. 5.3.4. Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effects) Dengan menggunakan program AMOShasil pengaruh tidak langsung (indirect effect) dapat sajikan pada Tabel 5.10 berikut Tabel 5.10 Indirect effects Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten Kota di Provinsi Bali Tahun 2005-2013 Koefisien Regresi Pengaruh antar Mediasi Terstandar variabel X1ïƒ X4 X3 0,035 X1ïƒ Y X3, X4 0,078 X2ïƒ X4 X3 0,101 X2ïƒ Y X3, X4 0,345 X3ïƒ Y X4 0,056 Sumber : Lampiran 3 84 Keterangan: X1 = Pengeluaran Pemerintah X2 = Investasi X3 = Kesempatan Kerja X4 = Pertumbuhan Ekonomi Y = Ketimpangan Pendapatan 1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Pengujian adanya pengaruh pengeluaran pemerintah secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja dilakukan dengan Amos seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil output Lampiran 5 yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 diperoleh hasil Pengujian adanya pengaruh pengeluaran pemerintah secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil olahan data dengan menggunakan AMOS, yaitu diperoleh hasil bahwa secara langsung pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Lampiran 5) dengan signifikansi sebesar 0,041 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah positif yaitu 0,035, ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja memperkuat pengaruh dari pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah melalui kesempatan kerja akan berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. 2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 85 Pengujian adanya pengaruh pengeluaran pemerintah secara tidak langsung terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan program AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa pengeluaran pemerintah secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Nilai Beta yang dihasilkan dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan adalah positif sebesar 0,231 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh pengeluaran pemerintah tehadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah positif yaitu 0,078. Ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi memperlemah pengaruh dari pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan sehingga menyebabkan distribusi pendapatan semakin merata. 3. Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali melalui Pengujian adanya pengaruh investasi secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja dilakukan dengan program AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa investasi secara tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja. 86 Hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan program AMOS, nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh langsung investasi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,399 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh tidak langsung investasi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah positif yaitu 0,101, ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja memperlemah pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi dalam penelitian ini investasi belum memerlukan mediasi kesempatan kerja dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 4. Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Pengujian adanya Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dilakukan dengan program AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Gambar 5.10 dapat diketahui bahwa investasi secara tidak langsung berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Nilai Beta yang dihasilkan dari pengaruh investasi terhadap ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0,043 dan pengaruh tidak langsung investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah positif yaitu 0,345.Ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi memperkuat pengaruh dari investasi terhadap ketimpangan pendapatan dan menyebabkan distribusi pendapatan semakin timpang. 87 5. Pengaruh Kesempatan kerja terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Pengujian adanya pengaruh kesempatan kerja secara tidak langsung terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil output Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 diperoleh hasil Pengujian adanya pengaruh Kesempatan kerja secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari hasil olahan data dengan menggunakan AMOS, yaitu diperoleh hasil bahwa secara langsung kesempatan kerja berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan dengan sangat signifikansi sebesar 0,000 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh kesempatan kerja terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi adalah positif yaitu 0,056, ini artinya bahwa mediasi dari pertumbuhan ekonomi memperlemah pengaruh dari kesempatan kerja terhadap ketimpangan pendapatan yang menyebabkan distribusi pendapatan makin merata. 5.3.5 Pengaruh Total (Total Effect) Analisis jalur juga menunjukkan besaran dari pengaruh total, pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung dari satu variabel terhadap variabel lainnya. Hasil olahan data mengenai perhitungan pengaruh langsung, tidak langsung, dan total variabel penelitian ditampilkan pada Tabel 5.11. 88 Tabel 5.11 Ringkasan Direct Effects, Indirect Effects, dan Total Effects X1 X2 X3 X4 DE IE TE DE IE TE DE IE TE DE IE TE X3 0,187 - 0,187 0,544 - 0,544 - - - - - - X4 0.000 0,035 0,035 0,399 0,101 0,500 0,186 - 0,186 - - - Y 0,231 0,078 0,309 0,043 0,345 0,388 0,360 0,056 0,416 0,298 - 0,298 Sumber: Lampiran 3 Keterangan: X1 adalah Pengeluaran pemerintah X2 adalah Investasi X3 adalah Kesempatan kerja X4adalah Pertumbuhan ekonomi Y adalah Ketimpangan distribusi pendapatan IEadalah pengaruh tidak langsung DEadalah pengaruh langsung TEadalah pengaruh total Tabel 5.11 dapat dijelaskan bahwa pengaruh langsung pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja adalah sebesar 0,187. Pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah 0,035. Pengaruh langsung pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0,231. Pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerjadan pertumbuhan ekonomi adalah 0,078. Dengan demikian pengaruh total pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan menjadi sebesar 0,309. Demikian juga pengaruh langsung investasi terhadap kesempatan kerja adalah sebesar 0,544, pengaruh langsung investasi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 0,399, pengaruh langsung investasi terhadap ketimpangan 89 pendapatan adalah sebesar 0,043, pengaruh tidak langsung investasi terhadap pertumbuhan ekonomimelalui kesempatan kerja sebesar 0,101, pengaruh tidak langsung investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,345, sehingga pengaruh totalnya menjadi sebesar 0,388. Pengaruh langsung kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi adalah 0,186, pengaruh langsung kesempatan kerja terhadap ketimpangan pendapatan adalah 0,360, pengaruh tidak langsung kesempatan kerja terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi adalah 0,056, sehingga pengaruh totalnya menjadi sebesar 0,416. Pengaruh Pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0,298. 5.3.6. Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit 5.3.6.1 Menilai Goodness of Fit Indeks dari Square Multiple Correlations (R2) Koefisien determinan (R2) adalah kemampuan model untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Sampai saat ini belum ada ukuran yang pasti berapa besar koefisien determinan yang paling tepat. Namun demikian, semakin besar nilai koefisien determinan, sehingga mendekati satu, maka dapat dinyatakan model semakin baik. Kondisi ini menunjukkan keragaman pengaruh antar data dapat dijelaskan oleh model yang disusun. Evaluasi terhadap goodness of fit yang dilakukan dengan melihat besarnya R2 dapat disajikan pada Tabel 5.12 sebagai berikut : 90 Tabel 5.12 Square Multiple Correlations Variabel R Square Kesempatan Kerja (X3) 0.398 Pertumbuhan Ekonomi (X4) 0.283 Ketimpangan Pendapatan (Y) 0.492 Sumber :lampiran 3 Berdasarkan Tabel 5.12, dapat disimpulkan bahwa nilai R square sebesar 0.398 untuk Kesempatan Kerja (X3), berarti model regresi memiliki goodness-fit yang baik dimana variable kesempatan kerja dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran pemerintah dan investasi sebesar 39,80 % dan 60,20 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini. Nilai R square Pertumbuhan Ekonomi (X4) sebesar 0,283 yang berarti model regresi memiliki goodness-fit yang baik dimana variabel pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran pemerintah, investasi dan kesempatan kerja sebesar 28,30 % dan 61,70 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini. Nilai R square Ketimpangan Pendapatan (Y) sebesar 0,479 yang berarti model regresi memiliki goodness-fit yang baik dimana variabel Ketimpangan Pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi sebesar 49,20 % dan 50,80 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini. 5.3.6.2. Menilai Goodness of Fit Indeks dari Hasil Uji Full Model 91 Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini hasil analisa goodness of fit indeks dari hasil uji full model disajikan pada Tabel 5.13: Tabel 5.13 Goodness of Fit Index Goodness of Fit Measure Nilai Kritis Chi Square (λ2) Significance Probability (p) RMSEA GFI AGFI CMIN/DF CFI (Cut of Value) Diharapkan kecil≤ 3,841 ≥ 0,05 ≤ 0,08 ≥0,90 ≥ 0,90 ≤ 2,00 ≥ 0,94 Hasil Analisis 4,425. 0.035 0,207 0.979 0,684 1 0,972 Evaluasi Model marginal marginal Kurang baik baik marginal baik baik Sumber :lampiran 4 Hasil selengkapnya pengujian kriteria layak tidaknya model (goodness of fit index) tahap akhir dapat dilihat pada Tabel5.13. Berdasarkan parameter nilai goodness of fit index, hanya nilai RMSEA yang kurang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa model analisa secara keseluruhan sudah fit dan ada kesesuaian antara model dan data. 5.4 Pembahasan 5.4.1 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Dengan menggunakan analisis jalur hasil analisis menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2013, pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini menunjukkan adanya hubungan searah antara pengeluaran pemerintah dengan 92 kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan kesempatan kerja. Kesempatan kerja merupakan suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan atau sumber penghidupan bagi masyarakat. Pemerintah sebagai penyedia lapangan pekerjaan hendaknya lebih banyak menyediakan lapangan pekerjaan melalui pengeluaran pemerintah sehingga dapat mensejahterakan masyarakat. Maksudnya adalah melalui pengeluaran pembangunan, pemerintah dapat mengalokasikan sebagian dana APBD untuk meningkatkan industri-industri kecil maupun menengah di dalam negeri yang potensial untuk dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Kesempatan kerja pada dasarnya merupakan masalah yang dihadapi semua Negara, baik Negara berkembang maupun Negara maju. Walaupun intensitas dari masalah tersebut mungkin sekali berbeda karena adanya perbedaan pada factorfaktor yang mempengaruhi seperti laju pertumbuhan ekonomi, teknologi yang dipergunakan dan kebijaksanaan pemerintah. Dilihat dari sudut pandang makro, perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu melalui proses kenaikan output per kapita secara konstan dalam jangka panjang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2013, pengeluaran pemerintah menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini menunjukkan bahwa naiknya pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkatkan kesempatan kerja. Pengeluaran pemerintah baik rutin maupun pembangunan dapat menjadi pendorong dalam membuka kesempatan kerja bagi 93 masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Edi Sutriyono (2011) tentang pengeluaran pemerintah dan kesempatan kerja. Menurutnya, dari sisi pengeluaran pemerintah yang berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan mendorong penerimaan masyarakat, melalui efek pelipatgandaan (multiplier effect), dimana peningkatan pendapatan tersebut mendorong konsumsi dan tabungan masyarakat, serta peningkatan permintaan secara keseluruhan, sehingga memberi rangsangan bagi produsen untuk menambah investasi/memperluas kapasitas produksi akibatnya akan tercipta kesempatan kerja baru bagi masyarakat. Jadi pengeluaran pemerintah merupakan suatu cara untuk menggerakkan permintaan yang dapat memompa suatu perekonomian yang sedang tertekan dan memulihkan tingkat kesempatan yang tinggi. 5.4.2 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan (Sukirno, 2002). Dalam penelitian ini, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Semakin besar pengeluaran pemerintah maka ketimpangan distribusi pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini berarti pengeluaran pemerintah belum mampu menurunkan tingkat ketimpangan 94 distribusi pendapatan masyarakat. Pengeluaran yang tergolong belanja publik yang semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dalam penelitian ini mengalami peningkatan. Ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah belum sepenuhnya terjangkau atau dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Todaro (2000) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu secara langsung berupa “pembayaran transfer” dan secara tidak langsung melalui penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan dan sebagainya. 5.4.3 Pengaruh Investasi terhadap Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis jalur maka diperoleh bahwa selama tahun 2005-2013, investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini menunjukkan adanya hubungan searah antara investasi dengan kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang akan digunakan sebagai masa mendatang. Investasi meningkatkan output perekonomian dan dapat menghasilkan input. Oleh karena adanya investasiinvestasi baru maka memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau 95 kesempatan kerja baru yang akan menyerap tenaga kerja yang berkompeten dan berkualitas. Salah satu input yang mendorong salah satunya adalah tenaga kerja, tenaga kerja merupakan faktor pendorong penting dalam pertumbuhan perekonomian. Karena adanya investasi maka akan meningkatkan kesempatan kerja. Sehingga tenaga kerja merupakan salah satu input penting dalam perekonomian daerah maka dibutuhkan suatu kebijakan ketenaga-kerjaan terpadu yang menjadi bagian dari program pembangunan (ruang lingkup sektoral, provinsi dan nasional). Kebijakan tersebut harus dapat menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan maupun penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu kebijakan dan program pembangunan dapat benar-benar berpihak pada kaum miskin dan berorientasi pada masyarakat (Situmorang, 2007). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2009) yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu pemerintahan salah satunya dilihat dari sejauh apa pemerintah tersebut berhasil menciptakan lapangan kerja bagi masyarakatnya, dengan penciptaan lapangan kerja yang tinggi akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Stok modal atau investasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Karena adanya investasi maka dapat menciptakan lapangan kerja baru dan memperluas kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di suatu 96 daerah. Sebagai akibat yang akan terjadi penambahan output dan pendapatan baru pada faktor produksi tersebut dan akan menambah output nasional sehingga akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Saat ini investasi pemerintah di Provinsi Bali hanya berorientasi pada lingkup pariwisata saja, sehingga kesempatan kerja yang tercipta juga sebagian besar ada di bidang pariwisata. Pusat kawasan pariwisata berada di Kabupaten Badung, namun penyerapan tenaga kerja mampu menjangkau seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Untuk itulah pengembangan kawasan pariwisata melalui investasi khususnya di daerah yang belum terjamah perlu dilakukan agar kesempatan kerja tidak hanya berpusat di Kabupaten Badung saja. Seperti misalnya daerah kawasan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Tenaga kerja yang produktif tidak akan jauh-jauh ke Kabupaten Badung untuk mencari pekerjaan jika di Nusa Penida juga terdapat industri pariwisata yang mampu menyerap tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi investasi yang ada pada suatu Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, maka kesempatan kerja di daerah tersebut juga akan semakin banyak. 5.4.4 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Peran swasta dalam proses pembangunan sangat strategis, hal ini tercermin dalam struktur PDRB yang lebih dominan dibanding peran pemerintah. Melalui tambahan investasi yang ditanamkan di berbagai sektor yang menyebabkan ekonomi semakin tumbuh dan berkembang dengan indikatornya, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, pendapatan yang merupakan indikasi adanya 97 peningkatan kesejahteraan. Sehingga meningkatnya investasi swasta akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena terjadi perluasan produksi dan permintaan yang berdampak tidak hanya pada bidang ekonomi saja, akan tetapi telah meluas pada bidang-bidang sosial kemasyarakatan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2013, investasi menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini menunjukkan naiknya investasi kabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena semakin besar investasi maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat. Investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan segala hal bagi kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan pendapatan regional dari sembilan lapangan usaha yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkat, sehingga pertumbuhan ekonominya pun meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang dilakukan oleh Nata Wirawan (2005) yang menyatakan bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap PDRB Bali. Hal yang sama diungkapkan oleh Manuaba, B.P. (2006) yang menyatakan bahwa secara parsial pertumbuhan investasi berpengaruh positif dan nyata terhadap PDRB Kabupaten Badung 98 Besaran investasi yang masuk ke kabupaten/kota di Provinsi Bali akan memberi dorongan kuat pada capaian pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota. Selama tahun 2000-2013 secara rata-rata Investasi kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami peningkatan. Namun Kabupaten Badung merupakan wilayah yang secara persentase mempunyai kenaikan paling kuat di Provinsi Bali. Ini disebabkan karena Badung merupakan daerah pariwisata dan para investor lebih banyak menanamkan modalnya di bidang pariwisata dibandingkan dengan di sektor pertanian. Soekarni dkk (2010) berpendapat kenaikan ini merupakan pemeberlakuan paket kebijakan perbaikan iklim investasi melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2006 serta pemberlakuan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahnaz Rabiei & Mazoidi (2012) yang meneliti investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi di delapan negara yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Mesir, Iran, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Indonesia dan Turki. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa investasi asing berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi tiap negara. Peran investasi asing tercermin dalam pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, transfer teknologi, dan daya saing usaha yang meningkat. Namun penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Omoniyi, et.al (2011) di negara Nigera. Pada penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara investasi asing dengan pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Hal ini disebabkan karena investasi asing yang 99 masuk ke negara Nigeria tidak cukup besar untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Nigeria. 5.4.5 Pengaruh Investasi terhadap Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Ketimpangan Pendapatan Investasi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam peningkatan proses produksi. Investasi memiliki peran aktif dalam menentukan tingkat output, dan laju pertumbuhan output tergantung pada laju investasi (Arsyad, 1999).Sesuai dengan teori, investasi akan memperluas kesempatan kerja dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat sebagai konsekwensi naiknya pendapatan yang diterima masyarakat (Sun’an & Astuti, 2008). Dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat maka pendapatan cenderung membaik, sehingga dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. Hasil analisis tahun 2005-2013 menunjukkan bahwa investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Ini berarti bahwa investasi meningkat maka ketimpangan distribusi pendapatan akan meningkat. Di daerah yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi. Di daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Dengan perbedaan perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi 100 didaerah yang mapan mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau bertambahnya ketidakmerataan. Seperti halnya dikabupaten/kota di Provinsi Bali perkembangan investasi sangat dominan di Bali selatan yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Besarnya investasi di kedua daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian didaerah tersebut. Keengganan investor berinvestasi di sektor lain seperti pertanian membuat kabupaten lain sulit menyaingi kedua daerah ini dalam menarik investasi.Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yoga (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan investasi meningkatkan tingkat kesenjangan pembangunan antar daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali dan pertumbuhan investasi mempunyai pengaruh nyata atau pengaruh positif terhadap kesenjangan pendapatan. 5.4.6 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara sektor-sektor ekonomi sehingga dengan terciptanya pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan dan pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam suatu proses pembangunan ekonomi mencakup aktivitas ekonomi yang mengupayakan pengoptimalan penggunaan faktor-faktor ekonomi yang tersedia sehingga menciptakan nilai ekonomis, salah satu faktor ekonomi yang dimaksud adalah tenaga kerja. 101 Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kesempatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena peningkatan kesempatan kerja dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra Esmara (1990), pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja berkolerasi positif, tetapi besar kecilnya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap peningkatan kesempatan kerja ditentukan oleh faktor teknologi, dan kualitas tenaga kerja yang digunakan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Swasono (1983) yang menyatakan bahwa meskipun perluasan kesempatan kerja tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi semata, namun faktor pertumbuhan ekonomi cukup signifikan dan harus diperhatikan agar tercapai sasaran perluasan kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan dapat diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Sadono (1994:15) mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran sesuatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Sebagaimana penjelasan diatas, maka dengan meningkatnya angka pengangguran yang terdapat di suatu daerah akan menimbulkan masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Ketiadaan 102 pendapatan menyebabkan para penganggur harus mengurangi konsumsinya, yang mana pada akhirnya berakibat pada rendahnya pendapatan yang akan diterima oleh suatu daerah. Apabila keadaan pengangguran di suatu negara adalah sangat buruk, kekacauan politik dan sosial berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. 5.4.7 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan analisis jalur, maka diperoleh hasil bahwa kesempatan kerja berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali tidak hanya ketergantungan pada dunia kerja kantoran. Sehingga untuk menunjang sektor pariwisata di Provinsi Bali maka masing-masing kabupaten/kota lebih banyak mengembangkan potensi daerah mereka dengan mengembangkan industri kerajinan-kerajinan usaha kecil dan menengah (UKM) yang mampu meningkatkan pendapatan penduduknya. Hal ini menyebabkan kesempatan kerja yang ada mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan. Masalah distribusi pendapatan adalah suatu ukuran atas pendapatan yang diterima oleh setiap masyarakat. Menurut Todaro (2000:89) bahwa dalam mengukur distribusi pendapatan diukur dari 2 ukuran pokok yaitu distribusi pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan personal dan distribusi fungsional 103 yang mempertimbangkan individu sebagai totalitas yang terpisah-pisah. Kemudian menurut Ahluwalia (1997) yang menggambarkan penerimaan pendapatan penduduk yaitu 40 persen penduduk menerima pendapatan paling rendah, 40 persen penduduk menerima pendapatan menengah dan 20 persen menerima pendapatan yang paling tinggi. Salah satu cara dalam meningkatkan distribusi pendapatan adalah dengan adanya pelaksanaan pembangunan ekonomi, Suryono (2000:5) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk atau suatu masyarakat meningkat dalam jangka penjang. Oleh karena itu perlu adanya pelaksanaan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dan dilakukan dengan baik, sebab dengan pelaksanaan pembangunan ekonomi, akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan distribusi pendapatan bagi masyarakat.Kesempatan kerja di sektor-sektor seperti industri besar, kostruksi, perdagangan dan keuangan memang memberikan pendapatan dan nilai tambah yang tinggi namun ketersediaannya lebih banyak di perkotaan daripada di pedesaan yang didominasi oleh sektor primer, sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan terutama antara perkotaan dengan pedesaan. Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Estudilo Jonna P (1997), yang melakukan penelitian mengenai distribusi pendapatan di Filipina, dimana dari hasil penelitian menemukan ada pengaruh antara populasi/ penduduk dengan distribusi pendapatan dan selain itu pendapatan dari upah yang memiliki kontribusi dalam mempengaruhi distribusi pendapatan. Lebih lanjut 104 penelitian yang dilakukan oleh Lyndon, Pangemanan (2001) yang melakukan studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan. Dimana dari hasil penelitian yang menemukan kenaikan proporsi penduduk secara signifikan akan menurunkan distribusi pendapatan, kemudian proporsi anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri akan meningkatkan distribusi pendapatan rumah tangga. Sedangkan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan distribusi pendapatan rumah tangga, walaupun pertumbuhan ekonomi terus meningkat. 5.4.8 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu syarat tercapainya pembangunan ekonomi, namun yang perlu diperhatikan tidak hanya angka statistik yang menggambarkan laju pertumbuhan, namun lebih kepada siapa yang menciptakan pertumbuhan tersebut. Apakah hanya segelintir orang atau sebagian besar masyarakat. Jika sebagian kecil orang yang menikmati maka pertumbuhan ekonomi tidak mampu mereduksi kemiskinan dan memperkecil ketimpangan. Sebaliknya jika sebagian besar yang turut berpartisipasi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi maka kemiskinan dapat direduksi dan gap antara orang kaya dan orang miskin dapat diperkecil, Todaro (2006). Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin tinggi ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan 105 Kuznet dalam Soekirno, (1995) yang mengatakan bahwa proses pembangunan ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemerosotan yang cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita maka ketimpangan pendapatan juga akan meningkat, selanjutnya akan menurun yang dikenal dengan hipotesis U terbalik. Teori inisejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suarteja (2003) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan PDRB berpengaruh negatif terhadap tingkat disparitas hasil pembangunan.Tetapi penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Noegroho dan Soelistianingsih (2008) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh positif terhadap disparitas pendapatan. Konsep yang disampaikan Todaro & Smith, (2006) bahwa karakter pertumbuhan ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau tidak. Karakter tersebut terbangun melalui bagaimana cara pencapainnya. Karakter pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah pertumbuhan berbasisi sektor modal, dengan sektor pariwisata sebagai sektor prioritasnya. Ini berarti bahwa sektor pariwisata akan mempercepat pertumbuhan ekonomi tetapi tidak diikuti oleh penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. 5.4.9 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui 106 kesempatan kerja. Hal ini berarti semakin tinggi pengeluaran pemerintah semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, diikuti dengan peningkatan kesempatan kerja. Hal ini berarti bahwa besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja ternyata cukup kuat untuk memberi efek multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja memediasi pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari kebijakan fiskal yakni suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional (Sadono Sukirno, 2000). Tujuan dari kebijakan fiscal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output maupun kesempatankerja dan memacu pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah merupakan komponen relatif kecil dibanding komponen lain dalam penghitungan pertumbuhan ekonomi. Walau demikian, pengeluaran pemerintah mempunyai efek sosial politis yang strategis sebagai fungsi alokasi, distribusi, maupun stabilisasi. Selain itu, pengeluaran pemerintah pun mempunyai efek multiplier terhadap ekonomi makro riil dalam pergerakan jangka pendek dari output dan ketenagakerjaan (Samuelson & Nordhaus, 2001). Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses penambahan kemampuan suatu daerah untuk memproduksi barang dan jasa. Peningkatan produksi ini akan meningkatkan kebutuhan input tenaga kerja, sehingga akan 107 memperluas penyerapan kesempatan kerja. Kesimpulan dari Valerie A. Ramey dan NBER (2012) yang disampaikan pada konfrensi “Fiscal Policy after the Financial Crisis" di Milan pada Desember 2011 menunjukkan bahwa investasi sektor swasta menurun karena kenaikan pengeluaran pemerintah. Peningkatan pengeluaran pemerintah akan mengurangi pengangguran, tetapi bukan karena meningkatnya pegawai swasta tetapi karena meningkatnya pegawai pemerintah. Jamzoni Sodik melakukan penelitian pada tahun 2007, variabel pengeluaran pemerintah daerah yang terdiri dari pengeluaran pembangunan dan pengeluran rutin berpengaruh dan signifikan dengan tanda positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Untuk variabel yang lain, yaitu ekspor neto dan angkatan kerja signifikan dengan tanda yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardijono (2013) yang menyatakan pengaruh kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali tidak signifikan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Bali yang didominasi pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi cenderung padat modal, sehingga pemerintah perlu mengarahkan investasi swasta ke sektor-sektor padat karya. Tetapi penelitian yang dilakukan M.A. Loto (20011) yang meneliti dampak pengeluaran pemerintah per sektor terhadap pertumbuhan ekonomi di Negeria periode 1980-2008, tidak sejalan. Hasil penelitiannya menunjukkan pengaruh seluruh sektor pada pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Kemungkinan perbedaan ini disebabkan karena data 108 yang diambil berbeda dan lokasi yang dilakukan juga berbeda, atau ada perbedaan pengelolaan pengeluaran Pemerintah Nigeria dengan Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali. 5.4.10 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Adelmen dan Morris dalam Yoga (2006) mengatakan penyebab dari ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah pertambahan penduduk yang tinggi, inflasi, ketidakmerataan pembangunan daerah, capital intensive, rendahnya mobilitas sosial, kebijakan industri, memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara yang sedang berkembang dengan negara maju dan hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga. Dalam penelitian ini, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Dimana semakin besar pengeluaran pemerintah maka kesenjangan pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini berarti pengeluaran pemerintah belum mampu menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat. Pengeluaran yang tergolong belanja publik yang semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat menurunkan kesenjangan pendapatan dalam penelitian ini mengalami peningkatan. Ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah belum sepenuhnya terjangkau atau dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. 109 Alokasi anggaran pembangunan sebagai instrumen untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tampaknya lebih perlu diperhatikan. Strategi alokasi anggaran tersebut harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat untuk mengurangi ketimpangan regional (Majidi, 1997). Delis (2008) pertumbuhan tidak selalu terjadi secara merata pada semua wilayah. Pada tahap awal, proses pembangunan cenderung terkosentrasi dan terpolarisasi pada area pusat suatu wilayah. Pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerjadan pertumbuhan ekonomi adalah tidak signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerjadan pertumbuhan ekonomi tidak memediasi secara parsial pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan (Hair et al, 2010). 5.4.11 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kesempatan KerjaKabupaten/Kota di Provinsi Bali melalui Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi-investasi baru sebagai stok modal. Semakin banyak tabungan yang kemudian diinvestasikan, maka semakin cepat terjadi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi secara riil, tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada setiap tabungan dan investasi tergantung dari tingkat produktivitas investasi tersebut (Harrod Domar dalam Jawas, 2008). Kabupaten/kota di Provinsi Bali secara ekonomi termasuk memiliki posisi strategis sehingga penelitian mengenai perekonomian Bali juga memilki daya penting dan strategis. Mengingat posisi strategis pertumbuhan ekonomi (PDRB) 110 dan letak geografisnya, maka hasil pertumbuhan tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat signifikan terhadap penyerapan dan indikator pertumbuhan ekonomi lainnya. Sehingga penelurusan tentang potensi ekonomi dan keterkaitan indikator lainnya dengan mempertimbangkan hubungan kewilayahan penting untuk dilakukan. Konsep yang disampaikan Todaro dan Smith bahwa karakter pertumbuhan ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau tidak. Karakter tersebut terbangun melalui bagaimana cara pencapainnya, sektor prioritas, serta lembaga yang mengaturnya (Todaro & Smith, 2006). Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung investasi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja memediasi secara parsial pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi memberi kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses penciptaan output jangka panjang. Ini sejalan dengan hasil penelitian Were dalam Haryadi (2009), bahwa investasi tidak memberi dampak secara langsung pada tahun bersangkutan, namun baru dapat dirasakan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi setelah beberapa tahun kemudian. 5.4.12 Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Kesempatan Kerjadan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Keberhasilan pembangunan di suatu daerah disamping ditentukan oleh besarnyapengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya 111 investasi. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sajafii, 2009). Investasi dapatmenjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena semakin besar investasi maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat. Investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan segala hal bagi kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan pendapatan regional dari sembilan lapangan usaha yang ada dikabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkat, sehingga pertumbuhan ekonominya pun meningkat. Daerah yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi. Di daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Dengan perbedaan perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi didaerah yang mapan mengakibatkan terjadinya kesenjangan atau bertambahnya ketidakmerataan. Seperti halnya dikabupaten/kota diProvinsi Bali perkembangan investasi sangat dominan di Bali selatan yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Besarnya investasi di kedua daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian di daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui kesempatan kerjadan 112 pertumbuhan ekonomi adalah signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja memediasi secara penuh pengaruh investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Penelitian yang dilakukan oleh Darma Rika Swaramarinda dan Susi Indriani (2011) yang meneliti peranan variabel pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran investasi pemerintah berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi hal ini karena pengeluaran investasi pemerintah memilki peran ekonomi dan mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat dan anggaran pembangunan dialokasikan terutama untuk membiayai proyek-proyek yang tidak dibiayai sendiri oleh masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahnaz Rabiei & Mazoidi (2012) yang meneliti investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi di delapan negara yang mayoritas penduduknya musli, seperti Mesir, Iran, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Indonesia dan Turki. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa investasi asing berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi tiap negara. Alokasi investasi yang tidak seimbang pada kabupaten/kota akan sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, karena semakin tinggi investasi, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Besarnya investasi di setiap daerah akan meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga berdampak pada kesenjangan pendapatan masyarakat. Investasi yang tinggi 113 berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesenjangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi. 5.4.13 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Sehubungan dengan kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam mempercepat proses konvergensi PDRB per kapita di Provinsi Bali, yaitu dengan pola pertumbuhan yang tidak seimbang pada besarnya kesempatan kerja untuk meningkatkan PDRB per kapita. Dibukanya lapangan kerja yang padat karya dengan mempertimbangkan pemerataan fisik dan prasarana pendidikan di setiap kabupaten/kota juga merupakan upaya yang tepat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerataan dalam fasilitas pendidikan akan dapat membantu mempercepat proses konvergensi antar daerah. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dariwaktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi untuk memenuhi pasar domestik yang meningkat. Namun disisi lain, Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat yang tingkat pertumbuhan ekonominya masihrendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi. 114 Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung kesempatan kerja terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi adalah positif maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memediasi pengaruh kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, artinya mediasi pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk pengurangan ketimpangan pendapatan. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Pengeluaran pemerintah secara langsung berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja. Hal ini berarti bahwa besarnya pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat meningkatkan kesempatan kerja. 2) Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Semakin besar pengeluaran pemerintah maka ketimpangan distribusi pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini berarti pengeluaran pemerintah belum mampu menurunkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. 3) Investasi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini menunjukkan adanya hubungan searah antara investasi dengan kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja. 4) Investasi secara langsung menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini menunjukkan naiknya investasi kabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 115 116 5) Investasi secara langsung berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan pendapatan. Ini berarti bahwa investasi meningkat maka ketimpangan distribusi pendapatan akan meningkat. 6) Kesempatan kerja secara langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena peningkatan kesempatan kerja dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan ekonomi. 7) Kesempatan kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali tidak hanya ketergantungan pada dunia kerja kantoran, justru sebagian besar merupakan pegawai kontrak. 8) Pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadapketimpangan pendapatan. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin tinggi ketimpangan pendapatan. 9) Pengeluaran pemerintah secara tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melelui kesempatan kerja. Hal ini berarti bahwa besarnya pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat meningkatkan pertumbuhan melalui kesempatan kerja. Besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja ternyata cukup kuat untuk memberi efek multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena melalui mediasi kesempatan kerja mampu meningkatkan petumbuhan ekonomi. 117 10) Pengeluaran pemerintah secara tidak langsung mempunyai pengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dan pengaruh positif membawa penurunan ketimpangan pendapatan yang artinya pendapatan dapat lebih merata. Hal ini berarti kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memediasi pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan. 11) Investasi secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja, namun peningkatan pertumbuhan ekonomi masih lebih rendah daripada sebelum mediasi, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja belum diperlukan untuk memediasi pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. 12) Investasi secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Setelah melalui mediasi kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan semakin tinggi dan timpang. Hal ini berarti kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi belum diperlukan memediasi pengaruh investasi terhadap ketimpangan pendapatan. 13) Kesempatan kerja secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali, namun pengaruh positif membawa penurunan ketimpangan pendapatan yang artinya pendapatan dapat lebih merata. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memediasi pengaruh kesempatan kerja terhadap ketimpangan pendapatan. 118 6.2 Saran Dari kesimpulan dan pembahasan diatas maka melalui penelitian ini dicoba untuk memberi masukan bagi pengambil keputusan yaitu: 1. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Provinsi Bali dan melalui kesempatan kerja ketimpangan masyarakat menurun yang artinya distribusi pendapatan lebih merata. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dan hati-hati khususnya dalam penetapan strategi pengalokasian dan pendistribusian pengeluaran pemerintah agar pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali lebih berdampak pada perluasan kesempatan kerja di Provinsi Bali. 2. Alokasi investasi hendaknya diarahkan pada kabupaten/kota yang memilki investasi fisik yang rendah, sehingga alokasi investasi tidak terpusat pada daerah tertentu dan alokasi investasi juga diharapkan merata di semua sektor. Alokasi investasi juga harus dilihat berdasarkan potensi daerah yang belum diupayakan, sehingga mampu memberikan nilai tambah yang baru terhadap pertumbuhan ekonomi daerahnya. Investasi yang masuk ke Provinsi Bali harus diarahkan ke sektor-sektor padat karya dan didistribusikan merata di wilayah Provinsi Bali. Pemerintah harus memiliki gambaran wilayah maupun sektor/lapangan usaha alokasi agar dapat dijadikan pedoman yang akurat dalam penetapan kebijakan investasi di Provinsi Bali. Di samping itu, pemerintah pun harus memiliki komitmen untuk menerapkan kebijakan investasi yang berpihak pada masyarakat Provinsi Bali. Dengan demikian, investasi dapat mengurangi ketimpangan pendapatan mayarakat Provinsi Bali 119 secara menyeluruh melalui perluasan kesempatan kerja peningkatan pertumbuhan ekonomi.. 3. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebaiknya peneliti berikutnya menambah jumlah variabel independen yang mempengaruhi variabel pertumbuhan ekonomi sehingga model yang dihasilkan menjadi lebih baik. 120 DAFTAR PUSTAKA Aaberge, Rolf & Audun Langorgen. 1997. Fiscal and Spending Behavior of LocalGovernment: An empirical analysis based on Norwegian data. Statistics Norway, Discussion paper no. 196. Adhisasmita. 2005. Analisis Kesenjangan Pembangunan Regional : Indonesia 1992-2004. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang, Vol. 9, No. 2, Hal: 129-142. Alisjahbana, Armida S., 2000, The Implication of Fiscal Decentralisation on Local Government Own Revenue Mobilization, Economic Journal, Vol. XV, No. 2, September 2000,7-26. Arsyad, L.1997. Ekonomi Pembangunan. Edisi 3. Bagian Penerbitan STIE YPKN Yogyakarta. Arisudi, Mokh. Azis, 1997. ”Disparitas Pendapatan dan Perkembangan Pengkuran Kemiskinan di Indonesia : Suatu Telah’ah terhadap Fenomena Kuznet”. Central Library of Brawijaya University – Malang. __________.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. Penerbit BPFE – Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2014. PDRB Provinsi Bali Tahun 2009-2013. _______. 2010. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2005-2009”. Badan Perencanaan Pemerintah daerah Provinsi Bali dan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Barro, Roberi. J.1999. Inequality, Growth, and Investment. NBER Working Paper Series (Working paper 7038) Boediono. 1981. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Case, 1999, Public Administration a Comparative Perspektive, by PrenticeHall,Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Case, K.F. & Fair, R.C. 2009(Benyamin Molan, Pentj). Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang. 121 Dakurah, A. H. Davies, S. P. and Sampath, R. K. (2001), Defense Spending andEconomic Growth in Developing Countries A Causality Analaysis, Journal ofPolicy Modelling, 23 pp 651-658. Dalamagas, B. (2000), Public Sector and Economic Growth: the Greek Experience : Applied Economics, 32(3), pp 277-288. De Fretes, Pieter N.2007. Analisis tentang Pengaruh Investasi Terhadap Pembangunan Ekonomi di Provinsi Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol. 5 (1), 8-17 Deller, Steven, Craig Maher, & Victor Lledo. 2002. Wisconsin local government,State share revenue and the illusive flypaper effect. University of Wisconsin-Madison, working paper. ________, 2005. Categorical Municipal Expenditures with a focus on the flypaper effect. Public Budgeting/Fall. Dogan, E. and Tang, T. C. (2006), Government Expenditure and national Income: Causality Tests for five South East Asian Countries, International Business & Economics Research Journal, Vol. 5, No. 10, pp. 49-58. Dumairy, MA.1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta Edward, N-A. (2009), Public Spending and Economic Growth: Evidence fromGhana (1970-2004), Development Southern Africa, vol. 26, No. 3, pp. 477-497 Elyani. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Berinvestasi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu. Vol 3 (1), 42-50 Ferdinand, A, 2002. Structural Equation Modelling Dalam Peneltian, Edisi 2.Semarang : Seri Pustaka Kunci 03/BP UNDIP Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. 2011. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan AMOS 21.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati Damodar N. 1993. Basic Econometrics.2003. Fourth Edition Halim, 2001. Bunga Rampai : Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. 122 Halim Abdul, 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yokyakarta : UPP-YKPN Haryadi. 2009. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Struktural Kebijakan Makroekonomi Indonesia : Suatu Analisis Business Cycle Dari Sisi Permintaan. Vol. 8 : 63 – 76. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Hines, J.R. & Richard H. Thaler. 1995. Anomalies – The flypaper effect. Jornal of Economic Perspectives 9 (4): 217-226. Hair, J.F. 1998. Multivariate Data Analysis. Fourth Edition. New York : Maemillan Publishing Company. Lewis. 1954.Microeconomic Theory A Mathematical Approach Third Edition Singapore, Mc Graw-Hill International Book Co. Jawas, Musleh.2008. “Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Muslim Tahun 2004 – 2005” (Skripsi). Yokyakarta : Universitas Islam Indonesia. Jhingan, ML.1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Edisi keenambelas, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Joseph F.Hair.Jr. William C, Black Barry J, Babin Rolph E. Anderson, Pearson. 2010. Multivariate Data Analysis. Seventh edition. Kerlinger, Fred. N. 2002. Asas-asas Penelitian Beharioral. Edisi Ketiga (Penerjemah: Landung R. Simatupang). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kembar, Sri-Budhi, M. 2010. Memaknai Bias-Bias Kinerja Indikator Pembangunan Kaitannya Dengan Kesejahteraan. Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar : Universitas Udayana. Kunarjo. 1993. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. Edisi Kedua. Universitas Indonesia. Loto, M.A. 2011. Impact of Government Sectoral Expenditure on Economic Growth. Vol.3(11), pp. 646-652, 7 Oktober 2011. Journal of Economics and International Finance. 123 Lubis, Pardamean. Afifudin, Sya’ad & Mahalli, Kasyful. 2008. Analisis Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Permintaan Investasi di Indonesia. Vol.3 (2), 111-126 Mangkoesoebroto, Guritno.2001.Ekonomi Publik, BPFE, Yogyakarta. Marhaeni, A.A.I.N. dan Manuati Dewi, I.G.A. 2004. Buku Ajar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Manuaba, B.P. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Pertumbuhan investasi, dan Ekspor Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Badung. Tesis S2 MEP UNUD Denpasar (tidak dipublikasikan). Nata Wirawan. 2001. Statistik Deskriptif, edisi kedua. FE Unud. ____________,2005. Analisis Pengaruh Pertumbuhan investasi dan Ekspor Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali (1989-2003). Tesis MEP UNUD Denpasar (tidak dipublikasikan). Nehen, I.K.. 2010. Perekonomian Indonesia. Denpasar : Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Nugroho, Iwan & Rochim Danuri, 2004, Pembangunan Wilayah Persepektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, Cetakan Pertama, LP3ES, Jakarta. Omoniyi. B, Benyamin. Omobitan. Olufunsho Abayomi 2011. The Impact of Foreign Direct Investment on Economic Growth in Nigeria. InternationalResearch Journal of Finance and Economic. [Online] 73 : Ranis, Gustav. 2004. Human Development and Economic Growth. Center Discussion Paper No. 887. Economic Growth Center. Yale University. www.econ.yale.edu/~egcenter Rustiono, Dedy. 2008. “Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah” (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. Samuelson, Paul A dan William D.Nordhaus.1996. Makro Ekonomi (terjemahan). Edisi keempatbelas, Erlangga,Jakarta. Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yokyakarta. Penerbit ANDI. 124 Sjafii, Ahmad, 2009. Pengaruh Investasi Fisik dan Investasi Pembangunan Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 1990 – 2004 Journal of Indonesia Applied Economics, Vol 3, No 1 hal 59 – 76. Simon Kuznets, 1955. Economic Growth and Income Inequality,The American Economic Review, Volume XLV. Sinung Noegroho, Yoenanto dan Lana Soelistianingsih, 2007. ”Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten/Kota di Propinsi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional ” Pararel Session IV A : Urban & Regional. UI – Depok. Singarimbun, Masri.1995. Metode Penelitian Survei. LP3S, Jakarta Soekarni, M. Hidayat, AS. Suryanto, J.2010. Peta Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia, Vol 18 No 1. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Pusat Peneliti Ekonomi. Sodik, J. 2007. Pengeluaran Pemerintah Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional : Studi Kasus Data Panel Di Indonesia. Vol. 12 Nomor 1. Economic Journal of Emerging Markets. Sukirno, Sadono, 1995. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan LPFE - UI, Jakarta.Syafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, LP3ES, Jakarta. ________,2002. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. ________, S. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Susanti. 1995. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Tengah” (tesis). Yogyakarta: UGM. Susiyati, Bambang Hirawan. 2007.Otonomi daerah Sebagai Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik (Bagi Orang Miskin) di Indonesia.Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 125 Suwarno, 2008. Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal asing Pada Industri Manufaktur di Jawa Timur. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis. Vol. 8 (1), 50-57. Suyana Utama, Made. 2008. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Buku Ajar, Sastra Utama, Denpasar. ________, 2009. “Hubungan Anatara PDRB Perkapita, Struktur Ekonomi, dan Belanja Publik Perkapita Dengan Ketimpangan Pendapatan Masyarakat Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali” (Laporan Penelitian) Denapasar Universitas Udayana. ________, 2011. Metode Kunatitatif. Modul pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar. Susilowati, 2008, Analisis Kinerja Keuangan Daerah dan Pengaruhnya terhadap PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tesis S-2, PPSUniversitas Udayana, Denpasar. Sun’an Muammil & Astuti Endang. 2008. Analisis Investasi, Pengeluaran Pemerintah dan pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Vol 1 No. 1 : Iqtishodunia Thanh Pham, 2009. Goverment expenditure and economic growth: vidence for Singapore, Hongkong, Cina and Malaysia, Erasmus University Rotterdam. Todaro, Michael P.1997. Ekonomic Development. Sixth Edition. Longman, London and New York. ________2006. Pembangunan Ekonomi, Edisi ke-sembilan. (Drs. Haris Munandar, MA dan Puji A.L., SE, Pentj). Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. World Bank. 1997. Desentralisasi dan Pertumbuhan Ekonomi. Urban Sector Development Unit Infrastructure Departement. ________.2007. Indonesia Public Expenditure Review, Conference Edition. Yoga, I Made Sedana. 2006. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap Kesenjangan Pembangunan antardaerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. 126 Lampiran 1. Data Penelitian Kabupaten /Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Ketimpangan Distribusi Pendapatan Pengeluaran Pemerintah (dlm ribuan) Investasi (dlm ribuan) Kesempatan Kerja (%) X1 X2 X3 X4 Y 633.26 652.17 662.45 713.29 736.23 757.36 784.84 831.10 872.72 594.22 623.74 643.60 686.20 720.26 748.91 804.31 844.20 901.48 591.51 604.09 622.40 666.49 553.04 567.00 589.65 661.85 694.33 460.34 474.66 478.98 514.94 516.89 532.81 559.61 592.01 624.46 776.26 821.16 1270.59 1568.28 1764.92 1960.81 2704.49 3016.48 3406.62 655.38 662.96 1034.32 1250.68 1364.15 1508.93 1742.72 1875.69 2151.79 1753.50 1746.06 2642.86 3144.29 2810.02 3004.81 3359.64 4233.04 5130.99 915.12 924.18 1361.29 1626.96 1553.94 1601.50 1693.80 1881.51 2080.50 96.43 96.65 96.78 97.68 97.74 97.86 97.98 98.26 98.54 96.54 96.66 96.81 97.69 97.87 98.07 98.20 98.78 98.90 96.62 96.70 96.82 97.49 97.59 97.61 97.70 98.44 98.95 96.68 96.73 96.82 97.29 97.39 97.43 97.54 98.28 98.62 5.00 4.52 5.11 5.05 4.82 4.57 5.61 5.90 5.38 5.96 5.25 5.76 5.22 5.44 5.68 5.82 5.91 6.03 5.61 5.03 6.85 6.91 6.39 6.48 6.69 7.30 6.41 5.47 5.20 5.89 5.90 5.93 6.04 6.76 6.79 6.43 0.261 0.233 0.238 0.258 0.237 0.258 0.402 0.371 0.365 0.233 0.261 0.248 0.244 0.253 0.260 0.365 0.347 0.323 0.297 0.279 0.174 0.267 0.227 0.286 0.339 0.326 0.301 0.256 0.284 0.241 0.279 0.249 0.272 0.328 0.336 0.311 Pertumbuhan Ekonomi (%) 127 Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2005 2006 2007 2008 2009 2010 875.73 905.70 929.34 1008.07 1052.01 1097.79 1163.79 1190.60 1273.94 601.65 620.20 646.38 699.18 765.86 791.56 829.70 890.40 950.05 413.62 430.42 443.33 482.34 517.13 550.19 589.57 602.85 642.42 477.81 486.60 504.00 542.14 565.99 584.46 610.64 619.47 654.92 737.07 769.10 782.70 848.15 679.92 686.25 822.42 833.05 1324.94 1612.14 1802.07 2012.35 2234.04 2289.25 2607.03 647.38 648.41 972.15 1159.27 1331.82 1404.81 1477.87 1627.47 1830.73 398.89 405.77 662.00 811.50 902.66 1005.23 1070.32 1128.71 1260.59 582.72 596.15 883.00 1062.40 1155.04 1235.32 1291.43 1467.65 1640.58 793.95 814.79 1250.84 1518.53 1452.34 1615.65 96.46 96.68 96.86 97.04 97.20 97.41 97.64 98.46 98.64 96.49 96.52 96.69 97.43 97.68 97.85 97.99 98.39 98.79 96.52 96.68 96.92 97.14 97.34 97.53 97.68 98.49 98.78 96.74 96.82 96.96 97.08 97.45 97.83 98.04 98.28 98.57 96.51 96.59 96.60 97.49 97.61 97.73 5.41 5.03 5.54 5.07 4.92 5.43 5.81 6.03 5.71 4.46 4.25 4.48 4.02 5.71 4.97 5.84 5.99 5.61 5.13 4.80 5.20 5.07 5.01 5.09 5.19 5.73 5.81 5.60 5.35 5.82 5.84 6.10 5.85 6.11 6.52 6.71 6.05 5.88 6.60 6.83 6.53 6.57 0.276 0.245 0.226 0.288 0.287 0.286 0.378 0.348 0.312 0.233 0.218 0.181 0.237 0.226 0.222 0.268 0.305 0.295 0.250 0.232 0.229 0.208 0.215 0.233 0.292 0.288 0.268 0.275 0.239 0.211 0.249 0.261 0.256 0.343 0.333 0.321 0.262 0.287 0.269 0.266 0.265 0.295 128 2011 715.38 1796.84 2012 728.32 1936.72 2013 770.10 2164.02 Sumber: Data Penelitian Digabungkan, 2014. 97.88 98.23 98.73 6.77 7.18 6.54 0.340 0.425 0.401 129 Lampiran 2 Uji Normalitas data Assessment of normality (Group number 1) Variable X1 X2 X3 X4 Y Multivariate min 4.140 3.990 96.430 4.020 .174 max 12.740 51.310 98.950 7.300 .425 skew 1.038 1.526 .230 .007 .692 c.r. 3.815 5.607 .845 .025 2.543 kurtosis 1.056 3.228 -1.103 -.476 .229 3.951 c.r. 1.941 5.930 -2.027 -.874 .420 2.125 130 Lampiran 3 Maximum Likelihood Estimates Regression Weights: (Group number 1 - Default model) X3 X3 X4 X4 Y Y Y Y <--<--<--<--<--<--<--<--- X2 X1 X2 X3 X1 X2 X3 X4 Estimate S.E. .047 .008 .077 .038 .033 .010 .180 .115 .007 .003 .000 .001 .025 .007 .022 .007 C.R. 5.931 2.040 3.351 1.560 2.601 .392 3.423 3.079 P *** .041 *** .119 .009 .695 *** .002 Label par_1 par_8 par_2 par_9 par_3 par_4 par_5 par_6 Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model) X3 X3 X4 X4 Y Y Y Y <--<--<--<--<--<--<--<--- X2 X1 X2 X3 X1 X2 X3 X4 Estimate .544 .187 .399 .186 .231 .043 .360 .298 Covariances: (Group number 1 - Default model) X2 <--> X1 Estimate S.E. C.R. P Label 4.925 1.777 2.772 .006 par_7 Correlations: (Group number 1 - Default model) X2 <--> X1 Estimate .326 Variances: (Group number 1 - Default model) X2 X1 e1 e2 Estimate S.E. C.R. P Label 72.128 11.404 6.325 *** par_10 3.164 .500 6.325 *** par_11 .322 .051 6.325 *** par_12 .359 .057 6.325 *** par_13 131 e3 Estimate .001 S.E. C.R. P Label .000 6.325 *** par_14 Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model) X3 X4 Y Estimate .398 .283 .492 Matrices (Group number 1 - Default model) Implied (for all variables) Covariances (Group number 1 - Default model) X1 X2 X3 X4 Y X1 3.164 4.925 .474 .249 .040 X2 X3 X4 Y 72.128 3.757 3.069 .212 .534 .221 .022 .500 .019 .003 Implied (for all variables) Correlations (Group number 1 - Default model) X1 X2 X3 X4 Y X1 1.000 .326 .365 .198 .435 X2 X3 X4 Y 1.000 .605 .511 .489 1.000 .427 .598 1.000 .519 1.000 Implied Covariances (Group number 1 - Default model) X1 X2 X3 X4 Y X1 3.164 4.925 .474 .249 .040 X2 X3 X4 Y 72.128 3.757 3.069 .212 .534 .221 .022 .500 .019 .003 Implied Correlations (Group number 1 - Default model) X1 X1 1.000 X2 X3 X4 Y 132 X2 X3 X4 Y X1 .326 .365 .198 .435 X2 1.000 .605 .511 .489 X3 X4 Y 1.000 .427 .598 1.000 .519 1.000 Residual Covariances (Group number 1 - Default model) X1 X2 X3 X4 Y X1 .000 .000 .000 -.228 -.005 X2 X3 X4 Y .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 -.002 .000 Standardized Residual Covariances (Group number 1 - Default model) X1 X2 X3 X4 Y X1 .000 .000 .000 -1.589 -.442 X2 X3 X4 Y .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 -.332 -.158 Factor Score Weights (Group number 1 - Default model) Total Effects (Group number 1 - Default model) X3 X4 Y X1 .077 .014 .009 X2 .047 .042 .002 X3 .000 .180 .029 X4 .000 .000 .022 Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model) X3 X4 Y X1 .187 .035 .309 X2 .544 .500 .388 X3 .000 .186 .416 X4 .000 .000 .298 Direct Effects (Group number 1 - Default model) 133 X3 X4 Y X1 .077 .000 .007 X2 .047 .033 .000 X3 .000 .180 .025 X4 .000 .000 .022 Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model) X3 X4 Y X1 .187 .000 .231 X2 .544 .399 .043 X3 .000 .186 .360 X4 .000 .000 .298 Indirect Effects (Group number 1 - Default model) X3 X4 Y X1 .000 .014 .002 X2 .000 .008 .002 X3 .000 .000 .004 X4 .000 .000 .000 Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model) X3 X4 Y X1 .000 .035 .078 X2 .000 .101 .345 X3 .000 .000 .056 X4 .000 .000 .000 134 Lampiran 4 Model Fit Summary CMIN Model Default model Saturated model Independence model NPAR 14 15 5 CMIN 4.425 .000 132.713 DF 1 0 10 P .035 CMIN/DF 4.425 .000 13.271 RMR, GFI Model Default model Saturated model Independence model RMR .059 .000 1.791 GFI .979 1.000 .550 AGFI .684 PGFI .065 .325 .367 NFI Delta1 .967 1.000 .000 RFI rho1 .667 IFI Delta2 .974 1.000 .000 TLI rho2 .721 Baseline Comparisons Model Default model Saturated model Independence model .000 .000 Parsimony-Adjusted Measures Model Default model Saturated model Independence model PRATIO .100 .000 1.000 PNFI .097 .000 .000 PCFI .097 .000 .000 NCP 3.425 .000 122.713 LO 90 .156 .000 89.188 NCP Model Default model Saturated model Independence model HI 90 14.050 .000 163.687 FMIN Model Default model Saturated model Independence model FMIN .055 .000 1.659 F0 .043 .000 1.534 LO 90 .002 .000 1.115 HI 90 .176 .000 2.046 CFI .972 1.000 .000 135 RMSEA Model Default model Independence model RMSEA .207 .392 LO 90 .044 .334 HI 90 .419 .452 AIC 32.425 30.000 142.713 BCC 34.695 32.432 143.524 PCLOSE .054 .000 AIC Model Default model Saturated model Independence model BIC 65.947 65.917 154.685 CAIC 79.947 80.917 159.685 ECVI Model Default model Saturated model Independence model ECVI .405 .375 1.784 LO 90 .364 .375 1.365 HI 90 .538 .375 2.296 HOELTER Model Default model Independence model HOELTER .05 70 12 HOELTER .01 120 14 MECVI .434 .405 1.794 136 Lampiran 5 Standardizes Estimates Pengaruh Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi Serta Ketimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali