Pandecta Model Kebijakan Pemerintah Daerah

advertisement
Volume 9. Nomor 2. Januari 2014
Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta
Model Kebijakan Pemerintah Daerah
dalam Penanggulangan Kemiskinan
Shinta Yuniana Pertiwi
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel:
Diterima Oktober 2014
Disetujui November 2014
Dipublikasikan Desember 2014
Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang memerlukan kebijakan dan
program penanggulangan kemiskinan yang tepat dari pemerintah. Berbagai upaya
konkrit yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan tersebut
telah dilakukan oleh pemerintah, namun masih belum menampakkan hasil yang
optimal, karena lebih berorientasi pada program sektoral. Penelitian ini akan
difokuskan untuk menganalisis kebijakan Pemerintah dearah dalam penanggulangan
kemiskinan dengan mengambil studi kasus di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Perda Nomor 1 Tahun 2012
masih belum mampu mencapai tujuan pengentasan kemiskinan, karena disebabkan
oleh faktor partisipasi dan apresiasi masyarakat yang kurang. Terkait dengan hal
itu, maka model kebijakan penanggulangan kemiskinan di Sukoharjo yang relevan
digunakan adalah menggunakan model bottom up yang lebih terpadu, terukur,
sinergis, dan terencana dengan menggunakan strategi kebijakan secara makro dan
mikro. Selain itu, Pemerintah perlu memberikan apresiasi dan sosialisasi adanya
Perda Penanggulangan Kemiskinan demi kesejahteraan masyarakat Sukoharjo, perlu
dilakukannya evaluasi dan pembinaan baik dari pemerintah dan masyarakat.
Keywords:
Poverty;
Poverty;
Local Rules;
Sukoharjo
Abstract
Poverty is the nation’s problems that require policy and poverty reduction
programs right from the government. Various measures taken by the government to tackle poverty has been done by the government, but still has not
figured optimal, because it is more oriented towards sectoral programs. This
study will focus on analyzing policies at local government in poverty reduction by taking a case study in Sukoharjo, Central Java. The results showed that
the presence of Regulation No. 1 year 2012 is still not able to achieve the
goal of poverty reduction, due to the participation and appreciation factor
less. Associated with it, then the model of poverty reduction policies in the
relevant Sukoharjo used is to use a bottom-up model of a more integrated,
scalable, synergistic, and planned to use the strategy of macro and micro
policies. In addition, the Government needs to give appreciation and dissemination of their legislation for the welfare of society Poverty Sukoharjo, need
to do an evaluation and guidance from both the government and society.
Alamat korespondensi: Kampus Sekaran, Gedung K1, Sekaran, Gunungpati
© 2014 Universitas Negeri Semarang
ISSN 1907-8919
Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
1. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan permasalahan
bangsa yang mendesak dan memerlukan
langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik, terpadu dan menyeluruh.
Dalam rangka memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak dan mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan sosial dasar
yang layak sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka diperlukan upaya-upaya nyata dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi warga miskin, bahwa
kemiskinan merupakan masalah yang bersifat
multi dimensi, multi sektor dengan beragam
karakteristik yang harus segera diatasi, karena
menyangkut harkat dan martabat manusia,
maka pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi warga miskin perlu adanya
keterpaduan program kegiatan dengan melibatkan partisipasi masyarakat sehingga diharapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah, agar supaya penanggulangan
kemiskinan dapat berjalan optimal, efektif,
efisien, terprogram secara terpadu dan berkelanjutan, maka diperlukan peraturan bagi
penyelenggara pemerintahan daerah, dunia
usaha dan seluruh komponen masyarakat
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas maka perlu dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo tentang
Penanggulangan Kemiskinan.
“Pemerintah baik pusat maupun daerah telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan programprogram penanggulangan kemiskinan
namun masih jauh dari induk permasalahan. Kebijakan dan program yang
dilaksanakan belum menampakkan
hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena kebijakan dan
program penanggulangan kemiskinan
lebih berorientasi pada program sektoral. Oleh karena itu diperlukan suatu
strategi penanggulangan kemiskinan
213
yang terpadu, terintegrasi dan sinergi
sehingga dapat menyelesaikan masalah secara tuntas karena permasalahan
kemiskinan merupakan lingkaran kemiskinan” (Sukmaraga, 2011: 2).
Prima Sukmaraga dalam penulisan
skripsinya juga menjelaskan “Kemiskinan
merupakan masalah kompleks tentang kesejahteraan yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran,
kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender dan
lokasi lingkungan”.
“Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak
dasar dan perbedaan perlakuan bagi
seseorang atau kelompok orang dalam
menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara
umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan
atau ancaman tindak kekerasan dan
hak berpartisipasi dalam kehidupan
sosial politik” (Sukmaraga, 2011: 3).
Esensi kemiskinan adalah menyangkut
kondisi kekurangan dari sebuah tuntutan kehidupan yang paling minimum, khususnya
dari aspek konsumsi dan pendapatan. Menurut Sukmaraga dalam penelitianya mengatakan bahwa “kemiskinan merupakan penyakit
yang muncul saat masyarakat selalu mempunyai kekurangan secara material maupun
non material seperti kurang makan, kurang
gizi, kurang pendidikan, kurang akses informasi dan kekurangan kekurangan lainnya
yang menyebabkan kemiskinan”.
“Faktor lain yang sangat nyata tentang
kemiskinan terutama di kota-kota besar Indonesia, dapat dilihat dari banyaknya warga masyarakat yang kekurangan makan dan minum, tidak
memiliki tempat tinggal yang layak,
bahkan digusur dari permukimanya,
ribuan pekerja berunjuk rasa mem
Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
protes ancaman pemutusan hubungan
kerja (PHK), sikap dan perlakuan sewenang-wenang terhadap tenaga kerja
wanita di luar negeri. Kemudian ketidakadilan sosial ekonomi, selain oleh
beragam alasan juga disebabkan oleh
paktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang tidak sehat” (Sukmaraga,
2011: 3).
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi
yang dianggap sebagai kebutuhan minimal
dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai kekurangan uang dan barang untuk memenuhi
kelangsungan hidup. Dalam arti luas, kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang
memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan
(proper), 2) ketidakberdayaan (powerless) 3)
kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), 5) keterasingan (isolation) baik secara
geografis maupun sosiologis. William N., D
(2003) mengatakan bahwa “kemiskinan bersumber pada banyak hal, yang terpenting
diantaranya adalah: a) diskriminasi terhadap
kelompok minoritas, b) hanya sedikit memiliki kekayaan berupa barang tak bergerak, c)
latar belakang rumah yang tidak menguntungkan, d) hambatan memperoleh pendidikan, kesempatan kerja atau pengalaman”.
Kabupaten Sukoharjo terdiri dari daerah dataran rendah yang terletak di 6
(enam) kecamatan yaitu Kecamatan Gatak,
Kartasura, Baki, Grogol, Mojolaban, dan Sukoharjo serta daerah perbukitan atau daerah
dengan topografi bergelombang yang terletak di 6 (enam) kecamatan yaitu: Kecamatan
Weru, Tawangsari, Bulu, Nguter, Bendosari
dan Polokarto. Jumlah penduduk Kabupaten
Sukoharjo tahun 2012 menurut Data dari
Sukoharjo Dalam Angka Tahun 2012 tercatat sebanyak 857.421 jiwa terdiri dari lakilaki 427.226 jiwa (49,49%) dan perempuan
430.195 (50,51%). Kepadatan penduduk dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2004-2009)
cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun
2012 kepadatan penduduk tercatat sebesar
1.807 jiwa setiap Km2. Kepadatan penduduk
tahun 2011, 2010, 2009, 2008, dan tahun
2007 berturut-turut adalah 1,794; 1.782;
1.771; 1.760; dan sebesar 1.747 jiwa untuk
setiap Km2.
Jumlah kelahiran Menurut data statistik pada Sukoharjo Dalam Angka 2012 sebanyak 10.491 jiwa, terdiri dari 5.463 laki-laki
dan 5.028 perempuan, mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2011 sebanyak 10.321
jiwa, terdiri dari 5.411 laki-laki dan 4.910
perempuan. Angka kelahiran kasar (CBR)
sebesar 12,49, terdapat kenaikan jumlah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
yaitu sebesar 10,51 (2008), 11,40 (2009) dan
12,37 (2010). Jumlah angka kematian pada
tahun 2009 tercatat sebanyak 5.243 jiwa
yang terdiri dari 2.718 laki-laki dan 2.525
perempuan. Angka kematian kasar (CDR)
tercatat 6,24 jiwa, jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,20 terjadi
peningkatan sebesar 0,04.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin Tahun
2011 di Kabupaten Sukoharjo
Jumlah
Jumlah
No Kecamatan
Penduduk
Penduduk
Miskin
1 Baki
53.922
6.335
2 Bendosari
68.085
6.127
3 Bulu
51.611
3.736
4 Gatak
49.505
5.096
5 Grogol
105.573
10.223
6 Kartasura
93.525
6.145
7 Mojolaban
80.492
10.307
8 Nguter
64.626
8.599
9 Polokarto
75.206
12.368
10 Sukoharjo
85.908
10.675
11 Tawangsari
59.197
7.432
12 Weru
67.299
7.672
Jumlah
854.949
94.715
Sumber: www.tkpk-sukoharjo.org
(diakses,
24/12/2013).
Jumlah kelahiran Menurut data statistik pada Sukoharjo Dalam Angka 2012 sebanyak 10.491 jiwa, terdiri dari 5.463 laki-laki
dan 5.028 perempuan, mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2011 sebanyak 10.321
jiwa, terdiri dari 5.411 laki-laki dan 4.910
perempuan. Angka kelahiran kasar (CBR)
sebesar 12,49, terdapat kenaikan jumlah di214

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
Tabel 2: Perbandingan Gender Penduduk Miskin kabupaten Sukoharjo
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kecamatan
Pria
Wanita
10.451
10.382
Baki
12.240
12.254
Bendosari
10.508
10.100
Bulu
10.724
10.548
Gatak
20.976
20.340
Grogol
12.806
12.570
Kartasura
14.971
14.823
Mojolaban
14.100
13.560
Nguter
18.040
17.769
Polokarto
15.193
14.919
Sukoharjo
13.721
13.439
Tawangsari
15.282
15.172
Weru
Jumlah
169.012
165.876
Sumber: www.tkpk-sukoharjo.org (24, 12/2013).
bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
yaitu sebesar 10,51 (2008), 11,40 (2009) dan
12,37 (2010). Jumlah angka kematian pada
tahun 2009 tercatat sebanyak 5.243 jiwa
yang terdiri dari 2.718 laki-laki dan 2.525
perempuan. Angka kematian kasar (CDR)
tercatat 6,24 jiwa, jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,20 terjadi
peningkatan sebesar 0,04.
Kemiskinan terjadi karena kemampuan
masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat
ikut serta dalam proses pembangunan atau
menikmati hasil-hasil pembangunan. Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting
untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah
lazim digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan
demikian, kemiskinan menjadi salah satu
tema utama pembangunan. Keberhasilan
dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan. Untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan upaya
penajaman yang meliputi penetapan sasaran,
perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta efektifitas anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan
di tingkat daerah yang menangani penanggulangan kemiskinan. Dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun
2011 Tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Pe215
Jumlah
20.833
24.494
20.608
21.272
41.316
25.376
29.794
27.660
35.809
30.112
27.160
30.454
334.888
%
6.22%
7.31%
6.15%
6.35%
12.34%
7.58%
8.90%
8.26%
10.69%
8.99%
8.11%
9.09%
raturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/
Kota dan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Kemiskinan, maka Undang-undang
tersebut merupakan landasan bagi Daerah
dalam menangani penanggulangan kemiskinan dalam rangka tercapainya kesejahteraan
masyarakat di Kabupaten Sukoharjo melalui
kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2012 sebagai instrument kebijakan Pemerintah Dearah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Sukoharjo.
Selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut mengenai model kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan suatu jenis
penelitian kualitatif hukum, yaitu merupakan
suatu tata cara penelitian yang menghasilkan
data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan, dan
perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari
adalah obyek penelitian yang utuh, sepanjang
hal itu adalah mengenai manusia (Soekanto,
1982: 32). Jenis penelitian yang digunakan
oleh peneliti adalah yuridis-sosiologis yang
mengacu pada kaedah-kaedah hukum yang
ada, dan juga melihat kenyataan yang ada
(Soemitro, 1988: 14), yang mana pendekatan

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
tersebut disamping melihat secara langsung
ketentuan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2012 tentang Penanggulangan Kemiskinan
di Kabupaten Sukoharjo juga melihat secara
langsung yang terjadi di lapangan. Analisis
data penelitian ini menggunakan data kualitatif, yang dimaksud dengan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mempergunakan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain (Moleong. 2009: 248).
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo
Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori hierarki norma hukum dan
rantai validitas yang membentuk piramida
hukum (stufenbau theorie) adalah murid
Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie von stufenbau
der rechtsordnung. Susunan norma menurut
teori tersebut adalah:
a. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);
b. Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);
c. Undang-undang formal (formell gesetz); dan
d. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).
Staatsfundamentalnorm adalah norma
yang merupakan dasar bagi pembentukan
konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum
dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi.
Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu
dari konstitusi suatu negara.
Nawiasky menjelaskan bahwa norma
tertinggi yang oleh Kelsen disebut sebagai
norma dasar (basic norm) dalam suatu negara
sebaiknya tidak disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan Staatsfundamentalnorm,
atau norma fundamental negara. Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah,
sedangkan norma tertinggi berubah misalnya
dengan cara kudeta atau revolusi. Berdasarkan teori Nawiaky tersebut, teori Kelsen dan
menerapkannya pada struktur tata hukum di
Indonesia. Struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky.
Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamental-norm pertama kali disampaikan
oleh Notonagoro. Pancasila dilihat sebagai
cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang
pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai
ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan
ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum,
penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat
dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila. Namun,
dengan penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm berarti menempatkannya
di atas Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk membahas permasalahan ini dapat
dilakukan dengan melacak kembali konsepsi
norma dasar dan konstitusi menurut Kelsen
dan pengembangan yang dibuat oleh Nawiasky, serta melihat hubungan antara Pancasila
dan UUD 1945.
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran
terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu
ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu
wilayah lazim digunakan untuk mengukur
tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut.
Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah
satu tema utama pembangunan, yang sudah
diatur dalam Perundang-undangan yang ada
di Indonesia, berikut Perundang-undangan
yang menjadi dasar hukum Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo secara
hierarki/tata urutan :
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan
bahwa:
(1)
Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan atas
azas kekeluargaan.
(2)
Cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang
216

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Pasal 34 Fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar dipelihara oleh Negara.
(1) Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(2) Undang-undang Nomor 11 tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial
(3)Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Kemiskinan
Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan. Untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan
diperlukan upaya penajaman yang meliputi
penetapan sasaran, perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi,
serta efektifitas anggaran, perlu dilakukan
penguatan kelembagaan di tingkat daerah
yang menangani penanggulangan kemiskinan.
Keberadaan Perda Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sukoharjo masih belum
mampu mencapai tujuan pengentasan kemiskinan yaitu kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, baik yang disebabkan oleh
faktor sumber daya manusia dan pasrtisipasi
masyarakat. Untuk itu perlu diungkap bagaimana perlindungan hukumnya dan apakah
peraturan perundang-undangan yang ada sudah memadai dalam upaya penanggulangan
kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo.
Kurangnya apresiasi terhadap program
penanggulangan kemiskinan yang telah diwujudkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat, kondisi tersebut diperparah lagi dengan kurangnya sosialisasi tentang pentingnya
penanggulangan kemiskinan dan adanya suatu program penanggulangan kemiskinan bagi
masyarakat miskin Kabupaten Sukoharjo itu
sendiri. Argumen Yuridis sangatlah penting
dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo dimana Kesejahteraan masyarakat sangatlah penting bagi bangsa kita.
217
Telah diberlakukannya peraturan perundang–undangan saat ini Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Presiden Nomor 15
Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Kemiskinan, maka Undangundang, Peraturan Presiden dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan
landasan bagi Daerah dalam menangani
penanggulangan kemiskinan dalam rangka
memberikan pedoman penanggulangan kemiskinan di Daerah.
Berdasarkan wawancara pada hari
selasa 17 juni 2014 dengan Bapak Suyadi
Widodo Kepala Bidang Pemerintahan dan
Sosial-budaya Bappeda Kasie Pengembangan dan Pemberdayaan Kesejahteraan Sosial
di Dinas Sosial menjelaskan bahwa: ”Peraturan perundang-undangan yang mengatur
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten
Sukoharjo memang benar sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan peraturan perundang-undangan
yang ada, sesuai dengan Perda kabupaten
Sukoharjo Bab IX Pelaksanaan, Penanggulangan kemiskinan dilakukan secara bertahap,
terpadu, konsisten dan berkelanjutan sesuai
dengan skala prioritas pemerintah daerah
dan kebutuhan warga miskin”.
Berkaitan dengan hal itu akan tetapi
peran serta masyarakat disini masih sangat lemah dalam rangka penanggulangan kemiskinan daerah, dalam hal ini seharusnya Pemerintah memberikan apresiasi dan sosialisasi
adanya Peraturan Daerah mengenai Penanggulangan Kemiskinan dan adanya program
yang di wujudkan dalam rangka pengentasan
masyarakat miskin demi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sukoharjo, sehingga pemerintah daerah bersama masyarakat dapat
berperan aktif dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Argumen sosisologis juga sangat dibutuhkan mengingat masyarakat juga berperan
penting dalam Penanggulangan Kemiskinan
di Kabupaten Sukoharjo. Peran serta tokoh

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan merupakan hal yang harus dilakukan,
mengingat kemiskinan merupakan masalah
kompleks tentang kesejahteraan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan,
akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender dan lokasi lingkungan.
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi
juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
kelompok orang dalam menjalani kehidupan
secara bermartabat. Dalam sebuah penanggulangan kemiskinan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Sukoharjo perlu disediakan kesempatan kepada
masyarakat yang bertanggungjawab kultural
terhadap kawasan tersebut untuk ikut berpartisipasi dalam proses penanggulangan
kemiskinan. Masyarakat di berikan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam Penanggulangan Kemiskinan baik yang
dilaksanakan pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, pemerintah daerah maupun masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan monitoring dan evaluasi
sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2012
Bab XIII Pasal 38 ayat 1. Menurut Mukseto
A.K.S Kasie Pengembangan dan Pemberdayaan Kesejahteraan Sosial di Dinas Sosial
(Wawancara , 18/6/ 2014) menjelaskan bahwa:
”Dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo Pemerintah daerah berupaya melaksanakan
program-program
penanggulangan
kemiskinan yang telah dibuat baik program pusat maupun daerah, semua itu
dilakukan juga membutuhkan dukungan dan peran serta masyarakat dan
juga perusahaan swasta daerah dalam
rangka dapat tercapainya tujuan bersama”.
Pemerintah baik pusat maupun daerah
telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan namun masih jauh dari
induk permasalahan. Kebijakan dan program
yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan
antara rencana dengan pencapaian tujuan
karena kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lebih berorientasi pada program sektoral.
Data di atas menunjukan peran masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Sukoharjo sangatlah diperlukan,
selain pemerintah daerah tentu saja juga dibantu oleh perusahaan swasta daerah yang
terkait dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, maka masyarakat harus lebih
memperhatikan kondisi dan situasi sosial
lingkungan dalam rangka menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan.
Merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 1 Tahun 2012
tentang Penanggulangan Kemiskinan Bab XIII
Pasal 38 ayat 2 yang berbunyi ”Masyarakat
yang dimaksud meliputi perorangan, keluarga, kelompok, organisasi sosial, yayasan,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi profesi, pengusaha, dan
organisasi kemasyarakatan”, Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Bab VII Pasal 38 ayat (1) (2) (3)
yang berbunyi:
(1)Masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluasluasnya untuk berperan
dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
(2)Peran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan oleh:
(a)perseorangan;
(b)keluarga;
(c) organisasi keagamaan;
(d) organisasi sosial kemasyarakatan;
(e) lembaga swadaya masyarakat;
(f) organisasi profesi;
(g) badan usaha;
(h) lembaga kesejahteraan sosial; dan
(i) lembaga kesejahteraan sosial asing.
(3)Peran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan untuk mendukung
keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Peraturan di atas sudah sangat jelas
mengatur bahwa masyarakat juga berperan
218

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
penting dalam penanggulangan kemiskinan
di Kabupaten Sukoharjo dalam hal ini, untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat mengingat Penanggulangan Kemiskinan
memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak karena masih banyaknya kondisi
masyarakat miskin yang memprihatinkan di
Kabupaten Sukoharjo dan masih ada yang
belum tersentuh adanya program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah daerah.
Faktor sumber daya manusia dan pasrtisipasi
masyarakat yang kurang menghambat dalam
upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo. Kurangnya apresiasi dan
partisipasi masyarakat juga menjadi factor
penghambat upaya penanggulangan kemiskinan di Sukoharjo, kondisi tersebut diperparah lagi dengan kurangnya sosialisasi tentang
pentingnya penanggulangan kemiskinan dan
adanya suatu program penanggulangan kemiskinan bagi masyarakat miskin Kabupaten
Sukoharjo.
Untuk memenuhi hak dasar warga negara, memelihara fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan sosial dasar yang layak
sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka diperlukan upaya-upaya
nyata dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial bagi warga miskin.
Kemiskinan merupakan masalah yang
bersifat multi dimensi, multi sektor dengan
beragam karakteristik yang harus segera diatasi, karena menyangkut harkat dan martabat
manusia, maka pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi warga miskin
perlu adanya keterpaduan program kegiatan
dengan melibatkan partisipasi masyarakat sehingga diharapkan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat di daerah. Kemiskinan terjadi
karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil-hasil
pembangunan.
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran
219
terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu
ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu
wilayah lazim digunakan untuk mengukur
tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut.
Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah
satu tema utama pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali
diukur berdasarkan perubahan pada tingkat
kemiskinan. Berdasarkan wawancara pada
hari selasa 17 juni 2014 dengan Bapak Suyadi Widodo Kepala Bidang Pemerintahan
dan Sosial-budaya Bappeda menjelaskan
bahwa:
”Melaksanakan berbagai kebijakan pemerintah dilaksanakan secara terpadu,
terukur, sinergis, dan terencana yang
dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak, dan dikelola
sebagai suatu gerakan untuk mencapai
tujuan bersama penanggulangan kemiskinan”.
Data tersebut menunjukkan bahwa
peran pemerintah daearah khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten
Sukoharjo dalam penanggulangan kemiskinan sudah sesuai peraturan daerah yang dilaksanakan dengan terpadu yang dimaksud
terpadu mejalankan secara utuh dan dalam
satu kegiatan pemerintah, makna dari terukur disini adalah dapat di hitung mempunyai
ukuran terdata secara statistik terhadap kegiatan yang dilakukan, sinergis yang dimaksud adalah kegiatan yang tergabung yang
berpengaruh sangat besar oleh pemerintah
daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan, dan terencana bermakna sesuatu yang
akan dilakukan, dikerjakan/konsep dalam hal
penanggulangan kemiskinan yang dilakukan
oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak yang dimaksud disini adalah pemerintah
daerah beserta masyarakat dan perusahaan
swasta daerah atau lainnya demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sukoharjo.
Diharapkan permasalahan dalam
pengkoordinasian peran dan fungsi Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) dalam penanggulangan kemiskinan selama ini bisa diperbaiki dan lebih
optimal, dapat memantau situasi dan kondisi

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
kemiskinan di daerah., Menganalisis besaran
pengeluaran pemerintah daerah sehingga
efektifitas untuk penanggulangan kemiskinan
(APBN dan APBD), Mengkoordinasi pelaksanaan dan pengendalian program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan di daerah,
Membuat program unggulan penanggulangan kemiskinan secara terpadu, Koordinasi
rutin dan kajian terikat dengan penanggulangan kemiskinan, Mengawal atau mendorong
Sinkronisasi Program Penanggulangan Kemiskinan dalam Perencanaan Pembangunan Daerah.
Hal tersebut selaras dengan pernyataan
Samijo (Wawancara, 18/6/2014), Kasie Kesetiakawanan Sosial Bidang Bantuan Sosial di
Dinas Sosial menjelaskan bahwa:
”Program penanggulangan kemiskinan
di Kabupaten Sukoharjo yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat salah satunya dengan memberikan
bantuan sosial berupa uang duka sesuai dengan keputusan Bupati Kabupaten Sukoharjo”. ”Dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pemerintah
kabupaten sukoharjo dengan memberikan bantuan uang duka , dalam
hal ini keberadaan dinas sosial meneliti kebenaran keabsahan administrasi
tanggungjawab terevaluasi dan monitor bantuan tersebut, Bantuan bersifat
hibah tidak ada pengembalian tetapi
penerima dikenakan biaya materai
6000”.
Pelaksanaan kegiatan tersebut sangat
mendasar dan besar manfaatnya bagi masyarakat khususnya bagi keluarga miskin di
Kabupaten Sukoharjo, akan tetapi banyak di
jumpai dan di terima laporan melalui Dinas
Sosial Kabupaten Sukoharjo bahwasanya terdapat beberapa permasalahan dilapangan,
antara lain manipulasi data dan penyunatan anggaran bantuan sosial tersebut oleh
oknum tertentu. Dalam perkembangannya,
sasaran penerima manfaat yang sebelumnya
santunan diberikan kepada keluraga miskin
kemudian disempurnakan dengan diberikan kepada rumah tangga tepat sasaran. Hal
ini di atur dalam PERBUP Nomor 44 Tahun
2012 tentang Bantuan Uang Duka Bagi Keluarga Miskin. Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut, maka kami berusaha memperbaiki dan menyempurnakan
program bantuan uang duka bagi keluaraga
miskin.
Pemberian bantuan sosial dari pemerintah dalam rangka penanggulangan kemiskinan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat seringkali tidak berjalan dengan baik
dalam kenyataanya masih ada hambatanhambatan dalam upaya penanggulangan di
masyarakat seperti masalah dari masyarakat
itu sendiri atau sumber daya manusia, tanggungjawab sosial dan bantuan sosial yang diberikan di salah gunakan, maka masih perlu
dilakukannya evaluasi dan pembinaan baik
dari pemerintah daerah dan masyarakat demi
kepentingan bersama dan tercapainya tujuan
penanggulangan kemiskinan yaitu mensejahterakan masyarakat.
b. Model Kebijakan Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo
(1) Program Aksi Penanggulangan
Kemiskinan
Salah satu prioritas nasional dalam kerangka kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah penurunan tingkat kemiskinan
absolut menjadi 8-10 % pada tahun 2014
dan perbaikan distribusi pendapatan melalui
perlindungan sosial yang berbasis keluarga,
pemberdayaan masyarakat, dan perluasan
kesempatan ekonomi masyarakat berpendapatan rendah. Untuk itu, pemeritah menjalankan program penanggulangan kemisinan
yang dibagi 4 (empat) kluster program, yaitu
pertama penanggulangan kemiskinan berbasis rumah tangga, kedua pemberdayaan masyarakat, ketiga pemberdayaan usaha mikro
dan kecil, dan keempat program-program
pro-rakyat. Hal ini selaras dengan pernyataan
Kepala Bidang Pemerintahan dan Sosial-budaya Bappeda, Suyadi Widodo (Wawancara,
17/6/ 2014), yang menjelaskan bawa:
” Kelompok program pertama antara
lain terdiri dari Beras Untuk Rumah
Tangga Miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Ja220

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
minan Kesehatan Daerah (Jamkesda),
Program Keluarga Harapan (PKH), Biaya Operasional Sekolah (BOS), Beasiswa Untuk Keluarga Miskin. Kelompok
kedua adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang
mencakup beberapa program pemberdayaan. Kelompo ketiga adalah
antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sementara kelompok keempat adalah
terkait dengan rumah murah, angkutan murah, air bersih, listrik murah dan
lain-lain.”
menjelaskan bahwa:
”Sumber-sumber dari Pendapatan
Asli Daerah itu terdiri dari Hasil Pajak
Daerah, Hasil Retribusi Daerah yang
pengertiannya sesuai pasal 1 undangundang Nomor 28 Tahun 2008, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan, kemudian Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.”
Pelaksanaan seluruh program penanggulangan kemiskinan tersebut dikoordinasikan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) secara
nasional, sedangkan pelaksanaan di daerah
dikoordinasi oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) baik
tingkat provinsi maupun tingkat kabuptan/
kota. Pelaksanaan berbagai program perlindungan sosial tersebut menggunakan sistem
penargetan dan basis data yang berbeda-beda dengan kualitas yang bervariasi sehingga
berdampak pada efektivitas pelaksanaannya. Oleh karena itu perbaikan koordinasi
perencanaan dan penganggaran serta sistem
penargetan merupakan tantangan besar dalam upaya perbaikan program perlindungan
sosial agar mampu berperan maksimal dalam
penanggulangan kemiskinan.
Bagi daerah yang memiliki BUMD seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),
Bank Pembangunan Daerah (BPD), Badan
kredit kecamatan, pasar, tempat hiburan/
rekreasi, villa, pesanggrahan, dan lain-lain
keuntungannya merupakan penghasilan bagi
daerah yang bersangkutan. Hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain
bagian laba, deviden dan penjualan saham
milik daerah. Pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menjelaskan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah meliputi:
1) Hasil penjualan kekayaan daerah
yang tidak dipisahkan
2) Jasa Giro
3) Pedapatan bunga
4) Keuntungan selisih nlai tukar rupiah
terhadap mata uang asing,
5) Komisi, potongan, ataupun bentuk
lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/
atau jasa oleh daerah.
(2) Anggaran Penanggulangan Kemiskinan
(3) Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Derah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal
1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004).
Dengan demikian, Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber pendapatan yang asli berasal dari potensi daerah. Pemerintah Derah
dapat menggali sumber Pendapatan Asli Derah tersebut secara optimal. Kepala Bidang
Pemerintahan dan Sosial-budaya Bappeda,
Suyadi Widodo (Wawancara, 17/6/ 2014),
221
Kebijakan penanggulangan kemiskinan
secara umum berkaitan dengan upaya untuk
menjaga kinerja perekonomian nasional secara makro, yang secara tidak langsung diharapkan dapat mendukung upaya pencapaian
target penanggulangan kemiskinan sesuai RPJMN 2010-2015.
Dalam melaksanakan berbagai kebijakan dilaksanakan secara terpadu, terukur,
sinergis, dan terencana yang dilandasi oleh
kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak,
dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama
penanggulangan kemiskinan.
Menurut Kepala Bidang Pemerintahan

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
dan Sosial-budaya Bappeda, Suyadi Widodo
(Wawancara, 17/6/ 2014), menjelaskan bahwa:
”Berdasarkan pada RPJM Kabupaten
Sukoharjo tahun 2010-2015 maka
arah kebijakan pembangunan daerah,
adalah Pengembangan sumber daya
manusia, Peningkatan daya saing daerah, Pemulihan dan Perlindungan”
Terkait dengan hal itu, Pemerintah Daerah
setempat telah mendesain kebijakan dalam
penanggulangan kemiskinan di daerahnya
sebagai berikut:
(4) Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan daerah dalam era otonomi daerah memprioritaskan pada pengembangan sumberdaya manusia, terutama
peningkatan pendidikan, perdesaan dilaksanakan dengan mengedepankan pemahaman
terhadap kewenangan dan tanggungjawab
serta peningkatan kapasitas pengelolaan
pembangunan. Oleh karena itu, peningkatan
kualitas pendidikan formal, pendidikan kejuruan, pendididkan non formal dan informal
termasuk pendidikan kecakapan hidup (lifeskills), pendidikan kesetaraan gender yang
diperkaya dengan pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengembangkan
kewirausahaan dalam masyarakat.
(5) Penguatan Landasan Inovatif
Beberapa hal yang dipandang dapat
memperkuat landasan inovatif seperti infrastruktur teknologi informatika yang mulai dibangun, dipercepat pemanfaatannya untuk
semua bidang kegiatan baik itu pelayanan
kepada masyarakat, peningkatan pendidikan
dan iptek, maupun perdagangan dan investasi. Setiap alokasi pengeluaran pemerintah
Kabupaten Sukoharjo diarahkan untuk mengembangkan pemahaman dan inovasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang diharapkan
akan berdampak pada peningkatan perekonomian daerah.
(6) Peningkatan Daya Saing Daerah
Daya saing daerah antara lain sangat
dipengaruhi oleh produk unggulan daerah,
peningkatan pelayanan perijinan dan pelayanan publik, pengembangan ekonomi perdesaan. Fokus pengembangan ekonomi perdesaan dengan pendekatan satu daerah satu
produk (One Village One Product/OVOP)
atau pembentukan sebtra-sentra pengembangan industry kecil, kerajinan dan perdagangan skal kecil dan pemberdayaan sector
informal dengan memasukkan Pedagang
Kaki Lima (PKL) sebagai pelaku penting kegiatan ekonomi. Implikasi dari hal tersebut
perlu dilakukan pendataan, fasilitas perijinan usaha, jaminan keberlanjutan usaha dan
perlindungan social. Kelompok usaha mikro,
kecil dan sector informal rentan perubahan
kebijakan pembangunan, penggurusan dan
tekanan pihak lain (premanisme). Keberhasilan peningkatan kapasitas dan daya saing
usaha mikro, kecil termasuk sector informal
memerlukan dukungan segenap pemangku
kepentingan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sukoharjo.
(7) Pemulihan dan Perlindungan
Prinsip pembangunan berkelanjutan
perlu menjiwai setiap kebijakan daerah.
Oleh karena itu, kegiatan ekonomi diarahkan
ramah lingkungan. Penerapan hal tersebut,
antara lain dalam menyikapi isu kelangkaan
energy dunia diantisipasi dengan menginisiasi keanekaragaman sumber-sumber energy
alternatif, energy terbarukan dan terbarukan
dan mengembangkan pertanian organik semakin diperluas di masyarakat. Dalam upaya
mengembangkan peran serta masyarakat dan
kalangan dunia usaha, BUMN/BUMD termasuk perbankan dan perusahaan jasa-jasa lainnya.
(8) Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Strategi makro pembangunan ekonomi
berdasarkan pada perkembangan kondisi positif perekonomian nasional, terutama semakin mantapnya stabilitas perekonomian politik nasional, pertumbuhan ekonomi nasional
cukup tinggi, stabilnya nilai tukar mata uang
Rupiah terhadap valuta asing dan Kesepakatan Pasar Bebas ASEAN (Asean Free Trade
Area) sejak tahun 2010. Berdasarkan kondisi
positif tersebut maka dirumuskan strategi sebagai berikut:
222

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
1) Meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi sama
dengan pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah sebesar 5,5% - 7,00%.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi terkait dengan meningkatnya
peluang kerja dan pasaer kerja.
2) Meningkatkan
perluasan
kesempatan kerja, meningkatkan
peluang
berusaha
melalui
pelayanan perijinan bagi usaha
sector informal, usaha mikro dan
kecil serta koperasi.
3) Meningkatkan ketersediaan stok
bahan pangan pokok untuk
menjamin kecukupan pangan
bagi kelompok masyarakat miskin,
terutama di wilayah konsentrasi
penduduk miskin terbesar. Karena
beban pengeluaran terbesar rumah
tangga miskin untuk pemenuhan
kebutuhan pangan (> 52% per
bulan). Perlunya secara intensif untuk
melakukan
penganekaragaman
pangan pokok (selain beras dan
terigu) dan mengurangi tingkat
konsumsi beras per kapita bagi
kelompok menengah atas (rata-rata
tingkat konsumsi beras 120-130 Kg
per kapita/per tahun).
4) Penguatan kelembagaan pengelola
program pemberdayaan masyarakat
di tingkat desa/kelurahan dan
koordinasi wilayah di tingkat
kecamatan,
sejalan
dengan
peningkatan peran koordinasi di
tingkat kecamatan.
5) Meningkatkan
pemberdayaan
perempuan
dalam
rangka
perwujudan
kesetaraan
dan
keadilan
gender.
Pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan terkait erat dengan
peningkatan
pendidikan
dan
keterampilan, kecakapan hidup
(life skills), desa vokasi, perintisan
usaha baru dan partisipasi kaum
223
perempuan dalam pembangunan
pada umumnya.
Untuk merealisasikan kebijakan tersebut, maka Pemerintah Daerah membentuk Tim Koordinasi. Menurut Kepala Bidang
Pemerintahan dan Sosial-budaya Bappeda,
Suyadi Widodo (Wawancara, 17/6/ 2014),
menjelaskan bahwa:
”Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan
Daerah
(TKPKD)
Kabupaten Sukoharjo telah dibentuk
berdasarkan SK Bupati Sukoharjo
No.410.05/221/2011 Tanggal 5
Februari 2011 Tentang Pembentukan
Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan
Daerah
Kabupaten
Sukoharjo.”
TKPK
Kabupaten
Sukoharjo
sebagaimana diamanatkan Permendagri
Nomor 42 Tahun 2010 melaksanakan fungsi:
1) Pengorganisasian penyusunan strategi
penanggulangan kemiskinan (SPKD)
sebagai dasar penyusunan RPJMD di
bidang penanggulangan kemiskinan,
dalam hal ini TKPK Kabupaten Sukoharjo telah menyusun SPKD Tahun
2011-2014 sebagai pedoman umum
pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di seluruh SKPD.
2) Pengorganisasian SKPD dan gabungan SKPD bidang penanggulangan kemiskinan dalam hal penyusunan rencana strategi SKPD.
3) Pengorganisasian SKPD atau gabungan SKPD bidang penanggulangan kemiskinan dalam hal penyusunan rancangan RKPD.
4) Pengorganisasian SKPD atau gabungan SKPD bidang penanggulangan
kemiskinan dalam hal penyususnan
rencana kerja SKPD.
5)Pengorganisasian evaluasi pelaksanaan perumusan dokumen rencana
pembangunan daerah bidang penanggulangan kemiskinan, dalam hal ini
pengendalian dilakukan baik terhadap
program yang ada di masing-masing
SKPD maupun lembaga keuangan dan
masyarakat luas.

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
Kepala Bidang Pemerintahan dan
Sosial-budaya Bappeda Bp Suyadi Widodo
(Wawancara, 17/6/ 2014), menjelaskan bahwa:
”…Pada saat ini fungsi TKPK lebih ditekankan pada untuk upaya koordinasi
dan sinkronisasi seluruh program penanggulangan kemiskinan dalam rangka mempercepat penurunan jumlah
penduduk miskin. Tentunya apabila
ditentukan maka TKPK dapat merumuskan program baru yang bersifat
penyempurnaan dari program yang
telah ada. Pengalaman dari program
penanggulangan kemiskinan selama
ini, titik keberhasilannya terletak pada
pendekatan community base development yang memberikan bantuan
langsung kepada masyarakat. Hal ini
untuk lebih menjamin kesinambungan
program.”
Untuk menjabarkan dan melaksanakan
tugas dari TKPK juga dibentuk Kelompok Kerja yang terdiri dari Kelompok Kerja Pendataan
dan Sistem Informasi yang dikoordinasikan
oleh Bappeda dan BPS, Kelompok Kerja Pengembangan Kemitraan, dan Kelompok Kerja
Pengaduan Masyarakat yang dikoordinasikan
oleh BPMD.
4. Simpulan
Pertama, keberadaan Perda Nomor
1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sukoharjo masih belum
mampu mencapai tujuan pengentasan kemiskinan, baik yang disebabkan oleh faktor
sumber daya manusia dan pasrtisipasi masyarakat. Untuk itu perlu diungkap bagaimana
perlindungan hukumnya dan apakah peraturan perundang-undangan yang ada sudah
memadai dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo.
Kedua, pasrtisipasi masyarakat yang
kurang menghambat dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo. Selain itu juga apresiasi masyarakat juga
menjadi penghambat, kondisi tersebut diperparah lagi dengan kurangnya sosialisasi tentang pentingnya penanggulangan kemiskinan
dan adanya suatu program penanggulangan
kemiskinan bagi masyarakat miskin Kabupaten Sukoharjo.
Ketiga, landasan filosofis bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila sila ke lima
yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, hal ini salah satu upaya dalam penanggulangan kemiskinan yaitu Pemberian
bantuan sosial, seringkali belum adil dan merata dalam kenyataanya belum berjalan dengan baik diantaranya sumber daya manusia,
tanggungjawab sosial dan bantuan sosial yang
diberikan di salah gunakan ini berarti belum
sesuai dengan Landasan filosofis bangsa Indonesia sila ke lima.
Keempat, model Kebijakan Penanggulangan Pemiskinan di Kabupaten Sukoharjo
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat berdasarkan pada RPJM Kabupaten Sukoharjo tahun 2010-2015, dengan
menggunakan model bottom up arah kebijakan pembangunan daerah dilaksanakan secara terpadu, terukur, sinergis, dan terencana
dengan menggunakan strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan secara makro dan
mikro.
Daftar Pustaka
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Firdausi, Nur Tsaniyah. 2010. “Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia”. Skripsi (S1). Universitas Diponegoro Semarang.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Soekanto, Soerjono. 1982. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian
Hukum dan Jurimentri. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sukmaraga, Prima. 2011. “Analisis Pengaruh Indeks
Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan
Jumlah Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi
Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro
Semarang.
224

Pandecta. Volume 9. Nomor 2. Desember 2014
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 dan Pasal 34
UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Permendagri No. 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Kemiskinan
225

Download