ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004 Shinta Fitri Boesoirie, Thaufiq S. Boesoirie Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok – Bedah Kepala dan Leher FK Unpad/ Perjan RS Dr. Hasan Sadikin Bandung Abstrak Tujuan : Mengetahui tingkat keberhasilan miringoplasti pada perforasi membran timpani kecil, besar dan subtotal. Metode dan Bahan Penelitian : Deskriptif analitik, Retrospektif. Data didapat dari kartu pasien klinik THT jalan Belitung Bandung,mulai Juni 2003 sampai dengan Juni 2004. Dilakukan evaluasi terhadap keberhasilan miringoplasti pada perforasi membran timpani kecil, besar dan subtotal.Variabel yang dinilai adalah usia, jarak saat operasi dari saat Otitis Media dinyatakan sembuh, dan tingkat penigkatan pendengaran. Hasil : Didapatkan angka keberhasilan miringoplasti sebesar 92,4%. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna pada usia penderita, dan jarak saat operasi dari saat Otitis Media dinyatakan sembuh terhadap keberhasilan miringoplasti Kesimpulan : Didapatkan keberhasilan miringoplasti yang tinggi sebesar 92,4 % dan tidak ditemukan adanya faktor yang mempengaruhi miringoplasti. Kata Kunci : Miringoplasti, membran timpani baru, peningkatan pendengaran. THE SUCCESSFUL RATE OF MYRYNGOPLASTY IN SMALL, LARGE, AND SUBTOTAL PERFORATION OF THE TYMPANIC MEMBRANE FROM PERIOD OF JUNE 2003 UNTIL JUNE 2004 Abstract Objectivities : To know the successful of myringoplasty and the affecting factors. Materials and Methods : Analytic descriptive, Retrospective. Datas were taken from ENT Clinic at jalan Belitung Bandung from June 2003 until June 2004. Evaluation was done to see the successful of myringoplasty at small perforation, big perforation and subtotal perforation. The variable observed are ages, duration of operation start from Otitis Media recovered, and increased hearing level. Result : The successful rate of myringoplasty was 92,4%. There were no correlations among ages, and duration of operation start from Otitis Media recovered. Conclusion : The successful of myringoplasty was excellent (92,4%) and there were no factors affecting successful of myringoplasty. Key Words: Myringoplasty, New membrane tympani, Increased hearing level. PENDAHULUAN Pada hakekatnya sumber daya manusia terdiri dari 3 unsur utama, yaitu unsur informasi oleh panca indera, unsur pengambilan keputusan oleh sistem otak dan unsur pelaksana oleh tubuh serta perangkatnya. Salah satu cara untuk mengatasi ketulian yang timbul akibat OMSK adalah pembedahan rekonstruksi telinga tengah yang dikenal dengan istilah timpanoplasti, yaitu suatu prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses patologik didalam kavum timpani yang diikuti oleh rekonstruksi mekanisme konduksi suara, disertai atau tidak disertai oleh grafting (penanduran) membran timpani. Apabila prosedur rekonstruksi tersebut dilakukan terbatas untuk memperbaiki perforasi membran timpani saja, maka prosedur rekonstruksi ini menurut Zollner dan Wulstein disebut timpanoplasti tipe I atau miringoplasti(2,3). Kesuksesan miringoplasti di Hospital de Especialides, Mexico periode 1997 – 1999 sebesar 82,1% dari 290 kasus , sisanya sebanyak 17,9% mengalami kegagalan(9). Dengan mengetahui angka keberhasilan miringoplasti dan nilai rata-rata kenaikan hantaran udara pada pasien pasca operasi miringoplasti, diharapkan dapat menjadi landasan teori untuk pelaksanaan operasi miringoplasti.(2,4) Tujuan penelitian adalah mengetahui keberhasilan operasi miringoplasti secara umum dan faktor apa saja yang mempengaruhinya. SUBJEK DAN METODE Subjek Penelitian Semua pasien yang telah dilakukan miringoplasti di Poliklinik THT jl. Belitung selama bulan juni 2003 – Juni 2004, yaitu sebanyak 52 orang pasien. Bentuk dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan cara mengolah data dari semua pasien yang telah dilakukan operasi miringoplasti oleh seorang ahli THT secara retrospektif selama bulan Juni 2003 – Juni 2004 (1 tahun). Cara Kerja a. Pertama-tama dilakukan perhitungan berapa jumlah miringoplasti yang memenuhi syarat pada penelitian ini. semua operasi b. Kemudian dihitung jumlah pasien yang berhasil mengalami pertumbuhan membran timpani (intak) selama periode 1 tahun dan dihitung persentasenya terhadap semua pasien yang menjalani miringoplasti. c. Dihitung jumlah pasien yang mengalami peningkatan hantaran udara dari pra operasi sampai 2 bulan pasca operasi miringoplasti untuk setiap telingan yang dioperasi. Pemeriksaan audiometric dilakukan dengan menggunakan alat audiometer yang sama (tipe DA –24 Diagnostic Audiometer / 1992) untuk setiap pemeriksaan. Selanjutnya dihitung persentasenya terhadap jumlah semua pasien yang mengalami pertumbuhan membran timpani. d. Dibuat nilai rata-rata peningkatan intensitas hantaran udara pada frekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz untuk masing-masing telinga yang mengalami peningkatan hantaran udara. e. Dihitung nilai rata-rata peningkatan intensitas hantaran udara untuk semua pasien yang mengalami peningkatan selama periode 1 tahun. HASIL PENELITIAN Jumlah Miringoplasti Selama periode bulan Juni 2003 sampai dengan bulan Juni 2004 pada klinik THT jalan Belitung didapatkan sebanyak 52 telinga yang dilakukan miringoplasti. Dari sejumlah miringoplasti tersebut, sebanyak 24 orang dilakukan miringoplasti pada kedua telinga, dan selebihnya 28 orang penderita menjalani miringoplasti pada salah satu telinganya. Usia penderita berkisar antara 12 sampai 64 tahun dengan jumlah kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia11-20 tahun (22 kasus). Dari 52 kasus, sebanyak 41 kasus laki-laki, dan 11 kasus perempuan. Peningkatan Pendengaran Pada penelitian ini didapatkan peningkatan hantaran udara yang terendah sebesar 10 dB dan peningkatan tertinggi sebesar 50 dB, setelah dilakukan miringoplasti. Jumlah kasus yang mengalami peningkatan pendengaran pasca miringoplasti adalah : Tabel 1. Jumlah Kasus Berdasarkan Besarnya Peningkatan Hantaran Udara Peningkatan Hantaran Udara 10 - 20 dB 21 - 30 dB 31 - 40 dB > 40 dB Total Frekuensi N (%) 33 (63,3%) 17 (32,7%) 4 (0,8%) 1 (0,2%) 52 Dari tabel diatas, maka tampak bahwa sebanyak 33 kasus (63,3%) mengalami peningkatan pendengaran sebesar 10 – 20 dB, 17 kasus (32,7%) meningkat sebesar 21 – 30 dB, 4 kasus (0,8%) 31 – 40 dB dan 1 kasus (0,2%) lebih dari 40 dB. Pada kasus dengan peningkatan antara 10 - 20 dB, namun pendengaran pra operasi > 60 dB, maka peningkatan tadi secara subyektif kurang dirasakan penderita, sehingga pada keadaan ini peningkatan pendengaran cukup berarti bila dibantu dengan penggunaan alat bantu dengar. Pada kasus dengan pendengaran pra operasi > 40 dB, meskipun terjadi perbaikan pendengaran, perlu dipikirkan untuk penelitian lebih lanjut, karena pada kasus seperti ini kemungkinan telah terjadi tuli syaraf dan mungkin telah terjadi gangguan pada tulang pendengaran sehingga sebaiknya dilakukan timpanoplasti tipe 2 atau lebih (osikulopasti). Keberhasilan Miringoplasti Keberhasilan miringoplasti dari 52 kasus yang telah diteliti, jumlah kasus yang mengalami keberhasilan, dapat dilihat pada table 4.3. berikut : Tabel 2. Jumlah Kasus yang Mengalami Keberhasilan Miringoplasti Miringoplasti Berhasil Tidak berhasil Total Frekuensi N (%) 48 (92,4%) 4 (7,6%) 52 Dari tabel diatas, tampak bahwa yang mengalami keberhasilan miringoplasti dalam penelitian ini sebanyak 48 kasus (92,4%) sedang sisanya sebanyak 4 kasus (7,6%), merupakan kelompok yang tidak berhasil. Sehingga secara umum dapat dikatakan keberhasilan miringoplasti pada penelitian ini adalah sebesar 92,4%. Usia Berapa banyak jumlah kasus miringoplasti berdasarkan kelompok usia, dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3. Jumlah kasus Berdasarkan Kelompok Usia Usia 11 - 20 thn 21 - 30 thn 31 - 40 thn 41 - 50 thn 51 - 60 thn >60 thn Total Frekuensi N(%) 22 (42,3%) 16 (30,8%) 7 (13,5%) 5 (1,0%) 1 (0,2%) 4 (12,4%) 52 Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa kasus terbanyak terjadi pada kelompok usia 11 – 20 tahun, yaitu sebanyak 22 kasus (42,3%) dan diikuti kelompok usia 21 – 30 tahun sebanyak 16 kasus (30,8%). Sedangkan kasus yang paling sedikit terjadi yaitu pada kelompok usia 51 – 60 tahun 1 kasus (0,2%), diikuti >60 tahun 4 kasus (12,4%) dan kelompok usia 41 – 50 tahun sebanyak 5 kasus (1,0%). Jenis Kelamin Dari seluruh operasi miringoplasti yang didapatkan pada penelitian ini dengan jumlah 52 kasus, maka berdasarkan pengelompokkan sesuai dengan jenis kelamin didapatkan jumlah distribusi kasus seperti tampak pada tabel 4.5. dibawah ini : Tabel 4.Keberhasilan Miringoplasti Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Frekuensi N(%) 41 (78,8%) 11 (21,2%) 52 Pada penelitian ini, dari 52 kasus, sebanyak 41 kasus (78,8%) dengan jenis kelamin laki-laki, dan 11 kasus (21,2%) perempuan. Jenis Perforasi Menurut jenis perforasi yang terbagi atas kecil, besar, dan subtotal, maka jumlah kasus miringoplasti yang didapatkan pada penelitian ini dapat dilihat seperti pada tabel 4.6. dibawah ini : Tabel 5. Jumlah Kasus Berdasarkan Jenis Perforasi Jenis Perforasi Kecil Besar Subtotal Total Frekuensi N(%) 8 (15,4%) 25 (48%) 19 (36,5%) 52 Dari tabel diatas tampak bahwa dari seluruh kasus miringoplasti pada penelitian ini, maka perforasi besar merupakan jumlah yang terbanyak dilakukan miringoplasti yaitu sebanyak 25 kasus (36,5%), yang diikuti oleh jenis perforasi subtotal sebanyak 19 kasus (36,5%). Sedangkan jenis perforasi kecil merupakan jenis perforasi yang paling sedikit dilakukan miringoplasti, yaitu sebanyak 8 kasus (15,4%). Jarak Waktu Operasi Jarak waktu operasi (jarak antara waktu dinyatakan sembuh secara klinis dari otitis media sampai waktu dilakukannya miringoplasti), pada penelitian ini dibagi atas kelompok <1 bulan (miringoplasti dini), 1-3 bulan, dan > 3 bulan. Dari hasil perhitungan, maka jumlah kasus berdasarkan jarak waktu operasi pada penelitian ini adalah seperti dalam tabel dibawah ini : Tabel 6. Jarak Waktu Operasi Jarak Operasi < 1 bulan 1 -3 bulan >3 bulan Total Frekuensi N(%) 35 (67,3%) 14 (26,9%) 3 (5,8%) 52 Dari tabel diatas tampak bahwa miringoplasti paling banyak jumlahnya dilakukan pada jarak operasi < 1 bulan yang lebih sering disebut dengan miringoplasti dini (1), yaitu 35 kasus (67,3%). Sedangkan jarak waktu operasi antara 1 -3 bulan menduduki urutan kedua sebanyak 14 kasus (26,9%), dan yang paling sedikit yaitu jarak operasi > 3 bulan sebanyak 3 kasus (5,8%). DISKUSI Telah dilakukan penelitian pada 52 orang pasien di klinik THT Jl. Belitung selama periode Juni 2003 – Juni 2004. Didapatkan hasil : 1. Keberhasilan miringoplasti pada penelitian ini sebesar 92,4%. 2. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, jenis perforasi, dan jarak waktu operasi. Angka keberhasilan peningkatan pendengaran pada penderita pasca operasi miringoplasti sebesar 92,4%. Hasil ini cukup tinggi apabila dibandingkan dengan penelitian dari Escobar (2001) sebesar 82,1% (9). Peningkatan pendengaran yang terjadi terutama berupa peningkatan hantaran udara sebesar antara 10 – 20 dB yaitu 33 kasus (63,3%), lalu 21 – 30 dB 17 kasus (32,7%), 31- 40 dB 4 kasus (0,8%) dan terakhir > 40 dB 1 kasus (0,2%). Miringoplasti dilakukan terutama pada kelompok usia 11 – 20 tahun (42,3%), lalu kelompok usia 21 – 30 tahun (30,8%). Sedangkan kelompok usia yang paling sedikit dilakukan miringoplasti adalah kelompok usia 51 – 60 tahun (0,2%). Keadaan diatas mungkin disebabkan karena pada usia 10 – 20 tahun pendidikan telah memadai, sehingga masyarakat telah mengerti akan kesehatan serta pada kelompok usia tersebut mulai banyak yang ingin mendaftarkan diri ke sekolah, yang memerlukan kesehatan yang baik khususnya telinga. Baik laki-laki mau pun perempuan mempunyai keinginan untuk sembuh total dari penyakitnya. Sedangkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak kasusnya, kemungkinan karena faktor pekerjaan yang membutuhkan perbaikan pendengaran yang baik. Miringoplasti terbanyak dilakukan pada perforasi yang besar (48%) diikuti oleh jenis subtotal (36,5%), dan yang paling sedikit dilakukan miringoplasti adalah perforasi jenis kecil (15,4%). Tidak terdapat perbedaan antara angka keberhasilan miringoplasti dini dibandingkan dengan jarak operasi 1 – 3 bulan dan > 3 bulan. Miringoplasti dilakukan beberapa bulan setelah peradangan Otitis Media diatas, untuk memastikan telah terjadinya penyembuhan jaringan pada kavitas timpani secara histopatologik (jaringan matang) (14,16,20). Perubahan histopatologik pada jaringan mukoperiosteum kavitas timpani penderita Otitis Media yang mendapat terapi akan kembali normal setelah 12 minggu (21). Tidak ada korelasi antara lamanya kering telinga penderita Otitis Media sampai dilakukan miringoplasti terhadap suksesnya hasil operasi (22). Pendapat ini diperjelas dengan hasil penelitian Boesoirie (1996) yang menyimpulkan bahwa keberhasilan miringoplasti dini sama baiknya dengan miringoplasti klasik (1). Pada pasien yang mengalami pertumbuhan tandur, apabila tidak mengalami peningkatan pendengaran, mungkin terjadi karena pada saat operasi tidak terjadi penyatuan antara tandur dengan manubrium malei, atau spongostan dalam kavitas timpani belum terlarut sehingga menutup aerasi tuba auditiva, serta mungkin terjadinya anterior sulcus blunting atau lateralization atau adhesi tandur pada promontorium (1). Pada miringoplasti, tandur yang diambil dari fascia temporalis dapat ditempelkan pada permukaan luar membran timpani (cara onlay), atau pada permukaan dalam membran timpani (cara underlay), yang telah dilukai lebih dahulu dan disiapkan kedudukannya. Tandur ini bertindak sebagai media untuk migrasi epitel skuamosa permukaan luar membran timpani dan mukosa dari permukaan dalam (3).Dalam waktu 6 sampai 8 minggu, fasia telah dilapisi oleh epitel dari kedua permukaan(4), sedangkan lapisan fibrosa dari jaringan ikat yang kaya fobroblast di bagian tengah membran timpani yang baru, terbentuk pada minggu ke 2-5 setelah penembelan perforasi oleh fasia (5). Penyembuhan dimulai 2-4 hari setelah operasi, epitel skuamosa pada pinggiran luka akan mulai berproliferasi dan bermigrasi melintasi pinggiran luka. Melalui aktivitas fibroblast, limfosit dan kapiler terjadi regenerasi jaringan ikat yang juga dimulai dari pinggir luka. Nutrisi yang diperlukan untuk regenerasi ini didapat dari kapiler-kapiler di sekeliling luka (6). Dalam waktu 2 minggu, tandur akan sudah dilapisi epitel skuamosa (7).Dengan demikian vaskularisasi yang tidak adekuat akan mengganggu pertumbuhan tandur, bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali, sesuai dengan pendapat bahwa yang berperan terhadap pertumbuhan tandur serta penyembuhan luka operasi adalah penguasaan terhadap infeksi serta vaskularisasi yang memadai. Berbagai faktor menjadi kendala pada pengobatan OMSK secara tuntas, antara lain adalah ketidakpastian saat yang tepat dan paling cepat dilakukan miringoplasti. Hal ini menyebabkan insidensi ketulian tipe konduktif di negaranegara berkembang pada khususnya, tetap tinggi. Ketidak pastian tentang saat yang optimal untuk melakukan miringoplasti disebabkan tidak terdapat landasan teori yang mantap yang mendasari saat terbaik dilakukan miringoplasti ini.(1) Kegagalan miringoplasti sering dihubungkan dengan saat yang terlalu cepat dilakukan pembedahan tersebut setelah OMSK dinyatakan sembuh secara klinis (miringoplasti dini). Sebaliknya kelambatan pembedahan miringoplasti akan memperbesar kemungkinan OMSK yang berulang-ulang akibat perforasi membran timpani, dengan risiko menimbulkan berbagai komplikasi misalnya pembentukan jaringan fibrosa, rusaknya tulang-tulang pendengaran dan migrasi epitel kanalis akustikus eksternus ke dalam kavum timpani, yang selain akan mempersulit prosedur timpanoplasti, juga dapat membahayakan jiwa penderita apabila telah terjadi komplikasi intra kranial. Keterlambatan miringoplasti juga akan menyebabkan penderita lebih lama dalam keadaan tuli sehingga menimbulkan kerugian baik secara psikologi, perkembangan intelektual, kehidupan bersosial maupun kesempatan mendapat lapangan kerja. Hal ini apabila dinilai secara nasional, akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.(4,6) Secara medis, kekambuhan OMSK dapat dihinharkan dengan cara menghilangkan fokal infeksi atau penyebab-penyebab lain di luar telinga, terapi antibiotik yang adekuat, serta pembedahan miringoplasti untuk mencegah infeksi berulang melalui perforasi membran timpani.Dapat disimpulkan bahwa miringoplasti selain memiliki segi kuratif dan rehabilitatif, juga memiliki segi preventif.Makin cepat dilakukan miringoplasti, makin tinggi nilai preventifnya.(3,7) Para penderita OMSK umumnya berasal dari golongan masyarakat berpendidikan menengah kebwah, dan mereka seringkali telah merasa cukup apabila keadaan telinga telah kering. Apabila mereka harus menunggu terlalu lama untuk menjalani miringoplasti sejak merasa telinganya telah kering, hanya sedikit sekali yang kembali untuk menjalani operasi tersebut. Lain halnya bila miringoplasti harus segera dilakukan begitu keadaan tilinga kering (miringoplasti dini), penderita akan merasakan sebagai suatu rangkaian pengobatan yang harus ia jalani.keharusan menjalani miringoplasti yang harus dilakukan segera juga akan menimbulkan suatu ikatan antara pasien dan dokternya, sehingga diharapkan pasien secara teratur memeriksakan diri dan dapat dimotivasi lebih baik.(2,4) Miringoplasti dilakukan pada penderita perforasi membran timpani dengan tulang-tulang pendengaran yang masih utuh dan mobil, dan pada rongga telinga tengah tidak terdapat jaringan patologik.(1) Umumnya miringoplasti dilakukan setelah proses peradangan di dalam telingan tengah dapat diatasi. Meskipun miringoplasti telah dilakukan juga pada anakanak, tetapi para ahli sependapat bahwa angka kegagalan miringoplasti pada anakanak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan miringoplasti adalah fungsi tuba yang baik. Selain sikatriks yang Terdapat di dalam ismus tuba, maka gangguan fungsi tuba dapat disebabkan oleh pembesaran adenoid, alergi dan proses peradangan lainnya pada hidung, dan malformasi kraniofasial. Anemi dan diabetes mellitus dapat mengganggu proses penyembuhan pasca bedah.(8) Fungsi pendengaran diperiksa dengan menggunakan audiometer nada murni di dalam kamar kedap suara. Fungsi ventilasi tuba Eustachii diukur dengan menggunakan alat impedance-meter, yaotu dengan memberi tekanan kre dalam kavum timpani sebesar 200 mmH2O dan tekanan -200 mmH2O melalui kanalis akustikus eksternus yang dikenal sebagai metoda modifikasi inflasi-deflasi Flisberg. Hasil miringoplasti sebanyak 90% tandur mengalami pertumbuhan(8). Keberhasilan miringoplasti sebesar 92% dari 96 kasus miringoplasti, dan mendapatkan hasil yang sama antara miringoplasti dini (miringoplasti yang dilakukan segera setelah telinga tengah kering / kurang dari 3 bulan) dengan miringoplasti klasik (miringoplasti yang dilakukan sekurang-kurangnya 3 bulan sembuh klinis dari peradangan telinga tengah)(1). Kesuksesan miringoplasti di Hospital de Especialides, Mexico periode 1997 – 1999 sebesar 82,1% dari 290 kasus , sisanya sebanyak 17,9% mengalami kegagalan(9). Keberhasilan peningkatan pendengaran (hantaran udara) sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat dari penelitian Djamaludin pada tahun 1991 yang melaporkan setelah 3 bulan pasca operasi pada 32 penderita, maka pendengaran menjadi baik sebanyak 76,5% dengan kenaikan pendengaran berkisar 10 dB – 30 dB, dan angka rata-rata kenaikan sebesar 14,6 dB, sedangkan 23,5% penderita tidak mengalami kenaikan fungsi pendengaran. Dari penderita yang mengalami kenaikan pendengaran, Terdapat 41,1% yang mencapai normal. Pada operasi miringoplasti terhadap seorang penderita menghasilkan kenaikan 16,4 dB pada hantaran udaranya (10). 81% pendengaran membaik, dengan rata-rata kenaikan sebesar 14 dB pada pasien anak-anak yang dilakukan miringoplasti dan diobservasi selama 1 tahun(11). Sebanyak 64% pasien meningkat pendengarannya, 29% menjadi jelek dan menetap pada 460 kasus miringoplasti di RS Aranzazu, San Sebastian selama periode 1984-1990 (12). Jika tulang pendengaran masih sangat baik maka keberhasilan miringoplasti adalah 8590% dan jika tulang pendengaran sudah rusak, maka keberhasilan ini menurun menjadi 60-70%(13). Kegagalan operasi miringoplasti akan tinggi pada penderita OMSK yang sedang aktif (14)dan pada penderita OMSK dengan perforasi membrane timpani yang besar (15), lokasi perforasi di daerah attic (16) serta Terdapat jaringan patologis antara lain miringosklerosis (17,18)