PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG. TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi persyaratan Gelar Strata Satu ( S1 ) Disusun Oleh : AGUS INDRIA SUSANTO NIM : 41406110026 Konsentrasi : TEKNIK TENAGA LISTRIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008 LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Berjudul : PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG. Dibuat Oleh : Nama : AGUS INDRIA SUSANTO Nim : 41406110026 Peminatan : Teknik Tenaga Listrik Telah dipertahankan di depan dosen penguji pada 29 Agustus 2008.Tugas Akhir ini TELAH DITERIMA PERSYARATAN DAN UNTUK DISETUJUI MEMPEROLEH SEBAGAI GELAR SALAH SARJANA SATU TEKNIK ELEKTRO Jakarta, September 2008 Pembimbing Koodinator Tugas Akhir ( Ir. Badaruddin ) ( Ir. Yudhi Gunardi, MT ) Kaprodi Teknik Elektro ( Ir. Budi Yanto Husodo, M.sc ) i LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Berjudul : PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG. Adalah benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan duplikasi dari karya orang lain , kecuali yang telah disebutkan sumbernya. Yang membuat pernyataan : Nama : AGUS INDRIA SUSANTO NIM : 41406110026 Mahasiswa jurusan Teknik Elektro, peminatan Teknik Tenaga Listrik, Falkutas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana. Jakarta, ( Agus Indria Susanto ) ii ABSTRAK Perlu disadari bahwa suatu instalasi listrik, bila bertegangan listrik tidak lagi katagori domain pribadi akan tetapi juga masuk dalam domain publik. Sehingga setiap instalasi listrik yang terpasang mengacu pada PUIL 2000, salah satunya adalah bahwa instalasi listrik harus memenuhi persyaratan keselamatan terhadap manusia, hewan, dan harta benda dari bahaya kejut listrik. Untuk menerapkan proteksi dari kejut listrik banyak sekali cara yang digunakan salah satunya ialah dengan menerapkan sistem pembumian. Pada saat ini instalasi listrik pada konsumen tegangan rendah sangat jarang yang mengacu pada PUIL, khususnya dalam menerapkan proteksi terhadap kejut listrik. Banyak instalasi listrik pada konsumen tegangan rendah yang tidak terdapat pembumian serta banyak yang juga salah kaprah bahwa pembumian digunakan untuk melindungi KWH – meter dan bukan untuk instalasi listrik. Melihat pentingnya sistem pembumian sebagai salah satu cara memproteksi instalasi dari bahaya kejut listrik, penulis tergugah untuk melakukan pengamatan dan analisa pengamanan / proteksi terhadap tegangan sentuh akibat kegagalan isolasi dikonsumen tegangan rendah. Dalam melakukan pengamatan ini penulis hanya membatasi pada pada proteksi / pengamanan dengan cara menerapkan sistem pmbumian TT dan TN, serta akibat gangguan penghantar netral putus dan keunggulan sistem pembumian dalam mengkompensir gangguan netral putus. Dari hasil pengamatan dan analisa didapat bahwa jika terjadi kegagalan isolasi pada sistem TN, tegangan sentuh yang terjadi lebih kecil dibandingkan iii tegangan sentuh yang terjadi pada sistem TT. Untuk gangguan penghantar netral putus memiliki pengaruh yang berbeda tergantung letak gangguan dan sistem pembumian yang diterapkan. Dari hasil analisa didapat bahwa sistem pembumian TN mampu memperkecil tegangan sentuh yang terjadi dan juga mampu memkompensir gangguan penghantar nertal putus. Gangguan penghantar netral putus pada gardu akan mengakibatkan kenaikan tegangan pada sisi konsumen melebihi tegangan nominal 220 Volt. iv KATA PENGANTAR Puji dan syukur haruslah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas curahan dan rahmat dan karunia – Nya yang selalu dilimpahkan kepada semua mahluk ciptaan – Nya. Salawat serta salam tercurah Kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi pembawa rahmat untuk alam semesta, bagi keluarga, sahabat, serta orang – orang yang mengikutinya dengan istiqomah sampai akhir jaman. Dengan mengucapkan syukur kepada - Nya, akhirya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini yang merupakan persyaratan yang ditentukan oleh Universitas Mercu Buana guna memperoleh gelar Sarjana Teknik. Terlaksananya penyusunan Tugas Akhir ini berkat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak terutama kepada : 1. Bapak Ir. Budi yanto Husodo, M.sc Selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro PKSM Universitas Mercubuana. 2. Bapak Ir. Yudhi Gunardi, MT Selaku Koodinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro PKSM Universitas Mercubuana. 3. Bapak Ir. Badaruddin. Selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan kepada penulis. 4. Kedua Orang tua serta saudara – saudara di rumah yang memberi banyak dukungan. 5. Rekan – rekan kerja KONSUIL area DKI dan Tangerang yang banyak memberikan dorongan dan motivasi. v 6. Rekan – rekan Teknik Elektro PKSM Universitas Mercubuana, rekan alumni STT – PLN jurusan D3 Elektro angkatan 2000 yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Tugas Akhir ini. 7. Rekan – rekan anggota BALAD yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan Tugas Akhir. Akhir kata penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna dan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman penulis didalam penyusunan Tugas Akhir ini, baik materi, pembahasan dan peyajian. Oleh karena itu segala kritik dan saran untuk penyempurnaan Tugas Akhir ini akan penulis terima dengan senang hati. Jakarta, Agustus 2008 Penulis vi DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................... 1 1.2 Tujuan Penulisan ................................................. 3 1.3 Pembatasan Masalah ........................................... 3 1.4 Metode Penulisan ................................................ 3 1.5 Sistematika Penulisan .......................................... 4 LANDASAN TEORI 2.1 Pembumian Sistem Tegangan Rendah ................ 6 2.2 Tujuan Pembumian .............................................. 7 2.3 Elektrode Pembumian .......................................... 9 2.3.1 Jenis Elektrode pembumian ..................... 9 2.3.2 Pemasangan Elektrode Bumi ................... 13 2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Resistans Pembumian .......................................................... 15 2.4.1 Resistans Tanah ....................................... 15 2.4.2 Ukuran Dan Susunan Elektrode 2.5 Pembumian .............................................. 18 Pemasangan Sistem pembumian ......................... 21 2.5.1 Pemasangan Pembumian Sistem ............. 21 2.5.2 Pemasangan Pembumian Untuk Peralatan Listrik ....................................... 22 vii BAB III PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH 3.1 Umum .................................................................. 26 3.2 Tegangan ............................................................. 26 3.2.1 Tegangan Sentuh ..................................... 28 Arus Yang melalui Tubuh Manusia .................... 29 3.3.1 Arus Persepsi .......................................... 30 3.3.2 Arus Yang Mempengaruhi Otot .............. 31 3.3.3 Arus Fibrilasi ........................................... 31 3.3.4 Arus Reaksi .............................................. 32 3.4 Resistans Tubuh Manusia .................................... 33 3.5 Cara – Cara Memproteksi Dari Tegangan Sentuh 34 3.3 3.5.1 Proteksi Dari Sentuh Langsung 3.6 3.7 3.8. 3.9 ( Dalam Pelayanan Normal ) ................... 34 3.5.2 Cara Proteksi Dari Sentuh Langsung ...... 34 3.5.3 Proteksi Dari Sentuh tak Langsung ......... 38 3.5.4 Cara Proteksi Dari Sentuh tak Langsung . 39 Proteksi Dengan Pemutusan Suplai Otomatis ..... 41 3.6.1 Jenis Pembumian Sistem ......................... 42 Sistem Pembumian Pengaman ( TT ) .................. 45 3.7.1 Persyaratan Sistem TT ............................. 47 Sistem Pembumian Netral Pengaman ( TN ) ...... 48 3.8.1 Persyaratan Sistem TN ............................ 49 Perhitungan Resistans Penghantar, Arus Gangguan Dan tegangan Sentuh ........................................... 50 3.9.1 Perhitungan Resistans Penghantar ........... 50 3.9.2 Perhitungan Arus Gangguan dan 3.10 Tegangan Sentuh ..................................... 51 Pengaruh Putusnya Penghantar Netral ................ 57 3.10.1 Kenaikan Tegangan Akibat Pengantar Netral Putus ............................................. 57 viii BAB IV ANALISA PERHITUNGAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH PADA SISTEM PEMBUMIAN TT DAN TN 4.1 Umum .................................................................. 60 4.2 Data – Data Hasil Pengukuran ............................ 60 4.3 Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Sistem Pembumian .............................................. 62 4.3.1 Analisa Perhitungan Resistans Penghantar 62 4.3.2 Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Sistem TT ........................................ 64 4.3.3 Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Sistem TN ....................................... 4.4 75 Analisa Perhitungan Akibat Penghantar netral Putus Pada Sistem Tegangan Rendah ................. 77 4.4.1 Penghantar Netral Putus Pada Instalasi Rumah ....................................... 77 4.4.2 Penghantar Netral Putus Pada Sambungan Rumah ( APP ) ..................... 77 4.4.3 Penghantar Netral Putus Pada Jaringan Tegangan Rendah ( Tiang Pertama dari Gardu ) ................... 79 4.4.4 Kenaikan Tegangan Akibat penghantar Netral Putus ............................................. BAB V 80 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................... 86 5.2 Saran .................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA .................................................... 88 LAMPIRAN ix DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Resistans Jenis Tanah ............................................................... 16 Tabel 2.2 Ukuran Minimum Elektrode Bumi ........................................... 19 Tabel 2.3 Resistans Pembumian Pada Resistans Jenis ρ1 = 100 Ω - m ... 20 Tabel 3.1 Besar Dan Lamanya Tegangan Sentuh Yang Diijinkan ........... 29 Tabel 3.2 Batasan – Batasan Arus Dan Pengaruhnya Pada Manusia ....... 33 Tabel 3.3 Berbagai Harga Resistans Tubuh Manusia .............................. 33 Tabel 3.4 Waktu Pemutusan Maksimal Untuk Sistem TN ....................... 49 Tabel 3.5 Nilai To dan α untuk bahan konduktor standar ......................... 50 Tabel 4.1 Hasil Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Konsumen Sistem TN ................................................................................. Tabel 4.2 74 Hasil Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Konsumen Sistem TT ................................................................................. 76 x DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Elektrode Pembumian Yang Dimasukan Kedalam Tanah ....... 9 Gambar 2.2 Macam – macam Elektrode Pita ............................................... 10 Gambar 2.3 Elektrode Batang ...................................................................... 11 Gambar 2.4 Elektode Pelat ........................................................................... 12 Gambar 2.5 Elektrode Pembumian Dengan Mempergunakan pipa Galvanis .................................................................................... 13 Gambar 2.6 Pembumian Sistem Pada Transfomator Di Gardu Distribusi .. 22 Gambar 2.7 Pemasangan Pembumian Peralatan Di Kotak KWH – Meter .. 23 Gambar 2.8 Pemasangan Pembumian Peralatan Di PHB ............................ 24 Gambar 2.9 Pemasangan Pembumian Peralatan Di Peralatan Listrik ......... 25 Gambar 3.1 Bentuk Tegangan ..................................................................... 27 Gambar 3.2 Tegangan Sentuh Dengan Rangkaian Penggantinya ................ 28 Gambar 3.3 Proteksi Dengan Penghalang .................................................... 36 Gambar 3.4 Proteksi Dengan Menggunakan GPAS ..................................... 38 Gambar 3.5 Proteksi Dengan Menggunakan Separasi Listrik ..................... 41 Gambar 3.6 Sistem TN-S ............................................................................. 42 Gambar 3.7 Sistem TN-C-S ......................................................................... 43 Gambar 3.8 Sistem TN-C ............................................................................. 44 Gambar 3.9 Sistem TT .................................................................................. 44 Gambar 3.10 Sistem IT .................................................................................. 45 Gambar 3.11 Contoh Tipikal Sistem TT ........................................................ 46 Gambar 3.12 Arus Gangguan Pada Sistem TT ............................................... 51 Gambar 3.13 Arus Gangguan Pada Sistem TN .............................................. 53 Gambar 3.14 Beberapa Konsumen Yang menggunakan Sistem TN ............. 56 Gambar 3.15 Hubungan Y – Y Antara Gardu Distribusi Dan Beban ............ 58 Gambar 4.1 Denah Jaringan Tegangan Rendah ........................................... 62 Gambar 4.2 Rangkaian Ekivalen Arus Gangguan yang Terjadi Pada Konsumen A .................................................................... 58 xi Gambar 4.3 Rangkaian Ekivalen Arus Gangguan yang Terjadi Pada Konsumen E Gambar 4.4 ............................................................. Rangkaian Ekivalen Arus Gangguan yang Terjadi Pada Konsumen I ...................................................................... Gambar 4.5 66 69 Rangkaian Ekivalen Arus Gangguan yang Terjadi Pada Konsumen L .................................................................... 72 Gambar 4.6 Hubungan Penghantar Netral Putus Pada Sistem TT ............... 78 Gambar 4.7 Hubungan Penghantar Netral Putus Pada Sistem TN ............... 79 Gambar 4.8 Diagram Loop Antara Belitan Trafo Dan Konsumen Saat Penghantar Netral Putus ................................................... 81 xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. latar Belakang. Sistem tenaga listrik dari pusat listrik ke beban tegangan rendah melalui transmisi gardu induk. Jaringan tegangan menengah, gardu distribusi, jaringan tegangan rendah selanjutnya kebeban perlu pengaman terhadap gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik maupun pada peralatan listrik. Pengamanan pada sistem tenaga listrik maupun pada peralatan listrik sangat diperlukan karena pada sistem listrik tegangan rendah banyak digunakan atau dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia seperti untuk penerangan, proses produksi dan lain – lain yang membantu proses pekerjaan manusia. Oleh karena itu untuk melindungi manusia dari bahaya listrik, maka setiap pemasangan instalasi pada sistem tenaga listrik tegangan rendah dan peralatan listrik harus mengacu pada suatu Standar Nasional yang dikenal dengan Persyaratan Umum Instalasi Lisrik (PUIL) tahun 2000 dan SPLN. Pada salah satu isi bab dari PUIL 2000 adalah mengatur cara mengamankan dari bahaya kejut listrik atau bahaya tegangan sentuh. Perlu diketahui dengan menerapakan sistem pembumian merupakan salah satu tindakan pengaman pada sistem tegangan rendah. Untuk sistem kelistrikan di 1 Indonesia sistem pembumian yang digunakan ada dua sistem pembumian antara lain : a. Sistem Pembumian Nertal Pengaman (TN). Sistem pembumian TN adalah suatu sistem pembumian atau sistem pengamanan dengan cara menghubungkan badan peralatan atau instalasi yang diamankan dengan hantaran netral yang dibumikan atau dengan kata lain fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal di sebagaian sistem, sehingga jika terjadi kegagalan isolasi tercegahlah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi karena pemutusan arus oleh alat pengaman arus lebih. b. Sistem Pembumian Pengaman (TT). Adalah suatu sistem yang mempunyai titik netral yang dibumikan langsung dan bagian konduktif terbuka (BKT) instalasi dihubungkan ke elektroda bumi yang secara listrik terpisah dari eletroda bumi sistem tenaga listrik. Untuk mendukung sistem pembumian yang baik maka cara pemasangan dan keamanan elektroda beserta penghantar bumi haruslah terjamin dengan baik. Pengujian ukuran penampang elektroda bumi dan penghantar bumi harus memenuhi persyaratan dimana hasil pengukuran tahanan pembumian haruslah memiliki nilai tahanan yang kecil. 2 1.2. Tujuan Penulisan. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah dapat mengetahui salah satu cara pengaman terhadap tegangan sentuh serta membandingkan kelebihan dan kekurangan dari dua sistem pembumian, serta faktor – faktor yang dapat mempengaruhi sistem pembumian. 1.3. Pembatasan Masalah. Dalam hal memproteksi atau mengamankan sistem tenaga listrik tegangan rendah maupun peralatan listrik banyak sekali metode – metode yang digunakan, untuk itu perlu dibatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Untuk itu penulis hanya akan membahas pengamanan dengan cara menggunakan sistem pembumian di area Tangerang, dalam kasus ini penulis akan membahas dua sistem pembumian yang digunakan khususnya di Indonesia, yaitu : a. Sistem Pembumian Pengaman (TT) b. Sistem Pembumian Netral Pengaman (TN) 1.4. Metode Penulisan. Metode yang digunakan dalam penyelesaian penulisan tugas akhir adalah sebagai berikut : a. Metode Kajian Pustaka. Pada dasarnya penelitian pustaka adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pegangan atau bimbingan bagi penulis untuk 3 memecahkan suatu masalah yang mungkin dihadapi dalam proses penelitian ini. Cara yang dilakukan antara lain dengan menggunakan buku – buku literatur, diktat – diktat kuliah, internet , dan sumber – sumber pendukung lainnya dalam mencari landasan teori yang berhubungan dengan pembahasan pokok tugas akhir ini. b. Observasi Lapangan. Merupakan tahap Pengumpulan data yang diperoleh melalui pencarian informasi yang ditinjau oleh penulis, sehingga penulis dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai keadaan yang ada di lapangan. 1.5. Sistematika Penulisan. Untuk memudahkan dalam perincian dan pemaparan tugas akhir ini, maka penulis akan menguraikan dan menjelaskan secara singkat dan sederhana dalam beberapa bab sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menjelaskan tentang teori yang menunjang penulisan seperti teori dari pembumian, elektroda pembumian, faktor yang mempengaruhi nilai dari elektroda bumi. 4 BAB III PENGAMAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH. Bab ini membahas tentang pengaman terhadap tegangan sentuh yang meliputi : bahaya tegangan sentuh serta batasan yang diperbolehkan, metode – metode pengaman tegangan sentuh, serta pembumian sebagai syarat kerja suatu sistem pengaman, persyaratan dari sistem pembumian pengaman (TT) dan sistem pembumian netral pengaman (TN). BAB 4 ANALISA PERHITUNGAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH PADA SISTEM PEMBUMIAN TT DAN TN. Bab ini membahas menganalisa dari data yang diperoleh antara lain perhitungan resistansi penghantar, perhitungan terhadap tegangan sentuh yang kemungkinan yang terjadi pada kedua sistem pembumian, serta perhitungan bahaya bagi konsumen tegangan rendah pada kondisi penghantar netral putus. BAB 5 PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran – saran mengenai pembahasan dalam tugas akhir ini. 5 BAB II LANDASAN TEORI. 2.1. Pembumian Sistem Tegangan Rendah. Sistem tenaga listrik dari pusat listrik ke beban tegangan rendah melalui transmisi, gardu induk, jaringan tegangan menengah, gardu distribusi, jaringan tegangan rendah selanjutnya ke beban perlu pengaman terhadap gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik maupun pada peralatan listrik. Sistem pembumian yang terpasang pada tegangan rendah terbagi dua antara lain : a. Pembumian sistem. Pembumian sistem adalah sistem pembumian yang terpasang pada transformator sisi tegangan rendah ( tegangan 220 / 380 volt ). b. Pembumian peralatan. Pembumian peralatan adalah sistem pembumian yang terpasang pada peralatan listrik konsumen misalnya ; lemari es, pompa air, dan lain – lain. Besarnya resistans pembumian tergantung jenis tanah dimana elektroda bumi ditancapkan ( dimasukan ) kedalam tanah. Ada beberapa jenis tanah yang terdapat di Indonesia misalnya ; tanah rawa, tanah liat / tanah ladang, pasir basah, kerikil basah, pasir dan kerikil kering, dan tanah berbatu, 6 dimana masing – masing jenis tanah tersebut diatas mempunyai tahanan jenis ( Ω - m ). Setiap elektrode bumi yang terpasang di dalam tanah sebaiknya diukur dengan menggunakan pengukuran resistans pembumian, nilai resistans pembumian yang baik yaitu sebesar ≤ 1 ohm. Pengukuran tahanan pembumian sebaiknya pada saat musim kemarau, karena tahanan jenis tanah pada musim kemarau dan musim hujan berbeda, dimana pada musim hujan resistans pembumian menjadi kecil, sebaiknya resistans pembumian pada saat musim kemarau resistans pembumian menjadi besar. 2.2. Tujuan Pembumian. Tujuan umum dari pembumian adalah sebagai salah satu unsur pengaman terhadap gangguan antara lain ; a. Mengamankan manusia dan peralatan jika terjadi kebocoran pada peralatan listrik. b. Untuk membatasi tegangan kejut ( tegangan sentuh ) bila terjadi kebocoran pada peralatan listrik. c. Untuk meredam arus pada penghantar netral yang diakibatkan beban pada sistem tegangan rendah tidak merata setiap fasanya. Selain pembumian dilakukan pada sistem tegangan rendah, juga dianjurkan pembumian dilakukan pada sisi konsumen atau pembumian peralatan yang mempunyai tujuan antara lain ; 7 a. Untuk membatasi tegangan antara bagian – bagian peralatan yang tidak dilalui arus listrik dan antara bagian ini dengan tanah sampai pada suatu harga yang aman ( tidak membahayakan ) untuk semua kondisi operasi normal atau tidak normal. Untuk mencapai tujuan ini, suatu sistem pembumian peralatan mutlak dibutuhkan. b. Sistem pembumian ini digunakan untuk memperoleh potensial yang merata dalam semua bagian struktur dan peralatan, serta untuk menjaga manusia ( mahluk hidup ) khususnya, yang berada dalam daerah instalasi berada dalam potensial yang sama dan tidak berbahaya dalam setiap saat. c. Untuk memperoleh impedansi yang kecil dari jalan balik arus hubung singkat ke tanah. Kecelakaan pada manusia ( mahluk hidup ) timbul pada saat terjadi hubung singkat ke tanah, jadi bila arus hubung singkat ke tanah dipaksakan mengalir melalui impedansi yang tinggi bisa menimbulkan potensial yang besar dan bisa berbahaya. Maka fungsi pembumian itu sendiri adalah mengalirkan arus gangguan yang timbul karena kegagalan isolasi dari penghantar. Gangguan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi keselamatan jiwa manusia dan juga dapat merusak peralatan listrik. Arus listrik yang melewati tubuh manusia tidak terlalu berbahaya tetapi yang berbahaya adalah seberapa besar dan lama arus listrik tersebut melewati tubuh manusia. Biasanya jika terjadi pada peralatan / instalasi listrik adalah dikarenakan ada kegagalan isolasi atau ada penghantar yang terbuka yang menyentuh badan atau kerangka pada peralatan listrik tersebut. 8 2.3. Elektrode Pembumian. Elektrode pembumian adalah penghantar yang ditanam dalam tanah dan membentuk kontak langsung dengan tanah. Jika melalui elektrode tersebut dialiri arus listrik ketanah, maka arus listrik tersebut akan menyebar ketanah dan makin jauh dari elektrode maka makin berkurang kerapatan arusnya (lihat gambar 2.1). Gambar 2.1. Elektrode pembumian yang dimasukan kedalam tanah. 2.3.1. Jenis Elektrode Pembumian. Bentuk elektrode pembumian atau elektrode bumi antara lain dapat berupa ; elektrode pita, elektrode batang, elektrode plat, dan jenis elektrode lainnya. a. Elektrode Pita. Elektrode pita dibuat dari hantaran berbentuk pita atau batang bulat atau hantaran yang dipilin. Eletrode pentanahan ini berbentuk radial, 9 lingkaran atau kombinasi dari bentuk – bentuk tersebut (lihat gambar 2.2). kedalaman dari elektrode ini umumnya ditanam secara dangkal. 0,5 -1 m 0,5 -1 m 0,5 -1 m Gambar 2.2. Macam – macam elektrode pita. b. Elektrode Batang. Elektrode batang dibuat dari tembaga atau besi baja profil yang ditancapkan tegak lurus kedalam tanah. Panjang elektrode yang harus digunakan disesuaikan dengan nilai resistans pembumian yang diperlukan atau diinginkan (lihat gambar 2.3) 10 (a). Elektrode batang tunggal. (b). Elektrode batang dalam group. Gambar 2.3. Elektrode batang. c. Elektrode Pelat. Elektrode plat dibuat dari pelat logam berlubang atau dari kawat kasa, pelat tersebut sekurang – kurangnya satu meter di bawah permukaan tanah ke tepi atas pelat yang ditanam. Luas pelat yang dipergunakan tergantung dari besar resistansi pembumian yang diperlukan. Umumnya satu lembar pelat mempunyai ukuran 1 x 0,5 m2 (lihat gambar 2.4) 11 Keterangan gambar : l : Panjang pelat t b : Lebar pelat b t : Kedalaman pelat l Gambar 2.4. Elekrode pelat. d. Elektrode Jenis lain. Elektrode jenis lain dapat mempergunakan pipa air minum yang digalvanis yang terbuat dari logam. Kedalaman dari jenis elektrode ini dapat dipakai 1 buah pipa dengan panjang 6 meter (tergantung dari hasil pengukuran), di dalam pipa dimasukan kawat tembaga fleksibel dengan penampang 16 mm2 serta ujung pipa diberi mata tombak tembaga yang disekrup (dibaut) dengan tembaga fleksibel tersebut (lihat gambar 2.5). 12 Gambar 2.5. Elektrode pembumian dengan mempergunakan pipa galvanis. 2.3.2. Pemasangan Elektrode Bumi. Bahan elektrode bumi biasanya terbuat dari tembaga atau baja yang digalvanis atau dilapisi tembaga sepanjang kondisi setempat tidak mengharuskan memakai bahan lain (misalnya pada area perusahaan yang memproduksi bahan – bahan kimia). Untuk memilih macam elektroda bumi yang akan dipakai, harus diperhatikan terlebih dahulu kondisi setempat, sifat tanah, dan resistansi pembumian yang diperkenankan. Permukaan elektrode bumi harus berhubungan baik dengan tanah sekitarnya. Batu dan kerikil yang langsung mengenai elektrode bumi akan memperbesar resistans pembumian. Jika keadaan tanah mengizinkan, elektrode pita harus ditanam sedalam 0,5 sampai 1 meter. Pengaruh kelembaban lapisan tanah terhadap 13 resistans pembumian agar diperhatikan panjang elektrode bumi agar disesuaikan dengan resistans pembumian yang dibutuhkan. Resistans pembumian elektrode pita sebagian besar tergantung pada elektrode tersebut dan sedikit tergantung pada luas penampangnya (lihat gambar 2.2). Pemasangan elektrode batang biasanya dimasukan tegak lurus ke dalam tanah dan panjangnya disesuaikan dengan resistans pembumian yang diperlukan. Resistans pembumian sebagian besar tergantung pada panjangnya dan sedikit bergantung pada ukuran penampangnya. Jika beberapa elektrode diperlukan untuk memperoleh resistans pembumian yang rendah, jarak antara elektrode tersebut minimum harus dua kali panjangnya. Jika elektrode tersebut tidak berkerja secara efektif pada seluruh panjangnya, maka jarak minimum antara elektrode harus dua kali panjang efektifnya (lihat gambar 2.3). Elektrode pelat ditanam tegak lurus dalam tanah, ukurannya disesuaikan dengan resistans pembumian yang diperlukan dan pada umumnya cukup menggunakan pelat berukuran 1 m x 0,5 m. Sisi atas pelat harus terletak minimum 1 m di bawah permukaan tanah. Jika diperlukan beberapa pelat logam untuk memperoleh resistans pembumian yang lebih rendah maka jarak antara pelat logam, jika dipasang paralel dianjurkan minimum 3 meter. Untuk memperoleh resistans pembumian yang sama, elektrode pelat memerlukan bahan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan elektrode pita atau batang (lihat gambar 2.4). 14 2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Resistans Pembumian. Resistans pembumian dari elektrode bumi tergantung pada jenis dan keadaan tanah serta pada ukuran dan susunan elektrode. 2.4.1. Resistans Jenis Tanah Faktor keseimbangan antara resistans peralatan dan kapasitansi disekelilingnya adalah resistans jenis tanah yang dipresentasikan dengan harga ρ. Harga resistans jenis tanah pada daerah kedalaman yang terbatas tidaklah sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan jenis tanah yaitu : a. Pengaruh Keadaan Struktur tanah. Ialah struktur geologinya, seperti tanah liat, tanah rawa, tanah berbatu, tanah berpasir, tanah gambut, dan sebagainya. Resistans jenis tanah bervariasi dari 500 sampai 50000 ohm per cm3. kadang- kadang harga ini dinyatakan dalam ohm – cm. Pernyataan ohm – cm mempresentasikan tahanan diantara dua permukaan yang berlawanan dari suatu volume tanah yang berisi 1 cm3. kesulitan yang biasa dijumpai dalam mengukur resistans jenis tanah adalah bahwa dalam kenyataannya komposisi tanah tidaklah homogen pada seluruh volume tanah, dapat bervariasi secara vertikal maupun horizontal, sehingga pada lapisan tertentu mungkin terdapat dua atau lebih jenis tanah dengan resistans jenis yang berbeda. Untuk memperoleh harga sebenarnya dari resistans jenis 15 tanah , harus dilakukan pengukuran langsung ditempat dengan memperbanyak titik pengukuran (lihat tabel 2.1). Tabel 2.1. Resistans jenis tanah. 1 2 3 4 5 6 7 Jenis Tanah Tanah Pasir Kerikil Pasir & Tanah tanah rawa liat & basah basah kerikil berbatu landang basah Resistans jenis (Ω- 30 100 200 500 1000 3000 m) b. Pengaruh Unsur Kimia. Untuk mendapatkan resistans jenis tanah yang lebih rendah, sering dicoba dengan mengubah komposisi kimia tanah dengan memberikan garam pada tanah dekat elektrode pembumian yang ditanam. Cara ini hanya baik untuk sementara sebab proses penggaraman harus dilakukan secara periodik, sedikitnya 6 bulan sekali. Cara lain untuk mendapatkan resistans jenis tanah yang rendah dapat dilakukan dengan memberikan air atau membasahi tanah. Harga resistans jenis tanah pada kedalaman yang terbatas sangat tergantung dengan keadaan cuaca. Untuk mendapatkan resistans jenis tanah rata – rata untuk keperluan perencanaan, maka diperlukan penyelidikan atau pengukuran dalam jangka waktu tertentu. 16 c. Pengaruh Iklim. Untuk mengurangi variasi resistans jenis tanah akibat pengaruh musim, pembumian dapat dilakukan dengan menanam elektrode pembumian sampai mencapai kedalaman dimana terdapat air tanah yang konstan. Kadangkala pembenaman elektrode pembumian, elektrode memungkinkan kelembaban dan temperatur bervariasi sehingga harga jenis tanah harus diambil untuk keadaan yang paling buruk, yaitu tanah kering dan dingin. Proses mengalirnya arus listrik didalam tanah sebagian besar akibat dari proses elektrolisa, oleh karena itu air di dalam tanah akan mempengaruhi konduktivitas atau daya hantar listrik dalam tanah tersebut. Dengan demikian resistans jenis tanah akan dipengaruhi oleh besar kecilnya konsetrasi air tanah atau kelembaban tanah, maka konduktivitas dari pada tanah akan semakin besar sehingga resistans tanah semakin kecil. d. Pengaruh Temperatur Tanah. Temperatur tanah sekitar elektrode pembumian juga berpengaruh pada besarnya resistans jenis tanah. Hal ini terlihat pengaruhnya pada temperatur dibawah titik beku air (0°C), dibawah harga ini penurunan temperatur yang sedikit saja akan menyebabkan kenaikan harga resistans jenis tanah dengan cepat. 17 Gejala diatas dapat dijelaskan sebagai berikut ; pada temperatur dibawah titik beku air (0°C), air di dalam tanah akan membeku, molekul – molekul air dalam tanah sulit untuk bergerak, sehingga daya hantar listrik tanah menjadi rendah sekali. Bila temperatur tanah naik, air akan berubah menjadi fase cair, molekul – molekul dan ion – ion bebas bergerak sehingga daya hantar listrik tanah akan menjadi besar atau resistans jenis tanah turun. Pengaruh temperatur terhadap resiatans jenis tanah dapat dihitung dengan rumus dibawah ini : ρt = ρ0 (1 + αt) (2.1) dimana : ρt = resistans jenis tanah pada t°C ρ0 = resistans jenis tanah pada 0°C α0 = koefisien temperatur resistans per °C pada 0° t = temperatur yang timbul (°C) 2.4.2. Ukuran dan Susunan Elektrode Pembumian. Resistans pembumian suatu elektrode pembumian harus dapat dukur. Untuk keperluan tersebut penghantar yang menghubungkan setiap elektrode pembumian atau susunan elektrode pembumian harus dilengkapi dengan hubungan yang dapat dilepaskan. 18 Ukuran minimum elektrode dapat dipilih dengan memperhatikan korosi dan penghantarnya, bila keadaan tanah korosif atau jika digunakan elektrode baja yang tidak digalvanisir dianjurkan untuk menggunakan luas penampang dan tebalnya sekurang – kurangnya 150 % dari yang tertera pada tabel 2.2. mengenai ukuran minimum elektrode bumi dan tabel 2.3. resistans pembumian pada resistans jenis ρ1 = 100 Ω - m. Tabel 2.2. Ukuran minimum elektrode bumi. No 1 Bahan jenis elektrode Elektrode pita 2 Elektrode batang 3 Elektrode pelat Baja digalvanis dengan proses pemanasan Pita baja 100 mm² setebal minimum 3mm Penghantar pilin 95 mm² (bukan kawat halus) Pipa baja profil 25mm Baja profil (mm) L 65 x 65 x 7 U 6,5 Batang profil lain yang setaraf Pelat besi tebal 3 mm luas 0,5 mm² sampai 1 mm² Baja berlapis tembaga 50 mm² Tembaga Pita tembaga 50 mm² tebal minimum 2 mm Penghantar pilin 35 mm² (bukan kawat halus) Baja berdiameter 15 mm dilapisi tembaga setebal 250 µm Pelat tembaga tebal 2 mm luas 0,5 m² sampai 1 m² 19 Tabel 2.3. Resistans pembumian pada resistans jenis ρ1 = 100 Ω - m. Jenis electrode Resistans pembumian (Ω) Pipa atau penghantar pilin Batang atau pipa 10 Panjang (m) 25 50 100 1 20 10 70 40 5 3 Panjang (m) 2 3 5 30 20 Pelat vertical dengan Sisi atas ± 1 m Dibawah permukaan tanah Ukuran m² 0,5 x 1 1x1 35 25 Bahawa pada tabel 2.3 menunjukan nilai rata – rata resistans elektrode bumi untuk ukuran minimum elektrode bumi seperti pada tabel 2.2.Untuk resistans jenis yang lain (ρ), maka besar resistans pembumian berdasarkan tabel 2.3. adalah perkalian nilai diatas (pada tabel 2.3). ρ — ρ1 ρ atau — (2.2) 100 20 2.5. Pemasangan sistem Pembumian. Pemasangan sistem pembumian terbagi 2 macam : a. Pemasangan di sistem tegangan rendah, dimana transformator di gardu distribusi mempunyai belitan Delta – Wye dibumikan dan dapat dilakukan pada jaringan tegangan rendah penghantar netralnya juga dibumikan. b. Pemasangan di peralatan listrik di rumah konsumen, misalnya di lemari es, pompa air dan lain sebagainya, tetapi dapat juga dipasang pada kotak kwh meter atau di perlengkapan hubung bagi (PHB). 2.5.1. Pemasangan Pembumian Sistem. Sesuai penjelasan diatas, bahwa pembumian sistem pada tegangan rendah dengan tegangan 220 / 380 Volt dipasang pada transformator sisi sekunder (lihat gambar 2.6). material yang dipergunakan adalah jenis tembaga berbentuk batang dengan luas penampang minimum 50 mm2. Pembumian sistem di gardu distribusi tidak boleh digabung dengan pembumian peralatan yang terdapat di gardu distribusi misalnya ; pada pembumian kubikel 20.000 Volt, karena bila pembumian ini digabung maka pada suatu saat terjadi kegagalan listrik di kubikel 20.000 Volt akan dirasakan oleh pembumian trafo selanjutnya akan dirasakan oleh sistem tegangan rendah, hal ini akan menaikan tegangan di sisi beban. 21 Nilai resistans pembumian pada pembumian sistem sebaiknya ≤ 1 ohm. Perolehan nilai resistans ini dengan cara pengukuran resistans pembumian. Gambar 2.6. Pembumian sistem pada transformator di gardu distribusi. 2.5.2. Pemasangan pembumian Untuk Peralatan Listrik. Untuk pemasangan pembumian peralatan pada konsumen dapat dilakukan pada kotak kwh meter, di perlengkapan hubung bagi (PHB), maupun pada peralatan listrik (BKT). a. Pemasangan Pada Kotak Kwh Meter. Elektrode pembumian ini dapat dipasang di bawah kotak kwh meter dimana jenis elektrode dapat mempergunakan elektrode yang terbuat dari tembaga atau pipa air minum yang terbuat logam yang sudah digalvanis. 22 Elektrode ditanam dan dihubungkan ke kotak kwh meter yang mempergunakan penghantar jenis tembaga yang mempunyai penampang ≤ 16 mm2. Selanjutnya penghantar pembumian yang masuk ke instalasi rumah dihubungkan ke elektrode ini, perolehan resistans pembumian sebaiknya sebesar ≤ 3 ohm, dalam hal ini pengukuran dari resistans elektrode atau resistans pembumian dapat dilakukan dengan cara pengukuran. Gambar 2.7. Pemasangan pembumian peralatan di kotak kwh meter. b. Pemasangan Pada Perlengkapan Hubung Bagi (PHB) Sama seperti pada pemasangan pada kotak kwh meter, elektrode pembumian dipasang di bawah PHB dengan jenis elektrode dapat mempergunakan elektrode yang terbuat dari tembaga atau pipa air minum yang terbuat dari logam yang sudah digalvanis . elektrode ditanam dan 23 dihubungkan ke PHB yang mempergunakan penghantar jenis tembaga yang mempunyai luas penampang dari 16 mm2 sampai dengan 35 mm2. selanjutnya penghantar pembumian yang masuk ke instalasi rumah dihubungkan ke elektrode ini dengan pengukuran resistans pembumian sebaiknya ≤ 3 ohm. Terminal netral MCB Terminal pembumian Kotak PHB Pembumian Gambar 2.8. Pemasangan pembumian peralatan pada PHB. 24 c. Pemasangan Pada Peralatan Listrik. Pemasangan pembumian peralatan selain dipasang di kotak kwh meter atau di PHB dapat juga dipasang disetiap peralatan listrik yang terpasang di rumah tinggal (pada BKT) misalnya pompa air, lemari es, atau motor listrik dan lain sebagainya. Jika ditinjau dari segi ekonomis pemasangan setiap peralatan listrik kurang menguntungkan, untuk segi teknisnya sama dengan pemasangan pembumian yang digabung di kotak kwh meter atau di PHB. Gambar 2.9. Pemasangan pembumian peralatan pada peralatan listrik 25 BAB III PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH. 3.1. Umum. Pengertian yang lebih mendalam mengenai langkah pengamanan memerlukan pengetahuan yang lebih mendalam pula mengenai beberapa besarnya bahaya tegangan listrik pada manusia. Suatu tegangan yang tersentuh badan manusia akan selalu menyebabkan mengalirnya arus listrik melalui badan. Secara umum bahaya – bahaya yang mungkin dapat ditimbulkan oleh tegangan atau arus listrik terhadap manusia dari yang ringan sampai yang paling berat yaitu ; terkejut, pingsan atau sampai dengan kematian. Ringan atau berat bahaya yang timbul, tergantung dari faktor – faktor di bawah ini sebagai berikut : a. Tegangan dan kondisi manusia terhadap tegangan tersebut. b. Besar dan lamanya waktu arus yang melewati tubuh manusia. c. Jenis arus, searah atau bolak – balik. 3.2. Tegangan. Pada sistem kelistrikan baik pada tegangan tinggi, tegangan menengah, maupun tegangan rendah sering terjadi kecelakan terhadap manusia, dalam hal terjadi kontak langsung. Akan tetapi sebenarnya yang 26 menyebabkan bahaya tersebut adalah besarnya arus yang mengalir dalam tubuh manusia disamping tegangan sebagai penyebabnya. Sulit untuk menentukan secara tepat mengenai perhitungan tegangan yang mungkin timbul akibat kesalahan ke tanah terhadap manusia, hewan maupun lingkungan sekitar. Untuk menganalisa keadaan ini diambil beberapa pendekatan sesuai dengan kondisi manusia pada saat terjadi kesalahan ke tanah. Pada hakekatnya perbedaan tegangan selama mengalirnya arus listrik dapat digambarkan sebagai berikut (lihat gambar 3.1) : a. Tegangan sentuh. b. Tegangan langkah. Gambar 3.1. Bentuk tegangan. 27 3.2.1.Tegangan Sentuh. Tegangan sentuh adalah tegangan yang terdapat diantara suatu obyek yang disentuh dan suatu titik tertentu, dengan asumsi bahwa objek yang disentuh dihubungkan dengan kisi – kisi pembumian yang berada dibawahnya. Besar arus gangguan dibatasi oleh resistans manusia dan resistans kontak ke tanah dari kaki manusia tersebut, seperti gambar 3.2. Gambar 3.2. Tegangan sentuh dengan rangkaian penggantinya. Dari rangkaian pengganti dapat dilihat hubungannya sebagai berikut : Rf Es = Rk × × Ik 2 (3.1) 28 Dimana : ES = Tegangan sentuh (Volt). RK = Resistans tubuh manusia (Ohm). RF = Resistans kontak ke tanah dari satu kaki pada tanah (Ohm). IK = Besarnya arus yang melalui tubuh manusia (Ampere). Pada tabel 3.1. diberikan besarnya tegangan sentuh yang diijinkan serta lama gangguan yang diijinkan jika manusia tersentuh oleh tegangan. Tabel 3.1. Besar dan lamanya tegangan sentuh yang diijinkan. TEGANGAN SENTUH Maksimum waktu yang diizinkan AC rms (detik) (volt) ∞ ≤ 50 5 50 1 75 0,5 90 0,2 110 0,1 150 0,05 220 0,03 280 D.C (volt) ≤ 120 120 140 160 175 200 250 310 3.3. Arus Yang Melalui Tubuh manusia. Kemampuan tubuh manusia terhadap besarnya arus yang mengalir didalamnya. Tetapi berapa besar dan lamanya arus yang masih dapat ditahan oleh tubuh manusia sampai batas yang belum membahayakan sukar ditetapkan. Dalam hal ini telah banyak diselidiki oleh para ahli dengan berbagai percobaan baik dengan tubuh manusia sendiri maupun 29 menggunakan binatang tertentu. Besarnya arus belum berbahaya terhadap organ tubuh manusia telah diadakan berbagai percobaan terhadap beberapa orang sukarelawan yang menghasilkan batas – batas besarnya arus dan pengaruhnya terhadap manusia yang berbadan sehat. Batas – batas arus tersebut dibagi sebagai berikut : a. Arus mulai terasa atau arus persepsi. b. Arus yang mempengaruhi otot. c. Arus yang mengakibatkan pingsan hingga kematian atau arus fibrilasi. d. Arus reaksi. 3.3.1.Arus Persepsi. Bila seseorang memegang penghantar yang diberi tegangan mulai dari harga nol dan dinaikan sedikit demi sedikit, arus listrik yang melalui tubuh manusia tersebut akan memberikan pengaruh. Mula – mula akan merangsang syaraf sehingga akan terasa suatu getaran yang tidak berbahaya. Bila dengan arus bolak – balik dan akan terasa sedikit panas pada telapak tangan. Pada electrical Testing Laboratory New York tahun 1993 telah dilakukan pengujian terhadap 40 orang laki – laki dan perempuan, dan diperoleh arus rata – rata yang disebut threshold of perception current, sebagai berikut : a. Untuk laki – laki : 1,1mA b. Untuk perempuan : 0,7 mA 30 3.3.2.Arus Yang Mempengaruhi Otot. Bila tegangan yang menyebabkan terjadinya tingkat arus persepsi dinaikan lagi maka manusia akan merasakan sakit dan jika dinaikan maka otot – otot akan kaku sehingga manusia tidak berdaya lagi untuk melepaskan konduktor yang dipegangnya. Di University of California Medical School telah dilakukan penyelidikan terhadap 134 orang laki – laki dan 28 orang perempuan dan diperoleh angka rata – rata yang mempengaruhi otot sebagai berikut : a. Untuk laki – laki : 16 mA b. Untuk perempuan : 10,5 mA Berdasarkan penyelidikan ini telah ditetapkan batas arus maksimal dimana manusia masih dapat dengan segera melepaskan konduktor bila terkena arus listrik sebagai berikut : a. Untuk laki – laki : 9 mA b. Untuk perempuan : 6 mA 3.3.3.Arus Fibrilasi. Apabila arus yang melewati tubuh manusia lebih besar dari arus yang mempengaruhi otot dapat mengakibatkan manusia menjadi pingsan bahkan sampai menimbulkan kematian. Hal ini disebabkan arus listrik tersebut mempengaruhi jantung berhenti berkerja. Untuk mendapatkan nilai pendekatan, suatu percobaan telah dilakukan pada University of California oleh Dalziel pada tahun 1968, 31 dengan menggunakan binatang yang mempunyai badan dan jantung yang kira – kira sama dengan manusia. Disebutkan bahwa 99,5 % dari semua orang yang beratnya 50 kg masih dapat bertahan terhadap besar arus dan waktu yang ditentukan oleh persamaan berikut : Ik = K t (3.2.) dimana : Ik = arus yang mengalir melalui tubuh manusia (Ampere). K = 0,0135 untuk manusia dengan berat 50 kg. = 0,246 untuk manusia dengan berat 70 kg. t = lamanya arus mengalir dalam tubuh (detik). 3.3.4.Arus Reaksi. Arus reaksi adalah arus yang terkecil yang dapat mengakibatkan manusia menjadi terkejut, hal ini cukup berbahaya karena dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena terkejut orang dapat jatuh dari tangga, melemparkan peralatan yang sedang dipegang yang dapat mengenai bagian – bagian instalasi yang bertegangan sehingga terjadi kecelakaan yang lebih fatal. Penyelidikan yang terperinci telah dikemukan oleh DR. Hans Prinz dimana batasan – batasan arus tersebut seperti tabel 3.2. 32 Tabel 3.2. Batasan – batasan arus dan pengaruhnya pada manusia. BATAS ARUS 0 - 0,9 mA 0,9 - 1,2 mA 1,2 - 1,6 mA 1,6 - 6 mA 6 - 8 mA 8 - 15 mA 15 - 20 mA 20 - 50 mA 50 - 100 mA PENGARUH PADA TUBUH MANUSIA Belum merasakan pengaruhnya Baru mulai adanya arus listrik, tetapi tidak menimbulkan kejang Mulai terasa seakan ada yang merayap dalam tubuh manusia Tangan sampai ke siku terasa kesemutan Tangan mulai kaku dan rasa kesemutan makin bertambah Rasa sakit tak tertahankan, penghantar fase masih dapat dilepas Otot tidak sanggup lagi melepaskan penghantar Dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia Batas arus yang dapat menyebabkan kematian 3.4. Resistans Tubuh Manusia. Resistans tubuh manusia berkisar diantara 500 ohm sampai 100.000 ohm tergantung dari tegangan, keadaan kulit pada tempat yang mengadakan hubungan (kontak) dan jalanya arus dalam tubuh. Penyelidikan dan penelitian resistans tubuh manusia yang diperoleh beberapa ahli adalah sebagai berikut (lihat tabel 3.3.) : Tabel 3.3. Berbagai harga resistans tubuh manusia. Peneliti Dalziel AIEE Committee Report 1958 Tahanan (Ω) 500 2.330 1.130 Laurent 1.680 800 3.000 Keterangan dengan tegangan 60 cps dengan tegangan 21 volt tangan ke tangan Ik = 9 mA tangan ke kaki tangan ke tangan dengan arus searah tangan ke kaki 50 cps 33 Berdasarkan hasil penyelidikan oleh para ahli maka pendekatan diambil harga resistans manusia sebesar 1000 ohm. 3.5. Cara – Cara Memproteksi Dari Tegangan Sentuh. Proteksi untuk keselamatan menentukan persyaratan terpenting untuk melindungi manusia, ternak, dan harta benda. Untuk tindakan proteksi dapat diterapkan pada seluruh instalasi, pada sebagian instalasi atau pada suatu perlengkapan listrik. Ruang lingkup dari proteksi terhadap tegangan sentuh harus diberikan dengan penerapan tindakan yang sesuai, yang berupa : a. Proteksi dari sentuh langsung atau proteksi dalam pelayanan normal. b. Proteksi dari sentuh tak langsung atau proteksi dalam kondisi gangguan. 3.5.1.Proteksi Dari Sentuh Langsung ( Dalam Pelayanan Normal ). Sentuh langsung adalah sentuh langsung atau terjadinya kontak langsung pada bagian aktif perlengkapan atau instalasi listrik. Bagian aktif perlengkapan atau instalasi listrik adalah bagian konduktif yang merupakan bagian dari sirkit listriknya, yang dalam keadaan pelayanan normal umumnya bertegangan dan atau dialiri arus. 3.5.2.Cara Proteksi Dari Sentuh Langsung. Untuk menanggulangi atau mengamankan terhadap bahaya sentuh langsung dapat dilakukan dengan cara : 34 a. Proteksi Dengan Isolasi Bagian Aktif. Isolasi tersebut dimaksudkan untuk mencegah setiap sentuh dengan bagian aktif. Bagian aktif harus seluruhnya tertutup dengan isolasi yang hanya dapat dilepas dengan merusakanya, sebagai contoh ; kabel dan kawat berisolasi. Untuk perlengkapan buatan pabrik, isolasi harus sesuai dengan standar yang relevan untuk perlengkapan listrik tersebut. Untuk perlengkapan lainnya, proteksi harus dilengkapi dengan isolasi yang mampu menahan stres yang mungkin mengenainya dalam pelayanan, seperti pengaruh mekanik, kimia, listrik, dan termal. b. Proteksi Dengan Penghalang Atau Selungkup. Penghalang atau selungkup dimaksudkan untuk mencegah setiap sentuh dengan bagian aktif. Proteksi yang diberikan oleh selungkup terhadap sentuh langsung kebagian berbahaya adalah proteksi manusia terhadap : a) Sentuh dengan bagian aktif tegangan rendah yang berbahaya. b) Sentuh dengan bagian mekanik yang berbahaya. c) Mendekati bagian aktif tegangan tinggi yang berbahaya di bawah jarak bebas yang memadai di dalam selungkup. Pada proteksi dengan selungkup bagian aktif harus berada di dalam selungkup atau di belakang penghalang yang memberi tingkat proteksi 35 paling rendah IP2X, sedangkan untuk permukaan bagian atas yang horizontal dari penghalang atau selungkup yang dengan mudah terjangkau harus memberi tingkat proteksi paling sedikit IP4X. Untuk penghalang atau selungkup harus terpasang dengan kokoh di tempatnya dan mempunyai kestabilan dan daya tahan yang memadai untuk mempertahankan tingkat proteksi yang dipersyaratkan dan mempertahankan separasi yang memadai dari bagian aktif dalam kondisi pelayanan normal (lihat gambar 3.3). Gambar 3.3. Proteksi dengan penghalang. c. Proteksi Dengan Rintangan. Rintangan dimaksudkan untuk mencegah sentuh tidak sengaja dengan bagian aktif, tetapi tidak mencegah sentuh disengaja dengan cara 36 menghindari rintangan secara sengaja. Proteksi rintangan harus dapat mencegah : a) Mendekatnya badan dengan tidak sengaja kebagian aktif. b) Sentuh tidak sengaja dengan bagian aktif selama operasi dari perlengkapan aktif dalam pelayanan normal. Rintangan dapat dilepas tanpa menggunakan kunci atau perkakas, tetapi harus aman sehingga tercegah lepasnya rintangan secara tidak disengaja. d. Proteksi Dengan Penempatan Di Luar Jangkauan. Proteksi dengan penempatan di luar jangkuan hanya dimaksudkan untuk mencegah sentuh yang tidak sengaja dengan bagian aktif. Bagian potensial yang dapat terjangkau secara silmutan harus berada diluar jangkuan tangan. Ditempat dimana biasa digunakan benda konduktif yang besar atau panjang maka jarak yang dipersyaratkan harus ditambah dengan memeperhitungkan ukuran yang relevan dari benda tersebut. e. Proteksi Tambahan Dengan Gawai Proteksi Arus Sisa ( GPAS ). Penggunaan gawai proteksi arus sisa hanya dimaksudkan untuk menambah tindakan proteksi lain terhadap kejut listrik dalam pelayanan normal. Penggunaan gawai proteksi arus sisa, dengan arus operasi sisa pengenal tidak lebih dari 30 mA, dikenal sebagai proteksi tambahan dari 37 kejut listrik dalam pelayanan normal, dalam hal kegagalan tindakan proteksi lainnya atau karena kecerobohan pemakai (lihat gambar 3.4). Gambar 3.4. Proteksi dengan menggunakan GPAS. 3.5.3.Proteksi Dari Sentuh Tak Langsung. Sentuh tak langsung adalah sentuh pada BKT perlengkapan atau instalasi listrik yang menjadi bertegangan akibat kegagalan isolasi. BKT perlengkapan atau instalasi listrik adalah bagian konduktif yang merupakan bagian dari sirkit listriknya, yang dalam pelayanan normal tidak bertegangan tetapi dapat menjadi bertegangan dalam kondisi gangguan. Kegagalan isolasi seperti tersebut di atas harus dicegah terutama dengan cara berikut : 38 a. Perlengkapan listrik harus dirancang dan dibuat dengan baik. b. Bagian aktif harus diisolasi dengan bahan yang tepat. c. Instalasi listrik harus dipasang dengan baik. tindakan proteksi harus dilakukan sebaik – baiknya agar tegangan sentuh yang terlalu tinggi karena kegagalan isolasi tidak dapat terjadi atau tidak dapat bertahan. Tegangan sentuh yang terlalu tinggi adalah tegangan sentuh yang melampaui batas rentang tegangan yaitu > 50 Va.b. efektif. (lihat Tabel 3.1). 3.5.4.Cara Proteksi Dari Sentuh Tak Langsung. Proteksi dari sentuh tak langsung (dalam kondisi gangguan) meliputi : a. Proteksi Dengan Pemutusan Suplai Otomatis. Gawai proteksi secara otomatis harus memutus suplai ke sirkit atau perlengkapan yang diberi proteksi oleh gawai tesebut dari sentuh tak langsung, sedemikian sehingga ketika terjadi gangguan antara bagian aktif dengan BKT atau penghantar proteksi dalam sirkit atau perlengkapan tesebut, maka tegangan sentuh prospektif yang melampaui 50 Va.b. efektif atau 120 V a. s. bebas riak tidak berlangsung untuk waktu yang cukup lama, yang dapat menyebabkan resiko efek fisiologis yang berbahaya dalam tubuh manusia yang tersentuh bagian konduktif yang dapat terjangkau secara silmutan. 39 b. Proteksi Dengan Menggunakan Perlengkapan Kelas II. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya tegangan berbahaya pada bagian perlengkapan listrik yang dapat terjangkau melalui gangguan pada isolasi dasarnya. Untuk persyaratan proteksi ini harus dilengkapi dengan perlengkapan listrik dari jenis berikut ini, yang diuji jenis dan ditandai sesuai standar yang relevan : a) Perlengkapan listrik yang mempunyai isolasi ganda atau diperkuat (perlengkapan kelas II). b) Rakitan perlengkapan listrik buatan pabrik yang mempunyai isolasi total. c. Proteksi Dengan Separasi Listrik. Separasi listrik suatu listrik individual dimaksudkan untuk mencegah arus kejut melalui sentuh dengan BKT yang dapat dilistriki oleh gangguan pada isolasi dasar listrik. Proteksi dengan separasi listrik adalah suatu tindakan proteksi dengan memisahkan sirkit perlengkapan listrik dari jaringan sumber dengan menggunakan transformator pemisah atau motor generator. Dengan demikian tercegahlah timbulnya tegangan sentuh yang terlalu tinggi pada BKT perlengkapan yang diproteksi, bila terjadi kegagalan isolasi dalam perlengkapan tersebut (lihat gambar 3.7). 40 Gambar 3.5. Proteksi dengan separasi listrik 3.6. Proteksi Dengan Pemutusan Suplai Otomatis. Meskipun pengamanan terhadap sentuh langsung seperti yang dijelaskan diatas telah dilakukan, namun bahaya terhadap tegangan sentuh masih biasa terjadi sebagai akibat kegagalan isolasi yaitu apa yang disebut dengan sentuh tak langsung. Proteksi terhadap sentuh tak langsung dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti yang dijelaskan diatas. Dari cara tersebut diatas paling banyak digunakan pada pengamanan jaringan tegangan rendah (JTR) dan instalasi konsumen adalah pengamanan dengan pemutusan suplai otomatis. Pemutusan suplai secara otomatis dipersyaratkan jika dapat terjadi resiko efek patofisiologi yang berbahaya dalam tubuh manusia ketika terjadi gangguan. Tindakan proteksi ini memerlukan koordinasi jenis pembumian sistem dan karakteristik penghantar proteksi serta gawai proteksi. 41 3.6.1.Jenis Pembumian Sistem. Jenis pembumian sistem yang digunakan secara umum antara lain : A. Sistem Pembumian Netral Pengaman (TN). Sistem tenaga listrik TN mempunyai satu titik yang dibumikan langsung, BKT instalasi dihubungkan ke titik tersebut oleh penghantar proteksi. Ada tiga jenis sistem TN sesuai dengan susunan penghantar netral dan penghantar proteksi yaitu sebagai berikut : a) Sistem TN-S. Dimana digunakan penghantar proteksi terpisah di seluruh sistem (lihat gambar 3.6). Gambar 3.6. Sistem TN-S. 42 b) Sistem TN-C-S. Dimana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal di sebagian sistem (lihat gambar 3.7). Gambar 3.7. Sistem TN-C-S. c) Sistem TN-C. Dimana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal di seluruh sistem (lihat gambar 3.8). 43 Gambar 3.8 Sistem TN-C. B. Sistem Pembumian Pengaman (TT). Sistem tenaga listrik TT mempunyai satu titik yang dibumikan langsung. BKT instalasi dihubungkan ke elektroda bumi yang secara listrik terpisah dari elektroda bumi sistem tenaga listrik (lihat gambar 3.9). Gambar 3.9. Sistem TT. 44 C. Sistem IT. Sistem tenaga listrik IT mempunyai semua bagian aktif yang disolasi dari bumi, atau satu titik di hubungkan ke bumi melalui suatu impedansi. BKT instalasi listrik dibumikan secara independen atau secara kolektif atau ke pembumian sistem (lihat gambar 3.10). Gambar 3.10. Sistem IT. 3.7. Sistem Pembumian Pengaman (TT). Sistem TT dapat dilakukan dengan cara membumikan titik netral listrik di sumbernya dan membumikan BKT perlengkapan dan BKT listrik, sedemikian rupa sehingga apabila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah bertahannya tegangan sentuh terlalu tinggi pada BKT tersebut karena terjadinya pemutusan suplai secara otomatis dengan berkerjanya gawai proteksi. Jika titik netral sistem di sumbernya tidak ada, penghantar fase dari 45 sumber dapat dibumikan. Namun hal ini tidak dianjurkan penggunaannya di Indonesia. Semua BKT perlengkapan atau instalasi listrik yang secara kolektif diberi proteksi oleh suatu gawai proteksi yang sama, beserta penghantar proteksinya, harus bersama-sama dihubungkan ke suatu elektrode pembumi bersama. Jika beberapa gawai proteksi digunakan secara seri, persyaratan tersebut berlaku secara terpisah bagi semua BKT yang diberi proteksi oleh setiap gawai proteksi (lihat gambar 3.11) Gambar 3.11. Contoh tipikal sistem TT. 46 3.7.1.Persyaratan Sistem TT. Untuk sistem TT harus memenuhi kondisi sebagai berikut : RE 2 × Ia ≤ 50 v (3.3) Bahwa diketahui untuk nilai Ia = K x In , sehingga dapat dimasukan kepersamaan 3.3 menjadi RE2 ≤ 50 k × In (3.4) Dimana : RE2 = Tahanan peralatan di peralatan listrik. (ohm) In = Arus nominal dari Pengaman (ampere). K = Konstanta yang besarnya tergantung dari karakteristik Pengaman. 2,5 s/d 5 untuk pengaman lebur. 1,25 s/d 3.5 untuk pengaman lainnya. Jika digunakan gawai proteksi arus lebih (GPAL), maka harus digunakan gawai dengan karakteristik waktu terbalik (invers) yaitu pengaman lebur (sekering) atau pemutus sirkit (misalnya MCB) dan Ia haruslah arus yang menyebabkan gawai proteksi dalam waktu 5 detik. Jika digunakan Gawai Proteksi Arus Sisa (GPAS), Ia adalah arus operasi sisa pengenal I∆n. 47 3.8. Sistem Pembumian Netral Pengaman (TN). Sistem TN dilakukan dengan cara menghubungkan semua BKT perlengkapan atau instalasi melalui penghantar proteksi ke titik sistem tenaga listrik yang dibumikan (lihat gambar 3.6, 3.7, 3.8) sedemikian rupa sehingga bila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi karena terjadinya pemutusan suplai secara otomatis dengan berkerjanya gawai proteksi. Umumnya titik sistem tenaga listrik yang dibumikan adalah titik netral. Jika titik netral tidak ada atau tidak terjangkau, penghantar fase harus dibumikan. Namun hal ini tidak dianjurkan di Indonesia. Dalam semua keadaan, penghantar fase tidak boleh melayani sebagai penghantar PEN. Dalam instalasi magun (terpasang tetap), penghantar tunggal dapat melayani baik sebagai penghantar proteksi (PE) maupu penghantar netral (N), disebut penghantar PEN. Sistem ini dinamakan sistem TN-C (lihat gambar 3.8), namun penggunaannya dalam bangunan tidak dianjurkan karena membesar resiko terhadap bahaya kebakaran dan dapat menimbulkan masalah terhadap kesesuaian elektromagnetik. Pembumian penghantar PEN selain di sumbernya (generator atau transformator) sedapat mungkin juga di setiap konsumen. Beberapa konsumen kecil yang berdekatan satu dengan lainnya dapat dianggap satu kelompok dan penghantar PEN nya cukup dibumikan di satu titik. 48 3.8.1.Persyaratan Sistem TN. Jika terjadi gangguan hubung pendek pada suatu tempat dalam intalasi antara penghantar fase dengan penghantar proteksi PE atau BKT, maka karakteristik gawai proteksi dan impedansi sirkit harus sedemikian rupa sehingga akan terjadi pemutusan suplai secara otomatis dalam waktu yang tidak melebihi waktu pemutusan maksimum tersebut pada tabel 3.4. Tabel 3.4. waktu pemutusan maksimum untuk sistem TN. Uo (Volt) 120 230 227 400 >400 Waktu Pemutusan (detik) 0,8 0,4 0,4 0,2 0,1 Untuk itu berlaku persyaratan berikut : Zs × Ia ≤ Uo (3.5) Dimana Zs = impedansi lingkar gangguan (ohm). Ia = Arus yang menyebabkan operasi pemutusan gawai proteksi (ampere). Uo = Teganga nominal a.b. efektif ke bumi (volt). Jika arus hubung pendek tersebut di atas tidak cukup besar sehingga gawai proteksi arus lebih (GPAL) tidak berkerja, maka dapat digunakan gawai proteksi arus sisa (GPAS). 49 3.9. Perhitungan Resistans Penghantar, Arus Gangguan, Dan Tegangan Sentuh. 3.9.1.Perhitungan Resistans Penghantar. Resistans penghantar mempunyai suhu maksimum yang telah distandarkan oleh pabrik pembuatnya (maksimum 30 °), perubahan suhu penghantar naik sebesar 1° C dapat menaikan nilai resistans penghantar. Perubahan nilai resistans ini disebut koefesien temperatur dari resistans diberi simbol α, nilai α dapat dilihat tabel 3.5. Tabel 3.5. Nilai To dan α untuk bahan konduktor standar. Material To (°C) Cu 100% Cu 97,5 % Al 61 % 234,5 241,0 228,1 Koefisien temperatur dari resistans x 10-3 α20 α25 α50 α75 α80 α100 α0 4,27 3,93 3,85 3,52 3,25 3,18 2,99 4,15 3,83 3,76 3,44 3,16 3,12 2,93 4,38 4,03 3,95 3,60 3,30 3,25 3,05 Perubahan nilai resistans terhadap suhu, dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Rt2= Rt1[1 + αt1(t2 − t1)] (3.6) dimana nilai koefisien temperatur (α), dapat dinyatakan dengan persamaan αt 1 = 1 + T1 To (3.7) 50 maka dari persamaan 3.6 dan 3.7 dapat diperoleh persamaan (To + t 2 ) Rt 1 = × Rt 2 (To + t1 ) (3.8) dimana : Rt1 = Resistans pada temperatur t1 (ohm). Rt2 = Resistans pada temperatur t2 (ohm). αt1 = Koefisien temperatur dari resistans temperatur (°C) To = Temperatur standar (°C). 3.9.2.Perhitungan Arus Gangguan Dan Tegangan Sentuh. A. Arus Gangguan Dan Tegangan Sentuh Pada Sistem TT. Jika pada perlengkapan listrik atau instalasi pada rumah konsumen terjadi arus gangguan akibat kegagalan isolasi dari penghantar, maka arus gangguan akan mengalir ke sistem dari instalasi (lihat gambar 3.12) R S RL T.M R1 IF T Fuse N R2 Gambar 3.12. Arus gangguan pada sistem TT. 51 Dari gambar diatas maka untuk mencari arus gangguan pada sistem TT dapat dihitung dengan menggunakan hukum kirchhoff II - Vph + ( If .R1 ) + ( If . R2 ) + ( If . RL ) = 0 maka arus gangguan pada sistem TT diperoleh : If = Vph R 1 + R 2 + RL (3.9) untuk besarnya tegangan sentuh pada peralatan listrik yaitu sebesar : Vs = If × R 2 (3.10) bila suatu peralatan listrik tersentuh atau terjadi kontak dengan manusia maka pada tubuh manusia akan mengalir arus listrik sebesar : Im = Vs Rm (3.11) dimana If = Arus gangguan (Ampere). RL = Resistans penghantar fase (ohm). R1 = Resistans pembumian trafo (ohm). R2 = Resistans pembumian peralatan listrik (ohm). Vph = Tegangan nominal (volt). Vs = Tegangan sentuh (volt). Im = Arus yang melewati manusia (Ampere). Rm = Resistans tubuh manusia (ohm). 52 B. Arus Gangguan Dan Tegangan Sentuh Pada Sistem TN. Jika pada konsumen menggunakan sistem TN, maka jika pada perlengkapan listrik atau instalasi listrik terjadi kegagalan isolasi pada penghantar akan menyebabkan arus gangguan mengalir pada sistem instalasi ( lihat gambar (3.13). R S RL T RN T.M N Fuse R1 R2 Gambar 3.13. Arus gangguan pada sistem TN. untuk mencari besarnya arus gangguan yang mengalir pada sistem TN, maka dapat disederhanakan dengan rangkaian penggantinya RL Vph R1 RN R2 Bumi 53 maka rangkaian tersebut dapat disederhanakan Rs1 = R1 + R 2 (3.12). sesuai dengan rangkaian pengganti paralel didapat Rp = RN × Rs1 RN + Rs1 (3.13). untuk persamaan 3.12 dapat disubtitusikan ke persamaan 3.13 Rp = RN . (R1 + R 2 ) RN + R 1 + R 2 (3.14). sehingga untuk rangkaian pengganti sistem TN yang telah disederhanakan RL Vph RP Bumi maka untuk penganti resistans total adalah Rptotal = Rp + RL (3.15). untuk arus gangguan yang mengalir pada sistem TN diperoleh If = Vph RPtotal (3.16). untuk arus gangguan yang mengalir pada R2 dapat diperoleh dengan mengunakan rumus pembagi arus 54 If 2 = RN R1 + R 2 + RN × If (3.17). untuk besarnya tegangan sentuh pada peralatan listrik yaitu sebesar Vs = R 2 × If 2 (3.18). bila suatu peralatan listrik tersentuh atau terjadi kontak dengan manusia maka pada tubuh manusia akan mengalir arus listrik sebesar : Im = Vs Rm (3.19). dimana If = Arus gangguan (Ampere). If2 = Arus gangguan melalui R2 (Ampere). RL = Resistans penghantar fase (ohm). Rp = Resistans paralel (ohm) Rs = Resistans seri (ohm) R1 = Resistans pembumian trafo (ohm). R2 = Resistans pembumian peralatan listrik (ohm). Vph = Tegangan nominal (volt). Vs = Tegangan sentuh (volt). Im = Arus yang melewati manusia (Ampere). Rm = Resistans tubuh manusia (ohm). Jika terdapat beberapa konsumen pembumiannya mempergunakan sistem TN perlu perhitungan yang mepergunakan loop pada rangkaian listrik (lihat gambar 3.14). 55 RL I1 RN2 R1 I3 RN1 R2b I2 R2a BUMI Gambar 3.14. beberapa konsumen yang mengunakan sistem TN. untuk mencari arus gangguan dapat dicari terlebih dahulu dengan cara hukum kirchhoff II (loop) Loop 1 : - Eph + I1 . RL + (I1 – I2).RN1 + (I1 – I3).RN2 = 0 I1.(RL + RN1 + RN2) – I2.RN1 – I3.RN2 = Eph Loop 2 : (I2 – I3).R2b + (I2 – I1).RN1 + I2.R2a = 0 - I1.RN1 + I2.(R2b + RN1 + R2a) – I3.R2b = 0 Loop 3 : I3.R1 + (I3 – I1).RN2 + (I3 – I2) .R2b = 0 - I1.RN2 - I2.R2b + I3.(R1 + RN2 + R2b ) = 0 sesuai dengan hukum ohm I= E R (3.20). I = R −1 ⋅ E (3.21). Selanjutnya disusun matrix sesuai dengan persamaan 3.21 : I1 A11 A12 A13 I 2 = A 21 A 22 A 23 I3 A 31 A 32 A 33 −1 E1 × E2 E3 56 dimana : A11 = RL + RN1 + RN2 A12 = -RN1 A21 = -RN1 A22 = RN1 + R2a + R2b A23 = -R2b A31 = -RN2 A32 = -R2b A13 = -RN1 A33 = RN2 + R2b + Re E1 = Vph E2 = 0 E3 = 0 3.10. Pengaruh Putusnya Penghantar Netral. Putusnya penghantar netral pada sistem tenaga listrik tegangan rendah memang agak jarang terjadi, tetapi jika terjadi putusnya penghantar netral akan mengakibatkan gangguan yang sangat berpengaruh bagi beban atau pada konsumen tegangan rendah yaitu terjadinya kenaikan tegangan pada fase pada yang mempunyai beban rendah dan sebaliknya fase yang mempunyai beban tinggi mengakibatkan tegangan turun. 3.10.1 . Kenaikan Tegangan Akibat penghantar Netral Putus. Beban tegangan rendah dengan tegangan 220/380 Volt, tidak merata setiap fasanya, disebabkan pemakaian pelanggannya pada saat memakai listrik tidak dapat bersamaan, penjelasan tentang kenaikan tegangan akibat penghantar netral putus dapat dilihat pada gambar 3.15. 57 R Loop 1, i1 220V 0 SEKUNDER TRAFO TR ZR n 220V -120 220V -240 N ZT BEBAN ZS S T Loop 2, i2 Gambar 3.15. hubungan Y-Y antara gardu distribusi dan beban. Persamaan loop sewaktu netral putus berdasarkan gambar 3.15 sadalah Loop 1 : - VR + i1 . ZR + (i1 + i2) . ZT + VT i1 . (ZR + ZT) + i2 . ZT Loop 2 =0 = VR – V T : - VS + i2 . ZS + (i2 + i1).ZT + VT i1 . ZT + i2 . (ZS + ZT) =0 = VS – V T selanjutnya dari persamaan loop tersebut diatas dibuat matrik i1 . (ZR + ZT) – i2 . ZT = | (ZR + ZT) i1 . ZT + i2 . (ZS + ZT) = | ZT ZT | | I1 | (ZS + ZT) | | I1 | sesuai dengan hukum ohm (sesuai persamaan 3.20 dan 3.21) I= E R I = R −1 ⋅ E 58 maka persamaan bentuk matrix dapat diperoleh I1 A11 A12 = I 2 A 21 A 22 −1 × E1 E2 karena tegangan dan impedansi berbentuk riel dan imajiner dibuat matriks khusus sebagai berikut, misal A + jB C + jD E + jF G + jH = A E B F C D G H −C −D −G −H A E B F (3.22). 59 BAB IV ANALISA PERHITUNGAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH PADA SISTEM PEMBUMIAN TT DAN TN. 4.1. Umum. Untuk menganalisa perhitungan tegangan sentuh pada sistem pembumian perlu adanya data sebagai acuan. Pada proses pencarian data mengenai perhitungan tegangan sentuh dilakukan pada salah satu gardu distribusi PLN di area jaringan Tangerang, serta beberapa konsumen PLN yang disuplai melalui gardu tersebut. Untuk sistem pembumian yang digunakan adalah sistem pembumian TT dan sistem pembumian TN khususnya sistem TN-C-S. 4.2. Data – Data Hasil Pengukuran. Berikut ini merupakan data – data hasil pengukuran yang diperlukan dalam menganalisa terhadap tegangan sentuh pada sistem pembumian : a. Resistans pembumian transformator. R1 = 0,8 Ohm. b. Tegangan fasa – netral. R – N = 220 Volt S – N = 220 Volt T – N = 220 Volt 60 c. Arus pada tiap jurusan. JURUSAN R S T N A 32 A 22 A 65 A 35 A B 107 A 100 A 79 A 32 A C 31 A 10 A 34 A 23 A D 49 A 31 A 110 A 78 A d. Resistans penghantar pada jaringan tegangan rendah. Penghantar pada jaringan tegangan rendah menggunakan penghantar jenis XLPE Al 3 x 70 mm2 + 50 mm2 yang artinya tiga penghantar fasa dengan ukuran 70 mm2 dan satu penghantar netral dengan ukuran 50 mm2. untuk penghantar XLPE tersebut diatas memiliki nilai resistans penghantar pada suhu 20°C sebagai berikut : - Penghantar fase untuk temperatur 20°C = 0,442 Ohm/km. - Penghantar netral untuk temperatur 20°C = 0,688 Ohm/km. e. Nilai resistans pembumian pada konsumen. KONSUMEN A B C D E F G H I J K L M DAYA ( VA ) 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 TEGANGAN ( Volt) 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 SISTEM PEMBUMIAN TN-C-S TT TT TT TN-C-S TT TT TT TN-C-S TT TT TN-C-S TT TAHANAN PEMBUMIAN ( Ohm ) 5 2 2,2 2 2 6 2,6 3 10 20 2,8 2 3 61 4.3. Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Sistem Pembumian. Dalam kasus menganalisa perhitungan tegangan sentuh yang terjadi pada konumen tegangan rendah dilakukan pada beberapa konsumen di suatu perumahan yang berlokasi di Tangerang. Pada kasus ini setiap konsumen mengunakan sistem pembumian yang berbeda dalam memproteksi instalasi. Berikut ini gambar denah lokasi konsumen yang terhubung dengan jaringan tegangan rendah. A 1 270 m B 6 7 C E 30 m D F 8 G I 30 m H J 9 L 30 m M 10 K Gambar 4.1. Denah jaringan tegangan rendah. 4.3.1. Analisa Perhitungan Resistans Penghantar. Suhu kerja maksimum penghantar yang dialiri oleh arus listrik diasumsikan sebesar 50°C. Dengan kenaikan suhu pada penghantar akan menyebabkan perubahan nilai resistans pada penghantar. Pada kasus ini menggunakan penghantar jenis twisted Al dengan ukuran 3 x 70 mm2 + 50 mm2 dan nilai temperatur standar untuk penghantar almunium 62 (To) adalah 228,1 (lihat tabel 3.5). maka untuk nilai resistans penghantar pada suhu 50°C dapat dianalisis sesuai dengan persamaan 3.8 a. Nilai resistans untuk penghantar fasa (T o + t 2 ) R t 50 = × R t 20 (T o + t 1 ) (228 ,1 + 50 ) R t 50 = × 0 , 442 (228 ,1 + 20 ) 278,1 Rt 50 = × 0,442 248,1 Rt 50 = 0,495 Ω / km b. Nilai resistans untuk penghantar netral (T o + t 2 ) R t 50 = × R t 20 (T o + t 1 ) (228 ,1 + 50 ) R t 50 = × 0 ,688 (228 ,1 + 20 ) 278,1 Rt 50 = × 0,688 248,1 Rt 50 = 0,771 Ω / km 63 4.3.2. Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Sistem Pembumian TN. A. Kegagalan isolasi yang terjadi pada konsumen A. Pada Konsumen A memiliki panjang jaringan dari gardu ke titik gangguan sebesar 0,3 km, sehingga resistans penghantar dapat dianalisis sebesar ( lihat gambar 4.2). - Resistans penghantar fasa (RL) RL = 0,495 Ω / km × 0,30 km = 0,149 Ω - Resistans penghantar netral (Rn1) RL = 0,771 Ω / km × 0,3 km = 0,231 Ω 0,149 If 0,231 0,8 IfR2 5 Gambar 4.2. Rangkaian ekivalen arus gangguan yang terjadi pada konsumen A. Sesuai dengan persamaaan 3.14, maka rangkaian pengganti pada rangkaian ekivalen pada gambar 4.2 Rp = RN . (R 1 + R 2 ) RN + R 1 + R 2 64 Rp = 0,231 Ω ⋅ (0,8 Ω + 5 Ω ) 1,339 Ω = 0,231 Ω + (0,8 Ω + 5 Ω ) 6,031 Ω Rp = 0,222 Ω sesuai dengan persamaan 3.15, maka resistans total rangkaian pengganti adalah RPtotal = RP + RL = 0,222 Ω + 0,149 Ω RPtotal = 0,371 Ω sesuai dengan persamaan 3.16 dan 3.17 arus gangguan yang mengalir pada sistem TN adalah If = Vph RPtotal = 220 V 0,371 Ω If = 592,992 A sedangkan arus gangguan yang mengalir pada bkt peralatan (terhubung dengan R2) IfR 2 = R n1 × If R 1 + R 2 + R n1 IfR 2 = 0,231 Ω × 592,992 A = 0,038 Ω × 592,992 A 0,8 Ω + 5 Ω + 0,231 Ω IfR 2 = 22,713 A sesuai dengan persamaan 3.18 untuk besarnya tegangan sentuh pada konsumen A Vs = R 2 × IfR 2 = 5 Ω × 22,713 A Vs = 113,564 V 65 B. Kegagalan isolasi pada konsumen E. Pada Konsumen E memiliki panjang jaringan dari gardu ke titik gangguan sebesar 0,33 km, sehingga resistans penghantar dapat dianalisis sebesar ( lihat gambar 4.3). - Resistans penghantar fasa (RL) RL = 0,495 Ω / km × 0,33 km = 0,163 Ω - Resistans penghantar netral (Rn1) Rn1 = 0,771 Ω / km × 0,3 km = 0,231 Ω - Resistans penghantar netral (Rn2) Rn 2 = 0,771 Ω / km × 0,03 km = 0,0231 Ω 0,163 I3 0,231 0,8 0,0231 I1 5 I2 2 Gambar 4.3. Rangkaian ekivalen arus gangguan yang terjadi pada konsumen E. Untuk mencari arus gangguan yang terjadi pada konsumen E, maka digunakan langkah - langkah atau cara sesuai dengan persamaan 3.20 serta 3.21. 66 Loop 1 : 0,8I1 + 0,231I1 – 0,231I3 + 5I1 – 5I2 = 0 6,031I1 – 5I2 – 0,231I3 = 0 Loop 2 : 5I2 - 5I1 + 0,0231I2 – 0,0231I3 + 2I2 = 0 -5I1 + 7,023I2 – 0,0231I3 = 0 Loop 3 : 220 + 0,163I3 + 0,0231I3 – 0,0231I2 + 0,231I3 – 0,231I1 = 0 -0,231I1 – 0,0231I2 – 0,417I3 = 220 berdasarkan persamaan loop tersebut diatas diubah menjadi persamaan matrik 6,031 −5 − 0,231 Matrik R = − 5 7,023 − 0,0231 − 0,231 − 0,0231 0,417 0,430 0,307 0,255 0,307 0,361 0,190 R −1 = 0,255 0,190 2,550 sesuai dengan persamaan 3.21 maka besarnya arus gangguan yang terjadi pada konsumen E adalah sebesar I=R I1 −1 ⋅V 0,430 0,307 0,255 0 I 2 = 0,307 0,361 0,190 × 0 I3 0,255 0,190 2,550 220 I1 56,172 I 2 = 41,837 I3 561,013 arus gangguan (I3) yang terjadi adalah sebesar 561,013 A 67 untuk tegangan sentuh di konsumen E adalah Vs = I 2 × R 2 = 41,837 A × 2 Ω Vs = 83,674 A untuk tegangan sentuh di konsumen A adalah Vs = (I1 − I 2 ) × R 2 = (56,172 A − 41,837 A ) × 5 Ω Vs = 71,675 A C. Kegagalan isolasi pada konsumen I. Pada Konsumen I memiliki panjang jaringan dari gardu ke titik gangguan sebesar 0,36 km, sehingga resistans penghantar dapat dianalisis sebesar ( lihat gambar 4.4). - Resistans penghantar fasa (RL) RL = 0,495 Ω / km × 0,36 km = 0,178 Ω - Resistans penghantar netral (Rn1) Rn1 = 0,771 Ω / km × 0,3 km = 0,231 Ω - Resistans penghantar netral (Rn2) Rn 2 = 0,771 Ω / km × 0,03 km = 0,0231 Ω - Resistans penghantar netral (Rn3) Rn 2 = 0,771 Ω / km × 0,03 km = 0,0231 Ω 68 0,178 I4 0,231 0,8 I1 0,0231 I2 5 0,0231 2 I3 10 Gambar 4.4. Rangkaian ekivalen arus gangguan yang terjadi pada konsumen I. Sesuai dengan langkah –langkah tersebut diatas, maka pada konsumen I didapat loop arus gangguan berdasarkan gambar 4.4. Loop 1 : 0,8I1 + 0,231I1 – 0,231I4 + 5I1 – 5I2 = 0 6,031I1 – 5I2 + 0 – 0,231I3 = 0 Loop 2 : 5I2 - 5I1 + 0,0231I2 – 0,0231I4 + 2I2 – 2I3 = 0 -5I1 + 7,023I2 – 2I3 – 0,0231 I4 = 0 Loop 3 : 2I3 - 2 I2 + 0,0231I3 – 0,0231I4 + 10I3 = 0 0 - 2I2 + 12,0231I3 – 0,0231I4 = 0 Loop 4 : -220 + 0,178I4 + 0,0231I4 - 0,0231I4 + 0,0231I4 – 0,0231I2 + 0,231 I4 – 0,231 I1 = 0 - 0,231 I1 – 0,0231I2 – 0,0231I3 +0,455I4 = 220 berdasarkan persamaan loop tersebut diatas diubah menjadi persamaan matrik 69 −5 − 0,231 6,031 0 −5 −2 − 0,0231 7,0231 Matrik R = −2 0 12,0231 − 0,0231 − 0,231 − 0,0231 − 0,0231 0,455 0,463 0,347 −1 = R 0,058 0,256 0,347 0,0583 0,410 0,068 0,068 0,094 0,200 0,037 0,256 0,200 0,037 2,339 sesuai dengan persamaan 3.21 maka besarnya arus gangguan yang terjadi pada konsumen I adalah sebesar I=R −1 ⋅V I1 0,463 I 2 0,347 = I3 0,058 I 4 0,256 I1 I2 I3 I4 = 0,347 0,0583 0,410 0,068 0,068 0,094 0,200 0,037 0 0,256 0 0,200 × 0 0,037 2,339 220 56,349 44,18 8,339 514,791 arus gangguan (I4) yang terjadi adalah sebesar 514,791 A untuk tegangan sentuh di konsumen I adalah Vs = I3 × R 2 = 8,339 A × 10 Ω Vs = 83,39 A untuk tegangan sentuh di konsumen E adalah Vs = (I 2 − I3 ) × R 2 = (44,18 A − 8,339 A ) × 2 Ω Vs = 71,682 A 70 untuk tegangan sentuh di konsumen A adalah Vs = (I1 − I 2 ) × R 2 = (56,39 A − 44,18 A ) × 5 Ω Vs = 61,05 A D. Kegagalan Isolasi pada konsumen L. Pada Konsumen L memiliki panjang jaringan dari gardu ke titik gangguan sebesar 0,39 km, sehingga resistans penghantar dapat dianalisis sebesar ( lihat gambar 4.5). - Resistans penghantar fasa (RL) RL = 0,495 Ω / km × 0,39 km = 0,193 Ω - Resistans penghantar netral (Rn1) Rn1 = 0,771 Ω / km × 0,3 km = 0,231 Ω - Resistans penghantar netral (Rn2) Rn 2 = 0,771 Ω / km × 0,03 km = 0,0231 Ω - Resistans penghantar netral (Rn3) Rn 2 = 0,771 Ω / km × 0,03 km = 0,0231 Ω - Resistans penghantar netral (Rn4) Rn 2 = 0,771 Ω / km × 0,03 km = 0,0231 Ω 71 0,193 I5 0,231 0,8 0,0231 I1 0,0231 I2 5 I3 2 0,0231 10 I4 2 Gambar 4.5. Rangkaian ekivalen arus gangguan yang terjadi pada konsumen L. Sesuai dengan langkah –langkah tersebut diatas, maka pada konsumen L didapat loop arus gangguan berdasarkan gambar 4.4. Loop 1 : 0,8I1 + 0,231I1 – 0,231I5 + 5I1 – 5I2 = 0 6,031I1 – 5I2 + 0 + 0 – 0,231I5 = 0 Loop 2 : 5I2 - 5I1 + 0,0231I2 – 0,0231I5 + 2I2 – 2I3 = 0 -5I1 + 7,023I2 – 2I3 + 0 – 0,0231I5 = 0 Loop 3 : 2I3 - 2 I2 + 0,0231I3 – 0,0231I5 + 10I3 - 10I4 = 0 0 - 2I2 + 12,0231I3 -10 I4 – 0,0231I5 = 0 Loop 4 : 10I4 - 10I3 + 0,0231I4 - 0,0231I5 + 2I4 = 0 0 + 0 – 10I3 + 12,0231I3 – 0,0231I5 = 0 Loop 5 : -220 + 0,193I5 + 0,0231I5 - 0,0231I4 + 0,0231I5 – 0,0231I3 + 0,0231I5 – 0,0231I2 + 0,231I5 – 0,231I1 = 0 - 0,231I1 – 0,0231I2 – 0,0231I3 - 0,455I4 + 0,4933 I5 = 220 72 berdasarkan persamaan loop tersebut diatas diubah menjadi persamaan matrik 6,031 −5 Matrik R = −5 7,0231 0 −2 0 0 − 0,231 − 0,0231 0 −2 12,0231 − 10 − 0,0231 0 0 − 10 12,0231 − 0,0231 − 0,231 − 0,0231 − 0,0231 − 0,0231 0,493 0,596 0,504 0,275 0,504 0,594 0,324 0,275 0,324 0,446 R −1 = 0,230 0,270 0,372 0,326 0,291 0,182 0,230 0,326 0,270 0,291 0,372 0,182 0,392 0,156 0,156 2,211 sesuai dengan persamaan 3.21 maka besarnya arus gangguan yang terjadi pada konsumen L adalah sebesar I=R −1 I1 I2 0,596 0,504 0,275 0,230 0,326 0,504 0,594 0,324 0,270 0,291 ⋅V 0 0 I3 = 0,275 0,324 0,446 0,372 0,182 × 0 I 4 0,230 0,270 0,372 0,392 0,156 0 I5 0,326 0,291 0,182 I1 I2 71,874 64,222 0,156 2,211 220 I3 = 40,214 I4 34,382 I5 486,429 arus gangguan (I5) yang terjadi adalah sebesar 486,429 A 73 untuk tegangan sentuh di konsumen L adalah Vs = I 4 × R 2 = 34,382 A × 2 Ω Vs = 68,764 A untuk tegangan sentuh di konsumen I adalah Vs = (I3 − I 4 ) × R 2 = (40,214 A − 34,382 A ) × 10 Ω Vs = 58,32 A untuk tegangan sentuh di konsumen E adalah Vs = (I 2 − I3 ) × R 2 = (64,222 A − 40,214 A ) × 2 Ω Vs = 48,016 A untuk tegangan sentuh di konsumen A adalah Vs = (I1 − I 2 ) × R 2 = (71,874 A − 64,222 A ) × 5 Ω V s = 38,26 A untuk hasil analisis perhitungan tegangan sentuh pada konsumen sistem TN dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1. Hasil analisis perhitungan tegangan sentuh pada konsumen sistem TN. Terjadi kegagalan isolasi Konsumen Tiang A E I L 7 8 9 10 Tegangan sumber (Volt) 220 220 220 220 Resistans pembumian (Ohm) 5 2 10 2 Tegangan sentuh yang dirasakan oleh konsumen (Volt) A 113,564 71,675 61,05 38,26 E I L 83,647 71,682 48,016 83,39 58,32 68,674 74 4.3.3. Analisa Perhitungan Tegangan Sentuh Pada Sistem Pembumian TT. A. Kegagalan isolasi yang terjadi pada konsumen B. Pada Konsumen B memiliki panjang jaringan dari gardu ke titik gangguan sebesar 0,3 km, sehingga nilai resistans penghantar fasa (RL) dapat dianalisis sebesar RL = 0,495 Ω / km × 0,3 km = 0,149 Ω sesuai dengan persamaan 3.9, maka arus gangguan yang terjadi pada konsumen dapat dianalisis sebesar If = Vph R1 + R 2 + RL = 220 V 0,8 Ω + 2 Ω + 0,149 Ω If = 74,601 A sedangkan untuk besarnya tegangan sentuh yang terjadi pada konsumen B dapat dianalisis sesuai dengan persamaan 3.10 Vs = If × R 2 = 74,601 A × 2 Ω Vs = 149,203 A B. Kegagalan isolasi yang terjadi pada konsumen C. Pada Konsumen C memiliki panjang jaringan dari gardu ke titik gangguan sebesar 0,3 km, sehingga nilai resistans penghantar fasa (RL) dapat dianalisis sebesar RL = 0,495 Ω / km × 0,3 km = 0,149 Ω 75 sesuai dengan persamaan 3.9, maka arus gangguan yang terjadi pada konsumen dapat dianalisis sebesar If = Vph R1 + R 2 + RL = 220 V 0,8 Ω + 2,2 Ω + 0,149 Ω If = 69,863 A sedangkan untuk besarnya tegangan sentuh yang terjadi pada konsumen C dapat dianalisis sesuai dengan persamaan 3.10 Vs = If × R 2 = 69,863 A × 2,2 Ω Vs = 153,69 A Dengan mengikuti langkah –langkah tersebut di atas dan sesuai dengan persamaan 3.9 serta 3.10, maka untuk selanjutnya analisis perhitungan tegangan sentuh pada sistem TT terhadap konsumen lainnya dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Hasil analisis perhitungan tegangan sentuh pada konsumen sistem TT. Konsumen B C D F G H J K M Tiang 7 7 7 8 8 8 9 9 10 V (Volt) 220 220 220 220 220 220 220 220 220 RL (Ohm) 0,149 0,149 0,149 0,163 0,163 0,163 0,178 0,178 0,193 R1 (Ohm) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 R2 (Ohm) 2 2,2 2 6 2,6 3 20 2,8 3 If (A) 74,601 69,863 74,601 31,595 61,746 55,513 10,487 58,232 55,096 Vs (Volt) 149,203 153,69 153,69 189,573 160,539 166,54 209,744 163,049 165,28 76 4.4. Analisa Perhitungan Penghantar Netral Putus Pada Sistem Tegangan Rendah. Gangguan untuk penghantar netral putus memang agak jarang terjadi, tetapi jika terjadi gangguan penghantar netral putus yang sering terjadi antara lain pada : a. Instalasi rumah. b. Sambungan rumah (APP). c. Jaringan tegangan rendah dekat trafo ( tiang pertama dari gardu). 4.3.1. Penghantar netral Putus Pada Instalasi Rumah. Penghantar netral putus yang terjadi pada instalasi rumah yaitu antara PHB dan peralatan listrik. Akibat dari gangguan ini maka pada peralatan listrik tidak dapat berkerja atau beroperasi disebabkan tidak ada jalan balik bagi arus beban. Untuk konsumen yang menerapkan sistem pembumian TT maupun TN berpengaruh sama seperti yang dijelaskan yaitu peralatan listrik tidak beroperasi. 4.3.2. Penghantar Netral Putus Pada Sambungan Rumah (APP). Untuk penghantar netral putus yang terjadi pada sambungan rumah dalam hal ini sebelum APP atau KWH – meter memiliki pengaruh yang berbeda pada konsumen jika konsumen tersebut menerapkan sistem pembumian TT atau TN. 77 a. Pada sistem TT. Pengaruh penghantar netral putus bagi konsumen yang menggunakan sistem TT yakni pada peralatan listrik tidak dapat dioperasikan atau dijalankan disebabkan karena tidak ada perbedaan tegangan antara fasa dan netral (lihat gambar 4.6). R S T T.M N PUTUS R1 TT R2 Gambar 4.6 hubungan penghantar netral putus pada sistem TT. b. Pada sistem TN. Pengaruh penghantar netral putus pada sistem TN yakni peralatan listrik pada konsumen dapat dijalankan atau dioperasikan disebabkan karena terdapat perbedaan tegangan antara fasa dan netral dimana fungsi netral telah digantikan oleh penghantar pentanahan atau penghantar PE ( lihat gambar 4.7). 78 R S T T.M N PUTUS R1 TN R2 Gambar 4.7. Hubungan penghantar netral putus pada sistem TN. 4.3.3. Penghantar Netral Putus Pada Jaringan Tegangan Rendah (Tiang Pertama pada Gardu). Penghantar netral putus yang tejadi pada jaringan tegangan rendah biasanya terjadi pada rak tegangan rendah yakni pada busbar netral dimana penghantar netral terlepas dari klem atau dapat disebabkan terlepasnya penghantar netral di sambungan di tiang pertama. Pengaruh dari penghantar netral putus pada jaringan tegangan rendah pada konsumen yakni : a. Pada sistem TT. Pada sistem ini terjadi pergeseran titik netral sehingga mengakibatkan kenaikan tegangan kenaikan tegangan lebih besar dari 220 Volt. b. Pada sistem TN. Pada sistem ini pergeseran titik netral dapat dikompensir dengan penghantar pentanahan ( PE ), tetapi tegangan fasa – netral dapat naik. Untuk menganalisi besarnya kenaikan tegangan yang terjadi sewaktu penghantar netral putus akan dijelaskan sebagai berikut. 79 4.4.4. Kenaikan Tegangan Akibat Penghantar Netral Putus. Dikarenakan beban tegangan rendah tidak merata tiap fasanya, maka dengan melakukan pengukuran di gardu sewaktu penghantar netral masih tersambung didapat data sebagai berikut ; A. Data penghantar nertal sebelum putus. a. Tegangan fasa – netral. Tegangan fasa R – N = 229 < 0° Volt = 229 + j 0 Volt Tegangan fasa S – N = 227 < 120° Volt = -113,50 + j 196,59 Volt Tegangan fasa T – N = 232 < -240° Volt = -116 + j 200,92 volt b. Arus beban tiap fasa ( diambil jurusan B). Beban R ( IR ) = 107 A ; cos θ = 0,9 = 96,30 + j 46,64 A Beban S ( IS ) = 100 A ; cos θ = 0,9 = 90 + j 43,59 A Beban T ( IT ) = 79 A ; cos θ = 0,9 = 71,10 + j 34,43 A c. Impedansi beban tiap fasa. ZR = 2,14 < 25,84° Ohm = 1,93 + j 0,93 Ohm 80 ZS = 2,27 < 25,84° Ohm = 2,04 + j 0,99 Ohm = 2,94 < 25,84° Ohm ZT = 2,65 + j 1,28 Ohm B. Analisis perhitungan terhadap netral putus. Untuk penghantar netral putus , maka dapat digambarkan bagan satu garisnya sebagai berikut R 220V SEKUNDER TRAFO TR Loop 1, i1 0 ZR n 220V 240 T 220V 120 ZT N BEBAN ZS S Loop 2, i2 Gambar 4.8. diagram loop antara belitan trafo dan konsumen saat penghantar netral putus. Sesuai dengan point 3.10.1 pada bab III, maka dari gambar 4.8 diperoleh persamaan loop : Loop 1 : VR – VT = i1 ( ZR + ZT ) Loop 2 : VS – VT = i1 . ZT + i2 ( ZS + ZT ) 81 V1 : VR – VS = ( 229 + j 0 Volt ) – ( -116 – j 200,92 Volt ) = 345 + j 200,92 Volt = 399,24 < 30,22° Volt V2 : VS – VT = ( -113,50 + j 196,59 Volt ) – ( -116 – j 200,92 Volt ) = 2,5 + j 397,51 Volt = 397,52 < 89,64° Volt ZR + ZT = ( 1,93 + j 0,93 Ohm ) + ( 2,65 + j 1,28 Ohm ) = 4,58 + j 2,21 Ohm ZS + ZT = ( 2,04 + j 0,99 Ohm ) + ( 2,65 + j 1,28 Ohm ) = 4,69 + j 2,27 Ohm untuk menyelesaikan persamaan loop tersebut diatas, selanjutnya menggunakan persamaan matrik sebagai berikut : ( ZR + ZS) ZT ZT ( ZS + ZT ) −1 × V1 V2 4,58 + j 2,21 2,65 + j 1,28 = I1 I2 −1 × 2,65 + j 1,28 4,69 + j 2,27 345 + j 200,92 2,5 + j 397,51 = I1 I2 sesuai dengan persamaan 3.22, maka untuk menyelesaikan matrik yang mempunyai bilangan riel dan imajiner sehingga bentuk matrik sebagai berikut : 4,58 2,65 − 2,21 − 1,28 2,65 4,69 − 1,28 − 2,27 2,21 1,28 − 4,58 − 2,65 1,28 2,27 − 2,65 − 4,69 −1 × 345 2,5 200,92 397,51 82 untuk hasil invers impedansi matrik tersebut diatas diperoleh 4,58 2,65 − 2,21 − 1,28 2,65 4,69 − 1,28 − 2,27 −1 2,21 1,28 − 4,58 − 2,65 1,28 2,27 − 2,65 − 4,69 0,42 − 0,24 − 0,20 0,12 − 0,24 0,41 0,12 − 0,20 = 0,20 0,12 − 0,12 − 0,42 0,24 0,20 0,24 − 0,41 sehingga perkalian matrik sebagai berikut 0,42 − 0,24 − 0,20 0,12 − 0,24 0,41 0,12 − 0,20 0,20 − 0,12 − 0,12 − 0,42 0,24 0,20 0,24 − 0,41 × 345 2,5 200,92 397,51 = 150,32 − 137,924 80,29 − 155,86 maka arus beban pada saat netral putus IR = I1 = 150,32 + j 80,29 A = 170 < 28,11° A I S = I2 = -137,924 - j 155,86 A = 208,12 < -131,51° A IT = (I1 + I2) = ( 150,32 + j 80,29 A ) + ( -137,924 – j 155,86 A ) = 12,4 – j 75,57 A = 76,58 < -80,68° A maka tegangan setiap beban yang tersambung di setiap fasa pada saat penghantar netral putus - Beban fasa R ( VR ). VR = IR x ZR = 170 < 28,11° A x 2,14 < 25,84° Ohm = 363,8 < 53,95° Volt 83 - Beban fasa S ( VS ). VS = IS x ZS = 208,12 < -131,51° A x 2,27 < 25,84° Ohm = 472,43 < -105,67° Volt - Beban fasa T ( VT ). VT = IT x ZT = 76,58 < -80,68° A x 2,94 < 25,84° Ohm = 225,15 < -54,84° Volt Dari penjelasan tersebut diatas bahwa pada saat penghantar netral lepas atau putus akan mengakibatkan naiknya tegangan pada sisi konsumen dalam hal ini kenaikan tegangan terjadi pada fasa R yaitu sebesar 363,8 Volt dan fasa T sebesar 472,43 volt. Akibat kenaikan tegangan maka akan menyebabkan peralatan listrik pada konsumen menjadi rusak. Untuk menanggulangi bahaya tersebut maka dilakukan pembumian penghantar netral pada tiang. Pembumian ini dilaksanakan paling sedikit 2 buah tiang dengan 1 buah pembumian dengan nilai resistans pembumian ≤ 1 Ohm ( lihat gambar 4.9 ) 84 IR Vtn 0 SEKUNDER TRAFO TR Zr n IT Vtn 240 BEBAN Pembumian ditiang Vsn 120 Zs Zt IS Tanah Gambar 4.9. Hubungan antara gardu dan beban dengan penghantar netral di tiang yang di bumikan. Dari gambar 4.9 dengan membumikan penghantar netral pada tiang, maka kenaikan tegangan akibat penghantar netral putus dapat dikompensir karena masih ada hubungan penghantar netral dan titik netral pada gardu distribusi yang membentuk rangkaian loop ( rangkaian tertutup). 85 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1. Kesimpulan. Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan dibab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Jika terjadi kegagalan isolasi pada peralatan listrik, tegangan sentuh yang terjadi pada sistem pembumian TN lebih kecil dibandingkan pada sistem TT, ini dapat dilihat pada salah satu contoh pada konsumen A tegangan sentuh yang terjadi sebesar 113,564 Volt dan pada konsumen B tegangan sentuh yang terjadi sebesar 149,203 Volt. 2. Pada perhitungan tegangan sentuh yang terdapat pada konsumen, masih dalam kondisi bahaya karena tegangan sentuh yang terjadi masih diatas maksimum yaitu 50 volt. 3. Untuk mengurangi terjadinya tegangan sentuh pada kedua sistem pembumian ini tergantung pada GPAL ( Gawai Pengaman Arus Lebih ) seperti MCB, fuse. 4. Jika terjadi gangguan putusnya penghantar netral pada sambungan rumah, pada konsumen yang menggunakan sistem pembumian TN masih dapat dikompensir dengan penghantar pentanahan( PE ) sehingga pada peralatan 86 masih dapat dioperasikan, tetapi pada sistem TT peralatan tidak dapat dioperasikan karena tidak ada beda tegangan antara fasa dan netral akibat dari penghantar netral putus. 5. Jika penghantar netral putus dekat gardu distribusi akibatnya tegangan pada sisi konsumen akan mengalami kenaikan melebihi tegangan nominal ini terlihat pada fasa R sebesar 363,8 Volt dan fasa.S sebesar 472,43 Volt. 5.2. Saran. Dari hasil analisa pengamanan terhadap tegangan sentuh dengan sistem pembumian penulis memberikan saran 1. Bagi masyarakat yang memanfaatkan fasilitas kelistrikan harus lebih memperhatikan proteksi terhadap tegangan sentuh pada instalasinya. 2. Untuk masyarakat yang memilki instalasi sederhana dianjurkan menggunakan sistem pembumian TN, sedangkan instalasi yang digunakan untuk telekomunikasi yang memiliki pengaruh terhadap elektromagnet sebaiknya menggunakaan sistem TT. 3. Karena proteksi dari kedua sistem pembumian ini tergantung dari GPAL, maka sebaiknya dilakukan penambahan pengamanan yaitu dengan penambahan GPAS ( Gawai Pengaman Arus Sisa ) sebesar 300 mA, khususnya untuk sistem TT yang memiliki tegangan sentuh yang besar. 87 DAFTAR PUSTAKA 1. Ir. Wahyudi Sarimun, MT, Diktat Kuliah Pengaman Peralatan Dan Manusia, 2002 2. Ir. Wahyudi Sarimun, MT , Diktat Kuliah Pentanahan Tegangan Rendah, 2002 3. Ir. Badaruddin, Diktat Kuliah Sistem Distribusi, 2007 4. Suryo Wibowo, Amd, Sistem Pembumian Netral Pengaman ( PNP ), 2004 5. SNI ( Standar Nasional Indonesia ) PUIL 2000 88