BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Risiko Pengertian risiko menurut Soemarno (2009) adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. Secara umum, risiko dapat mengacu pada hal – hal yang sangat tidak pasti atau berbahaya. Risiko yang berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Risiko dapat berarti peluang timbulnya kerugian (probability of loss), kesempatan timbulnya kerugian (chance of loss) atau sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan (dispersion of actual from expected result). Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Vaughan dan Elliott (1996), istilah risiko didefinisikan sebagai berikut: 1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah peluang kerugian) Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu peluang terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian. Dan chance of loss 100% yang berarti kerugian adalah pasti sehingga tidak akan terjadi risiko. 2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian) Istilah “possibility” berarti bahwa probabilitas suatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai sehari – hari. 7 8 3. Risk is Uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian) Dalam hal ini ada pemahaman bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian, munculnya risiko disebabkan karena adanya ketidakpastian. Keidakpastian tidak dapat sepenunya dihilangkan namun dapat dikurangi dengan melakukan analisis risiko dan manajemen risiko. 4. Risk is the dispersion of actual from expected result (Risiko adalah penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan). 5. Risk is the probability of any autcome different from the one expected (Risiko adalah probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan) Menurut Darmawi (2000) definisi risiko jika dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga, dengan kata lain kemungkinan itu akibat adanya ketidakpastian dimana ketidakpastian itu menupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko yang bersumber dari berbagai aktivitas. jika dikaji lebih lanjut, kondisi yang tidak pasti ini timbul karena berbagai sebab, antara lain : 1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya. 2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan 3. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan/teknik mengambil keputusan. 2.2. Kategori Risiko Risiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yaitu risiko spekulatif dan risiko murni, berikut uraiannya : 1. Risiko spekulatif 9 Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi agar dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis (business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama mendapatkan keuntungan atau malah mendapatkan kerugian. Risiko yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. 2. Risiko murni Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian, kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Salah satu cara menghindarkan risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat diasuransikan (insurable risk ). Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk risiko murni tidak dapat kemungkinan untung. 2.3. Derajat Risiko Menurut Vaughan dan Elliott (1996) derajat risiko (degree of risk) adalah ukuran risiko lebih besar atau risiko lebih kecil. Jika suatu risiko diartikan sebagai ketidakpastian, maka risiko terbesar akan terjadi bila terdapat dua kemungkinan hasil 10 yang masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk terjadi. Menurut Deere D. dkk dalam Water Safety Plan (WSP) tahun 2009, derajat risiko merupakan hasil dari penilaian perkiraan seringnya/frekuensi dan keparahan/konsekuensi yang dituangkan dalam penilaian rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi. Hal tersebut tergantung dari dampak dari risiko yang dialami. 2.4. Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan aplikasi manajemen umum yang berhubungan dengan berbagai aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Definisi tentang manajemen risiko bersangkutan dengan cara yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk mencegah ataupun menanggulangi suatu risiko yang dihadapi. Menurut Smith (1990), manajemen risiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah risiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. Menurut Deere D. dkk dalam Water Safety Plan (WSP) atau Tuntunan Manajemen Risiko untuk Pemasok Air Minum (2009), risiko yang terkait dengan tiap bahaya dapat digambarkan dengan mencari kemungkinan terjadinya (seperti pasti, mungkin dan jarang) dan mengevaluasi parahnya konsekuensi jika bahaya tersebut muncul (seperti tidak berarti, berdampak besar, dan bencana). Selain itu dampak potensial pada kesehatan masyarakat adalah pertimbangan yang paling penting, namun faktor lain seperti efek estetika, kelangsungan dan kecukupan pasokan, dan reputasi pengelola juga harus dipertimbangkandengan cara membedakan antara risiko yang signifikan dengan risiko yang kurang signifikan. Selain itu cara terbaik dalam memulai 11 hal tersebut adalah dengan membuat tabel sederhana sehingga secara sistematis mencatat semua peristiwa yang berpotensi bahaya dan bahaya terkait, sekaligus dengan perkiraan besarnya risiko. Manajemen risiko yang juga merupakan proses sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis dan menanggapi risiko proyek dapat juga sebagai prosedur untuk mengendalikan tingkat risiko dan untuk mengurangi dampaknya. Dalam bentuk suatu rencana atau prosedur yang reaktif, manajemen risiko sebagai rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko, dimana didalamnya termasuk perencanaan (planning), identifikasi (identification), penilaian (assesment), analisa (analysis), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring) terhadap risiko. Dengan demikian melalui manajemen risiko akan dilakukan metode yang tepat untuk menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita akibat risiko. Secara tidak langsung, manajemen risiko dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Memberikan pemahaman tentang risiko, efek dan keterkaitannya secara lebih baik dan pasti sehingga menambah keyakinan dalam pengambilan keputusan. b. Meminimumkan jumlah kejadian diluar dugaan dan memberikan gambaran tentang akibat negatifnya sehingga mengurangi ketegangan dan kesalahpahaman. c. Menangkal timbulnya hal–hal dari luar yang dapat mengganggu kelancaran operasional. d. Membantu menyediakan sumber daya dengan baik. e. Menimbulkan kedamaian pikiran dan ketenangan tenaga kerja dalam bekerja. f. Meningkatkan public-image sebagai wujud tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. 12 Untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap risiko–risiko, Flanagan dan Norman (1993) mengemukakan kerangka dasar langkah–langkah sebagai berikut : Identifikasi Risiko Klasifikasi Risiko Tidak Tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut Ya Penilaian kembali Setelah beberapa waktu Analisis Risiko Pengaruh yang dapat diabaikan Risiko dianggap penting Menyingkapi Risiko Tanggapan Terhadap Risiko Gambar 2.1 Kerangka Umum Manajemen Risiko Sumber : Flanagan dan Norman, 1993 Pada gambar 2.1. dijelaskan tentang faktor–faktor yang harus dipertimbangkan pada tahapan identifikasi risiko, dimana berbagai aspek dibahas secara runtut. Tahapan yang terdapat pada gambar 2.1. dapat dijelaskan sebagai berikut: Identifikasi risiko merupakan identifikasi terhadap sumber – sumber dan jenis risiko. Klasifikasi risiko yaitu mempertimbangkan jenis risiko dan efeknya terhadap perseorangan maupun organisasi, jika telah menemukan efek terhadap risiko tersebut maka dapat dilakukan analisis lebih lanjut, jika tidak maka risiko tersebut tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut. 13 Analisis risiko merupakan evaluasi konsekuensi keterkaitan dengan jenis risiko atau kombinasi risiko dengan menggunakan teknik analisis. Jika risiko tersebut dianggap penting maka akan dilakukan lebih lanjut untuk menyingkapi risiko tersebut, jika tidak maka risiko tersebut tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Menyikapi risiko merupakan pengambilan berbagai keputusan mengenai risiko akan keterkaitan dengan sikap perseorangan atau organisasi yang membuat kebijakan. Tanggapan terhadap risiko yaitu mempertimbangkan bagaimana risiko harus dikelola dengan diteruskan kepada kelompok lain atau membiarkannya. Proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan. Suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Tindakan manajemen risiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam risiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen risiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer risiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika risiko terjadi atau ketika risiko harus diambil. 14 Sasaran dari manajemen risiko menurut Fahmi (2010) adalah mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi identitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi). 2.4.1. Manfaat Manajemen Risiko Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen risiko menurut Godfrey (1996) antara lain: Pengendalian ketidakpastian yang lebih baik akibat dari tingginya tingkat ketidakpastian, sehingga dapat memahami kegiatan mana yang paling berisiko dan asumsi apa yang paling berpengaruh. Meningkatkan kepercayaan, kepercayaan akan meningkat dengan memahami ketidakpastian menjadi lebih baik dan luasnya pengaruh ketidakpastian serta potensi konsekuensi. Menjelaskan dengan lebih baik, manajemen risiko akan dapat menjelaskan tujuan dengan lebih baik dan menjaring berbagai kendala dan akibatnya. Peningkatan dan terinformasinya pengambilan keputusan dimana keputusan dapat diambil berdasarkan tujuan, kondisi yang realistis sesuai dengan situasi yang mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang terjadi, memonitor risiko yang terjadi dan efektivitas dari pengendalian risiko. Mengkonsentrasikan sumber daya pada hal–hal tertentu, bila mempunyai sumber daya terbatas dapat terkonsentrasikan pada hal–hal yang mempunyai risiko tinggi untuk mencapai hasil yang maksimal. 15 Motivasi dan komunikasi tim, dengan mempertimbangkan risiko, memberikan evaluasi dari berbagai prespektif serta meningkatkan motivasi dari berbagai stakeholders. Perencanaan risiko pada tingkat biaya minimum, dengan manajemen risiko dapat membantu mengurangi cost of risk. Estimasi yang realistis, biaya akan lebih realistis karena mempertimbangkan berbagai ketidakpastian. Pertanggungjawaban yang lebih baik, bila terjadi hal–hal yang tidak diinginkan atau kerugian lain maka dengan manajemen risiko akan dapat dipertanggungjawabkan. 2.4.2. Identifikasi Risiko Identifikasi risiko itu merupakan proses penganalisisan untuk menentukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang. Risiko dapat dikendalikan dari sumber (source), kejadian (even), dan akibat (effect). Identifikasi risiko merupakan tahapan awal dalam manajemen risiko yang bertujuan untuk dapat menguraikan dan merinci jenis risiko yang mungkin terjadi dari aktivitas atau kegiatan yang akan kita lakukan. Setiap kegiatan yang akan diidentifikasi ketidakpastian (potensi kerugian, kesalahan ketidaksesuaian) yang mungkin akan terjadi dengan berpedoman pada “ What can go wrong “ dari apa yang dilakukan. Menurut Godfrey (1996) identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu : 1. What can go wrong analysis 16 Pelaksanaan proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan membuat daftar atau uraian tentang apa yang bisa tidak sesuai dari apa yang akan dilakukan. 2. Free and structure brainstorming Pelaksanaan proses identifkasi risiko dengan melakukan diskusi bebas atau terstruktur (bisa dilakukan berkelompok tidak lebih dari 5 orang) dengan membahas dan mencatat apa yang mungkin bisa salah dari setiap jenis pekerjaan yang telah diprogramkan. 3. Promp lists Proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan menyusun daftar yang bisa membanu mengidentifikasi risiko – risiko yang spesifik. 4. Use of record Pelakasanaan proses identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan catatan – catatan yang sudah pernah dibuat tentang kesalahan kemudian dibuat daftarnya. 5. Wawanncara terstruktur (structured interviews) Proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan cara melakukan teknik wawancara secara terstruktur dan direncanakan dengan baik terhadap mereka yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang yang dibutuhkan. 6. Hindsight review Proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan melihat kebelakang dari apa yang telah dilakukang dan mendiskusikan apa yang kurang dan apa yang lebih baik yang telah dilaksanakan, kemudian memperbaharui dan menambah daftar “What can go wrong” dari kegiatan yang dilakukan. Untuk dapat melakukan identifikasi risiko dengan lebih mudah, terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap sumber risiko. Tahap identifikasi risiko ini 17 merupakan tahap tersulit yang paling menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengidentikasi seluruh risiko yang akan timbul mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu dalam mengidentikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komprehensif. (Godfrey, 1996) Menurut Godfrey (1996) sumber – sumber risiko dapat dikelompokkan seperti pada tabel 2.1. identifikasi risiko pada Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten Tabanan berdasarkan sumber risikonya dapat dilihat pada Lampiran 2.1. Table 2.1 Sumber Risiko dan Penyebabnya. Sumber Risiko Politis (political) Lingkungan (environmental) Perencanaan (planning) Pemasaran (market) Ekonomi (ekonomic) Keuangan (financial) Alami (natural) Proyek (project) Teknis (technical) Manusia (human) Kriminal (criminal) Perubahan dan Ketidakpastian karena Kebijaksanaan pemerintah, pendapatan publik, perubahan ideologi, peraturan, kekacauan (perang, terorisme, kerusuhan) Kontaminasi tanah atau polusi, kebisingan, perijinan, pendapatan publik, kebijakan internal, peraturan lingkungan atau persyaratan dampak lingkungan. Persyaratan perijinan, kebijaksanaan dan praktek, tata guna lahan, dampak sosial ekonomi, pendapatan publik. Permintaan (perkiraan), persaingan, kepuasan konsumen. Kebijaksanaan keuangan, pajak, biaya inflasi, suku bunga, nilai tukar uang. Kebrangkrutan, tingkat keuntungan, asuransi, pembagian risiko. Kondisi tak terduga, cuaca, gempa bumi, kebakaran, penemuan purbakala. Definisi, strategi pengadaan, persyaratan untuk kerja, standar, kepemimpinan, organisasi, (kedewasaan, komitmen, kompetensi dan pengalaman), perencanaan dan kontrol kualitas, rencana kerja, tenaga kerja dan sumber daya, komunikasi dan budaya. Kelengkapan desain, efisiensi operasional, ketahanan uji. Kesalahan, tidak kompeten, ketidaktahuan, kelelahan, kemampuan komunikasi, budaya, bekerja dalam gelap atau malam hari. Kurangnya keamanan, perusakan, pencurian, penipuan, korupsi. 18 Sumber Risiko Perubahan dan Ketidakpastian karena Keselamatan Kesehatan dan keselamatan kerja, tabrakan/ benturan, (safety) keruntuhan, ledakan. Sumber : Godfrey, 1996 Sumber risiko yang terkontrol adalah risiko yang dapat dikontrol oleh manajemen dan berada di bawah pengaruhnya, sedangkan pada risiko tak terkontrol terjadi hal yang sebaliknya. Dua sumber risiko dikatakan bergantung jika salah satu sumber risiko akan memberi pengaruh terhadap sumber risiko yang lain, sehingga ada kemungkinan satu kelompok sumber risiko tak terkontrol akan bergantung pada satu kelompok risiko terkontrol. 2.4.3. Klasifikasi Risiko Langkah selanjutnya setelah melakukan identifikasi risiko adalah klasifikasi risiko. Klasifikasi risiko dilakukan dengan maksud untuk memudahkan dalam hal membedakan dan pemahaman terhadap risiko tersebut, sehingga memudahkan melakukan analisis risiko. Menurut Flanagan dan Norman (1993), ada 3 (tiga) cara untuk mengklasifikasikan risiko yaitu dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko, seperti pada gambar 2.2 berikut: 19 Klasifikasi Risiko Konsekuensi Risiko Frekuensi Jenis Risiko Pengaruh Risiko Risiko Murni (tanpa peluang untung) Risiko Spekulatif (peluang untung atau rugi) Risiko Bisnis (berkaitan dengan aset) Risiko Finansial (berkaitan dengan modal) Konsekuensi / Dampak Prediksi/ Kemungkinan Perusahaan Lingkungan Industri / Pasar Proyek / Individu Gambar 2.2 Klasifikasi Risiko Sumber : Flanagan dan Norman, 1993 Dari gambar 2.2 jelaskan bahwa dalam mengklasifikasikan risiko dapat didasarkan pada konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko. Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi kejadian, konsekuensi/dampak dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko diklasifikasikan menjadi risiko murni dan risiko spekulatif, yang pada risiko spekulatif dapat diklarifikasikan berdasarkan risiko bisnis dan risiko finansial. Sedangkan pada pengaruh risiko, yang terkena dampak pengaruhnya meliputi semua aspek baik perusahaan, lingkungan, industri/pasar bahkan proyek/individu. 2.4.4. Penilaian Risiko Menurut Godfrey (1996), nilai risiko ditentukan sebagai perkalian antara frekuensi (likelihood) dengan konsekuensi (consequences) risiko. Frekuensi (likelihood) adalah besarnya peluang terjadinya kerugian yang potensial menyebabkan 20 kegagalan dalam Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum di Kabupaten Tabanan berdasarkan kategori yang ditetapkan, skala frekuensi (likelihood) ditampilkan pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Tingkat dan Skala Frekuensi (Likelihood) Tingkat Frekuensi Skala Sangat sering 5 Sering 4 Kadang-kadang 3 Jarang 2 Sangat jarang 1 Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005) Sedangkan konsekuensi (consequencess) merupakan suatu nilai yang menyatakan besar peluang timbulnya peristiwa tersebut sebagai risiko, ketentuan besarnya skala konsekuensi seperti pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Tingkat dan Skala Konsekuensi (Consequences) Tingkat Konsekuensi Skala Sangat besar 5 Besar 4 Sedang 3 Kecil 2 Sangat kecil 1 Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005) Penilaian risiko menurut Water Safety Plan (WSP), yang dilakukan pertama adalah harus menentukan definisi rinci mengenai apa yang dimaksud dengan ‘mungkin’, ‘jarang’, ‘tidak signifikan’, berdampak besar’, dan lain-lain. Dalam menentukan definisi tersebut tidak boleh dilakukan dengan terlalu subjektif. Yang terpenting dilakukan adalah perlunya terlebih dahulu untuk menetapkan definisi atau 21 angka matriks risiko yang menentukan risiko yang ‘signifikan’. Informasi yang menjelaskan penilaian risiko tersebut didapat dari pengalaman, pengetahuan, dan pertimbangan dari pengelola, dan pustaka teknis. Jika data tidak cukup untuk memilah apakan sebah risiko besar atau kecil, risiko harus dinilai signifikan sampai pemeriksaan selanjutnya menjelaskan hasil penilaian tersebut. Proses penilaian risiko dapat melibatkan pendekatan kuantitatif atau semi-kuantitatif dan juga dengan pendekatan kualitatif yang disederhanakan berdasarkan penilaian ahli. Pendekatan kualitatif merupakan sebuah alternatif untuk menilai risiko berdasarkan model kemungkinan dan derajat keparahan konsekuensi, adalah dengan melakukan proses penilaian risiko yang disederhanakan, berdasarkan penilaian. Risiko dapat dikatakan ‘signifikan’, ‘tidak menentu’, atau ‘tidak signifikan’, berdasarkan penilaian bahaya/kejadian berbahaya pada tiap langkah di dalam proses. Kemudian penting ditentukan apakah risiko dapat dikendalikan, dengan cara kendali yang mana, dan jika perlu mengenali dan memanfaatkan program pengembangan, yang mungkin akan memerlukan cara–cara pengurangan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Serta penting untuk mendokumentasikan peristiwa mana yang memerlukan perhatian segera. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Definisi istilah penjelasan untuk digunakan dalam prioritasi sederhana risiko Istilah Penjelasan Signifikan Arti Jelas merupakan prioritas Keterangan Risiko tersebut harus dipertimbangkan lebih lanjut untuk menentukan perlu atau tidaknya tambahan cara pengendalian dan apakah langkah proses tertentu harus ditingkatkan menjadi titik pengendalian utama di dalam sistem. Perlu untuk memvalidasikan cara pengendalian yang sudah ada sebelum menentukan 22 perlunya cara pengendalian tambahan. Tidak Tentu Tidak dijelaskan apakan peristiwa tersebut merupakan risiko yang signifikan atau tidak Tidak signifikan Jelas bukan prioritas Risiko tersebut mungkin memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui apakah betul merupakan risiko yang signifikan atau tidak. Perlu diketahui bahwa risiko ini akan dijabarka dan didokumentasikan serta akan ditemui pada masa yang akan datang sebagai bagian peninjauan ulang. Sumber : Deere dkk (2001) dalam Water Safety Plan (WSP) Dalam hal ini dijelaskan semua risiko harus didokumentasikan dalam Water Safety Plan (WSP) dan harus dibahas secara reguler meskipun kemunculannya mungkin jarang dan derajat risikonya rendah. Ini akan mencegah terlupakannya risiko–risiko atau terabaikannya dan melengkapi pengelola dengan catatan untuk berhati–hati manakala insiden tersebut terjadi. Dalam pernyataan diatas yang dimaksud dengan memprioritaskan dan mendokumentasikan risiko yang memerlukan tindakan segera dan peninjauan rutin adalah bahaya apapun yang dinilai risiko sebagai ‘tinggi’ atau ‘sangat tinggi’ atau ‘signifikan’, harus segera mempunyai, atau memerlukan kendali yang tervalidasi. Jika cara kendali tidak tersedia, program perbaikan harus langsung dibuat. Segala bahaya yang tergolong ‘menengah’ atau ‘risiko rendah’ harus didokumentasikan dan terus menerus ditinjau segala reguler. Kelamahan penilaian risiko yang dijelaskan menurut Water Safety Plan (WSP) yaitu : Kemungkinan lolosnya bahaya–bahaya baru dan kejadian–kejadian berbahaya. Karena penilaian risiko memperlihatkan gambaran ‘sesaat’ tentang sistem, 23 sehinggan penilaian risiko harus ditinjau ulang secara teratur agar tidak terlewatkan bahaya baru dan kejadian berbahaya. Ketidakpastian dalam penilaian risiko karena tidak adanya data, kurangnya pengetahuan mengenai aktifitas seputar rantau penyediaan air dan kontribusi relatif kekurangan kepada terbentuknya risiko akibat bahaya atau kejadian – kejadian berbahaya. Mendefinisikan secara jelas kemunculan dan konsekuensinya secara cukup rinci untuk menghinarkan penilaian subyektif dan memungkinkan konsistensi. 2.4.5. Analisis Risiko Menurut Thompson and Perry (1991) analisis risiko merupakan satu proses dari identifikasi risiko dan penilaian (assessment). Sedangkan menurut Godfrey (1996) analisis risiko yang dilakukan secara sistematis dapat membantu untuk: 1. Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas 2. Memusatkan perhatian pada risiko yang utama (major risk) 3. Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian 4. Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling jelek 5. Mengontrol aspek ketidakpastian 6. Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat dalam manajemen risiko. Analisis risiko dapat dilakukan baik secara kualitatif yang terfokus pada identifikasi dan penilaian risiko, maupun kuantitatif yang terfokus pada evaluasi probabilitas terhadap terjadinya risiko. Menurut Soeharto (1997) menyatakan bahwa analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai pengaruh yang kuat dan kemungkinan yang terjadi dalam mengidentifikasi risiko, proses ini memprioritaskan 24 risiko menrut akibat potensial yang ditimbulkan pada tujuan proyek yang ingin dicapai. Hal-hal yang menjadi masukan (input) dalam melakukan analisis risiko kualitatif yaitu rencana manajemen risiko, mengidetifikasi risiko, status proyek, tipe proyek, data yang diteliti, skala pada probabilitas, dan pengaruhnya serta membuat asumsi. Selanjutnya teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis risiko kualitatif adalah: 1. Menentukan probabilitas dan pengaruh risiko 2. Probabilitas/pengaruh risiko berdasarkan matrik 3. Melakukan tes asumsi 4. Melakukan ranking terhadap data yang sudah lengkap Sedangkan hasil yang didapat melalui analisis risiko kualitatif adalah: 1. Ranking risiko secara keseluruhan pada suatu proyek 2. Daftar (list) pada risiko yang diprioritaskan 3. Daftar (list) risiko untuk tambahan analisis dan manajemen 4. Kecenderungan dalam hasil analisis risiko kualitatif Keseluruhan proses analisis risiko dan manajemen dapat dibagi menjadi 2 yaitu analisis risiko dan manajemen risiko. Tujuan dari analisis dan manajemen risiko adalah membantu menghindari kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila proyek yang dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana. Langkahlangkah analisis risiko menurut Flangan dan Norman (1993) dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut: 25 Analisis Risiko Identifikasi Alternatif Penilaian Risiko ke Biaya Pengukuran Risiko Kuantitatif Pengukuran Risiko Kualitatif Analisis Probabilitas Obyektif Subyektif Keputusan Langsung Analisis Sensitivitas Tunggal Jamak Berdasarkan Rangking Analisis Skenario Penjabaran Kombinasi Berdasarkan Perbandingan Analisis Simulasi Tipe dari penyebaran Perkiraan Jumlah simulasi Hubungan dengan item yang lain Analisis Deskriptif Analisis Korelasi Linear/Tidak Linear Tunggal/ Jamak Gambar 2.3 Langkah – Langkah Analisis Risiko Sumber : Flanagan dan Norman, 1993 Menurut Flanagan dan Norman (1993) pada gambar 2.3 dapat dilihat bahwa langkah–langkah analisis yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi alternatif–alternatif risiko yang mungkin akan terjadi, kemudian memberikan penilaian risiko terhadap pengaruhnya kepada biaya, setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pengukuran terhadap risiko tersebut. Pengukuran terhadap risiko tersebut bisa dilakukan dengan kualitatif yang nantinya dilanjutkan dengan analisis kuantitatif. Pengukuran dengan cara kualitatif hasil dari penilaian risiko dan identifikasi risiko lebih terfokus berupa keputusan langsung yang diambil berdasarkan rangking, 26 perbandingan ataupun dengan analisis deskriptif, sedangkan analis secara kuantitatif dilakukan dengan melakukan analisis probabilitas, analisis sensitivitas, analis skenario, analis simulasi dan analis korelasi. 2.4.6. Penerima Risiko (Risk Acceptability) Analisis terhadap penerimaan risiko (risk acceptability) ditentukan berdasarkan nilai risiko yang diperoleh dari hasil perkalian antara kemungkinan (likelihood) dengan konsekuensi (concequense) risiko. Menurut Godfrey (1996) penilaian tingkat penerimaan risiko (assessment of risk acceptability) adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Penilaian Tingkat Penerimaan Risiko (assessment of risk acceptability) Concequense Catastropic (5) ASSESSMENT OF RISK ACCEPTABILITY Critical Serious Marginal (4) (3) (2) Negligible (1) Likelihood Frequent (5) Probable (4) Occasional (3) Remote (2) Improbable (1) Key Unacceptable (25) Unacceptable (20) Unacceptable (15) Undesirable (10) Acceptable (5) Description Unacceptable Undesirable Acceptable Negligible Unacceptable (20) Unacceptable (16) Undesirable (12) Undesirable (8) Acceptable (4) Unacceptable Undesirable (15) (10) Undesirable Undesirable (12) (8) Undesirable Acceptable (9) (6) Acceptable Acceptable (6) (4) Acceptable Negligible (3) (2) Guidance Tidak dapat diterima, harus dihilangkan atau ditransfer Tidak diharapkan, harus dihindari Dapat diterima Dapat diabaikan Acceptable (5) Acceptable (4) Acceptable (3) Negligible (2) Negligible (1) Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005) Dengan tingkat penerimaan risiko dan dengan mempertimbangkan nilai risiko yang diperoleh dari skala consequences dan skala likelihood seperti yang di atas, maka dapat disusun skala penerimaan risiko (risk acceptability) sebagai berikut: 27 Tabel 2.6 Skala Penerimaan Risiko Penerimaan risiko Unacceptable (tidak dapat diterima) Undesirable (tidak diharapkan) Acceptable (dapat diterima) Negligible (dapat diabaikan) Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005) Skala penerimaan > 12 5< - ≤ 12 2<-≤5 ≤2 Berdasarkan penerimaan risiko (risk acceptability) ini kemudian diadakan evaluasi terhadap risiko yang teridentifikasi pada kuisioner yang memerlukan tindakan mitigasi. Adapun kriteria risiko yang memerlukan tidakan mitigasi adalah semua risiko yang unacceptable dan undesireable. 2.4.7. Mitigasi dan Kepemilikan Risiko. Mitigasi risiko adalah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi akibat dari risiko apabila risiko telah teridentifikasi, tindakan ini juga merupakan penanganan risiko sampai pada batas yang dapat diterima. Flanagan dan Norman (1993) ada 4 cara untuk melakukan mitigasi risiko antara lai : 1. Menahan Risiko (Risk Retention) yaitu tindakan menahan atau menerima risiko karena dampak dari risiko tersebut masih dalam batas yang dapat diterima, dalam arti kata bahwa konsekuensi dari risiko masih batas–batas yang dapat dipikul. 2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction) yaitu dengan melakukan usaha–usaha atau tindakan untuk mengurangi konsekuensi dari risiko yang diperkirakan terjadi, walaupun masih ada kemungkinan risiko tidak sepenuhnya bisa dikurangi, tetapi masih pada tingkat konsekuensi yang dapat diterima. 3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer) yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk memikul atau mengendalikan risiko yang diperkirakan akan terjadi. 28 4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance) yaitu tindakan menghindari konsekuensi risiko dengan menghindari aktivitas yang diperkirakan mempunyai tingkat kerugian atau konsekuensi yang sangat tinggi. Sedangkan kepemilikan risiko dilakukan setelah risiko teridentifikasi dan diklasifikasikan. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap hubungan antara pihak – pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk mengalokasikan risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan atau ketidakmampuan suatu pihak untuk melakukan pekerjaan proyek yang spesifik. Prinsip – prinsip pengalokasian menurut Flanagan dan Nourman (1993) yaitu : 1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang menimbulkan risiko. 2. Pihak mana yang mampu menandatangani jika risiko tersebut muncul. 3. Pihak mana yang mampu mengambil tanggung jawab jika risiko tersebut tidak terkontrol. 4. Jika risiko tidak terkontrol oleh semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko bersama. Jika risiko telah dialokasikan, maka semakin kecil kemungkinan timbulnya perselisihan antara pihak, sebanding dengan semakin sedikitnya risiko yang belum dialokasikan. 2.5. Manajemen Risiko Dalam Rencana Pemanfaatan Mata Air Menurut Manual Rencana Keamanan Air-Tuntunan Manajemen Risiko untuk Pemasok Air Minum tahun 2009, upaya paling efektif untuk memastikan keamanan penyediaan air minum secara konsisten adalah melalui penilaian menyeluruh risiko dan 29 pendekatan manajemen risiko yang meliputi semua langkah dalam penyediaan air mulai dari pengambilan air sampai kepada konsumen, hal tersebut harus ada dalam Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum. Penilaian risiko juga dilakukan mulai rencana, kostruksi hingga operasional dan pemeliharaan. Langkah tersebut harus menghasilkan informasi yang cukup untuk mengetahui dimana letak kerentanan sistem terhadap situasi–situasi berbahaya, tipe bahaya tertentu, dan cara pengendaliannya. Hal sebagai berikut harus dijelaskan dalam sistem penyediaan air yang terdapat pada Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum yaitu : Standart kualitas air yang relevan. Sumber air termasuk aliran air hujan/proses isi ulang, dan jika memungkinkan, sumber alternatif dalam kejadian insiden. Perubahan yang diketahui dan yang dicurigai tetang kualitas sumber air sehubungan dengan cuaca dan kondisi lainnya. Setiap keterkaitan sumber–sumber dan kondisi–kondisi. Rincian tempat pemakaian lahan ditempat pengambilan. Titik pengambilan air. Informasi yang berhubungan dengan penyimpanan air. Informasi yang berhubungan dengan pengolahan air, termasuk proses dan bahan kimia atau bahan lain yang dimasukkan dalam air. Rincian mengenai bagaimana air didistribusikan termasuk jaringan dan penyimpanan. Penjelasan terhadap bahan yang kontak dengan air. Pengenalan konsumen dengan penggunaan air. 30 Selain itu untuk mengidentifikasi bahaya dan kejadian berbahaya memerlukan penilaian informasi serta informasi prediktif berdasarkan data pengelolaan dan pengetahuan mengenai aspek tertentu pengolahan dan sistem penyediaan. Selain itu harus memperhitungkan faktor yang dapat membawa risiko yang tidak serta merta terlihat nyata seperti keletakan tempat pengolahan air di dataran tempat banjir (dimana tidak ada catatan mengenai banjir) atau umur pipa pada sistem distribusi (pipa yang tua lebih rentan terhadap fluktuasi tekanan air dibandingkan dengan yang baru). Bahaya– bahaya yang terjadi pada Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum dapat digolongkan mulai bahaya yang seringkali mempengaruhi tempat pengambilan air, bahaya yang terkait dengan pengolahan, bahaya serupa yang berhubungan dengan jaringan distribusi hingga bahaya serupa yang berhubungan dengan kebijakan konsumen, hal tersebut dapat dijelaskan pada tabel 2.7 – 2.10 sebagai berikut : Tabel 2.7. Bahaya yang seringkali mempengaruhi tempat pengambilan air No. 1. 2. 3. Kejadian Berbahaya (Sumber Bahaya) Pola cuaca dan meteorologi. Variasi musim Geologi 4. 5. 6. Agrikultur Alam liar Penyimpanan air yang belum diolah Sumber : Deere dkk (2001) Bahaya Terkait (dan masalah yang perlu dipertimbangkan) Banjir, perubahan yang cepat pada kualitas sumber air. Perubahan pada kualitas sumber air. Lubang–lubang resapan (jalan masuk air permukaan). Penyebaran lumpur dan kotoran. Kontaminasi mikroba Tumbuhnya alga dan racun Tabel 2.8. Bahaya yang terkait dengan pengolahan No. 1. 2. Kejadian Berbahaya (Sumber Bahaya) Segala bahaya disekitar tempat pengambilan air yang tidak terkendali/ dikurangi Kemampuan pekerjaan Bahaya Terkait (dan masalah yang perlu dipertimbangkan) Seperti yang teridentifikasi di tempat pengambilan air Pengolahan berlebihan 31 No. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kejadian Berbahaya (Sumber Bahaya) pengolahan Kegagalan pengolahan Filter yang tersumbat Kedalaman media filter tidak sesuai Keamanan/perusakan Kegagalan instrumentasi Banjir Bahaya Terkait (dan masalah yang perlu dipertimbangkan) Air tidak terolah Pembuangan partikel tidak seluruhnya Pembuangan partikel tidak seluruhnya Kontaminasi / kehilangan pasokan Kehilangan kendali Terhentinya / terbatasnya pengolahan Sumber : Deere dkk (2001) Tabel 2.9. Bahaya serupa yang berhubungan dengan jaringan distribusi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Kejadian Berbahaya (Sumber Bahaya) Segala bahaya disekitar tempat pengambilan air yang tidak terkendali/ dikurangi Pipa utama pecah Fluktuasi tekanan Pasokan yang terputusputus Membuka/menutup katup Penggunaan material yang tidak diperkenan Akses pihak ketiga kepada hidran-hidran Sambungan-sambungan liar Pelayanan reservoir terbuka Pelayanan reservoir bocor Akses pelayanan reservoir yang tidak terlindungi Keamanan/perusakan Lahan terkontaminasi Sumber : Deere dkk (2001) Bahaya Terkait (dan masalah yang perlu dipertimbangkan) Seperti yang teridentifikasi di tempat pengambilan air Jalan masuk kontaminasi Jalan masuk kontaminasi Jalan masuk kontaminasi Deposit-deposit pengganggu berubah/berbalik arah masuknya air lama Kontaminasi pasokan air Kontaminasi oleh aliran balik Deposit-deposit pengganggu banyak Kontaminasi oleh aliran balik bertambah Kontaminasi oleh alam liar Jalan masuk kontaminasi Kontaminasi Kontaminasi Kontaminasi pasokan air melalui tipe pipa yang salah 32 Tabel 2.10. Bahaya serupa yang berhubungan dengan kebijakan konsumen No. 1. 2. 3. 4. Kejadian Berbahaya (Sumber Bahaya) Segala bahaya disekitar tempat pengambilan air yang tidak terkendali/ dikurangi Sambungan-sambungan liar Pipa terbuat dari timah hitam Pipa-pipa pelayanan terbuat dari plastik Bahaya Terkait (dan masalah yang perlu dipertimbangkan) Seperti yang teridentifikasi di tempat pengambilan air Kontaminasi oleh aliran balik Kontaminasi timah hitam Kontaminasi tumpahan minyak atau pelarut Sumber : Deere dkk (2001) Setelah diidentifikasi bahaya yang terjadi maka dilakukan pencatatan dalam cara-cara pengendalian atau disebut juga cara mitigasi yang berlaku saat ini dan yang akan digunakan. Risiko-risiko yang ada kemudian harus diperhitungkan ulang berdasarkan kemungkinan dan konsekuensinya, dengan memperhatikan cara-cara pengendalinya yang berlaku saat itu. Kemudian dilakukan proses validasi yang merupakan proses pengumpulan bukti kinerja cara-cara pengendalian. Untuk beberapa pengendalian, validasi memerlukan program pemantauan yang intensif untuk memperlihatkan kinerja sebuah pengendalian dalam kondisi normal dan dalam kondisi luar biasa. Selama pengoperasian, penting untuk memantau efektifitas cara-cara yang sudah divalidasikan sesuai dengan target-target yang sudah ditentukan atau yang disebut juga dengan nilai-nilai batas kritis. Selanjutnya risiko-risiko harus ditimbang ulang dalam hal derajat kemunculan dan konsekuensi-konsekuensinya dengan memperhitungkan efektifitas tiap pengendalian. Cara-cara pengendalian harus dipertimbangkan bukan hanya untuk kinerja rata-rata jangka waktu yang lebih lama, namun juga dengan penekanan pada potensi mereka akan gagal atau menjadi tidak efektif dalam jangka waktu yang pendek. 33 Penting bahwa risiko-risiko signifikan yang tidak dikendalikan, diperhatikan sebagai risiko-risiko signifikan yang tersisa dalam sistem penyediaan air tesebut. Risiko - risiko juga harus diprioritaskan berdasakan kemungkinannya berdampak pada kapasitas sistem untuk menyalurkan air bersih. Risiko dengan prioritas tinggi akan memerlukan modifikasi sistem atau peningkatan untuk mencapai target-target. Berikut adalah cara pengendalian yang dilakukan terkait dengan bahaya–bahaya. a. Cara-cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada tempat pengambilan air : Melarang akses ke sumber-sumber air Kepemilikan pengelola air dan pengawasan lahan sumber air Perencanaan kendali Persetujuan dan komunikasi dengan organisasi-organisasi transpor Penyimpanan air baku Menutupi dan melindungi mata air Kemampuan untuk menggunakan sumber air alternatif jika bahaya-bahaya menimpa satu sumber Terus menerus memantau pengambilan air dan sungai Inspeksi-inspeksi lapangan b. Cara-cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada pengolahan : Proses-proses pengolahan tervalidasi Pembatasan-pembatasan pengoperasian memakai alat alarm Pemantauan terus menerus dengan dilengkapi alarm Pendukung komunikasi-komunikasi 34 c. Cara- cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada jaringan distribusi : Inspeksi-inspeksi reservoir secara reguler (eksternal dan internal) Menutupi layanan terbuka reservoir-reservoir Peta-peta jaringan yang sudah diperbarui Kebijakan dan prosedur pembelian Prosedur-prosedur reparasi pipa besar Karyawan yang terlatih (kompetensi operator) Keamanan hidran Pemantauan dan pencatatan tekanan air Pipa-pipa yang terlindungi Pemasangan pagar, ujung-ujung pipa berkunci, alarm-alarm untuk penerobos ke reservoir-reservoir dan menara-menara d. Cara-cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada bangunan konsumen : inspeksi bangunan Kendali-kendali sumbatan pada pipa-pipa Saran untuk memasak/tidak menggunakan air Hal tersebut diatas dilakukan pada waktu pra konstruksi maupun pada saat konstruksi. Pasca konstruksi yang dilakukan adalah melakukan pemantauan operasional. Pada pemantauan operasional dilakukan juga validasi serta pemantauan rutin. Yang dilakukan agar upaya pemantauan efektif dan jika ditemukan pelencengan, dapat dilakukan tindakan pada waktu yang tepat agar tidak mengganggu target yang sudah ditetapkan. Selain itu juga dilakukan pemeliharaan dan rencana perbaikan/peningkatan 35 jika pengendalian yang ada tidak efektif. Suatu rencana peningkatan atau perbaikan harus dikembangkan untuk menangani semua risiko yang belum terkendali dan belum dijadikan prioritas. Rencana peningkatan itu harus menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk perbaikan-perbaikan dimaksud, sekaligus dilengkapi dengan kerangka waktu yang tepat untuk pengimplementasikan pengendalian-pengendalian ini. 2.6. Berbagai Potensi Risiko Pada Pemanfaatan Penyediaan Air Baku. Perkembangan pembangunan di Bali telah memberikan konsekuensi tersendiri bagi perkembangan sektor-sektor lain di daerah tersebut, dan juga penyediaan sarana dan prasarana penunjangnya. Salah satunya adalah kebutuhan akan ketersediaan sumber air baku untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat terutama masyarakat pedesaan dan juga untuk kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, industri, rekreasi, dan aktivitas sosial budaya. Dengan dibutuhkannya air baku bagi masyarakat maka dilakukan rencana pemanfaatan mata air. Tidak sedikit dalam rencana pemanfaatan terdapat potensi kegagalan, seperti yang terjadi di Kabupaten Gianyar. Dengan masih banyaknya penduduk yang belum mendapatkan air bersih maka Pemerintah Kabupaten Gianyar memprogramkan pelayanan air bersih termasuk pengolahan air siap minum untuk konsumsi perhotelan. Agar terealisasi maka PDAM Kabupaten Gianyar telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Proyek Perencanaan dan Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum Kabupaten Gianyar dengan investor PT. Bali Bangun Tirta (PT.BBT) yang telah disetujui oleh Bupati Gianyar pada tanggal 02 Mei 2003. Penandatanganan kontrak dengan nilai kontrak sebesar Rp.34.400.000.000,00 dan 36 bernomor kontrak PDAM.01/SPJK/V/2006 dilakukan dengan sistem BOT (Build, Operate, Transfer) selama 20 tahun. Sesuai dengan Laporan Hasil Audit BPKP (2006-2007), sebelum Perjanjian antara PDAM Kabupaten Gianyar dengan PT.BBT tahun 2006 operasional PDAM mendapatkan laba sebesar Rp 3.357.548.665,16. Di tahun 2007 setelah operasional perjanjian PDAM mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp. 994.100.704,27 atau 29,61% menjadi Rp. 2.363.447.960,89. Sesuai dengan laporan teknik PDAM Kabupaten Gianyar tahun 2010, penurunan terus menerus dialami, seperti pada tahun 2009 dengan 59,64% dan tahun 2010 dengan 52,80%. Hal ini disebabkan oleh jaringan pipa distribusi PDAM Cabang Ubud tidak mampu menerima penambahan pasokan debit air karena diameter pipa kecil dan sudah tuanya jaringan pipa-pipa eksisting di wilayah Ubud, sehingga sering terjadinya retakan pada pipa. Dengan diwajibkannya PDAM Kabupaten Gianyar untuk membeli air tersebut kepada PT. BBT, serta semakin naiknya tarif harga tiap tahunnya mengakibatkan PDAM memiliki utang pemberian air kepada PT. BBT sebesar Rp. 4,2 miliar pada tahun 2011. Banyak terjadi ketidakpastian dan kemungkinan timbulnya kerugian selama operasional perjanjian sebagai akibat dari kekurangcermatan, ketidaktepatan atau hal-hal yang tidak dapat diprediksi pada saat perencanaan perjanjian (Agung, 2012) Selain di Kabupaten Gianyar, potensi kegagalan dalam rencana pemanfaatan air baku juga terjadi di Kecamatan Karangasem. Menurut berita yang dimuat dalam Media Cetak Antara Bali tanggal 29 Januari 2015, hal tersebut berawal dari penandatanganan kontrak penyediaan barang dan jasa antara Kepala Dinas PU dengan PT. Adhi Karya yang terkait dengan pengembangan sistem distribusi air minum, pengadaan konstruksi 37 jaringan air minum Kecamatan Abang, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Manggis dan Kecamatan Kubu yang telah dianggarkan sebesar Rp. 39,4 miliar. Pada tahun 2009 pada waktu mantan Kepala Dinas PU Kabupaten Karangasem ditunjuk sebagai pengguna anggaran Pemkab. Karangasem dalam distribusi air bersih tersebut tidak mengangkat pejabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dengan tidak diangkatnya PPK, pelaksanaan kontrak yang dilakukan oleh PT. Adhi Karya menjadi tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Selaku pengguna anggaran mantan Kepala Dinas PU Kabupaten Karangasem tidak mengambil langkah–langkah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengujian materiil terhadap surat–surat berupa berita acara pemeriksaan fisik yang pada termin pertama hingga ketiga merupakan tugas dan kewenangan selaku pengguna anggaran dan selanjutnya oleh mantan Kepala Dinas PU Kabupaten Karangasem telah diterbitkan surat persetujuan pembayaran. Dalam kasus ini pipa yang digunakan dalam proyek lebih ringan dan tidak sesuai SNI. Mengingat pipa galvanis yang digunakan akan ditanam dalam tanah. Jika terdapat kebocoran maka akan sulit dideteksi, yang menyebabkan kurangnya pasokan air ke masyarakat (Media Cetak Antara Bali, 2015) Potensi kegagalan juga terjadi di kawasan pariwisata yang ada di wilayah Kabupaten Badung, khususnya Badung Selatan dan sebagian Kecamatan Kuta, tingkat kebutuhan air bersih cukup besar seiring dengan perkembangan di wilayah usaha PAM PT. TB (PT Tirtaartha Buanamulia) dengan bertambahnya akomodasi wisata dan diikuti pula oleh meningkatnya jumlah penduduk dengan keterbatasan sumber air. Kapasitas yang dapat dimanfaatkan sampai saat ini oleh PAM PT. TB sangatlah terbatas dan sudah termanfaatkan secara maksimal, yaitu sebesar 803,74 liter/detik, 38 sedangkan kebutuhan akan air bersih sampai dengan tahun 2011 sudah mencapai 822,90 liter/detik. Hal tersebut menunjukkan adanya defisit air bersih sebesar 19,16 liter/detik. Dengan rata–rata tingkat kenaikan jumlah sambungan rumah yang diproyeksikan sebesar 7% dan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan tingkat pekembangan penduduk sampai tahun 2015 yang mencapai 1.067,46 liter/detik dengan jumlah sambungan rumah 31.524 unit. Sehingga adanya ketidakseimbangan supply and demand pada wilayah usaha PAM PT. TB (PT. Tirtaartha Buanamulia), dimana kebutuhan air bersih melampaui dari ketersediaan air bersih. Dan permasalahan air bersih ini dikaitkan dengan pola pemakaian yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan penduduknya, serta pertumbuhan penduduk yang terus bertambah sehingga menuntut pemenuhan air bersih yang lebih besar (Suryatmaja, 2014) Selain dilihat dari pola pemakaian air, kegagalan juga ditinjau dari tingkat kepuasan pelanggan. Dengan ekspetasi pelanggan terhadap PDAM yang sangat tinggi menyebabkan PDAM harus memberikan pelayanan yang terbaik terhadap pelanggan. Tetapi saat ini seperti yang diberitakan pada harian Bali Post tanggal 12 Juni 2006 bahwa sistem penyediaan air bersih yang dilakukan PDAM Denpasar sampai saat ini belum mampu memberikan kepuasan secara maksimal terhadap pelanggan. Warta Bali tanggal 4 Mei 2010 juga memberitakan bahwa PDAM Kabupaten Gianyar mengabaikan konsumennya dalam hal pelayanan terkait aliran air dan permohonan Sambungan Rumah Baru. Serta Bali Post tanggal 26 Mei 2011 memberitakan bahwa pelayanan PDAM Kabupaten Gianyar merosot karena pembayaran Online yang amburadul, keluhan air yang tidak mengalir dan banyak pipa yang bocor. Hal ini 39 berpengaruh pada citra PDAM dalam mencapai Good Corporate Governance (Puspasari, 2012) Dengan adanya potensi kegagalan seperti diatas maka sangatlah perlu dilakukan analisis risiko sebelum kegiatan Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten Tabanan, untuk menghindari kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila kegiatan yang dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana serta kemungkinan buruk yang bisa terjadi dalam Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum dapat ditekan.