Dedi Irwanto - Portal Garuda

advertisement
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Dedi Irwanto
BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI:
PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA
Oleh:
Dedi Irwanto
Abstrak
Tulisan ini adalah bagian dari penelitian hibah bersaing yang didapat oleh penulis.
Kajian utamanya adalah alam pendidikan pada masa Sriwijaya dengan melihat
peranan perguruan tinggi Syakhyakirti sebagai kawasan candradimuka mendidik
para bikshu pendeta agama buddha. Peranannya dalam menarik pengunjung,
para pelajar di Sriwijaya sangat berkenaan dengan kepentingan untuk
memperdalam agama Buddha. Karena faktor agama inilah, para pelajar yang
datang ke Sriwijaya untuk belajar di Perguruan Tinggi Syakhyakirti, tidak saja para
pelajar lokal tetapi juga, para pelajar Nusantara lainnya, bahkan pelajar dari
mancanegara. Perguruan tinggi Syakhyakirti, menposisikan diri sebagai bagian
dari transit para pelajar mancanegara, untuk belajar di universitas-universitas lain
agama Buddha, di India. Oleh karena itu, ada kewajiban, sebelum belajar ke India,
mereka “diharuskan” belajar terlebih dahulu ke Sriwijaya. Datangnya para pelajar
ini, menafsirkan bahwa selain tujuan untuk perdagangan, kunjungan
mancanegara ke Sriwijaya juga untuk belajar menuntut ilmu.
Kata Kunci: Agama, Syakhyakirti, Dharmapala, Perguruan Tinggi, Tafsir
A. PENDAHULUAN
Sriwijaya, beribukota sebuah kota
berbenteng dikelilingi tembok….
kota ini dihuni oleh kurang lebih seribu
orang bhiksu, yang mendalami ajaran agama
Budha seperti halnya di India…
Para Bhiksu yang belajar itu dibawah
bimbingan gurunya yang terkenal bernama
Dharmapala di Perguruan tinggi Syakhyakirti…..
kemajuan Sriwijaya sebagai pusat
agama Budha…..
I-Tsing menganjurkan agar pendetapendeta Cina yang akan belajar di India terlebih
dahulu singgah di
Sriwijaya untuk mempelajari dasardasar agama Budha dan tata bahasa Sansekerta,
selama setahun atau dua tahun….
Tentunya, pada perguruan tingginya,
Universitas Syakhyakirti……
(Takakusu, 1896, A Record of the
Buddhist Religion
as Practised in India and the Malay
Archipelago)
Ada
Syakhyakirti,
sejarawan
dua
versi
pertama
menyebutkan
tentang
beberapa
bahwa
Syakhyakirti adalah seorang mahaguru
agama Buddha yang ada di Kerajaan
11
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Dedi Irwanto
Sriwijaya. Versi kedua, mahaguru yang
dilaketkan pada Universitas Sriwijaya,
dimaksud bukan Syakhyakirti, namun
Pupuk Sriwijaya, Daerah Militer (Kodam) II
bernama Dharmapala, sementara nama
Sriwijaya,
Syakhyakirti
kebanggaan
tersebut
perguruan
tinggi
justru
yang
nama
dimaksud.
dan
klub
sepak
masyakarat
bola
Sumatera
Selatan Sriwijaya FC. Padahal, pada tahun
Sebenarnya versi kedua inilah, yang
1950-an,
ditulis
dalam
dengan perguruan tinggi itu sendiri di
bukunya A Record of the Buddhist
Palembang. Yayasan perguruan tinggi
Religion as Practised in India and the
Syakhyakirti, dianggap pioneer berdirinya
Malay Archipelago.
Universitas Sriwijaya.
oleh
Takakusu
Menurut
(1896)
kesaksian
I-Tsing
nama
Menurut
Syakhyakirti
Sejarah
identik
Universitas
Sriwijaya telah menjadi pusat agama
Sriwijaya (Alfitri, dkk, 2011), pendirian
Buddha. Di sana ada lebih dari seribu
Yayasan perguruan tinggi Syakhyakirti
pendeta yang belajar agama Buddha.
pada awalnya dibentuk oleh keinginan
Diperkirakan di Sriwijaya sudah berdiri
masyarakat
sebuah perguruan Buddha, Universitas
memiliki
Syakhyakirti. Perguruan ini mempunyai
Setelah hari kemerdekaan, 17 Agustus
hubungan
1952,
baik
dengan
perguruan
Buddha yang ada di Nalanda, India.
Saat
ini,
sebuah
dibentuklah
Sumatera
Selatan”.
Selatan
untuk
perguruan
“Panitia
tinggi.
Fakulteit
Perguruan
tinggi
Syakhyakirti,
pertama yang dibentuk adalah Fakultas
melekat pada dua hal, pertama nama
Ekonomi di bawah naungan yayasan
jalan, Jalan Syakhyakirti yang terletak di
perguruan
daerah Tangga Buntung Palembang, di
tanggal 1 April 1953. Pada tanggal 1
mana
November
terdapat
Kerajaan
nama
Sumatera
Taman
Sriwijaya
Purbakala
1957,
Syakhyakirti
kemudian
pada
Yayasan
Kedua,
Perguruan Tinggi Syakhyakirti, mendirikan
satu
Fakultas Hukum. Gedung permanen
di
perguruan tinggi Syakhyakirti tersebut
Palembang yang beralamat pada Jalan
kemudian dibangun di kawasan Bukit
Sultan Muhammad Mansyur, Kecamatan
Besar Palembang.
dihubungkan
perguruan
(TPKS).
tinggi
dengan
tinggi
salah
swasta (PTS)
Ilir Barat II Palembang.
Perguruan
tinggi
Syakhyakirti
Nama Syakhyakirti tenggelam
tersebut, kemudian pada tahun 1960,
akibat kebesaran nama Sriwijaya, yang
tepatnya tanggal 29 November 1960
12
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
Dedi Irwanto
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
statusnya berubah menjadi universitas
Sriwijaya atau Universitas Syakhyakirti,
negeri dengan peraturan pemerintah
namun
No. 42 tahun 1960 dengan nama
mengenai “kebesaran” nama Syakhyakirti
Universitas
Sriwijaya.
Menurut
tersebut
Pedoman
Akademik
FKIP
Buku
tulisan
ini
ingin
sebagai
menelaah
tempat
kawasan
(2012),
candradimuka pendidikan di Sumatera
selanjutnya, kursus B-1 Bahasa Inggris
Selatan. Syakhyakirti ditulis dalam sejarah
Negeri
Sriwijaya, sebagai kerajaan besar masa
Palembang
yang
didirikan
tanggal 1 Oktober 1958, pada tanggal
silam
13 Juni 1961 digabungkan ke perguruan
perguruan tinggi yang memiliki nama
tinggi baru, Universitas Sriwijaya tersebut
harum
dengan menambah jurusan
bahasa
Perguruan ini pada masanya, tidak kalah
Indonesia, Ekonomi dan Hukum dijadikan
dengan perguruan tinggi lain di dunia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
seperti Universitas Nalanda di India atau
Akhir sampai pada saat ini, Universitas
Universitas Baghdad di Persia.
Sriwijaya telah memiliki beberapa fakultas.
Perguruan
Sejalan
dengan
penegerian
di
Sumatera
di
Selatan,
seantaro
penjuru
tinggi
sebagai
dunia.
Syakhyakirti
menjadi kiblat pendidikan dunia timur,
Universitas Sriiwijaya tersebut, perlahan
khususnya sebagai
namun pasti, nama perguruan tinggi
agama Buddha. Oleh karena itu, pada
Syakhyakirti tenggelam. Kemudian pada
masa Sriwijaya, kerajaan ini didatangi
tanggal
nama
oleh para perantau dari berbagai tempat,
Syakhyakiriti diaktifkan kembali sebagai
tidak saja para pedagang, namun juga
Sekolah
12
Agustus
Tinggi
1980,
dan kajian
di
ranah
para pelajar. Boleh dikatakan, pada masa
Selatan
(Buku
itu dan di masa lampau, Palembang
Universitas
karena keberadaan Perguruan tinggi
Syakhyakirti, 2012). Dua tahun kemudian,
Syakhyakirti menjadi simbol kota pelajar di
1982,
Nusantara.
pendidikan
Pedoman
Swasta
syiar
Sumatera
Akademik
Sekolah
Tinggi
Syakhyakirti
berubah menjadi Universitas Syakhyakirti
Dalam
menjadi
untuk
melihat
sebuah
Perguruan
bagaimana perkembangan perguruan
Swasta
(PTS)
di
Sumatera Selatan.
tinggi pada masa lampau tersebut,
Yang ingin dibicarakan dalam
tulisan ini, bukan sejarah Universitas
13
menarik
ini,
(Unisti) Palembang sebagai salah satu
Tinggi
hal
tulisan
terutama Universitas Syakhyakirti, dengan
melihat
perkembangan
agama
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Dedi Irwanto
Buddhanya di Sriwijaya? Dan mengapa
nai-fa-ch'uan, ke dalam bahasa Inggris
serta bagaimana universitas Syakhyakirti
berjudul A Record of the Buddhist
ini dapat menjadi perguruan tinggi “go-
Religion as Practised in India and the
internasional” pertama di Nusantara?
Malay Archipelago. Dalam kedua buku
tersebut,
B. AJARAN BUDDHA DI SRIWIJAYA
Sriwijaya
merupakan
belum
mengenal
nama
Sriwijaya. Walaupun dalam kedua karya
kerajaan
perjalanannya ini,
I-ts’ing,
menyebut
“terbesar”, dan dianggap “kerajaan tua”
pernah mengunjungi Shih-li-fo-shih, atau
bercorak
dalam ejaan Perancis ditulis Che-li-fo-che.
“pemerintahan
modern”.
Namun, Kerajaan Sriwijaya relatif berusia
Tetapi
“muda” di antara kerajaan-kerajaan yang
penerjemah tersebut dan juga sejarawan
pernah ada di Nusantara. Kerajaan ini
lainnya, nama itu masih dianggap dan
“lahir” berkat temuan dan jasa George
diperkirakan transkripsi Cina dari nama
Coedes, pada awal abad ke-20. Tahun
asli Sribhoja, belum Sriwijaya. Dalam
1918, Goerge Coedes menulis buku
kedua buku itu, nama Shih-li-fo-shih,
legendarisnya, Le Royaume de Crivijaya,
yang sering disingkat Fo-shih saja, telah
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
digunakan untuk menyebut negara,
“Kedatuan Sriwijaya”.
ibukota pusat kerajaan, dan sungai yang
Mula-mula
sejarawan
Prof.
Perancis,
menerjemahkan
buku
dalam
interpretasi
kedua
Chavannes,
muaranya sebagai pelabuhan, namun
yang
lokalisasinya kerajaan tersebut belum
perjalanan
Pendeta I-ts'ing, berjudul Ta-t'ang-si-yu-
jelas.
Menurut
Irwanto
(2011),
titik
ku-fa-kao-seng-ch'uan, pada tahun 1894
terang tentang Sriwijaya diangkat oleh
ke dalam bahasa Prancis dengan judul
Goerge Coedes dalam bukunya di atas,
Memoire compose a l'epoque de la
yang mula-mula memberi gambaran jelas
grande dynastie T'ang sur les religieux
dan melokasikan Sriwijaya. Ketika Kern
eminents qui allerent chercher la loi dans
(1913), berhasil menerjemahkan dan
les pays d'Occident.
menerbitkan isi prasasti piagam Kota
Lalu kemudian disusul Sarjana
Kapur, salah satu piagam Sriwijaya dari
Jepang Takakusu, pada tahun 1896
tahun 686 M. Namun Kern masih
menerjemahkan
perjalanan
menganggap bahwa nama Sriwijaya
Pendeta I-ts'ing lainnya, Nan-hai-chi-kuei-
yang tercantum pada piagam tersebut
14
karya
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Dedi Irwanto
adalah nama seorang raja, karena Cri
penemuan ilmiah yang asli, namun
biasanya digunakan sebagai sebutan
karena
atau gelar raja, diikuti nama raja yang
kabur sekali. Sehingga dapat dikatakan
bersangkutan.
berdasar
bawah, nama Sriwijaya belum dikenal
terjemahan piagam Kota Kapur oleh
sampai pertengahan kedua abad ke-19
Kern, dimana terdapat nama Sriwijaya,
tersebut.
Coedes,
kepincangan
tersebut
masih
dan terjemahan karya I-ts'ing, dimana
Selain, temuan George Coedes di
terdapat transkripsi Cina Shih-li-fo-shih,
atas, nama Sriwijaya terabit kemudian
yang kemudian memungkinkan Coedes
dalam Prasasti Kedukan Bukit bertarikh
untuk
Sriwijaya
604 Saka (682 M). Prasasti ini merupakan
adalah nama negara dan kerajaan di
prasasti berangka tahun yang tertua di
Sumatera Selatan.
Indonesia, terdiri atas sepuluh baris,
menetapkan
George
bahwa
Coedes
pun
tidak
tertulis dalam huruf Pallawa dan bahasa
berhenti pada penemuan itu saja, ia
Melayu
berusaha
berbunyi sebagai berikut:
pula
menetapkan
letak
ibukotanya di Palembang berdasarkan
anggapan Groeneveldt (1876), dalam
karangannya,
Notes
on
the
Malay
Archipelago and Malacca, Compiled from
Chinese
Sources,
yang
bahwa Shih-li-fo-shih
menyatakan
atau San-fo-ts'i
adalah Palembang.
Sebenarnya, sarjana Beal (1886)
telah
mengemukakan
pendapatnya,
bahwa negara Shih-li-fo-shih terletak
ditepi
sungai
Musi
dekat
Kota
Palembang. Tetapi, ia masih menyebut
kerajaan itu sebagai Shih-li-fo-shih atau
Kuno,
masing-masing
baris
…. (1) bahagia! Pada tahun saka
605 hari kesebelas, (2) dari bulan
terang bulan waisakha dapunta
hyang naik (3) di perahu
melakukan shiddhayatra. Pada hari
ketujuh bulan terang (4) bulan
Jyetsha dapunta hyang berangkat
dari minanga (5) tma membawa
tentara dua laksa orang (6) dua
ratus orang di perahu yang
berjalan seribu (7) 312 banyaknya
datang di matada… (8) dengan
senang hati pada hari kelima dari
terang bulan (asada) (9) dengan
lega gembira datang membuat
wanua (10) sriwijaya melakukan
perjalanan dengan lengkap…
Isi
Prasasti
Kedukan
Bukit
San-fo-ts'i dengan nama Tionghoa yang
ditafsirkan sebagai proklamasi Sriwijaya
tidak diketahui nama aslinya, belum
oleh Boechari (1979). Menurutnya pada
Sriwijaya.
Meskipun
mulanya Kerajaan Sriwijaya berpusat di
tersebut
boleh
15
anggapan
dipandang
Beal
sebagai
Minanga
yang
terletak
di
Batang
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Kuantan,
di
tepi
Sungai
Inderagiri,
Kedukan
Dedi Irwanto
Bukit
mengartikan
wanua
dengan alasan minanga = muara = kuala
dengan fortress (rumah pertahanan). Jadi
= kuantan. Lalu pada tahun 682 Dapunta
kalimat “marwuat wanua” dapat berarti
Hyang
dan
"membuat kota" atau "membuat rumah".
membuat kota yang kemudian dijadikan
Jika kita artikan membuat kota, kita
ibukota kerajaannya yang baru. Jadi pada
terbentur pada kenyataan bahwa kota
tahun 682 terjadi perpindahan ibukota
Sriwijaya sudah ada pada tahun 671.
Sriwijaya dari Minanga ke Palembang.
Maka
menyerang
Palembang
satu-satunya
pilihan
adalah
Tetapi tafsir asal mula Kerajaan
mengartikannya membuat rumah. Pada
Sriwijaya oleh Boechari tersebut dibantah
pecahan prasasti nomor D.161 yang
oleh Mulyana (1981). Ia berpendapat
ditemukan di Palembang, de Casparis
bahwa Kerajaan Sriwijaya selamanya
(1956) yang isinya serupa dengan isi
beribukota di Palembang dan tidak
prasasti Kedukan Bukit, tertulis: ... wihara
pernah berpindah-pindah. Isi prasasti
ini, di wanua ini. Jelaslah bahwa wanua
Kedukan Bukit tidak ada hubungannya
(rumah) yang dibuat Dapunta Hyang
dengan pembuatan kota Sriwijaya, dan
tahun 682 adalah sebuah wihara (rumah
Minanga yang disebutkan dalam prasasti
peribadatan).
itu hanyalah sebuah daerah taklukan
Secara agama, wihara pada teks
Sriwijaya. Slamet Mulyana melokasikan
Prasasti Kedukan Bukit adalah konsep
Minanga di Binanga, yang terletak di tepi
agama dalam pendidikan. Ajaran utama
Sungai Barumun, Sumatera Timur.
Buddha
terletak
dalam
kewajiban
Menariknya, tafsir kata wanua
seseorang
menjadi
memiliki arti ganda yakni kota (negeri)
kewajiban
seorang
dan
Dalam
menjadi Boddhi itu sendiri. Oleh karena
beberapa bahasa daerah di Sumatera
itu, dalam ajaran Buddha ada konsep
bagian selatan, sampai sekarang kata
Samsara dan Moksha, hidup itu adalah
wanua berarti “rumah”, sering disingkat
samsara, menderita, sehingga manusia
menjadi
Coedes,
cenderung menjahui sifat keduniawian,
pays,
untuk itu ia diharuskan menempuh
rumah
nua
memberikan
royaume,
(bangunan).
atau
arti:
forteresse
nuo.
wanua
(kota,
=
kerajaan,
moksha,
hidup
di
Boddhi,
Buddha
dunia
maka
adalah
dalam
rumah pertahanan). Van Ronkel yang
penyiksaan menjahui semua kemewahan
mula-mula
godaan duniawi.
16
menerjemahkan
prasasti
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Maka gambaran seorang Buddha
hidup dalam biara berkepala gundul,
Dedi Irwanto
diyakini pada daerah inilah Universitas
Syakhyakirti didirikan.
dengan pakaian jubah tanpa jahitan,
Pendeta-pendeta
berguru
dan piring dengan mencari makan
Suvarnadvipa
secara mengemis. Jika ia tidak bisa
lerengnya, mulai dari Padang Kapas
melakukan moksha, maka ia tidak dapat
hingga Kambang Unglen adalah daerah
dapat dan tidak pernah menjadi Boddhi,
produksi
yang artinya tidak akan mati menuju
diketemukannya
Nirwana, surga adalah pilihan utama.
pecahan prasasti, arca dan keramik.
Selama kematian tidak dapat menuntun
Berdasarkan
ia ke Nirwana, maka ia akan terus
Prasasti
berreinkarnasi. Jika dalam kehiduapan
interpretan atas konsep gerbang kota
duniawi ia bersifat tamak dan rakus, mati
adalah pengingat bahwa masuk ke kota
dan
ini
reinkarnasi
dalam
sini
kepada
Asia
hidup dengan alat berbentuk tongkat
menemupuh
ke
dari
mahaguru
Dharmakirti.
industri
Sriwijaya
dengan
berbagai
tafsir
macam
(Irwanto,
2011),
Bukit
sebagai
Kedukan
merupakan
Daerah
refleksi
atas
sebuah
bentuk lain yang lebih hina, ia hidup
kelahiran. Berguru agama ada di Bukit
kembali dalam wujud binatang tikus,
Siguntang,
anjing, babi dan binatang hina lainnya.
Syakhyakirti berada serta berdagang di
Begitulah seterusnya, sampai ia dapat
daerah lereng sekitar Bukit Siguntang dari
menjadi seorang Boddhi.
Padang Kapas hingga Kambang Unglen.
di
mana
Universitas
Setelah masuk ke wilayah ini,
C. PERGURUAN TINGGI INTERNASIONAL
mereka seperti dilahirkan kembali, baik
DI SRIWIJAYA
sebagai pedagang, tentunya ekonom
Berdasarkan teks Prasasti Kedukan
yang
jangan
terlalu
mementingkan
Bukit, maka daerah Bukit Siguntang
dunia, maupun sebagai pelajar yang
adalah wilayah suci, di mana wihara,
mendalami
yang tertinggal dalam berbentuk bata
keduanya, pedagang yang sambil belajar
candi,
arca
agama Buddha sekaligus. Lebih jauh dari
penanda pentingnya daerah ini pada
tafsir semiotika ini, dapat dikatakan Kota
masa itu. Pada abad ke-9, Bukit Siguntang
Fo-shih, untuk menyebut Palembang
merupakan pusat belajar agama para
pada waktu itu, adalah simbol Kota
pendeta
Dagang, Kota Agama dan Kota Pelajar.
17
tinggalan
Buddha.
patung,
dan
Berdasarkan
tafsir
agama
Buddha
atau
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
Dedi Irwanto
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Menariknya
mengenai
pelajar
dalam guci raksasa yang di atasnya
Universitas Syakhyakirti terdapat dalam
diletakkan
“mitos terbaik tentang Perguruan Tinggi
maupun hulubalang yang membawa
Syakhyakirti”
guci-guci itu sama sekali tidak tahu
sebagai
arena kawasan
Chandradimuka pendidikan bagi pelajar
sayur-sayuran.
Panglima
keberadaa emas kawin tersebut.
internasional di dapat dalam legenda
Namun, saat kapal bersandar di
Pulau Kemaro. Berdasarkan berbagai
pelabuhan Kuto Gawang, Tan Bun An
sumber, maka diceritakan, dahulu kala, di
terkejut, sebab tidak ada barang yang
masa Kerajaan
Palembang
sesuai dengan permintaannya. Dia hanya
sebagai pusat pemerintahan terdapat
menemukan puluhan guci berisi sayuran.
sebuah perguruan tinggi agama Budha
Tan Bun An pun marah dan Kesal. Dia
yakni
menyangka kedua orangtuanya tidak
Sriwijaya,
Sjakhyakirti.
Lalu
salah
satu
pangeran dari Tiongkok, yang bernama
setuju
Tan Bun An menuntut ilmu di perguruan
Fatimah.
tinggi tersebut. (Legenda Pulau Kemaro,
legendanya, namun yang terlihat disana
2012)
adalah “sosok” pelajar dari Universitas
Dalam
proses
menikah
Bukan
dengan
Siti
mengetengahkan
di
Syakhyakirti tersebut yang berasal dari
Palembang, Tan Bun An mengenal
seorang “putra pangeran” Cina. Jadi
seorang putri dari seorang pangeran
yang belajar di Universitas Syakhyakirti
Palembang
tersebut kebanyakan anak-anak pejabat
yang
belajarnya
dirinya
beragama
Islam.
Namanya Siti Fatimah. Mereka pun jatuh
dari negeri Cina.
cinta, dan sepakat menikah. Orangtua Siti
Secara naratif, catatan tentang
Fatimah setuju, begitu pun dengan
Universitas
orang tua Tan Bun An. Tan Bun An
Sriwijaya terdapat dalam kisah perjalanan
kemudian
I-Tsing. Kerajaan Sriwijaya menjadi salah
mengirim
seorang
pada
satu
meminta
saja
Buddha di Asia Tenggara. Hal ini terlihat
permintaan ini disetujui orang tua Ta Bun
pada catatan seorang sarjana dari China
An. Mereka pun mengirim keramik, guci,
bernama
koin emas dan perak. Agar tidak dicuri
perjalanan ke India dan Nusantara serta
atau dirampok di tengah perjalanan,
mencatat perkembangan agama Buddha
semua emas kawin itu diletakkan di
disana. Biarawan Buddha lainnya yang
18
kawin.
Tentu
pengembangan
masa
pengawalnya pulang ke Tiongkok untuk
emas
pusat
Syakhyakirti
I-Tsing
yang
agama
melakukan
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
Dedi Irwanto
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
mengunjungi Indonesia adalah Atisa,
sehingga ada cukup banyak orang yang
Dharmapala,
mempelajari
Nalanda,
seorang
dan
profesor
Vajrabodhi,
dari
seorang
di
kerajaan
Sriwijaya. Mereka, selain pelajar local
penganut agama Buddha yang berasal
banyak
dari India Selatan.
mancanegara
“Calon” pendeta I-Tsing, sebelum
Buddhisme
juga
Buddha
yang
untuk
dengan
dating
belajar
dari
agama
digembleng
untuk
melakukan studi ke Universitas Nalanda
menjadi pendeta. Dalam catatannya, I-
di
Tsing juga menulis ada lebih dari 1000
India,
melakukan
kunjungan
ke
Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan catatan I-
pendeta
tsing,
Sriwijaya.
Sriwijaya,
dengan
Universitas
yang
belajar
Buddhis
di
Syakhiyakirtinya, merupakan rumah bagi
I-Tsing menghabiskan waktunya
sarjana Buddha, dan menjadi pusat
hidup sendirian sebagai bhiksu di India
pembelajaran agama Buddha. Hal ini
dan
membuktikan
masa
merupakan catatan lengkap tentang
agama
Buddhis
kehidupan biarawan. Ia tinggal di India
pesat
dengan
seluruhnya
kerajaan
bahwa
Sriwijaya,
berkembang
sangat
selama
Sumatera.
Seluruh
bukunya
berdasarkan
peraturan
sentranya pada Universitas Syakhyakirti.
vinaya. Menurut Soekmono (1980), bila
Selain itu I-tsing juga melaporkan bahwa
dibandingkan catatan Fa Hsien tahun
di
414
Sriwijaya terdapat aliran Buddha
dengan
catatan
diambil
dan Mahayana. Kemudian semakin lama
Buddha di pulau Jawa dan Sumatera
Buddhisme
mendapat
telah dibangun dengan sangat cepat.
pengaruh dari aliran Vajrayana dari India.
Pekerjaan I-Tsing selain menulis catatan
Pesatnya perkembangan agama
seperti dikemukakan di atas, ia juga
Sriwijaya
bahwa
dapat
Theravada, kadang disebut Hinayana
di
kesimpulan
I-Tsing,
Agama
Buddhis di Sriwijaya juga didukung oleh
menulis
buku
tentang
seorang Mahaguru Buddhis di Sriwijaya,
seorang
guru
agama
yakni
bernama Hwui Ning yang datang ke
Dharmapala
mahaguru
di
Syakhyakirti,
yang
perguruan
I-Tsing
menjadi
tinggi
perjalanan
asal
China
Kerajaan Kalingga (Ho-Ling) di Jawa.
melaporkan
Dalam bukunya dikatakan bahwa
perguruan tinggi Buddhis, Universitas
bhiksu
Syakhyakirti, memiliki hubungan baik
merupakan sarjana bahasa Sanskerta
dengan
yang sangat bagus. Salah satunya adalah
19
Universitas
Nalanda,
India,
asli
Jawa
dan
Sumatera
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
Dedi Irwanto
Jnanabhadra yang merupakan orang
sana terdapat banyak vihara dan dihuni
Jawa asli asal Kerajaan Kalingga yang
oleh ribuan bhikkhu.
bertindak sebagai guru bagi para bhiksu
China,
termasuk
Hwui
Ning,
dan
Pada Perguruan Tinggi Agama
Buddha,
Universitas
Syakhyakirti
di
membantu menerjemahkan sutra ke
Sriwijaya tersebut, selain kuliah-kuliah
dalam bahasa China.
tentang Agama Buddha, orang dapat
I-Tsing juga menceritakan bahwa
mengikuti
juga kuliah-kuliah tentang
beberapa naskah yang diterjemahkan
bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa
oleh
Kuno (Kawi). Pujangga-pujangga Agama
Hwui
Ning
adalah
mengenai
mangkatnya (parinibbana) Sang Buddha.
Buddha
terkenal,
salah
Namun, ia mengatakan bahwa naskah
Dharmapala
tersebut berbeda dengan naskah yang
Perguruan
biasa digunakan dalam Mahayana. Dari
menyebarkan aliran Mahayana.
pernah
satunya
mengajar
Tinggi
di
tersebut
uraian tersebut dapat diambil kesimpulan
Selain
bahwa Agama Buddha yang dianut oleh
pengunjung
mayoritas masyarakat Nusantara pada
Syakhyakirti, Atisa dari Tibet, tercatat
waktu
bahwa
itu
meskipun
adalah
bahasa
non-Mahayana
setelah
pelajar
Perguruan
mendalami
di
adalah bahasa Sanskerta. Namun di
berperan
dalam
Melayu juga terdapat sedikit masyarakat
Buddha Vajrayana di Tibet dalam kertas
yang mengadopsi Mahayana.
kerjanya Durbodhāloka.
I-Tsing
mengembangkan
D. PENUTUP
(1896) serta beberapa prasasti yang ada
Sriwijaya,
kemudian
yang
diterjemahkan sangat baik oleh Takakusu
tentang
Ia
ilmu
Syakhyakirti,
berita
digunakan
dan
seorang
Perguruan
Dari
yang
I-Tsing,
dan
selanjutnya
dapat
Sriwijaya
Tinggi
dengan
Syakhyakirti
Perguruan
menjadi
pusat
mengambil kesimpulan bahwa pada
pengajaran Buddha. Perguruan Tinggi
waktu itu, Kerajaan Sriwijaya merupakan
Syakhyakirti menarik banyak peziarah dan
kerajaan
sarjana dari
yang
termasyur
karena
negara-negara di
Asia.
merupakan pusat ilmu dan kebudayaan
Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing,
Buddhis,
berpusat
yang melakukan kunjungan ke Sriwijaya
kepada perguruan tinggi Syakhyakirti. Di
dalam perjalanan studinya di Universitas
tentunya
dengan
Nalanda, India, dengan terlebih dahulu
20
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
belajar di
Dedi Irwanto
Universitas Syakhyakirti di
Sriwijaya.
Pada tahun 671 dan 695, I-Tsing
ketika belajar di Universitas Syakhyakirti
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi
rumah bagi sarjana Buddha sehingga
menjadi
pusat
Buddha.
Di
pembelajaran
Sriwijaya,
agama
Perguruan
Syakhyakirit menampung lebih dari 1000
orang pendeta yang belajar agama
Budha pada Syakhyakirti, yang tidak saja
berasal dari Nusantara, namun juga dari
mancanegara.
21
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
[BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA]
PUSTAKA ACUAN
Beals, S. 1886. “The Situation of the
country called Shi-li-fo-shai”,
NBG, 24, 1886, I-V bijlage I.
Dedi Irwanto
Takakusu, J. 1896. A Record of the
Buddhist Religion as Practised in
India
and
the
Malay
Archipelago. Oxford : Claredon
Press.
Coedes, George. 1919. “le Royaume de
Crivijaya”,.
B.E.F.E.O.
XVIII.
Termuat juga dalam Kumpulan
Coedes dan L. Ch. Damais.
1989. terj. “Kedatuan Sriwijaya:
Penelitian Tentang Sriwijaya”.
Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Groeneveldt, W.P. 1876. “Notes on the
Malay Archipelago and Malacca,
Compiled
from
Chinese
Sources”, VBG XXXIX, 1876.
Kern, H. 1913. “Insripties van de Indischen
Archipel, Verspeide Geschriften
VI, VII, ‘s Gravenhage.
Krom, N.J. 1930. Les incriptions Malaises
de Crivijaya. TBG. LIX, 1930, h.
426-431.
Irwanto, Dedi. 2011”, Dekonstruksi Lokasi
Sriwijaya: Usaha Meningkatkan
Pemahaman Kesejarahan Lokal
Siswa Menengah Atas. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing 2011.
Tidak dipublikasikan.
Muljana, Slamet. 1960. Sriwijaya.
Yogyakarta: LkiS.
Muljana, Slamet. 1981. Kuntala, Sriwijaya
dan Suwarnabhumi. Jakarta:
Idayu.
Moens, J.L. 1938. Crivijaya, Yava en
Kataha. T.B.G. LXXVII, afl. 3.
1938. dan disalin dalam jurnal
bahasa Inggris Journal of the
Malayan Branch No. XVII.
22
(Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 11-22)
Download