BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) “Menurut Darini (2008), Corporate Social Responsibility atau Tanggung jawab sosial perusahan didefinisikan sebagai sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya”. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan ( Rika Nurlela dan Islahuddin, 2008). “Schermerhorn dalam Suharto (2007) memberi definisi tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri 6 7 dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal”. Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep piramida tanggung jawab sosial perusahaan yang dikembangkan Archie B. Carrol memberi justifikasi logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat di sekitarnya. Sebuah perusahaan tidak hanya memiliki tanggungjawab ekonomis, melainkan pula tanggung jawab legal, etis dan filantrofis. 1. Tanggungjawab Ekonomis. Kata kuncinya adalah: make a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup ( survive) dan Berkembang. 2. Tanggungjawab Legal. Kata kuncinya: obey the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah. 3. Tanggungjawab Etis. Kata kuncinya be ethical. Perusahaan mempunyai kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil, dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. 4. Tanggungjawab filantropis. Kata kuncinya be a good citizen. Selain perusahaan harus mencari laba, taat hukum dan 8 berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberi kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyararakat. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Pesan utama yang harus dicermati adalah jangan sampai terjadi upaya filantropis untuk menutupi perilau-perilaku tidak etis perusahaan, pelanggaran hukum atau bahkan untuk menutupi bahwa sesungguhnya perusahaan tidak mampu menghasilkan laba. Kegiatan filantropis perusahaan bukanlah kegiatan tukang cuci untuk menghapus perilaku tidak etis dan pelangaran hukum yang dilakukan perusahaan. 2.1.2 Sejarah dan Perkembangan CSR Menilik sejarahnya, gerakan CSR modern yang berkembang pesat selama dua puluh tahun terakhir ini lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku korporasi demi maksimalisasi laba lazim mempraktekkan cara-cara yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa raksasa korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat kampanye dalam skala global tersebut. Hingga dekade 1980-90an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility 9 development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya makin menggurita. Tekanan KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terus hidup bukanlah perusahaan yang hanya mencetak keuntungan semata. Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usahausaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah ; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah), (5) mempunyai nilai keuntungan/manfaat. Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin dunia memunculkan konsep social responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu 10 economic dan environment sustainability. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility). Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility ( Daniri, 2008) Munculnya Tanggungjawab sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) didorong oleh terjadinya kecenderungan kepada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF sebuah akronim dari Dehumanisasai, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi (Suharto, 2007: 103104): 1. Dehumanisasi industri. Efisiensi dan mekanisme yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalanpersoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. Dan perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja dan pengangguran, ekspansi, dan eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat. 11 2. Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang sering kali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya. 3. Aquariumisasi dunia industri. Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu rantai ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan seperti ini di tutup. 4. Feminisasi dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan remaja, akibat berkurangnya atau hilangnya kehadiran ibu-ibu di rumah dan tentunya dilingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan anak, pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak- 12 anak, atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja merupakan sebuah “kompensasi” sosial terhadap isu ini. 2.1.3 Motivasi dan Manfaat CSR Perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Faktanya, kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada keadaan lokasi di mana perusahaan itu beroperasi. Secara konseptual, tanggungjawab sosial perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu 3P (Porter dan Kramer dalam Suharto, 2008): 1. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. 2. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program tanggungjawab sosial perusahaan, seperti pemberian bea siswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat. 3. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program TSP yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan 13 lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata. Saidi dan Abidin membuat matrik yang menggambarkan tiga tahap atau paradigma yang berbeda mengenai motivasi penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Suharto, 2007: 106): 1. Corporate Charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagaaman. 2. Corporate Philantrophy, yakni dorongan kemanusiaaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial. 3. Corporate Citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial. Jika dipetakan, tampaklah bahwa spektrum paradigma ini terentang dari “sekedar menjalankan kewajiban” hingga “demi kepentingan bersama” atau dari “ membantu dan beramal kepada sesama” menjadi “memberdayakan manusia”. Meskipun tidak selalu berlaku otomatis, pada umumnya perusahaan melakukan Tanggungjawab Sosial Perusahaan didorong oleh motivasi karitatif kemudian kemanusiaan dan akhirnya kewargaan. “Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR ( Susanto, 2009: 14-16): 14 1. Mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tangungjawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankan. 2. CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring atau bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat akan lebih mudah dan memahami dan memaafkannya. 3. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upayaupaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. 4. CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan stakeholdernya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. Hal ini 15 mengakibatkan para Stakeholder senang dan merasa nyaman dalam menjalin hubungan dengan perusahaan. 5. Meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam Riset Search Worldwide, yaitu bahwa konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggungjawab sosialnya sehingga mempunyai reputasi yang baik. 2.1.4 Kelemahan dalam Penggunaan CSR “Susanto (2009: 4-5), Dalam pelaksanaanya, CSR masih memiliki kekurangan. Program-program CSR yang dijalankan oleh perusahaan banyak yang hanya memiliki pengaruh jangka pendek dengan skala yang terbatas. Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Seringkali pihak perusahaan masih menganggap dirinya sebagai pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan perusahaan. Disamping itu, aktivitas CSR dianggap hanya sematamata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang positif, bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang”. Kritik lain terhadap pelaksanaan CSR adalah bahwa Program ini seringkali diselenggarakan dengan jumlah biaya yang 16 tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahaan besar yang ternama. Masalahnya, dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang mengesankan seolah-olah mereka telah melaksanakan CSR. Padahal yang dilakukan hanya sematamata aktivitas filantropis, bahkan boleh jadi dilakukan untuk menutupiperilaku-perilaku yang tidak etis serta perbuatan yang melanggar hukum. 2.1.5 Landasan Penggunaan CSR Tanggung jawab sosial telah tercantum dalam Undangundang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas pasal 74 mengenai tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Terlepas dari kontoversi yang menyertainya serta “kewajiban” untuk mengikuti peraturan, CSR memang sepatutnya dilaksanakan oleh perusahaan dengan kesadaran sendiri dan bersifat sukarela. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. 2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. 17 2.1.6 Model Tangungjawab Sosial Perusahaan “Menurut Saidi dan Abidin dalam Suharto (2007) sedikitnya ada empat model atau pola Tanggung jawab Sosial yang umumnya diterapkan di Indonesia. 1. Keterlibatan langsung. tanggungjawab Perusahaan Sosial menjalankan secara langsung program dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau grupnya. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan Tanggungjawab Sosial melalui kerjasama dengan lembaga sosial/ organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media masa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hadiah perusahaan yang bersifat “ hibah 18 pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama”. 2.1.7 Mengelola Program Tanggungjawab Sosial Agar perusahaan bertanggung jawab secara sosial sesuai dengan yang diharapkan perusahaan, diperlukan program yang diorganisir dan dikelola dengan cermat. Khususnya para manajer melangkah tahap demi tahap demi mengembangkan rasa tanggung jawab sosial secara keseluruhan dalam perusahaan (Griffin, 2007:82). 1. Tanggung jawab sosial harus dimulai dari atas dan dianggap sebagai satu faktor utama dalam perencanaan strategis. Tanpa dukungan manajemen puncak, tidak akan ada program yang berhasil. Jadi, manajemen puncak harus memperlihatkan dukungan yang kuat terhadap tanggungjawab sosial dan mengembangkan kebijakan yang memperlihatkan komitmen itu. 2. Komite manajer puncak harus mengembangkan rencana yang merinci level dukungan manajemen. Beberapa perusahaan menetapkan besarnya persentasi laba yang diperoleh untuk disumbangkan pada program-program sosial. 19 3. Seorang eksekutif harus diberi tanggung jawab atas agenda perusahaan. Entah peranan itu diciptakan sebagai pekerjaan terpisah atau ditambahkan ke pekerjaan yang telah ada, eksekutif yang terpilih harus memonitor program itu dan menjamin agar implementasinya konsisten dengan kebijakan dan rencana strategis perusahaan. 4. Organisasi harus melaksanakan audit sosial: analisis sistematis mengenai keberhasilan perusahaan menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk tujuan tanggung jawab sosial. Perusahaan yang di dalam rencana strategisnya menetapkan pengeluaran $100.000 untuk melatih 200 penganggur kelas berat dan mempekerjakan 180 dari mereka. Jika pada akhir tahun perusahaan tersebut mengeluarkan $98.000, melatih 210 orang, dan mempekerjakan 175 orang, audit sosial akan menyatakan program tersebut berhasil. Tetapi apabila program tersebut memerlukan biaya $150.000, hanya melatih 90 orang, dan hanya mempekerjakan 10 orang dari mereka, audit akan memperlihatkan kegagalan program tersebut. Kegagalan harus mengarah pada tinjauan ulang atas strategi, implementasi dan prioritas program tersebut. Strategi CSR yang baik harus mengidentifikasi arah keseluruhan yang dituju dengan dijalankannya aktivitas CSR. Kemudian melakukan pendekatan mendasar guna melanjutkan aktivitas. Selanjutnya menentukan 20 area prioritas yang spesifik. Dan terakhir merumuskan langkahlangkah selanjutnyayang segera ditempuh. Strategi CSR membantu perusahaan memastikan bahwa perusahaan secara berkesinambungan membangun, memelihara, dan memperkuat identitas dan pasar yang dimilikinya. 2.1.8 Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial 2.1.8.1 Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial “Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:329) akuntansi pertanggungjawaban sosial berarti proses identifikasi, mengukur, dan melaporkan hubungan antara bisnis dan lingkungannya. Lingkungan bisnis meliputi sumber daya alam, komunitas dimana bisnis tersebut beroperasi, orangorang yang dipekerjakan, pelanggan, pesaing, da perusahaan serta kelompok lain yang berurusan dengan bisnis tersebut. Proses pelaporan dapat bersifat internal maupun eksternal”. “Definisi akuntansi pertanggungjawaban sosial menurut Belkaoui yang dikutip oleh lutfiana (2006) adalah sebagai berikut : Proses pengurutan, pengukuran dan pengungkapan pengaruh yang kuat dari pertukaran antara suatu perusahaan dengan lingkungan sosialnya”. Pertukaran antara perusahaan dan masyarakat, pada dasarnya terdiri dari penggunaan sumber-sumber sosial. Apabila aktivitas 21 perusahaan menyebabkan bertambahnya sumber sosial, maka hasilnya adalah berupa faidah sosial. 2.1.8.2 Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Parker dalam Indira (2005) berpendapat bahwa akuntansi sosial mempunyai 3 tujuan Pentimg: 1. Memberikan gambaran yang komprehensif mengenai perusahaan (organisasi) beserta Sumber daya yang dimiliki. 2. Memberikan batasan terhadp perilaku perusahaan yang tidak bertanggungjawab secara sosial. 3. Memberikan motivasi positif bagi perusahaan untuk berperilaku sesuai dengan tata cara sosial. Setiap unit/pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan mengkonsentrasikan diri pada pencapaian laba juga mempunyai tanggung jawab sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) Paragraf kesembilan: “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”. 22 Pengungkapan perusahaan unaudited sosial umumnya (belum yang bersifat diaudit), dan dilakukan voluntary oleh (sukarela), unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Untuk mengetahui lebih rinci mengenai informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan dari perusahaan-perusahaan diuraikan oleh Ikhsan dan Ishak (2005: 342-343) dalam tabel-tabel berikut: Tabel 2.1 Pengungkapan sosial tema konsumen NO Pos pengungkapa Aspek Sosial 1 Mutu atau kualitas produk 2. Penghargaan kualitas (sertifikasi kualitas, halal,dll) 3. Kepuasan konsumen 4. Masalah komputer (Y2K) 5. Iklan yang terlalu mengeksploitasi dan membohongi konsumen 6. Spesifikasi produk, umur produk, dan masa berlaku produk Sumber: Ikhsan dan Ishak (2005: 342-343) 23 Tabel 2.2 Pengungkapan sosial tema masyarakat NO 1 Pos pengungkapa Aspek Sosial Dukungan terhadap kegiatan sosial budaya (pameran, pagelaran seni dan lain-lain) 2. Dukungan terhadap kegiatan olahraga ( termasuk menjadi sponsor) 3. Dukungan terhadap dunia anak (pendidikan) 4. Partisipasi terhadap kegiatan di sekitar kantor atau pabrik (perayaan hari besar) 5. Dukungan terhadap lembaga kerohanian ( Dewan Masjid Baziz) 6. Dukungan terhadap lembaga pendidikan ( termasuk beasiswa, kesempatan magang, dan kesempatan riset) 7. Dukungan terhadap lembaga sosial lainnya. 8. Fasilitas sosial dan fasilitas umum 9. Prioritas lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar Sumber: Ikhsan dan Ishak (2005: 342-343) 24 Tabel 2.3 Pengungkapan sosial tema tenaga kerja NO Pos pengungkapa Aspek Sosial 1 Jumlah tenaga kerja 2. Keselamatan kerja (kebijakan dan fasilitas keselamatan kerja). 3. Kesehatan (termasuk fasilitas dokter dan poliklinik perusahaan) 4. Koperasi karyawan 5. Gaji atau upah 6. Tunjangan dan kesejahteraan lain 7. Pendidikan dan pelatihan 8. Kesetaraan gender dalam kesempatan kerja dan karier 9 Fasilitas peribadatan 10 Cuti karyawan 11 Pensiun 12 Kesempatan kerja bersama (KKB) dan serikat pekerja 13 Tingkat perputaran pekerja (pengurangan perekrutan) Sumber: Ikhsan dan Ishak (2005: 342-343) dan 25 Sedangkan menurut Glouter dalam Nurlela dan Islahuddin (2000) menyebutkan tema-tema yang termasuk dalam wacana Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial adalah: 1. Kemasyarakatan Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya. 2. Ketenagakerjaan Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya. 3. Produk dan Konsumen Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara kepuasan lain keguanaan pelanggan, durability, kejujuran pelayanan, dalam iklan, kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya. 4. Lingkungan Hidup Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan 26 lingkungan akibat pemprosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. 2.1.8.3 Pengukuran dan Pelaporan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Menurut Glautier dan Underdown dalam Nurlela dan Islahuddin (2000) ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk pedoman pengukuran dalam pelaporan akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu : 1. Pendekatan Deskriptif ( the descriptive approach)Pendekatan deskriptif dipandang sebagai pendekatan yang umum digunakan. Dalam laporan sosial deskriptif, informasi mengenai semua aktivitas sosial perusahaan dilaporkan dalam bentuk uraian (deskriptif). Jadi pada pendekatan ini, aktifitas-aktifitas sosial perusahaan dalam pelaporannya tidak dikuantifikasikan dalam satuan uang. 2. Pendekatan biaya yang dikeluarkan (the cost of outlay approach)Pendekatan biaya yang dikeluarkan menggambarkan semua aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dikuantifikasikan dalam satuan uang dan menjadi hal yang sebaliknya dari pendekatan deskriptif. Sehingga laporan yang dihasilkan oleh 27 pendekatan biaya yang dikeluarkan mempunyai kemampuan untuk diperbandingkan antara laporan suatu tahun tertentu, dengan laporan tahun yang lain. Sedangkan kelemahannya adalah tidak disajikannya manfaat yang diperoleh sehubungan dengan telah dikeluarkannya biaya untuk suatu kegiatan. 3. Pendekatan approach) biaya manfaat Pendekatan (the cost biaya benefit manfaat mengungkapkan baik biaya maupun manfaat dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Pendekatan biaya manfaat mungkin merupakan pendekatan yang paling ideal. Namun, dalam kenyatannya sulit untuk menerapkannya, antara lain karena tidak adanya alat ukur manfaat dari yang dihasilkan atas biaya yang telah dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas sosial perusahaan Bentuk laporan tanggung jawab sosial sampai saat ini belum ada yang baku. Di Amerika, yang merupakan kiblat akuntansi di negara kita, praktek pelaporannya masih dilaksanakan dengan tidak seragam antara satu perusahaan dengan yang lainnya. Ada yang hanya menyajikan informasi sosial yang bersifat kualitatif sebagai catatan kaki atau keterangan tambahan pada penjelasan laporan 28 keuangan. Ada yang menjalankannya dengan sederhana dan ada yang menjalankannya dengan kompleks. 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Esi lutfiana (2006) adalah tentang Peranan Perilaku Sosial PT ”X” sebagai bentuk pertangungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif dan juga pendekatan biaya, yang menggabarkan semua pengeluran dalam satuan uang untuk setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan. Hasil analisanya adalah sebagai berikut: Tabel 2.4 Proporsi Biaya Sosial terhadap Penjualan Bersih 2003 2004 Penjualan Bersih 585.128.500.000 895.270.861.000 Biaya Sosial 1.245.122.629 1.428.911.262 Proporsi 0,21 0,16 Sumber : Data Penelitian Sebelumnya (2006) prosentase kenaikan 34,64 12,86 0,05 Dari tabel 2.4 tampak bahwa pada tahun 2003 penjualan bersih perusahaan sebesar Rp. 585.128.500.000 sedangkan biaya sosial yang dialokasikan adalah Rp. 1.245.122.629 atau 0,21 % dari penjualan bersih. Sedangkan di tahun 2004 penjualan bersih mengalami kenaikan yang cukup tajam menjadi sebesar Rp, 895.270.861.000,00 atau mengalami kenaikan sebesar 34,64 % dari tahun sebelumnya sehingga alokasi biaya sosialpun mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp. 1.428.911.262,00 atau mengalami kenaikan sebesar 12,86 % dari tahun 29 sebelumnya. Sehingga proporsi biaya sosial ditinjau dari jumlah pengeluarannya mengalami kenaikan sebesar Rp. 183.788.633,00 namun jika dilihat dari prosentase proporsinya biaya sosial mengalami penurunan sebesar 0,05 % dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 0,16%. 2.3 Kerangka Penelitian Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan memfokuskan perhatian kepada Bumi/ lingkungan (Planet), dan Manusia (People). Dengan Lebih banyak memberikan perhatian kepada lingkungan sekitar, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam jangka panjang. Perusahaan juga ikut mengambil bagian dalam aktivitas manajemen bencana, manajemen bencana di sini bukan hanya sekedar memberikan bantuan kepada korban bencana , namun juga berpartisipasi dalam usaha mencegah terjadinya bencana, serta mengurangi dampak bencana melalui usaha-usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan untuk meminamalisir bencana. Perhatian terhadap manusia dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki diberbagai bidang. Kompetensi yang meningkat ini pada gilirannya diharapkan dapat mampu dimanfaatkan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. 30 Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Karyawan People Masyarakat CSR Planet Lingkungan Peningkatan kompetensi masyarakat dan kesejahteraan masyarakat sekitar Pelestarian lingkungan Laporan biaya sosial