Kedudukan dan Kekuatan Mengikat Nota Kesepakatan

advertisement
Kedudukan dan Kekuatan Mengikat Nota Kesepakatan (Memorandum of
Understanding) Ditinjau dari Segi Hukum Perjanjian (Analisis Putusan Mahkamah
Agung No. 1681/K/PDT/2011)
Abi Rafdi, Rosa Agustina, Wenny Setiawati
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Abstrak
Skripsi ini membahas tentang nota kesepakatan (memorandum of understanding) yang
merupakan perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam
perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding
berisikan hal-hal yang pokok saja. Nota kesepakatan tidak diatur secara khusus dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Tidak adanya pengaturan mengenai nota kesepakatan membuat kedudukan dan
kekuatan mengikat dari nota kesepakatan menjadi samar-samar. Hasil penelitian
menyarankan agar nota kesepakatan mempunyai kedudukan dan kekuatan mengikat yang
setara perjanjian maka harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana ditentukan
dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Kata Kunci:
Nota Kesepakatan, Memorandum of Understanding, Perjanjian.
Abstract
This thesis concerning memorandum of understanding which is a pre-agreemenct contract
contains accord and issues between the parties, therefore the substance of memorandum of
understanding are only the principal things. Lack of regulation about memorandum of
understanding in Indonesia makes the legal standing and binding of the memorandum of
understanding uncertain. The result of this research is the substance of memorandum of
understanding must fulfill the requirements of legal agreement as stated in article 1320
Indonesia Civil Code
Key Words:
Memorandum of Understanding, Agreement
Pendahuluan
Latar Belakang
Kontrak atau perjanjian adalah hal yang hampir selalu ada di dalam kehidupan manusia,
terutama dalam hubungan bisnis. Budaya tiap bangsa dalam menjalankan bisnis memang
berbeda-beda. Ada bangsa yang senang berbisnis dengan lebih mempercayai bahasa secara
lisan, namun ada pula bangsa yang senang dengan cara tertulis. 1 Namun kecenderungan
1
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm 27
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
sekarang ini, baik di Indonesia maupun di dunia internasional, kerja sama bisnis di antara
para pihak/bangsa dirasakan lebih mempunyai kepastian hukum bisa diadakan dengan suatu
kontrak secara tertulis.2 Definisi dari kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan
(promissory agreement) di antara dua pihak atau lebih pihak yang dapat menimbulkan,
memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum.
3
Selanjutnya ada juga yang
memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian, atau serangkaian perjanjian
di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut atau
terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai suatu tugas.4 Demikian
pula dalam dunia bisnis, kontrak atau perjanjian adalah hal yang tidak terpisahkan dalam
melakukan hubungan bisnis. Lazimnya pengusaha yang akan melakukan hubungan kerjasama
dengan pengusaha lainnya akan membuat suatu kontrak.
Ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dan dimuat di dalam kontrak tersebut
menjadi dasar hubungan kerjasama antara pengusaha dalam menjalankan bisnis yang mereka
lakukan. Hal tersebut sesuai dengan azas Pacta Sunt Servanda yang berarti bahwa dengan
adanya suatu perjanjian, maka perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuat
perjanjian saja5.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan definisi perjanjian dalam Pasal
1313 yang mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Selain definisi perjanjian menurut
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat pula definisi perjanjian menurut para ahli
hukum (doktrin). Menurut Prof. Soebekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.6 Definisi menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan
arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat
hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk di dalamnya perkawinan,
2
Ibid, hlml 27
3
Munir Fuady. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2001), hlm 4
4
Ibid, hlm 4
5
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982),
6
Soebekti, hukum perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), hlm 1
hlm.70.
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
perjanjian kawin, dan lain-lain, dan dalam arti sempit perjanjian di sini berarti hanya
ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti
yang dimaksud oleh Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata.7 Berdasarkan definisi
perjanjian menurut undang-undang dan para doktrin, perjanjian adalah suatu hubungan
hukum yang dibuat oleh dua orang atau lebih dan hubungan hukum tersebut mengikat para
pihak yang membuatnya. Suatu kontrak atau perjanjian adalah sah apabila telah memenuhi
syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Syarat-syarat sah perjanjian tersebut antara lain adalah:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suati perikatan
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal.
Dalam dunia bisnis, sebelum melakukan transaksi biasanya para pelaku bisnis akan
melakukan negosiasi awal dengan rekan bisnisnya untuk mencapai suatu kesepakatan. Dalam
negosiasi tersebut terjadi tawar menawar dan berbagai macam kesepakatan awal seperti
prinsip-prinsip dasar dari suatu kesepakatan bisnis. Pada praktiknya dalam melakukan
negosiasi awal suatu transaksi bisnis ada berbagai faktor yang dapat menghalangi dibuatnya
suatu kontrak bisnis, contohnya adalah adanya pihak-pihak yang belum ikut berpartisipasi
dalam negosiasi awal, waktu yang tidak cukup untuk membuat suatu kontrak, prospek bisnis
yang belum jelas, dan negosiasi awal yang rumit sehingga belum menemukan kesepakatan.
Untuk menjaga komitmen para pihak dalam menghadapi situasi tersebut dibuatlah suatu
kesepakatan awal dalam bentuk tertulis yang berisi mengenai hasil negosiasi awal dan
prinsip-prinsip dalam melakukan hubungan bisnis, kesepakatan awal dalam bentuk tertulis
tersebut biasa disebut sebagai Nota Kesepakatan/Nota Kesepahaman/memorandum of
understanding (MoU).
7
Ibid
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
Secara
kesepahaman.
gramatikal
8
memorandum
of
understanding
diartikan
sebagai
nota
Para ahli hukum juga memberikan definisi dari memorandum of
understanding, Munir Fuady mengartikan memorandum of understanding sebagai berikut.
Perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam
perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of
understanding berisikan hal-hal yang pokok saja. Adapun mengenai lain-lain aspek
dari memorandum of understanding relatif sama dengan perjanjian-perjanjian lain9
Selain Munir Fuady, Erman Rajagukguk mengartikan memorandum of understanding sebagai
berikut: “Dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian
dibuat. Isi dari memorandum of understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga
ia mempunyai kekuatan mengikat”10
Pada praktiknya, walaupun memorandum of understanding berisi kesepakatan antara
para pihak yang membuatnya namun tidak sedikit terjadi penyimpangan terhadap klausul
memorandum of understanding. Contoh penyimpangan yang terjadi adalah adanya salah satu
pihak yang tidak menjalankan klausul yang tercantum dalam memorandum of understanding.
Permasalahan inilah yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Pada skripsi ini penulis akan mengambil satu kasus yaitu mengenai pelanggaran
memorandum of understanding antara H. Maming Daeng Tata dengan Darma Setiawan bin
H. Soekardi. Kasus ini bermula pada saat H. Maming Daeng Tata bersepakat dengan Darma
Setiawan mengadakan jual beli atas sebidang tanah berikut bangunan di atasnya yang terletak
di Jalan Sederhana No. 39 Rt 016/02 Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan Tebet,
Jakarta Selatan, dimana penggugat bertindak sebagai pembeli dan tergugat sebagai penjual.
Oleh karena itu maka penggugat dan tergugat menandatangani Nota Kesepakatan tanggal 6
Juni 2006. Dalam nota kesepakatan tersebut telah disepakati bahwa harga penjualan obyek
jual beli adalah Rp. 5.500.000.000 (lima milyar lima ratus juta rupiah) dan ketentuanketentuan mengenai pembayaran uang tanda jadi dan uang pembayaran tahap satu serta
pembayaran tahap dua.
8
Salim HS, Abdullah dan Wiwiek Wahyuningsih, op cit, hlm 46
9
Ibid, hlm 46
10
Ibid, hlm 46
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusan No. 1259/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel, dalam
salah satu putusannya, menyatakan bahwa nota kesepakatan tanggal 6 juni 2006 berikut
addendum tanggal 31 Agustus 2006 tidak sah menurut hukum dan tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat kedua belah pihak. Putusan tingkat pertama tersebut telah dikuatkan
oleh Pengadilan Tinggi dalam putusan No. 247/PDT/2010/PT.DKI. sementara pada tingkat
kazasi, permohonan kazasi dari tergugat dari pemohon kazasi: H. Maming Daeng Tata
ditolak.
Pokok Permasalahan
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang tersebut diatas, terdapat
beberapa permasalahan yang akan dibahas oleh penulis, yaitu antara lain:
1. Bagaimanakah kedudukan Nota Kesepakatan (MoU) dalam hukum perjanjian?
2. Bagaimanakah kekuatan mengikat dari Nota Kesepakatan (MoU)?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulisan ini memiliki tujuan-tujuan
yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut, antara lain:
1. Tujuan umum:
Dalam skripsi ini, penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana kedudukan dan
kekuatan mengikat memorandum of understanding ditinjau dari segi hukum
perjanjian.
2. Tujuan Khusus:
a. Memaparkan pendapat para ahli hukum mengenai memorandum of
understanding
b. Untuk mengetahui apakah memorandum of understanding antara H. Maming
Daeng Tata dengan Darma Setiawan Bin H. Soekardi memiliki kedudukan dan
kekuatan mengikat yang setara dengan perjanjian menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
Tinjauan Teoritis
Perjanjian
Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu di
dalam Pasal 1313 yang berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Bila dilihat dari
sifatnya, ada dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. 11
Perjanjian sepihak misalnya dapat dilihat pada perjanjian hibah, yang hanya memberikan hak
pada penerima hibah dan kewajiban kepada pemberi hibah untuk menyerahkan barang yang
dihibahkan kepada orang lain12.Definisi perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1313 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dianggap memiliki beberapa kelemahan. Kemahankelemahan tersebut antara lain adalah:
a. Hanya menyangkut sepihak saja, hak ini diketahui dari perumusan “satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”13. Bila dilihat dari
perumusan kalimat tersebut maka tidak ada konsensus dari para pihak yang
melakukan perjanjian karena sifatnya hanya datang dari salah satu pihak saja, tidak
dari kedua belah pihak.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian perbuatan
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming), tindakan
melawan hukum (onrechmatige daad) yang tidak mengandung suatu consensus.
Seharusnya dipakai kata “Persetujuan” 14.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut di atas
terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur
dalam hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja.
Perjanjian yang dikehendaki oleh buku ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata
11
Sri Soesilowati Mahdi, et al. Hukum Perdata (Suatu Pengantar). (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hlm
134
12
Ibid., hlm 135
13
Abdulkadir Muhammad, op cit, hlm 78
14
Ibid, hlm 78
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang
bersifat personal15.
d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan
mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk
apa.16
Adanya kelemahan pada definisi perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata membuat para ahli hukum memberikan definisi lain mengenai perjanjian,
antara lain:
1. Prof. Soebekti dalam buku Hukum Perjanjian memberikan definisi perjanjian
adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
2. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. mendefinisikan perjanjian sebagai suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu
pihak berjanji atau dianggap berjanji untu melakukan sesuatu hal atau untuk tidak
melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji
itu17.
Perjanjian berkaitan erat dengan perikatan, kedua hal tersebut adalah sesuatu yang
saling berkaitan satu sama lain. Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa
Belanda “Verbintenis” perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang
yang lain.18 Menurut Abdulkadir Muhammad, pengertian perikatan dapat dibagi menjadi dua
yaitu pengertian perikatan dalam arti luas dan pengertian perikatan dalam arti sempit.
Pengertian perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan
orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui
bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam
bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam
15
Ibid, hlm 78
16
Ibid, hlm 78
17
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur Bandung, 1993), hlm 9
18
Abdulkadir Muhammad, op cit, hlm 5
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
bidang hukum pribadi (personal law). Perikatan yang meliputi beberapa bidang hukum ini
disebut perikatan dalam arti luas.19 Perikatan dalam arti sempit hanya perikatan yang dibatasi
pada
perikatan yang terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan saja, yang menurut
sistematika Kitab Undang-undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III di bawah judul
”tentang Perikatan”.20
Para ahli hukum juga memberikan pendapatnya mengenai pengertian perikatan.
Perikatan menurut Abdulkadir Muhammad adalah hal yang mengikat orang yang satu
terhadap orang-orang yang lain21. Sedangkan menurut Prof. Soebekti yang dimaksud dengan
perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban memenuhi tuntutan itu22. Bila dicermati definisi perikatan menurut para doktrin
tersebut, maka dapat dikatakan perikatan adalah suatu hubungan yang mengikat para pihak
yang timbul karena adanya suatu hal yang disepakati melalui perjanjian.
Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan ruang lingkup
berlakunya perjanjian hanyalah antara para pihak-pihak yang membuat perjanjian saja. Jadi,
pihak ketiga atau pihak di luar perjanjian tidak dapat menuntut sesuatu hak berdasarkan
perjanjian itu. Pasal 1315 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa pada
umumnya tiada seorangpun dapat mengikatkan diri atas anam sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Azas tersebut dinamakan azas
kepribadian suatu perjanjian.23
Hubungan Antara Perikatan dan Perjanjian
Menurut Prof. Soebekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
19
Ibid, hlm 6
20
Ibid, hlm 7
21
Op.Cit, Abdulkadir Muhammad, hlm 5
22
Soebekti, Op.Cit, hlm 1
23
Ibid, hlm 29
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
dinamakan perikatan. 24 Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa:”Tiap-tiap perikatan dilahirkann baik karena persetujuan, baik karena undangundang”.25
Dari rumusan pasal di atas dapat dilihat hubungan antara perikatan dan perjanjian
adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. 26 Apabila dua orang yang mengadakan
suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan
hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain karena janji yang telah mereka
berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu sudah dipenuhi. 27 Buku III Kitab
Undang-undang Hukum Perdata menegaskan bahwa setiap kewajiban perdata dapat terjadi
karena dikehendaki oleh pihak-pihak yang terkait dalam perikatan yang secara sengaja dibuat
oleh mereka dan karena ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, perikatan adalah hubungan hukum antara dua atau lebih orang (pihak)
dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang menerbitkan atau melahirkan kewajiban pada
salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut. 28 Berdasarkan penjelasan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa
perjanjian itu menimbulkan perikatan yang melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak di
dalam hubungan tersebut.
Istilah dan Pengertian Memorandum of Understanding
Secara
gramatikal
memorandum
of
understanding
diartikan
sebagai
nota
kesepahaman. Dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan memorandum adalah: “Dasar
untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa datang” (is to serve as the basis
of future formal contract.) Understanding diartikan sebagai: An implied agreement resulting
from the express term of another agreement, whether written or oral. Artinya pernyataan
24
Ibid, hlm 1
25
Indonesia. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1233
26
Ibid, hlm 1
27
Ibid, hlm 3
28
Gunawan Widjaya, ”Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata”, (Jakarta:
Rajagraffindo Persada, 2005), hlm 311
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara
lisan maupun secara tertulis
memorandum of understanding adalah dasar penyusunan
kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil permufakatan para pihak baik secara
tertulis maupun lisan.29
Istilah lain yang sering juga dipakai untuk memorandum of understanding, terutama
negara-negara eropa adalah apa yang disebut dengan Head Agreement, Cooperation
Agreement, dan Gentlement Agreement Istilah-istilah tersebut sebenarnya mempunyai arti
yang sama dengan memorandum of understanding.30
Selain definisi tersebut, para ahli hukum juga memberikan definisi memorandum of
understanding sebagai berikut:
1. Munir Fuady
Perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam
perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of
understanding, berisikan hal-hal yang pokok saja. Adapun mengenai lain-lain
aspek dari memorandum of understanding relatif sama dengan perjanjianperjanjian lain.31
2. Erman Rajagukguk
Dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum
perjanjian dibuat. Isi dari memorandum of understanding harus dimasukkan ke
dalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.32
3. I Nyoman Sudana
Memorandum of understanding sebagi suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti
akan diikuti perjanjian lainnya.33
29
Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, op cit, hlm 46
30
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm. 90
31
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002) hal 91
32
Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, op cit, hal 46
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
4. Salim HS, Abdullah, dan Wiwiek Wahyuningsih
Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek
hukum lainnya, baik dalam satu negara maupun antarnegara untuk melakukan
kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu.34
Kekuatan Mengikat Memorandum of Understanding.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun dalam perunang-undangan
lainnya, tidak ada suatu ketentuan yang mengatur secara khusus tentang memorandum of
understanding, yang ada ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan syarat-syarat sahnya
kontrak.35 Untuk mengetahui kekuatan mengikat suatu memorandum of understanding perlu
dilihat substansi dari memorandum of understanding tersebut, apabila di dalamnya terdapat
kesepakatan para pihak maka memorandum of understanding tersebut telah mempunyai
kekuatan untuk dilaksanakan. Akan tetapi dalam praktiknya, apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan isi
memorandum of understanding, maka salah satu pihak tidak pernah
mempersoalkan hal itu atau menggugat ke pengadilan. Salah satu pihak akan mengatakan
bahwa memorandum of understanding itu dalam keadaan tidur. 36 Permasalahan tersebut
berkaitan dengan kekuatan mengikat dari suatu memorandum of understanding.
Beberapa ahli hukum mengemukakan pendapatnya mengenai kekuatan mengikat dari
memorandum of understanding. Ray Wijaya mengemukakan pendapatnya mengenai
kekuatan mengikat dari memorandum of understanding sebagai berikut:
Dari sudut pandang Indonesia, tampaknya para ahli hukum Indonesia masih berbeda
pendapat tentang maknda dari memorandum of understanding tersebut. Satu pihak
berpendapat bahwa memorandum of understanding hanya merupakan suatu
gentlement agreement yang tidak mempunyai akibat hukum, sedangkan pihak yang
lain menganggap bahwa memorandum of understanding itu merupakan suatu bukti
awal telah terjadi atau tercapainya saling pengertian mengenai masalah-masalah
pokok. Artinya, telah terjadi pemahaman awal antara pihak yang bernegosiasi
sebagaimana dituangkan dalam memorandum oleh para pihak untuk melakukan kerja
sama. Oleh karenanya, kesepakatan awal ini merupakan pendahuluan untuk merintis
33
Ibid, hal 46
34
Ibid, hal 47
35
Ibid, hlm 54
36
Ibid, hlm 54
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
lahirnya suatu kerja sama yang sebenarnya, yang kemudian baru diatur dan
dituangkan secara lebih rinci dalam perjanjian kerja sama atau joint venture.37
Bila mengacu pada pandangan Ray Wijaya mengenai kekuatan mengikat
memorandum of understanding maka terdapat dua hal yang berkaitan dengan kekuatan
mengikat dari suatu memorandum of understanding. Pertama adalah bahwa memorandum of
understanding hanya merupakan suatu gentlement agreement yang tidak mempunyai akibat
hukum dan yang kedua adalah memorandum of understanding merupakan suatu bukti awal
telah terjadi atau tercapai suatu kesepakatan untuk melakukan kerja sama yang akan diatur
kemudian di dalam perjanjian yang lebih rinci.
Pendapat lain mengenai kekuatan mengikat memorandum of understanding
dikemukakan oleh Hikmahanto Juwana yang menyatakan bahwa:
Penggunaan istilah memorandum of understanding harus dibedakan dari segi teoretis
dan praktis. Secara teoretis, dokumen memorandum of understanding bukan
merupakan hukum yang mengikat para pihak. Agar mengikat secara hukum, harus
ditindaklanjuti dengan sebuah perjanjian. Kesepakatan dalam memorandum of
understanding lebih bersifat ikatan moral. Secara praktis,
memorandum of
understanding disejajarkan dengan perjanjian. Ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat
moral, tetapi juga ikatan hukum. Titik terpenting bukan pada istilah yang digunakan,
tetapi isi atau materi dari nota kesepahaman tersebut. 38
Munir Fuady juga mengemukakan dua pandangan yang membahas tentang kekuatan
mengikat dari memorandum of understanding, yaitu gentlement agreement dan agreement is
agreement. 39 Pandangan pertama berpendapat bahwa
memorandum of understanding
hanyalah merupakan suatu gentlement agreement. Maksudnya kekuatan mengikatnya suatu
memorandum of understanding. Pandangan yang pertama yaitu Gentlement Agreement
mengaajarkan bahwa memorandum of understanding hanyalah merupakan Gentlement
Agreement saja. Maksudnya kekuatan mengikatnya suatu memorandum of understanding
tidak sama dengan perjanjian biasa, sungguhpun dibuat dalam bentuk paling kuat seperti
dengan akta notaris sekalipun. Bahkan ujung ekstrem dari pendapat golongan ini berpendapat
bahwa memorandum of understanding mengikat hanya sebatas pengikatan moral belaka,
dalam arti tidak enforceable secara hukum, dan pihak yang wanprestasi misalnya, dia tidak
37
Ibid, hlm 55
38
Ibid, hlm 55
39
Munir Fuady, op cit, hlm 92
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
dapat digugat ke pengadilan. Sebagai ikatan moral, tentu jika dia wanprestasi, dia dianggap
tidak bermoral dan ikut jatuh reputasinya di kalangan bisnis.40
Mengenai pandangan kedua (agreement is agreement) maksudnya adalah bahwa
sekali suatu perjanjian dibuat, apa pun bentuknya, lisan atau tertulis, pendek atau panjang,
lengkap/detail ataupun hanya diatur pokok-pokoknya saja, tetap saja merupakan perjanjian
dan karenanya mempunyai kekuatan mengikat seperti layaknya suatu perjanjian, sehingga
seluruh ketentuan pasal-pasal tentang hukum perjanjian telah bisa diterapkan kepadanya.
Menurut pendapat yang sebenarnya lebih formal legalistis ini, kalau suatu perjanjian
mengatur hanya hal-hal pokok saja, maka mengikatnya hanya terhadap hal-hal pokok
tersebut. Atau jika suatu perjanjian hanya berlaku untuk suatu jangka waktu tertentu, maka
mengikatnyapun hanya untuk jangka waktu tertentu tersebut. Sungguhpun para pihak tidak
dapat dipaksakan untuk membuat perjanjian yang lebih rinci sebagai follow up dari
memorandum of understanding
paling tidak selama jangka waktu perjanjian itu masih
berlangsung, para pihak tidak boleh membuat perjanjian yang sama dengan pihak lain. Ini
tentu jika tegas disebutkan untuk itu dalam memorandum of understanding
tersebut.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini berarti telah dilakukan wanprestasi sehingga dapat
digugat ke pengadilan menurut hukum yang berlaku.41
Teori yang mendukung pandangan kedua Munir Fuady (agreement is agreement)
adalah teori Promissory Estoppel atau disebut juga Detrimental Reliance. Teori ini adalah
suatu doktrin hukum yang mencegah seseorang (promissor) untuk menari kembali janjinya,
dalam hal pihak yang menerima janji (promisee) karena kepercayaannya terhadap janji
tersebut telah melakukan sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuat, sehingga dia (promisee)
akan menderita kerugian jika (promisor) yaitu pihak yang memberi janji diperkenankan
untuk menarik janjinya.42
Teori lainnya yang mendukung pandangan agreement is agreement adalah Teori
Kontrak Quasi (Quasi contract atau implied in law). Teori ini mengajarkan bahwa dalam halhal tertentu, apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu, maka hukum dapat menganggap adanya
kontrak di antara para pihak dengan berbagai konsekuensinya, sungguhpun dalam
40
Ibid, hlm 93
41
Ibid, hlm 93-94
42
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm 11
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
kenyataannya kontrak tersebut tidak pernah ada. 43 Menurut Hardijan Rusli, dalam sistem
hukum Common Law, sumber perikatan yang berasal dari Quasi Contract ini adalah suatu
hukum yang tidak tertulis yang berupa suatu azas hukum atau tenet law yang terkenal dengan
sebutan Unjust Enrichment Doctrine (doktrin memperkaya secara tidak adil). 44 Definisi
Quasi Contract menurut Black’s Law Dictionary adalah An obligation which law creates in
absence of agreement; it is invoked by courts where there is unjust enrichment (Kwasi
kontrak adalah suatu kewajiban yang berdasarkan hukum dan tanpa adanya kesepakatan; hal
ini diakui oleh pengadilan bila terjadinya pemupukan kekayaan secara tidak adil).45 Unjust
Enrichment Doctrine diterangkan sebagai General principle that one person should not be
permitted unjustly to enrich himself at expense of another but should be required to make
restitution or for property or benefits received, retained or appropriated, where it is just and
aquitable that such restitution be made, and where such action involves no violation or
frustation of law or oppsition to public policy, either directly or indirectly. Unjust
Enrichment Doctrine adalah suatu prinsip yang umum bahwa seseorang tidak boleh
memperkaya dirinya secara tidak adil yaitu dengan biaya dari pihak lain dan karena itu harus
mengembalikan harta atau manfaat/keuntungan yang telah diterimanya, ditahannya atau
diambilnya, dan pengembalian ini dirasakan adil dan layak serta tidak bertentangan atau
menghalangi hukum atau berlawanan dengan kepentingan umum baik secara langsung
maupun tidak langsung).46
Unjust Enrichment Doctrine dalam Common Law ini dalam hukum perjanjian
Indonesia dapat disamakan dengan Pasal 1359 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
menyatakan bahwa tiap-tiap pembayaran memperhatikan adanya suatu hutang; dan apa yang
telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan dapat dituntut kembali.47
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, apabila di dalam fase prakontrak tercapai
kesepakatan secara terperinci mengenai hak dan kewajiban antar kedua belah pihak, sifat
43
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1993), hlm 29
44
Ibid, hlm 29
45
Ibid, hlm 30
46
Ibid, hlm 30
47
Ibid, hlm 30
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
perjanjian tersebut dinamakan “Pactum de Contrahendo”, yaitu perjanjian untuk mengadakan
perjanjian, maka dalam hal ini masalah ganti rugi dapat dipermasalahkan sebagai perjanjian
tidak tercapai.48
Pembahasan
Dalam perkara ini pihak penggugat adalah H. Maming Daeng Tata sedangkan pihak
tergugat adalah Darma Setiawan bin H. Soekardi. Perkara ini bermula ketika penggugat dan
tergugat telah sepakat mengadakan jual beli atas sebidang tanah berikut bangunan di atasnya
yang terletak di Jalan Sederhana No. 39 RT 016/02 Kelurahan Manggarai Selatan,
Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan seluas 1.335 M2, berikut bangunan di atasnya,
sebagaimana diterangkan dalam Sertifikat Hak Pakai No. 7 Manggarai Selatan atas nama
Sukardi dan seluas 294 M2 sebagaimana diterangkan dalam Sertifikat Hak Pakai no 1285
Manggarai Selatan atas nama Ny. Hj. Ratu Siti Salecha Suryati. Oleh karena itu maka
penggugat dan tergugat menandatangani nota kesepakatan tanggal 6 Juni 2006
Dalam nota kesepakatan tersebut antara penggugat selaku pembeli dan tergugat selaku
penjual telah menyepakati bahwa harga penjualan obyek jual beli tersebut adalah sebesar Rp
5.500.000.000,- (lima milyar lima ratus juta rupiah). Kesepakatan tersebut dibuat dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:49
1. Pihak tergugat selaku penjual mengajukan jadwal pembayaran kepada penggugat
selaku pembeli, sebagai berikut:
1.1 Pembayaran tanda jadi sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah),
yang dibayarkan pihak penggugat pada tergugat tanggal 6 Juni 2006
1.2 Pembayaran Tahap 1 (satu) sebesar Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus
juta rupiah), yang dibayarkan pihak penggugat pada tergugat tanggal 14 Juli 2006
1.3 Pembayaran Tahap 2 (dua) sebesar Rp 2.875.000.000,- (dua milyar delapan ratus
tujuh puluh lima juta rupiah) yang akan dibayarkan penggugat pada tergugat
tanggal 2 Februari 2007, jumlah tersebut setelah dipotong sebesar Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dari harga yang disepakati untuk pengurusan
sertifikat kepada pihak penggugat selaku pembeli
48
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis,(Jakarta: Alumni, 1994), hal 36
49
Putusan Kazasi Mahkamah Agung No. 1681 K/Pdt/2011
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
2. Bahwa tergugat selaku penjual akan melunasi PBB tahun 2006
3. Bahwa tergugat selaku penjual berhak atas pengelolaan garasi dan rumah kontrakan
sampai dengan pelunasan pembayaran oleh penggugat
4. Pihak penggugat selaku pembeli akan menanggung seluruh biaya pengurusan
sertifikat tanah, akta jual beli notaris dan pajak.
Penggugat sebagai pembeli yang beritikad, maka pada tanggal 7 Juni 2006 penggugat
telah membayar uang tanda jadi sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
sebagaimana disebutkan dalam nota kesepakatan butir 1.1 dan pembayaran tersebut telah
diterima oleh tergugat selaku penjual.
Setelah pembayaran uang tanda jadi tersebut penggugat minta agar tergugat
menyerahkan surat-surat tanah obyek sengketa sebagaimana telah diperjanjikan tapi oleh
tergugat tidak pernah diberikan. Akan tetapi sebaliknya tergugat pada tanggal 27 Juli 2006
meminta dibelikan sebuah mobil merek Hyundai New Atoz tahun 2006
seharga Rp
142.617.300,- (seratus empat puluh dua juta enam ratus tujuh belas ribu tiga ratus rupiah) dan
tergugat memohon kepada penggugat agar pembelian mobil tersebut diperhitungkan sebagai
tambahan uang muka pembelian tanah dalam perkara.
Penggugat melaksanakan pembelian mobil sebagaimana permintaan tergugat,
selanjutnya tergugat meminta kepada penggugat agar mobil yang telah dibeli penggugat
diserahkan kepada Sdr. Arief Adrianto (kakak tergugat/salah seorang ahli waris H. Soekardi),
selanjutnya mobil tersebut diterima oleh Sdr. Arief Adrianto pada tanggal 12 Agustus 2006.
Pada saat penggugat menyerahkan mobil Hyundai New Atoz tahun 2006, penggugat
meminta kembali kepada tergugat agar menyerahkan surat-surat tanah sesuai dengan yang
telah diperjanjikan, akan tetapi permintaan penggugat tersebut tidak pernah ditanggapi oleh
tergugat. Akan tetapi sebaliknya tergugat meminta kembali kepada penggugat agar
menambah uang muka pembelian tanah tersebut sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) dengan alasan uang tersebut akan digunakan sebagai uang muka (Down Payment)
pembelian tanah berikut rumah obyek jual beli.
Sebagai pembeli yang beritikad baik, penggugat mengabulkan permintaan tergugat
dengan menyerahkan 2 (dua) lembar Cek Bank Bukopin sebagai berikut:
1. Cek Bank Bukopin tanggal 16 Agustus 2006 No. 11048389 sebesar Rp 400.000.000,(empat ratus juta rupiah)
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
2.
Cek Bank Bukopin tanggal 25 Agustus 2006 No. 11048390 sebesar Rp 100.000.000,(seratus juta rupiah)
Ke-2 (dua) lembar cek tersebut telah diterima oleh tergugat.
Setelah penggugat menyerahkan ke-2 (dua) lembar cek tersebut kepada tergugat,
penggugat kembali meminta kepada tergugat agar menyerahkan surat-surat tanah obyek jual
beli, guna diadakan pengurusan sesuai perjanjian. Namun ternyata tergugat tidak pernah
punya itikad baik menyerahkan surat-surat tersebut pada penggugat. Sebagai pembeli yang
beritikad baik penggugat telah berusaha mengingatkan tergugat sebagai penjual, agar tergugat
beritikad baik meneruskan perjanjian jual beli atas tanah tersebut, sebagaimana telah
disepakati dalam nota kesepakatan tanggal 6 Juni 2006 baik secara lisan maupun secara
tertulis, namun peringatan penggugat tersebut sama sekali tidak mendapat tanggapan
semestinya dari tergugat.
Untuk menghindari hal-hal yang tambah merugikan penggugat, sebagai akibat itikad
buruk tergugat mengalihhkan, mengiper maupun penjual tanah berikut bangunan kepada
pihak lain, maka penggugat melalui kuasa hukumnya telah mengajukan surat permohonan
pemblokiran kepada Kepala Kantor BPN Jakarta Selatan.
Walaupun tergugat telah menerima uang tanda jadi pembelian tanah tersebut dari
penggugat senilai Rp 167.617.300,- (seratus enam puluh tujuh juta enam ratus tujuh belas
ribu tiga ratus rupiah) pada tanggal 7 Juni 2006 dan tanggal 27 Juli 2006, dan penggugat telah
menyerahkan 2 (dua) lembar cek senilai Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) serta
penggugat telah berulang kali mengingatkan tergugat untuk melaksanakan jual beli tanah
tersebut, namun hingga diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tergugat tidak
pernah melaksanakan isi kesepakatan dalam nota kesepakatan jual beli tanah tersebut.
Putusan hakim atas gugatan yang diajukan oleh penggugat salah satunya adalah
memutuskan dan menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
penawaran/atau nota kesepakan rencana jual beli atas bidang-bidang tanah masing-masing di
Jalan Sederhana no. 39 Rt 016/02, Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan Tebet, Jakarta
Selatan seluas 1.335 M2 berikut bangunan di atasnya, sebagaimana yang diterangkan dalam
Sertifikat Hak Pakai No. 7 Manggarai Selatan tercatat atas nama Sukardi dan tanah seluas
294 M2 berikut bangunan di atasnya, sebagaimana diterangkan dalam Sertifikat Hak Pakai
no. 1285 tercatat atas nama Ny. Hj. Ratu Siti Salecha Suryati.
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
Nota Kesepakatan yang dibuat oleh Daeng Tata dengan Darma Setiawan mengenai
jual beli sebidang tanah dengan bangunan di atasnya pada tanggal 6 Juli 2006 telah
memenuhi syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Menurut Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad
Dimyati R.S, SH., M.H., yang menyatakan bahwa apabila suatu suatu nota kesepakatan telah
memenuhi syarat sah perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata maka nota kesepakatan tersebut memiliki kedudukan yang sama dengan
kontrak. Berdasarkan pendapat tersebut nota kesepakatan yang dibuat oleh Daeng Tata
dengan Darma Setiawan pada tanggal 6 Juli 2006 adalah sama kedudukannya dengan
kontrak. Pandangan Munir Fuady mengenai istilah ”agreement is agreement” yang berarti
bahwa sekali suatu perjanjian dibuat, apa pun bentuknya, lisan atau tertulis, pendek atau
panjang, lengkap/detail ataupun hanya diatur pokok-pokoknya saja, tetap saja merupakan
perjanjian dan karenanya mempunyai kekuatan mengikat seperti layaknya suatu perjanjian,
sehingga seluruh ketentuan pasal-pasal tentang hukum perjanjian telah bisa diterapkan
kepadanya, maka Nota Kesepakatan tersebut adalah sebuah perjanjian.
Jadi kesimpulannya adalah nota kesepakatan yang dibuat oleh Daeng Tata dengan
Darma Setiawan memiliki kedudukan yang sama dengan perjanjian karena substansi dari
nota kesepakatan tersebut telah memenuhi syarat-syarat sah perjanjian yang ditentukan dalam
Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kesimpulan
1. Kedudukan nota kesepakatan adalah setara dengan perjanjian apabila isi dari nota
kesepakatan tersebut telah memenuhi syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana tersebut
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Nota kesepakatan yang tersebut
dalam putusan kazasi mahkamah agung No. 1681 K/Pdt/2011 memiliki kedudukan yang
setara dengan perjanjian karena syarat-syarat sah perjanjian telah terpenuhi dalam nota
kesepakatan tersebut.
2. Kekuatan mengikat dari nota kesepakatan adalah sama dengan perjanjian apabila isi dari
nota kesepakatan tersebut telah memenuhi syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana yang
telah ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Nota
kesepakatan yang dibuat antara Daeng Tata dengan Darma Setiawan telah memenuhi
syarat-syarat sah perjanjian yang disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata.
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
Saran
1. dalam membuat suatu perjanjian khususnya dalam bentuk nota kesepakatan/
memorandum of understanding perlu memperhatikan isi dari perjanjian/ memorandum of
understanding tersebut agar memenuhi syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana telah
diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tujuan dari dipenuhinya
syarat-syarat sah perjanjian tersebut agar nota kesepakatan/ memorandum of
understanding tersebut memiliki kedudukan yang setara dengan perjanjian.
2. Penulis menyarankan agar suatu nota kesepakatan kesepakatan/ memorandum of
understanding memiliki kekuatan mengikat yang sama dengan perjanjian maka perlu
diperhatikan Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa:
”suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.” Maksudnya adalah supaya isi
dari perjanjian tersebut berdasarkan suatu sebab yang halal sehingga kekuatan mengikat
dari nota kesepakatan/ memorandum of understanding tersebut setara dengan perjanjian.
Kedudukan dan ...Abi Rafdi, FH-UI, 2013
Download