Penatalaksanaan Skizoafektif Tipe Depresif Dengan Sindrom

advertisement
Supratanda|PenatalaksanaanSkizoafektifTipeDepresifDenganSindromEkstrapiramidal
PenatalaksanaanSkizoafektifTipeDepresifDenganSindromEkstrapiramidal
FeriEkaSupratanda
FakultasKedokteran,UniversitasLampung
Abstrak
Gangguanskizoafektifadalahpenyakitdengangejalapsikotikyangpersisten,sepertihalusinasiataudelusi,terjadibersamasama dengan masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Gangguan skizoafektif
diperkirakanterjadilebihseringdaripadagangguanbipolar.Suatugangguanpsikotikdengangejala-gejalaskizofreniadan
manik sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Pada laporan ini menguraikan tentang kasus
“Penetalaksanaan Skizoafektif Tipe Depresif dengan Ekstrapiramidal Sindrom” pada laki-laki berusia 34 tahun. Pasien ini
mendapatkan terapi yaitu farmakoterapi berupa Risperidon 2x2 mg per oral dan Fluoxetin 1x10 mg per oral, serta
trihesifenedil 2x2 mg. Pasien juga mendapat psikoterapi untuk mendapatkan faktor pencetus atau stressor. Terapi yang
diberikansesuaidenganliteraturkarenaefekterapiyangsesuaidanefeksampingyangminimalpadapasien.Terapiperlu
dilakukansecaramenyeluruh,komprehensif,terpadudanberkesinambungan.
Katakunci:Depresif,mood,skizoafektif
TreatmentOfSchizoaffectifDepressiveTypeWithExtrapyramidalSyndrome
Abstract
Schizoaffective disorder is a disease with persistent psychotic symptoms, such as hallucinations or delusions, and could
occurtogetherwiththeproblemofamooddisordersuchasdepression,manic,ormixedepisodes.Schizoaffectivedisorder
is thought to occur more frequently than bipolar disorder. A psychotic disorder with symptoms of schizophrenia and
depressiveequallyprominentinoneepisodeofthesamedisease.Inthisreportdescribesthecaseof"TheTreatmentof
SchizoaffectiveDepressivetypewithExtrapyramidalsyndrome"inmenaged34years.Thesepatientsreceivetherapythat
pharmacotherapyform2x2mgoralrisperidoneandfluoxetine1x10mgorally,aswellastrihesifenedil2x2mg.Patientsalso
receivedpsychotherapytogetaprecipitantorstressor.Thetheraphyhasgivenlikeliteraturedidbecausetherapyeffect
was appropriate and the minimal of side effect. The theraphy must to complete, comprehensive, integrated, and
continuously.
Keywords:Depressive,mood,skizoafektif
Korespondensi: Feri Eka Supratanda, S.Ked, alamat Jl. Cabe Raya No. 52 Blok C6, Kemiling, HP 081320117728, e-mail
[email protected]
Pendahuluan
Gangguan skizoafektif adalah penyakit
dengan gejala psikotik yang persisten, seperti
halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama
dengan masalah suasana (mood disorder)
seperti depresi, manik, atau episode
campuran.Gangguanskizoafektifdiperkirakan
terjadilebihseringdaripadagangguanbipolar.
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala
skizofrenia dan manik sama-sama menonjol
dalamsatuepisodepenyakityangsama.1
Gangguan skizoafektif ditandai dengan
adanya kelainan mental yang menurun yakni
adanya gejala kombinasi antara gejala
skizofreniadangejalagangguanafektifsecara
nyata. Penyebab gangguan skizoafektif tidak
diketahui, tetapi empat model konseptual
telahdikembangkan.2
Manifestasi
adalah
gangguan
Skizoafektif berupa gangguan episodik gejala
gangguanmoodmaupungejalaskizofreniknya
menonjol dalam episode penyakit yang sama,
baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari. Apabila gejala
skizofrenikdanmanikmenonjolpadaepisode
penyakit yang sama, gangguan disebut
gangguan skizoafektif tipe manik. Pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala
depresif yang menonjol. Gejala yang khas
pada pasien skizofrenik berupa waham,
halusinasi, perubahan dalam berpikir,
perubahan dalam persepsi disertai dengan
gejalagangguansuasanaperasaanbaikitu
manikmaupundepresif.3
Statistik umum gangguan ini yaitu kirakira 0,2% di Amerika Serikat dari populasi
umumdansampaisebanyak9%orangdirawat
dirumahsakitkarenagangguanini.Gangguan
skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering
daripada gangguan bipolar. Prevalensi pada
pria lebih rendah daripada wanita. Onset
umur pada wanita lebih besar daripada pria,
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|97
Supratanda|PenatalaksanaanSkizoafektifTipeDepresifDenganSindromEkstrapiramidal
pada usia tua gangguan skizoafektif tipe
depresif lebih sering sedangkan untuk usia
muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe
bipolar.Laki-lakidengangangguanskizoafektif
kemungkinan
menunjukkan
perilaku
antisosial. Insidensi skizoafektif lebih besar
pada wanita dibandingakn dengan pria. Pada
wanita yang menikah lebih besar insidensiny
daripada wanita yang belum menikah.
Meskipun prevalensi pada wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan pria, namun angka
remisi pada wanita lebih baik dibandingkan
denganpria.12
Orang yang menderita skizofrenia atau
gangguanschizoafektifmungkinsangatrentan
terhadap masalah yang terkait penilaian
karena beberapa alasan. Pertama, gangguan
kognitif yang berhubungan dengan gangguan
skizofrenia atau schizoafektif mungkin
membuatnya sulit untuk mengontrol perilaku
mereka.4
Skizoafektif terjadi penurunan fungsi
kognitif yang lebih parah dibandingkan
dengan gangguan jiwa yang terkait mood
lainnya seperti gangguan jiwa bipolar.
Penurunan fungsi kognitif dapat meliputi
fungsi memori dan atensi lebih parah terjadi
pada skizoafektif dibandingkan dengan
gangguanbipolar.5
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya
dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif bersamasama menonjol pada saat yang bersamaan,
atau dalam beberapa hari sesudah yang lain,
dalam episode yang sama. Sebagian diantara
pasien gangguan skizoafektif mengalami
episode skizoafektif berulang, baik yang tipe
manik,depresifataucampurankeduanya.6
Pengobatanpadaskizoafektifterdiridari
pengobatan secara psikofarmaka dan
psikoterapi. Farmakoterapi yang digunakan
adalah risperidon 2 x 4 mg, fluoxetin 1 x 10
mg.Pengobatanharussesuaidengantipeatau
episode skizoafektif yang terjadi. Karena
episode skizoafektif sangat membedakan
pemberian obat yang akan diberikan. Pada
keadaanmanikakanobatantimanikdanpada
saat depresif akan diberikan antidepresif,
tetapi terapi skizofrenia pun tetap harus
diberikan.78
Kasus
Pasien Zn, 34 tahun, petani,
berpenampilan sesuai dengan usianya, cara
berpakaian kurang rapi dan perawatan diri
buruk. Pasien diantar oleh keluarganya ke
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) karena gaduh gelisah.
Keluhan ini dimulai sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit dan semakin memberat.
Sebelumnya pasien pernah mengalami
keluhanserupatahun2005silamdandirawat
diRSJBandarLampung.Sejak2bulansebelum
masuk rumah sakit (SMRS) pasien tidak
pernahkontrolataupunminumobat.Riwayat
prenatal,masakanakdanremajapasientidak
didapatkan informasi. Pasien menempuh
pendidikanSMAdansaatinipekerjaanpasien
adalah petani membantu orang tua. Pasien
belummenikahdanmerupakanseorangyang
tertutup.Dalamkeluargapasien,adikkandung
memiliki keluhan yang sama dan pernah
dirawatdiRSJBandarLampung.
Sejak tahun 2005, pasien mulai tampak
curiga pada orang lain, merusak barangbarang di pasar, dan berbicara sendiri.Pasien
kemudian menjalani pengobatan hingga
sekarang. Pasien selama pengobatan tidak
pernah kambuh-kambuhan. Tetapi setalah 2
bulan akibat putus obat ini pasien mulai
muncul lagi gejala-gejala suka marah-marah
dangelisah.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat trauma
kapitis/sakit
berat/penurunan
kesadaran/kejang. Pasien memiliki kebiasaan
merokok namun tidak pernah mengkonsumsi
narkoba,minumankerasdansebagainya.
Pasien merupakan anak keenam dari
sembilan bersaudara. Sejak lahir tinggal
bersama orangtua dan saudaranya di
Pringsewu. Sejak lahir hingga dewasa pasien
tidaksulitdalamhalpendidikan,bersosialisasi
maupun beragama. Ia hidup dalam keluarga
yang memiliki status ekonomi yang kurang,
kedua orang tuanya bekerja sebagai petani.
Saat ini ayah pasien sudah meninggal. Dia
hidup berdua dengan ibu pasien yang sudah
tua. Saudara pasien sudah menikah semua
dan punya anak. Saudara tinggal satu daerah
dan sering mengunjungi pasien dan ibu
pasien. Adik kandung pasien mengalami
keluhanyangsamadenganpaseindanpernah
dirawat di RS. Data genetik menyatakan
bahwa sanak saudara derajat pertama dari
penderita
gangguan
depresi
berat
kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar
daripada sanak saudara derajat pertama
subyek kontrol untuk penderita gangguan.
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|98
Supratanda|PenatalaksanaanSkizoafektifTipeDepresifDenganSindromEkstrapiramidal
Pada pasien tidak diketahui secara jelas
adanya riwayat gangguan suasana perasaan
yangpernahdialamiolehkeluargapasien.9
Pemeriksaan status mental pasien
didapatkan kesadaran compos mentis, sikap
pasien kooperatif selama wawancara, akatisia
ditemukan. Kontak mata dengan pemeriksa
baik. Pasien berbicara spontan, lancar,
intonasi sedang, volume kurang, kualitas
cukup, artikulasi jelas, kuantitas cukup. Mood
pasien hipotimik dengan afek terbatas dan
tidak serasi serta empati yang tidak bisa
diraba rasakan. Pada persepsi pasien
didapatkan halusinasi auditorik dan visual.
Bentuk pikiran tidak realistik, arus pikir
asosiasi
longgar,
produktivitas
baik,
kontinuitas baik, dan tidak didapatkan
hendaya berbahasa. Pada isi pikir terdapat
waham kejar, waham kebesaran, delusion of
control, delusion of influsion, thought of
insertion. Pada penilaian fungsi kognitif, daya
konsentrasibaik,orientasiwaktu,tempatdan
orangbaik,dayaingatjangkasegera,pendek,
menengah dan panjang baik. Penilaian pasien
dalam norma sosial tidak terganggu, uji daya
nilai terganggu. Pasien tidak merasa dirinya
sakit dan secara keseluruhan pernyataan
pasiendapatdipercaya.Daripemeriksaanfisik
dan laboratorium tidak ditemukan adanya
kelainan. Pasien ini mendapatkan terapi yaitu
farmakoterapi berupa Risperidon 2x2 mg per
oral dan Fluoxetin 1x10 mg per oral, serta
trihesifenedil 2x2 mg. Pasien juga mendapat
psikoterapi untuk mendapatkan faktor
pencetusataustressor.
Pembahasan
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan
terhadap pasien ini ditemukan adanya
gangguanpersepsidanisipikiryangbermakna
serta
menimbulkan
suatu
distress
(penderitaan) dan disability (hendaya) dalam
pekerjaan dan kehidupan sosial pasien,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalamigangguanmental.10
Berdasarkan data-data yang didapat
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
rekammedik,tidakditemukanriwayatdemam
tinggi atau kejang yang terjadi sebelumnya
ataupunkelainanorganik.1011
Hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan mental
organik (F.0) dan penggunaan zat psikoaktif
(F.1). Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dengan pasien dan keluarga. Pada
pemeriksaanstatusmentalpasiendidapatkan
gangguanpersepsiberupahalusinasiauditorik
dan visual. Sedangkan, pada anamnesis
mengenairiwayatpenyakitpasien,didapatkan
gangguanisipikirberupawaham-wahamyang
mendukung. Keluhan pasien ini sudah
berlangsung selama lebih dari 1 bulan dan
dapatmemenuhikriteriadiagnosisskizofrenia
(F2)berdasarkanPedomanPenggolongandan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III. Pada
pemeriksaan, didapatkan halusinasi auditorik
dan visual serta waham-waham yang
menyertai.11Padaanamnesisriyawatperjalan
penyakit pasien, diketahui bahwa pasien
memiliki
riwayat
gangguan
psikiatri
sebelumnya. Pada pasien dengan faktor
keturunan akan menberikan dampak yang
signifikanterhadappenyakitnya.12
Pasien sempat dirawat selama 2 bulan
diRSJBandarLampungkemudiandipulangkan
dan rajin kotrol dan minum obat. Kemudian
setelah 2 bulan ini pasien tidak meminum
obat karena keluarga tidak memperhatikanya
sehingga timbul waham, halusinasi auditorik
dan visual positif serta mood hipotimik dan
afek terbatas yang menonjol yang muncul
bersamaan dalam satu episode. Pada kasus
ini, untuk masalah diagnosis masih menjadi
perdebatan,13tetapidilihatdariafekhipotimik
dan gejala skizofrenia yang terjadi satu
episode maka bisa dibuat diagnosis
skizoafektif tipe depresif (F25.1).10 Diagnosis
banding pasien ini adalah gangguan afektif
bipolar, episode kini depresif berat dengan
gejala psikotik(F31.5), karena pasien telihat
mooddanafekyangmenurun.1011
Aksis II tidak ada diagnosis dikarenakan
pada pasien tidak ditemukan kelainan pada
masa anak-anak hingga remaja. Pasien
sanggupsekolahhinggaSMAdantidakpernah
tinggal kelas. Kemudian tidak melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi karena alasan
ekonomi yang kurang mampu. Hal ini dapat
menyingkirkan diagnosis retardasi mental
(F.70). Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
tidak ditemukan riwayat penyakit fisik. Oleh
karena itu dapat disimpulkan pada aksis III
tidakadadiagnosis.1011
Sejak 2 bulan terakhir, pasien tidak
pernah kontrol ke RSJ ataupun minum obat.
Pasienjugamerupakanpribadiyangtertutup.
Oleh karena itu dapat disimpulkan pada aksis
IV masalah kepatuhan minum obat dan
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|99
Supratanda|PenatalaksanaanSkizoafektifTipeDepresifDenganSindromEkstrapiramidal
masalah psikososial. Penilaian terhadap
kemampuan pasien untuk berfungsi dalam
kehidupannya menggunakan skala GAF
(GlobalAssessmentofFunctioning).Padasaat
dilakukan wawancara, skor GAF 60-51 (gejala
sedang(moderate)dandisabilitassedang).10
Penatalaksanaan skizoafektif dapat
diberikan sesuai dengan episode yang sedang
tejadi atau bersamaan terjadi dengan gejala
skizofrenia. Jadi bergantung apakah dalam
kondisi manic ataupun depresif.10 Dalam
literaturpadakondisidepresifselaindiberikan
risperidon 2 mg/hari, diberikan juga
antidepresan golongan SSRI (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor), yakni fluoxetin
10 mg/hari. Selain itu pasien sindrom
ekstrapiramidal yang ada, harus ditangani
dengan pemberian antikolinergik, yakni
triheksilfenidil2mgsehari.1011
Pengobatan orang dengan gangguan
kejiwaanmungkinmenjadiyangyangpenting
melihat adanya disfungsi neurobehavioral
yang terjadi. Hal inilah yang mendukung
untukdigunakandasarpengobatandalamhal
masalah neuropsikiatri, dimulai dengan
kognisi, emosi, perilaku dan fungsi
sensorimotor yang berbeda namun saling
terkait fungsi neurobehavioral. Selain itu juga
perlu juga untuk penstabil neurokmia otak. 13
Farmakoterapi pada fase akut gangguan
skizoafektif melibatkan terutama antipsikotik
dan sekunder antidepresan obat. Namun,
untuk mencapai efek yang optimal, pasien
dengan gangguan schizoafektif, jenis depresi,
membutuhkan bertarget terapi farmakologis
yang bertujuan untuk meningkatkan
skizofrenia serta komponen afektif penyakit.
Studi berfokus pada farmakoterapi dari
gangguanschizoafektif,jenisdepresi,terbatas.
Antidepresan
sangat
berguna
untuk
pengobatan antipsikotik meningkatkan gejala
psikotik.13 Risperidone sekarang umum
digunakan sebagai obat antipsikotik atipikal
danmemilikiafinitastinggiuntukdopamin-D2
danreseptor5-HT2.HalinidisetujuiolehFood
and Drug Administration untuk pengobatan
gangguanpsikotik.Komplikasiekstrapiramidal
dari risperidone kurang dari dengan
antipsikotik
khas.
Risperidone
juga
mengurangi kemungkinan rawat inap.14
Mekanisme kerja fluoxetin yang mendasari
tidak sepenuhnya dipahami. Awalnya itu
berpikir bahwa berefek dengan suasana hati,
SSRI menstabilkan dengan menigkatan
konsentrasi 5-hidroksitriptamin (5-HT).15
Selainitu,jugamengaktivasi5-HT1dan5-HT7
reseptormenyebabkanvasodilasi,pengaktifan
5-HT2 reseptor serotonin pada sel otot polos
juga bisa meningkatkan vasokonstriksi.
Fluoxetin mengurangi konduktansi beberapa
zat seperti Na+ dan K+ saluran dalam jaringan
yangberbedadanmenghambatnicotinicotot
a1b1cd reseptor acetylcholine (nAChR) atau
a2b4 saraf atau a3b4nAChRs.15 Sebenarnya
pemeberian fluoxetine sudah tepat, tetapi
untuk menghindari efek samping obat dan
amanbagipasiendirekomendasikanSSRIyang
lain yakni Sertraline. Sertralin memiliki efek
samping yang sangat minimal jika
dibandingkan dengan fluoxetin. Namun obat
initergolongmahal.16Penelitianmenunjukkan
bukti perbedaan efikasi, penerimaan dan
tolerabilitas
antara
sertraline
dan
antidepresan lainnya, dengan meta-analisis
menyoroti tren mendukung sertraline lebih
baik dari antidepresan lain, baik dari segi
efikasi dan akseptabilitas. Hasil dari relevansi
oleh dokter kepada pasien, yakni pasien
mampu kembali bekerja dan melanjutkan
fungsi sosial yang normal. , yang tidak
dilaporkan dalam studi disertakan. Dengan
demikian, berdasarkan bukti yang tersedia
saat ini, hasil dari ulasan ini menunjukkan
bahwa sertraline mungkin kandidat kuat
sebagaipilihanawalantidepresanpadaorang
dengan akut depresi.17 Fluoxetine
(Antidepresan Golongan SSRI) adalah karena
secara umum SSRI merupakan lini pertama
pada pengobatan depresi, obat ini berkerja
dengan menghambat pengambilan serotonin
secara spesifik. Selain itu kelebihan obat ini
dibandingkan antidepresan trisiklik obat ini
mempunyaiefekantikolinergiklebihkecildan
kardiotoksik lebih rendah.18 Pengobatan
pasien ini sudah sesuai dengan literatur yakni
pemberianantipsikotikdanantidepresifsesuai
dengandosisdanefeksampingyangminimal.
Apabila pasien telah mengalami
sindroma ekstrapiramidal, obat antipsikotik
harus diturunkan terlebih dahulu, lalu
diberikan obat antikolinergik, triheksilfenidil
untukmengobatigejalaakatisiayangmuncul.
Besarnyaangkaresikorelativeterjadinyaefek
samping ekstrapiramidal akibat penggunaan
antipsikotik berpotensi meningkat untuk
mengalami sindrom ekstrapiramidal 5 kali
lebih besar.19 Kebanyakan antipsikotik
golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|100
Supratanda|PenatalaksanaanSkizoafektifTipeDepresifDenganSindromEkstrapiramidal
dalam menghambat reseptor dopamin 2, hal
inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat. Golongan
antipsikotiktipikalumumnyahanyaberespons
untuk gejala positif . Selain itu antipsikotik
tipikal juga memiliki tempat dalam
manajemen psikosis, antara lain untuk pasien
yang kurang mampu atau pada keadaan
dimana pasien tersebut sudah stabil dengan
antipsikotik tersebut dengan efek samping
yangmasihditerimaolehpasien.20
Psikoterapi pada pasien ini diberikan
secara
individual,
jarang
dilakukan
berkelompok, karena biasanya pasien sering
tidak nyaman atau kurang mampu
bertoleransi dalam terapi kelompok terutama
bila pasien beraneka ragam diagnosisnya.8
Orangdenganskizofreniadanpenyakitmental
yang parah mungkin memerlukan dukungan
yang cukup dari para profesional perawatan
kesehatan, selama periode waktu yang
panjang. Penelitian tentang efek psikoterapi
untuk skizofrenia telah menunjukkan hasil
yang beragam, meskipun intervensi terapi
secarafarmakologitetapmenjadipengobatan
pilihan, perawatan yang berfokus pada faktor
psikososial yang mempengaruhi skizofrenia
juga sangat penting.21 Terapi psikofarmaka
harus diberikan dalam jangka waktu yang
lama. Hal ini dimaksudkan untuk menekan
sekecil mungkin kekambuhan (relapse).
Keberhasilanterapigangguanjiwatidakhanya
terletak pada terapi obat psikofarmaka dan
jenis terapi lainnya, tetapi juga peran serta
keluargadanmasyarakatturutmenentukan.22
Tidak ada satu pengobatan dapat
memperbaiki gejala dan kelainan yang terkait
dengan skizofrenia menggunakan satu terapi
saja. Seperti yang dituliskan dalam American
Psychiatric Association's Practice Guidelines
for the Treatment of Patients with
Schizophrenia, terapi yang diberikan harus
komprehensif, multimodal, dan dapat
diterapkan secara empiris terhadap pasien.
Sementara, pada saat ini ada obat untuk
skizofrenia yaitu penanganan farmakologis,
psikoterapi, rehabilitasi, dan dukungan
masyarakat sehingga dapat menurunkan
morbiditas
dan
mortalitas
penyakit,
meningkatkan
kondisi
pasien,
dan
meningkatkan kualitas hidup. 23 Indikasi
pemberian psikoterapi ini yaitu apabila
penderita mampu menilai realita.24 Beberapa
bentuk psikoterapi yang dikombinasikan
dengan pengobatan farmakologi merupakan
perawatan umum yang ditawarkan kepada
pasien dengan skizofrenia. Psikodinamik dan
konsep gangguan biologis dari skizofrenia
memberikan dua terapi yang berbeda yaitu
psikoterapi investigasi dan psikoterapi
suportif. Dalam praktek terkini, dilakukan
penggabungan dari dua terapi yang berbeda
tersebutyangdisebutpsikoterapifleksibel.Ini
dimaksudkan
untuk
mengakomodasi
heterogenitas dan individu yang menderita
skizofrenia.25
Simpulan
Diagnosis skizoafektif pada Tn. Zn
adalahkeadaandimanaterjadiskizofreniadan
terdapat episode depresif/manik yang terjadi
yang bersamaan atau simultan dalam satu
episode.Penatalaksananaanskizoafektifharus
dilakukan secara holistic, baik secara
farmakoterapimapunpsikoterapi.
DaftarPustaka
1. Putra AG. Schizoaffective disorder with
manic type : a case report. Denpasar:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Udayana;2013.
2. Surbakti RB. A 30 years old man with
depressed type of schizoaffective
disorder.JMedulaUnila.2014;3(2):8995.
3. Iniesta R, Susana O, Judith U. Gender
differences in service use in a sample of
people with schizophrenia and other
psychoses. Spanyol: Hindawi Publishing
Corporation;2012:1-6.
4. Desai RA, Potenza MN. A cross sectional
study of problem and pathological
gambling in patients with schizophrenia
/schizoaffective
disorder.
J
Clin
Psychiatry.2013;70(9):1250–7.
5. StudentkowskiG,ScheeleD,CalabreseP,
Balkau F, Höffler J, et al. Cognitive
impairment
in
patients
with
schizoaffective disorder a comparison
with bipolar patients in euthymia.
European J of Medical Research. 2012;
15(2):70–8.
6. Wilson JO, Nian H, Heckers S. The
schizoaffective disorder diagnosis: a
conundrum in the clinical setting. Eur
Arch Psychiatry Clin Neurosci. 2014;
264(1):29–34.
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|101
Supratanda|PenatalaksanaanSkizoafektifTipeDepresifDenganSindromEkstrapiramidal
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Cascade E, Kalali AH, Buckley P.
Treatment of schizoaffective disorder.
Psychiatry(Edgmont).2009;6(3):15–7.
Utama, H. Buku ajar psikiatri. Jakarta:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia;2013.
Lubis, NL. Depresi tinjauan psikologis.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group;
2009.
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa,
rujukan ringkas DGJ-III. Jakarta: Fakultas
KedokteranAtmajaya;2003.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis
psikiatri.Jakarta:BinarupaAksara;2010.
Marcovic J, Plestic S, Kostic J. Concordant
response to pharmacotherapy in
monozygotic twins with schizoaffective
disorder. European Review for Medical
and Pharmacological Sciences. 2013; 17:
3262-64.
IzákovaL,AndreI,HalarisA.Combination
therapy or monotherapy for the
depressed type of schizoaffective
disorder. Neuropsychiatric Disease and
Treatment.2009;5:91–101.
Ranjbar F, Sadeghi-Bazargani H, Niari
Khams P, Arfaie A, Salari A, Farahbakhsh
M.Adjunctivetreatmentwitharipiprazole
for
risperidone-induced
hyperprolactinemia.
Neuropsychiatric
DiseaseandTreatment.2015;11:549-55.
20. Jarut YM, Fatimawali, Wiyono WI.
Tinjauan penggunaan antipsikotik pada
pengobatan skizofrenia di Rumah Sakit
prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado
periodejanuari2013-maret2013.JIlmiah
Farmasi Universitas Sam Ratulangi. 2013;
2(3):1-4.
21. Malmberg L, Fenton M, Rathbone J.
Individual psychodynamic psychotherapy
and psychoanalysis for schizophrenia and
severementalillness.CochraneDatabase
SystRev;2014.
22. Hawari D. Pendekatan holistik pada
gangguan jiwa. Jakarta : Fakultas
KedokteranUniversitasIndonesia;2001.
23. Suhendro W. Psikoterapi pada penyakit
skizofrenia.
Denpasar:
Fakultas
KedokteranUniversitasUdayana;2009.
24. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran
jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga;
2005.hlm.215-34.
25. Wayne,
Fenton,
Mcglashan
TH.
Schizophrenia: individual. Dalam: Sadock
BJ and Sadock VA (eds). Kaplan and
Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. Edisi Ke-7(2). Lipincott
WilliamsandWilkinsPublishers;2000.
15. Ofek K, et al. Fluoxetine induces
vasodilatationofcerebralarteriolesbycomodulatingNO/muscarinicsignaling.JCell
MolMed.2012;16(11):2736-44.
16. Cipriani A, et al. Fluoxetine versus other
typesofpharmacotherapyfordepression.
CochraneDatabaseSystRev;2014.
17. Cipriani A, et al. Sertraline versus other
antidepressive agents for depression.
CochraneDatabaseSystRev;2014.
18. Neal MJ. Depresi . Dalam: At a glance
farmakologi medis. Edisi ke-4. Jakarta:
PenerbitErlangga;2008.
19. Susilowati S. Penyidikan efek samping
haloperidol dan chlorpromazine : studi
kasuspadapasienrawatinapRumahSakit
Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo
Semarang periode 2005. Semarang:
Fakultas Farmasi Universitas Wahid
Hasyim;2005.
JMedulaUnila|Volume4|Nomor1|November2015|102
Download