“PENGARUH LATIHAN KEGEL TERHADAP PERUBAHAN INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA DI DESA GOGIK KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG” *Nurul Hidayani **Rosalina, S.Kp., M.Kes, **Ns.Trimawati, S.Kep., M.Kep *Mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo **Dosen Universitas Ngudi Waluyo ABSTRAK Latar Belakang:. Latihan kegel merupakan suatu upaya untuk mencegah timbulnya inkontinensia urin. Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada saraf otot polos untuk memproduksi asetilkolin dimana asetilkolin akan meningkatkan permeabilitas membran otot sehingga mengakibatkan kontraksi otot. Energi yang lebih banyak di peroleh dari metabolisme dalam mitokondria untuk menghasilkan ATP yang digunakan otot polos pada kandung kemih sebagai energi untuk kontraksi dan akhirnya dapat meningkatkan tonus otot polos kandung kemih Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui Pengaruh Latihan Kegel Terhadap Perubahan Inkontinensia Urine Pada Lansia Di Desa Gogik Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Metode: Design dalam penelitian ini menggunakan Quasi Experimental, dengan rancangan Pre-post Test Control Group designs. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang mengalami inkontinensia urine di Desa Gogik Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang yang berjumlah 35 lansia, Sampel dalam penelitian ini sejumlah 28 responden, menggunakan tehnik purposive sampling. Instrumen yang digunakan yakni kuesioner ICIQ – UI Short Form. Uji statistic yang digunakan yakni uji t test dependent untuk mengetahui perbedaan dan t test independent untuk mengetahui pengaruh. Hasil: Ada pengaruh yang signifikan dari pemberian latihan kegel terhadap perubahan inkontinensia urin lansia dengan p-value 0,018 (α=0,05). Berdasarkan penelitian ini, diharapkan care giver dapat melakukan latihan kegel sebagai terapi inkontinensia pada lansia. ABSTRACT Background: Kegel exercise is effort to prevent urinary incontinence. Stimulation through neuromuscular will increase stimulation to smooth muscle nerves to produce acetylcholine which increase the permeability of muscle membrane and than generate muscle contraction, more energy obtained from the metabolism in the mitochondria to produce ATP which used by smooth muscle of the bladder as energy for contraction and ultimately can increase smooth muscle tone of the bladder. The aim of this study is to determine the effect of kegel exercise on urinary incontinence changes in elderly UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 1 Methods: Design in this study is quasi experimental with pre post test control group design, population in this study were all elderly who experienced urinary incontinence in village Gogik, subdistrict Ungaran Barat,district of Semarang which amounted to 35 elderly, purposive sampling technique to obtain sample were 28 respondents. Data collection used the ICIQ-UI short form questionnaire. Statistical test used t test dependent to determine the different and t test independent to determine the effect. Result: There is significant effect of kegel exercise to incontinence urinary change in elderly with p-value 0,018 (α=0,05). Based on this study, it is expected to caregiver can do the kegel exercise as incontinence therapy in elderly. PENDAHULUAN Menua (menjadi tua) merupakan proses normal yang berjalan seiring dengan waktu, dan sudah dimulai sejak lahir serta berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir rentang kehidupan manusia (Fatimah, 2010). Di Indonesia, seseorang disebut lansia bila berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, diatur dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesejahteraan lansia (Padila, 2013). Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18 %. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 20 juta jiwa ( 9,51%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun, dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes,2012). Pada lansia terjadi proses penuaan yang berdampak pada perubahan hampir seluruh organ tubuh termasuk organ berkemih yang menyebabkan lansia mengalami inkontinensia urine. Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada kandung kemih yang menimbulkan rangsangan berkemih UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 sebelum waktunya dan meninggalkan sisa. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna menyebabkan urine di dalam kandung kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit saja sudah merangsang untuk berkemih (Setiati,2009). Inkontinensia urin merupakan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine. Inkontinensia urine dapat berupa pengeluaran urine yang terkadang hanya sangat sedikit (beberapa tetes) atau sangat banyak. Lansia yang mengalami inkontinensia urine akan mengalami gangguan keseimbangan cairan dan penurunan kapasitas kandung kemih yang selanjutnya akan memperberat terjadinya inkontinensia (Setyoadi, 2011). Prevalensi inkontinensia urine cukup tinggi, yakni pada wanita kurang lebih 10-40% dan 4-8% sudah dalam keadaan cukup parah pada saat datang berobat. Pada pria prevalensinya lebih rendah dari pada wanita yaitu kurang lebih separuhnya. Survai yang dilakukan diberbagai negara Asia didapat bahwa prevalensi pada beberapa negara Asia adalah rata-rata 21,6% (pada wanita sebanyak 14,8% dan pada pria sebanyak 6,8%). Dibandingkan pada usia produksi, pada usia lanjut prevalensi inkontinensia lebih tinggi. Prevalensi inkontinensia urin 2 pada manula wanita sebesar 38% dan Pria 19% (Purnomo, 2008). Penelitian lain yang dilakukan oleh Djokno dkk, pada perempuan usia lanjut di atas 60 tahun (Medica, Epidemiological, andSocial Aspect of Aging/ MESA) dari 1150 subyek yang dipilih secara random, 434 orang di antaranya mengalami inkontinensia urin. Dari mereka yang mengalami inkontinensia urine 55,5% merupakan inkontinensia urin tipe campuran, 26,7% dengan inkontinensia urin tipe stress, 9% dengan inkontinensia urine tipe urgency, dan 8,8 % dengan diagnose lain (Sudoyono, dkk. 2006). Hasil penelitian Ratnasari (2014 ) di temukan bahwa setelah dilakukan senam keleg terjadi penurunan frekuensi inkontinensia urin sebesar 34 % dari 10,43 kali menjadi 8,50 kali. Menurut Hidayat (2007) Inkontinensia urin dapat memberikan dampak serius pada kesehatan fisik, psikologi, sosial pasien, infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, rasa rendah diri, deprsi, mudah marah,dan terisolasi, dehidrasi karena umumnya penderita akan mengurangi minumnya akibat khawatir terjadi ngompol, serta dapat berdampak buruk bagi keluarga dan pasien. Inkontinensia urin merupakan masalah yang belum terselesaikan pada lanjut usia. Inkontinensia urin pada lanjut usia dapat menimbulkan masalah baru bagi lanjut usia, oleh karena itu inkontinensia memerlukan adanya penatalaksanaan tersendiri agar dapat diatasi (Purnomo, 2008). Inkontinensia urin yang berkepanjangan yang tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang salah satunya segi psikologis, ini membuat orang malu untuk UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 bersosialisasi dengan teman sebayanya. Identifikasi awal perubahan pada status inkontinensia mampu meningkatkan kualitas perawat dalam manajemen terapi simptomatik, aktivitas menilai status inkontinensia pada lansia adala bentuk interpretasi tindakan yang mempengaruhi pada lansia (Pearce, 2012). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi inkontinensia urine meliputi terapi farmakologis (obat), non farmakologis serta prosedur pembedahan, tetapi ada juga yang menggunakan kombinasi antara non farmakologis dan terapi obat. Terapi non farmakologis meliputi konseling diet yang baik, strategi pengaturan berkemih, penjadwalan waktu berkemih, penggunaan stimulasi elektrik, serta latihan otot dasar panggul (kegel exercise) (Darmojo 2011). Latihan kegel sendiri adalah latihan yang didesain oleh Arnold Kegel untuk memperkuat pubococcygeus, otoseksual, uterus dan rectum (Hafifah, 2010). Latihan senam kegel telah lama digunakan untuk mengobati/ menurunkan inkontinensia urin (Nygaard, 2010). Pada tahun 1984, arnold kegel melaporkan kesembuhan sampai 84 % dengan latihan otot dasar panggul untuk lansia dan wanita dengan macam- macam tipe inkontinensia urine. (Darmojo, 2011). Latihan kegel yang dilakukan pada lansia mempunyai efektifitas untuk menguatkan otot-otot pubbococygeal yang menyangga kandung kemih dan spingter uretra serta meningkatkan kemampuan untuk memulai dan menghentikan laju urin (Widianti dan Proverawati, 2010) . Latihan kegel merupakan suatu upaya untuk mencegah timbulnya inkontinensia urin. Mekanisme kontraksi 3 dan meningkatnya tonus otot dapat terjadi karena adanya rangsangan sebagai dampak dari senam kegel otot dapat dipandang sebagai suatu motor yang bekerja dengan jalan mengubah energi kimia menjadi tenaga mekanik berupa kontraksi dan pergerakan untuk menggerakan serat otot yang terletak pada filamen aktin dan miosin. Proses interaksi tersebut diaktifkan oleh ion kalsium dan adenotrifosfat (ATP), yang kemudian dipecah menjadi adenodifosfat (ADP), untuk memberikan energi bagi kontraksi otot destrusor (Guyanto, 2007) . Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada saraf otot polos untuk memproduksi asetilkolin dimana asetilkolin akan meningkatkan permeabilitas membran otot sehingga mengakibatkan kontraksi otot. Energi yang lebih banyak di peroleh dari metabolisme dalam mitokondria untuk menghasilkan ATP yang digunakan otot polos pada kandung kemih sebagai energi untuk kontraksi dan akhirnya dapat meningkatkan tonus otot polos kandung kemih (Guyton ,2007). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan november 2016 di Desa Gogik kec Ungaran Barat terdapat 187 orang lansia. Berdasarkan hasil wawancara dengan 15 lansia 8 di antaranya mengalami inkontinensia urine dengan gejala sulit menahan kencing saat berkemih, mengeluarkan urine pada saat tidak ingin berkemih, mengompol pada malam hari, mengompol pada saat batuk, bersin dan tertawa, berkemih dengan keluaran urine menetes. Dari hasil wawancara dengan 8 lansia yang terkena inkontinensia urine di Desa Gogik, lansia belum pernah melakukan latihan kegel atau latihan otot dasar panggul karena UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 tidak adanya sumber informasi tentang latihan tersebut. Lansia di Desa Gogik biasanya mengatasi inkontinensia urine dengan cara mengurangi jumlah minum yang dikonsumsinya, yang akan membelikan dapak seperti, dehidrasi, cidera karena lansia terjatuh karena air urinya, kurang tidur. Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Septiastri & Siregar tahun 2012, keefektifan latihan otot pelvis dalam mengurangi inkontinensia sedang menjadi inkontinensia ringan yang diujikan kepada 26 orang lansia berusia lebih dari 60 tahun yang bertempat tinggal di komunitas Panti Sosial Lansia. METODE PENELITIAN Design dalam penelitian ini menggunakan Quasi Experimental, dengan rancangan Pre-post Test Control Group designs. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 28 responden, menggunakan tehnik purposive sampling. Instrumen yang digunakan yakni kuesioner ICIQ – UI Short Form. Uji statistic yang digunakan yakni uji t test dependent untuk mengetahui perbedaan dan t test independent untuk mengetahui pengaruh. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat 1. Gambaran inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan latihan kegel pada kelompok intervensi. Tabel 4.1 Distribusi frekuensi inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan latihan kegel pada kelompok intervensi Inkontinensia urin Sebelum (f) (%) sesudah (f) (%) 4 Tidak inkontinensia inkontinensia tipe stres Inkontinensia tipe urge inkontinensia tipe campuran Total 0 0 7 50.0 7 50.0 3 21.4 4 28.6 3 21.4 3 21.4 1 7.1 14 100.0 14 100.0 Tabel 4.1 diatas menunjukkan sebagian besar responden menderita inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) sebelum diberikan intervensi dan sebagian besar responden tidak menderita inkontinensia 7 responden (50%) setelah diberikan latihan kegel. 2. Gambaran inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol Tabel 4.2 Distribusi frekuensi inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol Inkontinensia urin Tidak inkontinensia inkontinensia tipe stres Inkontinensia tipe urge inkontinensia tipe campuran Total Sebelum (f) (%) sesudah (f) (%) 0 .0 0 0 7 50.0 7 50.0 4 28.6 4 28.6 3 21.4 3 21.4 14 100.0 14 100.0 Tabel 4.2 diatas menunjukkan sebagian besar lansia menderita inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) sebelum penelitian dan sebagian besar mengalami inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) setelah penelitian. Analisis Bivariat UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 Pengaruh latihan kegel terhadap inkontinensia urine pada lansia. Tabel 4.5 Pengaruh latihan kegel terhadap inkontinensia urine pada lansia di Desa Gogik Kec. Ungaran Barat Kab. Semarang. Inkontinensia urin Kelompok intervensi Pre test post test n Mean Std. Deviation pvalue 14 14 10,64 7,93 2,951 2,731 0,018 Tabel 4.3 menunjukkan nilai ratarata inkontinensia pada lansia 10,64 dengan standar deviasi 2,951 sebelum dilakukan perlakuan dan nilai rata-rata inkontinensia urin pada lansia 7,93 dengan standar deviasi 2,731 setelah dilakukan perlakuan serta p-value = 0,018 yang menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara terapi kagel terhadap inkontinensia urin pada lansia. PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan latihan kegel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Berdasarkan tabel Tabel 4.1 diketahui responden menderita inkontinensia urin tipe stres yaitu sebanyak 7 orang (50%) sebelum diberikan intervensi, dimana lansia mengalami inkontinensia yang disebabkan oleh peningkatan tekanan di dalam perut, dan melemahnya otot dasar panggul sehingga mengalami gejala inkontinensia seperti kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut, atau biasa disebut dengan inkontinensia tipe stress. 4 orang (28,6%) 5 lansia mengalami inkontinensia tipe urge, yaitu timbulnya pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana otot ini bereaksi secara berlebihan Inkontinensia urin dapat ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul manifestasinya dapat merupa perasaan ingin kencing yang mendadak (urge), kencing berulang kali (frekuensi) dan kencing di malam hari (nokturia), dan 3 orang lainnya (21,4%) mengalami inkontinensia tipe campuran, merupakan inkontinensia urine kombinasi antara stress dan urge incontinence. Outlet kandung kemih menjadi lemah dan detrusor bersifat overactive. Menurut Guyton (2007) Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologi juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih di atur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih di sakrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medula spinalis. Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatik yang mempersarafi otot dasar panggul Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sacralis, terutama berhubungan dengan ,edulla spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui pelvikus ini ialah serat sensorik dan saraf motorik. Saraf sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflek yang menyebabkan pengososngan kandung kemih. Saraf mototrik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah saraf parasimpatis, serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf post ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih, yang terpentung adalah saraf otot lurik yang berjalan melalui nervus pudenda menuju spinter eksternus kandung kemih. Ini adalah saraf serat somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medulla spinalis. Serat simpatis ini sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. (Guyton, 2007). Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik para simpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambat pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urine. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia (Setiati, 2009). Pada kelompok kontrol lansia menderita inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) sebelum penelitian. Stres inkontinensia urin dikarenakan oleh faktor sfingter (uretra) yang tidak mampu 6 mempertahankan tekanan intrauretra pada saat tekanan intravesika meningkat atau saat kandung kemih terisi. Peningkatan tekanan intra abdominal dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat. Ada tiga tipe terbanyak inkontinensia urin pada wanita yaitu stres inkontinensia urin, urge inkontinensia urin dan mixed inkontinensia urin. Ketiga tipe ini dapat dievaluasi melalui anamnesa dan penilaian klinis sederhana, tetapi ada tipe yang lain yaitu Kontinue inkontinensia (Fistula) dan Overflow, dari semua tipe yang ada diatas, yang terbanyak adalah Stres inkontinensia urin (Arnold dkk, 2009). Dari penelitian yang dilakukan oleh Arnold, dkk ( 2009 ) berdasarkan jenis inkontinensia urin didapatkan kejadian Stress Inkontinensia Urin 58,82%, Urge Inkontinensia Urin 11,77% dan Mixed Inkontinensia Urin 29,41%. Kondisi fisiologis yang berpengaruh pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada lansia terjadi proses penuaan yang berdampak pada Perubahan hampir seluruh organ tubuh termasuk organ berkemih yang menyebabkan lansia mengalami inkontinensia urine. Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada kandung kemih yang menimbulkan rangsangan berkemih sebelum waktunya dan meninggalkan sisa. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna menyebabkan urine di dalam kandung kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit saja sudah merangsang untuk berkemih. Hipertropi prostat jugak dapat mengakibatkan banyak sisa air kemih di UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 kandung kemih sebagai akibat pengosongan yang tidak sempurna (Setiati dkk, 2009). Pada kelompok kontrol sebagian besar mengalami inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) setelah penelitian. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa belum ada perbaikan kondisi mobilitas kandung kemih pada lansia dengan inkontinensia, hal ini disebabkan karena belum adanya proses pemberian latihan yang diberikan guna meningkatkan koordinasi kontraksi kandung kemih dan relaksasi pada uretra. Lansia akan sering berkemih pada malam hari dan frekuensi berkemih meningkat akibat kehilangan kontraktibilitas dan kelemahan dari tonus otot kandung kemih. Peningkatan sisa urine dalam kandung kemih, kelemahan dari tonus otot kandung kemih, dan terjadinya kontraksi yang tidak teratur akan menyebabkan risiko terjadinya infeksi saluran perkemihan meningkat (Nursalam, 2009). Faktor psikologis seperti stress juga menyebabkan terjadinya peningkatan pengeluaran urine sebagai efek dari noreepinefrin, yang mana noreepinefrin merupakan hormon yang mempengaruhi kontraksi otot polos yang bekerjanya berlawanan dengan asetikolin (Guyton, 2007). Analisi Bivariat Pengaruh latihan kegel terhadap inkontinensia urine pada lansia Berdasarkan abel 4.5 diketahui nilai rata-rata inkontinensia pada lansia 10,64 dengan standar deviasi 2,951 sebelum dilakukan perlakuan dan nilai rata-rata inkontinensia urin pada lansia 7,93 dengan standar deviasi 2,731 setelah dilakukan perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia termasuk 7 dalam inkontinensia tipe stress, dimana menurut Bobak (2008) Kegel Exercise atau senam Kegel merupakan terapi non farmakologi yang paling sering dilakukan untuk mengatasi stress inkontinensia karena membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot pada uretra dan periuretra. Latihan kegel dapat menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivitas dari kimiawi, neuromuskuler, dan muskular. Otot polos kandung kemih (muskulus detrusor) mengandung filamen aktin dan miosin, yang mempunyai sifat kimiawi dan saling berintraksi. Proses interaksi diaktifkan oleh ion kalsium, dan adeno trifosfat (ATP) selanjutnya dipecah menjadi adeno difosfat (AD) untuk memberikan energi bagi kontraksi muskulus destrusor kandung kemih. Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot polos kandung kemih, terutama saraf parasimpatik yang merangsang produksi acetil cholin, sehingga mengakibatkan terjadinya kontraksi. Pada otot polos visera (unit tunggal) biasanya akan timbul potensial aksi secara spontan bila diregangkan secukupnya. Respon terhadap peregangan ini memungkinkan dinding otot polos visera berkontraksi secara otomatis dan karena itu menahan regangan. Regangan pada muskulus detrusor akan mengakibatkan peningkatan kapasitas fungsional yang selanjutnya akan terjadi peningkatan pengendalian kontraksi serta peningkatan pengendalian tonus otot kandung kemih. Mekanisme melalui muskulus, terutama otot polos kandung kemih, akan meningkatkan metabolisme mitokondria untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos kandung kemih sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos kandung UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 kemih. Peningkatan kapasitas fungsional kandung kemih, peningkatan pengendalian kontraksi serta peningkatan pengendalian tonus otot kandung kemih akan mengakibatkan penurunan frekuensi berkemih. Latihan kegel merupakan latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali kekuatan otot dasar panggul, memberikan bantuan yang signifikan dari rasa sakit. Latihan kegel sangat bermanfaat untuk menguatkan otot dasar panggul, sehingga memperkuat fungsi sfingter eksternal pada kandung kemih. Latihan ini terus dikembangkan dan dilakukan pada lansia yang mengalami masalah inkotinensia stress dan inkontinensia urgensi (Widiastuti, 2011). Berdasarkan uji T test independen di dapatkan nilai p-value= 0,018 yang menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara terapi kagel inkontinensia urin pada lansia. Penelitian yang dilakukan selama 2 minggu ini menunjukkan hasil yang sejalan dengan teori menurut abdulla (2006) yaitu pabila lansia rajin melakukan latihan Kegel, dalam waktu 2 sampai 4 minggu. manfaat latihan kegel bagi lansia yaitu otot-otot panggul kuat sehingga akan terhindar dari masalah sulit menahan kencing atau mengompol serta masalah kesehatan lainnya yang umum dialami oleh lansia. Sejalan dengan teori menurut Nursalam (2013), Latihan kegel (kegel exercise) adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang memberikan pengaruh baik terhadap tingkat kemampuan fisik manusia bila dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Latihan kegel pada usia lanjut dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional dari kandung kemih dan spingter uretra dalam usaha memenuhi kebutuhan eliminasi urine. Latihan yang dilakukan 8 dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih. Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Franly (2017) tentang pengaruh senam kegel terhadap frekuensi inkontinensia urin pada lansia, diamana didapatkan hasil bahwa frekuensi inkontinensia pada lansia mengalami perubahan dengan menurunnya frekuensi inkontinensia urine menjadi jarang, sehingga terdapat pengaruh terhadap frekuensi inkontinensia urine sesudah diberikan Senam Kegel. Dapat disimpulkan inkontinensia pada lansia yang diberikan latihan kegel mengalami perubahan dibandingkan sebelum latihan kegel. Ini menunjukkan bahwa latihan kegel yang diberikan ternyata mempunyai pengaruh menurunkan inkontinensia urine pada lansia yang berada di Desa Gogik Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. KESIMPULAN 1. Gambaran inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan latihan kegel pada kelompok intervensi responden menderita inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) sebelum diberikan intervensi dan sebagian besar responden tidak menderita inkontinensia 7 responden (50%) setelah diberikan latihan kegel. 2. Gambaran inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol yaitu lansia menderita inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) sebelum penelitian dan sebagian besar mengalami inkontinensia urin tipe stres yaitu 7 responden (50%) setelah penelitian. UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 3. Ada perbedaan inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah diberikan latihan kegel pada kelompok intervensi dengan p-value=0, 000 4. Tidak ada perbedaan inkontinensia urine pada lansia sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol dengan p-value=0,104 5. Ada pengaruh yang signifikan antara terapi kegel dengan inkontinensia urin pada lansia di Desa Gogik Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. dengan p-value=0,018 SARAN 1. Bagi perawat dan tenaga kesehatan Hendaknya perawat dan tenaga kesehatan dapat memberikan latihan kegel secara menyeluruh bagi lansia untuk mengatasi inkontinensia. 2. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperdalam pengalaman peneliti tentang riset keperawatan serta pengembangan wawasan tentang latihan kegel untuk mengurangi inkontinensia pada lansia. 3. Bagi lansia Hendaknya lansia dapat melaksanakan latihan kegel secara teratur untuk mengurangi gejala-gejala inkontinensia. 4. Bagi pendidikan Bagi mahasiswa kesehatan dapat mengkaji dan mengenali perubahan fisik lansia dan dapat melakukan intervensi pada lansia yang mengalami inkontinensia. DAFTAR PUSTAKA 9 Bobak. 2008. The muscles of the pelvic floor. Clin Obstet Gynecol;36: 910-24. Departemen Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pemantauan dan Penilaian Program Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Guyton. 2007. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Jakarta : EGC. Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Medika. Mulyani, S, 2013. Menopause Akhir Siklus Menstruasi Pada Wanita di Usia Pertengahan. Yogyakarta: Nuha Medika. Natami, P. A. 2012. Pengaruh Perineum Massage Terhadap Derajat Robekan Perineum Pada Ibu Primigravida Di BPS Widjayati Dan BPS Desak Kecamatan Negara. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Journal Vol.3 No.2 Nugroho, W. 2008. Perawatan Lanjut Usia. Edisi Kedua. Jakarta: EGC Nursalam 2013. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta : Salemba Medika Nygaard, I.E.(2010). Stess urinary incontinence. Obstet Gynecol. 104:607-20. UNIVERSITAS NGUDI WALUYO | 2017 Padila. 2013. Buku ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nusa Medika Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum Potter & Perry, 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi Keempat. Jakarta: EGC Purnomo, B. B. 2011. Dasar Dasar Urologi. Ed. 3. Jakarta: CV Infomedika. Purnomo. 2008. Dasar-dasar urologi. FKBrawijaya. Malang : Salemba Medika Septiastri & Siregar 2012. Latihan Kegel Dengan Penurunan Gejala Inkontinensia Urin Pada Lansia. Jurnal Keperawatan. Maret 2012. Setiati S. dan Pramantara I.D.P. 2007. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif dalam Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata K M., Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed.IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Setiati, Siti. 2009. Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan untuk Mengasuh Orang Usia Lanjut. Jakarta: PKUI Setiyohadi, 2011, llmu Penyakit Dalam. Jilid 1. (Edisi 3). Jakarta : FKUI. Widianti, A.T. & Proverawati, A. 2010. Senam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. 10