metakognisi siswa sma kelas akselerasi dalam menyelesaikan

advertisement
METAKOGNISI SISWA SMA KELAS AKSELERASI DALAM
MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA
Theresia Kriswianti Nugrahaningsih*
e-mail : kriswianti [email protected]
Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh profil metakognisi siswa kelas akselerasi
dalam memecahkan masalah Matematika. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
eksploratif. Siswa diberi masalah matematika dan diminta mengerjakannya. Pada setiap langkah pemecahan
masalah sesuai langkah-langkah pemecahan masalah menurut teori Polya, siswa diwawancara dan diminta
untuk menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam mengerjakan masalah tersebut. Wawancara dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran proses metakognisi siswa.
Siswa kelompok atas kelas akselerasi memiliki pengetahuan metakognisi yang lengkap, yakni
Pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan
pengetahuan kondisional (conditional knowledge). Siswa dapat menghubungkan informasi yang ada dalam
soal dengan pengetahuan awal yang diperlukan, siswa dapat memilih strategi pemecahan masalah dengan
tepat dengan memilih dan menerapkan rumus yang diperlukan. Siswa dapat berpikir reflektif dengan mengkritisi
soal. Siswa juga memiliki pengetahuan tentang diri sendiri mengenai kekuatan diri sendiri, kelemahannya dan
kesadaran atas tingkat pengetahuannya sendiri (self knowledge). Siswa memiliki variabel intra individu, yaitu
menyadari bahwa dirinya lebih mampu di bidang matematika dibandingkan dengan pelajaran lain. Sedangkan
siswa dari kelompok bawah, memiliki pengetahuan metakognisi yang kurang lengkap. Dalam pemecahan
masalah matematika, siswa tidak membuat perencanaan, pemantauan dan evaluasi proses berpikirnya dengan
baik, apabila menemui soal yang terkait trigonometri, siswa sudah bingung, sehingga yang dilakukan hanyalah
dengan mengandalkan hafalan saja. Apabila tidak hafal, siswa main tebak. Siswa lain dari kelompok bawah,
kalau ditanya mengapa menggunakan rumus itu atau mengapa menggunakan cara itu, jawabnya adalah “kata
pak guru” atau “dari catatan”.
Kata kunci : Metakognisi, Pemecahan Masalah Matematika, Kelas Akselerasi SMA
PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi, dalam dunia kerja
semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan yang mampu bersaing. Tidak hanya
sekedar bersaing dalam bentuk pengalaman
pendidikan formal, tetapi yang sangat penting adalah
kemampuan untuk mendapatkan eksistensi pada dunia
kerja. Pendidikan nasional mengemban tugas dalam
mengembangkan manusia Indonesia sehingga
menjadi manusia yang utuh dan sekaligus merupakan
sumberdaya pembangunan. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan merupakan wahana untuk menyiapkan
para siswa agar dapat bersaing pada era global.
* Staf Pengajar Prodi Pendidikan Matematika FKIP UNWIDHA Klaten
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
37
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
Dalam mempersiapkan anak didik untuk
menghadapi era globalisasi, pemerintah menyediakan
matematika, apa yang dapat dan tidak dapat
dilaksanakannya, kesulitan apa yang terjadi dan segala
berbagai lembaga pendidikan, sesuai dengan bakat
dan minat masing-masing anak. Salah satu program
pemerintah yaitu program akselerasi. Program ini
diselenggarakan untuk menampung anak-anak yang
usaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya
dapat digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya
berbakat, yang dapat belajar dengan cepat. Program
ini diselenggarakan di tingkat SMP dan SMA, dengan
waktu belajar masing-masing hanya 2 tahun, atau 1
mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula untuk
membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan
ketrampilan tertentu (Soedjadi, 2000). Pemecahan
masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
tahun lebih cepat dibandingkan dengan siswa kelas
non akselerasi. Calon siswa yang dapat masuk di kelas
matematika yang mencakup masalah tertutup dengan
solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
akselerasi adalah mereka yang oleh psikolog dan/atau
guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah
tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan
mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki
kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada
taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan
keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik.
Mereka lebih cepat memahami materi pelajaran yang
diterangkan guru di depan kelas dibandingkan temantemannya. Dengan diterangkan sekali saja, mereka
telah dapat menangkap maksudnya. Sehingga dengan
diadakan kelas akselerasi, mereka tidak perlu
membuang waktu untuk menunggu guru yang
memperhatikan siswa lain yang masih memerlukan
penjelasan lebih lanjut.
memecahkan masalah perlu dikembangkan
keterampilan memahami masalah, membuat model
matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan
solusinya (KTSP, 2006).
Matematika, yang merupakan salah satu mata
pelajaran juga mempunyai andil yang cukup besar
dalam mempersiapkan anak didik. Salah satu tujuan
diberikannya mata pelajaran matematika seperti yang
tercantum pada kurikulum adalah siswa dapat
Metakognisi ialah fungsi eksekutif yang
mengelola dan mengontrol bagaimana seseorang
menggunakan pikirannya dan merupakan proses
kognitif yang paling tinggi dan canggih. Matlin (1994:
256), menyatakan bahwa: Metacognition is our
knowledge, awareness and control of our cognitive
processes, artinya metakognisi adalah pengetahuan,
kesadaran, dan kontrol kita terhadap proses kognitif
kita.. Lebih lanjut Matlin mengatakan bahwa
metakognisi sangat penting dalam membantu kita
dalam mengatur lingkungan dan menyeleksi strategi
untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita
selanjutnya.
memiliki kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai
kemampuan bekerjasama. Matematika merupakan
Dalam kaitannya dengan pemecahan masalah
matematika, pengetahuan berbagai strategi belajar
merupakan hal yang penting untuk diketahui siswa.
sarana komunikasi tentang pola-pola yang berguna
untuk melatih berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif.
Pendidikan matematika mengkaji apa yang ada di
benak anak didik waktu sedang mempelajari
Strategi belajar melibatkan aktivitas mental siswa,
digunakan untuk memperoleh, mengingat dan
memperbaiki berbagai macam pengetahuan.
38
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
Penelitian Josefina Santana menunjukkan bahwa
murid yang mempunyai kemampuan untuk berpikir
“pengetahuan seseorang tentang proses
kognitifnya (One’s knowledge concerning one’s
mengenai pemikirannya lebih efektif daripada yang
tidak. Sedangkan penelitian McLoughlin dan
Hollingworth (2003) menunjukkan bahwa
pemecahan masalah yang efektif dapat diperoleh
own cognitive processes)” (Flavell, 1976, p. 232).
dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
menerapkan strategi metakognitifnya ketika
menyelesaikan soal. Karena tuntutan untuk belajar
metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan
kontrol kita terhadap proses kognitif kita. Lebih
lanjut Matlin mengatakan bahwa metakognisi
lebih cepat, tidak mustahil siswa kelas akselerasi
belajar lebih giat, dengan strategi khusus yang
sangat penting dalam membantu kita dalam
mengatur lingkungan dan menyeleksi strategi
melibatkan metakognisi, tetapi kemungkinan lain akan
justru sebaliknya, siswa mengambil jalan pintas
untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita
selanjutnya. Metakognisi adalah salah satu
dengan menghafal atau menebak.
kemampuan dimana seakan-akan individu
berdiri di luar kepalanya dan mencoba
merenungkan cara dia berfikir atau proses
kognitif yang dilakukan. Sedangkan menurut Ann
Brown, metakognisi merujuk pada pemahaman
terhadap pengetahuan, yaitu suatu pemahaman
yang dapat digambarkan baik pada penggunaan
yang efektif atau uraian yang jelas dari suatu
pertanyaan.
Berdasarkan latar belakang, diajukan
permasalahan dalam tulisan ini adalah: Apakah
dengan belajar lebih cepat, siswa kelas akselerasi tetap
dapat memecahkan masalah dengan menggunakan
metakognisi? Bagaimana metakognisi siswa kelas
akselerasi SMA dalam menyelesaikan masalah
matematika?
Penelitian ini mengungkap proses metakognisi
siswa ketika memecahkan masalah matematika.
Dalam memecahkan masalah matematika, langkahlangkah dirinci sesuai langkah-langkah pemecahan
masalah menurut teori Polya. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif eksploratif.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Metakognisi
Istilah metakognisi diperkenalkan oleh
John Flavell, seorang psikolog dari Universitas
Stanford.pada sekitar tahun1976 dan
didefinisikan sebagai pemikiran tentang
pemikiran (thinking about thinking) atau
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Matlin (1994: 256), menyatakan bahwa:
Metacognition is our knowledge, awareness and
control of our cognitive processes, artinya
Dari beberapa pengertian metakognisi
tersebut dapat dibuat batasan tentang metakognisi
yaitu pengetahuan, kesadaran, dan kontrol serta
pengelolaan penggunaan pikiran kita terhadap
proses kognitif kita, sehingga seakan-akan kita
berdiri di luar kepala kita dan mencoba
merenungkan cara kita berpikir atau proses
kognitif yang kita lakukan. Metakognisi adalah
kesadaran seseorang terhadap proses dan hasil
berpikirnya,
dalam
mengembangkan
perencanaan, memonitor pelaksanaan dan
mengevaluasi suatu tindakan. Jadi dengan
metakognisi, seseorang akan “Tahu yang ditahui
dan tahu yang kamu tidak diketahui” (“Know that
you know and know that you do not know”)
39
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
Metakognisi memainkan peran yang
penting dalam komunikasi, keyakinan,
Sesudah – Ketika kamu mengevaluasi rencana
pemahaman, membaca, menulis, kemahiran
berbahasa, memperhatikan, menyimpan,
menyelesaikan masalah, kognisi sosial, dan
berbagai tipe kontrol diri dan pembelajaran diri.
1) Seberapa baik yang telah aku lakukan?
tindakan, tanya pada dirimu sendiri:
2) Apakah wacana berpikir khusus ini akan
menghasilkan hasil yang lebih atau kurang
dari yang aku harapkan?
Menurut NCREL dari Strategic Teaching
3) Apakah aku sudah dapat melakukan dengan
cara yang berbeda?
and Reading Project Guidebook. metakognisi
terdiri dari tiga elemen dasar, yakni:
-
4) Mungkinkah aku menerapkan cara ini untuk
masalah yang lain?
2) Maintaining/monitoring the plan memonitor rencana tindakan
5) Apakah aku perlu kembali ke tugas awal
untuk memenuhi bagian pemahaman saya
yang kurang?
1) Developing
a
plan
of
action
mengembangkan rencana tindakan
3) Evaluating the plan - mengevaluasi rencana
tindakan
Sedangkan metakognisi menurut
Hennesey (dalam Sarah Mittlefehldt, 2003: 2),
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Sebelum-Ketika kamu mengembangkan rencana
tindakan, tanya pada diri sendiri:
1) Suatu kesadaran mengenai isi dari pemikiran
yang dimiliki diri sendiri.
1) Pengetahuan awal apa yang bisa
membantuku menyelesaikan tugas ini?
2) Suatu kesadaran mengenai isi dari konsep
seseorang.
2) Ke arah mana pikiranku ini akan
membawaku?
3) Suatu monitoring aktif mengenai proses
kognitif seseorang.
3) Apa yang pertama kali harus aku lakukan?
4) Mengapa aku membaca bagian ini?
4) Suatu usaha untuk mengatur proses kognitif
seseorang dalam hubungannya dengan
pelajaran lebih lanjut.
5) Berapa lama aku harus menyelesaikan tugas
ini?
Selama – Ketika kamu memonitor rencana
tindakan, tanya pada diri sendiri:
5) Suatu aplikasi satu set heuristik sebagai
suatu alat efektif untuk membantu orangorang mengorganisir metoda mereka pada
pemecahan permasalahan secara umum.
1) Bagaiman aku melakukannya?
2) Apakah aku sudah berada di jalan yang
benar?
3) Bagaimana seharusnya aku melanjutkannya?
4) Informasi apa yang penting untuk diingat?
5) Haruskah aku pindah ke cara yang berbeda?
6) Haruskah aku melakukan penyesuaian
langkah berkaitan dengan kesulitan?
40
2.
Komponen Metakognisi
Menurut Flavel (1992: 4) dalam bukunya
“Metacognition and Cognitive Monitoring”,
kemampuan seseorang untuk memantau berbagai
macam aktivitas kognisinya dilakukan melalui
aksi dan interaksi antara empat komponen, yaitu:
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
1) Pengetahuan metakognisi (metacognitive
knowledge)
Favell dalam Gama (2004) menyatakan
bahwa pengetahuan metakognitif adalah
2) Pengalaman metakognisi (metacognitive
pengetahuan yang dimiliki seseorang dan
tersimpan di dalam memori jangka panjang,
berarti pengetahuan tersebut dapat diaktifkan/
dipanggil kembali sebagai hasil dari suatu
experiences)
3) Tujuan atau tugas-tugas (goals or tasks),
4) Aksi atau strategi (actions or strategies)
Kemampuan
seseorang
untuk
mengendalikan kognisinya tergantung pada
tindakan dan interaksi antar komponen tersebut.
Pengetahuan metakognitif adalah
pengetahuan seseorang mengenai proses
berpikirnya yang merupakan perspektif pribadi
dari kemampuan kognitifnya dibandingkan
dengan kemampuan orang lain. Pengalaman
metakognitif adalah pengalaman kognitif atau
afektif yang menyertai dan berhubungan dengan
semua kegiatan kognitif. Dengan kata lain,
pengalaman metakognitif adalah pertimbangan
secara sadar dari pengalaman intelektual yang
menyertai kegagalan atau kesuksesan dalam
pelajaran Tujuan atau tugas mengacu pada
tujuan berpikir, seperti membaca dan memahami
suatu bagian untuk kuis mendatang, yang akan
mencetuskan penggunaan pengetahuan
metakognitif dan mendorong ke pengalaman
metakognitif baru. Tindakan atau strategi
menunjuk berpikir atau perilaku yang khusus
yang digunakan untuk melaksanakannya, yang
dapat membantu untuk mencapai tujuan. Sebagai
contoh, suatu pengalaman metakognitif dapat
mengingatkan bahwa menggambarkan gagasan
utama dari suatu bagian pada kesempatan
sebelumnya dapat membantu meningkatkan
pemahaman.
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
pencarian memori yang dilakukan secara sadar
dan disengaja, atau diaktifkan tanpa disengaja/
secara otomatis muncul ketika seseorang
dihadapkan pada permasalahan tertentu.
Pengetahuan metakognitif dapat digunakan tanpa
disadari. Karena itu, pengetahuan yang muncul
melalui kesadaran dan dilakukan secara berulang
akan berubah menjadi suatu pengalaman,
sehingga disebut pengalaman metakognitif.
Berdasarkan dimensi pengetahuan dan
proses kognitif, menurut Anderson dan
Krathwohl (2001: 60), selain terdapat tiga
kategori pengetahuan, yaitu pengetahuan faktual
(factual knowledge), pengetahuan konseptual
(conceptual knowledge), pengetahuan prosedural
(procedural knowledge). ditambahkan kategori
yang keempat yaitu pengetahuan metakognitif
(metacognitive knowledge).
Pengetahuan faktual berkaitan dengan halhal dasar yang harus diketahui siswa jika mereka
menyelesaikan suatu masalah. Pengetahuan
konseptual adalah hubungan timbal balik antara
elemen-elemen dasar dalam struktur yang lebih
luas yang memungkinkan mereka untuk berfungsi
bersama-sama. Pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan mengenai bagaimana melakukan
sesuatu, langkah-langkah dan kriteria untuk
menggunakan ketrampilan, algoritma, teknik dan
metode-metode yang secara umum dikenal
sebagai prosedur. Pengetahuan metakognitif
adalah pengetahuan mengenai kognisi secara
41
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
3.
umum seperti kesadaran dan pengetahuan
seseorang mengenai kognisinya. Pengetahuan ini
4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
Mencocokan jawaban yang diperoleh
membuat siswa menjadi lebih teliti dan responsif
terhadap pengetahuan dan pikiran mereka. Aspek
lain dari pengetahuan metakognisi adalah Self
Efficacy atau perkiraan siswa sendiri mengenai
dengan permasalahan dan menuliskan
kesimpulan terhadap apa yang ditanyakan.
4.
dirinya sendiri.
Strategi Metakognitif dalam Memecahkan
Masalah Matematika
Pemecahan masalah Dalam Pembelajaran
Matematika
De Corte (2003) mengemukakan strategi
metakognitif yang diterapkan untuk memecahkan
masalah matematika terdiri atas lima tahap, yaitu:
1) Membangun representasi mental dari
masalah tersebut
Masalah menurut Hudoyo (1988), suatu
soal atau pertanyaan disebut masalah tergantung
kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab.
Dapat terjadi bagi seseorang pertanyaan itu dapat
dijawab dengan menggunakan prosedur rutin
baginya, namun bagi orang lain untuk menjawab
pertanyaan
tersebut
memerlukan
pengorganisasian pengetahuan yang telah
dimiliki secara tidak rutin. Jadi suatu pertanyaan
merupakan suatu masalah apabila pertanyaan
tersebut menantang untuk dijawab yang
jawabnya tidak dapat dilakukan secara rutin.
2) Menentukan bagaimana menyelesaikan
masalah tersebut
3) Melakukan perhitungan yang perlu
4) Menginterpretasikan
hasil
memformulasikan suatu jawaban
5) Mengevaluasi hasil yang dikerjakan
Sedangkan Blakey (1990) mengemukakan
bahwa The basic metacognitive strategies are:
(1) Connecting new information to former
knowledge. (2) Selecting thinking strategies
deliberately, (3) Planning, monitoring, and
evaluating thinking processes.
Langkah-langkah pemecahan masalah
menurut G. Polya (1997) adalah sebagai berikut:
1) Memahami masalah. Apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan, serta apa syarat-syarat
yang diketahui.
2) Merencanakan pemecahan masalah.
Menemukan hubungan data dengan yang
ditanyakan/dibuktikan. Memilih teorema
atau konsep yang telah dipelajari untuk
dikombinasikan, sehingga dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah.
3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana.
Menyelesaikan rencana sesuai dengan yang
direncanakan. Periksa masing-masing langkah.
Buktikan bahwa langkah-langkah itu benar.
42
dan
5.
Program akselerasi
Program akselerasi merupakan salah satu
program Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan untuk anak yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Konsepsi
keberbakatan yang digunakan berasal dari
Renzulli, Reis, dan Smith (1978) dalam
Depdibud (2003: 14) yang menyebutkan bahwa
keberbakatan menunjuk pada adanya keterkaitan
antara tiga kelompok ciri (Kluster) yaitu
kemampuan umum, kreativitas, dan tanggung
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
jawab terhadap tugas (task commitment) di atas
rata-rata. Definisi peserta didik yang memiliki
e)
Setelah menyelesaikan masalah, siswa
kembali meneliti pekerjaannya. Ada
potensi, kecerdasan dan bakat istimewa dalam
Program Percepatan Belajar adalah mereka yang
oleh psikolog dan/atau guru diidentifikasi sebagai
peserta didik yang telah mencapai prestasi
yang merasa pekerjaannya sudah benar,
tetapi masih ada yang tidak yakin kalau
pekerjaannya benar,sehingga perlu
meneliti lagi kebenarannya dengan
memuaskan, dan memiliki kemampuan
intelektual pada taraf cerdas, kreativitas yang
memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang
mengecek langsung hasilnya dan
dengan mengurutkan jalannya langkah
per langkah
tergolong baik.
f)
Pada program percepatan pendekatan
kegiatan pembelajaran diarahkan kepada
terwujudnya proses belajar tuntas (mastery
!earning) dan Problem Based Learning. Siswa
dibagi dalam kelompok-kelompok, tiap kelompok
terdiri dari 4 siswa. Guru mengawali
pembelajaran dengan mengingatkan materimateri prasarat. Siswa mempelajari materi
kemudian mengerjakan masalah-masalah yang
ada,
diskusi
dengan
teman-teman
sekelompoknya. Kegiatan siswa dan guru pada
pembelajaran yang dapat diamati pada kelas
akselerasi sebagai berikut:
1)
Kegiatan siswa:
Dalam menyelesaikan masalah, kegiatan
siswa yang dapat diamati adalah:
a)
Siswa diskusi dengan temannya
mengenai kebenaran pekerjaan mereka.
Apabila dirasa pekerjaannya masih
meragukan,
siswa
meneliti
pekerjaannya masing-masing.
g) Dalam mengerjakan soal, kebanyakan
siswa tidak mengerjakan dengan urut
nomer, tetapi memilih yang nampaknya
mirip, dikerjakan beberapa saja.
2)
Kegiatan guru
a)
Menjelaskan materi apa yang harus
dikerjakan siswa
b) Mengingatkan materi prasarat
c)
Keliling mengawasi jalannya diskusi,
memberi topangan apabila diperlukan
dengan cara mengingatkan materimateri yang terkait
Siswa membaca masalah secara
individual
b) Siswa mengingat rumus-rumus yang
mungkin diperlukan
c)
Siswa memilih rumus yang akan
digunakan, sesekali diskusi dengan
teman di kelompoknya
d) Siswa menerapkan rumus yang dipilih
untuk menyelesaian masalah
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
HASIL PENELITIAN
Untuk melihat metakognisi siswa di kelas
akselerasi, diambil secara acak 4 orang, 2 dari
kelompok kemampuan atas dan 2 dari kelompok
kemampuan bawah. Siswa diberi soal matematika,
diminta untuk mengerjakan dan menyatakan dalam
bentuk kata-kata apa yang dia pikirkan. Kemudian
diwawancara. Dari hasil pekerjaan siswa, pengamatan
43
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
dan wawancara dapat dilihat metakognisi siswa
sebagai berikut:
Tugu Monas yang terletak di Jakarta, di bagian
atasnya terdapat patung lidah api. Seseorang ingin
mengukur tinggi lidah api di puncak tugu Monas
tersebut dengan cara mengukur sudut. Dari suatu
tempat sejauh 100m dari kaki Tugu Monas, orang
tersebut melihat bagian pangkal lidah api, garisnya
membentuk sudut 45 o dengan garis mendatar.
Sedangkan ketika melihat ke puncak lidah api,
membentuk sudut 60 o dengan garis mendatar.
Berapakah tinggi lidah api di puncak Tugu Monas?
1.
Siswa kelompok kemampuan atas:
Dalam memahami masalah:
1) RAA1 sudah berpikir metakognitif dalam
memahami masalah. Subjek mengetahui
sejumlah cara menemukan teks yang berisi
detil khusus, dapat menghubungkan masalah
dengan teori yang sudah diperoleh atau
pengetahuan awal, dapat menghubungkan
dengan kehidupan nyata. Subjek dapat
membuat perencanaan, memonitor dan
mengevaluasi proses berpikirnya dalam
memahami masalah.
2) Subjek RAA2 membuat perencanaan dengan
membaca secara teliti, memilih menuliskan
yang diketahui dan yang ditanyakan pada
gambar, karena menyadari kalau dengan
membuat gambar, permasalahan akan lebih
jelas
dan
mempermudah
untuk
mengerjakannya. Subjek melakukan
pemantauan dengan menggambar lagi dalam
bentuk segitiga dengan sudut-sudut
istimewa. Hal ini mengindikasikan bahwa
yang ada dengan pengetahuan awal. Subjek
telah melakukan pemantauan dan refleksi
pada langkah memahami masalah.
Dalam membuat rencana penyelesaian:
1) Dengan memperhatikan hubungan antar data
dan tujuan yang akan dicapai, dengan sadar
subjek RAA1 dapat memilih rumus yang
sesuai, terbukti subjek dapat mengemukakan
alasan mengapa memilih rumus itu. Dengan
demikian subjek dapat menentukan langkahlangkah yang akan dilakukan dengan alasan
yang jelas. Dengan meralat pemilihan rumus
yang pertama, hal ini mengindikasikan
bahwa subjek melakukan monitoring dan
evaluasi ketika melakukan perencanaan.
2) Subjek RAA2 membuat perencanaan
dengan menyusun rencana langkah-langkah
penyelesaian dan dapat menggunakan
pengetahuan awal dengan baik. RAA2
menghubungkan informasi yang ada dengan
materi matematika, dengan sadar memilih
rumus yang paling cocok dan paling
dikuasai. Melakukan pemantauan dengan
merubah rumus ketika dirasa rumus itu
kurang dikuasai dan memilih yang lebih
sesuai (pada wawancara soal A) dan memilih
menggunakan aturan sinus dengan sinus
sudut rangkap (pada wawancara soal B). Hal
ini mengindikasikan subjek telah melibatkan
metakognisinya pada langkah membuat
rencana pemecahan masalah, yakni dengan
merencanakan, memantau dan merefleksi
proses berpikirnya.
subjek dapat menghubungkan informasi
44
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
2.
Dalam menyelesaikan masalah:
Subjek RAA2 meyakini pekerjaannya sudah
1) Subjek RAA1 melakukan penghitungan
dengan prosedur yang tepat, sesuai
benar dengan meneliti langkah-langkah yang
sudah dilakukan. Pada wawancara kedua
perencanaan, dengan memanfaatkan
hubungan antar data secara sadar. Menyadari
RAA2 nampak lebih kritis dengan
mengkritisi soal, bahwa perbandingan tinggi
cara memonitor perhitungan, mengevaluasi
pekerjaannya, yaitu dengan menghubungkan
lidah api dan tinggi Tugu Monas nampak
kurang pas. Tinggi lidah api dirasa kurang
antar variabel disesuaikan dengan yang
diketahui. Menyelesaikan penghitungan
pas, terlalu tinggi dibanding tinggi tugu
seluruhnya. Hal ini menunjukkan bahwa
subjek RAA2 melibatkan metakognisinya
sampai tuntas dengan memberikan
pendekatan harga Ö3. Hal ini
mengindikasikan bahwa subjek melakukan
penyelesaian masalah sesuai yang dipikirkan
dan melakukan monitoring dan evaluasi
dalam penyelesaian masalah. Nampak
subjek mempunyai strategi penyelesaian
masalah yang runtut.
2) Subjek RAA2 nampak sudah melibatkan
metakognisinya. Subyek menyelesaikan
masalah dengan langkah-langkah yang benar
sesuai perencanaan, melakukan operasi
bilangan dengan benar, meyakini kalau
pekerjaannya sudah benar.
Dalam memeriksa kembali;
1.
Subjek RAA1 sudah berpikir metakognitif
dengan menyadari bahwa setiap langkah
yang sudah dilakukan adalah langkah yang
benar, dengan pemilihan rumus,
pemanfaatan data-data yang ada dan
penghitungan yang benar sehingga yakin
bahwa pekerjaannya sudah benar. Ingat
kalau pernah mengerjakan soal seperti ini
dengan cara lain. Merasa bahwa yang
dikerjakannya adalah yang paling pendek.
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
dengan melakukan monitoring dan refleksi
proses berpikirnya sehingga dapat
mengkritisi soal.
2.
Siswa kelompok kemampuan bawah:
Dalam memahami masalah:
1) Subjek RAB1 menyadari untuk membaca
dengan teliti agar dapat memperoleh inti dari
soal, menyadari hubungan antara data
dengan materi matematika, yakni materi
trigonometri yang tidak begitu dikuasai,
sehingga tidak ingat nilai tangen. Menyadari
kalau untuk menyelesaikan masalah ini lebih
mudah apabila dibuat gambar dan membuat
permisalan agar supaya lebih mudah
mengerjakan. Menuliskan apa yang
diketahui dan yang ditanyakan, dituangkan
dalam gambar, supaya lebih mudah
dipahami. Hal ini mengindikasikan bahwa
subjek sudah berpikir metakognitif dalam
memahami masalah. Subjek mengetahui
sejumlah cara menemukan teks yang mana
yang berisi detil khusus. Subjek dapat
menghubungkan antar data dan dapat
membuat perencanaan, memonitor dan
mengevaluasi proses berpikirnya dalam
memahami masalah.
45
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
2) Subjek RAB2 menyadari bahwa untuk
menyelesaikan masalah ini harus membaca
dengan teliti, hubungan antar data,
menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dan menuliskannya dalam
gambar. Subjek menyadari bahwa
menuliskannya dalam gambar akan lebih
memudahkan untuk mengerti. Nampak
subjek juga melakukan monitoring dan
evaluasi ketika memahami masalah dengan
membaca kembali informasi yang ada untuk
meyakinkan apa yang ditanya dalam soal,
membaca ulang lagi, dicocokkan dengan apa
yang sudah ditulis pada gambar.
Dalam membuat rencana pemecahan masalah
1) Nampak subjek RAB1 dapat membuat
perencanaan dengan mengetahui tujuan dari
soal ini dan dapat memilih rumus yang tepat.
Dapat membuat rencana langkah-langkah
yang akan dilakukan, memilih rumus yang
diperlukan, yakni tangen dan dapat
menjelaskan mengapa menggunakan
tangen). Subjek dapat menyebutkan rumus
tangen.
2) Dari hasil wawancara mengindikasikan
bahwa subjek RAB2 kurang melibatkan
metakognisinya terutama untuk menelaah
pengetahuan awal, dan asal rumus. Subjek
tidak menyadari kalau penerapan rumusnya
kurang tepat, sehingga tidak menyadari kalau
pekerjaannya salah. Subjek sudah
melibatkan metakognisinya dalam membuat
perencanaan, tetapi karena mempunyai
percaya diri yang kuat bahwa dia dapat
menyelesaikan masalah ini walaupun kurang
yakin dia menggunakan rumus ini. Subyek
tidak menyadari kalau pekerjaannya salah.
Nampak subjek kurang dalam memonitor
dan merefleksi proses berpikirnya. Subjek
tidak dapat memberi alasan mengapa
menggunakan rumus tersebut. Bahkan dalam
wawancara ketika ditanya mengapa
melakukan hal itu jawabnya “tidak tahu” itu
“yang ngajarin pak guru” .
Dalam menyelesaikan masalah:
1) Dalam penyelesaian masalah, nampak
subjek melakukan penyelesaian masalah
sesuai perencanaan yang dibuat, dengan
memperhatikan hubungan antara data yang
ada, tujuan yang akan dicapai dan pemilihan
rumus yang sesuai. Pada kedua penyelesaian,
nampak subjek tidak hafal nilai tangen 60,
sehingga asal menebak sesuai yang
diingatnya saja. Subjek RAB1 sudah
mencoba mengingat dengan membuat
gambar segitiga istimewa. Tetapi subjek
tidak menyadari kesalahan yang dilakukan,
yakni menggambar segitiga siku-siku dengan
salah satu sudutnya 60 o dengan
perbandingan sisi-sisinya 3, 4 dan 5.
Akhirnya hanya menebak saja nilai tangen
60. Sedangkan pada wawancara pertama,
subjek sudah mencoba mengingat dengan
menuliskan harga-harga sin, cosinus dan
tangen sudut istimewa, sampai sudut 60o ,
tetapi juga menebak saja nilai tangen 60o .
Nampak subjek kurang melakukan
pemantauan dan refleksi proses berpikirnya
untuk merunut kembali memperoleh nilai
tangen.
kuat pengetahuan awalnya, maka dengan
46
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
2) Subjek RAB2 dapat melakukan perhitungan
sesuai langkah-langkah
yang sudah
direncanakan, sehingga memperoleh hasil
akhir. Subjek dapat membuat perencanaan,
PEMBAHASAN
Dalam pemecahan masalah matematika,
pengetahuan awal atau pengetahuan dasar sangat
dibutuhkan. Pengetahuan faktual (Krathwohl) atau
namun kurang dalam merefleksi proses
pengetahuan deklaratif (Paris, Pierce) merupakan
berpikirnya. Karena kurang penguasaan
pengetahuan dasar yang harus diketahui siswa untuk
konsep pengetahuan terdahulu dan kurang
pemanfaatan pengetahuan metakognisi
dalam hal variabel tugas dan variabel
strategi, maka siswa tidak menyadari kalau
dapat memecahkan masalah. Gagne berpendapat
bahwa sebuah topik dapat dipelajari bila hirarki
prasyaratnya telah dipelajari. Sebuah topik pada
tingkat tertentu dalam hirarki tersebut mungkin
dirinya tidak tahu. Nampak bahwa self
didukung oleh salah satu atau lebih dari topik-topik
efficacy nya kurang.
di tingkat lebih rendah. Siapapun mungkin tidak dapat
mempelajari topik tertentu karena ia gagal
Dalam meneliti kembali
1) RAB1 meyakini kalau pekerjaannya sudah
benar
dengan
meninjau
kembali
perhitungannya, subjek sudah melibatkan
metakognisinya dengan meneliti kembali
hasil yang diperoleh. Tetapi karena lupa nilai
tangen
60,
tidak
dapat
mencari
kebenarannya, hanya meyakini saja kalau
mendukung topik tertentu tersebut. (Gagne, 1977:
166). Siswa dari kelas akselerasi kelompok bawah
(RAB1) kurang menguasai pengetahuan faktual untuk
materi penelitian ini, RAB1 menyadari kalau
pengetahuan faktualnya kurang, sehingga pada waktu
harus menggunakan pengetahuan dasarnya, hanya
menebak saja. RAB1 juga menyadari, kalau
tebakannya benar.
2) Karena kurang
mempelajari topik-topik dibawahnya yang
penguasaan konsep
pengetahuan terdahulu dan kurang
pemanfaatan pengetahuan metakognisi
dalam hal variabel tugas dan variabel
strategi. Subjek RAB2 tidak menyadari
kalau rumus yang digunakan kurang tepat
penerapnnya. RAB2 tidak merefleksi proses
berpikirnya sehingga tidak menyadari kalau
konsep yang dipunyainya kurang benar, hal
ini mengakibatkan RAB2 tidak menyadari
kalau dirinya tidak tahu. Nampak bahwa self
efficacy kurang.
kekurangannya itu disebabkan karena pada waktu
pertama kali diajar trigonometri tidak masuk sekolah,
sehingga sampai sekarang merasa tidak menguasai
materi trigonometri, sehingga setiap kali menghadapi
soal trigonometri sudah merasa kesulitan, kalau tidak
dapat mengingat rumus atau suatu harga, misal tan
60 o maka dia hanya menebak saja. Sedangkan
responden kedua RAB2 kelas akselerasi kelompok
bawah memiliki pengetahuan faktual dan pengetahuan
prosedural, namun pengetahuan kondisionalnya
kurang sehingga kurang tepat dalam menerapkan
rumus. Nicholls merangkum tulisan Dillon dan
Sternberg,1986; Taylor,1991; Biggs,1991; Biggs dan
Moore, 1993 yang menyatakan bahwa metacognition
can be separated into “declarative knowledge” or
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
47
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
“knowing what” (knowledge about one’s own
strategi metakognitif. Jika seseorang yakin bahwa dia
learning processes), “procedural knowledge” or
sangat tidak bisa mengerjakan soal matematika cerita,
“knowing how” (knowledge about what skills and
ketika dihadapkan dengan soal cerita matematika,
strategies to use) and conditional knowledge or
mereka cenderung akan ragu ragu untuk bertindak
“knowing when” (knowledge about when and why
maju. Sebab mereka percaya bahwa tidak mungkin
various strategies should be used). Nampak RAB2
bagi mereka memecahkan soal cerita matematika,
menguasai pengetahuan faktual dan pengetahuan
mereka kurang termotivasi untuk memonitor dan
prosedural, yakni mengetahui rumus aturan sinus
mengatur upaya-upaya mereka. Sedangkan untuk
(knowing what) dan dapat melakukan langkah-
siswa kelas akselerasi kelompok atas baik responden
langkah dengan mantap (knowing how), tetapi kurang
1 (RAA1) maupun responden 2 (RAA2) dapat
dalam pengetahuan kondisional sehingga tidak dapat
melibatkan metakognisinya dengan baik. Siswa-siswa
menerapkan rumus dengan tepat (knowing when).
ini dapat merefleksi hasil berpikirnya sehingga dapat
RAB2 dengan mantap menyelesaikan masalah dan
mencermati soal. Siswa dapat menerapkan strategi
tidak menyadari kalau penerapan rumusnya salah dan
metakognitif, sehingga dapat menyelesaikan soal
tidak menyadari kalau hasilnya salah. Nampak RAB2
dengan baik, dapat memanfaatkan pengetahuan
tidak menyadari kalau pengetahuannya kurang
awalnya dengan baik untuk memilih strategi
lengkap, tetapi yakin kalau dirinya benar. Hal ini
penyelesaian, memonitor proses berpikirnya dengan
berkaitan dengan self efficacy (perkiraan seseorang
baik, sehingga dapat mencermati soal serta dapat
mengenai dirinya sendiri). Nampak RAB2 memiliki
mengevaluasi proses berpikirnya, yang akhirnya dapat
self efficacy yang rendah. RAB2 yakin dirinya
menyelesaikan masalah dengan baik. Hal ini sesuai
mampu,
kalau
dengan strategi metakognitif yang dikemukakan oleh
pengetahuannya kurang lengkap dan tidak mengetahui
Blakey yakni: (a) Menyelesaikan masalah dengan
dengan tepat kapan menerapkan rumus itu, sehingga
menghubungkan informasi yang ada dalam soal
dengan yakin dan mantap melakukan langkah-langkah
dengan pengetahuan terdahulu, (b) Memilih strategi
penyelesaian dan yakin kalau langkah-langkah yang
penyelesaian dengan tepat, (c) Merencanakan,
dilakukan sudah benar, padahal penerapannya salah.
memonitor dan mengevaluasi proses berpikirnya.
namun
tidak
menyadari
Sedangkan RAB1 mengetahui dengan baik kalau
dirinya kurang menguasai materi trigonometri dan
tahu sebabnya, sehingga ketika menghadapi masalah
SIMPULAN
yang berkaitan dengan Trigonometri sudah merasa
Strategi metakognitif merupakan dasar dalam
tidak dapat menyelesaikan, akhirnya hanya main tebak
memecahkan masalah, yaitu secara sadar
saja, dan menuliskan yang diingatnya tetapi tidak
menghubungkan informasi baru dalam masalah
menyadari kalau yang ditulis tidak benar. Hal ini
dengan yang lama, memilih strategi berpikir dengan
sesuai dengan pendapat Hacker bahwa keyakinan
bebas, merencanakan, memonitor dan mengevaluasi
siswa dalam hal kemampuan diri dapat memberi
proses berpikirnya. Dengan menggunakan strategi
dampak buruk bagi motivasi siswa untuk membangun
metakognisi, siswa dapat bekerja lebih sistematis,
dengan hasil yang lebih baik.
48
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
Siswa kelas akselerasi SMA, untuk kelompok
DAFTAR PUSTAKA
atas, dapat berpikir metakognitif sehingga dapat
menyelesaikan masalah dengan sistematis, dapat
merencanakan dengan baik, dapat menghubungkan
yang diketahui dengan yang ditanyakan, mengetahui
rumus-rumus yang diperlukan, dapat memilih rumus
Anderson, J. and David R. Krathwohl, (2001), A
Taxonomy for Learning Teaching and Assessing,
A Revision of Blooms Taxonomy of Educatinal
Objectives, Addison Wesley Longman, Inc USA
yang paling cocok, sehingga langkah-langkah yang
Arends, Richard I. (2000). Learning to Teach. Central
dilakukan sistematis dan mendapatkan langkah yang
Connecticut State University The McGraw-Hill
paling pendek. Siswa kelompok atas ini dapat
Companies Inc.
mengevaluasi semua tindakan dengan baik, sehingga
mendapatkan hasil yang cukup baik.
Sedang siswa kelompok rendah, menyelesaikan
masalah dengan cara prosedural saja, tidak menyadari
Blakey, 1990, Metacognition-Edutechwiki, http://
www.Metacognition/EduTechWiki.htm, diunduh
tanggal 26 Agustus 2010
mengapa harus melakukan langkah-langkah yang
Byrnes, James P., 1996, Cognitive Development and
demikian. Apabila ditanya alasannya melakukan
Learning in Instructonal Contexts. University of
langkah itu, jawabnya “tidak tahu” atau “kata pak
Mariland, Allyn & Bacon
guru”. Siswa tidak menyadari kalau pengetahuannya
kurang lengkap, tidak menyadari kalau langkahlangkah yang dilakukan salah dan mendapatkan hasil
yang salah. Siswa kelompok bawah ini memiliki self
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta.
efficacy yang rendah. siswa yakin dirinya mampu,
Carol McGuinness, Metacognition in Primary
namun tidak menyadari kalau pengetahuannya kurang
classroom: A Pro active learning effectfor
lengkap dan tidak mengetahui dengan tepat kapan
children. http://www.sustainablethinking
menerapkan rumus itu, sehingga dengan yakin dan
classroom.qub.ac.uk
mantap melakukan langkah-langkah penyelesaian dan
yakin kalau langkah-langkah yang dilakukan sudah
benar, padahal penerapannya salah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2003).
Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan
Belajar SD, SMP dan SMA, Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah
Flavell. (1979). Metacognition and Cognitive
Monitoring. Allyn Bacon
Gama, Claudia Amado (2004), Integrating
Metacognition Instruction in Interactive
Learning Environments, disertasi, University of
Sussex
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
49
Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan ....
Hacker, Douglas J., “ A Growing Sense of ‘Agency’”.
In Hacker, Douglas J, John Dunlosky and Arthur
C. Graesser. 2009. Handbook of Metacognition
in Education. New York: Routledge
Hudoyo, Herman, (1988). Mengajar Belajar
Matematika, Jakarta Departemen Pendidikan
Ibrahim, M. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah.
Surabaya : University Press Unesa
Ibrahim, M dan Nur, M. (2000). Pembelajaran
Berdasar Masalah.Surabaya: Pusat Sains dan
Matematika Sekolah Universitas Negeri
Surabaya
Lester , F. Garofalo, J. & Kroll, D. (1989). The Role
of Metacognition in Mathematica problem
Solving: A study of two grade seven classes. Final
report of thee National Science Foundation of
NSF prject MDR. http://www.gse.berkeley.edu/
Livingston, J. A. (1997), Metacognition: An Overview.
h t t p / / w w w. q s e. b u f f a o. edu / f a s / s c h u el /
cep564.metacog.htm, diunduh 29 September
2010
Matlin, M. W. (1998). Cognition. Philadelphia:
Harcourt Brace College Publisher.
Nicholls, Helen, Cultivating The Seventh Sense –
metacognition strategising in a New Zealand
secondary classroom, http://www.aare.edu.au/
03pap/nic03186.pdf, diunduh 1 April 2010.
50
NCREL, (1995), Metacognition - Thinking about
thinking - Learning to learn http://
members.iinet.net.au/metacognition.htm,
diunduh 29 September 2010
Matlin, M. W. (1998). Cognition. Fort Worth,
harteourt Brace College Publisher
Paris, Cross dan Lipson (1984) dari “http://
edutechwiki.unige.ch/en/Metacognition, diunduh
29 September 2010
Polya, G., (1973) “How to Solve It”, 2nd ed., Princeton
University Press, , ISBN 0-691-08097-6.
Sarah Mittlefehldt and Tina Grotzer, (2003), Using
Metacognition to Facilitate the Transfer of
Causal Models in Learning Density and
Pressure, Harvard University
Schoenfeld, A.H., (1992), Learning to Think
Mathematically:
Problem
Solving,
Metacognition, and Sense-Making in
Mathematics. New York Mac Millan.
Slavin, Robert E. (1994). Educational Psychology:
Theory and Practice Fourth Edition.
Massachusets: Allyn and Bacon Publishers.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di
Indonesia: Kontatasi Keadaan Masa Kini
Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Magistra No. 82 Th. XXIV Desember 2012
ISSN 0215-9511
Download