Analisis Perbandingan Pengungkapan CSR Berdasarkan Perbedaan Tipe dan Jenis Perusahaan: Studi Kasus PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina, PT Adaro Energy Tbk dan PT Kaltim Prima Coal B.Prastowo Jati Mahendratmo, Dwi Hartanti Program Studi S1 Akuntansi Reguler Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini berusaha menganalisis perbandingan pengungkapan CSR berdasarkan perbedaan tipe dan jenis perusahaan berdasarkan studi kasus pada PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina, PT Adaro Energy Tbk dan PT Kaltim Prima Coal pada tahun 2010-2011. Tingkat perbandingan pengungkapan CSR ini diketahui melalui analisis deskriptif dari hasil content analysis dengan menggunakan indikator yang terdapat pada Hackston dan Milne (1996) yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat pengungkapan kepatuhan dan inisiatif kegiatan CSR perusahaan BUMN lebih baik dibandingkan perusahaan yang lain. Selain itu, tingkat kepekaan perusahaan terhadap isu CSR juga berbeda-beda untuk setiap jenis dan tipe perusahaan. Kata kunci: Corporate Social Responsibility, Tingkat kepatuhan CSR, Tingkat Inisiatif CSR, Isu CSR Abstract This research tried to analyze the comparative CSR disclosure under different type of companies based on case study in PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina, PT Adaro Energy Tbk and PT Kaltim Prima Coal for the periode 2010-2011. The CSR disclosure comparative level was known from descriptive analysis of the result of content analysis using Hackston and Milne’s (1996) indicator after adjusted by related regulation in Indonesia. This research found that the level of compliance and initiative in CSR disclosure in state-owned companies is better than another companies. Moreover, the level of sensitivity CSR issue in company were also different for each type company. Key words: Corporate Social Responsibility, CSR compliance level, CSR initiative level, CSR issue Pendahuluan Saat ini, isu mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility - CSR) merupakan isu yang cukup signifikan dikalangan perusahaan karena mereka tidak hanya dituntut untuk memiliki kinerja keuangan yang baik tetapi juga memiliki kinerja nonkeuangan yang baik pula. Apalagi sejak diluncurkanlah Dokumen ISO 26000:2010 “Guidance on Social Responsibility” pada tanggal 1 November 2010 oleh International Institute for Sustainable Development (IISD) yang berisikan definisi, prinsip, subjek inti dan petunjuk bagaimana prinsip dan subjek inti tersebut ditegakkan di dalam organisasi. Dengan munculnya ISO 26000 ini, secara tidak langsung perusahaan memiliki pedoman untuk melaksanakan program CSR mereka. Menurut Porter (2002; dalam Tanudjaja, 2006) dan Timotheus (2008; dalam Elsera, 2009) kegiatan corporate social responsibility terdiri dari tiga aspek. Yang pertama adalah Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 aspek profit. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan adalah berfokus terhadap kegiatan menghasilkan profit. Hal tersebut sebaiknya dimbangi perusahaan dengan melakukan kegiatan corporate social responsibility. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa melakukan kegiatan corporate social responsibility tidak bertentangan dengan tujuan perusahaan yang bertujuan untuk memaksmimalkan profit (Utama, 2007). Kedua, yaitu aspek people. Dalam pelaksanaannya, corporate social responsibility tidak hanya melibatkan komunitas tetapi juga memperhatikan para pemangku kepentingan yang lain. Selain itu perusahaan juga harus memperhatikan lingkungan di sekitar kegiatan operasional kegiatan mereka. Yang terakhir adalah planet. Kegiatan corporate social responsibility harus menjadi satu kesatuan dalam kegiatan di perusahaan sehingga perusahaan tidak hanya mementingkan profit semata tetapi juga harus peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keanekaragaman hayati. Menurut Hackston dan Milne (1996), pengungkapan dan pelaporan kegiatan corporate social responsibility dapat dilihat dari enam aspek sosial yaitu lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan karyawan, tenaga kerja, produk serta keterlibatan dalam komunitas. Keenam aspek tersebut dapat dilihat dalam kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dan tercatat didalam laporan tahunan perusahaan khusus mengenai corporate social responsibility yang laporannya biasanya disebut sustainability report (laporan berkelanjutan). Penerapan corporate social responsibility di Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan perseroan penerapannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Didalam UU Nomor 40 tahun 2007 khususnya pasal 74 termuat kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk menjalankan corporate social responsibility. Selain itu berdasarkan keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 penerapan dan pengungkapan kegiatan corporate social responsibility juga dilakukan oleh perusahaan BUMN yang diberi nama program kemitraan dan program bina lingkungan atau biasa disingkat menjadi PKBL. Melalui keputusan tersebut, mau tidak mau semua BUMN harus melaksanakan program PKBL. Pengungkapan kegiatan corporate social responsibility juga berlaku bagi perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia. Bagi perusahaan listed, Bapepam LK mengeluarkan keputusan No. 134/BL/2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten dan perusahaan publik, sehingga secara tidak langsung perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia harus melaporkan kegiatan corporate social responsibility nya. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Pada hakekatnya masing-masing jenis dan tipe perusahaan memiliki karakteristik yang unik dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Berdasarkan jenisnya perusahaan dibagi menjadi perusahaan BUMN dan perusahaan Non BUMN. Perusahaan BUMN sebagai salah satu penggerak perekonomian negara selain sektor swasta dan koperasi mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. BUMN dibagi menjadi perusahaan perseroan (persero) dan perusahaan umum (perum) sedangkan menurut UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN yang termasuk ke dalam kategori perusahaan Non BUMN adalah perusahaan yang bergerak di sektor swasta dan koperasi. Berdasarkan tipenya, perusahaan dibagi menjadi perusahaan listed dan Non listed. Perusahaan listed merupakan perusahaan yang tercantum di lantai bursa saham sehingga harus mentaati peraturan yang dikeluarkan oleh pihak Bursa Efek Indonesia. Di Indonesia, perusahaan Non listed lebih identik dengan perusahan keluarga. Dikatakan demikian karena kebanyakan perusahaan keluarga tidak ingin perusahaannya dimiliki oleh orang lain selain anggota keluarga mereka sehingga mereka ingin mengelolanya sendiri atau dengan kata lain tidak memperjualbelikan kepemilikannya melalui saham di lantai bursa, dengan kepemilikan yang dimilikinya maka mereka dapat menetukan tujuan dari perusahaan yang mereka miliki tanpa campur tangan pihak lain. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa masing-masing tipe perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung jenis perusahaannya. Hal ini tentunya juga dapat mempengaruhi perbedaan masalah operasional dan pelaporan kegiatan corporate social responsibility perusahaan. Dalam penelitiannya Tang dan Chen (2011) dan Kurnia (2010) berkesimpulan bahwa ternyata pengungkapan kegiatan corporate social responsibility pada perusahaan BUMN (pemerintah) yang listed di lantai bursa ternyata lebih baik daripada perusahaan Non BUMN (non pemerintah) yang listed di lantai bursa. Menurut Dahlia dan Siregar (2008) aktivitas kegiatan corporate social responsibility perusahaan memiliki dampak produktif signifikan terhadap ROE perusahaan sedangkan peneliti lain yaitu Kurnia (2010) berpendapat bahwa pengungkapan kegiatan corporate social responsibility pada perusahaan BUMN memiliki pengaruh signifikan terhadap performa keuangan perusahaan khususnya pada peningkatan produktivitas dan pertumbuhan perusahaan sedangkan pada perusahaan Non BUMN hal tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang signifikan, berdasarkan penelitian tersebut terdapat satu variabel penting yang mempengaruhi pengungkapan kegiatan corporate social responsibility perusahaan yaitu ukuran perusahaan dimana semakin besar ukuran suatu perusahaan makin besar juga pengungkapan kegiatan corporate social responsibility yang mereka lakukan begitu juga sebaliknya, hal ini diperkuat oleh penelitian Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Michelon (2011) dimana dalam penelitiannya dia berkesimpulan bahwa ukuran suatu perusahaan mempengaruhi tingkat pengungkapan kegiatan corporate social responsibility perusahaan tersebut. Untuk perusahaan yang listed di bursa saham, kegiatan corporate social responsibility juga memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Menurut Yang, Lin dan Chang (2010) dalam studinya terhadap perusahaan yang listed di Taiwan Indeks TSEC 50 dan TSEC Taiwan Mid-Cap 100 Indeks dari tahun 2005-2007 ditemukan bahwa corporate social responsibility berhubungan positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan (ROE, ROA dan ROS). Hal yang sama juga ditunjukkan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Tsoutsoura (2004) pada sampel perusahaan S&P 500 Index dari tahun 1996-2000. Pada penelitiannya, didapatkan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap ROE, ROA dan ROS jika dimasukkan variabel kontrol size dan leverage. Jika dilihat secara mendalam, tenyata sebuah perusahaan dapat masuk kedalam lebih dari satu jenis kategori perusahaan misalnya suatu perusahaan masuk ke dalam golongan perusahaan BUMN dan ternyata perusahaan ini juga listed di BEI atau sebuah perusahaan yang masuk ke dalam perusahaan Non BUMN dan Non listed di BEI. Perusahaan-perusahaan tersebut dikategorikan ke dalam perusahaah jenis multitype karena dia masuk kedalam lebih dari satu kategori. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, para peneliti pada umumnya hanya mempertimbangkan membahas mengenai perbedaan satu tipe industri misalnya penelitian yang membahas perbandingan antara perusahaan yang high profile dan perusahaan low profile (Utomo, 1998) dan antara perusahaan BUMN vs Non BUMN (Kurnia, 2010). Untuk penelitian yang membahas mengenai multitype perusahaan belum ada sehingga akan sangat menarik jika terdapat penelitian yang membahas mengenai hal tersebut. Oleh karena itulah pada penelitian kali ini akan dibahas penelitian mengenai corporate social responsibility pada perusahaan kategori multitype Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perbedaan TIPE dan JENIS perusahaan mempengaruhi kepatuhan dalam mengungkapkan jenis informasi yang bersifat mandatory, untuk mengetahui apakah perbedaan TIPE dan JENIS mempengaruhi inisiatif dalam mengungkapkan jenis informasi yang bersifat voluntary, untuk mengetahui apakah perbedaan TIPE dan JENIS perusahaan mempengaruhi kecenderungan variasi tema pengungkapan informasi corporate social responsibility dan untuk mengetahui apakah corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan BUMN dan sekaligus listed di Bursa Efek Indonesia lebih baik dibandingkan dengan ketiga perusahaan lainnya. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Tinjauan Pustaka Tanggung jawab sosial atau biasa dikenal dengan istilah corporate social responsibility merupakan bentuk konsekuensi dari implementasi penerapan praktik good corporate governance (GCG) dalam sebuah perusahaan. Corporate social responsibility dapat diartikan sebagai suatu bentuk sikap sosial yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan juga melihat respon yang diberikan oleh pemangku kepentingan mereka terkait dengan kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan mereka. Pengungkapan pelaporan kegiatan corporate social responsibility di dalam perusahaan biasanya dilaporkan dalam bentuk annual report (laporan tahunan) dan/atau sustainability report (laporan berkelanjutan) yang didalamnya membahas mengenai enam aspek sosial yaitu lingkungan, energi, kesehatan keselamatan karyawan, tenaga kerja, produk, dan keterlibatan dalam komunitas (Hackston dan Milne, 1996). Menurut Utama (2007) terdapat dua penjelasan yang bisa dijadikan pemikiran rasional mengenai perspektif perusahaan terhadap pelaksanaan corporate social responsibility. Perspektif pemikiran tersebut dilandasi oleh dua teori yaitu teori stakeholders dan teori ekonomi. Teori Stakeholders beranggapan bahwa keberadaan perusahaan tidak hanya untuk memaksimalkan keuntungan bagi para pemegang saham saja tetapi juga harus mementingkan pemangku kepentingannya juga seperti karyawan, pemasok, pemerintah dan masyarakat sedangkan teori ekonomi beranggapan bahwa pelaksanaan corporate social responsibility tidak bertentangan dengan tujuan perusahaan yang ingin memaksimumkan keuntungan. Menurut Masnila (2010), perkembangan corporate social responsibility di dunia secara tidak langsung diakibatkan oleh tekanan dan tuntutan dari publik bahkan kebanyakan konsumen akan mencari produk dan jasa yang lebih memperhatikan mengenai masalah lingkungan, sehingga pilihan terhadap produk cenderung semakin subjektif. Perusahaan yang melalaikan kegiatan corporate social responsibility akan memiliki kecenderungan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan sejenis yang memperhatikan kegiatan corporate social responsibility. Selain dari publik, tekanan terhadap pelaksanaan corporate social responsibility juga muncul dari “super stakeholders”, misalnya bank-bank Eropa yang hanya bersedia untuk menyalurkan kredit kepada perusahaan yang telah menerapkan kegiatan corporate social responsibility dengan baik. Begitu juga dengan New York Stock Exchange dengan Dow Jones Sustainability Index, London Stock Exchange dengan Socially Responsible Invesment Index, Financial Times Stock Exchange dengan FTSE4Good dan pasar Asia dengan Hangseng Stock Exchange yang secara tidak langsung menekan Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 perusahaan untuk melakukan corporate social responsibility (SWA, Desember 2005; dalam Fauziyah, 2007, p.21). Untuk perkembangan corporate social responsibility di Indonesia, ternyata aspekaspek sosial seperti yang tercantum dalam Hackston dan Milne (1996) sudah terdapat didalam regulasi yang berlaku di Indonesia, yaitu aspek sosial mengenai lingkungan terdapat dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, aspek sosial mengenai energi terdapat dalam UU Nomor 30 tahun 2007 tentang energi, aspek sosial mengenai produk dalam UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, aspek sosial mengenai tenaga kerja terdapat dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang tenaga kerja, aspek sosial mengenai kesehatan dan keselamatan karyawan terdapat dalam UU Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja serta aspek sosial mengenai keterlibatan dalam komunitas terdapat dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan. Penerapan corporate social responsibility di Indonesia diatur didalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang tersebut mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Untuk perushaan BUMN pelaksanaan corporate social responsibility diatur didalam keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 sedangkan untuk perusahaan listed, Bapepam LK mengeluarkan keputusan No. 134/BL/2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten dan perusahaan publik. Terdapat pemisahaan regulasi untuk pelaksanaan kegiatan di industri batubara dengan industri minyak bumi. Untuk industri batubara diatur didalam UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (minerba) sedangkan untuk minyak bumi diatur didalam UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (migas). Metodologi Penelitian Penelitian ini akan berfokus pada pengungkapan kegiatan corporate social responsibility di perusahaan yang masuk kedalam kategori multitype di dalamnya terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui apakah perbedaan tipe dan jenis perusahaan mempengaruhi kepatuhan dalam pengungkapan jenis informasi yang bersifat mandatory; untuk mengetahui apakah perbedaan tipe dan jenis perusahaan mempengaruhi inisiatif dalam pengungkapan jenis informasi yang bersifat voluntary; untuk mengetahui Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 apakah perbedaan tipe dan jenis perusahaan mempengaruhi kecenderungan variasi tema pengungkapan informasi corporate social responsibility; untuk mengetahui apakah corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan BUMN dan sekaligus listed di Bursa Efek Indonesia lebih baik dibandingkan dengan ketiga perusahaan lainnya. Fokus penelitian kali ini adalah perusahaan multitype yang masuk ke dalam kategori industry high profile khususnya tambang dan energi. Dipilih perusahaan multitype dengan tipe industri high profile karena dirasa menarik untuk diteliti dimana seharusnya kegiatan corporate social responsibility yang mereka lakukan cukup banyak karena langsung berhubungan dengan lingkungan sehingga dirasa tingkat pengungkapan kegiatan corporate social responsibility yang dilakukan juga cukup tinggi. Tabel 1 Jenis dan Tipe Perusahan BUMN Non BUMN Listed PT Bukit Asam Tbk PT Adaro Energy Tbk Non Listed PT Pertamina PT Kaltim Prima Coal Perusahaan yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ada 4 perusahaan, dari keempat perusahaan tersebut sebanyak 3 perusahaan merupakan perusahaan batubara sedangkan satu lainnya merupakan perusahaan minyak bumi. Terdapat 1 jenis perusahaan yang berbeda diantara keempat sampel perusahaan karena terdapat kesulitan dalam mendapatkan annual report dan sustainability report perusahaan yang sesuai dengan kriteria penelitian. Kriteria penelitian yang digunakan adalah perusahaan tersebut masuk ke dalam kategori perusahaan tambang dan energi khususnya batubara. Walaupun terdapat banyak perusahaan yang masuk kedalam kategori perusahaan tambang dan energi tetapi tidak semua perusahaan tersebut diambil sebagai sampel penelitian sebab tidak semua perusahaan tersebut mengeluarkan annual report dan sustainability report tiap tahunnya. Untuk perusahan yang mengeluarkan annual report dan sustainability report tiap tahunnya belum tentu dijadikan sampel penelitian karena masih harus dilihat tipe dan jenis perusahaannya juga sebab harus terdapat keseimbangan didalam jumlah sampel per jenis dan tipe perusahaan dalam penelitian ini. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi ketimpangan jumlah sampel tiap jenis dan tipe perusahaan. Pada akhirnya hanya dipilih 4 sampel perusahaan yang terdiri dari 3 perusahaan batubara dan 1 perusahaan minyak bumi. Pemilihan 4 sampel perusahaan ini didasarkan pada fakta bahwa masing-masing sampel perusahaan tersebut dapat dimasukkan ke dalam 2 kategori jenis dan tipe perusahaan sehingga membuat masing-masing jenis dan tipe Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 perusahaan mendapatkan 2 sampel dari jenis dan tipe yang berbeda. Selain itu masing-masing perusahaan juga memiliki karakteristik yang unik dan hal tersebut dianggap telah menggambarkan kriteria masing-masing jenis dan tipe perusahaan. Perbedaan jenis industri didalam sampel ini mungkin akan mengakibatkan perbedaan di hasil penelitian karena terdapat perbedaan pengaturan regulasi di kedua jenis industri ini (mineral dan batubara serta minyak dan gas bumi). Tahun observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2010 dan 2011, diambil dua tahun karena diasumsikan dua tahun tersebut sudah dapat menggambarkan kegiatan pelaksanaan pengungkapan kegiatan corporate social responsibility perusahaan secara lengkap. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Sampel yang digunakan adalah data dari dua perusahaan BUMN dan dua perusahaan tambang dan energi Non BUMN yang kedua terpecah menjadi listed dan Non listed di BEI. Data yang digunakan adalah sustainability report (laporan keberlanjutan) dan annual report (laporan tahunan) perusahaan itu untuk tahun 2010 dan 2011 yang diambil langsung dari website masingmasing perusahaan dan website Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Sebagaimana telah dijelaskan di awal, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat pengungkapan diantara berbagai tipe perusahaan yang ada. Berdasarkan uraian dalam literature review serta perumusan masalah di bab sebelumnya, pengembangan proposisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan yang termasuk ke dalam BUMN dan perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia akan lebih patuh dalam mengungkapkan jenis informasi yang bersifat mandatory. (2) Perusahaan yang termasuk ke dalam BUMN dan perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia akan memiliki inisiatif yang lebih dalam mengungkapkan jenis informasi yang bersifat voluntary. (3) Terdapat perbedaan variasi tema pengungkapan informasi corporate social responsibility untuk masing-masing tipe dan jenis perusahaan. (4)Corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan BUMN dan sekaligus listed di Bursa Efek Indonesia lebih baik dibandingkan dengan ketiga perusahaan lainnya. Dari proposisi yang telah dibuat diatas kemudian dilakukan analisis data melalui pembuataan content analysis untuk menjawab proposisi yang dibuat diatas. Sebelum digunakan dalam content analysis, indikator pengungkapan kinerja corporate social responsibility yang terdapat di dalam jurnal Hackston dan Milne (1996) dibandingkan dengan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Content analysis dilakukan terhadap informasi yang terdapat didalam sustainability report dan/atau annual report yang dijadikan objek penelitian berdasarkan indikator yang Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 telah ditetapkan sebelumnya. Content analysis dilakukan dengan pemberian dummy variable (1 atau 0) terhadap masing-masing item pada indikator pengungkapan kinerja corporate social responsibility setiap aspek sosial. Angka 1 berarti terdapat pengungkapan kinerja corporate social responsibility di perusahaan tersebut sedangkan angka 0 berarti tidak terdapat pengungkapan corporate social responsibility di dalam perusahaan tersebut. Dari pembandingan antara indikator kinerja corporate social responsibility yang terdapat di dalam jurnal Hackston dan Milne (1996) dengan penerapannya dalam peraturanperaturan yang berlaku di Indonesia didapatkan dua kelompok yaitu wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary). Untuk indikator yang bersifat wajib berarti perusahaan harus melaksanakan indikator berdasarkan aspek sosial yang dilaksanakan mengacu terhadap peraturan yang berlaku sedangkan indikator yang bersifat sukarela berarti perusahaan tidak wajib melaksanakannya karena tidak terdapat aturan yang tegas yang mengikat perusahaan, akan tetapi jika perusahaan melaksanakan indikator yang bersifat sukarela ini perusahaan akan mendapatkan nilai tambah dari pemangku kepentingan mereka. Tabel 2 Indikator Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR Jumlah Indikator Mandatory Voluntary 27 9 8 17 Lingkungan 2 8 10 Energi 4 4 8 35 Total 8 Kesehatan dan Tenaga Kerja Keselamatan Karyawan 3 7 10 Produk 7 2 9 Keterlibatan dalam Komunitas Tabel diatas berisikan jumlah indikator pengungkapan dan pelaporan kinerja corporate social responsibility setelah dikelompokkan menjadi indikator mandatory dan voluntary untuk tiap aspek sosial. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Analisis dan Pembahasan Berikut adalah tingkat pengungkapan dan pelaporan kinerja corporate sosial responsibility antar tipe perusahaan pada tahun 2010-2011 yang tertera di dalam tabel: Tabel 3 Perbandingan Tingkat Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR BUMN Indikator Non BUMN Listed Non Listed 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 Mandatory 61.11% 72.22% 66.67% 66.67% 66.67% 72.22% 61.11% 66.67% Voluntary 56.25% 68.75% 43.75% 56.25% 50.00% 62.50% 50.00% 62.50% Total 117.36% 140.97% 110.42% 122.92% 116.67% 134.72% 111,11 129,17% Mandatory 75.00% 100.00% 50.00% 100.00% 75.00% 100.00% 50.00% 100.00% Voluntary 37.50% 37.50% 25.00% 31.25% 31.25% 37.50% 31.25% 31.25% Total 112.50% 137.50% 75.00% 131.25% 106.25% 137.50% 81.25% 131.25% Lingkungan Energi Kesehatan dan Keselamatan Karyawan Mandatory 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% Voluntary 25.00% 50.00% 25.00% 37.50% 25.00% 37.50% 25.00% 50.00% Total 125.00% 150.00% 125.00% 137.50% 125.00% 137.50% 125.00% 150.00% Tenaga Kerja Mandatory 56.25% 56.25% 50.00% 75.00% 56.25% 75.00% 50.00% 56.25% Voluntary 18.52% 20.37% 12.96% 18.52% 18.52% 24.07% 12.96% 14.81% Total 74.77% 76.62% 62.96% 93.52% 74.77% 99.07% 62.96% 71.06% Mandatory 66.67% 66.67% 66.67% 66.67% 66.67% 66.67% 66.67% 66.67% Voluntary 28.57% 28.57% 7.14% 7.14% 14.29% 14.29% 21.43% 21.43% Total 95.24% 95.24% 73.81% 73.81% 80.96% 80.96% 88.10% 88.10% Produk Keterlibatan dalam Komunitas Mandatory 71.43% 71.43% 50.00% 64.29% 57.14% 71.43% 64.29% 64.29% Voluntary 50.00% 50.00% 0.00% 50.00% 0.00% 0.00% 50.00% 100% Total 121.43% 121.43% 50.00% 114.29% 57.14% 71.43% 114.29% 164.29% sumber: data diolah 2013 Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa terjadi tren kenaikan persentase pengungkapan dari tahun 2010 ke 2011. Dari tren tersebut ternyata aspek kesehatan dan keselamatan menjadi isu corporate sosial responsibility yang paling banyak diungkapkan perusahaan dan hal ini berkebalikan dari aspek tenaga kerja yang menempati peringkat juru kunci dalam hal pengungkapan isu corporate sosial responsibility. Dari tabel 3, juga dapat diketahui bahwa ternyata tingkat kepatuhan perusahaan akan pelaksanaan indikator Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 mandatory masih belum maksimal dan inisiatif yang dilakukan oleh perusahaan terhadap indikator voluntary pun masih tergolong rendah. Mengacu pada tabel 3, ternyata terdapat masalah kepatuhan pada perusahaan BUMN khususnya pada pelaksanaan kepatuhan pengungkapan isu pelaksanaan corporate social responsibility pada indikator mandatory. Dari 6 aspek indikator mandatory yang harus dilaksanakan ternyata hanya 2 aspek dari indikator mandatory saja yang mendapatkan perhatian secara penuh dari perusahaan dalam pengungkapan pelaksanaannya yaitu aspek energi dan aspek kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Lain halnya dengan indikator mandatory, pada indikator voluntary ini perusahaan BUMN memiliki inisiatif yang lebih untuk menjalankan kegiatan corporate social responsibility. Hal ini dapat terlihat pada aspek lingkungan indikator voluntary dimana perusahaan BUMN mendapatkan persentase pengungkapan sebesar 68,75%. Jika menilik kembali tabel 3, ternyata aspek kesehatan dan keselamatan karyawan menjadi perhatian utama dari pelaksanaan kegiatan corporate social responsibility di perusahaan BUMN sedangkan aspek tenaga kerja menjadi isu yang kurang diperhatikan pelaksanaan corporate social responsibility oleh perusahaan BUMN. Hal ini tentunya perlu dijadikan catatan oleh perusahaan mengingat tenaga kerja merupakan salah satu stakeholders perusahaan sehingga akan lebih baik jika perusahaan meningkatkan kepedulian mereka terhadap aspek tenaga kerja ini. Tingkat kepatuhan pelaksanaan kegiatan corporate social responsibility pada indikator mandatory perusahaan Non BUMN yang mencapai sempurna atau 100% berdasarkan data pada tabel 3 hanya 2 dari 6 aspek yaitu aspek energi dan aspek kesehatan dan keselamatan karyawan. Inisiatif tertinggi untuk aspek pada indikator voluntary perusahaan Non BUMN nampaknya jatuh kepada aspek lingkungan yang mendapatkan persentase tertinggi yaitu sebesar 56,25%. Untuk isu yang menjadi perhatian perusahaan Non BUMN adalah isu mengenai pelaksanaan kegiatan corporate social responsibility pada aspek kesehatan dan keselamatan karyawan hal ini didasarkan pada pandangan perusahaan bahwa keselamatan kerja karyawan merupakan hal yang utama dalam pekerjaan ini. Sedangkan isu kegiatan corporate social responsibility yang masih harus ditingkatkan oleh perusahaan adalah aspek produk mengingat masih sangat kecil tingkat kepedulian perusahaan terhadap aspek ini. Diharapkan pada tahun yang akan datang perusahaan akan lebih peduli terhadap peningkatan kegiatan corporate social responsibility khususnya pada aspek produk yang menjadi titik terlemah mereka. Sama seperti perusahaan BUMN dan Non BUMN, untuk perusahaan listed ternyata aspek yang memiliki tingkat kepatuhan tertinggi terhadap pelaksanaan kegiatan corporate Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 social responsibility adalah aspek energi dan aspek kesehatan dan keselamatan yang mencapai nilai persentase sebesar 100%. Pada indikator voluntary, tedapat inisiatif yang cukup tinggi dari perusahaan khususnya terhadap aspek lingkungan dimana pada aspek tersebut terdapat nilai persentase sebesar 62,5% untuk tingkat pengungkapan kegiatan corporate social responsibility. Isu yang cukup penting bagi perusahaan listed adalah isu mengenai aspek energi dan aspek kesehatan dan keselamatan karyawan sedangkan isu yang masih dianggap remeh oleh perusahaan adalah isu mengenai aspek keterlibatan dalam komunitas. Sebagai perusahaan tambang yang lokasi kegiatan operasionalnya dekat dengan penduduk seharusnya perusahaan lebih concern terhadap hal ini tetapi pada kenyataanya perusahaan listed masih menganggap remeh akan hal ini dan menganggap bahwa hal ini merupakan tugas dari perusahaan BUMN. Hal ini patut menjadi catatan bagi perusahaan listed untuk meningkatkan perhatian mereka akan ketiga aspek lainnya khususnya aspek keterlibatan dalam komunitas. Tingkat kepatuhan pelaksanaan kegiatan corporate social responsibility perusahaan yang masuk ke dalam kategori Non listed khususnya pada aspek energi dan aspek energi dan aspek kesehatan dan keselamatan karyawan pada indikator mandatory perlu mendapatkan apresiasi karena pada kedua aspek tersebut didapatkan persentase angka sebesar 100%. Perusahaan memiliki inisiatif untuk meningkatkan interaksi perusahaan dengan pemangku kepentingannya terutama masyarakat melalui pengingkatan inisiatif kegiatan corporate social responsibility pada aspek keterlibatan dalam komunitas. Ternyata, perusahaan Non listed lebih perhatian terhadap isu akan aspek keterlibatan dalam komunitas dimana mereka memiliki keinginan untuk mendekatkan diri dengan masyarakat melalui interaksi yang dibangun oleh perusahaan sedangkan isu yang kurang menjadi perhatian dalam pandangan perusahaan adalah isu mengenai aspek tenaga kerja. Dimana seharusnya perusahaan lebih memperhatikan nasib para tenaga kerjanya mengingat bahwa tenaga kerja juga merupakan salah satu bagian dari pemangku kepentingan mereka selain masyarakat. Perusahaan tambang dan energi merupakan jenis perusahaan yang dimasukkan ke dalam kategori perusahaan high profile hal ini disebabkan karena kegiatan mereka mempengaruhi lingkungan secara langsung jika dibandingkan dengan status perusahaan low profile. Oleh karena itu hampir dapat dipastikan bahwa pelaporan dan pengungkapan mereka lebih intensif dibandingkan dengan perusahaan low profile. Di Indonesia terdapat pengelompokkan antara perusahaan BUMN dan Non BUMN serta listed di BEI dan Non listed di BEI. Berikut adalah uraian tentang pengungkapan dan pelaporan kinerja perusahaan BUMN + listed, BUMN + Non listed, Non BUMN + listed dan Non BUMN + Non listed jika dilihat dari berbagai macam aspek sosial pada tahun 2011. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Aspek pertama yang akan dibahas adalah aspek lingkungan. Perusahaan mining dan energi tentunya membutuhkan area atau lingkungan yang luas untuk melakukan kegiatan operasionalnya karena hampir mustahil mereka dapat melakukan kegiatan operasionalnya jika tidak memiliki area wilayah yang luas. Dalam mengelola lingkungan yang menjadi obyek operasionalnya, perusahaan juga harus memikirkan mengenai kelangsungan hidup dari lingkungan dimana mereka beroperasi. Berikut adalah pengungkapan kegiatan dari perusahaan yang berkaitan dengan aspek lingkungan. Grafik 1 Jumlah Indikator Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR Tiap Perusahaan dalam Aspek Lingkungan Aspek Lingkungan Non BUMN + Non Listed Non BUMN + Listed BUMN + Non Listed BUMN + Listed Standard Pengungkapan 0 Total 2 4 Standard BUMN + Listed Pengungkapan 17 13 6 8 10 12 14 16 18 BUMN + Non Listed 11 Non BUMN + Listed 10 Non BUMN + Non Listed 11 Mandatory 9 7 6 6 6 Voluntary 8 6 5 4 5 sumber : data diolah 2013 Pada aspek lingkungan, terdapat 17 standar pengungkapan yang terdiri dari 8 standar pengungkapan untuk indikator voluntary dan 9 standar pengungkapan untuk indikator mandatory. Pada grafik diatas, keempat perusahaan melaporkan standar pengungkapan indikator yang bersifat wajib lebih dari 50% tetapi dari 9 buah standar pengungkapan indikator yang wajib dilaksanakan (mandatory) hanya tujuh buah standar pengungkapan indikator wajib yang dilakukan oleh perusahaan itupun tidak semua perusahaan melakukannya. Untuk indikator voluntary aspek lingkungan terdapat 3 butir yang dilakukan oleh keempat perusahaan tersebut. Aspek kedua yang akan dibahas adalah aspek energi. Sebagai perusahaan tambang dan energi, tentunya sudah familiar dengan apa yang dimaksud dengan energi karena produk yang dihasilkan oleh perusahaan berhubungan dengan energi. Energi terbagi menjadi dua yaitu energi terbaharukan dan energi yang tidak terbaharukan. Energi yang terbaharukan berarti Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 energi yang dapat digunakan kembali setelah selesai digunakan karena siklus hidupnya yang pendek sedangkan energi yang tidak terbaharukan berarti energi yang jika digunakan akan habis dan tidak bisa digunakan kembali karena siklus hidupnya yang panjang misalnya energi yang berasal dari minyak bumi. Oleh karena itu, energi yang tidak terbaharukan harus digunakan seefisien mungkin karena semakin lama energi jenis ini akan habis jika digunakan terus-menerus. Berikut adalah pengungkapan kegiatan dari perusahaan yang berkaitan dengan aspek energi. Grafik 2 Jumlah Indikator Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR Tiap Perusahaan dalam Aspek Energi Aspek Energi Non BUMN + Non Listed Non BUMN + Listed BUMN + Non Listed BUMN + Listed Standard Pengungkapan 0 Total 2 4 Standard BUMN + Listed Pengungkapan 10 5 6 8 10 12 BUMN + Non Listed 5 Non BUMN + Listed 5 Non BUMN + Non Listed 4 Mandatory 2 2 2 2 2 Voluntary 8 3 3 3 2 sumber : data diolah 2013 Untuk aspek energi, terdapat 10 standar pengungkapan yang terdiri dari 8 standar pengungkapan untuk indikator voluntary dan 2 standar pengungkapan untuk indikator mandatory. Dari dua butir yang berada di indikator mandatory yang diwajibkan oleh pemerintah ternyata keempat perusahaan melaksanakannya. Hal ini dilakukan oleh keempat perusahaan karena butir pada indikator mandatory yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan kinerja dari perusahaan yang memiliki tujuan penghematan energi sehingga hal ini juga menguntungkan bagi perusahaan apabila melaksanakannya. Untuk indikator voluntary aspek energi hanya 3 butir yang dilakukan oleh keempat perusahaan. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang tambang dan energi dan masuk ke dalam kategori perusahaan high profile tentunya risiko kecelakaan kerja yang dihadapi perusahaan besar. Oleh karena itu, kesehatan dan keselamatan para pekerjanya menjadi hal yang utama Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 bagi perusahaan. Berikut adalah pengungkapan kegiatan dari perusahaan yang berkaitan dengan aspek kesehatan dan keselamatan karyawan. Grafik 3 Jumlah Indikator Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR Tiap Perusahaan dalam Aspek Kesehatan dan Keselamatan Karyawan Aspek Kesehatan dan Keselamatan Karyawan Non BUMN + Non Listed Non BUMN + Listed BUMN + Non Listed BUMN + Listed Standard Pengungkapan 0 Total 1 2 Standard BUMN + Listed Pengungkapan 8 6 3 4 5 6 7 8 BUMN + Non Listed 6 Non BUMN + Listed 5 Non BUMN + Non Listed 6 Mandatory 4 4 4 4 4 Voluntary 4 2 2 1 2 9 sumber : data diolah 2013 Untuk aspek kesehatan dan keselamatan kerja, terdapat 8 standar pengungkapan yang terdiri dari 4 standar pengungkapan untuk indikator voluntary dan 4 standar pengungkapan untuk indikator mandatory. Dari keempat butir pada indikator mandatory aspek kesehatan dan keselamatan tersebut keempat perusahaan melakukannya. Untuk indikator voluntary aspek kesehatan dan keselamatan karyawan, hanya 2 dari 4 butir yang dilaksanakan oleh perusahaan. Setelah perusahaan mengetahui mengenai arti pentingnya peran dari suatu aspek kesehatan dan keselamatan kerja para pekerjanya tentunya perusahaan seharusnya juga tidak akan lupa terhadap pihak yang melakukan kegiatan operasional mereka, yaitu pihak tenaga kerja itu sendiri. Sebagai pihak utama yang melakukan seluruh kegiatan operasional perusahaan sudah selayaknya tenaga kerja ini mendapatkan perlakuan yang pantas dari perusahaan. Baik dari sisi kelayakan tempat bekerja, fasilitas yang mereka dapatkan hingga tunjangan-tunjangan yang layak mereka dapatkan. Dengan dipenuhinya keinginan tenaga kerja besar kemungkinan para tenaga kerja tersebut akan melakukan yang terbaik oleh perusahaan apalagi jika didalam perusahaan tersebut terdapat ikatan kekeluargaan yang erat antara pihak tenaga kerja yang biasanya diwakili oleh serikat buruh dengan pihak manajemen Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 perusahaan yang mengelola keuangan dan strategi perusahaan. Berikut adalah pengungkapan kegiatan dari perusahaan yang berkaitan dengan aspek kesehatan dan keselamatan karyawan. Grafik 5.4 Jumlah Indikator Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR Tiap Perusahaan dalam Aspek Tenaga Kerja Aspek Tenaga Kerja Non BUMN + Non Listed Non BUMN + Listed BUMN + Non Listed BUMN + Listed Standard Pengungkapan 0 Total 5 10 Standard BUMN + Listed Pengungkapan 35 14 15 20 25 30 35 40 BUMN + Non Listed 6 Non BUMN + Listed 11 Non BUMN + Non Listed 11 Mandatory 8 6 3 6 6 Voluntary 27 8 3 5 5 sumber : data diolah 2013 Untuk aspek tenaga kerja, terdapat 35 standar pengungkapan yang terdiri dari 27 standar pengungkapan untuk indikator voluntary dan 8 standar pengungkapan untuk indikator mandatory. Pada aspek tenaga kerja, terdapat 3 butir indikator mandatory yang sering dilakukan oleh keempat perusahaan. Untuk indikator voluntary aspek tenaga kerja, dari 27 butir yang ada hanya 3 butir pada indikator voluntary yang dilaksanakan oleh keempat perusahaan. Setiap perusahaan pasti menghasilkan produk dalam kegiatan produksinya baik itu dalam bentuk barang maupun jasa. Sebagai perusahaan yang baik tentunya kualitas barang dan jasa adalah nomor satu. Barang dan jasa inilah yang kemudian dikonsumsi oleh para konsumen akhir melalui jalur distribusi yang dilakukan oleh para distributor. Berikut adalah pengungkapan kegiatan dari perusahaan yang berkaitan dengan aspek produk. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Grafik 5 Jumlah Indikator Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR Tiap Perusahaan dalam Aspek Produk Aspek Produk Non BUMN + Non Listed Non BUMN + Listed BUMN + Non Listed BUMN + Listed Standard Pengungkapan 0 Total 2 4 Standard BUMN + Listed Pengungkapan 10 4 6 8 10 12 BUMN + Non Listed 4 Non BUMN + Listed 2 Non BUMN + Non Listed 3 Mandatory 3 2 2 2 2 Voluntary 7 2 2 0 1 sumber : data diolah 2013 Untuk aspek tenaga produk, terdapat 10 standar pengungkapan yang terdiri dari 7 standar pengungkapan untuk indikator voluntary dan 3 standar pengungkapan untuk indikator mandatory. Dari 3 butir pada indikator mandatory yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, rata-rata tiap perusahaan melakukan 2 butir indikator yang bersifat wajib tersebut. Untuk aspek indikator voluntary, kebanyakan butir tidak dilakukan oleh perusahaan. Aspek yang terakhir tetapi bukan merupakan aspek yang paling tidak penting yaitu aspek keterlibatan dalam komunitas. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang tambang dan energi sudah tentu akan sangat berhubungan dengan lingkungan dan segala sesuatu yang berada disekitarnya, salah satunya adalah masyarakat disekitar wilayah operasi pertambangan. Salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk meminimalisir dampak negatif ke lingkungan adalah berkolaborasi atau melebur ke dalam masyarakat sekitar. Hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan misalnya melibatkan diri dengan kegiatan masyarakat disekitar wilayah kegiatan operasional perusahaan agar masyarakat sekitar tidak selalu beranggapan hal yang buruk terhadap perusahaan. Berikut adalah pengungkapan kegiatan dari perusahaan yang berkaitan dengan aspek keterlibatan dalam komunitas. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Grafik 6 Jumlah Indikator Pengungkapan dan Pelaporan Kinerja CSR Tiap Perusahaan dalam Aspek Keterlibatan dalam Komunitas Aspek Keterlibatan dalam Komunitas Non BUMN + Non Listed Non BUMN + Listed BUMN + Non Listed BUMN + Listed Standard Pengungkapan 0 Total 1 2 3 Standard BUMN + Listed Pengungkapan 9 5 4 5 6 7 8 9 10 BUMN + Non Listed 7 Non BUMN + Listed 5 Non BUMN + Non Listed 6 Mandatory 7 5 5 5 4 Voluntary 2 0 2 0 2 sumber : data diolah 2013 Terdapat 9 standar pengungkapan untuk aspek keterlibatan dalam komunitas yang terdiri dari 2 standar pengungkapan untuk indikator voluntary dan 7 standar pengungkapan untuk indikator mandatory. Dari 7 butir yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan terdapat 4 butir yang dilaksanakan oleh keempat perusahaan. Untuk butir pada indikator voluntary aspek keterlibatan dalam komunitas dari 2 butir yang ada hanya 2 perusahaan yang menjalankan kegiatan tersebut sedangkan kedua perusahaan lainnya tidak melakukannya. Perusahaan yang tidak melakukannya mungkin beranggapan bahwa ini hanya sebuah aturan yang tidak wajib untuk dilaksanakan karena masuk ke dalam kategori indikator voluntary sehingga perusahaan tidak melaksanakannya. Kesimpulan dan Saran Dalam penelitian ini diketahui bahwa ternyata perusahaan yang diteliti yang termasuk ke dalam kategori perusahaan BUMN memiliki pengaruh yang kuat untuk memaksa perusahaan agar patuh terhadap peraturan yang berlaku. Selain itu mereka juga memiliki inisiatif yang lebih terhadap pelaksanaan kegiatan corporate social responsibility yang bersifat voluntary. Tipe dan jenis perusahaan yang diteliti ternyata mempengaruhi kecenderungan variasi tema pengungkapan atau isu besar tentang kegiatan corporate social responsibility yang dihadapi perusahaan sehingga masing-masing perusahaan memiliki preferensi sendiri dalam menghadapi isu corporate social responsibility tersebut. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan BUMN sekaligus perusahaan yang listed di BEI yang diteliti tidak selalu lebih baik daripada ketiga jenis perusahaan lainnya yang diteliti. Hal ini terungkap bahwa mereka hanya unggul pada 2 dari 6 aspek yaitu aspek lingkungan dan aspek tenaga kerja.Ternyata perusahaan Non BUMN + listed yang diteliti tidak dapat menyamai pencapaian pengungkapan kegiatan corporate social responsibility dibandingkan perusahaan BUMN + listed dan perusahaan BUMN + Non listed yang diteliti. Hal ini membuktikan bahwa yang lebih mempengaruhi tingkat pengungkapan kegiatan corporate social responsibility pada perusahaan yang diteliti adalah faktor BUMN di dalam perusahaan dan bukan faktor listed di dalam perusahaan. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran yaitu (1) bagi publik (masyarakat) seharusnya menyadari arti penting mereka dalam perusahaan dimana mereka dapat memberikan tekanan misalnya dengan memaksa pihak perusahaan untuk melaksanakan kegiatan corporate social responsibility nya. (2) Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan bagi kalangan akademisi yang ingin melakukan penelitian mengenai corporate social responsibility disclosure karena penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti empiris mengenai kecenderungan mandatory vs voluntary corporate social responsibility disclosure di Indonesia. (3) Bagi penelitian berikutnya, dapat menambahkan sumber berupa data primer dari perusahaan agar dapat diketahui secara pasti mengapa perusahaan tidak melakukan butir kegiatan corporate social responsibility yang terdapat pada indikator mandatory dan voluntary. Daftar Referensi CSR Indonesia. Selamat Datang ISO 2600!. http://www.csrindonesia.com/data/articles/20101217084002-a.pdf diakses pada 15 April 2013. Dahlia, Lely dan Sylvia Veronica Siregar (2008, Juli). Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan : Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2005 dan 2006. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak. Darwin, Ali (2006). Laporan Keberlanjutan; Kompetensi Baru Profesi Akuntan Manajemen? Economics Business & Accounting Review, Edisi II page 113-124. Edward. (2011). Implementasi Good Corporate Governance Melalui Corporate Social Responsibility : Studi Kasus – PT Jamsostek (Persero). Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Elsera, Fani Fitria. (2009). Analisis tingkat pengungkapan CSR yang bersifat wajib dan sukarela pada perusahaan dalam industri manufaktur, perdagangan, dan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2006-2007. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Fauziyah, Elis. (2007). Studi Komparasi Konseptualisasi Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013 Hackston, David and Milne, Markus J.. (1996). Some determinants of social and environmental disclosures in New Zealand companies. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 77-108. Proquest database. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-236/MBU/2003 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan. Kurnia, Sally (2010). Investigation of Corporate Social Responsibility Disclosure of Indonesian Listed State-Owned and Non State-Owned Eneterprises. Jakarta: Binus University. Masnila, Nelly (2010). Corporate Social Responsibility : Sebuah Pandangan dari Sudut Akuntansi. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya Jurusan Akuntansi. Michelon, Giovanna (2011). Sustainability Disclosure and Reputation : A Comparative Study. Corporate Reputation Review Vol 14 No 2 p. 79-96. Macmillan Publishers Ltd. Monika, Elsa Rumiris, dan Dwi Hartanti (2008, Juli). Analisis hubungan value based management dengan corporate social responsibility dalam iklim bisnis Indonesia (studi kasus perusahaan SWA100 2006). Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak. Tang Yang dan Chen Dongsheng (2011). Analysis of Present Situation, Foundation and Content About Corporate Social Responsibility Information Disclosure in China. M&D Forum (96-99). Tanudjaja, Bing Bedjo (2006). Perkembangan Corpotare Social Responsibility di Indonesia. Universitas Kristen Petra Surabaya. Nirmana Vol. 8 No. 2 p.92-98. The Indonesian Institute for Corporate Governance. Tata Kelola. http://iicg.org/iicg/home.php?type=1&pageno=3 diakses pada 20 April 2013. Tsoutsoura, Margarita (2004). Corporate Social Responsibility and Financial Performance. Working Paper Series, Center for Responsible Business, UC Berkeley. University of California. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Utama, Sidharta (2007). Evaluasi Infrastuktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Utomo, Muhammad Muslim (2000). Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia : Studi Perbandingan Antara Perusahaan-Perusahaan High Profile dan Low Profile. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi SNA IV, Jakarta. World Business Council for Sustainable Development. Corporate Social Responsibilty. http://www.wbcsd.org/work-program/business-role/previous-work/corporate-socialresponsibility.aspx diakses pada 15 April 2013. Yang, Fu Ju, Cheng-Wen Lin dan Yung-Ning Chang (2010). The linkage between corporate social performance and corporatefinancial performance. African Journal of Business Management Vol. 4 (4), pp. 406-413. Analisis perbandingan…, B.Prastowo Jati Mahendratmo, FE UI, 2013