BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan pasti akan mengalami berbagai risiko dalam pencapaian tujuannya.Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142 /PMK.010/2009 dijelaskan bahwa risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Penting bagi perusahaan mengetahui risiko apa yang akan dihadapinya dan perlunya pengelolaan untuk menangani risiko tersebut. Pengelolaan risiko yang tidak baik dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan, bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan. Komite yang dapat memberikan waktu penuh dalam pengawasan manajemen risiko sangatlah diperlukan oleh suatu perusahaan (Krus dan Orowitz dalam Safitri dan Harto, 2013). Komite manajemen risiko dibentuk suatu perusahaan dalam fungsi pengawasan yang terpisah dari audit yang dikhususkan untuk menangani pengawasan terhadap risiko perusahaan. Komite manajemen risiko merupakan komite yang dibentuk dewan komisaris yang bertanggung jawab menentukan strategi manajemen risiko, mengevaluasi operasi manajemen risiko, menilai pelaporan keuangan dan memastikan berjalan sesuai dengan hukum dan peraturan (Desender dalam Safitri dan Meiranto, 2013).Dalam penerapannya komite manajemen risiko dibagi menjadi dua jenis yaitu komite manajemen risiko yang berdiri sendiri (terpisah) dan komite manajemen risiko gabungan (dikombinasikan dengan komite audit). Komite manajemen risiko terpisah memiliki kualitas pengendalian internal yang lebih tinggi dibandingkan dengan komite manajemen risiko gabungan. Hal ini didasarkan bahwa manajemen risiko adalah suatu proses identifikasi, pengelolaan dan pemantauan dalam meminimalkan risiko. Pratika dan Ardiyanto, (2009) berpendapat bahwa dalam menangani dan mendeteksi ancaman dan peluang yang dapat terjadi didalam entitas, perusahaan membutuhkan komite manajemen risiko dalam proses pengawasannya sehingga dapat meringankan tugas dewan direksi itu sendiri. Pembentukankeberadaankomite manajemen risiko belum diwajibkan pada semua sektor perseroan sehingga masih sedikitnya bukti empiris mengenai komite manajemen risiko. Hanya perseroan dibidang finance saja yang sudah diwajibkan untuk membentuk keberadaan komite manajemen risiko (Diani,2013). Para pengamat berpendapat komite manajemen risiko yang terpisah akan lebih efisien dibandingkan komite manajemen risiko yang tergabung dengan komite audit (Collier, 1993; Ruigrok et al, 2006; Turpin dan DeZoort, 1998 dalam Ratnawati, 2012).Sebagian perusahaan memandang bahwa keberadaan komite manajemen risiko yang terpisah dari komite auditdapat mengatasi tugas pengawasan manajemen risiko yang dibebankan pada komite audit lebih efisien dan efektif. Selain itu komite manajemen risiko juga dapat memberikan nilai pada perusahaan dalam peningkatan pengawasan risiko, memperkuat kualitas manajemen risiko, dan mengurangi maupun mengelola risiko yang dihadapi perusahaan secara lebih efektif.Dengan adanyakomite manajemen risiko yang terpisah dengankomite auditdalam perusahaan memberikan fungsi pengawasan manajemen risiko yang lebih baik dan efisien dibandingkan dengan komite manajemen risikoyang tergabung dengan komite audit (Collier, 1993; Ruigrok et al, 2006; Turpin dan DeZoort, 1998 dalam Ratnawati, 2012). Bates dan Leclerc (dalam Diani 2013), menambahkan bahwa penting mengetahui pemahaman tentang struktur dan operasi perusahaan secara menyeluruh beserta risiko-risiko yang terkait, hal ini dibutuhkan bagi tugas pengawasan manajemen risiko. Luasnya tanggung jawab serta tugas dari komite audit yang semakin berat menimbulkan keraguan apakah komite audit sudah berfungsi secara efektif. Sehingga mendorong perusahaan–perusahaan untuk membentuk komite pengawas manajemen yang terpisah dari komite audit, yang menangani pengawasan kinerja perusahaan dan manajemen risiko perusahaan. Ratnawati dan Setyobudi, 2012 berpendapat bahwa perusahaan akan memiliki kualitas pengawasan manajemen risiko yang cenderung lebih tinggi apabila perusahaan memiliki komite manajemen risiko. Namun pengawasan manajemen risiko akan semakin lebih efektif dan efisien apabila memiliki komite yang terpisah dari komite audit. Diani (2013) berpendapat bahwa dalam menangani tanggung jawab pengawasan risiko perusahaan membutuhkan komite manajemen risiko, perusahaan dengan proporsi komisaris independen yang tinggi lebih cenderung memperhatikan risiko dan menyadari pembentukan komite manajemen risiko dibandingkan perusahaan yang memiliki proporsi komisaris independen rendah. Terdapatnya proporsi komisaris independen yang lebih tinggi yang dimiliki perusahaan, membuat perusahaan akan lebih memikirkan pengawasan untuk risiko yang dihadapinya beserta dengan pengendalian yang harus dilakukan dalam menangani setiap risiko yang dihadapi. Perusahaan yang mempunyai komisaris independen yang lebih banyak cenderung lebih independen, dikarenakan komisaris independen merupakan pihak yang berasal dari luar perusahaan. Perusahaan yang memiliki jumlah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan, akan menunjukan semakin tingginya independensi dewan komisaris. Ukuran dewan komisaris besar, akan memberikan sumber daya yang besar bagi dewan komisaris untuk melakukan pertukaran keahlian-keahlian, informasi, ide-ide, dan pikiran yang lebih luas dalam melakukan tugas-tugasnya terhadap perusahaan. Dengan adanya komisaris independen di dalam perusahaan dapat menambah kualitas pengawasan (Pincus, et al., dalam Hanifah 2013). Jika pengaruh komisaris independen semakin besar, maka dalam pelaksanaan komite manajemen risiko akan semakin kuatterutama komite manajemen risiko terpisah. Andarini (2010) keberadaan komite manajemen risiko maupun komite manajemen risiko terpisah dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh ukuran perusahaan. Sehingga pengadaan komite manajemen risiko terutama komite manajemen risiko terpisah dengan komite auditakan memberikan pengendalian risiko yang lebih efektifbagi perusahaan. Risiko pelaporan keuangan timbul karena perusahaan dengan proporsi aset yang lebih besar pada piutang usaha dan persediaan karena tingginya ketidakpastian dalam data akuntansi (Korosec dan Hovart, 2005 melalui Andarini dan Indira, 2012). Potensi kesalahan perhitungan yang besar ini menimbulkan risiko pelaporan yang tinggi. Subramaniam, et al., (2009) menguji pengaruh risiko pelaporan keuangan terhadap keberadaan komite manajemen risiko menemukan hubungan positif dan signifikan antara risikopelaporan terhadap komite manajemen risiko yang terpisah dari komite audit. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Sambera (2013) yang menguji tentang pengaruh risiko pelaporan keuangan juga berpengaruh positif signifikan terhadap komite manajemen risiko yang terpisah. Kompleksitas suatu perusahaan membutuhkan pengawasan dan infrastruktur pengawasan yang baik. Mekanisme manajemen risiko yang efektif akan dibutuhkan ketika risiko yang dihadapi semakin besar yang diakibatkan karena semakin kompleksnyaoperasional suatu perusahaan. Penelitian Yatim (2009) membuktikan bahwa kompleksitas dari operasi perusahaan membutuhkan pengawasan yang lebih besar dari komite manajemen risiko yang secara utama berfokus untuk mengidentifikasi risiko bisnis dan menemukan cara untuk mengurangi risiko tersebut. Oleh karena itu, pengendalian internal terhadap manajemen risiko diharapkan akan lebih tinggi ketika komite manajemen risiko berdiri sendiri dibandingkan ketika bergabung dengan komite audit.Pemisahan fungsi ini dari komite audit bertujuan agar fungsi pengawasan dan manajemen risiko berjalan lebih efektif. Berbeda dengan penelitian Sijabat, (2015) yang menganalisis pengaruh karakteristik tata kelola perusahaan, karakteristik perusahaan dan karakteristik pengendalian eksternal terhadap komite manajemen risiko. Penelitian ini akan menguji hubungan antara karakteristik dewan komisaris dan karaktersitik perusahaan terhadap pembentukan komite manajemen risiko yang terpisah dengan komite audit. Karakteristik dewan komisaris yang diteliti pada penelitian ini meliputi ukuran dewan komisaris,dan indepedensidewan komisaris. Peneliti juga menambahkan satu variabel yaitu kompleksitas perusahaan. Sementara karakteristik perusahaan yang diteliti meliputi, risiko pelaporan keuangan dan ukuran perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini berjudul:“Pengaruh Karaktristik Dewan Komisaris dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Pembentukan Komite Manajemen Risiko Yang Terpisah dengan Komite Audit Pada Perusahaan Go Publik di Indonesia 2010-2014”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah semakin besar ukuran dewan komisaris,semakin besar pula kemungkinan perusahaan membentukkomite manajemen risiko yang terpisah? b. Apakah semakin tinggi independensi dewan komisaris, semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah? c. Apakah semakin tinggi risiko pelaporan keuangan, semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah? d. Apakah semakin besar kompleksitas perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah? e. Apakah semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah? 1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui apakah semakin besar ukuran dewan komisaris,semakin besar pula kemungkinan perusahaan membentukkomite manajemen risiko yang terpisah. 2. Mengetahui apakah semakin tinggi independensi dewan komisaris, semakin tinggi pulakemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah. 3. Mengetahui apakah semakin tinggi risiko pelaporan keuangan, semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah. 4. Mengetahui apakah semakin besar kompleksitas perusahaan, semakin besar pulakemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah. 5. Mengetahui apakah semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan membentuk komite manajemen risiko yang terpisah. Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi pihak perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan atau emiten sebagai masukan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pembentukan komite manajemen risiko yang terpisah sehingga dapat membantu dalam mengambil sejumlah tindakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan di masa mendatang. 2. Bagi kalangan akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentuk komite manajemen risiko yang terpisah. 1.4.Kerangka Pikir Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Karakteristik Dewan Komisaris H1 (+) : Ukuran Dewan Komisaris H2 (+) : Independensi Dewan Komisaris H3 (+) : Risiko Pelaporan Keuangan Karakteristik Perusahaan H4 (+) : Kompleksitas Perusahaan H5 (+) : Ukuran Perusahaan Gambar 1.1. Kerangka Pikir Pembentukan Komite Manajemen Risiko yangTerpisah 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bagian yang dibagi menjadi beberapa sub-bab supaya dapat memudahkan dalam memahami penelitian yang dilakukan. Secara singkat sistematika penulisan skripsi ini diuraikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bagian ini berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pikir penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Berisi tinjauan pustaka, pengembangan hipotesis dan berbagai teori yang relavan dan berhubungan dengan penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Berisi penjelasan mengenai populasi dan sampel, sumber dan jenis data juga definisi dan pengukuran variabel yang digunakan pada penelitian ini serta metode analisis data. BAB IV HASIL DAN ANALISIS Berisi tentang hasil analisis data serta pembahasannya. BAB V PENUTUP Berisi mengenai kesimpulan dan saran penelitian.