sintesa mentol dari sitronelal dalam proses satu

advertisement
SINTESA MENTOL DARI SITRONELAL DALAM PROSES
SATU TAHAP DENGAN KATALIS DWIFUNGSI
Oleh:
ADE NURISMAN
F34104066
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SINTESA MENTOL DARI SITRONELAL DALAM PROSES
SATU TAHAP DENGAN KATALIS DWIFUNGSI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ADE NURISMAN
F34104066
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SINTESA MENTOL DARI SITRONELAL DALAM PROSES
SATU TAHAP DENGAN KATALIS DWIFUNGSI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ADE NURISMAN
F34104066
Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 April 1986
Tanggal Lulus : 2 Februari 2009
Menyetujui,
Bogor,
Ir. Sugiarto, MSi
Dosen Pembimbing I
Februari 2009
Dr. Silvester Tursiloadi, M. Eng
Dosen Pembimbing II
Ade Nurisman. F34104066. Sintesa Mentol Dari Sitronelal Dalam Satu Tahap
Dengan Katalis Dwifungsi. Di bawah bimbingan Sugiarto dan Silvester Tursiloadi.
2009.
RINGKASAN
Mentol merupakan salah satu senyawa minyak atsiri yang dapat memberikan
efek menyegarkan jika dikonsumsi. Sejak dahulu kala, mentol telah digunakan dalam
bidang ilmu kedokteran sebagai obat untuk mengatasi gangguan tenggorokan dan
iritasi pada mulut. Selain itu, mentol juga digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dan melancarkan pernapasan. Bahkan pada sekitar tahun 1920 dan 1930, mentol telah
digunakan pada industri rokok sebagai bahan penyedap (flavour) dan juga sebagai
bahan untuk mengurangi iritasi, khususnya pada tenggorokan (Cotton, 2007).
Mentol dapat dihasilkan melalui proses pemisahan dari tanaman (mentol
alami) dan melalui sintesa organik. Mentol alami dihasilkan melalui ekstraksi
tanaman mint seperti Mentha pipperita dan Mentha arvensis. Salah satu sintesa
mentol secara sintesa organik dapat dihasilkan dari sitronelal. Sitronelal merupakan
salah satu komponen yang terdapat pada minyak sereh yang didapat melalui proses
fraksionasi. Sintesa mentol dari sitronelal, secara umum dilakukan melalui dua tahap
proses, yaitu proses siklisasi dan proses hidrogenasi.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan sintesa mentol dari hasil
fraksionasi minyak sereh wangi melalui proses satu tahap (one-step process)
menggunakan katalis yang berkemampuan mengubah sitronelal menjadi rantai
alkohol siklik (isopulegol) dan menghidrogenasi isopulegol menjadi mentol
(bifunctional catalyst). Beberapa parameter yang dikaji pada penelitian ini antara lain
suhu siklisasi, waktu proses, suhu hidrogenasi, tekanan, dan jenis katalis yang
digunakan.
Penelitian ini menggunakan variasi suhu siklisasi 100 oC, dan 150 oC.
Sedangkan waktu proses menggunakan dua variasi, yaitu 20 jam (10 jam siklisasi dan
10 jam hidrogenasi) dan 6 jam (3 jam siklisasi dan 3 jam hidrogenasi). Suhu
hidrogenasi menggunakan variasi suhu 70 oC, 100 oC, dan 150 oC. Untuk tekanan gas
hidrogen digunakan 3 macam variasi, yaitu 5 bar, 10 bar, dan 15 bar. Penentuan
kondisi proses ini menggunakan katalis Ni/Bentonit-tersulfatasi dengan konsentrasi
katalis 5 persen. Setelah didapat kondisi proses terbaik, maka dilakukan variasi jenis
katalis, antara lain Ni/Bentonit-tersulfatasi, Ni/Bentonit-tersulfatasi dengan preparasi
ball mill, dan Ni/TiO2-O4.
Berdasarkan hasil analisa Chromatography Gas (GC) dapat diketahui bahwa
kondisi proses terbaik untuk sintesa mentol adalah suhu siklisasi 100 oC, waktu
proses 6 jam, suhu hidrogenasi 100 oC, dan tekanan hidrogen 5 bar, dengan mentol
yang dihasilkan sebesar 0.85 persen. Ni/Bentonit-tersulfatasi mampu menghasilkan
mentol sebesar 2.38 persen. Sedangkan jenis katalis yang dapat menghasilkan mentol
dengan persentase tertinggi adalah Ni/TiO2-SO4, yaitu 3,12 persen.
Ade Nurisman. F34104066. One-Step Synthesis of Menthol from Citronellal Over
Bifunctional Catalyst. Supervised by Sugiarto and Silvester Tursiloadi. 2009.
SUMMARY
Menthol is one of volatile compound which gives cooling effect if it is
consumed. Since long time ago, menthol has used in medical field as a medicines
treating sore throats and mouth irritations. It has also used in treatments for analgesics
and decongestants. In the 1920 and 1930, menthol has used as flavoring and reducing
for irritation, especially to the throat (Cotton, 2007).
Menthol is obtained by separation of natural sources (natural menthol) and
by organic synthesis. Natural menthol is obtained by extraction from mint plants such
as Mentha piperita and Mentha arvensis. One of organic synthesis of menthol is
obtained from citronellal. Citronellal is one of compound citronella oil which is
obtained by fractionation. Generally, the synthesis of menthol from citronellal has
carried out through two-step process; there have cyclization and hydrogenation.
The aim of this research is to synthesize menthol from citronellal oil
fractionate product through one-step process over catalyst, which can be performed to
isomerate citronellal to the cylic alcohol (isopulegol) and to hydrogenate isopulegol
into menthol (bifunctional catalyst). The parameters that has used in this research are
the temperature of cyclization, time process, hydrogenation’s temperature, pressure,
dan the kind of catalyst.
This research has used the variation for temperature of cyclization at 100 ˚C
and 150 ˚C. The variation for time process has used 20 hours (10 hours for cylization
and 10 hours for hydrogenation) and 6 hours (3 hours for cylization and 6 hours for
hydrogenation). The variation for hydrogenation’s temperature has used 70 ˚C, 100
˚C and 150 ˚C. The variation for pressure has used 5 bar, 10 bar, and 15 bar. The
condition process has determinated over Ni/Sulfated-Bentonite 5 % has used to
determinate the condition process. The best condition process will has used at
Ni/Sulfated-Bentonite, Ni/Sulfated-Bentonite with ball mill preparation, and
Ni/Sulfated-Titanium.
Based on Gas Chromatography can be known that the best conditions
process for synthesis of menthol are cyclization’s temperature at 100 ˚C, 6 hours for
the time process, hydrogenation’s temperature at 100 ˚C, 5 bar for the pressure. The
catalyst of Ni/Sulfated-Bentonite has produced menthol 0.85 percent. Ni/SulfatedBentonite has produced menthol 2.38 percent. In this research, Ni/Sulfated-Titanium
Dioxide has produced menthol that has the highest percentage about 3.12 percent.
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ade Nurisman
NRP
: F34104066
Departemen
: Teknologi Industri Pertanian
Fakultas
: Teknologi Pertanian
Universitas
: Institut Pertanian Bogor
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “SINTESA
MENTOL DARI SITRONELAL DALAM PROSES SATU TAHAP DENGAN
KATALIS DWIFUNGSI” merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan
dan arahan
dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebutkan
rujukannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari
siapapun.
Bogor, 29 Januari 2009
Ade Nurisman
F34104066
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, tuhan semesta
alam yang atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Bidang penelitian
yang menjadi kajian penulis dalam penelitian ini adalah teknologi miyak atsiri dengan
judul “Sintesa Mentol Dari Sitronelal Dalam Proses Satu Tahap Dengan Katalis
Dwifungsi”. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, penulis
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Sugiarto, M.Si selaku dosen pembimbing utama atas segala arahan, bimbingan,
dan masukkan yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan
hingga selesainya tugas akhir ini.
2. Dr. Silvester Tursiloadi, M. Eng selaku dosen pembimbing kedua, peneliti
sekaligus kepala bidang Teknologi Proses dan Katalisis, Puslit-Kimia, Puspitek
Serpong atas bimbingannya dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung
hingga selesai.
3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan saran, masukan, dan menguji penulis.
Segala daya dan kemampuan telah diupayakan demi kesempurnaan karya tulis
ini, namun penulis menyadari karya tulis ini belum mencapai kesempurnaan karena
adanya keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi civitas akademika dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, 29 Januari 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Ade Nurisman, lahir di Jakarta pada tanggal 23 April
1986 dari orang tua yang bernama Djamarisman dan Nurmaini.
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SD YKPP 2 Palembang pada
tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama di SLTP YKPP I
Palembang pada tahun 2001, dan penulis lulus dari SMU YKPP I
Palembang pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai
mahasiswa pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Teknologi Minyak Lemak, Oleokimia dan Emulsi pada tahun 2008. Selain itu,
penulis juga aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain sebagai staf
Departemen PSDM FBI FATETA pada tahun 2006 dan anggota Himpunan
Teknologi Industri (HIMALOGIN) Fateta IPB sejak tahun 2005, dan berbagai
kepanitiaan pada kegiatan kampus lainnya. Penulis juga pernah mengikuti Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan pernah mendapatkan Juara II Tingkat Nasional
pada Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa pada tahun 2007. Penulis mengikuti
Praktek Lapang di KPM Bayongbong dengan judul “Mempelajari Berbagai Aspek
Proses Produksi Minyak Akar Wangi di KPM Bayongbong, Kecamatan Bayongbong,
Kabupaten Garut.
Penulis menyelesaikan penelitian tingkat sarjana bekerjasama dengan peneliti
Teknologi Proses dan Katalisis, Pusat Penelitian Kimia, Puspitek Serpong Tangerang
Banten pada tahun 2008 dengan judul “Sintesa Mentol Dari Sitronelal Dalam Proses
Satu Tahap Dengan Katalis Dwifungsi”.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
C. Ruang Lingkup ...................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Sereh ......................................................................................... 4
B. Sitronelal ................................................................................................ 5
C. Mentol .................................................................................................... 7
D. Sintesa Mentol dari Sitronelal ............................................................... 8
E. Katalis .................................................................................................... 10
1. Bentonit ............................................................................................. 10
2. Titania Dioksida ................................................................................ 12
3. Nikel .................................................................................................. 13
BAB III. METODOLOGI
A. Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... 15
B. Metode Penelitian .................................................................................. 15
1. Karakteristik Bahan Baku Sitronelal ................................................. 15
2. Preparasi Katalis ................................................................................ 16
a. Ni/Bentonit Tersulfatasi ................................................................. 16
b. Ni/Bentonit Tersulfatasi Dengan Preparasi Menggunakan
Ball Mill ......................................................................................... 17
c. Ni/TiO2-SO4 ................................................................................... 19
3. Sintesa Mentol ................................................................................... 21
4. Sintesa Mentol Dengan Variasi Katalis ............................................. 23
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Bahan Baku ...................................................................... 25
B. Karakteristik Katalis .............................................................................. 26
1. Analisa DTA ...................................................................................... 26
2. Analisa Ukuran Partikel Katalis ........................................................ 29
C. Penentuan Faktor Variabel Pada Sintesa Mentol Dari Sitronelal
Dalam Satu Tahap Dengan Katalis Dwifungsi ...................................... 30
1. Penentuan Suhu Siklisasi ................................................................... 31
2. Penentuan Waktu Proses ................................................................... 33
3. Penentuan Suhu Hidrogenasi ............................................................. 34
4. Penentuan Tekanan ............................................................................ 36
D. Sintesa Mentol Dengan Variasi Katalis ................................................. 38
1. Analisa Gas Chromatography ........................................................... 38
2. Analisa Spektroskopi Inframerah (Fourier Transform Infra Red) .... 40
E. Mekanisme Reaksi Sintesa Mentol Dari Sitronelal Dalam Satu Tahap
Dengan Katalis Dwifungsi..................................................................... 43
F. Reaksi Samping ..................................................................................... 44
1. Reaksi Pembentukan Sitronelol dan Turunannya ............................. 44
2. Reaksi Pembentukan Ester Isopulegol .............................................. 45
3. Reaksi pembentukan Ester Mentol.................................................... 45
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................ 47
B. Saran ...................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48
LAMPIRAN .......................................................................................................... 51
DAFTAR TABEL
iii
Halaman
Tabel 2.1. Sifat fisik sitronelal .............................................................................. 7
Tabel 2.2. Sifat fisiko kimia mentol ...................................................................... 8
Tabel 2.3. Sifat fisiko kimia nikel ......................................................................... 13
Tabel 4.1. Perbandingan sifat fisiko kimia sitronelal bahan baku dengan
sitronelal ............................................................................................... 24
Tabel 4.2. Analisa ukuran partikel katalis ............................................................ 30
Tabel 4.3. Hasil analisa gas chromatography terhadap produk sintesa
menggunakan variasi katalis ................................................................ 38
DAFTAR GAMBAR
iv
Halaman
Gambar 2.1. Minyak sereh wangi dan turunannya ............................................... 5
Gambar 2.2. Struktur bangun sitronelal ................................................................ 6
Gambar 2.3. Struktur bangun mentol .................................................................... 7
Gambar 2.4. Sintesa satu-tahap mentol dari sitronelal menggunakan katalis
dwifungsi ......................................................................................... 9
Gambar 2.5. Struktur bentonite ............................................................................. 11
Gambar 2.6. Mekanisme penjenuhan ikatan rangkap dengan bantuan katalis
`
nikel ................................................................................................. 14
Gambar 3.1. Diagram alir aktivasi katalis Ni/Bentonit Tersulfatasi ..................... 17
Gambar 3.2. Diagram alir preparasi katalis Ni/Bentonit Tersulfatasi dengan
preparasi ball mill ............................................................................ 19
Gambar 3.3. Diagram alir preparasi Ni/Tio2-SO4 ................................................. 21
Gambar 3.4. Reaktor yang digunakan pada penelitian ......................................... 22
Gambar 3.5. Diagram alir sintesa mentol melalui proses satu-tahap .................... 23
Gambar 3.6. Diagram alir sintesa mentol dengan variasi katalis .......................... 24
Gambar 4.1. Hasil analisa DTA Bentonit-SO4...................................................... 26
Gambar 4.2. Sulfat terdekomposisi dari Bentonit ................................................. 27
Gambar 4.3. Hasil analisa DTA Tio2-SO4 ............................................................ 28
Gambar 4.4. Sulfat terdekomposisi dari Tio2 ........................................................ 29
Gambar 4.5. Persen senyawa yang tersisa di akhir proses .................................... 33
Gambar 4.6. Spektrum FTIR sitronelal yang dibandingkan dengan produk
sintesa yang menggunakan Ni/Tio2-SO4 .......................................... 41
Gambar 4.7. Sintesa mentol dari sitronelal dalam proses satu tahap dengan
katalis dwifungsi .............................................................................. 44
Gambar 4.8. Reaksi pembentukan produk samping.............................................. 46
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur Pengujian Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku ........................ 52
Lampiran 2. Preparasi Katalis ............................................................................... 55
Lampiran 3. Hasil analisa GC ............................................................................... 56
Lampiran 4. Hasil Analisa DTA ........................................................................... 68
Lampiran 5. Hasil Analisa Ukuran Partikel Katalis .............................................. 69
Lampiran 6. Hasil Analisa FTIR ........................................................................... 81
vi
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri. Salah
satu minyak atsiri yang dihasilkan dan dapat dijadikan sumber devisa bagi
negara adalah minyak sereh wangi. Sampai saat ini, Indonesia baru
menghasilkan sembilan jenis minyak atsiri yaitu: minyak cengkeh, minyak
kenanga, minyak nilam, minyak akar wangi,minyak pala, minyak kayu putih
dan minyak sereh wangi. Dari sembilan jenis minyak atsiri ini terdapat enam
jenis minyak yang paling menonjol di Indonesia yaitu: minyak pala minyak
nilam, minyak cengkeh dan minyak sereh wangi. Bahkan menurut data dari
Departemen Perdagangan Amerika Serikat pada bulan Maret tahun 2000
bahwa volume ekspor minyak sereh wangi asal Indonesia sebesar 60,775
kilogram.
Minyak sereh wangi dihasilkan dengan cara menyuling daun sereh
yang mengandung kurang dari 0.5-1.2 persen minyak. Minyak sereh wangi
memiliki komponen kimia yang cukup komplek, namun komponen yang
terpenting adalah sitronelal dan geraniol. Kedua komponen tersebut
menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak sereh wangi.
Kadar komponen kimia penyusun utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan
tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka
kadar sitronellal juga tinggi (Harris, 1987).
Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak atsiri khususnya
minyak
sereh
wangi
belum
memanfaatkan
potensi
tersebut
untuk
menghasilkan produk turunan minyak atsiri. Minyak sereh wangi yang terdiri
dari komponen sitronelal, geraniol, dan sitronelol seharusnya dapat diolah
menjadi produk yang dapat meningkatkan nilai tambah. Salah satu produk
turunan minyak sereh wangi adalah mentol.
Mentol merupakan salah satu senyawa minyak atsiri yang dapat
memberikan efek menyegarkan jika dikonsumsi. Oleh sebab itu, sejak dahulu
kala mentol telah digunakan dalam bidang ilmu kedokteran sebagai obat untuk
mengatasi gangguan tenggorokan dan iritasi pada mulut. Mentol juga telah
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan melancarkan pernapasan.
Bahkan pada sekitar tahun 1920 dan 1930, mentol telah digunakan pada
industri rokok sebagai bahan penyedap (flavour) dan juga sebagai bahan untuk
mengurangi iritasi, khususnya pada tenggorokan (Cotton, 2007).
Mentol dapat diproduksi melalui proses ekstraksi tanaman mentol
(Mentha arvensis L.), namun kebutuhan mentol Indonesia selama ini dipenuhi
seluruhnya dari luar negeri. Kebutuhan mentol Indonesia pada tahun 2004
sebesar 483 ton dengan nilai impor sebesar US $ 3,277 juta. Peningkatan
kebutuhan dan nilai impor mentol terus berlanjut, pada tahun 2005 mencapai
684,1 ton dengan nilai impor US $ 4,6 juta (Deptan, 2009). Oleh sebab itu,
pengembangan minyak sereh wangi menjadi mentol sangat prospektif untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan mentol.
Selama ini sintesa mentol dari sitronelal dilakukan melalui dua tahap
proses, yaitu proses siklisasi menggunakan katalis homogen dan proses
hidrogenasi. Namun, metode ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
dibutuhkan peralatan yang mahal untuk memisahkan antara katalis dan produk
serta katalis yang digunakan tidak dapat didaur ulang untuk digunakan
kembali (Kleemann, et.al. 1987 dan Misono. 1990).
Seiring dengan perkembangan teknologi, berbagai usaha dilakukan
untuk menyederhanakan sintesa mentol dari sitronelal melalui proses satu
tahap menggunakan katalis heterogen yang dapat berfungsi untuk reaksi
siklisasi dan untuk reaksi hidrogenasi (katalis dwifungsi). Metode ini memiliki
beberapa keunggulan, diantaranya hasil produk yang tinggi dan aman karena
produk mudah dimurnikan tanpa penggunaan peralatan yang mahal (Milone,
et.al. 2000).
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah sintesa mentol dari
sitronelal dalam proses satu tahap dengan katalis dwifungsi. Katalis dwifungsi
yang digunakan merupakan katalis heterogen, diantaranya Ni/Bentonit-SO4,
Ni/Bentonit-SO4 (dengan preparasi ball mill), dan Ni/TiO2-SO4.
2
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sintesa mentol dari hasil
fraksionasi minyak sereh wangi melalui proses satu tahap (one-step process)
dengan katalis yang berkemampuan siklisasi dan hidrogenasi (bifunctional
catalyst). Beberapa parameter yang dikaji pada penelitian ini antara lain suhu
proses, tekanan, dan jenis katalis yang digunakan.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Proses preparasi katalis dwifungsi yang akan digunakan pada sintesa
sistem satu tahap mentol dari sitronelal.
2. Penentuan kondisi proses sintesa mentol dari sitronelal dalam sistem
sistem satu reaktor dengan katalis dwifungsi..
3. Proses sintesa mentol dari sitronelal dalam sistem satu reaktor dengan
variasi katalis dwifungsi.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK SEREH WANGI
Minyak sereh wangi adalah salah satu minyak atsiri yang penting di
Indonesia disamping minyak atsiri lainnya seperti cengkeh, minyak nilam, dan
minyak akar wangi. Minyak sereh wangi merupakan jenis minyak atsiri yang
dihasilkan oleh tanaman sereh wangi (Andropogon nardus L.). Sereh wangi
memiliki dua tipe, yaitu tipe Ceylon (Srilanka) dan tipe Jawa. Tipe ceylon hampir
sebagian besar diproduksi di Pulau Srilanka, sedangkan tipe Jawa diproduksi
terutama di Pulau Jawa dan Formosa, dan belakangan diproduksi juga di Amerika
Tengah (Guatemala dan Honduras), dan Pulau Haiti. Jenis tanaman sereh wangi
yang menghasilkan produk dan mutu yang terbaik adalah jenis ”mahapegiri” yang
ditanam di Pulau Jawa. Jenis tanaman ini mengandung 80-97 persen total geraniol
dan 30-45 persen sitronelal. Sedangkan jenis ”leanbau” dari Ceylon hanya
mengandung 55-65 persen total geraniol (Guenther, 1990).
Minyak sereh dihasilkan dengan cara menyuling daun sereh wangi yang
mengandung kurang dari 0.5 – 1.2 persen minyak. Bahan kimia yang terpenting
dalam minyak sereh wangi adalah persenyawaan aldehid dengan nama sitronelal
dan persenyawaan alkohol yang disebut geraniol. Kadar sitronelal dan geraniol
sangat menentukan mutu minyak sereh wangi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi dan mutu minyak sereh wangi antara lain: keadaan tanah, iklim, tinggi
daerah dari permukaan laut, dan keadaan daun sebelum disuling (Ketaren, 1985).
Ekspor citronella tahun 2002 mencapai 173.294 ton dengan nilai US $
1150.393 dengan negara tujuan Eropa, Amerika, Jepang, India, Taiwan,
Singapura dan Timur Tengah (Wahyuni, 2003). Minyak yang kurang memenuhi
persyaratan ekspor dijual di pasar domestik sebagai bahan baku industri sabun,
pasta gigi dan obat-obatan.
F r ak si M in ya k S er eh
CHO
OH
OH
S IT R O N E L A L
G E R A N IO L
S IT R O N E L O L
C
OH
CHO
CH3
O
H
R
OH
S IT R A L
H ID R O K S I
S IT R O N E L A L
IS O P U L E G O L
E S T E R S IT R O N E L IL
C H 2O H
O
OH
D IM E T IL O K T A N O L
M ENTOL
R
E S T E R G E R A N IL
O
O
OH
R
C
E S T E R ISO P U L E G O L
H
P S E U D O IO N O N
N E R O L ID O L
O
R
FE RN ESO L
E ST E R M E N T O L
O
O
HC
H
B - IO N O N
O
HC
HC
H
H
a - IO N O N
H - IO N O N
Gambar 2.1. Minyak Sereh Wangi dan Turunannya.
Sumber : (Proyek ITDP-Twinning activities)
B. SITRONELAL
Sitronelal (3,7-dimetil-6-oktenal) merupakan monoterpen yang sebagian
besar terbentuk dari metabolisme sekunder tanaman. Sitronelal bersama dengan
sitral, geraniol, linalool, dan sitronelol merupakan salah senyawa terpen yang
5
paling penting (Pybus, D et.al.1999). Sitronelal yang terdiri dari campuran
terpenoid yang dapat memberikan aroma khusus pada
minyak sereh wangi
merupakan salah satu komponen utama yang terkandung dalam minyak sereh
wangi. Sitronelal termasuk senyawa minyak atsiri yang berwarna kekuningan dan
mudah menguap pada suhu kamar. Selain itu, sitronelal bersifat sedikit larut
dalam air dan dapat larut dalam alkohol dan ester (Ketaren, 1985).
Sitronelal dihasilkan melalui proses fraksinasi minyak sereh wangi.
Fraksinasi merupakan suatu proses untuk memisahkan minyak atsiri yang dalam
hal ini adalah minyak sereh wangi menjadi beberapa fraksi berdasarkan
perbedaan titik didih. Proses fraksinasi minyak sereh dilakukan pada tekanan di
bawah tekanan atmosfer atau tekanan vakum, dan biasanya dilalukan dengan cara
penyulingan minyak tanpa pengisian air dalam ketel suling atau tanpa pemasukan
uap aktif ke dalam minyak. Penggunaan tekanan serendah mungkin pada proses
fraksinasi minyak sereh bertujuan untuk menurunkan temperatur didih dari
minyak sereh sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam minyak sereh
tidak terdekomposisi. Proses pengeringan kering ini telah banyak diterapkan
dalam industri minyak atsiri (Guenther, 1987).
Sitronelal sebagai senyawa yang berbau harum memiliki peran yang
penting dalam industri parfum. Selain itu, sitronelal juga berperan dalam proses
sintesa beberapa senyawa terpen seperti mentol (Sell, C.S.A.2003).
CHO
Gambar 2.2. Struktur Bangun Sitronelal
6
Tabel 2.1. Sifat Fisik Sitronelal
Karakteristik
Nilai
Nama IUPAC
3,7-dimethyloct-6-en-1-al
Rumus Molekul
C10H18O
Bobot Molekul
154.25 g/mol
Densitas
0.855 g/cm3
Boiling Point
201-204 °C
Sumber : www.wikipedia.com
C. MENTOL
Mentol merupakan salah satu senyawa minyak atsiri yang banyak
digunakan secara luas pada bidang obat-obatan, kosmetik, dan produk-produk
lainnya (Kleeman dan Engel, 1987). Mentol terbentuk melalui hasil hidrogenasi
isopulegol menggunakan bantuan katalis, yang mana isopulegol merupakan hasil
dari proses siklisasi minyak sitornelal (Misono dan Noijri, 1990).
Milone, et.al.(1999) menjelaskan bahwa proses pembentukan mentol dari
sitronela terjadi melalui dua tahap, yakni siklisasi dan hidrogenasi. Proses
siklisasi terjadi saat pembentukan isopulegol dari sitronela pada kondisi asam.
Sedangkan, proses hidrogenasi terjadi saat perubahan isopulegol menjadi mentol.
CH3
OH
Gambar 2.3. Struktur Bangun Mentol
7
Tabel 2.2. Sifat Fisiko Kimia Mentol
Karakteristik
Nilai
Berat Molekul
156.27 g/mol
Densitas
0.890g/ cm3
Boiling point
212 ˚C (485 ˚K)
Rumus Molekul
C10H18O
Sumber : www.wikipedia.com
D. PROSES SINTESA MENTOL DARI SITRONELAL
Mentol merupakan suatu senyawa yang sudah banyak digunakan sejak
zaman dahulu, baik di bidang farmasi, kosmetik, maupun makanan. Menurut
Eccles (1994), mentol dapat dihasilkan secara sintesa organik maupun dari
tanaman Mentha arvensis. Salah satu sintesa mentol secara sintesa organik,
mentol dapat dihasilkan dari sitronelal.
Sitronelal merupakan salah satu komponen yang terdapat pada minyak
sereh. Sitronelal yang digunakan untuk sintesa mentol merupakan sitronelal yang
telah melalui proses fraksionasi. Proses sintesa mentol dari sitronelal, secara
umum dilakukan melalui dua tahap proses, yaitu proses siklisasi dan proses
hidrogenasi. Sintesa mentol dari sitronelal secara umum melalui proses
isomerisasi sitronelal menjadi isopulegol yang memiliki struktur alkohol siklik
dengan bantuan katalis asam. Selanjutnya, alkohol tidak jenuh yang terdapat pada
struktur isopulegol dihidrogenasi menjadi alkohol jenuh. Hasil hidrogenasi ini
yang disebut dengan mentol ( Kleemann et.al 1987 dan Misono dan Noijri 1990).
Menurut proses yang dilakukan Tagasako International Corporation,
proses isomerisasi sitronelal menjadi isopulegol dilakukan dengan menggunakan
katalis ZnBr2 dan didapatkan isopulegol yang terbentuk sebesar 92 persen
(Misono dan Noijri 1990). Proses yang dilakukan Tagasako menggunakan katalis
homogen, hal ini membutuhkan peralatan yang mahal untuk memisahkan antara
8
katalis dan produk serta katalis yang digunakan tidak dapat didaur ulang untuk
digunakan kembali.
Pada beberapa literatur, menjelaskan proses isomerisasi sitronelal menjadi
isopulegol menggunakan katalis heterogen bahkan pada penelitian Milone et.al
(2000) menjelaskan bahwa proses sintesa mentol dapat disintesa langsung dari
sitronelal dengan menggunakan katalis asam yang dikombinasikan dengan
ruthenium
sebagai
pendukung
katalis
asam.
Penggunaan
silika
yang
dikombinasikan dengan ruthenium menghasilkan konversi sitronelal sebesar 100
persen dan mentol yang terbentuk sebesar 80 persen, tetapi menghasilkan produk
sampingan dari proses hidrogenasi berupa 3,7-dimetiloktanol. Corma et.al (2004)
menambahkan
bahwa
proses
sintesa
mentol
secara
langsung
dengan
menggabungkan katalis untuk reaksi siklisasi dengan katalis untuk reaksi
hidrogenasi atau yang dikenal dengan sintesa mentol sistem satu reaktor yang
merupakan suatu proses yang dapat mengurangi biaya produksi yang mahal jika
menggunakan sistem dua reaktor seperti yang telah lazim digunakan pada proses
industri. Pada proses industri, isopulegol yang dihasilkan dari proses siklisasi
harus dikristalkan terlebih dahulu sebelum dihidrogenasi dan setelah dihasilkan
mentol diperlukan proses untuk memisahkan antara mentol dengan katalis.
O
H
SITRONELAL
OH
ISOPULEGOL
H2
OH
MENTOL
Gambar 2.4. Sintesa Satu-tahap Mentol dari Sitronelal Menggunakan Katalis
Dwifungsi (Ravasio et.al. 2000).
9
E. KATALIS
Pada proses sintesa mentol dari sitronelal melalui sistem satu-reaktor,
katalis mempunyai peranan yang penting. Katalis pada prinsipnya berfungsi untuk
meningkatkan selektifitas dan aktifitas. Katalis yang digunakan pada penelitian
ini merupakan katalis heterogen dan berbentuk powder. Penggunaan katalis
heterogen dikarenakan katalis heterogen memiliki beberapa macam kelebihan,
antara lain mudah dipisahkan dari reaktan, proses preparasi dan kontrol katalis
yang mudah, dan kualitas produk yang dihasilkan pun baik (Richardson, 1989).
Hal yang perlu diperhatikan pada katalis adalah aktivitas, selektifitas, dan
umur katalis (Twiga, 1996). Pada katalis heterogen, tahapan proses yang terjadi
antara reaktan dengan katalis padatan adalah difusi reaktan ke permukaan katalis,
reaksi antara reaktan dengan permukaan katalis, dan yang terakhir adalah difusi
produk keluar dari permukaan katalis (Augustine, 1995).
Katalis merupakan sejumlah kecil materi yang ditambahkan kepada suatu
reaksi kimia yang berjalan sangat lambat dengan tujuan agar reaksi tersebut dapat
berjalan lebih cepat dan dicapai suatu keadaan setimbang. Selain itu, katalis juga
mempunyai fungsi untuk menurunkan energi aktivasi yang menyebabkan laju
reaksi semakin cepat (Othmer, 1979).
1. Bentonit
Bentonit
merupakan
lempung
mineral
yang
mengandung
montmorillonit sebagai komponen utamanya. Berdasarkan jenis ion
penukarnya, bentonit dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jenis sodium yang
mengandung ion penukar Na+ dan jenis kalsium yang mengandung ion
penukar Ca2+ (Hasan et.al, 1998). Rumus kimia montmorillonit adalah
[(Mg,Ca) O. Al2O3. 5 SiO. nH2O], dimana nilai n : ± 8. Activated clay
merupakan lempung yang pada keadaan awal kurang
memiliki daya
pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditentukan dengan jalan
pengolahan dan pemanasan sebelum lempung itu dipergunakan didalam
proses pemucatan warna (Davis and Messer, 1929).
10
Menurut Priatna (1982), setiap struktur kristal montmorillonite
terdiri dari 3 lapisan, yaitu satu lapisan berbentuk oktahedral dari
hydrargilite-brucite dan dua lapisan lain berbentuk tetrahedral dari silikon
dan oksigen. Lapisan ini akan bergabung dan ujung-ujung kisi dari
tetrahedral silika akan membentuk lapisan dengan lapisan hidroksil
oktahedral. Atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur
montmorillonite memungkinkan air akan masuk antara unit sehingga kisi
akan membesar. Senyawa penyusun bentonit adalah senyawa silika dan
alumina yang mengandung air dan terikat secar kimia. Kandungan lain,
yaitu Calsium, Natrium, Magnesium dan Besi yang bergabung dengan Si
dan Oksigen. Ukuran partikel koloid bentonit sangat kecil dan mempunyai
kapasitas penukaran ion yang tinggi dengan penukaran ion terutama
diduduki oleh ion–ion Ca dan Mg.
Gambar 2.5. Struktur Bentonit
(Sumber : www.chemblink.com/structures/1302-78-8.gif)
Pada keadaan awal bentonit memiliki kemampuan adsorpsi yang
rendah. Kapasitas adsorpsi dari bentonit dapat dinaikkan dengan proses
aktivasi untuk memberikan sifat yang diinginkan sehubungan dengan
penggunaannya. Menurut Zulkarnaen et.al (1991), pengaktifan bentonit
bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa selain bentonit yang
tidak mempunyai sifat penyerap dan juga untuk memperluas permukaan
mealui pembentukan struktur porous dan berguna untuk mempertinggi
daya adsorpsinya
11
Bentonit yang telah diaktivasi dengan asam memiliki banyak
kegunaan pada berbagai bidang, diantaranya katalis, katalis pendukung
pada industry kimia (Zhou et.al 2004), dan sebagai komponen dari
penghilangan karbon dari kertas dan sebagai pembersih pada industry
kertas (Fahn et.al 1983).
2. Titania Dioksida
Titania dioksida merupakan katalis yang berbentuk kristal
tetragonal. Titania terdapat dalam tiga modifikasi kristalin, yaitu anatas,
rutil, dan brookit. Angatas dan rutil umumnya digunakan sebagai adsorben,
pigmen, dan katalis. Luas pemukaan titania anatas dan rutil berkisar antara
5-100 m2/g. Anatas dan rutil berbentuk kisi tetragonal, sementara brookit
berbentuk ortorombik. Unit struktural ketiga bentuk tersebut adalah
oktahedron TiO6, perbedaan ketiga kristal tersebut terletak pada perbedaan
penyusunan pada struktur oktahedronnya. Titanium juga berada pada
valensi 3+ dan 2+ dan perlakuan titania dibawah kondisi reduksi
menyebabkan pembentukan fasa oksida nonstoikiometri (Foger, 1984).
Beberapa sifat dari logam titanium yaitu logamnya memiliki
kemiripan sifat dengan logam besi dan nikel, keras, tahan panas (1680 0C3260 0C), penghantar panas dan listrik yang baik, tahan terhadap korosi
sehingga banyak digunakan untuk mesin turbin, industri kimia, dan
peralatan laut. Meskipun unsur yang tidak reaktif, TiO2 dapat bereaksi
dengan unsur-unsur non logam seperti hidrogen, halogen, oksigen,
nitrogen, karbon, boron, silikon, dan sulfur pada suhu tertentu. Sifat dari
senyawa
titanium
oksida
yaitu
sangat
stabil
dan
tahan
panas
(kimiaunsur_e-learning.com, 2008).
Penemuan titania sulfat sangat efisien untuk reaksi isomerisasi,
alkilasi, asilasi Friedel-Crafts, esterifikasi, oksidasi fotokatalitik, dan
reduksi senyawa NOx (Bokhimi dan Morales, 2003).
12
3. Nikel
Nikel merupakan logam yang berwarna putih seperti perak. Nikel
memiliki struktur yang keras namun dapat dibentuk. Karena sifatnya yang
fleksibel dan mempunyai karakteristik
karakteristik-karakteristik
karakteristik yang unik seperti tidak
berubah sifatnya bila terkena udara, ketahanannya tterhadap
erhadap oksidasi dan
kemampuannya untuk mempertahankan sifat-sifat
sifat sifat aslinya di bawah suhu
yang ekstrim, nikel lazim digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan
industri. Nikel terutama sangat berharga untuk fungsinya dalam
pembentukan logam campuran (alloy
(
dan superalloy),
), terutama baja tidak
berkarat (stainless
stainless steel)
steel (website pt.antam).
3. Sifat Fisiko Kimia Nikel
Tabel 2.3.
Karakteristik
Nilai
Berat Atom
58.69
Bentuk
Padat
Densitas
8.908 g·cm−3
Titik Didih
3186 K (2913 °C,, 5275 °°F)
Konfigurasi Elektron
[Ar] 3d8 4s2
(Sumber : www.wikipedia.org/wiki/Nickel).
www.wikipedia.org/wiki/
Katalis nikel biasanya digunakan untuk proses hidrogenasi. Proses
hidrogenasi merupakan suatu proses industri yang bertujuan untuk
menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak
atau lemak (Ketaren, 1985).
Mekanisme penjenuhan ikatan rangkap dengan bantuan katalis nikel
disajikan oleh reaksi berikut:
13
Pada reaksi diatas, molekul etena bereaksi dengan hidrogen dan dibantu
oleh nikel sebagai katalisator. Molekul etena diserap ke permukaan katalis
nikel sehingga rantai rangkap antara atom karbon rusak dan elektron tersebut
digunakan untuk berikatan dengan permukaan nikel. Selanjutnya, molekul
hidrogen dipecah menjadi atom hidrogen. Kemudian katalis nikel menyerap
atom hidrogen ke permukaan nikel. Atom-atom hidogen yang tersebar di
permukaan katalis nikel bereaksi dengan ikatan karbon. Sehingga ikatan
antara katalis nikel dengan karbon lepas. Hal yang sama juga terjadi pada
ikatan karbon dengan katalis nikel yang lain. Dimana ikatan tersebut juga
lepas dan atom hidogen yang tersebar di permukaan katalis nikel bereaksi
dengan ikatan karbon.
Gambar 2.6. Mekanisme Penjenuhan Ikatan Rangkap Dengan Bantuan
Katalis Nikel (Clark, 2002)
14
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sitronelal.
Sitronelal merupakan hasil fraksionasi minyak sereh wangi (sitronela) yang
didapat dari Pusat Penelitian Kimia LIPI, Puspiptek Tangerang, Serpong.
Bahan baku katalis yang digunakan, antara lain Bentonit, Titania Dioksida,
dan Nikel Nitrat dengan merek Merck. Bahan-bahan penunjang yang
digunakan adalah H2SO4 25 persen, etanol 70 persen, gas hidrogen, dan
akuades. Selanjutnya bahan yang digunakan untuk analisa yaitu Na2SO4.
2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan
gelas (gelas piala, gelas ukur, pipet volumetrik dan beacker glass), reaktor,
ball mill, magnetic stirrer, furnace, tube furnace, biuret, kertas saring
Whatman tipe 40, refraktometer, piknometer, viskometer, dan timbangan
analitik. Sedangkan peralatan untuk analisa digunakan Gas Chromatographi
(GC) dengan merek SHIMADZU HP-Innowax 0,25 mm, 30 mm, Fourier
Transform Infra Red (FTIR) merek SHIMADZU dengan model IR Prestige
21, dan peralatan laboratorium lainnya.
B. METODE PENELITIAN
1. Karakterisasi Bahan Baku Sitronelal
Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk meneliti sifat dan
karakteristik bahan baku sitronelal. Karakterisasi ini meliputi uji bobot
jenis, indeks bias, uji viskositas, kelarutan dalam etanol 70 persen dan
analisa kromatografi untuk mengetahui kemurnian bahan baku sitronelal.
Prosedur analisa sifat fisika kimia disajikan pada Lampiran 1.
2. Preparasi Katalis
Pada penelitian pendahuluan ini juga dilakukan preparasi katalis yang
digunakan yaitu:
a. Ni/Bentonit Tersulfatasi
Proses preparasi katalis Ni/Bentonit Tersulfatasi diawali dengan
proses aktivasi bentonit dengan asam sulfat. Asam sulfat yang
digunakan telah mengalami pengenceran menggunakan akuades
sehingga kadarnya berkurang dari 96 persen menjadi 25 persen.
Selanjutnya, bentonit sebanyak 250 gr dimasukkan ke dalam asam
sulfat 25 persen (500 ml). Selanjutnya dilakukan pengadukan
menggunakan alat Homogenizer selama 2 jam dengan kecepatan 200250 rpm agar kation-kation yang terdapat didalam ruang interlayer
tertukat oleh ion H+, setelah campuran tersebut diendapkan selama 24
jam. Selanjutnya campuran tersebut dipisahkan antara padatan dan
cairan, lalu dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven dengan suhu
100 oC. Setelah dihilangkan kadar airnya, bentonit tersebut dikalsinasi
selama 2 jam pada suhu 500 oC. Proses aktivasi bentonit selesai,
selanjutnya proses impregnasi bentonit tersulfatasi dengan katalis nikel.
Proses impregnasi katalis bentonit tersulfatasi dengan katalis
nikel, diawali dengan melarutkan bentonit dengan akuades di dalam
beacker glass. Setelah itu, nikel nitrat hexahidrat dilarutkan dengan
akuades hingga membentuk larutan yang berwarna hijau dan kemudian
dimasukkan ke dalam biuret. Larutkan nikel nitrat hexahidrat tersebut
dicampurkan ke dalam beacker glass, yang berisi bentonit tersulfatasi
dan akuades, secara perlahan-lahan. Setelah seluruh nikel nitrat
tercampur, campuran diendapkan selama 24 jam. Lalu dipisahkan
antara larutan dan endapan. Endapan yang telah dipisahkan tersebut
dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC selama 24 jam. Tahapan
selanjutnya, endapan hasil pengeringan dikalsinasi pada suhu 400 oC.
Setelah dikalsinasi, endapan tersebut direduksi menggunakan gas
16
hidrogen pada suhu 450 oC. Diagram alir proses preparasi katalis
Ni/Bentonit Tersulfatasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 3.1. Diagram alir aktivasi katalis Ni/bentonit Tersulfatasi
(Sumber : Trasarti, 2007 yang dimodifikasi)
b. Ni/Bentonit Tersulfatasi Dengan Preparasi Menggunakan Ball Mill
Proses preparasi katalis Ni/Bentonit Tersulfatasi dengan preparasi
menggunakan ball mill diawali dengan proses aktivasi bentonit dengan
asam sulfat. Asam sulfat yang digunakan telah mengalami pengenceran
menggunakan akuades sehingga kadarnya berkurang dari 96persen
menjadi 25 persen. Selanjutnya, bentonit sebanyak 250 gr dimasukkan
ke dalam asam sulfat 25 persen (500 ml). Selanjutnya dilakukan
pengadukan menggunakan alat Homogenizer dengan kecepatan 200-
17
250 rpm selama 2 jam agar kation-kation yang terdapat didalam ruang
interlayer tertukat oleh ion H+, setelah campuran tersebut diendapkan
selama 24 jam. Kemudian, padatan (katalis) yang masih basah
dihaluskan (grinding) menggunakan ball mill. Setelah 3x24 jam, proses
penghalusan dihentikan dan katalis dikeringkan didalam oven dengan
suhu 100
o
C. Setelah dihilangkan kadar airnya, katalis tersebut
dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 500 oC. Proses preparasi bentonit
tersulfatasi yang dihaluskan selesai, selanjutnya proses impregnasi
bentonit tersulfatasi dengan katalis nikel.
Proses impregnasi katalis logam nikel, diawali dengan melarutkan
katalis dengan akuades di dalam beacker glass. Setelah itu, nikel nitrat
hexahidrat dilarutkan dengan akuades hingga membentuk larutan yang
berwarna hijau dan kemudian dimasukkan ke dalam biuret. Larutkan
nikel nitrat heksahidrat tersebut dicampurkan ke dalam Beacker glass,
yang berisi katalis dan akuades, secara perlahan-lahan. Setelah seluruh
nikel nitrat tercampur, campuran diendapkan selama 24 jam. Lalu
dipisahkan antara larutan dan endapan. Endapan yang telah dipisahkan
tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC selama 24 jam.
Tahapan selanjutnya, endapan hasil pengeringan dikalsinasi pada suhu
400 oC. Setelah dikalsinasi, endapan tersebut direduksi menggunakan
gas hidrogen pada suhu 450 oC. Diagram alir proses preparasi katalis
Ni/bentonit tersulfatasi dapat dilihat pada Gambar 6.
18
Gambar 3.2. Diagram alir preparasi katalis Ni/Bentonit Tersulfatasi
dengan preparasi ball mill. (Sumber : Trasarti, 2007 yang
dimodifikasi)
c. Ni/TiO2-SO4
Proses preparasi katalis Ni/Titania dioksida Tersulfatasi diawali
dengan proses aktivasi titania dioksida dengan asam sulfat. Pada awal
proses aktivasi titania dioksida dengan asam sulfat, dilakukan
pencampuran butanol dengan akuades dan dipanaskan pada suhu 70 oC.
Selanjutnya ditambahkan asam sulfat 96 persen sebanyak 0.5 ml ke
19
dalam campuran. Kemudian TiO2 dimasukkan ke dalam campuran
tersebut dan diaduk selama 24 jam. Setelah 24 jam, dipisahkan antara
padatan dan larutan. Tahap selanjutnya, padatan dikeringkan di dalam
oven dengan suhu 100 oC. Setelah dihilangkan kadar airnya, katalis
tersebut dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 500 oC. Proses preparasi
titanium oksida tersulfatasi, selanjutnya proses impregnasi titanium
oksida tersulfatasi dengan katalis nikel.
Proses impregnasi titanium oksida dengan logam nikel, diawali
dengan melarutkan titanium oksida dengan akuades di dalam beacker
glass. Setelah itu, nikel nitrat hexahidrat dilarutkan dengan akuades
hingga membentuk larutan yang berwarna hijau dan kemudian
dimasukkan ke dalam biuret. Larutkan nikel nitrat hexahidrat tersebut
dicampurkan ke dalam beacker glass, yang berisi titanium oksida dan
akuades, secara perlahan-lahan. Setelah seluruh nikel nitrat tercampur,
campuran diendapkan selama 24 jam. Lalu dipisahkan antara larutan
dan endapan. Endapan yang telah dipisahkan tersebut dikeringkan di
dalam oven dengan suhu 100 oC selama 24 jam. Tahapan selanjutnya,
endapan hasil pengeringan dikalsinasi pada suhu 400 oC. Setelah
dikalsinasi, endapan tersebut direduksi menggunakan gas hidrogen pada
suhu 450 oC. Diagram alir proses preparasi katalis Ni/Titanium dioksida
Tersulfatasi dapat dilihat pada Gambar 7.
20
Gambar 3.3. Diagram alir preparasi Ni/Tio2-So4.
(Sumber : Trasarti, 2007 yang dimodifikasi)
3. Sintesa Mentol
Penelitian utama yang dilakukan meliputi sintesa mentol melalui
sistem satu-reaktor menggunakan katalis dwifungsi yang telah dipreparasi
melalui beberapa tahapan preparasi katalis. Perlakuan yang dilakukan pada
penelitian ini adalah variasi suhu siklisasi yang digunakan antara lain 100
o
C dan 150 oC, variasi waktu proses 20 jam dan 6 jam, variasi suhu
hidrogenasi 70 oC, 100 oC, dan 150 oC, dan variasi tekanan gas hidrogenasi
5 bar, 10 bar, dan 15 bar. Setelah didapatkan kondisi proses yang terbaik
dari beberapa variasi tersebut, maka proses sintesa dilakukan dengan variasi
katalis, antara lain Ni/Bentonit Tersulfatasi, Ni/Bentonit Tersulfatasi yang
21
dipreparasi dengan ball mill, dan Ni/TiO2-SO4. Konsentrasi katalis yang
digunakan adalah 5 persen.
Gambar 3.4. Reaktor yang digunakan pada penelitian
Sintesa mentol diawali dengan memasukkan sitronelal dan katalis
sebanyak 5 persen (volume/massa) sitronelal ke dalam reaktor yang telah
terdapat magnetic strirrer didalamnya. Kemudian reaktor ditutup hingga
rapat dan diusahakan tidak ada celah untuk keluarnya udara dari reaktor.
Setelah itu, menaikkan sakelar reaktor dan menyetel tombol pada posisi on.
Setelah reaktor dinyalakan, atur temperatur suhu siklisasi dengan variasi
suhu 100 oC dan 150 oC, dan kecepatan pengadukan pada posisi 6. Lampu
hijau akan hidup sebagai tanda bahwa reaktor sedang menaikkan temperatur
didalam sistem. Lamanya proses siklisasi adalah 0.5 dari total waktu proses
sintesa. Setelah proses siklisasi selesai kemudian suhu diatur untuk proses
hidrogenasi dengan variasi suhu 70 oC, 100 oC dan 150 oC. Jika suhu untuk
proses hidrogenasi telah tercapai, gas hidrogen dialirkan ke dalam reaktor
dengan variasi kondisi tekanan di dalam reaktor sebesar 5, 10, dan 15 bar.
Setelah mencapai tekanan yang diinginkan, barulah proses hidrogenasi
dimulai. Lamanya proses hidrogenasi adalah 0.5 dari total waktu proses.
22
Setelah proses selesai, dilakukan pemisahan produk dan katalis dengan
kertas saring yang telah diberi Na2SO4. Selanjutnya dilakukan analisa GC
dan FT-IR terhadap produk hasil sintesa.
Katalis
Bifungsional
5%
Sitronelal
Pemanasan dengan variasi suhu
siklisasi (100 oC dan 150 oC) dan
waktu (6 jam dan 20 jam)
Pemanasan dengan variasi
suhu hidrogenasi (70 oC, 100
o
C dan 150 oC)
Gas Hidrogen
dengan variasi
tekanan (5, 10,
dan 15 bar)
Menthol
Analisa GC dan
FTIR
Gambar 3.5. Diagram alir sintesa mentol dalam proses satu tahap
4. Sintesa Mentol Dengan Variasi Katalis
Kondisi proses yang telah dihasilkan akan digunakan untuk proses
sintesa dengan variasi katalis Ni/Bentonit Tersulfatasi, Ni/Bentonit
Tersulfatasi (BM), dan Ni/TiO2-SO4.
23
Katalis Bifungsional
5% (Ni/Bentonit
Tersulfatasi, Ni/Bentonit
Tersulfatasi (BM), dan
Ni/TiO2-SO4
Sitronelal
Pemanasan dengan suhu siklisasi
terbaik dan waktu terbaik
Pemanasan dengan suhu
hidrogenasi terbaik
Gas Hidrogen
dengan tekanan
terbaik
Menthol
Analisa GC dan
FTIR
Gambar 3.6. Diagram alir sintesa mentol dengan variasi katalis
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Bahan Baku
Pada tahap pertama penelitian ini dilakukan karakterisasi sifat fisik dan
sifat kimia dari bahan baku, yang dalam penelitian ini digunakan sitronelal
hasil fraksinasi dari sitronela sebagai bahan baku utama. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui kualitas bahan baku, yaitu sitronelal hasil fraksinasi
dibandingkan dengan sitronelal standar.
Tabel 4.1. Perbandingan sifat fisiko kimia sitronelal bahan baku dengan
sitronelal
Karakteristik
Nilai Bahan Baku
Nilai Pembanding
Penampakan
Cairan bening berwarna
kekuningan
Cairan berwarna
kekuningan*
Bobot Jenis
0.84 g/cm3
0.85-0.86 g/cm3 **
Indeks Bias (25oC)
1.45
1.45-1.46**
Kelarutan dalam
Alkohol
1:1
1:1*
Sumber : * (Kirk dan Othmer,1954), **(www.chemyq.com,2007)
Berdasarkan Tabel 4.1, sitronelal yang digunakan sebagai bahan baku
memiliki penampakan yang sama dengan sitronelal pembanding. Namun,
nilai bobot jenis bahan baku lebih kecil. Hal ini dikarenakan persen sitronelal
yang digunakan sebagai bahan baku tidak 100 persen atau persen sitronelal
yang terkandung dalam bahan pembanding nilainya lebih tinggi. Bahan baku
yang digunakan telah melalui berbagai macam reaksi pemurnian. Bahkan
berdasarkan data hasil analisa Gas Chromatography (GC), konsentrasi
sitronelal bahan baku bernilai 80.13 persen yang terbaca pada waktu retensi
(Retention Time) 21.64 menit.
Waktu retensi (Retention Time) adalah waktu yang dibutuhkan
senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor. Waktu retensi
diukur berdasarkan waktu dimana sampel diinjeksikan sampai sampel
menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa itu (chem-is-
try.org, 2008). Hasil dari analisa GC yang memperlihatkan kemurnian
sitronelal yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3.3.
B. Karakteristik Katalis
Pada
preparasi
katalis,
terdapat
beberapa
perlakuan
seperti
pengeringan, kalsinasi, dan reduksi. Beberapa perlakuan tersebut berpengaruh
terhadap aktivitas katalis. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan
analisa Differential Thermal Analysis (DTA) untuk mengetahui perubahanperubahan apa saja yang terjadi pada katalis akibat pengaruh suhu. Selain
analisa DTA, dilakukan pengukuran terhadap partikel katalis. Dengan
demikian, karakteristik katalis akibat perlakuan tersebut dapat dipelajari
dengan baik.
1. Analisa DTA (Differential Thermal Analysis)
Gambar 4.1. Hasil analisa DTA Bentonit-SO4
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pada suhu 109.7156.97 oC terjadi reaksi termokimia endotermik. Pada suhu tersebut terjadi
penghilangan air yang terkandung pada permukaan pori Bentonit-SO4.
26
Sedangkan kandungan air tidak semuanya dapat dihilangkan dengan
pemanasan pada suhu tersebut.
Pada suhu 244.37-274.29 oC grafik DTA menunjukkan adanya
reaksi termokimia endotermik. Pada suhu tersebut terjadi penghilangan
kristal air dan garam yang masih terdapat pada Bentonit-SO4. Sulfat yang
terkandung pada Bentonit-SO4 akan hilang pada suhu 708.17-783.12 oC.
Pada penelitian ini, digunakan suhu kalsinasi 500 ˚C. Dengan demikian,
proses kalsinasi tidak menyebabkan hilangnya sulfat yang terkandung pada
Bentonit-SO4.
O
O
S
O
O
Si
O
Si
O
Si
O
O
O
Si
Si
O
O
O
Si
O
O
Gambar 4.2. Sulfat tedekomposisi dari Bentonit
27
Gambar 4.3. Hasil analisa DTA TiO2-SO4
Dari Gambar 4.3., dapat dilihat bahwa pada suhu dibawah 100 ˚C,
grafik DTA terlihat turun dan naik kembali normal pada suhu sekitar 200
˚C. Hal ini menunjukkan terjadinya proses penghilangan molekul air dari
permukaan pori
TiO2-SO4. Kemudian pada suhu 209.66-260.72 ˚C
grafik DTA terlihat kembali turun akibat adanya reaksi endotermik.
Turunnya grafik DTA pada suhu tersebut disebabkan karena adanya
proses penghilangan molekul air terikat dan garam-garam yang terdapat
pada TiO2-SO4. Pada suhu 209.66-260.72 ˚C juga diduga adanya proses
penghilangan sulfat dari TiO2-SO4. Karena suhu 300-1000 ˚C grafik DTA
terlihat stabil dan tidak menunjukkan adanya reaksi yang terjadi terhadap
TiO2-SO4.
Pada aktivasi dengan asam sulfat, kontak antara sulfat dengan bahan
menyebabkan terjadinya ikatan van der Waals. Ikatan van der Waals terjadi
akibat adanya peristiwa tarik menarik elektron antara atom S dari sulfat
28
dengan atom O dari titania dioksida. Bentonit memiliki struktur berpori
dibandingkan TiO2, sehingga sulfat dapat masuk ke dalam ruang antar lapisan
bentonit (Önal, et.al. 2001)
Hilangnya sulfat yang terkandung dalam TiO2-SO4 pada suhu lebih
rendah dikarenakan TiO2 yang digunakan merupakan hasil preparasi titanium
dengan pelarut. Pada proses preparasi TiO2 digunakan suhu tinggi untuk
kalsinasi, dengan tujuan untuk mendekomposisi prekursor logam titanium
dengan pembentukan oksida dan menghilangkan produk-produk gas (air,
CO2, dan lain-lain) dan kation maupun anion yang telah ditambahkan
sebelumnya (Pinna, 1998). Pengaruh suhu tinggi dapat menyebabkan
perubahan struktur dari anatas menjadi rutil. Struktur rutil memiliki sifat yang
lebih stabil, sehingga sulfat hanya menempel pada permukaan TiO2. Hal
tersebut menyebabkan ikatan antara titania dioksida dengan sulfat tidak kuat
dan mengakibatkan sulfat terdekomposisi pada suhu kalsinasi dibawah 500
˚C.
O
O
S
O
O
Ti
O
Ti
O
Ti
O
O
O
Ti
O
O
Ti
O
Ti
O
O
Gambar 4.4. Sulfat terdekomposisi dari TiO2
2. Analisa Ukuran Partikel Katalis
Berdasarkan hasil analisa ukuran partikel untuk tiap-tiap katalis
pada Tabel 4.2.,dapat diketahui bahwa proses penghalusan secara ball
mill pada katalis berpengaruh terhadap ukuran partikel katalis. Setelah
29
diaktivasi dan dikalsinasi ukuran partikel masing-masing katalis
meningkat. Hal ini disebabkan karena katalis telah terikat dengan asam,
sehingga ruang antar layer dari katalis diisi oleh asam (Önal, et.al. 2001).
Akibatnya ukuran partikel katalis meningkat. Pada katalis bentonit yang
dipreparasi dengan ball mill memiliki ukuran partikel yang lebih kecil
daripada katalis bentonit tanpa preparasi ball mill. Hal ini disebabkan
karena selama proses penghalusan terjadi tumbukan antara partikel
katalis dengan ball mill. Sehingga partikel katalis menjadi lebih halus
daripada katalis yang bentonit tidak dipreparasi dengan ball mill.
Tabel 4.2. Analisa ukuran partikel katalis
Katalis
Awal
(nm)
Setelah diimpregnasi
dan kalsinasi
(nm)
1793.5
1793.5
Setelah
diaktivasi dan
kalsinasi
(nm)
2257
2221.2
Bentonit
Bentonit
(preparasi
Ball mill)
Titania
dioksida
15.8
1052.6
666
4048.2
4509.9
Katalis yang telah diimpregnasi nikel dan dikalsinasi, ukuran
partikel katalis menjadi lebih meningkat. Hal ini dikarenakan nikel telah
menempel pada permukaan katalis. Katalis bentonit yang dipreparasi ball
mill memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibanding dua katalis
lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa nikel yang menempel pada
permukaan katalis lebih banyak sehingga ukuran partikel menjadi lebih
besar. Ukuran partikel titania dioksida setelah dikalsinasi memiliki
ukuran yang lebih kecil dibanding dua katalis lainnya. Hal ini
berpengaruh terhadap kontak yang terjadi dengan nikel. Semakin kecil
ukuran partikel suatu katalis maka permukaannya akan semakin luas,
sehingga nikel yang menempel pada permukaan titania dioksida lebih
banyak.
30
C. Penentuan Faktor Variabel Pada Sintesa Mentol Dari Sitronelal Dalam
Satu Tahap Dengan Katalis Dwifungsi
Pada awalnya sintesa mentol dari sitronelal terdiri dari dua sistem
reaktor. Hal ini dikarenakan sintesa mentol dari sitronelal terjadi melalui dua
tahap, yaitu tahap siklisasi dan tahap hidrogenasi. Sistem reaktor yang pertama
digunakan untuk raksi siklisasi dari sitronelal menjadi isopulegol. Kemudian
isopulegol yang dihasilkan dikeluarkan dan dipisahkan, lalu isopulegol
tersebut dihidrogenasi menjadi mentol pada sistem reaktor yang lain. Hal
tersebut disebabkan pada reaksi siklisasi dibutuhkan katalis asam untuk
membentuk isopulegol. Sedangkan pada reaksi hidrogenasi isopulegol
dibutuhkan katalis logam dengan penambahan gas hidrogen untuk mereduksi
rantai alkena pada isopulegol menjadi mentol.
Pada penelitian ini, dilakukan sintesa mentol dari sitronelal dengan satu
tahap menggunakan katalis yang dapat digunakan untuk reaksi siklisasi dan
juga dapat digunakan untuk reaksi hidrogenasi (katalis dwifungsi). Proses
diawali dengan preparasi katalis dwifungsi yang terdiri dari tahap aktivasi,
impregnasi, dan reduksi.
Sintesa satu tahap mentol diawali dengan mencampurkan sitronelal
dengan katalis dwifungsi Ni/Bentonit-SO4 sebanyak 5 persen ke dalam
reaktor. Pada penelitian ini, dilakukan beberapa variabel antara lain suhu
siklisasi, suhu hidrogenasi, waktu proses dan tekanan gas hidrogen.
1. Penentuan Suhu Siklisasi
Reaksi siklisasi merupakan tahapan reaksi pertama yang harus
dilakukan dalam sintesa mentol dari sitronelal. Penentuan suhu siklisasi
bertujuan untuk mengetahui suhu terbaik dalam memproduksi isopulegol.
Pada penelitian ini isopulegol yang terbentuk diakumulasi di akhir proses.
Reaksi
siklisasi
pembentukan
sitronelal
menjadi
isopulegol
merupakan
reaksi
isopulegol yang memiliki struktur gugus senyawa siklik.
Penelitian ini menggunakan variasi suhu yang digunakan yaitu suhu 100 oC
dan suhu 150 oC dengan waktu proses 20 jam (10 jam siklisasi dan 10 jam
hidrogenasi), suhu hidrogenasi 70 oC, dan tekanan 5 bar.
31
a. Suhu 100 oC
Berdasarkan hasil GC pada Lampiran 3.2, hasil sintesa menthol
denga proses satu tahap dengan suhu siklisasi 100 oC memperlihatkan
konsentrasi isopulegol yang tersisa di akhir proses sebesar 38 persen.
Sedangkan untuk sitronelal yang tersisa sebesar 12.81 persen, mentol
yang terbentuk sebesar 0.24 persen, dan produk samping yang terbentuk
sebesar 48.95 persen.
b. Suhu 150 oC
Selanjutnya digunakan suhu yang lebih tinggi untuk reaksi
siklisasi dengan kondisi yang lainnya tetap. Hasil analisa GC pada
Lampiran 3.5. memperlihatkan isopulegol yang tersisa di akhir proses
sebesar 8.92 persen. Sedangkan untuk sitronelal yang tersisa sebesar 6.9
persen, mentol yang terbentuk 0.19 persen, sitronelol sebagai produk
0.08 persen, dan produk samping lain yang terbentuk 83.91 persen.
Berdasarkan dua variasi suhu siklisasi yang digunakan pada sintesa
mentol dalam satu tahap didapatkan hasil, bahwa penggunaan suhu siklisasi
100 oC dapat menghasilkan konsentrasi isopulegol yang lebih besar yang
diakumulasi di akhir proses. Pada suhu 150 oC isopulegol yang tersisa di
akhir proses lebih kecil diakibatkan adanya reaksi lanjut dari isopulegol
sehingga menyebabkan terbentuknya produk samping. Salah satu produk
yang samping terbentuk adalah sitronelol. Suhu siklisasi yang digunakan
untuk tahap variasi selanjutnya adalah suhu 100 oC, dikarenakan persen
isopulegol yang tersisa lebih besar dan persen produk samping yang
terbentuk lebih kecil. Pengaruh perbedaan suhu siklisasi dapat dilihat jelas
pada Gambar 4.1.
32
Konsentrasi
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
sitronelal
isopolegol
menthol
produk samping
100
150
Temperatur
Gambar 4.5
4. Persen senyawa yang tersisa di akhir proses
2. Penentuan Waktu Proses Sintesa Satu Reaktor Mentol
Pada penentuan waktu proses bertujuan untuk mendapatkan waktu
terbaik agar produk yang dihasilkan dapat ditingkatkan. Penelitian
menggunakan
an dua buah variasi, yaitu 6 jam dengan 3 jam untuk reaksi
siklisasi dan 3 jam untuk reaksi hidrogenasi, dan 20 jam dengan 10 jam
untuk reaksi siklisasi dan 10 jam untuk reaksi hidrogenasi.
hidrogenasi. Proses dilakukan
pada kondisi sistem dengan suhu siklisasi 100 oC, suhu hidrogenasi 70 oC
dengan tekanan gas hidrogen 5 bar, dan katalis yang digunakan Ni/BentonitSO4 sebanyak 5 persen.
a.. Waktu proses 6 jam
Berdasarkan hasil analisa GC pada Lampiran 3.6,
3. didapatkan
bahwa konsentrasi mentol yang terbentuk sangat kecil sehingga persen
konsentrasinya tidak terbaca walaupun grafik GC memperlihatkan
adanya kandungan mentol pada rentang waktu 36.307 menit. Sedangkan
untuk sitronelal dan isopulegol masing-masing
masing
sebesar 13.11 persen dan
59.34 persen.
b.. Waktu Proses 20 jam
Pada variasi waktu proses ini, sintesa satu tahap mentol dilakukan
pada sistem proses dengan suhu siklisasi 100 oC dan suhu hidrogenasi 70
33
o
C dengan waktu 10 jam reaksi siklisasi dan 10 jam reaksi hidrogenasi
dengan tekanan 5 bar.
Berdasarkan hasil analisa GC pada Lampiran 3.1, didapatkan
hasil bahwa konsentrasi mentol yang terbentuk sebesar 0.24 persen.
Sedangkan untuk sitronelal dan isopulegol masing-masing sebesar 12.81
persen dan 38 persen.
Pada proses dengan variasi waktu 6 jam dan 20 jam menunjukkan
bahwa persen konsentrasi isopulegol yang tersisa pada waktu proses 6 jam
lebih tinggi dibandingkan dengan waktu proses 20 jam. Rendahnya persen
konsentrasi pada hasil proses 20 jam disebabkan karena waktu proses yang
terlalu lama, sehingga menurunkan selektifitas katalis untuk membentuk
isopulegol. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Chuah, dkk (2001) bahwa
pada saat reaksi siklisasi tidak hanya isopulegol saja yang terbentuk tetapi
juga senyawa eter isopulegol yang mempunyai rantai C11H22-C15H24. Ester
isopulegol ini akan terus meningkat seiring peningkatan waktu proses
sehingga menurunkan selektifitas katalis terhadap isopulegol.
Berdasarkan variasi waktu proses dapat disimpulkan bahwa waktu
proses yang digunakan untuk tahapan selanjutnya adalah waktu proses 6
jam. Pemilihan waktu proses 6 jam dikarenakan banyaknya kandungan
isopulegol sebagai intermediate product dari sintesa mentol dari sitronelal
yang tersisa di akhir proses dan mengurangi peluang terbentuknya ester
isopulegol karena waktu proses yang lama.
Namun, perlu dilakukan variasi suhu hidrogenasi agar isopulegol
dapat terhidrogenasi dengan baik, sehingga gugus alkena dari isopulegol
dapat tereduksi secara sempurna membentuk mentol yang memiliki gugus
alkana.
3. Penentuan Suhu Hidrogenasi
Pada sintesa satu tahap mentol dari sitronelal, reaksi hidrogenasi
dilakukan untuk mengubah isopulegol yang dalam proses ini sebagai
intermediate product menjadi mentol atau final product. Reaksi hidrogenasi
isopulegol menjadi mentol dengan penambahan katalis dan gas hidrogen
34
merupakan reaksi hidrogenasi alkena karena dengan adanya pemutusan
rantai ikatan rangkap pada gugus fungsi alkena yang dalam hal ini adalah
isopulegol.
Reaksi hidrogenasi pada penelitian ini menggunakan katalis heterogen
yang berfungsi juga sebagai katalis dua fungsi, yaitu Ni/Bentonit-SO4
sebanyak 5 persen. Penentuan suhu hidrogenasi dilakukan menggunakan
kondisi suhu siklisasi 100 oC, gas hidrogen bertekanan 5 bar, dan waktu
proses selama 6 jam. Sedangkan variasi suhu yang digunakan, antara lain 70
o
C, 100 oC, dan 150 oC.
a. Suhu 70oC
Sintesa dengan variasi suhu hidrogenasi dilakukan setelah reaksi
siklisasi selama 3 jam. Kemudian suhu sistem diturunkan hingga 70 oC.
Proses penurunan suhu ini memakan waktu yang cukup lama, yaitu 30-45
menit. Setelah suhu sistem mencapai 70 oC, gas hidrogen dialirkan
hingga tekanan didalam sistem mencapai 5 bar.
Berdasarkan hasil analisa GC pada Lampiran 3.6 terhadap produk
yang dilakukan dengan variasi suhu hidrogenasi pada suhu 70 oC,
didapatkan hasil bahwa persen konsentrasi mentol yang terbentuk sangat
kecil. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik hasil analisa GC pada waktu
retensi menit ke-36. Namun, karena persen konsentrasinya sangat kecil
sehingga nilainya tidak terbaca. Padahal persen konsentrasi sitronelal
yang tersisa di akhir proses sebanyak 13.11 persen dan isopulegol yang
tersisa sebesar 59.34 persen. Selain itu, hasil GC menunjukkan adanya
senyawa sitronelol yang terkandung pada produk hasil sintesa.
b. Suhu 100oC
Pada variasi suhu hidrogenasi 100 oC, setelah reaksi siklisasi
selesai, gas hidrogen langsung dimasukkan ke dalam reaktor dan tekanan
di dalam reaktor sebesar 5 bar. Berdasarkan hasil analisa GC pada
Lampiran 3.7, menunjukkan bahwa persen konsentrasi mentol yang
terbentuk pada sintesa mentol dari sitronelal pada sistem reaktor satu
tahap dengan variasi suhu 100 oC adalah sebesar 0.86 persen. Hal ini
35
menunjukkan adanya pengaruh peningkatan suhu hidrogenasi terhadap
persen konsentrasi mentol yang dihasilkan. Selain itu, persen konsentrasi
sitronelal yang tersisa sebesar 0.59 persen dan persen konsentrasi
isopulegol yang tersisa sebesar 92.68 persen.
c. Suhu 150oC
Pada sintesa mentol dari sitronelal dengan menggunakan variasi
suhu hidrogenasi 150 oC, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu
150 oC dari suhu siklisasi 100 oC berkisar 45 menit. Berdasarkan analisa
GC pada Lampiran 3.8, didapatkan hasil bahwa persen konsentrasi
mentol yang terbentuk mengalami penurunan dibanding pada suhu 100
o
C. Sedangkan untuk persen konsentrasi sitronelal sebesar 4.72 persen
dan isopulegol sebesar 37.12 persen.
Kenaikan suhu hidrogenasi berpengaruh terhadap peningkatan persen
mentol yang dihasilkan. Namun, suhu hidrogenasi yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan terbentuknya produk lain atau pengotor. suhu yang tinggi
dapat menyebabkan mentol yang sudah terbentuk bereaksi lebih lanjut
membentuk ester mentol. Ester mentol memiliki bobt molekul yang lebih
tinggi dibanding mentol. Analisa GC untuk suhu hidrogenasi 150 oC, pada
waktu retensi di atas 60 menit terdapat banyak senyawa yang diduga
merupakan senyawa ester. Dari ketiga variasi suhu hidrogenasi yang
digunakan dapat disimpulkan bahwa pada sintesa mentol dari sitronelal
dengan suhu hidrogenasi 100 oC didapatkan persen kosentrasi mentol yang
lebih tinggi dibandingkan sintesa mentol dari sitronelal dengan suhu
hidrogenasi 70 oC dan 150 oC.
4. Penentuan Tekanan Gas Hidrogen
Setelah suhu hidrogenasi ditentukan, selanjutnya dilakukan variasi
tekanan gas hidrogen didalam sistem reaktor. Variasi tekanan yang
digunakan, antara lain 5 bar, 10 bar, dan 15 bar. Sedangkan katalis yang
digunakan Ni/Bentonit-SO4 sebanyak 5 persen dengan kondisi suhu siklisasi
dan suhu hidrogenasi 100 oC dan dengan waktu proses selama 6 jam.
36
Variasi tekanan dilakukan setelah reaksi siklisasi bersamaan dengan
dimulainya reaksi hidrogenasi.
a. Tekanan 5 bar
Sintesa mentol dari sitronelal dengan variasi tekanan 5 bar
merupakan kondisi tekanan standar yang digunakan pada penelitian ini.
Bahkan sintesa mentol dengan kondisi tekanan gas hidrogen 5 bar sudah
dilakukan pada penentuan suhu hidrogenasi. Berdasarkan data hasil
analisa GC terhadap produk hasil sintesa mentol dari sitronelal dengan
kondisi tekanan gas hidrogen 5 bar dapat diketahui bahwa persen
konsentrasi mentol yang dihasilkan sebesar 0.86 persen. Sedangkan,
persen konsentrasi sitronelal yang tersisa sebesar 0.59 persen dan persen
konsentrasi isopulegol yang tersisa sebesar 92.68 persen.
b. Tekanan 10 bar
Pada variasi tekanan kedua, tekanan gas hidrogen yang digunakan
sebesar 10 bar. Berdasarkan hasil analisa GC pada Lampiran 3.9 terhadap
produk hasil didapatkan hasil bahwa persen konsentrasi mentol yang
terbentuk sangat kecil, sehingga hanya grafiknya saja yang terlihat tanpa
diketahui nilai persen konsentrasinya. Sedangkan persen konsentrasi
sitronelal dan isopulegol yang tersisa masing-masing 9.60 persen dan
62.90 persen.
c. Tekanan 15 bar
Pada sintesa mentol dari sitronelal dengan variasi tekanan 15 bar,
hasil analisa GC pada Lampiran 3.10, menunjukkan bahwa persen
konsentrasi mentol yang terbentuk sangat kecil. Selain itu, kandungan
sitronelol yang terkandung pada produk hasil dengan persen konsentrasi
2.13 persen. Sedangkan persen konsentrasi sitronelal dan isopulegol yang
tersisa masing-masing sebesar 7.61 persen dan 59.90 persen.
Bertambahnya tekanan gas hidrogen yang mengakibatkan jumlah gas
hidrogen yang dimasukkan ke dalam reaktor jumlahnya semakin banyak.
Semakin banyaknya gas hidrogen yang dimasukkan ke dalam sistem berarti
37
kontak yang tejadi antara hidrogen dengan rantai rangkap dari isopulegol
juga semakin banyak. Namun, pada penelitian ini peningkatan tekanan gas
hidrogen ternyata menghasilkan persen mentol yang lebih sedikit. Tekanan
yang paling baik pada variasi tekanan adalah tekanan gas hidrogen 5 bar.
Hal ini dikarenakan sifat senyawa atsiri yang rentan rusak terhadap tekanan
yang tinggi. Rusaknya senyawa atsiri khususnya senyawa mentol karena
tekanan gas hidrogen yang dinaikkan terlihat dari semakin banyaknya
produk pengotor yang terbentuk. Berdasarkan variasi ketiga tekanan gas
hidrogen yang digunakan dapat disimpulkan bahwa tekanan gas hidrogen
yang dapat menghasilkan mentol dengan persen konsentrasi tertinggi adalah
5 bar dengan kondisi suhu siklisasi dan suhu hidrogenasi 100 oC, waktu
proses selama 6 jam dan katalis yang digunakan Ni/Bentonit-SO4 sebanyak
5 persen.
D. Sintesa Mentol Dengan Variasi Katalis
Pada sintesa dengan variasi katalis, kondisi proses yang digunakan
adalah kondisi proses terbaik yang didapat dari proses sebelumnya, dengan
kondisi suhu siklisasi dan suhu hidrogenasi 100 oC, tekanan gas hidrogen 5
bar, waktu proses 6 jam, dan katalis 5 persen (v/b).
1. Analisa Gas Chromatography
Tabel 4.3. Hasil analisa Gas Chromatography terhadap produk sintesa
menggunakan variasi katalis 5 %, suhu siklisasi dan
hirogenasi 100 oc, tekanan gas hidrogen, dan waktu proses 6
jam
Katalis
Sitronelal
(%)
Isopulegol
(%)
Mentol
(%)
Sitronelol
(%)
Produk
Samping
lainnya
(%)
Ni/Bento
nit-SO4
0.58
92.68
0.85
0.30
5.58
Ni/Bento
nit-SO4
(BM)
1.49
34.13
2.38
15.55
46.45
Ni/TiO2-
5.99
28.68
3.12
14.90
47.31
SO4
38
Berdasarkan Tabel 4.3., dapat terlihat bahwa katalis Ni/Bentonit-SO4
dapat menghasilkan mentol sebesar 0.85persen. Hal ini menarik karena
sitronelal yang tersisa 0.58 persen dan senyawa pengotor yang terbentuk
juga sangat kecil dibanding dua katalis lainnya, yaitu 5.88 persen. Katalis
nikel pada katalis Ni/Bentonit-SO4 tidak berperan dengan baik dalam
mereduksi gugus ikatan rangkap pada isopulegol. Jika nikel dapat berperan
dengan baik seharusnya dengan persen isopulegol tinggi dapat dihasilkan
mentol dengan persen yang tinggi juga. Lemahnya peran nikel juga terlihat
dari kecilnya senyawa sitronelol yang terbentuk. Karena jika sitronelal
bereaksi dengan nikel dan gas hidrogen maka gugus aldehid pada sitronelal
direduksi menjadi gugus alkohol. Lemahnya peran aktivitas nikel pada
katalis Ni/Bentonit-SO4 dapat disebabkan karena pengaruh ukuran partikel.
Saat proses impregnasi Bentonit-SO4 tanpa preparasi ball mill memiliki
ukuran partikel yang lebih besar, sehingga permukaannya menjadi lebih
sempit dibanding Bentonit-SO4 dengan preparasi ball mill dan TiO2-SO4.
Ukuran yang lebih besar tersebut menyebabkan nikel nitrat yang menempel
pada permukaan Bentonit-SO4 lebih sedikit. Sehingga ketika sintesa mentol
katalis Ni/Bentonit-SO4 tidak berperan aktif dalam reaksi hidrogenasi
membentuk mentol.
Katalis Ni/Bentonit-SO4 yang dipreparasi dengan proses ball mill
mampu menghasilkan mentol sebesar 2.38 persen. Hasil tersebut lebih besar
daripada katalis Ni/Bentonit-SO4 yang dipreparasi tanpa ada proses
penghalusan partikel dengan menggunakan ball mill. Meningkatnya persen
mentol yang terbentuk disebabkan karena pada proses impregnasi dengan
nikel nitrat, ukuran partikel bentonit yang dipreparasi dengan ball mill lebih
kecil daripada katalis yang tidak dipreparasi dengan ball mill. Karena
ukuran partikel yang lebih kecil menyebabkan permukaan katalis menjadi
lebih luas. Maka saat proses impregnasi berlangsung, kontak yang terjadi
antara Bentonit-SO4 yang dipreparasi dengan proses ball mill dengan nikel
nitrat juga semakin banyak. Namun, bukan hanya persen mentol saja yang
mengalami peningkatan tetapi senyawa sitronelol dan pengotor lainnya juga
mengalami peningkatan. Meningkatnya senyawa sitronelol yang terbentuk
39
disebabkan karena saat reaksi hidrogenasi berlangsung senyawa sitronelal
yang tersisa cukup banyak sehingga senyawa sitronelal juga mengalami
reaksi hidrogenasi menjadi sitronelol.
Katalis Ni/TiO2-SO4 dapat menghasilkan persen mentol yang tertinggi
dibanding dua katalis lainnya. Hal ini dikarenakan logam yang terkandung
pada katalis tersebut, yaitu logam Ti merupakan termasuk logam golongan
transisi “d” yang baik digunakan sebagai katalis. Bahkan menurut
Richardson (1989), titania dioksida juga dapat berperan sebagai katalis
reduksi, sehingga ketika gas hidrogen dimasukkan ke dalam reaktor, katalis
titania dioksida dan nikel dapat berperan sebagai katalis untuk mereduksi
gugus alkena pada isopulegol menjadi mentol. Selain itu, ukuran partikelnya
pun merupakan yang terkecil diantara tiga katalis yang digunakan pada
penelitian ini menyebabkan aktivitas katalis Ni/TiO2-SO4 lebih baik
dibanding dua katalis lainnya.
Berdasarkan Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa katalis Ni/TiO2-SO4
menghasilkan persen produk samping yang paling tinggi, yakni 47.31
persen. Hal ini dikarenakan terdapatnya sitronelal yang tersisa dari reaksi
siklisasi, sehingga ketika reaksi hidrogenasi katalis mereduksi gugus aldehid
yang terdapat pada sitronelal dan gugus alkena pada isopulegol menjadi
gugus
alkana.
Reaksi
hidrogenasi
sitronelal menghasilkan produk
sampingan yang dikenal dengan istilah sitronelol.
Pada sintesa menggunakan katalis Ni/TiO2-SO4, persen sitronelal
yang tersisa di akhir proses merupakan yang tertinggi dibanding katalis
lainnya. Hal ini disebabkan sebagian besar kandungan sulfat yang terdapat
pada Ni/TiO2-SO4 menghilang ketika proses kalsinasi. Sehingga aktivitas
katalis Ni/TiO2-SO4 sebagai katalis asam lebih rendah dibanding katalis
lainnya.
2. Analisa Spektroskopi Inframerah (Fourier Transform Infra Red)
Spektorskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat
digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui maupun
untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui
(Fessenden dan Fessenden, 1986).
40
Identifikasi mentol dengan spektrofotometri inframerah adalah
berdasarkan penentuan gugus fungsinya. Spektrum inframerah senyawa
organik bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai
spektrum yang berbeda pula. Selain dari senyawaan isomer-optik, tidak
satupun antara 2 senyawa yang mempunyai kurva serapan inframerah yang
identik. Daerah inframerah terletak pada daerah spektrum 4000-400 cm-1.
Hasil FTIR dari sitronelal dan mentol dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Kurva Analisa FTIR
Persen Transmisi
100
80
60
Sitronelal
40
Produk (Nititania
tersulfatasi)
20
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
Bilangan Gelombang (cm-1)
Gambar 4.6. Spektrum FTIR sitronelal yang dibandingkan dengan produk
sintesa yang menggunakan Ni/TiO2-SO4
Berdasarkan kurva hasil analisa FTIR antara bahan baku, yaitu
sitronelal, dan mentol sebagai produk sintesa sitronelal, dapat diketahi
bahwa pada sitronelal gugus aldehid terabsorpsi di 1726.29 cm-1. Sementara
pada mentol gugus aldehid masih terabsorpsi namun persen transmisi yang
terbaca lebih besar dibanding persen transmitans yang terbaca pada
sitronelal. Hal ini menunjukkan gugus aldehid yang terdapat pada mentol
lebih sedikit dibanding gugus aldehid yang terdapat pada sitronelal. Adanya
gugus aldehid pada mentol dikarenakan mentol yang digunakan sebagai
sampel untuk analisa FTIR merupakan mentol yang belum murni, artinya
masih terdapat senyawa lain pada sampel tersebut.
41
Hasil analisa FTIR menunjukkan adanya pita absorpsi pada bilangan
gelombang 3414.00 cm-1 hingga 3292.49 cm-1 yang diidentifikasikan
sebagai gugus –OH dengan persen transmitans yang kecil. Hal ini
menandakan gugus –OH yang terdapat pada produk berjumlah banyak atau
puncak dari gugus –OH pada produk bersifat kuat. Berdasarkan banyaknya
gugus –OH dan sedikitnya yang terabsorpsi pada produk maka dapat
disimpulkan bahwa gugus aldehid pada sitronelal telah mengalami reaksi
siklisasi membentuk gugus alkohol.
Selain itu, gugus alkena pada sitronelal terabsorpsi pada bilangan
gelombang 1672.28 cm-1 dan 1643.35 cm-1, sedangkan gugus alkena pada
produk terabsorpsi pada bilangan gelombang 1645.28 cm-1. Persen
transmitans pada produk lebih rendah dibanding persen transmitans pada
sitronelal. Namun, puncak gugus alkena pada sitronelal lebih kuat dibanding
puncak gugus alkena pada produk. Selain itu, jumlah area dari pita absorpsi
gugus alkena pada sitronelal lebih besar dibanding jumlah area pita absorpsi
gugus alkena pada produk. Hal ini menandakan bahwa raksi hidrogenasi
telah terjadi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sintesa
sitronelal menjadi mentol dalam satu tahap terbukti dapat membentuk
mentol.
Senyawa lain yang terdeteksi pada hasil FTIR di atas adalah ester.
Hasil FTIR pada produk menunjukkan adanya penurunan persen transmisi
dengan bilangan gelombang 1234.44 cm-1 yang diidentifikasikan sebagai
gugus ester. Penurunan persen transmisi menunjukkan adanya peningkatan
kandungan ester pada produk. Bilangan gelombang 1095.57 cm-1, 1051.20
cm-1, 1026.13 cm-1, 1002.98 cm-1 merupakan puncak yang hanya terdapat
pada produk. Puncak-puncak tersebut diidentifikasikan sebagai gugus ester.
42
E. Mekanisme Sintesa Mentol Dari Sitronelal Dalam Satu Tahap Dengan
Katalis Dwifungsi
Mekanisme yang terjadi pada sintesa mentol dari sitronelal melalui
sistem satu tahap adalah reaksi siklisasi sitronelal dan reaksi hidrogenasi
isopulegol. Reaksi siklisasi sitronelal merupakan reaksi perubahan bentuk
struktur sitronelal yang memiliki rantai lurus menjadi bentuk struktur
isopulegol yang memiliki rantai siklik. Reaksi siklisasi dilakukan dengan
menggunakan katalis asam. Penggunaan katalis asam adalah untuk memecah
ikatan rangkap pada rantai C=O dan C=C pada gugus sitronelal.
Kerja katalis dwifungsi dalam sintesa mentol ini adalah mula-mula
molekul sitronelal terabsorpsi ke permukaan katalis. Kemudian
katalis
dwifungsi yang tersusun atas katalis asam dan katalis nikel akan bereaksi
dengan ikatan C=O (gugus aldehid) dan ikatan C=C (ikatan π) pada sitronelal.
Kemudian terjadi protonasi oksigen melalui gugus hidroksil pada katalis asam
bersamaan penyerapan hidrogen dari gugus isopropil diikuti dengan
penutupan rantai sehingga membentuk isopulegol.
Setelah isopulegol terbentuk tahapan reaksi selanjutnya adalah reaksi
hidrogenasi. Pada reaksi hidrogenasi, katalis nikel menjadi aktif. Kerja katalis
nikel dalam reaksi hidrogenasi isopulegol menjadi mentol ini adalah mulamula hidrogen terabsorbsi pada permukaan logam nikel, kemudian ikatan
sigma pada hidrogen terputuskan dan terbentuk ikatan logam H+. Alkena yang
terdapat pada isopulegol terabsorbsi pada permukaan logam dan ikatan π
berikatan dengan orbital kosong yang terdapat dalam serbuk nikel. Molekul
alkena bergerak-gerak pada permukaan nikel sampai menabrak atom hidrogen
yang terikat pada ikatan nikel. Hidrogen kemudian berputar untuk mencari
kestabilan pada ikatan π isopulegol sehingga ikatan π tersebut berubah
menjadi ikatan sigma (C-C).
43
O
Katalis Dwifungsi
OH
H2
OH
OH
Gambar 4.7. Sintesa mentol dari sitronelal dalam proses satu tahap dengan
katalis dwifungsi
Berdasarkan hasil GC, ternyata pada penelitian ini tidak hanya senyawa
mentol saja yang terbentuk tetapi sitronelol dan senyawa-senyawa lain hasil
reaksi samping juga ikut terbentuk. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Fessenden & Fessenden (1986) bahwa dalam suatu sintesa, selalu akan ada
kemungkinan terjadinya produk lain hasil dari reaksi sampingan proses
tersebut.
F. Reaksi Samping
Pada sintesa mentol menjadi sitronelal, ada beberapa dugaan reaksi
samping yang terjadi ketika proses berlangsung. Dugaan reaksi samping
tersebut antara lain :
1. Reaksi Pembentukan Sitronelol dan Turunannya
Sitronelol terbentuk dikarenakan adanya reaksi yang terjadi antara
sitronelal dengan katalis saat reaksi hidrogenasi berlangsung. Sama halnya
dengan reaksi hidrogenasi isopulegol, reaksi hidrogenasi sitronelal terjadi
karena ikatan C=O teradsorpsi ke permukaan katalis, yang mana katalis
dwifungsi pada penelitian ini merupakan katalis logam, dan ikatan π rantai
44
C=O berikatan dengan orbital kosong yang terdapat dalam katalis.
Molekul
aldehid
bergerak-gerak
pada
permukaan
katalis
hingga
menambrak atom hidrogen yang menempel pada permukaan katalis.
Akibatnya gugus aldehid pada sitronelal tereduksi menjadi gugus alkohol.
Jika reaksi hidrogenasi masih berlangsung, maka ikatan C=C pada
sitronelol akan teradsorpsi ke permukaan katalis. Sehingga ikatan rangkap
sitronelal akan pecah membentuk ikatan rantai tunggal, yang dikenal
dengan istilah dimetil oktanal.
Reaksi lain yang mungkin terjadi adalah reaksi oksidasi. Reaksi
oksidasi terjadi karena pada proses sintesa mentol digunakan panas. Jika
waktu pemanasan yang terlalu lama dapat menyebabkan pembentukan
asam karboksilat. Asam karboksilat yang terbentuk akan berikatan dengan
gugus –OH dari sitronelol membentuk ester, yang dikenal dengan istilah
ester sitronelil. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Fessenden &
Fessenden (1986) bahwa asam karboksilat dapat dengan mudah berikatan
berikatan dengan gugus –OH.
2. Reaksi Pembentukan Ester Isopulegol
Prinsip reaksi pembentukan ester isopulegol sama dengan reaksi
pembentukan ester sitronelil. Pada ester isopulegol, isopulegol akan
bereaksi dengan asam karboksilat yang terbentuk akibat reaksi oksidasi
termal.
3. Reaksi pembentukan ester mentol
Mentol yang telah terbentuk berpeluang akan bereaksi dengan
asam karboksilat yang terbentuk akibat oksidasi termal membentuk
senyawa ester. Hal ini diduga penyebab kecilnya persen mentol yang
terbentuk pada sintesa dengan waktu proses yang lama.
45
O
OH
s itr o n e lo l
S itr o n e la l
C H 2O H
OH
C H 2O H
E s te r S itro n e lil
D im e til O k ta n o l
Is o p u le g o l
CH 3
OH
O
R
M e n to l
O
E ste r Is o p u le g o l
R
E s te r M e n to l
Gambar 4.8. Reaksi pembentukan produk samping.
46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
sintesa mentol dari sitronelal dapat dilakukan dalam satu tahap dengan katalis
dwifungsi. Pada penelitian ini digunakan beberapa variasi untuk mendapatkan
kondisi proses terbaik pada sintesa mentol dengan satu tahap. Dari beberapa
variasi kondisi proses yang digunakan, ternyata suhu siklisasi dan suhu
hidrogenasi 100
o
C, waktu proses 6 jam, dan tekanan 5 bar dapat
menghasilkan mentol dengan persentase tertinggi dibanding kondisi proses
lainnya, yaitu 0.85 persen.
Berdasarkan penggunaan beberapa jenis katalis pada penelitian ini
ternyata katalis Ni/TiO2-SO4 dapat menghasilkan mentol sebesar 3,12 persen.
Sedangkan katalis Ni/Bentonit Tersulfatasi ball mill dapat menghasilkan
mentol dengan persentase yang lebih tinggi dibanding katalis Ni/Bentonit
Tersulfatasi, yakni sebesar 2.38 persen.
B. Saran
Hal yang disarankan pada penelitian ini adalah perlu adanya penelitian
lebih lanjut mengenai optimasi katalis dwifungsi yang digunakan dan optimasi
kondisi proses agar dapat meningkatkan persen mentol yang dihasilkan. Selain
itu, mentol merupakan senyawa volatil sehingga harus segera dianalisa agar
tidak terjadi penguapan.
DAFTAR PUSTAKA
Augustine, R. L. 1995. Heterogenous catalysis for the synthetic chemistry, pp 13-15,
Marcel Dekker, New York.
Bentonite. 2009. Bentonite
8.gif.[3 Januari 2009].
structure.www.chemblink.com/structures/1302-78-
Bokhimi, X dan A. Morales. 2003. Sulfated ions in titania polymorphs. Journal of
Sol-Gel Sciences and Technology 29, 31-40.
Chemblink. 2009. Bentonite structures. www.chemblink.com/structures. [3 Januari
2009]
ChemYQ. 2007. Properties of citronellal .www. ChemYQ.com. [20 November
2008].
Chuah, G.K., S.H. Liu, S. Jaenicke, dan L. J. Harrison. 2001. Cyclisation of
citronellal to isopulegol catalysed by hydrous zirconia and other solid acids.
Journal of Catalysis 200, 352-359.
Clark, J. 2002. Type of catalysis. www.chemguide.co.uk. [8 Februari 2008]
Corma, A. dan M. Renz. 2004. Chem. commun. 550. Di Dalam Nie, Yuntong., GaikKhuan Chuah dan Stephan Jaenicke. 2006. Domino-cyclisation and
hydrogenation of citronellal to menthol over bifunctional ni/zr-beta and zrbeta/ni-mcm-41 catalysts. The Royal Society of Chemistry : 790-792.
Cotton, S. 2007. Menthol (including the mint julep). Uppingham School, Rutland.UK.
Davis, C.W. dan L. R. Messer. 1929. Some properties of fuller earth and acid treated
earth as oil refening adsorbent. Page 3-17. Technical Publication. New York.
Deptan. 2009. Teknis budidaya mentha. [email protected]. [14 Januari
2009].
Eccles, R. 1994. Menthol and related cooling compounds. J. Pharm. Pharmacol. 46:
18–630.
Fahn, R. dan K. Fender. 1983. Reaction products of organic dye molecules with acidtreated montmorillonites. Clay Miner., 18, 447-458. Di Dalam Wu, Z., L.
Chun, S. Xifang, X. Xiaolin, D. Bin, L. Jin’e, dan Z. Hongsheng. 2006.
Characterization, acid activation and bleaching performance of bentonite
from xinjiang. Chinese J. Chem. Eng., 2, 253-258.
Fessenden, J.R. dan J.S. Fessenden, 1986. Kimia Organik. Alih Bahasa Aloysius
Hadyana Pujaatmaka, edisi ketiga jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Foger, K. 1984. Dispersed metal catalyst. Catalyst Science and Technology, 6, 227305.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Terjemahan Ketaren S. UI Press. Jakarta.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid 4. Terjemahan Ketaren S. UI Press. Jakarta.
Harris, R, 1987. Tanaman minyak atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta. Di Dalam
Sentosa Ginting. 2004. Pengaruh lama penyulingan terhadap rendemen dan
mutu minyak atsiri daun sereh wangi. E-USU Repository. Sumatera Utara.
Hassan, M.S., dan N.A. Abdel-Khalek, 1998. Benefication and application of an
egyptian Bentonite. Appl.Clay Sci., 13, 99-115.
Horticultural and Tropical Products Division.FAS/USDA. 2000. United states :
imports of specified oils by country of origin. U.S. Department of Commerce
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.
Kleemann, A., J. E. 1987. Pharmazeutische wirkstoffe – synthesen. Patente,
Anwendungen, G.T. Verlag, 1987, p.1209. Di Dalam Milone, C., C. Gangemi,
G. Neri, A. Pistone, S. Galvagno.2000. selective one step synthesis of
(−)menthol from (c)citronellal on ru supported on modified sio2. Journal of
Applied Catalysis A: General, 199, 239–244.
Kimia unsur e-learning. 2008. Sifat titania oksida. www.kimiaunsur_e-learning.com.
[17 April 2008]
LIPI dan IRDCI-MOIT. 2002 Proyek ITDP-Twinning Activities. Serpong.
Milone, C., C. Gangemi, G. Neri, A. Pistone, S. Galvagno. 2000. Selective one step
synthesis of (−)menthol from (C)citronellal on Ru supported on modified
SiO2. Journal of Applied Catalysis A: General, 199, 239–244.
Misono, M., N. Noijri. 1990. Appl. Catal. 64. Di Dalam Milone, C., C. Gangemi, G.
Neri, A. Pistone, S. Galvagno. 2000. Selective one step synthesis of
(−)menthol from (C)citronellal on ru supported on modified sio2. Journal of
Applied Catalysis A: General, 199, 239–244
Önal, M., Y. Sarikaya, T. Alemdaroğlu. 2002. The effect of acid activation on some
physicochemical properties of a bentonite. Turk J Chem, 26, 409-416.
49
Othmer, K. 1979. Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd ed. John Wiley and
Sons Inc. New York.
Pinna, F. 1998. Supported metal catalyst preparation. Catalyst Today, 41, 129-137.
Priatna.1982. Prospek pemakaian diatome, bentonit, dan karbon aktif sebagai
penjernih minyak sawit. Laporan Tehnik Pengembangan No.74. Departemen
Pertambangan dan Energi. Dirjen Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan
Teknologi Mineral.
Pybus, D., Sell, C., Eds. 1999. The chemistry of fragrance. Di Dalam Lenardão, E.J.,
G.V. Botteselle, F. de Azambuja, G. Perin and R.G. Jacob. 2007. Citronellal
as key compound in organic synthesis. Tetrahedron, 63, 6671-6712.
Ravasio, N., N.Poli, R. Psaro, M.Saba, dan F.Zaccheria. 2000. Bifunctional copper
catalyst. part ii. stereoselective synthesis of (-)-menthol starting from (+)citronellal. J.C. Baltzer AG, Science Publishers. Topics in Catalysis, 13, 195–
199.
Richardson, J. T. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press. New York
and London.
Sell, C. S. 2003. A Fragrant introduction to terpenoid. Di Dalam Lenardão, E. J.,
G.V. Botteselle, F. de Azambuja, G. Perin and R.G. Jacob. 2007. Citronellal
as key compound in organic synthesis. Tetrahedron, 63, 6671-6712.
Trasarti, A.F., A.J. Marchi, C.R. Apesteguía. 2007. Design of catalyst system for the
one-pot synthesis of menthols from citral. Journal of Catalysis, 247, 155-165.
Twiga, M. V. 1996. Catalyst Handbook, 2nd ed. Marson Publishing Ltd. England.
Wahyuni, S., Hobir, dan Y. Nuryani. 2003. Status pemuliaan tanaman serai wangi
(Andropogon nardus L.) Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 2, 68
Wikipedia. 2008. Citronellal. www.wikipedia.com. [31 Januari 2008].
Zhou, C.H., Z.H. Ge, X.N. Li, D.H. Tong, Q.W. Li, H.Q. Guo. 2004. Alkylation of
catechol with tert-butyl alcohol catalyzed by mesoporous acidic
montmorillonite heterostructure catalysts. Chinese J. Chem. Eng., 12(3), 388394. Di Dalam Wu, Z., L. Chun, S. Xifang, X. Xiaolin, D. Bin, L. Jin’e, dan
Z. Hongsheng. 2006. Characterization, acid activation and bleaching
performance of bentonite from xinjiang. Chinese J. Chem. Eng., 2, 253-258.
Zulkarnaen, E. Rohim, Soelaeman dan A.Sutanto.1991.Pengkajian pemanfaatan
bentonit desa lugusari, kecamatan pagelaran dan desa perdasuka, kecamatan
50
katingbungan, kabuapaten lampung selatan, provinsi lampung. Laporan
Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Pengujian Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku
1. Indeks bias (SNI 06-2385-1998)
Prinsip :
Jika sinar monokromatis melewati suatu media (A) ke media lain yang lebih
padat (B), maka akan terjadi perubahan kecepatan dan pembiasan sinar tersebut
mendekati garis normal atau sudut sinar datang (iA) lebih besar dari sudut sinar bias
(iB). Perbandingan sinus sudut sinar datang dengan sinus sudut sinar bias ini disebut
indeks bias.
Prosedur :
Sebelum digunakan, prisma refraktometer dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan alkohol. Contoh bahan diteteskan di atas prisma refraktometer,
prisma dirapatkan dan dibiarkan beberapa menit agar suhu bahan merata. Sebelum
ditaruh di dalam alat, bahan harus berada pada suhu yang sama dengan suhu
dimana pengukuran akan dilakukan. Dengan mengatur slide maka akan diperoleh
batas terang dan gelap yang jelas dan jika garis ini berhimpit dengan titik potong
dua garis yang bersilang, maka indeks bis telah dapat dibaca pada skala.
Perhitungan :
n1 = n25 + nk (25-t)
Keterangan :
n1
= indeks bias pada suhu tertentu (toC)
n25 = indeks bias bahan pada suhu pengerjaan
nk
D
= nilai korelasi untuk bahan sereh sebesar 0.00047
= kerapatan bahan
2. Bobot jenis (SP-SMP-17-1975)
Prinsip :
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan
kemurnian senyawa organik. Bobot jenis adalah perbandingan antara kerapatan
bahan dengan air suling pada volume dan suhu yang sama.
52
Prosedur :
Piknometer dicuci dan dibersihkan dengan alkohol, kemudian dibilas dengan
eter. Setelah kering ditimbang dahulu dengan neraca digital, lalu air suling diisikan
ke dalam piknometer sampai melebihi tanda tera dan ditutup. Bagian luar
piknometer dikeringkan dari air yang menempel. Piknometer didiamkan beberapa
saat kemudian ditimbang kembali. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap
bahan. Berat air suling atau bahan adalah selisih berat piknometer berisi bahan atau
air suling dengan berat piknometer kosong.
Perhitungan :
Bobot jenis (toC) = Bobot bahan (g) = d
Bobot air suling (g)
Bobot jenis (25oC) = d + 0.00081 (t – 25oC)
Dimana : t = suhu pengerjaan
d = bobot jenis bahan pada pengukuran (t oC)
0.00081= faktor koreksi untuk bahan sereh
3. Kelarutan dalam alkohol (SNI 06 – 2385 - 1998)
Prinsip :
Kelarutan menunjukkan kemampuan dua atau lebih senyawa untuk saling
melarutkan satu sama lain tanpa adanya reaksi kimia yang membentuk suatu larutan
(homogenous molecular). Suatu senyawa berwujud cair akan larut dalam suatu
pelarut pada perbandingan dan konsentrasi tertentu jika polaritasnya sama atau
mendekati polaritas pelarut.
Prosedur :
Sebanyak 1 ml contoh bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml.
Ditambahkan etanol 90% dari buret dan kocok hingga rata. Setiap penambahan 0.5
ml etanol 90% dari buret dan dikocok hingga rata. Setiap penambahan 0.5 ml etanol
90% diamati sifat kelarutannya apakah larut jernih atau keruh. Batas jumlah
penambahan etanol sampai 10 ml.
53
Cara menyatakan hasil :
Kelarutan dalam x % (v/v) etanol = 1 volume dalam y volume, menjadi keruh
dalam z volume.
4. Analisis kromatografi gas (GC)
Analisis kromatografi gas dilakukan terhadap unit perlakuan yang terbaik
berdasarkan hasil pengujian sifat fisiko-kimia. Analisis GC sifatnya mendukung
hasil perlakuan yang terbaik dan untuk memberi tambahan data dan informasi
mengenai konsentrasi kandungan yang terdapat dalam bahan.
54
Lampiran 2. Preparasi Katalis
Perhitungan Volume Ni(NO3)2.6H2O :
5 gr katalis dengan kandungan Ni 10%, sehingga dibutuhkan 4.5 gr katalis dan
0.5 gr Ni. Ni yang tersedia dalam bentuk Ni(NO3)2.6H2O.
Maka % Ni dalam Ni(NO3)2.6H2O sebanyak = 58.71 g/mol = 20.19
290.71 g/mol
Untuk mendapatkan 0.5 gr Ni dibutuhkan Ni(NO3)2.6H2O sebanyak :
(100 ÷ 20.19) x 0.5 gr = 2.4765 gr
Densitas Ni(NO3)2.6H2O 0.5 M = 0.5 mol/L x 290.71 gr/mol
= 0.145 gr/mL
Jadi volume Ni(NO3)2.6H2O 0.5 M yang dibutuhkan = 2.4765 gr ÷ 0.145 gr/mL
= 17.079 mL
Sehingga untuk mendapatkan 5 gr katalis dibutuhkan 4.5 gr penyangga dengan volume
Ni(NO3)2.6H2O sebanyak 17.079 mL.
Perhitungan suspensi bahan penyangga 10% b/v :
Berat bahan penyangga = 4.5 gr
Volume H2O yang dibutuhkan untuk membuat 10% suspensi = 4.5 = 45 mL.
10%
55
Lampiran 3. Hasil analisa GC
1. Standar Mentol
MENTOL
56
2. Standar Isoppulegol
ISOPULEGOL
57
3. Sitronelal
sitronelal
58
4. Penentuan Suhu Siklisasi
Si
Ni-Bentonit
Bentonit Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 100
100˚C,
Suhu Hidrogenasi 70˚C,
70˚C, Tekanan 5 bar, dan Waktu Proses 20 jam
sitronelal
isopulegol
mentol
59
5. Penentuan Suhu Siklisasi Ni-Bentonit
Ni Bentonit Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 150
150˚C,
Suhu Hidrogenasi 70˚C,
70˚C, Tekanan 5 bar, dan Waktu Proses 20 jam
sitronelal
Isopulegol
mentol
60
6. Penentuan Waktu Proses Ni-Bentonit
Ni Bentonit Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 100
100˚C,
Suhu Hidrogenasi 70˚C,
70˚C, Tekanan 5 bar, dan Waktu Proses 6 jam
sitronelal
isopulegol
mentol
61
7. Proses Ni-Bentonit Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 100˚C, Suhu Hidrogenasi
100˚C, Tekanan 5 bar, dan Waktu Proses 6 jam
sitronelal
isopulegol
mentol
62
8. Proses Ni-Bentonit
Bentonit Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 100
100˚C,
˚C, Suhu Hidrogenasi
150˚C,
˚C, Tekanan 5 bar, dan Waktu Proses 6 jam.
sitronelal
isopulegol
mentol
63
9. Proses Ni-Bentonit Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 100˚C, Suhu Hidrogenasi
100˚C, Tekanan 10 bar, dan Waktu Proses 6 jam.
sitronelal
isopulegol
mentol
64
10. Proses Ni-Bentonit Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 100˚C, Suhu Hidrogenasi
100˚C, Tekanan 15 bar, dan Waktu Proses 6 jam.
sitronelal
isopulegol
mentol
65
11. Proses Ni-Bentonit Tersulfatasi (Ball mill) 5 %, Suhu Siklisasi 100˚C, Suhu
Hidrogenasi 100˚C, Tekanan 5 bar, dan Waktu Proses 6 jam.
Sitronelal
isopulegol
mentol
66
12. Proses Ni-Titania Dioksida Tersulfatasi 5 %, Suhu Siklisasi 100˚C, Suhu
Hidrogenasi 100˚C, Tekanan 5 bar, dan Waktu Proses 6 jam.
Sitronelal
mentol
Isopulegol
67
Lampiran 4. Hasil Analisa DTA
1. DTA Bentonit tersulfatasi
2. DTA Titania Dioksida Tersulfatasi
68
Lampiran 5. Hasil Analisa Ukuran Partikel Katalis
1.
Bentonit
69
2. Bentonit Tersulfatasi (Dikalsinasi)
70
71
3.
Bentonit Tersulfatasi Preparasi Ball Mill (Dikalsinasi)
72
4.
Ni-Bentonit Tersulfatasi (dikalsinasi)
73
74
5. Ni-Bentonit Tersulfatasi Preparasi Ball Mill (Dikalsinasi)
75
6. TiO2
76
77
7.
TiO2/SO4 (dikalsinasi)
78
8.
Ni - TiO2/SO4 (dikalsinasi)
79
80
Lampiran 6. Hasil Analisa FTIR
1. FTIR Sitronelal
2. FTIR Hasil Sintesa Menggunakan Ni - TiO2/SO4
81
Download