Enzimologi Klinik - フジックス

advertisement
BAB XIII
ENZIMOLOGI KLINIK
Enzim merupakan protein yang mempunyai fungsi katalitik spesifik. Jumlahnya tidak
berkurang akibat terjadinya reaksi dan efektif dalam jumlah kecil. Banyak enzim yang
terdapat dalam plasma orang sehat dan meningkat pada keadaan penyakit tertentu.
Kebanyakan enzim konsentrasinya lebih tinggi dalam sel daripada dalam plasma. Kadar
normal dalam plasma menggambarkan keseimbangan antara sintesis dan pelepasan enzim
pada sel “turnover” dengan katabolisme dan ekskresinya. Jadi proliferasi sel, peningkatan
derajat sel “turnover”, kerusakan sel dan adanya induksi enzim biasanya dapat menyebabkan
peningkatan kadar enzim dalam plasma. Sangat jarang terjadi penurunan kadar enzim yang
dapat disebabkan sintesisnya berkurang atau defisiensi kongenital.
Pengukuran aktifitas enzim dalam klinik yang terbanyak adalah dari darah (biasanya
serum atau plasma dan kadang-kadang sel darah merah) disamping itu urin, jaringan dan
cairan tubuh lain.
Peningkatan enzim plasma dapat disebabkan oleh :
a. Nekrosis atau kerusakan sel, biasanya karena ischaemia atau bahan-bahan toksik.
b. Peningkatan derajat “cell turnover” seperti pada neoplasma atau aktifitas osteoblast
yang meningkat.
c. Peningkatan konsentrasi enzim dalam sel akibat diinduksi oleh obat-obat atau penyakit.
d. Obstruksi saluran sekresi dengan akibat terjadi regurgitasi enzim kedalam sirkulasi,
e. Perubahan non spesifik, baik yang fisiologis (pada neonatus masa kanak-kanak,
kehamilan dan latihan jasmani) dan akibat suntikan dalam obat atau artefak (hemolisis).
Enzim plasma dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu :
1. Enzim plasma spesifik (“Plasma specific enzymes”).
2. Enzim sel (“Cellular enzymes”).
3. Enzim sekresi (“Secreted enzymes”).
Enzim plasma spesifik disekresi oleh organ tertentu dalam bentuk yang aktif kedalam
plasma sebagai tempat bekerja. Yang termasuk golongan ini ialah faktor-faktor pembekuan
86
darah (prothrombin, factor V, VII dan X), lecithin-cholesterol acyltransferase (LCAT) dan
cholinesterase. Semua tersebut disintesa oleh hati.
Enzim sel tidak mempunyai fungsi spesifik dalam plasma dan timbul akibat
gangguan yang hebat fungsi sel yang menyebabkan peningkatan permeabilitet membran sel.
Sehingga terjadi pengeluaran bahan-bahan dalam sel kedalam ruangan intertitial dan
intravaskular yang disertai juga enzim.
Enzim sekresi juga tidak mempunyai fungsi spesifik dalam plasma dan adanya enzim
ini dalam plasma diperkirakan akibat kontrol sekresi enzim terganggu.
XIII.1 Unit enzim
Jumlah total enzim dalam darah kurang dari 1 g/l. Karena jumlah yang sangat kecil
ini, maka hasil pemeriksaan enzim tidak dinyatakan dalam konsentrasi tetapi aktifitasnya.
Banyak cara yang dipakai dan masing-masing mempunyai unit sendiri, misalkan ReitmanFrankel unit, King-Amstrong unit, spectrophotometer unit, dan lain-lain. Untuk standarisasi
dipakai unitinternasional yang menyatakan satu unit adalah aktifitas enzim yang dapat
merubah 1 mikromal substrat pada keadaan optimal dalam waktu 1 menit. Biasanya hasil
pemeriksaan dinyatakan dalam U/l atau mU/ml. Oleh karena variasi metodologi dan suhu
pada pemeriksaannya, maka interpretasi hasil harus disesuaikan dengan harga normal
laboratorium yang mengerjakannya.
XIII.2 Isoenzim
Ialah protein-protein yang dapat mengkatalisa reaksi yang sama dan terjadi pada
spesies yang sama, tetapi mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang berbeda. Dapat berasal
dari beberapa organ yang berbeda seperti alkali phosphatase, dari bagian sel yang berbeda
seperti GOT dan dari satu bagian yang sama seperti LDH.
Isoenzim dapat dibedakan dengan banyak macam cara, antara lain :
D. Elektroforesis
E. Chromatografi
F. Inhibisi, antagonis coenzim, modifikasi substrat dan stabilitas terhadap perbedaan suhu
G. Cara imunologi
Kerusakan yang ringan pada organ yang besar dan kaya enzim akan meningkatkan
aktifitas enzim plasma, sedangkan untuk organ yang kecil untuk dapat meningkatkan aktifitas
enzim plasma kerusakannya harus berat dan akut. Pemeriksaan enzim dapat dipakai untuk
menentukan penyakit organ hati, jantung, pankreas, otot, tulang, prostat dan sel darah. Setelah
keluar dari sel, enzim secara cepat dieliminasi dari plasma dalam waktu yang berbeda-beda,
misalkan waktu paruh GOT lebih pedek daripada GPT.
87
Hanya beberapa enzim yang mempunyai berat molekul yang kecil seperti amilase
sebagian diekskresi oleh ginjal kedalam urine dalam bentuk yang aktif. Untuk diagnosa dan
diagnosa banding biasanya dilakukan beberapa pemeriksaan aktifitas enzim yang merupakan
pola enzim (“enzymes pattern”) dari gangguan atau kerusakan organ tertentu.
XIII.3 Infark miokard
Enzim-enzim yang mempunyai nilai diagnostik terbesar CK, AST(GOT) dan LD
(HBD). Pemilihan untuk pemeriksaan tergantung waktu interval setelah diduga infark
miokard (Tabel 1).
Tabel 1
Mulai meningkat
Puncak
Lamanya meningkat
(jam)
(jam)
(jam)
CK – MB
3 – 10
12 – 24
11/2 – 3
CK (Total)
5 – 12
18 – 30
2–5
AST
6 – 12
20 – 30
2-6
HBD
8 - 16
30 - 48
5 – 14
Enzim
Tingginya peningkatan merupakan indeks yang sangat kasar dari luasnya kerusakan
dan karena itu mempunyai sedikit nilai untuk prognosa. Peningkatan yang kedua kalinya
setelah kembali menjadi normal menunjukkan luasnya infark atau timbulnya kegagalan
jantung kongestif. Setelah infark miokard biasanya terjadi kongesti hati yang disebabkan
kegagalan jantung kanan, sehingga terjadi peningkatan ringan ALT. Tetapi peningkatan AST
lebih besar daripada peningkatan ALT dan disertai peningkatan HBD (LD1).
Bila primer gangguan fungsi hati, kegagalan jantung kongesti atau emboli paru-paru
dapat menyebabkan peningkatan ALT yang sama dengan kadar HBD normal. Bila dicurigai
ada infark dan kemungkinan disertai gangguan fungsi hati maka pemeriksaan CK sering
berguna. Kadar total CK sering meningkat setelah kerusakan otot, baik karena suntikan i.m,
trauma atau operasi.
Isoenzim CK-MB terutama berasal dari jantung dan meningkat bila ada kerusakan
jantung. Tetapi sebagian besar dari CK adalah MM yang berasal dari otot skelet dan miokard
dan mempunyai waktu paruh yang lebih panjang daripada fraksi MB. Bila setelah 24 jam
terjadi peningkatan MM tanpa adanya MB tidak menyingkirkan kerusakan otot jantung.
Dan pada saat ini pemeriksaan AST dan HBD perlu dilakukan.
XIII.4 Penyakit hati
Telah dibicarakan pada tes faal hati
88
XIII.5 Penyakit pankreas
Pada pankreatitis akut amilase serum akan meningkat dalam waktu 3 – 6 jam,
mencapai puncak setelah 20 – 30 jam dan dapat bertahan sampai 42 – 72 jam (dapat 40 kali
normal), amilase urin juga meningkat setelah 10 jam, sedangkan peningkatan lipase serum
bertahan sampai 14 hari setelah amilase serum kembali menjadi normal. Pada obstruksi
pankreas dapat terjadi pada peningkatan amilase serum.
XIII.6 Penyakit otot
Pada dystrophia muscularum kadar enzim-enzim otot dalam plasma meningkat dan
enzim yang paling baik (relevant) adalah CK.
Interpretasi pemeriksaan enzim CK ialah :
1. Kadar tertinggi (10 X atau lebih) pada stadium dini penyakit, kemudian bila banyak otot
yang rusak turun kembali sampai menjadi normal.
2. Kadarnya lebih tinggi pada aktifitas segera setelah istirahat daripada setelah aktifitas yang
lama.
3. bayi baru lahir kadarnya lebih tinggi dari dewasa dan pada hamil muda kadarnya lebih
rendah.
XIII.7 Enzim pada keganasan :
a. Tartrate-labile acid phosphatase adalah satu-satunya enzim spesifik untuk
carcinoma prostate.
b. Keganasan di semua tempat dalam tubuh dapat bersamaan dengan
peningkatan yang non spesifik LD, HBD dan kadang-kadang transaminase.
c. Untuk tindak lanjut pada penderita-penderita dengan keganasan pemeriksaan
ALP dan kadang-kadang GGT berguna, metastase ke tulang menyebabkan
ALP meningkat (GGT tidak) sedangkan metastase ke hati GGT juga
meningkat dan disertai peningkatan transaminase dan LD.
d. Tumor dapat menghasilkan beberapa enzim, yang sering adalah ALP dan LD
(HBD).
XIII.8 Penyakit hematologi
Megaloblastic anemia, leukemia dan abnormal erythropoiesis menyebabkan
peningkatan yang hebat LD dan HBD. Hemolisis yang berat dapat menyebabkan peningkatan
AST dan LD (HBD).
XIII.9 Perubahan kadar enzim plasma
Aspartate transaminase (AST) meningkat pada :
H. Artefak bahan pemeriksaan yang hemolisis
I.
Fisiologis baru lahir (kira-kira 11/2 X dewasa)
89
J.
Infark miokard
K. Hepatitis virus
L. Nekrosis hepatotoksik
M. Kegagalan sirkulasi disertai shock dan hypoxia
N. Sirosis
O. Ikterus kholestatik
P. Infiltrasi keganasan pada hati
Q. Penyakit otot
R. Setelah trauma atau operasi
S. Anemia hemolitik
T. Mononucleosis infeksiosa (menyerang hati)
Alanine Transaminase (ALT) meningkat pada :
U. Hepatitis virus
V. Nekrosis hepatotoksik
W. Kegagalan sirkulasi disertai shock dan hypoxia
X. Sirosis
Y. Ikterus kholestatik
Z. Pembendungan hati karena kegagalan jantung
AA.
Mononucleosis infeksiosa (menyerang hati)
BB. Trauma dan penyakit otot
Lactate Dehydrogenase (LD) meningkat pada :
CC. Artefak bahan pemeriksaan yang hemolisis
DD.
Infark miokard
EE. Kelainan hematology (anemia pernisiosa leukemia, thalassemia dan mielofibrosis)
FF. Kegagalan sirkulasi disertai shock dan hypoxia
GG.
Hepatitis virus
HH.
Keganasan
II. Penyakit otot akelet
JJ. Emboli paru-paru
KK.
Mononucleosis infeksiosa
Creatine Kinase (CK) meningkat pada :
LL. Fisiologis baru lahir dan persalinan
MM.
Infark miokard
NN.
Kerusakan otot
90
OO.
Shock dan kegagalan sirkulasi
PP. Setelah operasi / suntik IM
QQ.
Latihan fisik
RR. Hipothiroid
SS. Peminum alkohol
Amilase
TT. Pankreatitis akut
UU.
Gangguan glomerulus yang berat
VV.
Ketoasidosis diabetic yang berat
WW.
Penyakit abdomen akut yang berat
XX.
Penyakit kelenjar ludah
YY.
Pemberian morfin
Alkali Phosphatase (ALP) meningkat pada :
ZZ.
Fisiologis : anak dan kehamilan
AAA. Penyakit tulang
BBB.
Penyakit hati
CCC.
Keganasan
Menurun pada :
DDD. Pertumbuhan tulang yang terhenti (chondroplasia dan kerdil)
EEE.
Kekurangan vitamin C
FFF.
Hipophosphatasia
Acid Phosphatase (ACP)
“Tartrate-labile” meningkat pada :
GGG. Karsinoma prostate dengan penyebaran
HHH. Setelah pemeriksaan rectal
III.
Retensi urin akut
JJJ.
Setelah kateterisasi
Total meningkat pada :
KKK. Artefak : bahan pemeriksaan yang hemolisis
LLL.
Penyakit Paget
MMM. Penyakit Gaucher
91
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fody EP. Liver Function. In: Bishop ML, Fody EP, Schoelff LE eds. Clinical Chemistry.
5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005. pp. 472-492.
2.
Pincus MR, Tierno Jr RM, Dufour DR. Evaluation of Liver Function In: Mc Pherson
RA, Pincus RM eds. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods. 21st Ed. Philadelphia: WB Saunders Co. 2007. pp 263-278.
3.
Sherlock S, Dooley J. Drugs and the liver. In: Disease of the liver anda Biliary System.
11th ed. Blackwell Publishing Co 2002. pp. 335-359.
4.
Sofwanhadi R, Kanoko SM, Abdurachman SA, Sosrosumihardjo R, Giantini A, Yusra.
Anatomi
hati.
Metabolisme
Bilirubin
dan
Patofisiologi
ikterus.
Pemeriksaan
Laboratorium pada penyakit hati. Penyakit Hati akibat obat. Dalam: Sulaiman H.A,
Akbar H.N, Lesmana LA, Syaifullah Noer HM ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati ed.1.
Jaya Abadi 2007. hal 1-14, 17-24, 265-274.
5. Whitby, L.G., Percy-Robb, I.W. and Smith, A.F. : Lecture Notes on Clinical Chemistry,
2ndEd. Blackwell Scientific Publications, Osney Mead, Oxford, 1980.
6. Zilva, J.F. and Pannall, P.R. : Clinical Chemistry in Diagnosis and Treatment, 3rdEd.
Lioyd-Luke (Medicine Books) Ltd. London, 1979.
92
Download