MAS’OED ABIDIN Globalisasi Kearifan Menangkap Perubahan Zaman Zaman senantiasa mengalami perubahan Begitulah Sunatullah. Yang Kekal hanyalah Sunnatullah, aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, Maha pencipta. Menjelang berakhirnya alaf kedua dan memasuki abad baru, abad dua puluh satu sebagai awal millenium ketiga, ditemui suatu kenyataan, terjadinya lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat. Ditandai dengan lajunya teknologi komunikasi dan informasi (information technology). Suatu gejala yang disebut-sebut sebagai arus globalisasi, dan "perdagangan bebas, yang memacu dunia ini dalam satu arena persaingan yang tinggi dan tajam. Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya, the act of process or policy making something worldwide in scope or application menurut pengertian The American Heritage Dictionary. Di era globalisasi akan terjadi perubaha-perubahan cepat. Dunia akan transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan komunikasi, informasi, transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan 1 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern. Dari kehidupan sosial berasaskan kebersamaan, kepada masyarakat yang individualis, dari lamban kepada serba cepat. Asas-asas nilai sosial menjadi konsumeris materialis. Dari tata kehidupan yang tergantung dari alam kepada kehidupan menguasai alam. Dari kepemimpinan yang formal kepada kepemimpinan yang mengandalkan kecakapan (profesional). Pertumbuhan Ekonomi, Nikmat yang Wajib Dipelihara Aspek paling mendasar dari globalisasi menyangkut secara langsung kepentingan sosial masing-masing negara. Masing-masing akan berjuang memelihara kepentingannya, dan cenderung tidak akan memperhatikan nasib negara-negara lain. Kecenderungan ini bisa melahirkan kembali "Social Darwinism", dimana dalam persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri (Wardiman, 1997). Kondisi ini mirip dengan kehidupan sosial budaya masyarakat jahiliyah, sebagaimana diungkapkan sahabat Ja'far bin Abi Thalib kepada Negus, penguasa Habsyi abad ke-7, yang nota bene berada di alaf pertama: "Kunna nahnu jahiliyyah, nakkulul qawiyyu minna dha'ifun minna," artinya: "Kami masyarakat jahiliyyah, yang kuat dari kami berkemampuan menelan yang lemah di antara kami." Kehidupan sosial jahiliyyah itu telah dapat diperbaiki dengan kekuatan Wahyu Allah, dengan aplikasi syari'at Islam berupa penerapan ajaran tauhid ibadah dan tauhid sosial (Tauhidic Weltanschaung). Ini suatu bukti tamaddun pendekatan historik yang merupakan keberhasilan masa lalu (the glory of the 2 MAS’OED ABIDIN past). Allah berfirman: "Demikian itulah umat sebelum kamu. Bagi mereka amal usahanya, dan bagi kamu amal usahamu." (Q.S. 2: 141) Globalisasi membawa banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik dan bahkan menyangkut setiap aspek kehidupan kemanusiaan. Globalisasi juga menjanjikan harapan-harapan dan kemajuan. Setiap Muslim harus jeli ('arif) dalam menangkap setiap pergeseran yang terjadi karena perubahan zaman ini. Harus mampu menjaring peluang-peluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan. "Laa tansa nashibaka minaddunya", artinya "jangan sampai kamu melupakan nasib/peranan kamu dalam percaturan hidup dunia (Q.S. 28: 77). Suatu yang amat menjanjikan itu adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat, sebagai alat untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Indonesia sebagai bagian dari Asia Tenggara, dalam tiga dasawarsa ini telah menikmati pertumbuhan ekonomi yang pesat. Bank Dunia menyebut sebagai "The Eight East Asian Miracle" yang berkembangan menjadi macan Asia bersama: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Thailand, Singapura, Malaysia. Sungguh suatu nikmat yang wajib disyukuri. "Lain syakartum la adzidannakum", bila kamu mampu menjaga nikmat Allah (syukur), niscaya nikmat itu akan ditambah. Dalam bidang ekonomi ini, negara-negara Asean menikmati pertumbuhan rata-rata 7-8 % pertahun, sementara Amerika dan Uni Eropa hanya berkesempatan menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 2,5 sampai 3 % pertahun. Populasi Asean sekarang 350 juta, diperkirakan tahun 2003 saat memasuki AFTA, populasi ini akan 3 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI mencapai 500 juta (Adi Sasono, Cides, 1997). Bila pertumbuhan ekonomi ini dapat dipelihara, Insya Allah pada tahun 2019, saat skenario APEC, maka kawasan ini akan menguasai 50,7 % kekayaan dunia, Amerika dan Uni Eropa hanya 39,3% dan selebihnya 10 % dikuasai Afrika dan Amerika Latin (Data Deutsche Bank, 1994). Apa artinya semua ini? Kita akan menjadi pasar raksasa yang akan diperebutkan oleh orang-orang di sekeliling. Bangsa kita akan dihadapkan pada "Global Capitalism". Kalau kita tidak hati-hati keadaan akan bergeser menjadi "Capitalism Imperialism" menggantikan "Colonialism Imperialis" yang sudah kita halau 50 tahun silam. Dengan "Capitalism Imperialism" kita akan terjajah di negeri sendiri tanpa kehadiran fisik si penjajah. Pertanyaan yang perlu dijawab segera: Sudahkah kita siap menghadapi perubahan zaman yang cepat dan penuh tantangan ini? Di antara jawabnya adalah, kita berkewajiban sesegeranya mempersiapkan generasi baru yang siap bersaing dalam era global tersebut. Kita berkewajiban membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih berkecenderungan individual menjadi Sumber Daya Umat (SDU) yang bercirikan kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul ringan sejinjing, atau prinsip ta'awunitas. Sebuah prinsip dasar yang mulai diabaikan oleh kalangan intelektual sekuler. Kita memerlukan generasi yang handal, dengan daya kreatif, innovatif, kritis, dinamis, tidak mudah terbawa arus, memahami nilai-nilai budaya luhur, siap bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang jelas, memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual. Kekuatan yang memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik-material, tanpa harus mengorbankan 4 MAS’OED ABIDIN nilai-nilai kemanusiaan. Disini peran yang amat crusial dari Agama Islam. Wallahu a'lam. GENERASI PENYUMBANG Adalah suatu keniscayaan masa depan sangat banyak di tentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang dominan. Semestinya usaha diarahkan kepada pembentukan satu generasi penyumbang dalam bidang pemikiran (aqliyah), ataupun penyumbang pembaharuan (inovator)1. Keberhasilan akan banyak ditentukan oleh keunggulan institusi di bidang pendidikan atau pembinaan terhadap generasi yang berpengetahuan tentang kemampuan yang dimiliki, memiliki pemahaman (identifikasi) mendalam tentang masaalah-masaalah yang tengah dihadapi, equalisasi yang mengarah kepada kaderisasi diiringi oleh penswadayaan kesempatan-kesempatan yang ada2. Suatu kelemahan mendasar pada negara berkembang adalah melemahnya jati diri karena kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa3. Kelemahan ini dipertajam oleh tindakan isolasi diri karena kurangnya 1 1 QS.3:139, menyiratkan optimisme besar untuk penguasaan masa depan. Masa depan ditentukan oleh aktivitas amaliyah (QS.6:135) bandingkan QS.11:93 dan QS.11:121, juga QS.6:132 kemuliaan (darjah) sesuai dengan sumbangan hasil usaha. 2 Lihat QS.9:105, amaliyah khairiyah akan menjadi bukti ditengah kehidupan manusia (dunia). 3 3 Melemahnya jati diri tersebab lupa kepada Allah atau hilangnya aqidah tauhid, lihat QS.9:67, lihat juga QS:59:19. 5 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI kemampuan terhadap penguasaan “bahasa dunia” (politik, ekonomi, sosial, budaya), yang pada gilirannya hidup dengan kecenderungan terjajah di negeri sendiri. Kurangnya percaya diri tersebab lemahnya penguasaan teknologi dasar yang menopang tatanan perekonomian bangsa, lemahnya minat menuntut ilmu, yang pada akhirnya menutup peluang untuk berperan serta dalam kesejagatan4. Pemberdayaan tamaddun (agama dan adat budaya) didalam tatanan kehidupan masyarakat seutuhnya, menjadi landasan meletakkan dasar pengkaderan re-generasi, dengan mengaktifkan kegiatan-kegiatan mengarah kepada penerapan hidup keseharian menjadi kewajiban utama, agar tidak terlahir generasi yang lemah5. Perlibatan generasi muda pada aktifitas-aktifitas lembaga agama dan budaya, dan penjalinan hubungan erat yang timbal balik antara badan-badan kebudayaan serumpun (dalam dan luar kawasan), menjadi pendorong bagi terlahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab6. Penjalinan kerja sama dengan lembagalembaga perguruan tinggi (akademik) dengan meningkatkan pengadaan pengguna fasilitas yang mendorong kepada penelitian memasuki jati diri berbangsa dan bernegara akan memperkokoh interaksi kesejagatan. 4 Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan menyampaikan peringatan kepada umat supaya bisa menjaga diri (antisipatif). 5 5 Lihat QS.4:9, mengingatkan penanaman budaya taqwa dan perkataan (perbuatan) benar. 6 6 Generasi yang tumbuh dalam persatuan yang kokoh kuat dengan I’tisham kepada Allah dan menjauhi setiap perpecahan (lihat QS.3:103, perbandingkan QS.4:145-146, sesuai QS.22:78). 6 MAS’OED ABIDIN Melalui penelitian dan penelaahan perobahanperobahan di desa dan kota sebagai antisipasi arus kesejagatan adalah keniscayaan yang akan memperkokoh jati diri. Pengoperasionalan hasil-hasil penelitian dalam meningkatkan kerja sama berbagai instansi, bisa menopang peningkatan kesejahteraan7. Menggali ekoteknologi dengan kearifan yang ramah lingkungan, serta penanaman keyakinan aktual bahwa yang ada sekarang adalah milik generasi mendatang, menumbuhkan konsekwensi logis beban generasi kini berkewajiban memelihara dan menjaga untuk di wariskan kepada gereasi pengganti, secara lebih baik dan lebih sempurna8. Aktifitas ini akan memacu peningkatan daya kinerja di berbagai bidang garapan melalui perancangan pembangunan arus bawah dan alur pemikiran, melalui pendekatan holistik (holistic approach). Menghadapi arus kesejagatan (global) yang deras secara dinamik memerlukan penyesuaian kadar apa yang di kehendaki, maknanya adalah arus kesejagatan tidak boleh mencabut generasi dari akar budaya bangsanya. Sebaliknya arus kesejagatan itu semestinya di rancang bisa merobah apa yang tidak di kehendaki9. Senyatanya membiarkan diri terbawa arus deras perobahan sejagat tanpa memperhitungkan jati diri akhirnya akan menyisakan malapetaka10. 7 7 Lihat QS.6:54 dan QS.16:97, bandingkan QS.25:70-71. 8 8 Lihat QS.19:40, dan QS.21:105, pewaris bumi adalah hamba Allah yang shaleh (baik), bandingkan dengan QS.7:128. 9 9 Lihat QS.3:145 dan 148, lihat juga QS.4:134, dan bandingkan QS.28:80. 1 10 Lihat QS.30:41 7 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Sosialisasi pembinaan jati diri bangsa terletak pada pemeranan maksimal fungsi ibu bapa (kekuatan inti masyarakat terdapat di rumah tangga)11. Usaha berkesinambungan ini mesti sejalan dengan pengokohan lembaga keluarga (extended family), serta pemeranan peran serta masyarakat secara pro aktif menjaga kelestarian adat budaya (hidup beradat). Setiap generasi yang di lahirkan dalam satu rumpun bangsa seyogyanya tumbuh menjadi kekuatan yang peduli dan pro-aktif dalam menopang pembangunan bangsanya dengan tujuan yang jelas, menciptakan kesejahteraan yang adil merata melalui program-program pembangunan. Sadar manfaat pembangunan seharusnya merata dengan prinsip-prinsip jelas, equiti yang berkesinambungan, sehingga partisipasi tumbuh dari bawah dan datang dari atas, pada gilirannya pula setiap individu di dorong maju dengan merasa aman yang menjamin kesejahteraan12. Tidaklah mungkin dianggap enteng setiap usaha kearah pemantapan metodologi pengembangan program pendidikan dan pembinaan (keluarga, institusi, dan lingkungan), dengan pemantapan aqidah (pemahaman aktif ajaran Agama) pada generasi mendatang13. Adanya political action berkenaan dengan pengamalan ajaran-ajaran Agama (Islam) yang senyatanya merupakan anutan terbesar generasi 1 11 Lihat QS.66:6 bandingkan dengan QS.5:105. 1 12 Lihat QS.4:58, selanjutnya dasar equiti (keadilan) adalah bukti ketaqwaan (QS.5:8) 1 13 Sesuai QS.3:102, selanjutnya kemuliaan hanya pada bangsa yang bertaqwa (QS.49:13). 8 MAS’OED ABIDIN mendatang, niscaya akan menjadi sumber kekuatan besar dalam proses pembangunan melalui integrasi aktif, dimana umat berperan sebagai subjek bagi pembangunan bangsa itu sendiri14. Generasi penyumbang (inovator) sangat di perlukan pembentukannya dalam kerangka pembangunan berjangka panjang. Bila terlupakan, generasi yang terlahir adalah generasi pengguna (konsumptif) yang jauh dari sikap produktif, dan akan merupakan benalu bagi bangsa dan negara15. Semoga Allah memberi kekuatan memelihara amanah bangsa ini. Amin. Padang, April 1998. MASA DEPAN Betapapun krisis tengah melanda Indonesia sebagai bahagian dari kawasan Asia Tenggara, namun sebagai bangsa yang besar semestinya bersikap optimis dengan dorongan semangat besar bahwa bangsa (kawasan) ini akan menjadi pusat kegiatan masa datang, baik dalam penguasaan ekonomi ataupun intelektual menghadapi percaturan abad ke duapuluh satu. Suatu kenyataan, instalasi kekuatan ekonomi terpegang oleh bahagian terkecil (selected minority) dengan penguasaan keperluan mayoritas penduduk di 1 14 “wa man yattaqillaha yaj’allahuu makhrajan”(QS.65:2-3) Lihat pula QS.3:160, dan QS.47:7. 1 15 Lihat QS.28:83 9 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI pedesaan. Namun, bila kekuatan kecil ini mampu membangkitkan peran penguasaan keperluan terbesar masyarakat, adalah suatu keniscayaan semata bangsa ini akan dapat bergerak secara pasti menjadi umat yang di perhitungkan. Sulit untuk di elakkan, adanya suatu keharusan memelihara gerak pertumbuhan dari bawah (bottomup). Usaha nyata perlu dikembangkan melalui ekonomi keluarga dan pemungsian kekuatan ekonomi pasar dari pedesaan. Karena, yang akan memimpin orang banyak adalah yang bisa berbuat banyak untuk orang banyak itu. Peranan generasi mendatang harus di siapkan pada dasar kesepahaman memelihara destiny sendiri, dengan menanamkan kebebasan terarah untuk menumbuh kembangkan tanggung jawab bersama, dalam upaya meningkatkan daya saing dan menghasilkan hal-hal yang produktif, pada gilirannya akan membuahkan beragam hasil usaha yang dinikmati bersama. Memang ada satu kecemasan bahwa sebahagian generasi yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak. Sebenarnya suatu kelaziman belaka pada kawasan yang tengah berkembang tampilan kolektivitas lebih mengedepan dari pada aktivitas individu. Dalam hubungan ini diperlukan penyatuan gerak langkah memelihara sikap-sikap yang harmonis dengan menghindari adanya tindakan eksploitasi dalam hubungan bermasyarakat. Penguatan daya implementasi konsep-konsep aktual menjadi sangat penting, melalui research dan pengembangan serta kualita dalam membentuk kondisi. Pemberdayaan institusi (lembaga) kemasyarakatan yang ada (adat, agama, perguruan tinggi), dalam mencapai ujud keberhasilan, mesti disejalankan dengan kelompok umara’ (penguasa) yang adil (kena pada tempatnya). 10 MAS’OED ABIDIN Ketersambungan pendapat ilmuan dan para pengamat melalui dialog, dan penekanan amanah pada pemegang-pemegang kendali ekonomi, serta penyatuan gerak seluruh masyarakat yang ujud dalam do’a (harapan) berpadu pada usaha (kenyataan), merupakan pekerjaan mendesak dalam meniti suatu pengembangan pembangunan (development). Pemeranan seni mengajak secara aktif (dakwah) akan menyokong mempertahankan apa yang kita miliki dan membuat apa yang belum kita miliki. Akhlak mulia adalah suatu kemestian bagi mendorong tumbuhnya pro-aktif dalam gerak pembangunan fisik dan non-fisik. Suatu kecemasan bahwa diantara generasi yang tengah berkembang belum siap memerankan tugas di masa depan, memang beralasan. Gejala itu terlihat dari banyaknya generasi bangsa yang masih terdidik dalam bidang non-science (seperti, kecenderungan terhadap yang berbau mistik, paranormal, pedukunan, penguasaan kekuatan jin, budaya lucah, pergaulan bebas, kecanduan ectacy,dan konsumsi penanyangan pornografi) ditengah berkembangnya iptek. Gejala ini tampil pada permukaan tata pergaulan yang dipermudah oleh penayangan informasi produk cyber space. Keinginan yang tidak selektif, peniruan gaya hidup yang tidak berukuran, sesungguhnya akan lebih banyak menghambat kesiapan menatap masa depan. Kemungkinan ini bisa terjadi karena kurangnya interest terhadap agama dan mulai meninggalkan puncak-puncak budaya yang diwarisi, diperberat oleh tindakan para pemimpin formal dan non-formal yang kebanyakannya masih terpaut pada pengamatan tradisional dan non-science. Problematika ini akan teratasi dengan usaha berketerusan dalam memelihara kemurnian aqidah 11 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI (tauhid) supaya tidak terjadi pemahaman dan pengamalan keseharian agama yang campur aduk, serta usaha berkesinambungan dalam menjaga agar tidak terjerumus dalam kehidupan materialis. Upaya yang intensif ini semestinya berkemampuan menggiring Sumber Daya Umat tetap bertumpu kepada science dengan nilai agama dan budaya. Tugas ini perlu di emban secara terpadu. Padang, Maret 1998. Hijrah Secara sederhana, hijrah berarti pindah. Suatu peristiwa Sirah Nabawi (sejarah Rasulullah SAW) bersama-sama Mukminin pindah dari Makkah ke Madinah pada satu setengah millenium yang lalu, dan merupakan awal tahun baru Islam sejak shahabat Umar Ibnu Al-Khattab RA menetapkannya sebagai kalender hijrah. Hijrah bukan melarikan diri karena takut siksaan, atau karena tekanan musyrikin Quraisy semata. Hijrah adalah satu peristiwa penting, yang menjadi titik awal (starting-point) kebangkitan Dakwah Islam. Hijrah merupakan dedikasi demi keyakinan (iman) dan bukti kepatuhan serta taat prinsip terhadap ajaran tauhid. Hijrah merupakan jawaban tegas atas seruan Allah melalui pembuktian kecintaan sejati (mahabbah) kepada Muhammad Rasulullah SAW, dengan mengalahkan kecintaan terhadap harta benda, sanak keluarga serta kerelaan menggantinya dengan keikhlasan menerima Ajaran Islam. Hijrah adalah fenomena kekuatan umat Mukminin dalam menampilkan citra ajaran dan latihan yang di lakukan Rasulullah SAW terhadap pengikutnya, setelah mereka di uji dengan krisis berupa “… 12 MAS’OED ABIDIN tertekan di tanah air sendiri bahkan diancam dan ditakuti akan diculik..(QS.8:26)” akhirnya mampu menampilkan satu sosok umat bermutu (khaiyrummah) yang siap memikul tanggung jawab manusiawi sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hijrah puncak kewibawaan ajaran Islam, merupakan gerakan nyata dari interpretasi Wahyu Al Quran yang telah menjadikan Islam sebagai agama yang haq (benar) dari Allah, yang tidak bisa di rusak oleh perdayaan dan tekanan dari golongan musyrikin (atheis) Quraisy berupa penangkapan, pemenjaraan, pembunuhan, pengusiran, penculikan, pengucilan, intimidasi dan tidak boleh berhubungan dagang (embargo ekonomi) serta bermacam usaha makar yang diperlakukan terhadap Rasulullah SAW dan orang-orang Mukmin,”…dan (akhirnya) Allah sebaikbaik pembalas tipu daya”(QS.8:30). Maka, hijrah adalah satu kebenaran undang-undang baja perjalanan sejarah manusia berkeyakinan tauhid dengan akidah Islam. Hijrah adalah kesediaan melaksanakan reformasi aktual dengan menanggalkan kehidupan jahili yang nyata terlihat tumbuh membiasa sebagai karakter masyarakat Jahiliyah, seperti penyembahan berhala dan manusia, hilangnya batas halal-haram, berkelakuan keji tercela (zina, sadis, miras, korupsi, kolusi, manipulasi, hedonis dan riba), menjadi ancaman terhadap jiran, memutus silaturrahim dengan membahayakan ketenteraman tetangga, yang kuat menelan yang lemah,(lihat “Al Islam Ruhul Madaniyah” yang menukilkan penjelasan Shahabat Ja’far bin Abi Thalib kepada Kaisar Negus di Habsyi). Dengan strukturisasi ruhaniyah melalui Risalah Muhammad SAW, yang terkenal shiddiq (lurus, transparan), amanah (jujur), tabligh (dialogis), fathanah (ilmiah), ditanamkan keyakinan bersih kepada kekuasaan Allah Yang Esa (tauhidiyah), 13 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI kepercayaan terhadap hari berbangkit (akhirat), disiplin beribadah (syari’at), optimisme yang tinggi terhadap luasnya bumi (rezki), kesaudaraan mendalam (mu-akhah), akhirnya setiap pribadi mukmin siap untuk berhijrah semata-mata mengharapkan balasan (pahala) dari Allah (lihat, QS.4:100). Hijrah telah menjadi ketetapan operatif yang berlangsung terus menerus dalam proses restrukturisasi masyarakat baru yang berdiri dengan ikatan kepercayaan dengan prinsip dasar yang lebih tinggi dari sekedar hubungan solidaritas kelompok (‘ashabiyah, nepotisme) dan tumbuh-kembang menjadi masyarakat majemuk pertama yang hidup diatas landasan keadilan berkemakmuran1. Hijrah telah membentuk tatanan masyarakat yang terbuka untuk semua, dengan kesempatan berkembang mencari kehidupan berdasar hak asasi yang sama bagi semua anggota masyarakatnya. Tidak ada kelompok yang bisa mencegah berbagai anggota masyarakatnya untuk maju. Salah satu keutamaan yang di tampilkan Islam adalah membangun satu masyarakat yang kuat berdasarkan sikap saling mengasihi (ukhuwwah dan mahabbah) dan saling membantu (ta’awun), sebuah peradaban yang tinggi yang melahirkan suatu lingkungan yang sehat politik, ekonomi, kebudayaan dan materil, sehingga memungkinkan manusia mengarahkan dirinya untuk menyembah Allah, mengikut perintah-perintah-Nya 1 Sejarah kemudian membuktikan betapa Shahabat Ali bin Abi Thalib pernah diadili atas aduan seorang Yahudi dengan dakwaan pemilikan seperangkat baju besi oleh seorang hakim Muslim dan akhirnya demi hukum dan keadilan Ali bin Abi Thalib bisa di kalahkan lantaran tidak dapat mengetangahkan bukti-bukti di pengadilan (mahkamah). Nash (teks) Al Quran membuktikan pula bahwa masyarakat Madinah tumbuh berkeamanan yang tenteram serta dihuni tidak hanya oleh umat Mukmin (homogrenitas agama), tapi juga oleh Yahudi-Nashara (Judeo-kristiani) dan Munafik. 14 MAS’OED ABIDIN dalam semua kegiatan (lihat QS.Tahrim,ayat 6), tanpa adanya rintangan dari institusi-institusi masyarakat. Masyarakat akan tetap di anggap terbelakang sepanjang ia gagal menciptakan satu lingkungan yang tepat untuk menyembah Allah sesuai dengan syari’atNya. Maka tidak dapat di sangkal bahwa Islam dan Iman telah mampu membangkitkan motivasi kuat dengan keyakinan diri yang unggul memiliki kebebasan terarah dan bertanggung jawab, baik secara moral maupun intelektual. Inilah suatu catatan kaki dari sejarah hijrah yang tak boleh di abaikan. Generasi umat Islam hari ini harus mampu mencapai visi baru dalam gelombang kesadaran Islam yang pengaruhnya nampak dalam tatanan kehidupan duniawi. Hanya kelompok Yahudi (zionis) tidak pernah diam berupaya sekuat daya agar manusia senantiasa mengikut millah (konsepsi dan cara-cara) mereka (QS.2:120). Wallahu a’lamu bis-shawaab. Padang, 1 Muharram 1419 H Isra’ Mi’raj Meneropong Kekuasaan Allah Dalam Ilmu Modern 15 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Bulan Rajab telah kita tinggalkan. Di dalamnya terdapat satu peristiwa kembar (Isra’ dan Mi’raj) Muhammad SAW yang merupakan pilar penting dalam rentetan Risalah Islam. Peristiwa pertama dikenal dengan peristiwa Isra’ (perjalanan malam hari) Rasulullah SAW berawal dari Masjidil Haram (Makkah) dan berakhir di Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis, Palestina). Kedua tempat itu telah diberkati sekelilingnya (alladzi barakna haulahu), sebagai tempat diutusnya banyak Nabi dan Rasul-Rasul sejak Ibrahim AS hingga Isa ibni Maryam. Di sekitar Baitulmaqdis telah diturunkan Kitabullah (Taurat, Zabur, Injil, dan beberapa shuhuf) melalui Rasul-Rasul Allah pegangan Agama Samawi untuk bimbingan dan pedoman ummat manusia dari masa ke masa. Di keliling Masjidil Haram (Makkah dan Madinah) diwahyukan Al Quranul Karim kepada Muhammad SAW, yang menjadi rahmat besar tiada ternilai untuk seluruh penduduk alam ini, sampai akhir masa. Perjalanan Isra’ merupakan bukti kemuthlakan kekuasaan Allah Maha Pencipta (linuriyahuu min ayatina) yang mampu merubah ruang dan waktu, tak terpaut kepada dimensi menurut batas akal fikiran manusia. Kecerdasan akal (rasional intelegensia) yang dipunyai manusia sangat terbatas. Mengandalkan semata-mata kemampuan rasio tidak akan mampu mencerna peristiwa sangat spektakular ini. Apalagi kalau yang menjadi ukuran hanyalah jarak, waktu, ruang dan dimensi materi. Sampai kinipun, saat teknologi transportasi sudah maju, peristiwa Isra’ masih merupakan misteri ilmu pengetahuan. Ada yang percaya bahwa peristiwa itu benar terjadi. Ada pula yang beranggapan sebagai cerita dongeng dan mimpi belaka. Ilmu pengetahuan malah mempertanyakan bagaimana persamaan geraknya dengan teknologi transportasi dan betapa 16 MAS’OED ABIDIN kajiannya menurut hukum dasar mekanika (ilmu gerak) yang dikenal sekarang. Lebih ekstrim lagi kalau tidak terkaji oleh ilmu pengetahuan modern, maka peristiwa itu mustahil diterima. Suatu kejadian menurut embanan teori realitivitas dalam dimensi ruang dan waktu, (keduanya bukan besaran yang muthlak, melainkan tergantung kepada sipengamat), maka dalam dimensi ini belum ada satu benda melebihi kecepatan maksimum (kecepatan cahaya). Kecepatan itu bisa dicapai oleh materi yang memiliki massa diam nol, yakni gelombang elektromagnet (seperti sinar gamma, sinar X, dan cahaya). Teori ini juga menyebutkan adanya perobahan kerangka waktu, panjang, dan massa. Semakin tinggi kecepatan suatu materi massa semakin bertambah besar terjadi time dilatation (pemuluran waktu) dan panjang mengalami kontraksi. Konsekwensi teori (realitivitas) ini melahirkan suatu kaedah, bahwa materi tidak dapat dimusnahkan, tidak dapat diciptakan, tetapi dapat dikonversi kedalam bentuk atau gelombang. Perjalanan menempuh jarak antara Masjidil Haram (Makkah) dengan Masjidil Aqsha (Palestina) dengan hasil teknologi transportasi maju hari ini bisa ditempuh kurang dari semalam (memakai kapal terbang, termasuk rumusan mekanika klasik). Akan tetapi, tingkat teknologi transportasi 15 millenium lalu itu adalah Kuda, Onta, Keledai atau jalan kaki. Di sinilah tumbuhnya bantahan musyrikin Quraisy karena kemampuan akal melihatnya sebagai suatu yang mustahil. Pertanyaan berikut, kenderaan apa yang dipakai Muhammad melakukan perjalanan malam (Isra’). Bila 17 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI disebut dengan berkenderaan buraq2. Maka itupun dilihat sebagai suatu yang berlebihan, selanjutnya juga sangat mustahil. Kilat adalah satu gelombang elektromagnet dengan kecepatan maksimum seperti kecepatan cahaya, sehingga dengannya jarak matahari dan bumi bisa dijelang dalam waktu delapan menit Sebenarnya Buraq (barq) tidak sama dengan kilat dalam arti yang lazim, karena memiliki kecepatan “sekejap mata” dan mampu menempuh jarak sejauh mata memandang. Kenyataan keseharian kita membuktikan bahwa mata tanpa alat bantu bisa memandang bintang dilangit yang jaraknya ribuan kali jarak matahari. Karenanya dapat disimpulkan buraq bukanlah kilat dalam dimensi pengertian umum dengan kecepatan melampuai cahaya, bahkan mungkin 18 juta kali kecepatan cahaya. Sekali lagi, bila Muhammad masih ter-kungkung pada dimensi ruang dan waktu, mustahil dia bisa bergerak secepat kilat, kecuali jika telah dirubah menjadi foton (paket energi gelombang elektromagnet, yang kecepatannya sama dengan cahaya), dan bila itu yang terjadi sangat sulit untuk kembali kepada materi semula, lebih rumit membayangkan terjadi pada diri manusia seperti Muhammad. Kejadian ini diluar jangkauan akal dan indera manusia. Akal tidak mampu menggambar lintasan gerak yang terjadi. Bahkan ilmu pengetahuan tidak mampu menuliskan persamaannnya dalam teori gerak 2 Buraq,berasal dari kata barq artinya kilat 18 MAS’OED ABIDIN (mekanika) Newton ataupun Einstein3. Kedua teori gerak tersebut dalam kasus ini tidak berlaku lagi. Kata kuncinya terletak pada kata-kata “asraa” (kata kerja transitif yang memperlukan obyek) dan berasal dari kata kerja intransitif “saraa”, berarti telah berjalan malam hari. Obyek asraa adalah Muhammad. Kata-kata Isra’ diambil dari bentuk mashdar saraa, sehingga secara harfiyah diartikan perjalanan malam hari dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsha, yang sepenuhnya dalam perencanaan sampai pada pelaksanaan perjalanan (baik dalam bentuk sarana, alat yang dipakai, sifat perjalanan, waktu dan kecepatan) semata-mata adalah absolut (muthlak) menjadi ilmu dan kekuasaan Allah adanya. Subhanallah. Secara bijaksana Allah memperlihatkan kekuasaan muthlak itu dengan awalah kalimat “Subhanal-ladzii”4 dan seterusnya. Disinilah wilayah iman, dan bila kita lihat dari sisi ini, jelaslah ada satu konsep yang lebih tua dari umurnya teori gerak (mekanika) klasik ataupun modern, yaitu teori gerak kun fa yakun (absolut kekuasaan Allah). Kekuatan agung (raksasa) ini merupakan wilayah iman (keyakinan) yang berurat berakar pada kalbu (hati) manusia. Suatu kekuatan inti 3 Diketahui hingga sekarang ada dua hukum dasar mekanika (ilmu gerak). Kesatu, disebut sebagai mekanika klasik (dikembangkan Isaac Newton, dengan tiga hukum dasarnya yaitu kelembaban,gerak dan aksi-reaksi), berlaku untuk gerakan suatu materi yang kecepatannya rendah, jauh lebih kecil dibanding dengan kecepatan cahaya (300.000 km/detik kuadrat). Kedua, disebut mekanika modern (dikembangkan Albert Einstein, dengan teori relativitas dan konsep kenisbiannya), berlaku untuk materi yang kecepatannya sangat tinggi, yang besarnya mendekati kecepatan cahaya, dan ini hanya bisa dicapai oleh materi yang berukuran kecil seperti electron. 4 QS.17:1 19 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI (inner side) dalam bentuk emotional inteligensia, yang pada gilirannya mampu menumbuhkan kesadaran ilmiah rasionil, seperti diperlihatkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq tatkala mendengar peristiwa Isra’ itu disampaikan oleh Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dia membenarkan peristiwa mencengangkan ini, bahkan lebih dari itu, diapun percaya bila Muhammad menyatakan naik kelangit sekalipun. Inilah kesadaran rasionil ilmiah, karena Muhammad adalah utusan Allah. Artinya “sungguh Dia (Allah) Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS.17:1) Peristiwa kedua, adalah Mi’raj (naik ketempat yang paling tinggi), sebagai dijelaskan pembuktiannya oleh Allah dalam Firman-Nya : Artinya : “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat 20 MAS’OED ABIDIN sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhan-Nya yang paling besar”5 (QS.53,An-Njm,ayat 13-18). Mi’raj6 adalah kelanjutan Isra’, naik ketangga. Dalam Surah al Ma’arij itu disebutkan : Artinya : “Malaikat-Malaikat dan Jibril (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS.70:4). Perjalanan satu hari malaikat, berbanding dengan 50.000 tahun dalam hitungan manusia. angka yang misterius. Atau dalam surah lainnya disebutkan pula : naik yang sama Suatu Artinya : “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS.32:5). Makna sesungguhnya dari angka misterius 50.000 tahun dan 1.000 tahun, dengan perbandingan hitungan waktu satu hari (kecepatan malaikat) 5 Muhammad melihat Jibril untuk pertama kalinya dalam bentuk asli itu adalah tatkala diturunkan wahyu pertama Surat Al ‘Alaq (96) ayat 1-5. Keabsahan penglihatan Muhammad ini diperkuat oleh Wahyu Allah QS.53,An-Najm, ayat 1-14) 6 Kata mi’raj mashdar dari ‘aroja, berarti telah naik tangga. Harfiyahnya, mi’raj bermakna tangga, bentuk pluralnya ma’arij juga dipakai dalam penamaan salah satu Surat dalam Al Quran (S,70). 21 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI sesungguhnya merupakan rahasia ilmu Allah. Namun, jika angka tersebut dipahami sebagai pemuluran waktu (time dilatation) dalam konsep mekanika realitivistik, maka perjalanan malaikat satu hari baru teramati dalam dimensi waktu 50.000 tahun (minimal 1000 tahun) oleh manusia (pengamat diam). Hal ini hanya bisa terjadi kalau kecepatan yang berlaku lebih dari kecepatan cahaya dalam teori ilmu pengetahuan modern. Kalau konsep ini ditelaah, pertanyaannya adalah “apakah malaikat itu suatu gelombang elektro magnetik”? Dalam sebuah hadist, ‘Aisyah R.’Anha, meriwayatkan bahwa Malaikat itu tercipta dari nur (cahaya). Karena Malaikat adalah makhluk ghaib, bukan materi, maka pasti bukan tergolongkan gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh manusia dan dapat dikendalikan sebagaimana lazimnya gelombang elektromagnetik lainnya dialam ini. Inilah Wilayah Iman, yang pada gilirannya hanya mampu menggumamkan kata kagum “Subhanallah”, dan tak akan pernah dirasakan oleh ilmuan vrijdenker (bebas agama) atau atheis sepanjang zaman. Andai kata perjalanan di ma’arij itu menjadi dasar bahasan perjalanan mi’raj, dalam kadar sehari berbanding 50.000 tahun, niscaya perjalanan itu akan berkecepatan 18 juta kali perjalanan kecepatan teknologi transportasi modern, dalam perhitungan manusia berdimensi ruang dan waktu. Peristiwa kedua ini lebih menakjubkan dari peristiwa pertama. Lebih susah membayangkan dan sulit menerimanya, bila hanya mengandalkan kemampuan rasio semata. Akan sangat mudah menerimanya apabila kemampuan rasio didasari 22 MAS’OED ABIDIN haqqul-yaqin7 (keyakinan atas kemuthlakan Allah Yang Maha Kuasa), sebagai dasar dalam rangka pandangan pandangan hidup tauhid (Tauhidic Weltanschaung), pandangan tauhid inilah pada akhirnya merupakan salah satu ukuran tingkat kecerdasan yang melahirkan kemampuan untuk menguasai nilai-nilai keseimbangan (tawazunitas), sebagai ciri khas ilmuwan yang bijak. Ada tiga nilai dasar dalam peristiwa besar ini ; (1). Ujian Iman (nilai aqidah) yang melahirkan pengakuan bahwa kekuasaan yang muthlak hanya ada pada kekuasaan Allah. (2). Kesadaran ilmiah bahwa kemampuan rasio sangat tidak berarti apabila tidak dilandasi oleh keyakinan tauhid. (3). Kekhusyukan ibadah merupakan pembuktian adanya keyakinan tauhid dalam menempuh kehidupan nyata sebagai suatu kepantasan yang sangat rasional. Isra’ Mi’raj adalah bukti kerasulan Muhammad (setaraf mu’jizat Rasulullah), dengan tujuan ; (1). Lit-tastbit atau mengukuhkan posisi kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, (2). Lit-takrim, atau memuliakan kedudukan Muhammad sebagai manusia pilihan, (3). Lis-ti’-dalil quwwah, atau menempa kekuatan mental-spiritual Mauhammad SAW dalam mengemban missi kerasulan, sebagai Khataman Nabiyyin 7 Haqqul yaqin adalah tingkat puncak dari ilmul yaqin. Keyakinan ini akan menjadi landasan utama dari weltanschaung) selanjutnya. pandangan 23 hidup tauhid (tauhidic ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Sebagai ummatnya kita dapat menarik hikmah dari dua peristiwa spektakular ini antara lain; (1) Pengukuhan iman berkaitan dengan pengakuan atas kemuthlakan kekuasaan Allah, yang pada tahap selanjutnya akan menanamkan kesadaran mendalam atas lemahnya kekuatan rasio manusia bila tidak dilandasi aqidah (keyakinan tauhid),dan pada bagian akhirnya akan melahirkan ketaatan penghambaan hanya terhadap Ma’bud (hanya Allah yang berhak disembah). (2) Bukti atas keutusan Muhammad SAW sebagai Rasul Allah, dengan segala kemuliaan (mukjizat) selaku Khataman Nabiyyin (penutup segala nabinabi), dan merupakan pembuktian Al Quranul Karim yang teruji secara ilmiah. (3) Kerelaan dan ketaatan bukti kesetiaan kepada Allah, dengan keteguhan mempedomani hidayah Allah (Al- Quran) dan mengikuti Sunnah RasulNya. Menunaikan ibadah adalah nikmat Allah. Kesempatan seseorang untuk bisa menunaikan ibadah secara khusyuk dan tertib, sungguh merupakan nikmat Allah yang besar. Ibadah shalat, sebagai salah satu syari’at dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dilaksanakan lima kali sehari semalam, sesungguhnya harus dirasakan sebagai wahana pembentukan watak manusia yang sempurna (insan kamil). Karena selain bernilai spiritual, ibadah ini akan menjadi akar dari caracter-building dalam membentuk sikap terpuji seperti; disiplin waktu, cinta kebersihan, sehat fisik, taat aturan, tuma’ninah (teratur), memiliki kesadaran prima (kontroling), bersikap hati-hati, tabah dan setia. Sikap itu amat diperlukan dalam mengarungi kehidupan kini dan menatap keberhasilan masa depan 24 MAS’OED ABIDIN (dunia dan akhirat). Karenanya amat mudah membuat garis kaedah terhadap orang yang lalai dalam ibadahnya, berkecenderungan melalaikan tugas-tugas fisik dari pekerjaan yang ada didepannya, dan cenderung mengkhianati amanah yang dipetaruhkan padanya. Demikianlah intisari peristiwa Isra’ Mi’raj, yang rahasianya terkandung dalam bulan Rajab yang baru kita lepas. Semoga Allah Subahanahu Wa Ta’ala menganugerahkan kepada kita semua kecerdasan rasio dan kemantapan iman, sehingga dengan kekuatan itu kita mampu melihat dan menapak kehidupan masa datang yang banyak dengan tantangan ini. 8 Balimau Gadang Perbauran Adat Dengan Agama Islam di Minangkabau T idak berapa lama lagi, kita akan memasuki Bulan Ramadhan. Bagi umat Islam, Ramadhan merupakan satu bulan mulia yang senantiasa ditunggu secara khusus dan penuh kegembiraan. Bulan ibadah dan bulan pengampunan. Keyakinan ini telah mengakar hingga tampak pada prilaku orangorang dalam menyambutnya dan menghormatinya. Berbekas pula pada adat kebiasaan anak negeri, khususnya dibeberapa daerah yang masih kokoh dengan adat budayanya. 8 Padang, 12 Desember 1997 25 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Ramadhan adalah penghulu sekalian bulan, dinamai bulan puasa sesuai ibadah yang dilaksanakan sepanjang bulan itu. Orang Minang menyebutnya juga dengan “bulan basaha9”. Tatkala Ramadhan datang menjelang, Rasulullah SAW menyambut dengan ucapan :” marhaban bil-muthahhir”, artinya, “selamat datang wahai pembersih”. Sahabat yang mendengar bertanya,“Wa mal muthahhiru ya Rasulullah?, (siapakah yang di maksud pembersih itu, wahai Rasulullah?)”. Rasulullah SAW menjawab “al-muthahhiru syahru Ramadhana, yuthahhiruna min dzunubii wal ma’ashiy (pembersih itu adalah Ramadhan, dia membersihkan kita dari dosa dan ma’shiyat)”. Marhaban artinya, ’ruangan luas tempat perbaikan untuk mendapatkan keselamatan dalam perjalanan’. Kata-kata ini kerap dipakai untuk menyambut dan menghormat tamu yang mulia. Bermakna ungkapan selamat datang. Ucapan ini menyiratkan makna kegembiraan menyambut kedatangan tamu mulia bulan Ramadhan disertai kesiapan dan kelapangan waktu maupun tempat, hingga orang dapat leluasa melakukan amalan (tindak-perbuatan) yang berkaitan dengan mengasuh dan mengasah jiwa untuk mewujudkan keberhasilan dan kebersihan bersamanya. Bersih (diri dan jiwa) adalah bukti ketaqwaan seseorang. Puasa (shaum) merupakan ibadah khusus dalam bulan Ramadhan, niscaya sangat berperan membersihkan diri pelakunya (shaimin), manakala bisa menerapkan sikap dan amalan-amalan terpuji tadi. 9 saha = sahur, satu bentuk Sunnah Rasul yang diujudkan dalam makan parak siang sebelum terbitnya fajar, menurut bimbingan ibadah shaum (puasa) mendahului imsak 26 MAS’OED ABIDIN Sesuai firman Allah : Artimya : ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu (pengikut Taurat dan Injil) agar kamu bertaqwa (tetap terpelihara, bersih dari dosa dan makshiayat)”. (QS.2, al Baqarah,ayat 183). Ramadhan ditetapkan sebagai bulan pelaksanaan puasa sejak umat terdahulu, dan turunnya Kitabullah (AlQuran) kepada Muhammad SAW untuk petunjuk, bimbingan, pembeda antara yang benar dan salah, penjelasan tentang paradigma hidup manusia. Dalam kehidupan orang Minang yang beradat dengan indikasi beragama Islam, maka bulan Ramadhan mendapat tempat yang khusus sejak doeloe. Setiap Mukmin bila datang bulan Ramadhan wajib mengerjakan ibadah shaum (puasa). Bila telah mukallaf (baligh berakal) mesti mengerjakan puasa. Allah hanya memberikan keringanan (rukhsah), mengganti puasa Ramadhan dengan puasa dihari (bulan) lainnya atau dengan membayar fidyah (memberi makan orang miskin) untuk orang sakit (tua), musafir (melakukan perjalanan) yang tidak sanggup berpuasa. Keringanan ini adalah bukti kasih sayang Allah. 27 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Agama Islam adalah ajaran yang tidak memberatkan. Tidak ada alasan seseorang Mukmin menolak melaksanakan-nya.Pada hakekatnya semua ibadah (termasuk puasa) adalah pembuktian apakah seorang itu benar beriman dan mampu bersyukur (berterima kasih) kepada Allah yang telah menjadikan manusia dan menyediakan segala sesuatu keperluan dalam hidup ini. Dapat dipahami, bahwa ibadah pada umumnya (diantaranya puasa) adalah kesiapan melaksanakan perintah Allah dengan jujur, yang secara pasti terlihat pada kesediaan melaksanakan imsak (menahan) nafsu dari makan, minum, bersebadan (sanggama) suami istri di siang hari (sejak mulai imsak hingga datangnya waktu berbuka), atau basaha itu. Orang Minang memandang puasa dibulan Ramadhan tidak sekedar hanya menahan makan dan minum yang umum itu. Lebih khusus lagi, melatih diri dengan teguh menjauhi semua tegah dan mengerjakan semua suruh. Bertindak tidak senonoh dan kurang terpuji (seperti bersuara keras, berbohong, memperkatakan orang (bergunjing), menyakiti perasaan orang lain), akan mendapatkan peringatan keras karena dianggap bisa menyebabkan puasa seseorang bata (batal). Inilah yang senantiasa diingatkan oleh orang tua-tua turun temurun sejak dahulu. Karenanya puasa adalah arena pelatihan fisik dan kejiwaan, yang berbekas kepada tindak laku disiplin diri dalam mengangkat harkat martabat (izzatun-nafs). Ibadah puasa adalah ibadah besar yang tegolong kepada jihadun-nafs (pembentukan watak) sabar, setia, taat, dan sifat utama lainnya. Sesuai bimbingan Rasulullah SAW ; 28 MAS’OED ABIDIN Artinya : ”Siapa saja yang melaksanakan puasa (shaum) Ramadhana dengan iman dan ihtisab (perhitungan-perhitungan menurut syaratsyarat puasa, memelihara segala aturan-aturan puasa), maka di ampuni dosa-dosanya terdahulu”. (Al Hadist). Inilah suatu kesempatan yang di janjikan kepada orang yang beribadah puasa Ramadhan, semoga kita semua sempat merasakannya. Insya Allah. Balimau Khusus di Minangkabau (Sumatera Barat), Ramadhan telah dipandang sebagai bulan yang dinantikan dan sangat di rindui. Masyarakat sudah terbiasa menyambutnya dengan suatu acara khas yang hampir teradatkan, dan hampir merupakan penggambaran dari rangkaian adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Satu contoh kedatangannya kita nanti dengan acara balimau. Walaupun tidak ada nash yang mendukung sebagai satu kaitan ibadah wajib atau sunat dalam menyambut Ramadhan, akan tetapi kebanyakan masyarakat kita telah mengadopsinya sebagai suatu kegiatan yang punya kaitan erat dengan ibadah Ramadhan (shaum). Kondisi ini sesungguhnya bisa dinilai positif. Karena pada masa dulu itu kita melihat yang di kembangkan dalam acara balimau adalah yang dikenal dengan “jelang men-jelang”, yakni anak dan menantu mendatangi orang tua dan mertua, kemenakan mendatangi mamak dan karib kerabat. Indah sekali. 29 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Kegiatan seperti itu menjalin satu hubungan yang harmonis dengan makin eratnya tali silaturrahmi diantara keluaarga dekat dan jauh, serta terhubungkannya persaudaraan sesama. Yang jauh pulang menjelang, yang dekat datang bertandang. Sedikit banyak dibawa pula antaran sebagai tanda telah datang hari baik dan bulan baik. Semua wajah jadi gembira, hati bersih dan muka berseri-seri. Insya Allah malam harinya masjid, surau dan langgar penuh oleh semua lapisan keluarga untuk menunaikan ibadah shalat tarawih, tadarus Al Quran dan sebagainya. Keteraturan jelas sekali, yang tua-tua menduduki tempat di depan, anak-anak tertib di belakang, tergambar nyata satu susunan kehidupan masyarakat dengan ikatan aturan-aturan ketat yang terpelihara turun temurun. Yang tua di hormati, yang kecil disayangi. Melalui tatanan itu terasa sekali nikmat datangnya Ramadhan setiap tahun menjadi idaman dan penantian. Akan tetapi, pada masa akhir-akhir ini dambaan dan idaman serupa jarang ditemui. Kecendrungan membaurkan antara yang hak dan yang bathil, antara suruhan dan tegah, antara ibadah dan makshiyat, sudah menjadi suatu kebiasaan dalam kenyataan yang sangat mencemaskan. Acara-acara balimau, tidak lagi menggambarkan rasa persaudaraan (ukhuwwah). Kebersihan (ikhlas) telah banyak di bumbui oleh hura-hura dan foya-foya. Perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya terasa sekali menerpa. Corak warna penyambutan suatu ibadah yang sakral dan ritual telah mulai hilang sirna. Yang banyak tersua adalah pembauran muda remaja melepaskan rindu dendam, karena sebulan mendatang diri terkekang jarang boleh bersua. Seakan-akan orang Minangkabau tidak lagi hidup didalam keindahan kultur budayanya. Mereka mulai larut dalam kebudayaan tak berbudaya. Bila hal ini 30 MAS’OED ABIDIN diingatkan, tidak jarang tuduhan dan cacian akan dialamatkan dengan satu gelaran sumbang kolot tak mengenal kemajuan zaman. Na’udzubillah. Lubuk, teluk, sungai, pantai, ngarai, bukit, lembah, semak ramai dikunjungi pencinta acara balimau. Jalan-jalan raya dipadati kenderaan dipacu tak beraturan. Kerapkali terjadi peningkatan angka kecelakaan dan pelanggaran lalulintas. Petugas keamanan melipat-gandakan jumlah dan waktu tugas. Rumah-rumah sakit ikut menambah tenaga para medis, dan obat-obatan. Sekedar berjaga-jaga, ambulance disiap-siagakan melebihi jumlah sebelumnya. Wartawan sibuk memantau jumlah kecelakaan, mem-buat catatan perbandingan dengan tahun sebelumnya. Besok hari dikala Ramadhan mulai masuk tentulah surat-surat kabar akan memberitakan jumlah korban yang jatuh dalam acara balimau menyambut bulan puasa. Itulah yang sering kita temui pada beberapa tahun belakangan ini. Suatu keadaan yang jauh panggang dari api. Acara balimau tidak lagi indah tapi suram. Raso jo pareso mulai kurang berperan. Raso dibao turun, pareso kaalam nyato hanya ada pada sebutan. Pergaulan sangat permisif, sawah tak lagi berpematang, ladang tidak lagi berbintalak. Anak dipangua kamanakan dilantiangkan, adalah bentuk kehidupan permisivistik yang tidak bertemu dalam tataran kebudayaan Minangkabau sejak dahulu. Ninik mamak nan gadang basa batuah, berperan mengamankan anak kemenakan, bertukar sebut dengan memakan kemenakan. Semua kondisi itu berubah karena alam fikiran adat kita menjadi dangkal sebatas pidato dalam rangkaian pepatah dan petuitih. Begitulah jadinya kalau ajaran agama hanya pada sebutan dan adat menjadi mainan. Bila hal ini diingatkan,tidak jarang tuduhan dan cacian akan 31 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI dialamatkan dengan gelaran sumbang “kolot tak mengenal kemajuan zaman”. Na’udzubillah. Penyambutan Ramadhan adalah kesiapan penuh kesadaran dari dalam (inner side) untuk siap memelihara kebersihannya selalu, yang berbekas pada ketundukan dan kepatuhan. Membuahkan iman, shabar, syukur dan bertaqwa (berhati-hati) senantiasa. 10 UMATISASI LAWAN GLOBALISASI Nabi Ibrahim AS diutus Allah untuk menata suatu kehidupan kemasyarakatan melalui suatu program yang jelas, dengan menanamkan sikap rela berkurban (mengabdi kepada Allah), meramaikan negeri dengan menyeru manusia untuk menunaikan ibadah hajji, mensucikan tempat ibadah di Makkah el Mukarramah (Baitil ‘atiq), menggerakkan umat untuk berproduksi (diantaranya hewan ternak) sebagai sarana penyempurnaan ibadah, dan belajar mengambil manfaat dari peristiwa-peristiwa ibadah ini. 10 Padang, Desember 1997. 32 MAS’OED ABIDIN Konsep Rabbani11 ini dapat disebut sebagai program umatisasi kehidupan mendunia (globalisasi) yang berdampak jauh sampai akhir zaman (masa kini dan masa datang). Tatanan itu kemudian dilanjutkan oleh keutusan Risalah Muhammad SAW, yang menempatkan pada rukun Islam12 menjadikannya sangat spektakular dan tidak pernah terlintas akan meluas cakupannya meliputi bidang transportasi, informasi, keuangan (moneter), ekonomi perdagangan serta manajemen, bahkan mengkait kepada seluruh aktifitas kehidupan manusia (individu, berbangsa, mendunia) seperti terjadi pada zaman sekarang. Globalisasi yang terlahir dari program umatisasi. Rombongan Jamaah Hajji Indonesia setiap tahun bertolak meninggalkan tanah air. Menuju "tanah suci", menyahuti "panggilan Allah", Nida' Makkah untuk melaksanakan "ibadah haji", sebagai Rukun Islam mendambakan dapat menunaikan ibadah ini, tanpa membedakan asal-usul, pangkat dan derajat, semata 11 Lihat QS.22, Al Hajj, ayat 26-28, yang artinya : “ Dan (ingatlah), ketika kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah, dengan mengatakan : “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku, dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orangorang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud ”. “ Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang menjadi kurus (karena jauhnya perjalanan) yang datang dari segenap penjuru yang jauh”. “ Supaya mereka menyaksikan berbagai manfa’at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Q.S. 22 . al Hajji, 26-28) 12 Lima rukun dari Arkanul-Islam adalah, Syahadatain (pengakuan kepada Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasulullah), mendirikan shalat, berpuasa di bulan Ramadhan, membayarkan zakat, menunaikan hajji ke bait-Allah el Haram (minimal satu kali se umur hidup) bagi yang mampu/kuasa (pada bulan tertentu, Dzulhijjah). (Al Hadist). 33 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI hanya menyempurnakan Iman dan Taqwa kepada Allah. Labbaika Allahumma labbaika. Setiap tahun jamaah haji Indonesia jumlahnya bertambah, sesuai dengan angka kuota yang di sepakati antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Saudi Arabia. Pada tahun ini13 jumlahnya sangat drastis bila perkiraan bertumpu kepadai estimasi gejolak moneter yang tengah melanda bangsa Indonesia atau prediksi kemelut politik yang melanda kawasan Teluk. Kecemasan yang mengganjal hanya teratasi oleh adanya keyakinan bahwa haji adalah menyahuti panggilan Allah yang merupakan keyakinan tauhid dari jamaah sejagat. Dalam satu dasawarsa terakhir dalam pelaksanaan haji memang sering terjadi peristiwa menyedihkan, seperti 1990 dengan Musibah Terowongan Al-Mu'ashiem, atau dikenal juga sebagai "peristiwa Mina" yang merengut banyak nyawa. Sungguh semua adalah "taqdir" yang tak terelakkan. Satu dari ketentuan qadha dan qadar Allah semata. Belum lagi "kecemasan" itu lengang dari pikiran, hiru-biru perang dahsyat (peristiwa Teluk) tujuh tahun lalu terasa pula mengerikan14 . 13 Tahun haji 1418 H /1998 jumlah jamaah haji Indonesia mendekati 202 ribu orang. 14 Masalah Al Quds dan Bangsa Palestina belum selesai, di samping Israel dengan lobby Zionis belum teratasi. Kemiskinan dan kemelaratan menghimpit kebanyakan Umat di Afrika, yang notabene juga beragama Islam, seperti peristiwa di Eritheria, Kamerun, Nigeria ataupun Sudan. Ratap tangis para janda dan anak-anak belum lagi reda di Iran dan Irak sebagai akibat perang tanding kedua-duanya selama delapan tahun. Libiya yang di isolir oleh kekuatan Barat, kehidupan Islam di Bosnia masih merana, kemelut Kosovo datang pula melanda. Irak di paksa menderita dengan embargo ekonomi. Kuweit hidup dalam kecemasan invasi negara 34 MAS’OED ABIDIN Dalam setiap fikiran insan Muslim menggelantung sebuah pertanyaan, hikmah apa yang tersimpan di balik peristiwa-peristiwa itu semua. Ada yang melihatnya sebagai satu peringatan keras dari Allah 'Azza Wa Jalla, agar umat manusia segera sadar. Supaya tidak terperosok lebih lebih dalam kepada mengandalkan materi semata dengan sandaran superioritas duniawi berbalut kecanggihan teknologi. Tidak semua "masalah" di-jagat-raya ini bisa diatasi dengan faktor keandalan manusia, iptek atau kebendaan semata. Ada faktor "Yang Maha Menentukan", yakni kekuasaan Allah yang muthlak, sebagai "walayatu lillahil haq", dan seringkali terlupakan dalam setiap pengambilan langkah putusan oleh manusia dalam hidupnya. Sering sekali "sang manusia" terpeleset jalan, terperosok jauh kedalam jurang kehancuran karena melupakan wilayah iman, akhirnya kehidupan dengan berbuah penderitaan diciptakan sendiri oleh hasil rekayasa pikiran serta perbuatan tangannya15. tetangga, sehingga semuanya itu sangat berdampak kepada kebijaksanaan yang tidak manusiawi. 15 Lihat QS.30, Ar-Rum, ayat 41-45, artinya ; “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka (yang mengundang krisis dan bencana), agar mereka kembali ke jalan lurus”. “ Katakanlah; “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang durhaka dahulu. Kebanyakan mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah “. “ Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada Agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah satu hari yang tak daapat di tolak kedatangannya; pada hari itu mereka terpisah-pisah (sebahagian dalam sorga dan sebahagian lagi di neraka)”. “ Siapa yang kufur, dia sendiri yang menaggung akibat kekafirannya. Siapa yang beramal shaleh untuk diri mereka sendiri, mereka menyiapkan tempat yang menyenangkan; agar Allah memeberi pahala kepada orang yang beriman dan beramal shaleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah 35 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Perasaan sedih dan kecewa memadati relung-relung hati setiap Muslim. Masyarakat Indonesia yang cinta damai dan sangat menghargai nilai-nilai kemerdekaan suatu bangsa, menjadi terkejut dan sesak dada tatkala perisitiwa demi peristiwa datang himpit berhimpit, walaupun terjadinya di kawasan Timur Tengah yang labil senantiasa bergolak sepanjang kurun, sungguhpun "nikmat Allah" berlimpah ruah di kawasan itu. Negeri kaya di Timur Tengah telah menularkan kemakmurannya yang dinikmati hampir seluruh pelosok negeri, dalam sekejab mata berubah menjadi neraka, di mangsa oleh kekuasaan raksasa. Keamanan dan kesejahteraan merupakan kata-kata yang menghiasi kamus belaka. Kesenjangan merupakan hal yang biasa dalam kenyataan di kawasan yang selama ini telah berkomunikasi dalam satu bahasa, bertata-krama dalam satu adat yang sama. Seketika bertukar menjadi kancah nista dan duka, saling menghancurkan nilai-nilai manusia. Krisis telah menjadi tampilan tatkala persaudaraan dan persatuan hanya sebatas sebutan16. tidak menyukai orang-orang yang ingkar”. (QS.30:41-45). 16 Selama sepuluh tahun sejak KTT Baghdad 1978, Saudi Arabia (sampai 1988) telah memikul kewajiban Bangsa Palestina dalam bidang keuangan, memperkuat ketahanan Rakyat Palestina diwilayah yang diduduki, dan jumlahnya mencapai lebih dari 1,3 milyar dolar Amerika. Dan untuk kepentingan negara-negara di Benua Afrika, telah mendanai lebih dari 17 milyar dollar Amerika, di antaranya 59% berupa hibah. Hampir 70 negara berkembang memanfaatkan bantuan keuangan Saudi Arabia, yang jumlahnya lebih dari 34 milyar dollar Amerika. Belum terhitung sumbangan dermawan perorangan melalui lembaga-lembaga sosial dan keuangan Timur Tengah, menyebar sampai kedesa-desa terpencil di seantero dunia. Semuanya telah menunjang perkembangan dalam bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan, dan juga penyempurnaan sarana-sarana ibadah dan dakwah. Kondisi ini pasti tidak bisa bertahan lama tatkala solidaritas 36 MAS’OED ABIDIN Keprihatian situasi ini tidak luput dari perhatian. Terutama Indonesia dengan kenyataan jumlah umat Islam terbesar dan dominan bila dihimpun dalam satu kawasan Asia Tenggara. Semuanya setiap saat, minimal lima kali sehari semalam, wajah mereka menghadap ke Kiblat yang sama, Ka'batullah di Mekkah al Mukarramah. Kekhawatiran Ummat Islam terhadap kawasan Teluk yang di incar Zionis (dibawah naungan lobby Amerika Serikat) adalah suatu yang wajar dan cukup beralasan. Melihat apa yang pernah dilakukan pada beberapa negara-negara lainnya di dunia, telah terbukti kehadiran kekuatan asing pada satu kawasan sangat berbahaya17. Kehadiran pasukan asing di jazirah Arab (baca: Timur Tengah) sejak dahulu tidak disenangi. Jika sekarang pintu itu terbuka, sebenarnya yang membuka peluang adalah hilangnya sikap percaya diri Islam dicabik-cabik, berganti dengan kemuraman dan ketidak percayaan. Memang, perang membawa duka. Yang menang, menderita. Yang kalah lebih celaka. Peristiwa teluk (1990) telah menghadiahkan hutang yang menghimpit beberapa negara di kawasan itu, secara pelan namun pasti tengah meniti proses pemelaratan bangsa dengan beban biaya tinggi. Teluk Persi yang tenang, bergejolak dengan kehadiran kekuatan "multi-nasional" yang tak dapat ditolak. Semua pihak mempunyai kepentingan yang sama, demi perdamaian. Keamanan, kedaulatan, kemerdekaan, disamping pertimbangan ekonomi, dan "minyak" membuka peluang untuk Yahudi dengan lobby-zionis-nya dengan leluasa melakukan tindakan kasar kepada warga Arab dan Palestina. Sementara itu semua mata tertuju ke Teluk Persia, suatu kawasan rebutan, dan hingga kini sulit di cari solusinya. Kedaulatan dan kemerdekaan negeri-negeri tetangga, ikut terancam, keamanan dan keselamatan manusia jadi taruhan. Kekuasaan dengan kekuatan senjata, tidak lagi menjadi jaminan bagi terciptanya kedamaian. Ketenangan berubah menjadi pembantaian. 17 Ketika Perang Teluk meletus (1991), Wilayah Saudi menjadi tempat pangkalan pasukan multi nasional dibawah komando Amerika Serikat (operasi Desert Stroom), sebenarnya sangat di tentang oleh dunia Islam dan oleh masyarakat Saudi sendiri, (sungguhpun sebelumnya Raja Fahd terlebih dahulu meminta persetujuan para Ulama Saudi Arabia, demi menjaga keamanan wilayah semata). 37 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI dan pudarnya semangat kebersamaan di tengah kehidupan kawasan itu18. Kita, harus pandai belajar dari sejarah. Persahabatan Indonesia dengan Timur Tengah telah terjalin lama sekali. Sejak dari pertama sekali orang Indonesia menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Bahkan jauh sebelum itu, ketika pedagang-pedagang Arab mulai menjejakkan kakinya ke bumi Nusantara, banyak keturunan Arab tersebar diseluruh tanah air, sebagai bukti eratnya persahabatan itu. Di Indonesia kita mengenal nama keluarga Baswedan, Afiff, Alattas, Salim, Albar, Muhammad, Bafadhol, Baraja, dan banyak lagi yang telah menyatu dalam kerukunan satu bangsa Indonesia19. Bahkan lebih dari itu, tatkala delegasi haji Indonesia ke Saudi Arabia (1947) bisa mengibarkan "sangsaka Merah Putih" ditengah Padang Arafah. Waktu itu delegasi Indonesia beranggotakan K.H. Adnan, Haji Syamsir (berasal dari Bukittinggi), dan 18 Umumnya kawasan Timur Tengah (termasuk Kerajaan Saudi Arabia), tidak membangun pasukan besar dengan maksud expansi. Akan tetapi berusaha selalu membantu negara-negara tetangga yang beragama Islam. Hanya Irak diantara beberapa negara lainnya (Mesir, Iran, Siria, Turki) yang mempunyai kekuatan andal selama ini dan sering membantu Bangsa Palestina terutama untuk mewujudkan kemerdekaannya, dan pembebasan Masjidil Aqsha (kiblat pertama Ummat Islam) dan pencemaran Yahudi belum terlaksana sepenuhnya. 19 Khusus bagi Sumatera Barat yang memakai panggilan "Serambi Mekkah", arti persahabatan (Saudi Arabia - Indonesia), mempunyai makna yang dalam. Persahabatan yang diikat oleh "aqidah" dan pandangan hidup yang satu. Persaudaraan Islam, atau "ukhuwah Islamiyah". Hampir semua "ulama tua" di Minangkabau adalah "alumni Masjidil Haram". Sejak dari Sheikh Ahmad Khatib Al Minangkabawy (Imam Masjid el Haram) yang tidak pernah pulang keranah Minang, hingga Haji Jalaluddin (mantan Ketua Masjlis Ulama Indonesia Sumbar). 38 MAS’OED ABIDIN K.H. Saleh Su'aidy. Delegasi itu kemudian dikenal sebagai "delegasi haji" Indonesia pertama. Bila kita melihat perkembangan dan hubungan akrab yang telah terbina dengan solidaritas (ukhuwwah) serta akidah Islamiyah ini di buhul lebih erat dalam kesejagatan pasti dapat dijadikan kekuatan ampuh dan nyata dalam mengatasi berbagai krisis (termasuk moneter) yang di hadapi sekarang ini. Implementasinya terpulang kepada kesediaan kita juga20. Menciptakan Masyarakat Tamaddun Menurut Mohammad Natsir21 Salah satu tema menarik saat ini adalah upaya menciptakan masyarakat tamaddun (beradab). Konsep pemikiran ini merupakan antitesis terhadap degradasi moral yang dibawa oleh peradaban Barat.Konsep ini mulai difikirkan dan dirancang oleh beberapa politisi 20 “ Hai orang-orang yang beriman !, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu memperoleh kemenangan” “ Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. 8- al Anfal, ayat 45 – 46) 21 Pengantar Redaksi: Membicarakan dan mengenang Mohammad Natsir jelas tidak akan pernah lengkap, karena begitu saratnya khasanah "peninggalan" beliau dalam segala segi, baik agama, politik, sosial budaya, ilmu pengetahuan, keteladanan, pemikiran, bahkan filsafat. Kali ini Fajar mengangkat salah satu "sudut kecil dari auditorium besar" peninggalan beliau. Berikut hasil wawancara reporter Fajar dengan H. Mas'oed Abidin, Ketua DDII Wilayah Sumbar, salah satu kader beliau yang banyak mengikuti jejak langkah dan pemikiran beliau, bahkan sampai beberapa saat sebelum beliau menghadap ilahi di akhir hayat. Wawancara eksklusif ini ditulis kembali oleh Tamrin Kiram dan Kimpul. 39 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI dunia, khususnya yang ada di Malaysia dan beberapa negara lain yang memiliki mayoritas penduduk beragama Islam. Masyarakat tamaddun merupakan sebuah masyarakat integratif antara kondisi masyarakat yang ada, baik secara sosial, politik maupun ekonomi dengan problematika sosial dan pribadi yang ada didalamnya. Ini sejalan dengan salah satu konsepsi Mohammad Natsir yang telah dirancang sejak tahun 1930-an yang lalu, dan menjadi perwujudan pada masa kini. Dari Kesehatan sampai Mengatasi Adh'aful Iman Berawal dari konsepsi tentang kesehatan. Mohammad Natsir membagi kesehatan atas empat bahagian. Pertama, kesehatan fisik. Kedua, kesehatan jiwa. Ketiga, kesehatan ide (pemikiran), dan keempat, kesehatan sosial masyarakat disekitarnya. Keempat kesehatan tersebut berada dalam ruang lingkup yang sama (integratif) yang memiliki interrelasi satu sama lain. Interrelasi ini berada dalam ruang lingkup pemikiran Islam, yang dinilai oleh Buya Mas'oed Abidin sebagai sebuah garis tengah yang menjadi "benang hijau" terhadap segala bentuk pemikiran yang ada. Sebagai sebuah garis tengah yang menjadi "benang hijau", dia tidak mengalami gesekan-gesekan pemikiran dan mengambil segala bentuk pemikiran konstruktif dan meninggalkan pemikiran destruktif. Hal ini dikemukakan Mohammad Natsir melalui upaya membangun masyarakat besar melalui masyarakat kecil dan sederhana. Istilah yang pas untuk menjelaskan hal ini adalah melalui pembentukan cara hidup berdikari terhadap diri sendiri, tanpa tergantung kepada orang lain (self help), kemudian membantu orang lain tanpa pamrih, ikhlas karena Allah SWT (selfless help), terakhir adalah membentuk sebuah 40 MAS’OED ABIDIN ketergantungan untuk membantu satu sama lain (mutual help). Cara hidup ini merupakan konsepsi pemikiran Mohammad Natsir yang dikembangkan beliau menjadi dasar pembentukan kerjasama antara negara yang mendasari bentuk hubungan inernasional yang mampu menciptakan tata perdamaian dunia. Ketiga dasar tersebut merupakan dasar pembentukan masyarakat tamaddun (beradab), sebagaimana yang menjadi dasar pemikiran Anwar Ibrahim melalui buku "Kebangkitan Asia" (The Asian Renaissance, 1995). "Kebangkitan Asia" (The Asian Renaissance) bukanlah sesuatu yang bersifat "kebangkitan ekonomi", tetapi merupakan sesuatu yang bersifat moral (the moral renewance). Sebagai sebuah "pembersihan moral" (the moral renewance), maka peranan agama Islam menjadi penting. Kepentingannya terletak kepada kemampuan aplikasi dari segala ide atau pemikiran yang dilaksanakan, sebagaimana yang dikemukakan oleh pengertian globalisasi yang diartikan sebagai ruang lingkup pemikiran yang bisa dilaksanakan di tengah masyarakat (The policy making something worldwide in scope or application). Relevansi pengertian "globalisasi" dalam konteks pemahaman ajaran agama Islam di atas dapat dilihat dari kata-kata DR. Sidek Baba, timbalan Rektor UIAM Malaysia dalam seminar Kebangkitan Peranan Generasi Baru di Asia Tenggara di Pekanbaru 21-23 Juli 1997 yang menyatakan bahwa terdapat interaksi antara pemahaman ajaran agama Islam dengan aspek globalisasi kehidupan yang terjadi dunia saat ini. Sebagai sebuah proses globalisasi, ajaran agama Islam tidak dapat berdiri sendiri, tanpa bersinggungan dengan lalu lintas ide atau pemikiran yang ada di dunia sekitarnya. Interaksi ini mengharuskan pemahaman ajaran agama Islam tidak lagi secara eksklusif dalam ruang lingkup 41 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI pergaulan hidup sehari-hari dalam sebuah komunitas sosial yang tertutup dari dunia sekitarnya, tetapi harus bersifat inklusif untuk bisa dipahami oleh semua orang. Peranan pemikiran baru dalam mencerahkan problematika sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam segenap masyarakat yang ada dari proses westernisasi yang dibawa kebudayaan Barat, merupakan salah satu antitesis terhadap masalah (kondisi) tersebut. Pemikiran Mohammad Natsir merupakan pemikiran ahlul salaf yang berada di tengah-tengah sebagai upaya penjelmaan umat pertengahan (ummathan wassatahan) yang dikemukakan ajaran Al Qur'an. Sebagai sebuah pemikiran aplikatif terhadap problemtika sosial yang ada, maka penerapan terhadap segenap ide (pemikiran) yang ada merupakan sebuah keperluan mutlak yang diharapkan masyarakat saat ini. Frustrasi sosial yang melahirkan agresi dalam segenap bidang kehidupan dilahirkan oleh kesenjangan antara sebuah ide dengan aplikasi ide tersebut. Kesenjangan ini merupakan sebuah pemikiran Natsir yang diatasi oleh pembentukan masyarakat self help, selfless help dan mutual help di atas. Upaya untuk menjembatani kesenjangan tersebut hanya bisa dilakukan melalui kata-kata terakhir, sebelum beliau wafat, yang diucapkan Natsir kepada Buya Mas'oed Abidin: "Berorientasilah kepada ridha Allah SWT." Kata-kata ridha merupakan maqam (tingkatan) terakhir dalam maqam (tingkatan) rohani kehidupan tasauf (pembersihan diri). Maqam ini hanya bisa dicapai setelah melalui maqam-maqam di bawahnya, seperti taubat, wara, zuhud, shabr, fakir dan tawakkal. Ketujuh maqam tersebut hanya bisa dilalui oleh mereka yang telah mengalami pencerahan (enlightenment), baik dalam bidang pemikiran 42 MAS’OED ABIDIN maupun spritual rohani. Pencerahan (enlightenment) tersebut dilakukan oleh mereka yang telah menjelajahi berbagai pemikiran yang ada dan melakukan penyaringan (filter) terhadap segala bentuk pemikiran tersebut, agar melahirkan pemikiran bersih, jernih dan bisa diterima oleh semua pihak, baik mereka yang setuju maupun mereka yang berseberangan dengan dirinya. Proses ini dilakukan oleh Mohammad Natsir melalui kawah candradimuka intelektual melalui proses belajar yang panjang dengan berbagai guru-guru beliau, mulai dari guru yang memiliki pandangan hidup dan pemikiran yang keras dan memiliki fanatisme agama yang tinggi seperti tokoh PERSIS Ahmad Hassan sampai dengan tokoh moderat dan sosialis, seperti HOS Cokroaminoto. Di samping itu, proses pencerahan dan sikap politik beliau dibentuk juga oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman hidup. Beliau tidak saja dianggap sebagai politisi aktif yang hidup dalam masyarakat, tetapi juga sebagai the political thinkers atau the political idea philospher. Sebagai seorang the political thinkers atau the political idea philospher, maka peranan masyarakat kecil merupakan ide (pemikiran) politik beliau yang utama. Ide (pemikiran) tersebut dituangkan dalam bentuk upaya menciptakan sebuah produk kerajinan kecil (handicraft) dalam masyarakat yang dinela saat ini sebagai "satu desa satu produk" (one village one product). Pemikiran "satu desa satu produk" (one village one product) yang dilaksanakan oleh Gubernur Sumatera Barat, H. Hasan Basri Durin berdasarkan pola pengembangan ekonomi masyarakat kecil di Jepang, merupakan salah satu bentuk pemberdayaan rakyat kecil (people empowerment) yang menjadi tiang proses kompetisi perekonomian dunia dalam proses globalisasi tersebut. Dalam proses globlaisasi ini, hanya produk-produk yang mampu bersaing pada 43 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI tingkat pasaran dunia yang mampu memenangkan persaingan besar. Persaingan pasar tersebut ditentukan oleh speksifikasi produk yang menjadi unsur "kepercayaan" (trust), seperti yang diungkapkan oleh penulis sejarah Francis Fukuyama, pria Jepang yang lahir dan dibesarkan di Amerika Serikat dan menduduki Dekan di George Mason University, Washington baru-baru ini di Jakarta. Berbeda dengan Francis Fukuyama yang mengemukakan tesis kesejarahan telah berakhir saat ini (The End of History), maka Natsir mengemukakan adanya tesis kesejarahan tersebut setiap saat dan tempat. Setiap ajaran Islam, mampu memberikan jalan keluar (solusi) terhadap problematika sosial umat manusia, dia berada dalam hati manusia yang mampu menangkap tanda-tanda zaman perubahan sosial, politik dan ekonomi di sekitarnya. Mereka yang mampu menangkap tanda tanda-tanda zaman perubahan sosial, politik dan ekonomi tersebut, mereka adalah orang-orang beriman. Apatisme politik dan bersikap menjadi "pengamat" dalam perubahan sosial, politik dan ekonomi tersebut adalah mereka yang memiliki selemah-lemah iman (adh'aful iman). Sikap diam (apatis) dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang selalu mengalami perubahan hanya bisa diatasi dan dihilangkan dengan mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakan, jangan fikirkan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan, apa yang ada sudah cukup untuk memulai sesuatu, jangan berpangku tangan dan menghitung orang yang lalu. Keempat kata-kata tersebut merupakan amanat Mohammad Natsir untuk tidak menunggu perubahan sosial, politik dan ekonomi dalam hidup ini, tetapi memanfaatkan segala perubahan tersebut untuk berhubungan kehidupan dunia luar disekitarnya. Sikap hidup menjemput bola, bukan menunggu bola 44 MAS’OED ABIDIN merupakan sikap hidup untuk mengantisipasi selemah-lemah iman yang menjadi kata-kata kunci perubahan sosial, politik dan ekonomi yang diinginkan Mohammad Natsir melalui tiga cara hidup yang dikemukakannya. Yakni, bantu dirimu sendiri (self help), bantu orang lain (self less help), dan saling membantu dalam kehidupan ini (mutual help), Ketiga konsep hidup ini tidak mengajarkan seseorang untuk tidak tergantung kepada orang lain, ketergantungan akan menempatkan orang terbawa kemana-mana oleh mereka yang menjadi tempat bergantung. Gubahlah Dunia dengan Amalmu Hidupkan Dakwah Bangun Negeri Jagalah Ibu Pertiwi Jangan Jatuh di Pangkuan Komunis Pak Natsir, dalam setiap pertemuannya dengan ahlul qurba yang juga merupakan inner circle dari perjuangan Islam dan harga diri umat di daerah, selalu mendengarkan keluhan tentang pesatnya gerakan misionaris. Lebih-lebih sejak masa orde lama telah terkondisi seakan-akan memberi peluang kepada gerakan missionaris tersebut atas dukungan orang-orang komunis (PKI). Bahkan setelah PKI dihapuskan sebagai satu-satunya tuntutan hati nurani rakyat dengan kepeloporan angkatan '66, orang-orang komunis yang lari ketakutan mencoba berlindung di balik dinding lonceng-lonceng gereja, setidak-tidaknya inilah terjadi di Pasaman Barat, tatkala di bawah pimpinan Mayor Johan Rifai (Bupati Pasaman zaman Orla, narapidana seumur hidup, mantan aktifis PKI gol A). Kondisi masyarakat yang runyam ini, menurut Pak 45 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Natsir hanya mungkin diperbaiki dengan amal nyata. Bukan dengan semboyan-semboyan yang bisa memancing apatisme masyarakat atau melawan kebijakan penguasa di daerah. Pak Natsir menasehatkan supaya kaedah yang selama ini telah dimiliki oleh umat Islam, ukhuwah dan persatuan, mesti dihidupkan terus. Diantaranya dengan membentuk perwakilan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di daerah Tk.I propinsi Sumatera Barat yang diresmikan sendiri oleh Pak Natsir di Gedung Nasional Bukittinggi (sekarang gedung DPRD Tk. II Kodya Bukittinggi) 15 Juli 1968. (Baca juga: Kiprah DDII Tigapuluh Tahun red.) Pertemuan bersejarah ini dihadiri oleh hampir seluruh ulama Sumatera Barat. Para ulama tersebut tergabung dalam Majelis Ulama Sumatera Barat yang terang-terangan anti komunis. Dalam ajaran Islam, Komunisme adalah kelompok dahriyyin atau atheis (golongan yang tidak mengakui adanya Tuhan). Komunisme adalah ajaran kafir, begitu aqidah Islam. Pertemuan itu juga diikuti oleh ninik mamak pemuka masyarakat yang datang berduyun-duyun menyambut kehadiran pemimpin pulang. Antusias hadirin waktu itu terlihat secara spontan. Tidak ada satu kursipun yang kosong, tak ada tempat yang lowong yang tak diisi. Banyak hadirin yang berdiri bahkan ada yang hanya dapat duduk di lantai. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) perwakilan Sumatera Barat diresmikan sebagai perwakilan pertama di daerah di luar DKI Jakarta. Kepengurusan pertama Dewan Dakwah di Sumbar dinakhodai para ulama kharismatik, seperti Buya H. Mansur Daud Dt. Palimo Kayo. Mantan Duta Besar RI di Irak yang juga adalah mantan Ketua Umum Masyumi Sumatera Tengah. Buya yang terkenal sangat anti komunis. Tahun 1968 Buya Datuk Palimo Kayo telah menduduki jabatan sebagai Ketua Umum Majelis 46 MAS’OED ABIDIN Ulama Sumbar, hingga akhir hayat beliau. Kepengurusan Dewan Dakwah Sumbar diperkuat oleh Buya H. Nurman, Buya H. Anwar, Buya H. M. Bakri Dt. Rajo Sampono dan dari kalangan muda seperti Mazni Salam Dt. Paduko Intan, Djoefry Sulthany, Ratnasari, Fachruddin HS Dt. Majo Indo dan lain-lain. Memang semua penggerak pertama Dewan Dakwah di Sumbar adalah keluarga besar Bulan Bintang dan tidak perlu dibantah, mereka adalah orang-orang yang aktif dalam setiap gerak perjuangan Agama dan Bangsa. Jauh hari sebelum kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, mereka adalah pribadi-pribadi yang sangat anti komunis. Diantaranya ada yang berada pada barisan Perintis Kemerdekaan. Namun, masih ada saja kalangan yang berpandangan sinis. Kalangan itu melihat bahwa di antara pengurus pertama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Sumatera Barat yang diresmikan tersebut, dicap sebagai kelompok orang-orang "bekas pemberontak PRRI", istilah yang dihidupkan oleh PKI di tahun 1960-an. Padahal Pemerintah RI secara resmi telah mengeluarkan amnesti dan abolisi sejak tahun 1961 (lihat Keppres No.:659/th 1961). Maksudnya, tidak ada yang kalah, tidak ada pula yang harus merasa menang. Semua kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Namun saat itu situasi terasa sangat menyakitkan. Kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, di saat Ibu Pertiwi berada "di pangkuan komunis". Memang suatu kenyataan sejarah bahwa pimpinan pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sejak didirikan Februari 1967 itu, terdiri dari bekas-bekas pemimpin dan pejuang Islam yang tangguh dan sangat anti komunis. Mereka adalah KH Faqih Usman, DR Mohammad Natsir, MR Kasman Singodimejo, KH Nawawi Duski, Prawoto Mangkusasmito, Buya Duski Samad, Buya HMD Datuk Palimo Kayo, Buya H A Malik 47 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Ahmad, H Zainal Abidin Ahmad, KH Shaleh Widodo, Bukhari Tamam, KH Hasan Basri, Prof Osman Ralibiy, Prof DR HM Rasyidi, KH Rusyad Nurdin, DR Bahder Djohan, dr Ali Akbar, KH Yunan Nasution, MR Syafruddin Prawiranegara,MR Assa'at, KH Muchlas Rowi, KH Amiruddin Siregar, Mokhtar Lintang, KH Gaffar Ismail, yang sebagian mereka tercantum sebagai Badan Pendiri Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ketua Umum yang dipegang oleh Bapak DR. Mohammad Natsir diperkuat Sekretaris Umum Bapak Buchari Tamam, sampai kedua-dua beliau itu dipanggil oleh Allah SWT. Komposisi tersebut memang terdiri dari pemimpin-pemimpin bekas partai Masyumi. Partai yang telah membubarkan dirinya karena berseberangan dengan kebijaksanaan pemerintah Soekarno. Pemerintahan Orde Lama yang nyata-nyata telah memberi angin berkembangnya komunis di Indonesia. Terbukti pula, sebagian dari mereka, para pemimpin keluarga besar Bulan Bintang itu, adalah pelaku-pelaku aktif, atau simpatisan PRRI, yang pada tahun 1961-1967 oleh pencinta komunis disebut sebagai "bekas pemberontak PRRI". Keberadaan keluarga Bulan Bintang dan bekas PRRI di Sumatera Barat waktu itu sebagai jawaban dan merupakan konsekwensi logis dari anti komunis. Keluarga Bulan Bintang dan PRRI jelas-jelas merupakan satu kelompok yang memiliki ciri-ciri khas /karakteristik (hal yang mumayizat) sebagai kelompok anti komunis, sudah sejak masa lalu, jauh sebelum adanya angkatan '66 atau bangkitnya Orde Baru. Karena itu khusus untuk daerah Sumbar, kehadiran Dewan Dakwah disambut sebagai suatu harapan "yang akan mampu menjawab tantangan". Dewan Dakwah dianggap sangat istiqamah sebagai kekuatan anti komunis yang jelas-jelas seiring dengan misi orde 48 MAS’OED ABIDIN baru ketika itu sebagai orde anti komunis di Indonesia. Keberadaan Dewan Dakwah diterima oleh kalangan tua dan muda sebagai suatu kekuatan baru dalam memelihara kerukunan umat dan kejayaan agama. Hanya sebahagian kalangan yang tidak senang. Mereka umumnya kelompok-kelompok non-Islam yang mencemaskan keberadaan Dewan Dakwah. Mereka cemas seakan-akan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia akan mencungkil kembali luka lama yang mulai bertaut. Namun Pak Natsir menasehatkan: "Gubahlah dunia dengan amalmu dan hidupkan dakwah bangun negeri". Menghidupkan Amal, Membentengi Aqidah Memelihara Kerukunan dalam Beragama22 Memelihara daerah dari bahaya gerakan Salibiyah berarti juga menjaga keutuhan nilai-nilai adat yang terang-terangan menyebutkan bahwa ranah ini adatnya bersendi syara' dan syara' bersendi Kitabbullah. Selain itu memelihara keutuhan ukhuwah hanya dimungkinkan dengan menghidupkan kembali nilai-nilai "tungku tigo sajarangan" dalam melibatkan unsur-unsur alim ulama ninik mamak dan para 22 Wawancara eksklusif dengan H. Mas'oed Abidin 49 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI cendekiawan baik yang duduk dalam pemerintahan maupun yang ada di kalangan perguruan tinggi. Juga tak dapat dilupakan tentang peran kegotong-royongan sebagai buah dari ajaran ta'awun sebagai inti aqidah tauhid. Amal nyata yang diprogramkan oleh Pak Natsir dan ditinggalkan untuk dikerjakan di Sumatera Barat merupakan program yang amat monumental. Ada lima program pokok yakni: 1. Gerakkan kembali tangan umat melalui penguasaan keterampilan di desa-desa sebagai usaha membina kesejahteraan bersama, artinya menghidupkan kembali ekonomi umat di desa-desa. Desa adalah benteng kota dalam artian perkembangan ekonomi yang sesungguhnya. 2. Hidupkan kembali lembaga puro. Yakni kebiasaan menabung dan berhemat dalam satu simpanan bernama puro. Juga menghidupkan kebiasaan berinfaq, bersedekah dan berzakat sebagai suatu usaha pelaksanaan syariat Islam, menghimpun dana dari umat yang berada untuk dikembalikan kepada umat yang lemah (dhu'afak). 3. Hidupkan kembali Madrasah-madrasah yang sudah lesu darah, karena kehabisan tenaga pada masa pergolakkan. Hidupkan masjid bina jama'ah dan tumbuhkan minat seluruh masyarakat untuk menghormati ilmu dan memiliki kekuatan Iman dan Tauhid, terutama memulainya dari kalangan generasi muda. 4. Perhatikan kesehatan umat dengan mendirikan Rumah Sakit Islam. Bila kita terlambat memikirkan kesehatan umat maka orang lain akan mendahuluinya, bisa-bisa terjadi nantinya jalan dialih orang lalu. Membangun Rumah Sakit Islam adalah ibadah karena ada suruhan untuk berobat bagi setiap orang yang 50 MAS’OED ABIDIN sakit (hamba Allah). Gerakan ini bisa berarti juga memfungsikan para ahli di bidangnya yang keislamannya sama bahkan tidak diragukan. 5. Perhatikan nasib pembangunan masyarakat di Mentawai. Mentawai itu adalah daerah kita dan semestinya kitalah yang amat berkepentingan dalam membangunnya. Bila orang bisa berkata bahwa Mentawai ketinggalan sebenarnya yang disebut ketinggalan adalah kita yang tak mau memperhatikan mereka di Mentawai itu. Kelima program ini minta dilaksanakan tanpa harus menunggu waktu dan dapat diprioritaskan mana yang mungkin didahulukan walaupun sebenarnya kelima-limanya merupakan pekerjaan yang amat integral. Modal kita yang utama untuk mengangkat program ini adalah kesepakatan semua pihak dan dorongan mencari ridha Allah, begitu Pak Natsir mengingatkan kepada pemimpin-pemimpin di kala itu. Dari dorongan-dorongan tersebut berbentuk taushiah pada mulanya akhirnya membuahkan hasil nyata. Pada Oktober tahun 1969 Balai Kesehatan Ibnu Sina (cikal bakal Rumah Sakit Islam Ibnu Sina) yang mengambil tempat di rumah Dr. Yusuf dan rumah keluarga Dr. M. Jamil di Bukittinggi diresmikanlah beroperasinya Balai Kesehatan Ibnu Sina oleh Proklamator Republik Indonesia Bapak. DR. Mohammad Hatta. Satu sejarah baru telah dimulai yakni membangun balai kesehatan sebagai rangkaian dari suatu ibadah dan gerak dakwah. Keberadaan Balai Kesehatan ini disambut oleh seluruh lapisan masyarakat dari desa-desa hingga ke kota, oleh pegawai sampai petani, dari ulama dan pejabat hingga pedagang dan perantau. Serta merta seluruh pihak-pihak tersebut membuka puro (persediaan harta) menyalurkannya dengan ikhlas untuk berdirinya Balai Kesehatan Islam di 51 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Bukittinggi dan akhirnya menyebar ke Padang Panjang, Padang, Payakumbuh, Kapar (Pasaman Barat), Simpang Empat dan Panti dalam waktu yang sangat pendek hanya berjarak tiga tahun setelah peresmiannya dan akhirnya menjadi Rumah Sakit Islam Ibnu Sina. Apa yang diperbuat oleh misi baptis selama ini telah dapat dijawab oleh umat Islam di daerah Sumatera Barat dengan suatu amal nyata yakni melalui program dakwah illallah dalam bidang kesehatan. Seiring dengan itu masalah pendidikan pun dihidupkan seperti perhatian penuh terhadap lembaga pendidikan yang sudah ada (Thawalib Parabek, Thawalib Padang Panjang, Diniyah Padang Panjang dan banyak lagi yang lain). Disamping madrasah yang sudah ada dihidupkan pula madrasah baru seperti Aqabah di Bukittinggi dan madrasah-madarasah Islam yang tumbuh dari masyarakat di desa-desa. Masalah keterampilan seperti pertanian dan peternakan terpadu di Tanah Mati Payakumbuh dan pemanfaatan lahan-lahan wakaf umat di Rambah Kinali mulai di garap. Tujuan utamanya tidak hanya sekedar untuk mendatangkan hasil secara ekonomis namun lebih jauh dari itu. Diharapkan sebagai wadah pembinaan dan pelatihan generasi muda. Pembangunan rumah-rumah ibadah terutama di kampus-kampus (masjid kampus) dan Islamic Centre tetap menjadi perhatian utama. Walaupun ada suatu kampus yang amat memerlukan pembangunan sarana ibadah (masjid) merasa enggan dan takut untuk menerimanya terang-terangan dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) karena takut terbias politik Keluarga Besar Bulan Bintang (Masyumi). Seperti contoh dibangunnya masjid kampus di tengah komplek UNAND dan IKIP di Air Tawar Padang yang terhalang beberapa lama hanya karena ketakutan terhadap bayangan Masyumi semata. Namun akhirnya 52 MAS’OED ABIDIN dengan pendekatan yang dilakukan oleh orang-orang tua diantaranya Hasan Beyk Dt. Marajo dan Rektor IKIP Padang Prof. DR. Isyrin Nurdin terbangunkan jugalah masjid kampus yang diidamkan oleh setiap mahasiswa dan civitas akademika kedua perguruan tinggi di Padang itu. Dan sampai sekarang masjid kampus itu berkiprah dengan baik dengan nama Masjid Al-Azhar kampus IKIP Air Tawar Padang. Ketakutan pada Dewan Dakwah sejak dari mula merupakan bayangan tanpa alasan hanya sebagai suatu trauma psikologis semata atas pernah terjadinya pergolakan daerah (PRRI) dan pandangan yang kurang ilmiah terhadap Masyumi. Suatu hal yang aneh memang bila dibandingkan dengan jumlah Ummat Islam di daerah Sumatera Barat yang boleh dikata hampir 100%, di kala sebahagian kecil diantaranya menjadi phobi dengan gerakan Islam yang kebetulan dijalankan oleh orang-orang yang kata mereka adalah ex. Masyumi atau Keluarga Besar Bulan Bintang. FESTIVAL ISLAM 1976 TEROMPET KEBANGKITAN ISLAM KEDUA Mari kita ungkapkan satu peristiwa sejarah yang pendek pada dua puluh tahun silam. Pada bulan April - Jui 1976 di London di selenggarakan World of Islam Festival 1976, yang di persiapkan secara apik sejak beberapa tahun sebelumnya dengan melibatkan lembaga-lembaga ternama dan kerjasama Universitas-universitas London.23 23.. Beberapa lembaga-lembaga kebudayaan yang ikut ambil bagian di 53 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Rencana besar itu telah terselenggara dengan dukungan tokoh-tokoh Inggris, pencinta Kebudayaan dan Kultur, yang bernaung dibawah satu badan WORLD OF ISLAM FESTIVAL TRUST, dan diketuai oleh seorang diplomat terkenal Sir Harold Beeley dan dibantu oleh 8 orang anggota. Diantaranya hanya dua orang Muslim, yaitu Yahya Al Tajir (Duta Besar Uni Emirat Arab) dan Sheikh Shukri (seorang Bankir). Direktur penyelenggara seorang ilmuwan Paul Keeler. Seiring dengan World of Islam Festival 1976 ini juga dilaksanakan satu INTERNATIONAL ISLAMIC CONGRES di London, dibawah undangan Islamic Council of Europe. Kongres ini menampilkan lebih kurang 40 orang sarjana, ulama, pemikir dan pemuka-pemuka Islam dari Barat dan Timur.24 Dari Indonesia, waktu itu di undang Bapak dalam penyelenggaraan Festival ini, adalah The Arts Council of Britain, The British Library, The British Museum, The Victoria and Albert Museum, The Horniman Museum, The Commonwelth Institute. Universitas-Universitas Inggris, melalui kegiatan festival ini mengangkat program akademis berupa seminar-seminar dan kuliah umum. Diantara Perguruan Tinggi yang aktif itu adalah Universitas-Universitas London, Oxford, Cambridge, Edinburg, dan lain-lain. Dari luar Britain, ikut aktif Al Azhar University, Mesir, King Abdul Aziz University, Saudi, Temple University Philadelphia USA, dan banyak lagi lainnya. Negara-negara Islam, seperti Mesir, Syria, Iran, Iraq, Saudi dan Tunisia, memberikan pinjaman barang-barang sejarah Islam, dan mengetengahkan konsep-konsep kebudayaan, sebagai bukti dari api (spirit) Islam. 24. Diantara para ilmuwan, pemimpin Islam dunia yang hadir, antara lain Maulana Abul Ala Al Maududi (Lahore), Dr.Brohi (Karachie), Mohammad Aman H.Hobohm (Embassy Jerman Barat di Sri Langka), Mrs.Aisha Lemu (Sakoto, Nigeria), Mrs. Fathima Heeren Sarka (Munich), Prof. Kurshid Ahmad (Leicester, UK), DR. Ahmad An Najar (King Abdul Aziz University), Prof. Ismail Faruqi, Prof. Muhammad Quthb. 54 MAS’OED ABIDIN Mohammad Natsir yang pada beberapa sidang-sidang utamanya mendapat kehormatan sebagai salah seorang Presiden Kongres.25 Kongres Islam Internasional, London 1976, ini adalah pertama kali diadakan. Berlangsung dalam 12 hari siang malam. Tidak salah kalau biaya Festival Islam ini dua juta pounsterling dan pembukaannya oleh Ratu Elisabeth II. Ada beberapa ungkapan para ahli -- "mujaddid" -- dan para pemimpin dunia Islam dikala itu, sehingga menampakkan penggambaran nyata dari "shahwah Islamiyah" -- kebangkitan Islam -- yang terang merupakan "spirit of Islam", dan dalam kurun yang panjang membekas dalam mental spiritual ummat Islam itu sendiri 25. Bapak Mohammad Natsir -- Bekas Perdana Menteri Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1950 - 1951, dan sebelumnya dikenal dengan Mosi Integralnya dengan hapusnya RIS menjadi Negara Kesatuan RI --, sebenarnya sejak 1967 telah di angkat menjadi Vice President World Muslim Congress yang bermarkas di Karachi (Pakistan), dan Sekjennya adalah seorang diplomat dan pemikir terkenal DR. Inamullah Khan. 1967 itu juga (26 Februari), sebagai hasil Musyawarah Ulama se DKI di Jakarta, beliau ditetapkan menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sampai wafat (1993). 1969, Pak Natsir terpilih menjadi Anggota Majlis Ta'sisi (pendiri) World Muslim League (Rabithah Alam Islamy) di Mekkah. 1976, sekembali beliau dari Festival London, Pak Natsir ditetapkan menjadi Anggota Majlis A'la Al-Alamylil Masajid (Dewan Masjid Sedunia) bersama-sama dengan Sheikh Ali Al Harakan, bermarkas di Makkah el Mukarramah. Seluruhnya jabatan tersebut tidak pernah dicabut dari tangan beliau sampai akhir hayatnya (1993). Sehubungan dengan World of Islam Festival 1976 di London ini, beliau mengungkapkan panjang lebar dalam satu ceramah umum di Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta (19 Juni 1976), di saat mana Festival masih berlangsung. Rekaman ceramah beliau di terbitkan oleh Yayasan Idayu, Jakarta 1976, dan Media Dakwah, Jakarta 1987. Dibawah judul "World Of Islam Festival, Dalam Perspektif Sejarah". 55 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI Amier Muhammad Al Faishal sebagai key-note speaker mengungkapkan ; "Manusia telah bisa mempelajari bagaimana mengendalikan alam lingkungannya, tetapi dia tidak belajar mengendalikan dirinya sendiri. Maka dia menjadi kehilangan arah serta kehilangan rasa perimbangannya". Muhammad Quthb26 memperkenalkan ; "Islam sebagai satu kekuatan yang mampu untuk memberi. Yakni memberi al-iktsir penawar hidup dan kunci-kunci penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup di alam modern sekarang ini, baik di Timur ataupun di Barat. Mohammad Natsir27 memperingatkan bahwa : "Islam mengandung sumber-sumber energi rohaniah dan aqliyah, yang apabila digunakan dengan sebaik-baiknya akan membawa mereka (ummat Islam dan dunia) kepada kejayaan masa depan -- the Glory of the Future--". (4). Amier Muhammad Al Faishal, Perdana Menteri Kerajaan Saudi Arabia (1976), menyampaikan key-note speaks pada International Islamic Congres. Lihat, Natsir, World Of Islam Festival, Dalam Perspektif Sejarah, Jakarta, Idayu, 1976 - Medan Da'wah, 1987. 26. Mohammad Quthb, dari paper berjudul "What Islam can Give to Humanity Today -- A Summing Up", (lihat juga, Natsir, Kebudayaan Islam Dalam Perspektif Sejarah, Jakarta, Girimukti Pasaka, 1988, Cetakan Pertama, hal. 313-314). 27. M. Natsir, Ibid. hal. 315 56 MAS’OED ABIDIN Penguasaan alam, pemanfaatan dunia, penawar hidup, penyelesaian problema-problema, bahkan kejayaan manusia masa depan -- termasuk kejayaan ummat Islam -- sebagaimana di tawarkan oleh Islam, sangat tergantung kepada kesiapan mental-spritual ummat Islam itu sendiri. Terutama dalam melakukan langkah-langkah tepat untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni dari Al-Quran dan Sunnah. Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah, bukan suatu lips service (sekedar komat kamit), namun usaha intensif kearah pulihnya ; (1). kemurnian aqidah dari syirik, keberhasilan amal ibadah dari bid'ah, (2). pulihnya idealisme dan ruhul jihad untuk membebaskan diri dari kedudukan yang hina, kesadaran mendalam dakan risalah (massege) Islam yang harus di dukung penuh sebagai "ummatan washatan" (3). beridentitas keselarasan. Ummat yang kakinya berpijak ke bumi, fikirannya mengolah dunia, dan hatinya terpaut ke langit. Inilah sikap "mental spritual" ummat yang dibentuk oleh Risalah Islam, yang dihidangkan sebagai resep kepada kehidupan dunia, yang membuktikan tercapainya kejayaan masa lalu -- the Glory of the Past, sebagai meminjam istilah Montegomery Watt --. Risalah Agama justeru yang mampu memecahkan problematika hidup yang dihadapi oleh ummat manusia di dunia. 57 ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI FAJAR TELAH TERBIT Tidak hanya yang tua... Tapi juga yang muda ikut bahagia... Muraipun berkicau tanda gembira... Bila Fajar telah terbit. H. Mas'oed Abidin, 30 Maret 1997 58