Bab V KESIMPULAN Fenomena munculnya online shop dalam jejaring sosial merupakan suatu tanda bahwa masyarakat semakin cerdas dalam melihat peluang demi meningkatkan kesejahteraan mereka. Tujuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam jejaring sosial berkembang, dari sekedar konektifitas antar individu dan pertukaran informasi, menjadi konektifitas yang mempunyai tujuan ekonomis. Pasar dunia maya mempunyai kebiasaan dan kultur baru sebagai bagian dari sebuah rancangan ekonomi digital yang berbeda dari konsep pasar tradisional. Berjualan bukan lagi dilihat dari fisik seperti adanya toko, barang jualan dan alamat konkret. Berbelanja bukan lagi dilihat sebagai kegiatan yang mengharuskan seseorang untuk beranjak dari tempatnya. Dengan demikian, masyarakat modern perlahan dituntun untuk membuka celah terhadap kultur ekonomi baru melalui jejaring sosial. Jejaring sosial memang menghubungkan satu orang dan orang lain, dengan berbagai motif dan tujuan. Munculnya fenomena online shop di Facebook membuktikan bahwa jejaring sosial bukan hanya membawa dampak pada hubungan interpersonal, namun juga membawa dampak ekonomi bagi masyarakat. Fenomena ini juga memperlihatkan sebuah perubahan kultur bekerja yang semakin bersinggungan dengan konsep „leisureā atau penggunaan waktu luang untuk kegiatan yang cenderung 138 sifatnya rekreatif. Relasi konsumen dan penjual dalam fenomena ini bukan lagi sebatas transaksi, namun juga ada perhatian serupa pertemanan. Hal ini dapat dilihat dari cara persuasi, interaksi dan komunikasi yang terjadi antara pihak online shop dan konsumen. Para informan memutuskan untuk berbisnis online shop dengan alasan yang berbedabeda serta dengan kondisi ekonomi yang bervariasi juga. Ada yang memang berawal dari hobi, ada juga yang memang profesional. Mereka semua mempunyai pandangan serupa, bahwa bisnis melalui Facebook merupakan sebuah prospek alternatif untuk mendapatkan uang lebih serta sarana untuk memperluas usaha efektif dengan modal minimal. Hal ini muncul dengan pertimbangan bahwa Facebook merupakan jejaring sosial yang bisa diakses siapapun secara gratis, relatif mudah serta mempunyai jangkauan global. Yudita Listiowati berbisnis melalui Facebook atas permintaan para konsumennya yang selalu meminta alamat Facebooknya untuk mengetahui produk yang dijual. Kebebasan menjalankan bisnis di Facebook juga membuatnya terus bertahan untuk tetap menekuni bisnis F-shop. Niken sebagai pemilik dari House Boutiquee, berjualan melalui F-shop karena jenuh dengan pekerjaan yang menempatkan dia di posisi inferior. Daily Wardrobe merintis usaha penjualan baju vintage di Facebook karena mereka melihat pasar yang bagus didalamnya sembari mengumpulkan modal untuk membuka butik yang sebenarnya. Djariz atau Dj Clothing melihat Facebook sebagai sarana mudah untuk mulai mengenalkan merek 139 dan distro mereka ke masyarakat. Seephylliz&Sippirilli Monzter melakukan gerilya bisnis di Facebook karena melihat pada saat ini semua orang menjangkau Facebook setiap hari, termasuk juga target grup penjualan produk mereka. Mereka selalu berusaha aktif di semua jejaring sosial, namun Facebook lah yang menjadi konsentrasi utama. Di dalam Facebook, kampanye produknya bisa dilakukan secara rutin, respon masyarakat dapat dimonitor, serta terjangkau oleh semua orang dimanapun juga. Online shop pada umumnya tidak mempunyai jam operasi, jadi bisa diakses kapanpun selama masih terkoneksi. Begitu juga dengan F-shop, promosi bisa dilakukan kapanpun, dan calon konsumen juga bisa melihat produk setiap saat. Hal ini berbeda jika bisnis dilakukan secara toko konkret, penjual harus mentaati jam operasional pada umumnya. Hal yang juga membuat marak munculnya online shop di Facebook adalah fitur dan aplikasi yang ditemukan dalam Facebook. Dalam Facebook, semua fitur yang menunjang penjualan tersedia. Mulai dari penggunggah gambar, chat, kirim pesan, komentar, hingga pengintegrasian aplikasi widget. Dari sekian banyak jejaring sosial, Facebooklah yang mempunyai komitmen terkuat dalam memaksimalkan konsep social commerce. Bisnis F-shop dapat dilihat sebagai sebuah simbol pengorganisasian diri dan mata pencaharian melalui jalur jejaring sosial. Hal yang menarik dari tulisan ini adalah, fenomena jual beli online melalui Facebook di Indonesia unik, dan tidak ditemukan di negara-negara lain. Ini 140 disebabkan oleh perbedaan kebiasaan baik secara sistematis, format maupun kebiasaan transaksinya. Ada celah yang ikut berkontribusi sehingga bisnis ini berkembang dengan cepat. Salah satunya adalah masyarakat lebih familiar dengan sistem transfer tunai maupun ATM daripada penggunaan credit card. Dengan sistem seperti ini, F-shop lebih bisa menjangkau semua kalangan masyarakat. Bentuk F-shop yang ditemui di penelitian ini sama sekali berbeda dengan bentuk F-shop yang terintegrasi. Dalam fase online shop ini, dapat dilihat sebagai indikator momentum kultur transaksi digital dalam perjalanan ekonomi masyarakat Indonesia. Facebook terbukti menjadi lahan subur dan mudah untuk mengembangkan strategi marketing dengan ketersediaan modal sosial. Modal sosial dalam bisnis F-shop sangat penting karena banyaknya koneksi kemudian akan mempengaruhi sebuah strategi marketing. Inilah mengapa bisnis online shop dalam Facebook lekat dengan istilah social commerce. Dalam Facebook, konektifitas sebagai modal sosial lebih mudah diraih karena berbagai pihak dapat dipertemukan tanpa harus beranjak dari tempat. Hal ini sangat berbeda dari kondisi rintisan usaha konkret dimana pebisnis lebih dituntut untuk memiliki ruang, modal, keberadaan dan investasi waktu yang lebih banyak namun terbatas. Ruang gerak bisnis melalui Facebook juga lebih luas, karena pebisnis tidak lagi menunggu konsumen datang, namun juga datang ke konsumen. Bisnis Fshop dapat dijalankan kapanpun dan dari manapun sejauh jaringan komunikasi mendukung. Bisnis F-shop memberikan fantasi seolah-olah 141 ada pasar yang luas yang tersedia bagi siapapun juga yang ingin merintis usaha. Penelitian ini memaparkan beberapa kategori empiris yang ditemui dalam fenomena F-shop berdasarkan pemilihan akun. F-shop dapat diamati sebagai akun pribadi, personal, fan page, representasi toko dan representasi brand membawa prospek yang berbeda. Pertama-tama pebisnis F-shop harus mempunyai akun Facebook dengan jumlah koneksi pertemanan yang menunjang agar bisnisnya dapat berjalan. Pemilihan akun mengambil peran penting karena masing-masing akun mempunyai kapasitas, sistem, dan opsi yang berbeda-beda. Setelah adanya akun, kemudian baru menetapkan sistem transaksi serta produk apa yang dijual dengan akun tersebut. Selanjutnya, proses marketing dapat berjalan dengan pengaturan tampilan visual akun, komunikasi dan interaksi rutin antar akun, dengan alat komunikasi lain seperti BBM dan sms, atau juga dengan mengikuti offline bazaar/garage sale. Walaupun bisa bersaing di pasar yang sama, strategi marketing dan transaksi F-shop bisa saja berbeda satu dengan yang lainnya. Ada benang merah yang dapat dilihat dari perilaku semua informan F-shop terkait dengan strategi marketing dan transaksi bisnisnya. Yang pertama adalah konsep pertemanan yang sangat lekat dan dapat dianggap sebagai pemicu yang menguntungkan. Kedua, adalah kemampuan komunikasi penjual agar usahanya dapat dikenal, dan laris. Benang merah yang ketiga adalah pilihan visualisasi yang digunakan F-shop agar 142 produknya diminati konsumen. Yang keempat adalah fleksibilitas yang ditawarkan baik dalam pemesanan maupun transaksi. Semua benang merah ini dapat dilihat sebagai sebuah framework besar menjalankan Fshop agar bisnisnya menghasilkan profit. Hal yang menarik dalam fenomena F-shop ini adalah adanya fleksibilitas booking & transaksi yang ditemukan dari semua informan. Semua informan memungkinkan adanya transaksi secara COD jika waktu dan tempat memungkinkan. Hal ini mematahkan pandangan bahwa pembelian online shop mustahil dilakukan dengan langsung bertatap muka. Sistem seperti inilah justru yang menjadi kekuatan dari F-shop. Sebuah fleksibilitas diberikan kepada konsumen yang kemudian dapat berpengaruh kepada rasa percaya satu dengan yang lain. Dengan sistem COD, konsumen tahu bahwa online shop ini nyata, bukan tipuan serta konsumen dapat memeriksa produk yang akan dibeli secara langsung. Rasa penasaran dan keraguan konsumen terhadap kredibilitas sebuah Fshop dapat diminimalisir dengan adanya sistem COD. Kepercayaan dalam berbisnis F-shop ada karena kerjasama baik dari kedua belah pihak. Masing-masing melakukan kewajiban dan mendapatkan hak mereka. Dalam bisnis jarak jauh seperti F-shop, kepercayaan dari konsumen dapat dibangun dan dibina dengan beberapa cara. Yang pertama dengan memberikan pengertian, bukti kredibilitas dan kejujuran kepada siapapun terutama para konsumennya. Kedua, F-shop berusaha untuk memenuhi ekspektasi konsumen kepada produk yang 143 jualannya. Yang ketiga, Pelayanan dengan baik, tanggap dan ramah kepada konsumen. Keramahan membuat kesan akrab dan dekat. Kedekatan penjual dengan konsumen seolah memberikan kenyamanan untuk melakukan transaksi berulang, pemicu WOM, bahkan membuka peluang kerjasama. Adanya bazaar dan garage sale juga dapat dilihat sebagai penunjang bagi bisnis F-shop agar dapat lebih dikenal kredibilitasnya. Setidaknya melalui bazaar atau garage sale, calon konsumen bisa tahu bahwa bisnisnya adalah nyata dan bukan asal-asalan. Konsumen juga bisa bertatap muka dengan penjual yang selama ini hanya ada dibalik layar. Fenomena bisnis online shop melalui Facebook ini bisa dilihat sebagai suatu respon adaptasi masyarakat dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat. Dalam studi ilmu Antropologi, fenomena ini dapat dikatakan sebagai cerminan aktifitas kebudayaan karena memperlihatkan suatu kegiatan yang ada di masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat serangkaian pengetahuan kolektif yang tersimpan dalam pengorganisasian bisnis ini yang kemudian bisa berkembang seiring dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat dan perkembangan jaman. 144