6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR)
“Menurut Darini (2008), Corporate Social Responsibility
atau Tanggung jawab sosial perusahan didefinisikan sebagai
sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para
strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat
disekitar wilayah kerja dan operasinya”.
Menurut The World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD),
Corporate Social Responsibility atau
tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen
bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi
berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta
perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun
masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan
cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk
pembangunan ( Rika Nurlela dan Islahuddin, 2008).
“Schermerhorn dalam Suharto (2007) memberi definisi
tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu kepedulian
organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri
6
7
dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik
eksternal”. Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep piramida
tanggung jawab sosial perusahaan yang dikembangkan Archie B.
Carrol memberi justifikasi logis mengapa sebuah perusahaan perlu
menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat di
sekitarnya.
Sebuah
perusahaan
tidak
hanya
memiliki
tanggungjawab ekonomis, melainkan pula tanggung jawab legal,
etis dan filantrofis.
1.
Tanggungjawab Ekonomis. Kata kuncinya adalah: make a
profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba
adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai
tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus
hidup ( survive) dan Berkembang.
2.
Tanggungjawab
Legal.
Kata
kuncinya:
obey
the
law.
Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba,
perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang
telah ditetapkan pemerintah.
3.
Tanggungjawab Etis. Kata kuncinya be ethical. Perusahaan
mempunyai kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang
baik, benar, adil, dan fair. Norma-norma masyarakat perlu
menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan.
4.
Tanggungjawab filantropis. Kata kuncinya be a good citizen.
Selain perusahaan harus mencari laba, taat hukum dan
8
berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberi
kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh
masyararakat.
Tujuannya
untuk
meningkatkan
kualitas
kehidupan semua.
Pesan utama yang harus dicermati adalah jangan sampai terjadi
upaya filantropis untuk menutupi perilau-perilaku tidak etis
perusahaan, pelanggaran hukum atau bahkan untuk menutupi
bahwa sesungguhnya perusahaan tidak mampu menghasilkan laba.
Kegiatan filantropis perusahaan bukanlah kegiatan tukang cuci
untuk menghapus perilaku tidak etis dan pelangaran hukum yang
dilakukan perusahaan.
2.1.2 Sejarah dan Perkembangan CSR
Menilik
sejarahnya,
gerakan
CSR
modern
yang
berkembang pesat selama dua puluh tahun terakhir ini lahir akibat
desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya di
tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku
korporasi demi maksimalisasi laba lazim mempraktekkan cara-cara
yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan
dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa raksasa
korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi
mereka akibat kampanye dalam skala global tersebut. Hingga
dekade 1980-90an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya
KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility
9
development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang mesti
diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan
korporasi yang kekuatan kapitalnya makin menggurita. Tekanan
KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras
meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary
Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terus hidup
bukanlah perusahaan yang hanya mencetak keuntungan semata.
Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth
Summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan
paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic
growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development). Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan
dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usahausaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan
rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen
sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya
adalah ; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung
jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat,
korporat,
dan
pemerintah),
(5)
mempunyai
nilai
keuntungan/manfaat. Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang
dihadiri para pemimpin dunia memunculkan konsep social
responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu
10
economic dan environment sustainability. Ketiga konsep ini
menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung
jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility). Pertemuan
penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007
yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai
penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk
menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang
dikenal dengan corporate social responsibility ( Daniri, 2008)
Munculnya
Tanggungjawab
sosial
Perusahaan
atau
Corporate Social Responsibility (CSR) didorong oleh terjadinya
kecenderungan kepada masyarakat industri yang dapat disingkat
sebagai fenomena DEAF sebuah akronim dari Dehumanisasai,
Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi (Suharto, 2007: 103104):
1.
Dehumanisasi industri. Efisiensi dan mekanisme yang semakin
menguat di dunia industri telah menciptakan persoalanpersoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan
tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. Dan
perampingan
perusahaan
telah
menimbulkan gelombang
Pemutusan Hubungan Kerja dan pengangguran, ekspansi, dan
eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi dan
kerusakan lingkungan yang hebat.
11
2.
Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan
haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas
berbagai masalah sosial yang sering kali ditimbulkan oleh
beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut
akuntabilitas perusahaan bukan saja dalam proses produksi,
melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan
terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya.
3.
Aquariumisasi dunia industri. Dunia kerja kini semakin
transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan
yang
hanya
memburu
rantai
ekonomi
dan
cenderung
mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantropis tidak akan
mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus,
masyarakat menuntut agar perusahaan seperti ini di tutup.
4.
Feminisasi dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang
bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan saja
terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti
hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja,
melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti
penelantaran anak, kenakalan remaja, akibat berkurangnya atau
hilangnya
kehadiran
ibu-ibu
di
rumah
dan
tentunya
dilingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan
anak, pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-
12
anak, atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi
remaja merupakan sebuah “kompensasi” sosial terhadap isu ini.
2.1.3 Motivasi dan Manfaat CSR
Perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat
sekitarnya. Faktanya, kemampuan perusahaan untuk bersaing
sangat tergantung pada keadaan lokasi di mana perusahaan itu
beroperasi. Secara konseptual, tanggungjawab sosial perusahaan
merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar
yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu 3P (Porter dan
Kramer dalam Suharto, 2008):
1.
Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari
keuntungan
ekonomi
yang
memungkinkan
untuk
terus
beroperasi dan berkembang.
2.
People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap
kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan
program tanggungjawab sosial perusahaan, seperti pemberian
bea siswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal,
dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema
perlindungan sosial bagi warga setempat.
3.
Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan
keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program TSP yang
berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan
13
lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan
permukiman, pengembangan pariwisata.
Saidi dan Abidin membuat matrik yang menggambarkan
tiga tahap atau paradigma yang berbeda
mengenai motivasi
penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Suharto, 2007: 106):
1.
Corporate Charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi
keagaaman.
2.
Corporate Philantrophy, yakni dorongan kemanusiaaan yang
biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk
menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.
3.
Corporate
Citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi
mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan
sosial.
Jika dipetakan, tampaklah bahwa spektrum paradigma ini terentang
dari “sekedar menjalankan kewajiban” hingga “demi kepentingan
bersama” atau dari “ membantu dan beramal kepada sesama”
menjadi “memberdayakan manusia”. Meskipun tidak selalu berlaku
otomatis, pada umumnya perusahaan melakukan Tanggungjawab
Sosial Perusahaan didorong oleh motivasi karitatif kemudian
kemanusiaan dan akhirnya kewargaan.
“Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dari aktivitas CSR ( Susanto, 2009: 14-16):
14
1.
Mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak
pantas
yang
diterima
perusahaan.
Perusahaan
yang
menjalankan tangungjawab sosialnya secara konsisten akan
mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah
merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankan.
2. CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu
perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan
suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar
miring atau bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan,
masyarakat
akan
lebih
mudah
dan
memahami
dan
memaafkannya.
3.
Keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan
merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki
reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upayaupaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
4.
CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu
memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan
dengan stakeholdernya. Pelaksanaan CSR secara konsisten
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap
pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya
berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. Hal ini
15
mengakibatkan para Stakeholder senang dan merasa nyaman
dalam menjalin hubungan dengan perusahaan.
5. Meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam Riset
Search Worldwide, yaitu bahwa konsumen akan lebih
menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan
yang
konsisten
menjalankan
tanggungjawab
sosialnya
sehingga mempunyai reputasi yang baik.
2.1.4 Kelemahan dalam Penggunaan CSR
“Susanto (2009: 4-5), Dalam pelaksanaanya, CSR masih
memiliki kekurangan. Program-program CSR yang dijalankan oleh
perusahaan banyak yang hanya memiliki pengaruh jangka pendek
dengan skala yang terbatas.
Program-program CSR yang
dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan
komunitas yang sesungguhnya. Seringkali pihak perusahaan masih
menganggap dirinya sebagai pihak yang paling memahami
kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai
kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan
perusahaan. Disamping itu, aktivitas CSR dianggap hanya sematamata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang positif,
bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka
panjang”.
Kritik lain terhadap pelaksanaan CSR adalah bahwa
Program ini seringkali diselenggarakan dengan jumlah biaya yang
16
tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahaan besar yang
ternama. Masalahnya, dengan kekuatan sumber daya yang
dimilikinya, perusahaan-perusahaan besar dan ternama ini mampu
membentuk opini publik yang mengesankan seolah-olah mereka
telah melaksanakan CSR. Padahal yang dilakukan hanya sematamata aktivitas filantropis, bahkan boleh jadi dilakukan untuk
menutupiperilaku-perilaku yang tidak etis serta perbuatan yang
melanggar hukum.
2.1.5
Landasan Penggunaan CSR
Tanggung jawab sosial telah tercantum dalam Undangundang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas pasal 74
mengenai tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Terlepas dari
kontoversi yang menyertainya serta “kewajiban” untuk mengikuti
peraturan,
CSR
memang
sepatutnya
dilaksanakan
oleh
perusahaan dengan kesadaran sendiri dan bersifat sukarela.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
17
2.1.6 Model Tangungjawab Sosial Perusahaan
“Menurut Saidi dan Abidin dalam Suharto (2007)
sedikitnya ada empat model atau pola Tanggung jawab Sosial yang
umumnya diterapkan di Indonesia.
1. Keterlibatan
langsung.
tanggungjawab
Perusahaan
Sosial
menjalankan
secara
langsung
program
dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan
sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan
mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau grupnya.
Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau
dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan
yayasan.
3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan
Tanggungjawab Sosial melalui kerjasama dengan lembaga
sosial/
organisasi
non-pemerintah,
instansi
pemerintah,
universitas atau media masa, baik dalam mengelola dana maupun
dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan
turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu
lembaga
sosial yang didirikan untuk tujuan tertentu.
Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi
pada pemberian hadiah perusahaan yang bersifat “ hibah
18
pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu
yang dipercayai oleh perusahaan-perusahan yang mendukungnya
secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga
operasional dan kemudian mengembangkan program yang
disepakati bersama”.
2.1.7 Mengelola Program Tanggungjawab Sosial
Agar perusahaan bertanggung jawab secara sosial sesuai
dengan yang diharapkan perusahaan, diperlukan program yang
diorganisir dan dikelola dengan cermat. Khususnya para manajer
melangkah tahap demi tahap demi mengembangkan rasa tanggung
jawab sosial secara keseluruhan dalam perusahaan (Griffin,
2007:82).
1.
Tanggung jawab sosial harus dimulai dari atas dan dianggap
sebagai satu faktor utama dalam perencanaan strategis. Tanpa
dukungan manajemen puncak, tidak akan ada program yang
berhasil. Jadi, manajemen puncak harus memperlihatkan
dukungan yang kuat terhadap tanggungjawab sosial dan
mengembangkan kebijakan yang memperlihatkan komitmen
itu.
2.
Komite manajer puncak harus mengembangkan rencana yang
merinci level dukungan manajemen. Beberapa perusahaan
menetapkan besarnya persentasi laba yang diperoleh untuk
disumbangkan pada program-program sosial.
19
3.
Seorang eksekutif harus diberi tanggung jawab atas agenda
perusahaan. Entah peranan itu diciptakan sebagai pekerjaan
terpisah atau ditambahkan ke pekerjaan yang telah ada,
eksekutif yang terpilih harus memonitor program itu dan
menjamin agar implementasinya konsisten dengan kebijakan
dan rencana strategis perusahaan.
4.
Organisasi harus melaksanakan audit sosial: analisis sistematis
mengenai keberhasilan perusahaan menggunakan dana yang
telah
ditetapkan
untuk
tujuan
tanggung
jawab
sosial.
Perusahaan yang di dalam rencana strategisnya menetapkan
pengeluaran $100.000 untuk melatih 200 penganggur kelas
berat dan mempekerjakan 180 dari mereka. Jika pada akhir
tahun perusahaan tersebut mengeluarkan $98.000, melatih 210
orang, dan mempekerjakan 175 orang, audit sosial akan
menyatakan program tersebut berhasil. Tetapi apabila program
tersebut memerlukan biaya $150.000, hanya melatih 90 orang,
dan hanya mempekerjakan 10 orang dari mereka, audit akan
memperlihatkan kegagalan program tersebut. Kegagalan harus
mengarah pada tinjauan ulang atas strategi, implementasi dan
prioritas program tersebut. Strategi CSR yang baik harus
mengidentifikasi arah
keseluruhan
yang
dituju
dengan
dijalankannya aktivitas CSR. Kemudian melakukan pendekatan
mendasar guna melanjutkan aktivitas. Selanjutnya menentukan
20
area prioritas yang spesifik. Dan terakhir merumuskan langkahlangkah selanjutnyayang segera ditempuh. Strategi CSR
membantu perusahaan memastikan bahwa perusahaan secara
berkesinambungan membangun, memelihara, dan memperkuat
identitas dan pasar yang dimilikinya.
2.1.8 Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
2.1.8.1
Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
“Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:329) akuntansi
pertanggungjawaban sosial berarti proses identifikasi,
mengukur, dan melaporkan hubungan antara bisnis dan
lingkungannya. Lingkungan bisnis meliputi sumber daya
alam, komunitas dimana bisnis tersebut beroperasi, orangorang
yang
dipekerjakan,
pelanggan,
pesaing,
da
perusahaan serta kelompok lain yang berurusan dengan
bisnis tersebut. Proses pelaporan dapat bersifat internal
maupun eksternal”.
“Definisi akuntansi pertanggungjawaban sosial
menurut Belkaoui yang dikutip oleh lutfiana (2006) adalah
sebagai berikut : Proses pengurutan, pengukuran dan
pengungkapan pengaruh yang kuat dari pertukaran antara
suatu perusahaan dengan lingkungan sosialnya”. Pertukaran
antara perusahaan dan masyarakat, pada dasarnya terdiri
dari penggunaan sumber-sumber sosial. Apabila aktivitas
21
perusahaan menyebabkan bertambahnya sumber sosial,
maka hasilnya adalah berupa faidah sosial.
2.1.8.2
Pengungkapan dalam Laporan Tahunan
Parker dalam Indira (2005) berpendapat bahwa
akuntansi sosial mempunyai 3 tujuan Pentimg:
1. Memberikan gambaran yang komprehensif mengenai
perusahaan (organisasi) beserta Sumber daya yang
dimiliki.
2. Memberikan batasan terhadp perilaku perusahaan yang
tidak bertanggungjawab secara sosial.
3. Memberikan motivasi positif bagi perusahaan untuk
berperilaku sesuai dengan tata cara sosial.
Setiap unit/pelaku ekonomi selain berusaha untuk
kepentingan pemegang saham dan mengkonsentrasikan diri
pada pencapaian laba juga mempunyai tanggung jawab
sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan
tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) Paragraf
kesembilan:
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan
seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan
nilai tambah (value added statement), khususnya bagi
industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup
memegang peranan penting dan bagi industri yang
menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna
laporan yang memegang peranan penting”.
22
Pengungkapan
perusahaan
unaudited
sosial
umumnya
(belum
yang
bersifat
diaudit),
dan
dilakukan
voluntary
oleh
(sukarela),
unregulated
(tidak
dipengaruhi oleh peraturan tertentu).
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai informasi
sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan dari
perusahaan-perusahaan
diuraikan oleh Ikhsan dan Ishak
(2005: 342-343) dalam tabel-tabel berikut:
Tabel 2.1
Pengungkapan sosial tema konsumen
NO
Pos pengungkapa Aspek Sosial
1
Mutu atau kualitas produk
2.
Penghargaan kualitas (sertifikasi kualitas, halal,dll)
3.
Kepuasan konsumen
4.
Masalah komputer (Y2K)
5.
Iklan yang terlalu mengeksploitasi dan membohongi
konsumen
6.
Spesifikasi produk, umur produk, dan masa berlaku
produk
Sumber: Ikhsan dan Ishak (2005: 342-343)
23
Tabel 2.2
Pengungkapan sosial tema masyarakat
NO
1
Pos pengungkapa Aspek Sosial
Dukungan
terhadap
kegiatan
sosial
budaya
(pameran, pagelaran seni dan lain-lain)
2.
Dukungan terhadap kegiatan olahraga ( termasuk
menjadi sponsor)
3.
Dukungan terhadap dunia anak (pendidikan)
4.
Partisipasi terhadap kegiatan di sekitar kantor atau
pabrik (perayaan hari besar)
5.
Dukungan terhadap lembaga kerohanian ( Dewan
Masjid Baziz)
6.
Dukungan terhadap lembaga pendidikan ( termasuk
beasiswa, kesempatan magang, dan kesempatan
riset)
7.
Dukungan terhadap lembaga sosial lainnya.
8.
Fasilitas sosial dan fasilitas umum
9.
Prioritas lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar
Sumber: Ikhsan dan Ishak (2005: 342-343)
24
Tabel 2.3
Pengungkapan sosial tema tenaga kerja
NO
Pos pengungkapa Aspek Sosial
1
Jumlah tenaga kerja
2.
Keselamatan
kerja
(kebijakan
dan
fasilitas
keselamatan kerja).
3.
Kesehatan (termasuk fasilitas dokter dan poliklinik
perusahaan)
4.
Koperasi karyawan
5.
Gaji atau upah
6.
Tunjangan dan kesejahteraan lain
7.
Pendidikan dan pelatihan
8.
Kesetaraan gender dalam kesempatan kerja dan
karier
9
Fasilitas peribadatan
10
Cuti karyawan
11
Pensiun
12
Kesempatan kerja bersama (KKB) dan serikat
pekerja
13
Tingkat
perputaran
pekerja
(pengurangan
perekrutan)
Sumber: Ikhsan dan Ishak (2005: 342-343)
dan
25
Sedangkan menurut Glouter dalam Nurlela dan
Islahuddin (2000) menyebutkan tema-tema yang termasuk
dalam wacana Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial adalah:
1. Kemasyarakatan
Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti
oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan
kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan
aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan
Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada
orang-orang dalam perusahaan tersebut.
Aktivitas
tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan
tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya.
3. Produk dan Konsumen
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau
jasa,
antara
kepuasan
lain
keguanaan
pelanggan,
durability,
kejujuran
pelayanan,
dalam
iklan,
kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
4. Lingkungan Hidup
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi,
yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan
operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan
26
lingkungan akibat pemprosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam.
2.1.8.3
Pengukuran dan Pelaporan Akuntansi Pertanggungjawaban
Sosial
Menurut Glautier dan Underdown dalam Nurlela
dan Islahuddin (2000) ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan untuk
pedoman
pengukuran
dalam
pelaporan akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu :
1.
Pendekatan
Deskriptif
(
the
descriptive
approach)Pendekatan deskriptif dipandang sebagai
pendekatan yang umum digunakan. Dalam laporan
sosial
deskriptif,
informasi
mengenai
semua
aktivitas sosial perusahaan dilaporkan dalam bentuk
uraian (deskriptif). Jadi pada pendekatan ini,
aktifitas-aktifitas
sosial
perusahaan
dalam
pelaporannya tidak dikuantifikasikan dalam satuan
uang.
2.
Pendekatan biaya yang dikeluarkan (the cost of
outlay approach)Pendekatan biaya yang dikeluarkan
menggambarkan semua aktivitas-aktivitas sosial
perusahaan dikuantifikasikan dalam satuan uang dan
menjadi hal yang sebaliknya dari pendekatan
deskriptif. Sehingga laporan yang dihasilkan oleh
27
pendekatan biaya yang dikeluarkan mempunyai
kemampuan untuk diperbandingkan antara laporan
suatu tahun tertentu, dengan laporan tahun yang lain.
Sedangkan kelemahannya adalah tidak disajikannya
manfaat yang diperoleh sehubungan dengan telah
dikeluarkannya biaya untuk suatu kegiatan.
3.
Pendekatan
approach)
biaya
manfaat
Pendekatan
(the
cost
biaya
benefit
manfaat
mengungkapkan baik biaya maupun manfaat dari
aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Pendekatan
biaya manfaat mungkin merupakan pendekatan yang
paling ideal. Namun, dalam kenyatannya sulit untuk
menerapkannya, antara lain karena tidak adanya alat
ukur manfaat dari yang dihasilkan atas biaya yang
telah dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas sosial
perusahaan
Bentuk laporan tanggung jawab sosial sampai saat
ini belum ada yang baku. Di Amerika, yang merupakan
kiblat akuntansi di negara kita, praktek pelaporannya masih
dilaksanakan dengan tidak seragam antara satu perusahaan
dengan yang lainnya. Ada yang hanya menyajikan
informasi sosial yang bersifat kualitatif sebagai catatan kaki
atau
keterangan
tambahan
pada
penjelasan
laporan
28
keuangan. Ada yang menjalankannya dengan sederhana dan
ada yang menjalankannya dengan kompleks.
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Esi lutfiana (2006) adalah tentang
Peranan Perilaku Sosial PT ”X” sebagai bentuk pertangungjawaban sosial
perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam penelitian tersebut
menggunakan pendekatan deskriptif dan juga pendekatan biaya, yang
menggabarkan semua pengeluran dalam satuan uang untuk setiap
kegiatan yang dilakukan perusahaan. Hasil analisanya adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.4
Proporsi Biaya Sosial terhadap Penjualan Bersih
2003
2004
Penjualan Bersih
585.128.500.000
895.270.861.000
Biaya Sosial
1.245.122.629
1.428.911.262
Proporsi
0,21
0,16
Sumber : Data Penelitian Sebelumnya (2006)
prosentase
kenaikan
34,64
12,86
0,05
Dari tabel 2.4 tampak bahwa pada tahun 2003 penjualan bersih
perusahaan sebesar Rp. 585.128.500.000 sedangkan biaya sosial yang
dialokasikan adalah Rp. 1.245.122.629
atau 0,21 % dari penjualan
bersih. Sedangkan di tahun 2004 penjualan bersih mengalami kenaikan
yang cukup tajam menjadi sebesar Rp, 895.270.861.000,00 atau
mengalami kenaikan sebesar 34,64 % dari tahun sebelumnya sehingga
alokasi biaya sosialpun mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp.
1.428.911.262,00 atau mengalami kenaikan sebesar 12,86 % dari tahun
29
sebelumnya. Sehingga proporsi biaya sosial ditinjau dari jumlah
pengeluarannya mengalami kenaikan sebesar Rp. 183.788.633,00 namun
jika dilihat dari prosentase proporsinya biaya sosial mengalami
penurunan sebesar 0,05 % dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 0,16%.
2.3 Kerangka Penelitian
Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan
memfokuskan perhatian kepada Bumi/ lingkungan (Planet), dan Manusia
(People). Dengan Lebih banyak memberikan perhatian kepada lingkungan
sekitar, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian
lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam
jangka panjang. Perusahaan juga ikut mengambil bagian dalam aktivitas
manajemen bencana, manajemen bencana di sini bukan hanya sekedar
memberikan bantuan kepada korban bencana , namun juga berpartisipasi
dalam usaha mencegah terjadinya bencana, serta mengurangi dampak
bencana melalui usaha-usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan
untuk meminamalisir bencana.
Perhatian terhadap manusia dapat dilakukan dengan cara
melakukan aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang
dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki diberbagai bidang.
Kompetensi yang meningkat ini pada gilirannya diharapkan dapat mampu
dimanfaatkan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat.
30
Gambar 2.1
Kerangka pemikiran
Karyawan
People
Masyarakat
CSR
Planet
Lingkungan
Peningkatan
kompetensi
masyarakat dan
kesejahteraan
masyarakat
sekitar
Pelestarian
lingkungan
Laporan
biaya
sosial
Download