BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Studi ini bermaksud untuk mengungkap relasi aktor dari kebijakan dana CSR PT TI AQUA Danone yang dilakukan tiga kekuatan yaitu pemerintah desa, masyarakat dan perusahaan. Tujuannya, ingin melacak relasi aktor dalam kebijakan dana CSR pada praktik CSR PT TIA AQUA Danone, termasuk implementasi hasil dari relasi aktor dalam kebijakan dana CSR. Dalam studi ini kekuatan negara dalam praktik pelaksana politik, budaya, sosial dan ekonomi tidak dilihat secara level besar, namun dalam lingkup level lokal yakni Pemerintah Desa untuk dianalisis. Berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang sebagian besar pemerintah pusat mempunyai peran langsung dalam intervensi CSR perusahaan, Pemerintah Kabupaten Klaten secara peran hanya sedikit karena letak sumber daya air berada di lingkungan Desa. Pemerintah Desa Ponggok merasa memiliki sumber daya air karena posisi letaknya berada di Desa dan merupakan tanah kas desa. Dampaknya, aktor negara (level makro : pemerintah kabupaten dan provinsi) menjadi aktor yang memiliki peran sedikit. Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi kurang mempunyai pengaruh dalam praktek politik lokal yang berkaitan kebijakan dana CSR dibandingan aktor pemerintah desa, masyarakat dan perusahaan. Sejak adanya reformasi, politik lokal mulai berkembang sehingga membawa pengaruh demokratisasi di tingkat lokal. Dalam politik lokal mulai 1 tumbuh korporasi multinasional yang mudah masuk ke daerah-daerah di Indonesia. Munculnya perusahaan multinasional mendapat respon dari negara level lokal yaitu pemerintah daerah dan pemerintah Desa. Pada satu sisi perusahaan memberikan keuntungan, disisi lain memunculkan pro kontra di kalangan berbagai aktor. Perusahaan memberikan dana CSR sebagai kewajiban perusahaan untuk masyarakat sekitar. Dibalik kebijakan dana CSR ada masyarakat, perusahaan dan Pemerintah Desa dalam melakukan keputusan dana CSR. Dalam kebijakan dana CSR ada proses tarik menarik kepentingan masing-masing aktor. Studi ini bermaksud untuk melihat bagaimana relasi aktor dalam kebijakan dana CSR yang dilakukan Pemerintah Desa Ponggok, perusahaan dan masyarakat. Kemudian melihat keberhasilan implementasi dari hasil relasi aktor dalam kebijakan dana CSR. Memang CSR memiliki tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines yang dikenal sebagai 3P (People, Profit, Planet) yaitu kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) agar keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan. Profit disini merupakan perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. People merupakan dimana perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang 2 berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat. Plannet, dimana perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keberagaman hayati. CSR perusahaan diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat sekitar perusahaan. Selama ini program yang berjalan dalam CSR Aqua meliputi kompetisi sepakbola, pendidikan, kesehatan, penghijauan dan sebagainya. Permasalahan mulai muncul semenjak adanya program CSR hanya identik dengan fisik yang mengajukan masyarakat dan disetujui Kepala Desa. Namun masyarakat tidak mengeluh karena masyarakat kurang mengetahui dana CSR. Implementasi program dari hasil formulasi kebijakan CSR identik dengan fisik saja. Program berbagai bidang tidak merata sehingga masyarakat mengalami mobilisasi. Kepentingan elite muncul dengan adanya kekuasaan dalam menentukan formulasi kebijakan dana CSR. Masyarakat hanya mengikuti formulasi kebijakan dan program CSR saja. Masyarakat hanya mengikuti bos lokal, dimana kelahiran bos lokal ada karena pasar (perusahaan). Dana CSR mulai digulirkan untuk masyarakat agar tidak terjadi konflik. Namun kondisi riil di sekitar perusahaan PT Tirta Investama Danone (AquaDanone) dalam melakukan program CSR hanya meliputi program fisik saja. Selama ini CSR PT TI Aqua danone hanya memberikan program CSR berupa pengajuan proposal dari masyarakat yang ditandatangani pihak Pemerintah Desa Ponggok. Selama ini PT TI Aqua Danone Klaten tidak memberi tahu jumlah dana CSR yang diberikan Desa. 3 Walaupun program CSR sudah diterapkan pada masyarakat sekitar perusahaan namun kesejahteraan masyarakat belum memadai. Besarnya biaya CSR untuk masyarakat dan pemerintah belum bisa dikatakan cukup, hal ini terbukti dengan adanya beberapa pelayanan publik masih terbatas dan terjadi kemiskinan terselubung . Selama ini pemutusan program CSR hanya identik dari keputusan perusahaan. Maka perlu melihat relasi kebijakan dana CSR antara masyarakat, perusahaan dan Pemerintah Desa Ponggok, Polanharjo, Klaten. Pembuatan program hanya melalui pemberian dana dari perusahaan yang diberikan pemerintah desa tanpa melibatkan masyarakat. Dengan adanya CSR maka brand produk dan citra perusahaan akan naik karena legitimasi muncul dari masyarakat dan negara. Corporate Social Responsibility sebagai co-produksi untuk berdampingan dengan negara hanya dipraktekan untuk mencari keuntungan saja. Gambaran diatas identik apa yang dijelaskan Friedman (1970)’ in fact does not dispute the validity of such actions, but rather says that they are not CSR at all when carried out for reasons of self-interest, but merely profit-maximisation’. Gagasan Firman ini menjelaskan bahwa perusahaan hanya ingin mencari keuntungan maksimal. Bahkan dalam posisi Perusahaan membangun keuntungan dengan cara apapun. Pemerintah Desa digunakan untuk menjalankan CSR. Bahkan elite di pusaran Pemerintah Desa mengatur masyarakat demi keuntungan pribadi. Terjadi kelahiran bossism karena adanya pasar yang mendukung kebijakannya. Dalam praktek relasi kebijakan dana CSR, ternyata governance tidak terwujud tanpa adanya patronase. Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada 4 kombinasi teori antara governance dan patronase untuk menjelaskan relasi tiga aktor tersebut. Potensi kekuasaan (potensial power ) merujuk pada sumber daya dan sarana pengaruh yang masih belum dimanfaatkan atau dengan kata lain, belum pernah dipakai sama sekali. Sumber daya ini adalah potensi kekuasaan karena keberadaan sumber daya ini di tangan seorang pelaku akan mengimplikasikan adanya kemampuan (yaitu kemampuan yang asimetris tidak seimbang jika dibandingkan dengan pelaku-pelaku pasar lainnya) untuk menimbulkan kerugian bagi orang lain atau membatasi keuntungan yang bisa didapatkan orang lain. Sehingga ketimpangan CSR merupakan salah satu wujud respon terhadap kepentingan perusahaan yang cenderung hanya mengejar keuntungan bagi perusahaan tersebut dan terkadang mengabaikan elemen pendukung yang ada di sekitarnya seperti lingkungan masyarakat dan alam sekitar kawasan perusahaan yang terkena dampak negatif dari keberadaan perusahaan tersebut. Namun saat ini perusahaan cukup berlindung dibalik kekuasaan oknum-oknum tertentu saja untuk menghindar dari tuntutan masyarakat. Selama ini relasi aktor dalam kebijakan dana CSR yang melibatkan masyarakat kurang, karena adanya kebijakan yang berasal dari pengajuan proposal masyarakat ke perusahaan dengan tanda tangan Pemerintah Desa. Saat ini belum ada aturan jelas dari negara mengenai persentase dana CSR yang diwajibkan untuk perusahaan dan belum terdapat aturan jelas pelaksanaan CSR. Akhirnya masyarakat hanya terkena mobilisasi dan miskin. Ekonomi yang memberikan peluang tak terbatas pada perusahaan-perusahaan besar untuk 5 melakukan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam. Pemerintah Desa berposisi kuat dalam melindungi perusahaan dan masyarakat hanya tunduk karena adanya pembangunan di Desa Ponggok. Namun dalam relasi kebijakan melibatkan aktor (Wibawa,2009) mengemukakan pembuatan kebijakan selain merupakan perjuangan politik dapat dipandang sebagai persoalan pemilihan alternatif. Dalam pembuatan kebijakan melibatkan berbagai aktor dan karena setiap aktor mengusulkan kebijakan yang berusaha memenuhi atau memuaskan kepentingannya, maka kebijakan yang pada akhirnya dibuat adalah satu diantara semua usulan kebijakan dari para aktor tersebut. Dalam relasi yang ditujukan teori governance dan CSR belum mampu menjelaskan relasikebijakan dana CSR, implementasi hasil kebijakan CSR maka peneliti ingin menjelaskan dengan kombinasi teori patronase. Dari studi-studi sebelumnya belum ada yang dapat mewakili ataupun berfokus pada relasi aktor dalam kebijakan dana CSR PT TIA Aqua Danone Klaten. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis melihat relasiaktor dalam kebijakan dana CSR AQUA di Desa Ponggok Klaten. B. Rumusan Masalah : 1. Bagaimana relasi antara perusahaan, pemerintah desa dan masyarakat pada penganggaran CSR PT TIA Danone Klaten di Desa Ponggok ? 2. Apa dampak CSR PT TIA Danone Klaten terhadap Perusahaan, Pemerintah Desa, dan Masyarakat ? 6 C. Tujuan Penelitian Studi ini bertujuan untuk menjelaskan relasi aktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Penganggaran CSR Aqua tidak sesuai proses bahwa masyarakat dan stakeholder yang berkaitan tidak memiliki peran dalam formulasi kebijakan. Studi ini ingin melacak relasiaktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Selain itu, studi ini bertujuan melengkapi studi – studi mengenai CSR yang selama ini hanya fokus pada studi peran multistakeholder, evaluasi program, bentuk program, mapping program. Hasil tesis yang penulis bayangkan yakni bahwa relasiaktor dalam penganggaran dana CSR bahwa governance tidak akan berhasil diwujudkan tanpa adanya patronase. Keduanya sangat berkaitan dalam relasi penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Patronase terjadi dalam relasi penganggaran dana csr. D. Manfaat Penelitian Studi tentang CSR perusahaan telah banyak dilakukan sebelumnya. Namun, disini penulis berharap penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui lebih dalam bahwa teori governance tidak mampu menjelaskan kejadian yang menerangkan relasi penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten, perlu adanya kombinasi dengan teori patronase. 7 E. Review Literatur a. Keterlibatan Negara terhadap CSR Keterlibatan Negara dalam program CSR masih terdapat dua aliran yang menegaskan terkait campur tangan pemerintah pada masalah CSR yang dilakukan perusahaan. Aliran pertama, kelompok ahli yang menolak campur tangan pemerintah dalam program CSR. Aliran ini beranggapan campur tangan pemerintah tidak dibutuhkan dalam pengembangan CSR karena adanya campur tangan pemerintah yang dianggap akan menganggu kepentingan bisnis perusahaan. Sementara aliran yang kedua adalah merupakan kelompok yang mendorong campur tangan pemerintah dalam program CSR. Hal ini disebabkan realitas operasionalisasi perusahaan banyak mengakibatkan dampak negative bagi masyarakat dan ligkungan. Oleh karena itu, pemerintah harus ikut campur tangan agar kepentingan masyarakat dan perusahaan dapat berjalan bersama. Argumentasi aliran pertama menurut Levitt bahwa perusahaan harus peduli dengan meningkatkan poduksi dan meningkatkan keuntungan dengan tetap mematuhi aturan main, termasuk bertinda jujur dan dengan itikad baik, dan bahwa masalah social harus dibiarkan karena menjadi tugas Negara untuk mengatasi. (Castelo,2007). Dipertegas Friedman bahwa manejer perusahaan adalah agen utama pemegang saham mereka memiliki tanggung jawab untuk melakukan bisnis sesuai dengan minat mereka. Kepentingan utama perusahaan adalah untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin dan memaksimalkan kekayaan mereka. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan dan oleh karena itu keuntungan milik mereka membebani manajer untuk mencapai tujuan tanggung jawab social 8 mungkin tidak etis, karena sama saja mendorong manajer untuk menghabiskan uang itu untuk terlibat dalam kegiatan tanggung jawab social dianggap berbahaya bagi pondasi masyarakat. Masalah social harus dibiarkan karena Negara yang berkewajiban mengatasinya. Selama ini Negara yang selalu menjadi actor yang bertanggung jawab dalam segala hal tanpa melihat actor lain yang sebenarnya mempunyai hak dan kapasitas. Berbeda dengan aliran kedua, bahwa Negara mempunyai peran dalam CSR. Perkembangan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat terkait dengan beroperasinya perusahaan-perusahaan besar, khusunya perusahaan transnasional (TNC) di banyak Negara berkembang yang dalam beroperasinya sering menimbulkan persoalan-persoalan lingkungan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Situasinya dan kondisi konfliktual antara perusahaan dan masyarakat akhirnya pada tahun 1990-an, pengacara Public Interest di Amerika Serikat mengambil posisi mewakili korban di berbagai Negara berkembang atas tuduhan perusahaan multinasional melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Pergeseran paradigma pembangunan dari stated centered ke multi-centered juga sedang berkembang cukup kuat. Paradigma pembangunan yang didasarkan pada multycentered menempatkan pemerintah bukan satu-satunya pelaku pembangunan meskipun Negara tetap bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan. Perusahaan atau pelaku bisnis harus ambil bagian dalam peningkatan kualitas hidup komunitas sebagai tanggung jawab social perusahaan, disamping itu warga harus berperan aktif sesuai dengan potensi yang dimiliki. Argumentasinya bahwa 9 relasiaktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten akan terwujud governance bila patronase bekerja. b. Penelitian tentang CSR Terdapat beberapa orang melakukan studi penelitian tentang CSR. Berbagai kajian penelitian mengenai CSR dari dalam negeri maupun luar negeri seperti penjelasan literature review di bawah ini yang menganalisis CSR dari berbagai multidisiplin ilmu. Wijanarko (2006) dalam penelitian CSR Unilever, studi di Jakarta mengatakan bahwa nature dari perusahaan terutama multinasional corporations hanya mencari keuntungan maksimal sehingga banyak mendapat kritik. Wijanarko melihat mengapa Unilever mau melakukan CSR dan apa keuntungan dari perusahaan tersebut. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa CSR sebagai bentuk kepeduliaan perusahaan terhadap lingkungan internal dan eksternal perusahaan dengan melibatkan stakeholder melalui berbagai program kerja. Program dijalankan dalam rangka meningkatkan kualitas social dan ekonomi stakeholder serta menjaga kelestarian lingkungan selama menjalankan aktivitas bisnis. Semua program tersebut dilakukan demi keberlanjutan kegiatan usaha perusahaan. Kelebihan penelitian Wijanarko mampu menjelaskan secara jelas tentang keuntungan perusahaan dalam melakukan CSR misalnya meningkatkan penjualan dan branding perusahaan. Namun kelemahan dari penelitian Wijanarko tidak menjelaskan keuntungan dan kerugian yang diperoleh masyarakat dari program CSR. 10 Erwansyah (2006) menjelaskan bahwa eksistensi PT Newmont Nusa Tenggara di Desa Tongo Sumbawa Barat memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Dijelaskan bahwa proses pembuangan tailing ke dalam laut telah menganggu habitat dan populasinya ikan laut. Pengaruh pertambangan menelantarkan jenis fauna seperti monyet dan rusa, dan populasinya makin berkurang banyak yang keluar memasuki lahan pertanian penduduk karena habitat mereka telah rusak. Terhadap lingkungan masyarakat disimpulkan banyak pergeseran penduduk local oleh kaum pendatang. Masyarakat local yang tidak berkepentingan tersisihkan dan telah tercipta kesenjangan social ekonomi masyarakat. Beberapa bantuan yang diberikan Newmont terhadap masyarakat masih belum maksimal. Komitmen tanggung jawab social Newmont perlu ditingkatkan terutama untuk kearifan lingkungan dan social masyarakat. Kelebihan dari penelitian Erwansyah adalah mampu menganalisis dampak negatif yang dialami masyarakat dalam hal bidang lingkungan, kesenjangan bidang ekonomi akibat CSR timpang. Dalam penelitian ini terdapat kelemahan karena peneliti tidak menjelaskan dampak dari ketimpangan ini, dan hubungan antara masyarakat dengan perusahaan. Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian saya bahwa akan memberikan informasi mengenai kesenjangan ekonomi dan lingkungan dampak dari CSR. Dini Suryani (2009) penelitian yang berjudul “The Politics of corporate social responsibility” yang membahas pada hubungan relasi multistakeholder dalam bekerjasama melalui sebuah forum multistakeholder dalam satu wilayah kawasan industry di Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan di Kalimantan 11 Timur. Kelebihan penelitian ini adalah mampu menganalisis peran relasi yang mana mempermudah kerjasama stakeholder dalam menjalankan program. Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak ada analisis dinamika relasi yang berdampak positif maupun negative bagi stakeholder. Dalam perkembangan saat ini ternyata wadah stakeholder ini berhenti karena adanya pendanaan yang berhenti dan konflik yang terjadi. Penelitian ini lebih melihatkan stratei kesinambungan antara perusahaan, Negara, dan masyarakat dengan suatu organisasi. Jika dikaitkan dengan studi penelitian CSR yang akan saya teliti, penelitian ini belum menjelaskan keadaan posisi Negara dan masyarakat dalam berelasi untuk menegoisasikan dan konstestasi. Ada juga penelitian yang melihat mengenai konstelasi stakeholder yang terjadi sehingga dapat menemukan titik terang memahami logika dari setiap tindakan yang diambil masing-masing stakeholder dalam penelitian Ginanjar Tamimy (2007) dalam judul “Kemiskinan yang tak tersentuh studi tentang dinamika pelaksanaan CSR pada daerah terdekat perusahaan besar di Bontang Kalimantan Timur.” Kelebihan penelitian ini mampu menganalisis tindakan maupun cara yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan CSR dalam memperoleh keuntungan. Kelemahan dari penelitian ini, tidak ada relasi antara perusahaan dan masyarakat dalam mengatasi kemiskinan. Sedangkan dalam penelitian Titi Hidayatun (2004) “Investasi Social : menyikapi motivasi di balik implementasi CSR studi tentang implementasi CSR PT Astra International Tbk” yang menjelaskan bahwa ada program yang tidak berhasil memberikan konstribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat 12 sekitar. Kelebihan dari penelitian ini melihat motivasi perusahaan dalam menjalankan CSR untuk meningkatkan branding perusahaan dan adanya aturan dari Negara. Kelemahan penelitian ini tidak ada penjelasan alasan implementasi program yang tidak berhasil dilakukan dalam masyarakat. Sedangkan ada penelitian Reni Shintasari dkk (2007) yang berjudul “Persepsi masyarakat kelurahan donan terhadap program CSR PT Pertamina Cilacap” yang berfokus pada persepsi masyarakat terhadap program. Penelitian ini melihat pengukuran dari sudut pandang masyarakat tentang keberhasilan pogram CSR Pertamina. Kelebihan dalam penelitian ini ada pengukuran nilai persepsi berdasarkan indicator motivasi masyarakat, interaksi social dan evaluasi program. Kelemahan dalam penelitian ini adalah data deskripsi kurang detail dalam mengungkap secara jelas karena penelitian ini menggunakan alat penelitiannya dengan survey. Sedangkan ada penelitian tesis Wijaya Laksana (2002) yang berjudul “Implementasi CSR dalam membentuk reputasi perusahaan pupuk Kaltim”, yang berfokus pada implementasi CSR. Penelitian ini melihat implementasi pelaksanaan CSR perusahaan akan menghasilkan image perusahaan pada masyarakat sehingga proses implementasi tidak diperhatikan dalam komunikasi aktor. Kelebihan dalam penelitian ini ada mengukur reputasi perusahaan dengan implementasi yang dilakukan perusahaan. Namun kekurangan dari penelitian ini proses implementasi dan relasi antar aktor belum dijelaskan dalam penelitian ini.1 1 Wijaya laksana, 2002, Implementasi CSR dalam membentuk reputasi perusahaan PT Pupuk Kaltim, Tesis manajemen Komunikasi UI 13 Kajian relasi aktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten belum ada. Selama ini penelitian yang ada hanya focus kajian CSR yang selama ini ada di Indonesia dan luar negeri yakni misalnya evaluasi CSR, motivasi perusahaan dalam melakukan CSR, dampak CSR, ketimpangan CSR, relasi stakeholder dalam pelaksanaan CSR. Dari penelitian yang sudah ada terdapat celah yang perlu untuk dilakukan penelitian yakni berkaitan tentang penekanan relasisecara prinsip governance dalam penganggaran dana CSR. Dari penelitian ini akan melihat relasi apa yang akan terbentuk dan seperti apa implementasi hasil penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. F. Kerangka Konseptual Dari berbagai kajian literatur yang telah ada, maka studi ini ingin mencari celah kosong pengetahuan yang belum tergali dengan membaca relasi aktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Dalam menjawab riset question diperlukan kombinasi teori governance, CSR, dan patronase. Riset ini dimaknai sebagai sebuah relasiaktor yang dalam penggunaan perangkat proposisi relasi. Kedua, studi ini akan melihat implementasi hasil relasi aktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Relasi dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone akan dijelaskan dalam teori governance dan patronase. Pada level selanjutnya melihat dampak implementasi penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Teori governance dan patronase akan mampu menjelaskan temuan riset tentang relasi penganggaran dana CSR PT TI Aqua danone Klaten. 14 a. Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility dalam istilah di Indonesia sering disebut Tanggung Jawab Sosial. Konsep CSR sudah lama dikenalkan Howard R Bowen dengan judul Social Responsibility of the Businessman. Secara substansif isu CSR mengacu pada kewajiban pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaannya beroperasi. Dengan kata lain Bowen ingin mengatakan bahwa berjalannya perusahaan seimbang dengan masyarakat sekitar. Terkait dengan momentum pebisnis terhadap CSR, Yanti Koestoer Executive director of Indonesia business Links (IBL) (Yanti, 2007) bahwa krisis ekonomi dan era reformasi telah membawa semangat baru transparansi, demokrasi, dan kesadaran social. Diprakarsai oleh perusahaan multinasional, namun pelaksanaan CSR di Indonesia terkait dengan lingkunganbisnis serta bagaimana warga korporasi terkemuka membangun nilai-nilai internal yang baik untuk menjawab tantangan tersebut. Tanggungjawab sosial perusahaan (TSP) sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal. Secara konseptual tanggung jawab sosial adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Pandangan sosial-ekonomi prioritas utama perusahaan adalah mempertahankan kelangsungan hidupnya sedangkan 15 maksimalisasi keuntungan adalah prioritas kedua. Untuk itu perusahaan harus bersedia menanggung kewajiban sosial dengan meminimalisir polusi, tidak menipu konsumen, dan sebagainya. Sebaliknya perusahaan perlu ikut berpartisipasi dalam usaha perbaikan kondisi sosial dengan berkontribusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini pandangan orang socialekonomi hanya melihat keuntungan dan kemajuan perusahaan saja. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian CSR untuk masyarakat hanya berkaitan yang terdekat dengan aktivitas perusahaan misalnya pengaturan polusi, sedangkan program CSR hanya diminimalisir. Dalam hal ini meminjam istilah Prakhas Sethi tentang konsep CSR ada 3 yakni social obligation, social responsibility dan social responsiveness. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang belum memenuhi penyelenggaraan program CSR hanya sebagai memenuhi aturan saja tanpa memperlihatkan konsep CSR. Artinya, saat ini keberadaan perusahaan masih belum mampu mengadakan pemetaan kebutuhan masyarakat dalam konsep CSR secara partisipatif dan berkelanjutan. Resep-resep yang mempromosikan transformasi peran negara dari penyedia kepada regulator, komersialisasi sumber daya alam dan pelayanan publik dasar serta privatisasi berakibat pada antara lain, hilangnya kedaulatan negara dan rakyat, pengalihan asset kepada kelompok multinasional, serta terjadinya pengalihan tanggungjawab dan peranan penyediaan pelayanan dasar dari sector public (negara ) kepada sector swasta. Bargaining Politik merupakan 16 Politik pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. Ralph Hamann & Paul Kapelus (2004) menyatakan bahwa “it was argued that there are still important gaps between miing compnies CSR activities, on the one hand and accountability and fairness on the other in South Africa, carebusiness partices framed by the countrys colonial and apartheid history have been relatively resistant to socially motivated change, despite the increasing prominence of CSR policies and reports ”. Ralph H and Paul Kapelus melihat adanya kesenjangan terjadi di Afrika antara company dalam menjalankan tanggung jawab social terhadap bisnis pertambangan yang dilakukan. Dalam hal ini, tanggung jawab pada lingkungan dan social masyarakat harus dilakukan secara sukarela dan tidak hanya terfokus pada keberhasilan bisnis. Argumentasinya bahwa ketimpangan akan terjadi antara pelaksanaan CSR dengan peningkatan bisnis pertambangan. Meskipun relasi kuasa ada, namun masyarakat bukanlah obyek pembangunan. Masyarakat memiliki tindakan bargaining dari hasil interaksi social yang bisa dilakukan antar pemerintah, masyarakat, dan perusahaan. Profesor Carrol regards CSR as a multi-layered concept, which can be differented aspects economic, legal, ethical and philanthropic responsibilities : Economic responsibility. Companies have shareholders who demand a reasonable return on their investment, they have employees who want safe and fairly paid jobs, they have customers who demand good quality products at a fair price etc. Legal responsibility. The legal responsibility of corporations demands that 17 businesses abide by the law and play by the rules of the game. Ethical responsibility. These responsibilities oblige corporations to do what is right , just and fair even when they are not complled to do so by the legal framework. Philanthropic responsibility. Lastly, at the tip of the pyramid, the fourth level of CSR looks at the philanthropic responsibilities of corporations. Kotler dan Lee (2005) menyatakan perkembangan dunia bisnis dewasa ini telah membawa pergeseran paradigma dalam memandang CSR. Jika paradigma klasik memandang bahwa CSR sekedar kewajiban yang menjadi salah satu pos pembiayaan, maka paradigma baru memandang bahwa CSR merupakan bagian dari strategi bisnis yang menjadi bentuk investasi social dalam jangka waktu panjang. Artinya bahwa CSR dilihat dari sisi ekonomi bisnis yang mana merupakan salah satu strategi sebuah perusahaan. Negara tidak melakukan fungsinya dalam mengawasi CSR dan strategi bisnis hanya diciptakan untuk mencitraan perusahaan. Campbell (2004) menyatakan perusahaan yang berhubungan langsung dengan lingkungan social cenderung lebih peka terhadap pelaksanaan CSR karena berkaitan dengan ijin social masyarakat, hal ini tentu berbeda dengan perusahaan yang tidak memiliki hubungan langsung dengan lingkungan social, misalnya industri offshare. Perbedaan bidang operasional perusahaan juga akan memberikan tuntutan yang berbeda terhadap pelaksanaan CSR, misalnya perusahaan jasa dan perusahaan ekstraksi SDA. Perusahaan melaksanakan CSR karena memiliki kewajiban moral dan strategis terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar yang selama ini menerima dampak di operasional maupun 18 pelayanan perusahaan. Argumentasinya, bahwa CSR hanya diterapkan sebagai strategi pemasaran dan distribusi tergantung dengan struktur masyarakat yang ada. Operasi perusahaan sangat berkaitan dengan jalannya perusahaan dalam beraktivitas dengan mendapatkan ijin dari masyarakat. b. Interaksi Aktor terhadap CSR Dalam penyelenggaraan Negara, terdapat actor yang penting yakni pemerintah, baik ditingkat nasional maupun local. Dalam mengetahui konsep Negara, beberapa pakar mendefinisikan Negara atau state sebagai bentuk yang sampai dengan saat ini masih terus diperdebatkan dalam ilmu politik (Wibowo,2004). Dalam melihat sejauh mana kepentingan Negara dalam perspektif governance dapat ditelusuri beberapa peran strategis yang diemban oleh Negara/ Pemerintah seperti yang diungkapkan UNDP bahwa : (Wibowo,2004) 1. Menciptakan situasi ekonomi yang kondusif bagi pembangunan yang berkelanjutan. 2. Melindungi warga Negara yang berada pada posisi lemah dan rentan. 3. Meningkatkan efisiensi dan responsivitas pemerintah 4. Memberdayakan masyarakat dan melakukan demokratisasi system politik. 5. Mendesentralisasikan system administrasi pemerintahan. 6. Menghilangkan atau mengurangi kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. 7. Memperkuat integrasi social dan keragaman budaya. 8. Melindungi lingkungan 9. Mempromosikan kesetaraan Gender 19 Dengan mengacu terhadap peran pemerintah dalam pelaksanaan CSR maka pemerintah mempunyi peran penting dalam CSR. Pemerintah mempunyai fungsi dalam mengelola kekuasaannya dalam mengatur hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Oleh karena itu interaksi social antara pemerintah dan masyarakat sangat berpengaru dalam membangun kuasa. Hal ini juga dipertegas dengan argument dari Gillin terkait dengan interaksi social yang dibangun Negara dan masyarakat, yakni proses assosiatif yang terbagi kedalam tiga bentuk yakni co-operation, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Proses assosiatif ini terjadi ketika antara pihak actor Negara dan masyarakat mengalami kesepakatan yang bertujuan mempunyai kepentingan – kepentingan melalui kerjasama.(Gillin dan Gillin, 2007). Bentuk kerjasama sebagai berikut adanya kerukunan yang mencangkup gotong-royong dan tolong menolong, bargaining yaitu sebagai pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. Actor juga melakukan kerjasama yang menerima unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi bersangkutan (kooptasi). Argumentasinya bahwa kerjasama diperlukan untuk menghindari konflik dari desakan salah satu actor maupun menghambat perkembangan aktor. Antar actor juga akan mengalami kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama (koalisi) namun dalam dinamika kerjasama tidak selalu stabil. Dalam proses interaksi social antara tiga actor yakni perusahaan, Negara dan masyarakat, pertentangan yang berunjung konflik bisa 20 jadi akan muncul seperti bom waktu. Proses interaksi ini disebut dissosiatif yang berupa pertentangan dan konflik. Artinya proses interaksi social tidak selalu positif. Akomodasi akan muncul dalam mengatasi konflik yang terjadi antara Negara dan masyarakat dengan coercion (salah satu actor mengalami paksaan), compromise (saling mengurangi antar pihak yang terlibat). Dalam perkebangan konflik, ketika Negara dan masyarakat tidak mampu menyelesaikan konflik maka bargaining CSR bisa melalui arbitration, mediation, adjudication. Negara dan masyarakat juga bisa mengalami posisi berhenti (stalemate) karena kekuatan seimbang maupun terdiam untuk memikirkan strategi dalam melakukan pertentangan. Asimilasi juga bergulir dalam pelaksanaan interaksi social sebagai solusi mengurangi perbedaan dalam bargaining CSR. Disini sangat jelas bahwa konsep yang dikemukakan Gilin dan Gillin dalam rangka menjelaskan bervariasinya interaksi social yang dihasilkan actor Negara maupun masyarakat. Dengan demikian interaksi social merupakan bagian proses bargaining politik yang dilakukan Negara dan masyarakat dalam hal CSR. Selama ini pemerintah dalam melaksanakan CSR cenderung lebih mementingkan kepentingan pemerintah tanpa melihat apa yang dibutuhkan masyarakat. Tindakan yang dilakukan masyarakat dalam melakukan interaksi social kadang dibatasi pemerintah dengan aturan yang dibuat. Seperti apa yang dikatakan (Migdal,2001) dimana dia mendefinisikan Negara dengan menggunakan pendekatan baru yang dikembangkannya yaitu state in society approach. Migdal mendefinisikan Negara sebagai : “The state is a field of power marked by the use and threat of violence and shaped by (1) the image of a 21 coherent, controlling organization in a territory, which is a representation of the people bounded by that territory, and (2) the actual practices of its multiple parts. Berdasarkan definisi tersebut, ada dua elemen penting dari Negara, yakni image dan pratices. Image menyimpan persepsi. Seperti yang sudah dikemukakan diatas, image dari Negara adalah dominan, terintegrasi, entitas otonom yang mampu mengontrol teritorialnya, membuat peraturan, baik secara langsung melalui agensi-agensinya atau secara tidak langsung melalui authorized organizations lainnya yang diberi persetujuan oleh Negara untuk membuat peraturan tertentu yang terbatas. Kinerja dari para agensi dan aktor negara tersebut itulah yang akan memperkuat atau memperlemah image akan negara. Dengan kata lain, practices dari negara akan mempengaruhi image terhadap negara itu sendiri. Negara memiliki fungsi dalam kesehariaanya yakni melaksanakan penertiban, menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran daripada rakyatnya, Negara melakukan pertahanana yang berkaitan dengan tujuan nasional suatu Negara, menegakkan keadilan. Namun selama ini posisi masyarakat mengalai penekanan, dengan adanya dinamika dari masyarakat maka interaksi social yang dilakukan masyarakat melalui bargaining membuat perubahan relasi kuasa. Posisi masyarakat memiliki kesempatan yang sama dihadapan negara untuk kesejahteraan dan berpendapat, seperti apa yang dikatakan Chandoke, Schulte Nordholt bahwa pertama adanya pertanggungjawaban negara, kedua keterbukaan atau transparansi. Ketiga pengakuan terhadap hak asasi manusia. dan keempat, inklusivitas. (Kutut, 2005). Argumentasinya, adanya suatu masyarakat yang 22 mempunyai kemandirian dan terbebas dari hegemoni negara, namun tidak berarti state dan civil society harus bertentangan. Yang dituju adalah suatu bentuk keseimbangan antara kekuasaan negara dengan kedaulatan rakyat. Interaksi negara dan masyarakat mengandung dan melahirkan konseptualisasi-konseptuaisasi yang berhubungan dengan wilayah public maupun lapangan politik. Negara, elite serta pergerakan social memproduksi pemahaman atas proses pembuatan kebijakan. Secara umum, interaksi itu terkondisikan oleh struktur kelembagaan politik yang sedang berlangsung. Dalam kata lain, kelembagaan politik tersebut dibangun oleh praktek-praktek yang terasosiasi dengan pertentangan wacana/simbolisme yang diproduksi dan disebarluaskan oleh negara maupun actor-aktor social yang berada didalamnya. c. Governance Governance dapat didefinisikan sebagai “pelaksanaan otoritas politik, ekonomi, dan administrasi untuk mengatur urusan-urusan negara yang memiliki mekanisme, proses, hubungan serta kelembagaan yang kompleks dimana warga negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta menengahi perbedaan yang ada diantara mereka. Governance ini dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu economic governance, political governance, administrative governance dan systemic governance. Governance has become an attractive philosophy and political strategy for three main reasons. First of all, by involving private actors and organized interests in public service delivery activities, goverments (state and subnational) have 23 attempted to maintain their service levels even while under severe budgetary constraints. This has been the case in different areas of public social care as well as within the culture and leisure sectors. Second aspect of governance which explains its increasing popularity in times of budgetary constraints lies in its increasing popularity in times of budgetary constraints lies in its participatory nature, especially the inclusion of private sector actors and management thinking into the public sector. Third factor, related to the legitimacy of public service production and delivery which has come under attack during the economic crisis of the state. Sejauh ini pemahaman para ahli mengenai governance sangat berbeda sehingga apa yang dimaksud dengan governance menjadi sangat kabur. Namun menurut Dwiyanto (2004) ada beberapa dimensi penting dari governance yang sejauh ini mencirikan apa yang disebut dengan governance. Pertama, dari dimensi kelambagaan, governance adalah sebuah sistem administrasi yang melibatkan banyak pelaku (multi-stakeholder), baik dari pemerintah maupun dari luar pemerintah. Dimensi kedua dari governance adalah nilai yang menjadi dasar dalam penggunaan kekuasaan. Dalam sistem pemerintahan yang tradisional, efisiensi dan efektivitas menjadi nilai utama yang ingin diwujudkan. Efisiensi diperlukan sehingga menempati posisi sentral dalam sistem pemerintahan (government). Sementara dalam governance, penggunaan kekuasaan harus didasarkan pada nilai-nilai kebebasan, keadilan sosial, partisipasi dan kemanusiaan. 24 Dimensi ketiga adalah dimensi proses, yang mencoba menjelaskan bagaimana berbagai unsur dan lembaga memberikan respon terhadap berbagai masalah publik yang muncul dilingkungannya. Proses yang dimaksud adalah proses kebijakan untuk merespon masalah-masalah publik yang melibatkan banyak pelaku, pemerintah dan nonpemerintah. Dalam konteks ini, governance dipahami sebagai sebuah proses para pemimpin dan innovator kebijakan dari berbagai lembaga yang ada didalam dan diluar pemerintahan mengembangkan jaringan untuk mengelola proses kebijakan. Sebagai instrument untuk melakukan perbaikan praktek pemerintahan, governance menjadi tidak netral karena kemudian ditambahkan kata good didepannya sehingga menjadi good governance. Bank Dunia mengkonseptualisasikan good governance untuk mengindikasikan cara kekuasaan dan otoritas digunakan bagi pembangunan dalam manajeman sumberdaya sosial dan ekonomi suatu negara. Sejak tahun 1990-an, good governance menjadi mantra Bank Dunia sebagai lembaga donor dalam mengobati negara pasiennya. Tidak ada standar obyektif untuk menentukan good governance. Good governance menjadi “seleksi” bagi syarat pencairan pinjaman oleh Bank Dunia. Ini sebagai alat yang diperlukan untuk melihat komitmen keseriusan negara calon penerima bantuan untuk melakukan reformasi ekonomi dan sosialnya. Good governance ditandai oleh pembuatan kebijakan yang transparan, partisipatifdan dapat diperkirakan, birokrasi yang diilhami etos kerja professional, kekuasaan eksekutif yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya dan masyarakat sipil kuat yang berpartisipasi dalam masalah publik. 25 Menurut Pratikno (2007 :126) dengan bermunculnya actor-aktor yang penting selain pemerintah dalam kehidupan social maka peran pemerintah tidak lagi sedominan sebelumnya. Perkembangan-perkembangan ini juga berimplikasi pada semakin terbukanya negara sebagai arena kontestasi. Dengan semakin terbukanya arena negara ini, secara otomatis negara menjadi semakin bisa diakses oleh siapapun dengan berbagai macam kepentingannya Dalam konteks ini fungsi pemerintah hanyalah mengakomodasi dan menegosiasikan kepentingannya di antara actor-aktor yang lain dengan bertindak sebagai fasilitator dan mediator. Digelidingkannya ide good governance yang menutut ruang partisipasi public, transparansi, rule of law dan akuntabel semakin memaksa negara untuk bersifat terbuka dan inklusi. Dengan keterlibatan berbagai aktor tersebut menjadi pemerintah lebih demokratis dalam merespon tuntutan swasta dan masyarakat. Kini respon yang perlu dilakukan pemerintah adalah bagaimana setiap pembuatan kebijakan berjalan secara transparan dan partisipatif. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan merupakan investasi berharga bagi pembuatan kebijakan yang efektif. Pembuatan kebijakan publik partisipatif dapat memberikan sumbangan bagi ide-ide baru, informasi dan sumberdaya yang relevan dalam pengambilan kebijakan. Dengan kata lain, partisipasi berpotensi meningkatkan kualitas kebijakan yang dihasilkan. Sama pentingnya dengan hal itu adalah pembuatan kebijakan publik partisipatif ikut berkontribusi dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, meningkatkan kualitas demokrasi dan memperkuat kapasitas warga negara. 26 Perkembangan situasi politik serta pemerintahan di Indonesia seiring dengan kencangnya berhembus isu-isu mengenai good governance membuat semakin beratnya tugas pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Masyarakat semakin sadar terhadap kinerja pemerintahan dalam berbagai bidng. Ekspektasi yang tinggi tersebut harus diimbangi dengan berbagai upaya perbaikan system pemerintahan yang selama ini sarat permainan dan tipu-tipu seperti dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah. Selama ini disinyalir banyak terjadi kebocoran yang dialakukan oleh pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah. G. Defenisi Konsep Untuk dapat lebih memberian arahan pada fokus penelitian, perlu dilakukan generalisasi dari sekelompok fenomena yang abstrak secara empirik. Untuk lebih mudah dipahami maka penulis membuat pembatasan dan penegasan defenisi konsep sebagai berikut: 1. Relasi adalah bentuk hubungan dua aktor atau lebih yang berbeda dalam dunia politik maupun lainnya, dimana terjadi hubungan tukar-menukar kepentingan masing-masing dari keduanya. 2. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal. 3. Governance adalah sistem yang melibatkan banyak aktor. Kekuasaan tidak hanya ditangan pemerintah namun pihak swasta, masyarakat juga ikut serta dalam proses kebijakan yang didasari semua partisipasi dan keadilan sosial. 27 4. Pemerintah Desa adalah aparat pemerintahan dalam wilayah desa. 5. Masyarakat Desa Ponggok adalah masyarakat yang berada di ring pertama perusahaan PT TI AQUA, masyarakat yang berada di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten (kelompok tani, kelompok peikanan, karang taruna, PKK, RT/RW, tokoh masyarakat). 6. Perusahaan adalah perusahaan yang menjalankan produksi air dalam kemasan di Desa Ponggok H. Definisi Operasional Dalam rangka melihat bagaimana relasi tiga aktor dalam penganggaran yakni pemerintah desa, perusahaan dan masyarakat sehingga untuk memudahkan proses pengumpulan data, maka defenisi konsep yang ada dioperasionalkan ke dalam indikator-indikator agar mampu menggambarkan dan menjelaskan gejalagejala yang dapat diuji kebenarannya. Adapun operasionalisasi konsep dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Relasi dalam penelitian ini dilihat sebagai pola hubungan yang terjadi antara pemerintah desa Ponggok, PT TI Aqua Danone Klaten dan Masyarakat Desa Ponggok Klaten. Dimana secara praktisnya akan melihat bagaimana tiga aktor tersebut melakukan lobi penganggaran dari pemerintah Desa Ponggok pada perusahaan dan masyarakat. Indikasi relasi dan realitas yang terjadi pada tiga aktor yakni pemerintah desa, perusahaan, dan masyarakat akan dilihat secara detail. Indikasi relasi ini berwujud komunikasi antar aktor yang terjalin dan kerjasama yang 28 dilakukan. Namun relasi juga bisa berwujud konflik akibat penolakan pada suatu keputusan aktor. Selain itu juga melihat bagaimana tiga aktor tersebut melakukan transaksi kepentingan baik kepentingan publik, politik maupun ekonomi. Penelitian ini juga akan melihat dampak implemetansi penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. 2. Corporate Social Responsibility a. jenis program corporate social responsibility b. pola kerjasama pemerintah desa dengan masyarakat c. kepentingan antara pemerintah dan masyarakat d. standarisasi aturan keterlibatan pemerintah desa dan masyarakat dalam CSR 3. Penganggaran dana CSR a. Proses penganggaran dana CSR PT TIA Danone Klaten b. Keterlibatan tiga aktor (Pemerintah Desa, Perusahaan, dan Masyarakat) dalam penganggaran dana CSR I. Kerangka Berpikir Studi ini bermaksud untuk melihat relasi perusahaan, pemerintah Desa Ponggok, dan masyarakat dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Dalam upaya untuk mengungkap bagaimana relasiketiga aktor tersebut dan dampak implementasi CSR PT TI Aqua Danone Klaten pada ketiga aktor yakni Pemerintah Desa, Perusahaan dan Masyarakat . 29 Ketika terjadi relasi perusahaan, pemerintah Desa Ponggok dan masyarakat maka tidak akan terwujud governance tanpa adanya patronase. Relasi tiga aktor ini tidak akan mewujudkan governance. Hal ini akibat governance sepintas terwujud hanya relasi tiga aktor. Namun sebenarnya governance gagal karena patronase masih terjadi kuat. Hal ini menyebabkan terjadi kepentingan elite semata, sedangkan masyarakat hanya dapat merasakan dampaknya sesaat dan termobilisasi oleh elite. Namun teori governnance belum mampu menjawab relasi aktor yang ada di Ponggok. Relasi aktor dalam penganggaran dana CSR muncul kepentingan elite yang mana menggunakan peluang dari kesepatan dari pasar (perusahaan) untuk kepentingannya yakni menjadi bos lokal yang ada di Desa tersebut. Dampaknya akan ada informal economi serta muncul local bos pada daerah tersebut. Namun ketika kedua pihak memiliki keinginan mengurangi berselisih maka akan muncul conciliation dalam mengatasi masalah dan tujuan bersama. Dampak implementasi relasiaktor penganggaran dana CSR PT TI Aqua danone Klaten membawa kelanggengan elit, partisipasi masyarakat lemah, serta konflik. J. Metode Penelitian a. Jenis dan Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif karena metode ini berhubungan erat dengan prosedur, alat serta desain penelitian yang digunakan. Sebuah penelitian dapat memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran secara jelas, sistematis dan faktual mengenai apa yang terjadi di 30 masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, dengan intrinsic case study. Studi kasus dipahami sebagai pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya secara alamiah tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Intrinsic case study digunakan untuk memahami secara lebih baik kasus tertentu. Studi kasus dilakukan peneliti untuk memahami secara intrinsic sebuah fenomena, keteraturan, dan kekhususan kasus. Dilihat dari jumlah atau besaran kasus yang tercakup dalam proses pengkajiannya, penelitian ini menggunakan model analisis kasus tunggal dengan single level analysis, yaitu untuk menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting. Melalui pendekatan ini, dikaji mengenai fenomena relasi masyarakat Desa Ponggok dalam berelasi dengan Perusahaan, Pemerintah Desa Ponggok mengenai penganggaran dana CSR dari PT Tirta investama Danone Unilever. Alasan menggunakan studi kasus, salah satunya adanya keunikan kasus yang ada karena benlum ada kajian menganai relasiaktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone. Pemilihan wilayah dalam penelitian ini karena merupakan salah satu wilayah yang memiliki sumber mata air yang debitnya terbanyak di Asia Tenggara. Periode dalam kasus ini diambil pasca program CSR untuk masyarakat Desa Ponggok Kecamatan Polaharjo yang diberikan pihak perusahaan melalui Desa Ponggok. Penelitian kualitatif ini terfokus pada keinginan untuk mengetahui keragaman dan kekhususan objek studi, dan hasil yang ingin diperoleh adalah menjelaskan keunikan kasus yang dikaji. Alur umum studi kasus pada umumnya 31 meliputi identifikasi kasus, pemilihan dan sampling kasus, kerja lapangan, serta interpretasi dan pemaparan hasil studi dalam bentuk deskriptif. Kasus yang diamati yaitu relasimasyarakat, perusahaan, dan pemerintah Desa Ponggok dalam penganggaran dana CSR. Inilah fokus yang menjadi keunikan dari kasus bargaining politik CSR antara masyarakat dengan Pemerintah Desa Ponggok. b. Lokasi Penelitian dan Fokus Penelitian Penulis tertarik dengan relasi masyarakat, pemerintah Desa Ponggok dan perusahaan dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Desa Ponggok merupakan salah satu desa ring 1 yang mendapatkan CSR dari wilayah kerja PT Tirta Investama Aqua Danone Unilever. Pemerintah Desa Ponggok mempunyai perencanaan dan mengatur uang maupun program dari musrengbandes. Bahkan Pemerintah Desa menyatakan bahwa musrembang Desa Ponggok digunakan untuk perencanaan pembangunan yang akan dibiayai dana kompensasi dari pihak PT Tirta Investama Danone Unilever. Selain itu, pemilihan lokasi dan fokus penelitian di Desa Ponggok, Kecamatan Polaharjo, Kabupaten Klaten juga didasari pertimbangan asas KUWAT (kesempatan, Uang, Waktu, Alat, dan Tenaga). Penulis menggunakan pertimbangan agar dapat memperlancar penelitian ini. c. Unit Analisis Penelitian Unit analisis adalah unit yang akan diteliti di lapangan. Unit analisis pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Ponggok, pegawai perusahaan yang dalam bidang SR dan CSR PT TI Aqua Danone, Aparat Pemerintah Desa Ponggok. Sedangkan informan dalam penelitian ini yaitu masyarakat berbagai elemen di 32 Desa Ponggok , Aparat Pemerintah Desa Ponggok, SR dan CSR PT TI Aqua Danone Klaten, Kepala Desa di Kecamatan Polanharjo, Aparat Kecamatan Polanharjo. Proses menemukan informan dengan metode snowball. Proses pengumpulan data ini menggunakan bentuk purpossive , berupa pengambilan data dari informan yang dianggap bisa mewakili persoalan-persoalan yang akan dikaji oleh peneliti. Dilihat dari pendekatan deskriptif, elemen masyarakat dan aparat pemerintah yang nantinya memberikan informasi untuk pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atay obyek berdasarkan faktor-faktor yang nampak. d. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari wawancara langsung dari subyek atau informan dalam hal ini wawancara terhadap informan yang dipilih. Pemilihan informan disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan untuk lebih mengeksplorasi relasi masyarakat, perusahaan dan pemerintah desa dalam penganggaran dana CSR. Informan terdiri dari pegawai PT TI Aqua danone Klaten, aparat desa Ponggok, masyarakat Desa Ponggok (Petani, PNS, Karang Taruna, Tokoh Masyarakat, Pekerja PT TI Aqua). Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari arsip-arsip atau dokumentasi yang relevan dengan permasalahan penelitian bargaining politik masyarakat dalam CSR Aqua dengan negara. Data sekunder ini diambil berasal dari pemerintah desa yang menyelenggarakan pertemuan maupun tindakan sosial hasil dari relasi sosial dengan masyarakat Desa Ponggok. 33 e. Teknik Pengumpulan Data Instrumen penelitian disusun dengan maksud mendapatkan data penelitian dengan tingkat ketercukupan data tertentu sesuai dengan fokus masalah penelitian. Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dilaksanakan sepanjang proses penelitian ini yaitu 1). Pengamatan (Observasi) Pengamatan dilakukan secara langsung, dengan mendatangi lokasi penelitian di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Peneliti mengamati untuk memperoleh gambaran umum tentang aktivitas yang dilakukan Masyarakat Desa Ponggok dalam berelasi dengan Pemerintah Desa Ponggok. Observasi dilakukan untuk mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya, ini ditujukan agar peneliti benar-benar memahami kondisi yang terjadi dalam masyarakat yang akan diteliti, beserta situasi-situasi yang rumit yang ada di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Klaten. Observasi dilakukan saat pre survey tanggal 7 Oktober dan 14 Oktober 2012 saat peneliti melihat aktivitas masyarakat di sekitar sumber mata air, melihat petani di sawah, aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang berkembang, melihat beberapa fasilitas yang dibangun dengan dana CSR PT Tirta Investama Aqua Danone dan sebagainya. Observasi memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh objek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek penelitian, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu, observasi memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek 34 sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data, pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek. 2). Wawancara Wawancara ini dilakukan dengan model wawancara dengan menggunakan interview guide atau panduan pertanyaan. Panduan ini digunakan agar data terfokus pada karateristik permasalahan yang memungkinkan diperoleh kejelasan mengenai hal-hal utama yang paling menarik dan mendukung tujuan penelitian. Wawancara mendalam ini dilakukan kepada berbagai elemen masyarakat dan aparat Pemerintah Desa Ponggok. Wawancara dilakukan informal dan bersifat berbincang atau berdiskusi agar informan tidak merasa sedang di interview dan didapatkan fakta yang lebih jujur dan tidak dibuat-buat. Interview guide digunakan dalam wawancara ini, agar data yang diharapkan dapat diperoleh secara maksimal, dan tidak keluar jauh dari apa yang menjadi fokus penelitian. Wawancara dilakukan secara informal dan bersifat berdiskusi, agar informasi dari informan lebih jujur dan tidak terkesan dibuat-buat. 3). Dokumentasi Dokumentasi ini dilakukan peneliti dengan pengumpulan dokumen tertulis seperti artikel, peraturan daerah, notulen rapat musrembang, catatan laporan musrembang, MOU kerjasama PT Tirta Investama dengan Pemerintah Desa dan sebagainya yang berkaitan dengan relasi dua aktor tersebut yakni masyarakat dan negara. Dokumentasi juga diperlukan untuk merekam data-data yang bersifat visual. 35 f. Tahap-tahap Pengumpulan Data Tahap-tahap penelitian disini adalah serangkaian panduan yang menuntun tapi tidak mengikat selama dan setelah proses penelitian berlangsung yaitu sebagai berikut. 1. Pra Lapangan Tahap ini terdiri atas lima tahap yaitu sebagai berikut : • Memilih lokasi penelitian, lokasi yang dipilih yaitu di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. • Pre-Survey • Menyusun Rancangan Penelitian • Mengurus perizinan, perizinan diurus di Kesbanglinmas Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Klaten. • 2. Menyiapkan perlengkapan penelitian. Terjun Lapangan Kegiatan yang dilakukan ini terdiri atas empat tahap yaitu sebagai berikut : g. • Memahami latar penelitian atau persiapan diri • Memasuki lapangan • Memilih dan memanfaatkan informan • Mengumpulkan data di lapangan secara cermat, akurat dan mendalam. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses pencandraan (description) dan penyusunan transkrip wawancara serta material lain telah terkumpul. Data yang telah dikumpulkan secara lengkap kemudian diberikan kode untuk menyortir dan 36 mengkategorisasikan data-data yang selanjutnya menjadi acuan pengembangan penelitian. Pelukisan dan penuturan tentang apa yang berhasil dimengerti berkenaan dengan masalah yang diteliti melahirkan kesimpulan yang bobotnya mendalam. Inti dari proses analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan lapangan. Sedangkan penyajian data adalah kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang dibantu dengan matrik, grafik, jaringan, tabel, dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh. Dan penarikan kesimpulan adalah mencari arti, polapola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada teruji validitasnya. K. Rancangan Sistematika Penulisan a. Bab I Pendahuluan, pada bab ini akan mendeskripsikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka teori, kerangka pikir dan metode penelitian yang dilakukan serta sistematika penulisan yang akan digunakan dalam menganalisis permasalahan. b. Bab II, pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran Desa Ponggok Klaten dan pengelolaan air 37 c. Bab III, pada bab ini akan diuraikan relasi aktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. d. Bab IV, pada bab ini mendeskripsikan tentang dampak implementasi CSR PT TI Aqua Danone Klaten pada tiga aktor yakni pemerintah desa, perusahaan, dan masyarakat. . e. Bab V, bab ini akan berisi kesimpulan dari tesis ini serta impilkasi teoritik untuk dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan-keputusan serta dapat menjadi landasan penting bagi penulisan lanjutan yang lebih konstruktif ke depannya. Bab ini juga akan mereflesikan teoritis terkait dengan fenomena yang terjadi di Desa ponggok Klaten sekaigus sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian. 38