Sebelum Ada NKRI, Sudah Ada Daulah Islamiyah

advertisement
Sebelum Ada NKRI, Sudah Ada Daulah Islamiyah
(Fakta-fakta Sejarah yang Disembunyikan Para Thaghut)
Koin bertuliskan aksara Arab (Huruf Hijaaiyyah) mulai menghilang semenjak Soekarno
memproklamirkan berdirinya NKRI di wilayah bekas kekuasaan Islam. Soekarno yang
merupakan tokoh nasionalis sejati tentunya tidak mau diidentikkan dengan atribut Islam
seperti aksara Arab, apalagi membiarkan dirinya dan rakyatnya diatur oleh syariat Islam.
Padahal dari fakta-fakta sejarah sudah terbukti bahwa Islam telah dianut dan berkuasa di
bumi nusantara ini (Kesultanan Majapahit s/d 1945).
Kesultanan Aceh Darussalam (1297 M -….)
Sumber : eramuslim digest Edisi Koleksi 9 THE UNTOLD HISTORY : Konspirasi Penggelapan Sejarah di Indonesia (Pra Islam
hingga abad 19)
Koin "Pitis Buntu" Kesultanan Palembang Darussalam
/ Kerajaan Sriwijaya Palembang 1659-1821 M (ABAD
KE-17 s/d 18)
Merupakan koin Pada Awal Masa Kesultanan Palembang yang pertama kali dipimpin
oleh .Sultan Ratu Abdulrrahman Khaifatul Mukminin Sayidul Imam..koin ini dinamakan
pitis buntu karena tidak bolong...pada masa ini merupakan masa setelah berakhirnya
Masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Palembang...pada Masa Kesultanan Palembang
lebih bercorak Islam sehingga koin ini bertuliskan huruf arab....Koin ini terbuat dari
timah....koin ini sangat sulit ditemukan karena dicetak terbatas pada waktu itu dan telah
berumur ratusan tahun.
KOIN ISLAND OF SUMATERA (1800-an M)
koin ini dicetak pada awal Tahun 1800 dimana seperti tertulis pada Gambar Depan
Koin....dan gambar Belakang Koin Bertuliskan Huruf Arab dan terdapat Tahun
Bertuliskan huruf Arab....
http://uangkuno-murah.blogspot.com/2010/03/koin-kuno-dijual.html
10/31/2010 8:26 PM
Netherlandsch Indie (1800 an - Sebelum Tahun 1945)
Koin Nederlandsch Indie Bertuliskan Huruf Arab & Aksara Jawa (Koin Benggol)
(ternyata) Majapahit adalah Kesultanan Muslim
Posted on 18 Oktober 2010 by tito
Aslmkum kawan2, berikut adalah sedikit fakta2 di lapangan yang berhasil ditemukan
oleh TK2M (Team Kajian Kesultanan Majapahit) Yogyakarta, yang telah melakukan
ekspedisi di pelbagai tempat; Trowulan, Pleret, Kotagede, Demak dll.
Hasilnya sungguh mencengangkan, ternyata berpuluh tahun setelah kita merdeka, masih
saja pengaruh pemerintah kolonial kuat bertengger di dalam kurikulum pelajaran sejarah
di Indonesia. Berikut ini adalah foto2 yang menunjukkan bahwa majapahit ternyata
kesultanan muslim di Nusantara.
1. Lambang Kesultanan Majapahit,
ternyata memuat kalimat Alloh, Muhammad, Tauhid, Adam, Asma, Shifat dan Makrifat
(dan dzat).(saat ini masih bisa disaksikan di museum Trowulan). Jujur saya tercengang
ketika melihat lebih dekat. Ternyata selama ini umat Islam sedikit anti untuk meneliti
atau mendatangi situs/ artefak kuno seperti ini, “Apa untungnya, nggak nambah taqwa,
itu kan kerajaan Hindu.” What a mistake”
2. Koin resmi kerajaan majapahit (dari tembaga)
sekarang masih tersimpan di museum majapahit di Trowulan. Sekali lagi saya terkesima,
karena koin “kerajaan Hindu” itu bertuliskan Laa ilaa ha illallaah muhammad
rasulullaah.!!!
3. Makam pembesar majapahit.
Sebentar, ada yang aneh ya? Makam? kok ada sih makam pembesar majapahit? harusnya
kan kumpulan abu, bukankah ajaran hindhu bahwa mayat itu dibakar? Ini kok ada
makam-makamnya? Agama apa yang mengajarkan jenazah untuk dimakamkan? Hindhu
kah?
Itu belum seberapa, coba lihatlah Nisannya, apa tulisan yang terukir di sana?
Laa ilaa ha illallaah muhammad rasulullaah.!!!
Dalam kompleks makam ini ada sebuah nisan bertuliskan “Gajah PerMada”.
Mungkinkah…….ia……
4. Enkripsi pada kompleks makam majapahit yang kini jadi tempat ritual musyrik
(karena tak ada para da’i yang ke tempat itu karena menganggapnya mistik Hindu dan
daerah “musyrik” –> dan terkabullah do’a itu). Padahal apa enkripsi (tulisan ) yang
terukir di sana? saksikan sendiri
wajib dibaca[/b]]Sejak memasuki Sekolah Dasar, kita sudah disuguhi pemahaman
bahwa Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu terbesar yang pernah ada dalam
sejarah
masa
lalu
kepulauan
Nusantara
yang
kini
dikenal
Indonesia.
Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta dan data arkeologis, sosiologis dan
antropolis, maka Tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku awal berjudul
“Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi.”
Sejarah Majapahit yang dikenal selama ini di kalangan masyarakat adalah sejarah yang
disesuaikan untuk kepentingan penjajah (Belanda) yang ingin terus bercokol di kepulauan
Nusantara.
Akibatnya, sejarah masa lampau yang berkaitan dengan kawasan ini dibuat untuk
kepentingan tersebut.
Hal ini dapat pula dianalogikan dengan sejarah mengenai PKI.
Sejarah yang berkaitan dengan partai komunis ini yang dibuat di masa Orde Baru tentu
berbeda dengan sejarah PKI yang dibuat di era Orde Lama dan bahkan era reformasi saat
ini.
Hal ini karena berkaitan dengan kepentingan masing-masing dalam membuat sejarah
tersebut.
Dalam konteks Majapahit, Belanda berkepentingan untuk menguasai Nusantara yang
mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Untuk itu, diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan
masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu dan Islam masuk ke Nusantara belakangan
dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang dan ada dalam masyarakat.
Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta dan data yang
selama ini tersembunyi atau sengaja disembunyikan.
Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan Majpahit
sesungguhnya adalah kerajaan Islam atau Kesultanan Majapahit adalah sebagai berikut:
1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata
“La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah.”
Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan
Mojokerto Jawa Timur.
Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu
memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.
2. Pada batu nisan Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang selama ini dikenal sebagai
Wali pertama dalam sistem Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa
terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah Qadhi atau hakim agama
Islam kerajaan Majapahit.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Agama Islam adalah agama resmi yang dianut
oleh Majapahit karena memiliki Qadhi yang dalam sebuah kerajaan berperan sebagai
hakim agama dan penasehat bidang agama bagi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam.
3. Pada lambang Majapahit yang berupa delapan sinar matahari terdapat beberapa
tulisan Arab, yaitu shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan
dzat.
Kata-kata yang beraksara Arab ini terdapat di antara sinar-sinar matahari yang ada pada
lambang Majapahit ini.
Untuk lebih mendekatkan pemahaman mengenai lambang Majapahit ini, maka dapat
dilihat pada logo Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, atau dapat pula dilihat
pada logo yang digunakan Muhammadiyah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Majapahit sesungguhnya adalah Kerajaan Islam
atau Kesultanan Islam karena menggunakan logo resmi yang memakai simbol-simbol
Islam.
4. Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang Muslim.
Hal ini karena Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa
yang sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya
ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang Muslimah, keturunan dari
penguasa Sriwijaya.
Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang sangat bernuasa Hindu karena
menggunakan bahasa Sansekerta, tetapi bukan lantas menjadi justifikasi bahwa beliau
adalah seorang penganut Hindu.
Bahasa Sansekerta di masa lalu lazim digunakan untuk memberi penghormatan yang
tinggi kepada seseorang, apalagi seorang raja.
Gelar seperti inipun hingga saat ini masih digunakan oleh para raja Muslim Jawa, seperti
Hamengku Buwono dan Paku Alam Yogyakarta serta Paku Buwono di Solo.
Disamping itu, Gajah Mada yang menjadi Patih Majapahit yang sangat terkenal terutama
karena Sumpah Palapanya ternyata adalah seorang Muslim.
Hal ini karena nama aslinya adalah Gajahmada, seorang ulama Islam yang mengabdikan
kemampuannya dengan menjadi Patih di Kerajaan Majapahit.
Hanya saja, untuk lebih memudahkan penyebutan yang biasanya berlaku dalam
masyarakat Jawa, maka digunakan Gajahmada saja.
Dengan demikian, penulisan Gajah Mada yang benar adalah Gajahmada dan bukan Gajah
Mada.
Pada nisan makam Gajahmada di Mojokerto pun terdapat tulisan “La Ilaha Illallah
Muhammad Rasulullah” yang menunjukkan bahwa Patih yang biasa dikenal
masyarakat sebagai Syeikh Mada setelah pengunduran dirinya sebagai Patih Majapatih
ini adalah seorang Muslim.
5. Jika fakta-fakta di atas masih berkaitan dengan internal Majapahit, maka faktafakta berikut berhubungan dengan sejarah dunia secara global.
Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan
menyerbu Baghdad yang dikatakan sebagai pembalasan terhadap sikap para penguasa
Abbasiyah yang seringkali menghina dan menistakan keturunan Rasulullah.
Akibatnya, Timur Tengah berada dalam situasi yang berkecamuk dan terjebak dalam
kondisi konflik yang tidak menentu.
Dampak selanjutnya adalah terjadinya eksodus besar-besaran kaum Muslim dari Timur
Tengah, terutama para keturunan Nabi yang biasa dikenal dengan Allawiyah.
Kelompok ini sebagian besar menuju kawasan Nuswantara (Nusantara) yang memang
dikenal memiliki tempat-tempat yang eksotis dan kaya dengan sumberdaya alam dan
kemudian menetap dan beranakpinak di tempat ini.
Dari keturunan pada pendatang inilah sebagian besar penguasa beragam kerajaan
Nusantara berasal, tanpa terkecuali Majapahit.
Iniilah beberapa bukti dari fakta dan data yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya
Majapahit adalah Kesultanan Islam yang berkuasa di sebagian besar kawasan yang
kini dikenal sebagai Asia Tenggara ini.
sumber
http://tito1t2gesper.wordpress.com/
10/31/2010 9:03 PM
Kesultanan Jambi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Medali-khalifah-2.jpg (450 × 337 piksel, ukuran berkas: 100 KB, tipe MIME: image/jpeg)
Ringkasan
Ini merupakan medali pemberian khalifah dari khilafah ustmani kepada kesultanan jambi
Analisis bahwa kesultanan Islam di Nusantara sebenarnya sudah memiliki hubungan erat
dengan Khilafah, semakin terbukti dalam pertemuan ini. Staf museum sempat
memperlihatkan medali emas yang dipersembahkan oleh Khalifah Ustmani di Turki
kepada utusan Sultan Thaha Syaifuddin yang datang meminta pertolongan Khalifah
untuk melawan penjajahan Belanda di Jambi.
Medali berbentuk segi enam, menyerupai matahari terbit,terdapat tulisan dalam bahasa
arab, tahun 1298 (H) dan ungkapan tanda pertukaran,cinta dan pujian. Medali ini
sebelumnya disimpan oleh keturunan Sultan yang berdiam di Malaysia dan kini menjadi
koleksi Museum Negeri Jambi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Medali-khalifah-2.jpg
10/31/2010 10:13 PM
Kesultanan Pelalawan (1761-1959)
Berdasarkan sumber dari penulis asing, sejarah Kesultanan Pelalawan bermula pada
tahun 1761 M. Sultan pertamanya adalah As-Syaidis Syarif Abdurrahman Facruddin atau
yang dikenal dengan Marhum Kota. Sultan terakhirnya adalah As-Syaidis Syarif Harun
bin Hasyim Fachruddin atau yang dikenal dengan Marhum Setia Negara yang
memerintah pada tahun 1940-1959 M.
Kesultanan Pelalawan saat ini berada di wilayah kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.
(Tengkoe Nazir, Sari Sejarah Pelalawan, 1984).
Pengaruh Islam
Dalam “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” yang berlangsung di Medan
(1963), sebagian ulama dan para ahli sejarah Islam telah menyatukan pendapat bahwa
Islam masuk ke Indonesia pada Abad 1 Hijrah atau dalam Abad VII dan VIII Masehi,
langsung dari Tanah Arab ke Pasai. Bukan tidak mungkin, para da’i yang berprofesi juga
sebagai pedagang yang berasal dari Arab telah singgah dan menyeberangi Sungai
Kampar. Sebab, dalam sejarah disebutkan bahwa sepanjang Sungai Kampar terdapat
bandar-bandar dan pelabuhan-pelabuhan yang ramai, terutama dalam perdagangan lada
dan emas. Dengan adanya Sungai Kampar inilah selanjutnya perkembangan Islam
menyebar ke Kuantan, Rokan dan Minangkabau Sumatera Barat sekitar Abad XIII dan
XV.
Petunjuk dan bukti bahwa Islam benar-benar sudah menjadi budaya masyarakat
Pelalawan adalah adanya peninggalan kebudayaan yang bernafaskan Islam yang masih
dipegang erat oleh masyarakat Pelalawan. Ulama yang berjasa besar dalam penyebaran
Islam di daerah Kesultanan Pelalawan adalah:
1. Said Syarif Abdullah bin Jaafar bin idrus bin Abdullah bin Idrus berasal dari
Hadramaut. Beliau adalah seorang ulama zuhud berpangkat waliyullah yang diutus
dari Kekhilafahan Ustmaniyah. Wafat di Pelalawan pada tahun 1821 M dan
dimakamkan di Mempusun Pelalawan.
2. Syaikh Mustafa Alkhalidy bin Marhum Muhammad Baqir Sungai Tabir Jambi yang
belajar Islam dari Tanah Suci Makkah.
Syariah Islam: Sendi Aturan Masyarakat
Di bidang sosial kemasyarakatan, Islam tampak memberikan pengaruh atas setiap
permasalahan yang dihadapi Sultan. Jika terkait dengan masalah yang mubah maka
terlebih dulu diselesaikan dalam cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Setiap sultan
yang telah mangkat atau wafat secara khusus diberi gelar khusus, yakni marhum, atau
almarhum (yang dirahmati). Inilah beberapa ciri bagaimana syariah Islam dijadikan
sebagai budaya dalam kehidupan bermasyarakat.
Di bidang hukum/peradilan, Islam menjadi pedoman utama. Hal ini terbukti dengan
adanya satu gedung yang hingga saat ini masih ada yang khusus digunakan untuk
menyidangkan perkara-perkara yang berkaitan dengan hudûd, jinâyât dsb. Gedung
peradilan ini menjadi tempat penyelesaian seluruh masalah hukum; tidak dibedakan
apakah itu hukum militer atau hukum sipil, ataupun hukum perdata atau pidana. Semua
perkara diselesaikan dalam satu peradilan.
Di bidang pemerintahan, sebagaimana kesultanan lain di Nusantara, struktur
pemerintahan Kesultanan Pelalawan tidak jauh berbeda. Struktur tertinggi adalah sultan,
dibantu oleh 4 datuk sebagai wazir/pembantu (Datuk Angku Raja Lela Putera, Datuk
bandar Setia Diraja, Datuk Laksemana Mangku Diraja, dan Datuk Kampar Samar Diraja).
Masing-masing datuk memimpin dan mengurus wilayahnya masing-masing—kalau
sekarang setingkat kecamatan.
Menurut Adat Melayu, oleh penulis asing selalu disebut Adat Tumenggung, orang-orang
besar Kerajaan diangkat dengan atau tanpa permufakatan bersama Sultan, diberi gelar
yang dianggap patut. Mereka dipercaya untuk memegang fungsi-fungsi penting seperti:
Panglima Perang, Laksemana, Syahbandar, Bentara dan lain-lain. Struktur terkecil adalah
kebatinan atau penghulu; berjumlah 29 (Tengkoe Nazir, Sari Sejarah Pelalawan,1984).
Hubungan Kesultanan Pelalawan dengan Khilafah Ustmaniyah
Hubungan Kesultanan Pelalawan dengan Khilafah Ustmaniyah sangat erat, seperti halnya
Kesultahanan Malaka dengan Khilafah Ustamaniyah. Ketika terjadi perang melawan
Belanda, Kesultanan Pelalawan mendapat bantuan meriam atau persenjataan langsung
dari Kesultanan Mlaka atas Perintah Khilafah Ustmaniyah. Hal ini dinyatakan langsung
oleh Tokoh atau Budayawan Riau, H. Tenas Efendi, ketika menjelaskan sejarah
Kesultanan Pelalawan. Beliau merupakan keturunan Sultan Pelalawan.
Hubungan lain yang dapat dilihat adalah dari pakaian resmi Sultan Pelalawan yang sama
persis dengan pakaian resmi Sultan di Malaka dan Khalifah Ustmani di Istanbul Turki.
Ini bukanlah sesuatu yang tidak disengaja. [Gus Uwik]
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/04/01/kesultanan-pelalawan-1761-1959/
10/31/2010 10:03 PM
Download