BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Dahlan Isjoni, (2010: 49), model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Menurut Ismail (2003), menyatakan model pembelajaran mempunyai makna yang luas dari pada strategi, model atau prosedur. Satuan model pembelajaran mempunyai ciri khusus yang dimiliki strategi atau motode yaitu, rasional, teoritis yang logis yang disusun oleh penciptanya. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan serta di lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Model dapat juga diartikan sebagai kerangka kenseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model mengajar dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistimatik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan bagi guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran Sagala, (2005:175-176). Menurut Muslimin dkk (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Menurut Muslimin dkk (2000), pebelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kooperatif Learning Tipe STAD berasal dari kata Cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling menbantu satu sama lainnya satu kelompok atau satu tim. Slavin Isjoni, (2010: 15) mengemukan “ In cooperative learning method students work together in four member team to moster material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana 6 sistem belajar dan kerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4.6 orang secara kolaborasi sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Menurut Johnson & Johnson Isjoni, (2010:17) Kooperatif tipe STAD adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam satu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Indriasih (2009:79), pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitaskan siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinterakasi dan belajar bersama-sama. Tiga konsep sentral yang menjadi karaktersistik pembelajaran kooperatif tipe STAD bagaimana diketahuai Slavin Isjoni, (2010) yaitu: 1. Penghargaan kelompok Pembelajaran koperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. 2. Pertanggung jawab individu Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Adanya pertanggung jawab secara individu juga menjadi setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantua sekelompoknya. 3. Kesempatan yang sama untuk berhasil Pembelajaran kooperatif Tipe STAD menggunakan model Pembelajar yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang adiperoleh sebelumnya. Dengan menggunakan model skoring ini setiap siswa baik prestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim Isjoni, (2010) , yaitu : a) hasil belajar akademik, b) penerimaan terhadap perbedaan individu, c) pengembangan keterampilan sosial. 7 2.1.2 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD STAD ((Student Teams-Achievement Division) (Pembagian pencapaian tim siswa), merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang palingbaik untuk permulaan bagi guru yang baru meggunakan pendekatan kooperatif Slavin, (2010:143). Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan model teknik pembelajaran secara spesfik. Penguasaan model pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan peserta didi dalam pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang mengambarkan kegiatan dari siswa sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi peserta didik dengan pendekatan metode, dan teknik pembelajaran tertentu. Dengan kata lain Studen Teams Achtievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru nebggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang aktif. Roesityah (1988:15) mengemukakan “kerja kelompok adalah kelompok siswa yang terdiri dari atas 5 siswa, bekerja bersama dalam memecahkan masalah atau melakukan tugas tertentu, dan berusaha mencari tujuan pembelajaran, sedangkan “ Thabrany (1993: 96) mengemukan kerja kelompok sebagai proses kelompok yang anggotanya antara 3, 5, atau 7 orang.”Rohani dan Ahmadi (1995: 64) menyatakan bahwa pembelajaran STAD adalah totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan diakhiri dengan evaluasi. Ari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun rencana pembelajaran, memberikan informasi bertanya, menilai, dan sebagainya. Menurut slavin (1995:71) STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru membagi peserta didi menjadi kelompokkelompok yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 8 a. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe STAD) adalah strategi pembelajaran yang dirancang secar berkelompok, dimana siswa belajar bersama dan saling membantu dalam membantu dalam menbuat tugas dengan penekanan pada situasi untuk saling membantu diatas kelompok. Dengan sifatnya yang saling membantu dan mendukung satu sama lain, maka dalam pembelajaran kooperatif tidak ada kompetisi, sebab keberhasilan belajar adalah keberhasilan kelompok. Tujuan utama diterapkan pembelajaran kooperatif adalah untuk menciptakan suatu situasi dimana keberhasilan dapat tercapai bila siswa lain juga mencapai tujuan tersebut. Menurut Suyanto (2009), ada lima prinsip mendasar pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) positive independent; saling bergantung secara positif, artinya anggota kelompok menyadari bahwa mereka perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan. (2) face to face interatction: semua anggota-anggota berinteraksi saling berhadapan, (3) individu : accountability : Setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi pekerjaan dan keberhasilan kelompok, (4) Use of collaborative/ social skills: keterampilan bekerja sama dapat berkolaborasi, (5) Group processing : siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan pembelajaran kooperatif: (1) Hasil kerja adalah hasik kelompok, (2) penghargaan untuk kelompok bukan untuk perorangan,(3) Setiap anggota mempunyai peran / tugas yang merupakan bagian dari tugas kelompok, (4) antar anggota saling memberi dukungan dan saling membantu, (5) Guru memberi feedback untuk kelompok, (6) semua anggota bertanggung jawab atas tugas kelompoknya. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional Rustaman et al, (2003: 206). Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil si pembelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggotaanggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajaran 9 dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan (Karen L.Medsker and Kristina M. Holdsworth, 2001: 287). Kooperatif tipe STAD mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 3 (tiga) siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994), dan ada yang menggunakan ukuran kelompok Johnson, 1994; Kagan, 1992; Kerjasama dalam kelompok merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri lagi pada kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup secara individual tanpa bantuan dari orang lain. Sehingga dalam proses belajar juga manusia diusahakan dapat saling bekerja sama untuk memperoleh tujuan belajar yang sesuai dengan harapan. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement division). Pembelajaran kooperative tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Langkah-langkah penerapan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD: a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang dicapai. b) Guru memberi tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akan diperoleh skor awal. c) Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan. d) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompentensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan penguatan pemahaman materi. e) Guru menfasilitaskan siswa dalam membuat rangkuman. Mengarahkan, dan menberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 10 f) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutmya. b. Tujuan Kooperatif Tipe STAD Tujuan model pembelajaran tersebut menurut Eggen dan Kauchak Winayarti, (2010: 12), adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan partisipasi peserta didik. 2. Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok. 3. Memberi kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya. Jadi, dengan demikian seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim dkk Winayarti (2010: 12), bahwa inti tujuan dari model pembelajaran tersebut meliputi tiga aspek penting yaitu aspek hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial. c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada dasarnya, tidak semua kerja kelompok dapat dikatakan sebagai cooperative learning. Terdapat ciri khusus kelompok yang disebut sebagai kelompok pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menurut Lie (2003: 30) ada lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kelompok, agar pembelajaran tersebut dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelima unsur itu meliputi: 1) Saling ketergantungan positif Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara individual dan sangat tergantung terhadap pertolongan sesamanya. Prinsip tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas untuk membangkitkan rasa kebersamaan. Pembentukan kelompok-kelompok kerja dalam pemberian tugas terstruktur di kelas memberikan nilai lebih untuk menanamkan kerjasama demi mencapai tujuan yang sama. Slavin (2008: 8-9), mengungkapkan bahwa inti 11 dari pembelajaran kooperatif tipe STAD ialah mereka saling mendukung untuk berhasil, mereka akan mendorong anggota kelompoknya untuk lebih baik dan akan membantu mereka melakukannya. Seringkali para siswa mampu melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa yang digunakan guru ke dalam bahasa anak-anak. Di samping itu, semua anggota kelompok berusaha untuk saling menguntungkan, sehingga semua anggota kelompok bisa memperoleh makna dari kebersamaan. Adapun makna yang diperoleh seperti berikut: a) Merasakan keuntungan dari setiap usaha teman lainnya, secara harafiah ini berarti kesuksesan anda bermanfaat bagi saya dan keberhasilan saya bermanfaat untuk anda. b) Menyadari bahwa semua anggota kelompok mempunyai nasib yang sama, artinya tenggelam dan mengapung kita bersama. c) Tahu bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh orang lain dalam satu kelompok, artinya kami tidak dapat melakukan tanpa anda. d) Merasa bangga dan merayakan bersama ketika salah satu anggota kelompok mendapatkan keberhasilan, sebagai contoh: kami semua merasa sukses atas kesuksesan anda. Peranan pengajar sangatlah menentukan keberhasilan sistem pengajaran ini. Lie (2008: 32) menambahkan untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan cara ini, setiap anggota merasa bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Di samping itu, penilaian yang dilakukan oleh pengajar harus dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota kelompok, untuk menjaga keadilan. 12 2) Tanggungjawab perseorangan Menurut Slavin (2009: 10), tanggungjawab individual maksudnya ialah bahwa kesuksesan kelompok bergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota kelompok. Tanggungjawab difokuskan pada kegiatan anggota kelompok dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap untuk mengerjakan tugas, tanpa bantuan teman sekelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembelajaran siswa apabila kelompok dihargai berdasarkan pembelajaran individual dari tiap anggotanya.Unsur tanggung jawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur saling kebergantungan positif. Karena itu, Lie (2008: 33) mengatakan bahwa jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif tipe STAD, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pada akhirnya, siswa akan dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Hal ini dikarenakan bahwa guru tidak hanya memberikan tugas untuk kelompoknya saja, tetapi siswa pun secara individu memiliki tugas yang harus dikerjakan. 3) Tatap muka Dampak positif dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah terciptanya interaksi positif antara sesama anggota kelompok untuk memudahkan transformasi informasi anggota kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Lie (2008: 33-34), bahwa kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk siap membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. 4) Komunikasi antar anggota Proses interaksi antar anggota kelompok akan berjalan lancar, jika komunikasi berjalan baik. Untuk itu, setiap anggota kelompok perlu memiliki ketrampilan berkomunikasi. Menurut Lie (3008: 34), sebelum menugaskan siswa dalam 13 kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi kepada siswa, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya. 5) Evaluasi proses kelompok Setiap proses perlu mengadakan evaluasi sebagai refleksi untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam proses tersebut, sehingga proses berikutnya akan berjalan lebih baik lagi. Karena itu, agar evaluasi ini dapat memberikan arahan serta informasi terhadap hasil pekerjaan siswa dan kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, maka informasi diberikan ini harus meliputi tujuan yang dicapai kelompok, bagaimana mereka melakukan kerjasama saling membantu dengan teman satu kelompok, dan bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif agar baik setiap siswa maupun kelompok menjadi berhasil dan kebutuhan apa saja yang harus dilengkapi agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dengan baik. Agar hal ini terjadi, menurut Lie (2008: 35), menyatakan bahwa pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif. Format evaluasi disesuikan dengan tingkat pendidikan siswa. Waktu evaluasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa. d. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dalam bagaian berikut akan disampaikan beberapa karakteristik pembelajaran kontetesk tual yang dikemukan pleh beberapa alhi. Menurut Johnson (2002:24) dalam Nurhadi, (2004:14), ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, seperti dalam rincian berikut : 1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections) 2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan(doing significant word) 3. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning) 14 4. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis. 5. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. 6. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin. 7. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu. Selain itu, terdapat empat tahapan ketrampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: a. Functioniong (pengaturan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok. b. Forming (pembentukan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. c. Formating (perumusan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. d. Fermenting (penyerapan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. e. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Selain ciri-ciri pembelajaran cooperative learning, yang penting untuk diingat dalam pembelajaran cooperative learning adalah prinsip dari pembelajaran cooperative learning itu sendiri. Lungdern (dalam Mustikasari, 2007: 22), mengemukakan ada tujuh prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif. Ketujuh prinsip itu antara lain: 1) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam dan berenang bersama (we sink and swim together). 15 2) Siswa memiliki tanggungjawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, di samping memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. 3) Siswa harus memiliki pandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama. 4) Siswa harus berbagi suatu penghargaan atau hukuman yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok. 5) Siswa akan diberi suatu penghargaan atau hukuman yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok. 6) Siswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerjasama selama belajar. 7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkana secara individual materi yang dipelajari dalam kelompok kooperatif. Melihat uraian di atas, pembelajaran kooperatif dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran biasa (ceramah), karena melalui pembelajaran kooperatif, siswa lebih leluasa untuk saling memberi dan menerima materi pelajaran, tanpa adanya rasa segan. Sesuai dengan yang dikatakan Lie (2005: 12), bahwa pengajaran rekan sebaya (peer teaching), ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru, dikarenakan sebagai rekan sebaya, mereka memiliki schemata yang mendekati kesamaan dibandingkan dengan schemata guru. f. Tahap-tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Winayarti memberikan penjelasan bahwa tahap (langkah-langkah/fase) model kooperatif tipe STAD seperti pada gambar dibawah ini: 16 Tabel 2.1 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD FASE-FASE PEMBELAJATAN KEGIATAN GURU Fase 1: Menyampaikan salam Guru menyampaikan salam dan doa pembuka dan motivasi kepada pembuka dan memotivasi siswa siswa Menyampaikan semua tujuan pembelajaran tersebut dan motivasi siswa belajar Fase 2: Menyajikan materi dan Guru menyajikan materi pelajaran yang mengimformasikan akan disampaikan kepada peserta siswa dengan demontrasi atau melalui kajian bahan bacaan, mendemonstrasikan dan menyajikan pelajaran Fase 3: Mengorganisasikan siswa Guru menjelaskan kepada peserta didik dalam kelompok belajar bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan tugas kelompok dengan kompak secara efisien, membentuk kelompok yang anggotanya 4 -5 orang secra hetrogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin suku, ras, dll) Fase 4: Membeimbing kelompok Guru akan membimbing kelompokbekerja dan belajar kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas mereka, kemudian guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Kelompok tahu menjelaskan pada anggota kelompok anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti, sehingga setiap kelompok bisa menjawab dan dapat mengeluarkan pendapat baik benar maupun salah. Fase 5: Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang materi Cahaya Dan Sifat-sifatnya yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6: kesimpulan Kemudian guru bersama-sama peserta didik membuat kesimpulan mengenai materi yang sudah dipelajaran hari ini Sumber : Ibrahim, dkk. 2000:10 17 g. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Lie (2005:2) merupakan keunggulan Kooperatif learning dibandingkan dengan model pembelajaran lain ( model ceramah) adalah : a) Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya. b) Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar. c) Meningkatkan daya ingatan siswa. d) Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara lisan. e) Meningkatkan rasa percaya diri siswa. f) Membantu meningkatkan hubungan positif antar sisa. g) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran cooperative learning memiliki berbagai macam tipe atau motode yang dapat digunakan sesuai kebutuhan. Tipe-tipe pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah (Make a-match) pembelajaran yang mencari pasangan, jigsaw (model tim ahli), group investigation go around,Think Pair and Share, make a-match (mencari pasangan), teams assisted individualization (TAI), teams games tournaments (TGT), cooperative integrated reading and composition (CIRC), dan sebagainya. Khusus dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan salah satu Model diantara berbagai model yang disebutkan di atas, yaitu metode diantaranya sebagai model yang disebutkan di atas, yaitu model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (menggunakan kelompok kecil) 2.2 Tipe STAD (student teams achievement division) 2.2.1 Pengertian STAD (student teams achievement division) Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model kooperatif dengan menggunakan Kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara hitrogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran penyampaian materi, kegiatan kelompok. atau teknik mengajar merupakan cara-cara yang digunakan dalam proses belajar 18 mengajar untuk mencapai tujuan Winayarti, (2010: 3). STAD (student teams achievement division) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif Robert E. Slavin (1986a,b). Tipe STAD merupakan satu teknik pembelajaran yang memberikan tugas untuk membagi dalam beberapa berkelompok kepada siswa melalui kuis/pertanyaan yang dijawab dalam masing-masing kelompok, jika dalam melaksanakan kusi tidak boleh saling membantu, peserta didik harus bisa menjawab perindividu, kemudian dalam melakukan pertanyaan semua kelompok yang sudah dibagi harus bisa menjawab, dan jika ada kelompok yang tidak bisa menjawab maka temannya yang satu kelompok harus membantu untuk menjawab, sehingga dalam kelompok masing-masing saling adanya kerja sama, membantu menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dengan kelompok yang sudah dibentuk bersama-sama guru maka dari situ peserta didik bisa melihat siswa ada yang bisa menjawab, ada yang standar, dan kemudian ada yang tidak tahu sama sekali, berbeda agama, suku, ras dll, maka dari itu dibentuk sebuah pembelajaran berbentuk kelompok, agar siswa guru bisa tahu kemampuan siswa perindividu, kemudia dari pembelajaran ini siswa akan merasa senang dan mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baru, dikarenakan adanya kerja sama dan saling mengenal satu sama lain, soal yang diberikan guru itu dijawab itu sama, sehinga dengan teknik ini siswa mampu aktif dan bekerja sama dengan rekanya dam menyelesaikan tugas yang diberikan. Tipe STAD (student teams achievement division) mengutamakan ketelitian dan kerja sama dalam menyelesaikan masalah, serta memberikan kenyamanan dalam menyelesaikan masalah, karena siswa mencarai mencari membentuk kelompoknya dan juga dibantu guru. 19 2.2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Tipe STAD (student teams achievement division) Langkah-langkah penerapan tipe STAD (student teams achievement division) dipaparkan oleh Slavin, (2009: 133) sebagai berikut: a) Guru mempersiapkan siswa sebelum pelajaran b) Guru menyiapkan materi dan menjelaskan Tujuan pembelajaran yang akan disampaikan. c) Guru menyajikan pelajaran kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bacaan d) Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orng secara hetrogen (presentas jenis kelamin, suku agama dll). e) Guru membimbing dan memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok guru memberi pertanyaan kepada seluruh peserta didik. f) Memberikan evaluasi hasil belajar tentang materi Cahaya dan Sifat-sifatnya dan masing-masing kelompok mewakilkan mempresentasikan hasil kerjanya. g) Guru bersama-sama membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka selanjutnya tahap-tahap yang perlu dipersiapkan selanjutnya dalam penerapan kooperatif tipe STAD (student teams achievement division) adalah sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan ini, guru membentuk kelompok yang akan dibagikan kepada siswa. Kelompok-kelompok tersebut, sebelumnya telah dibuat oleh guru berdasarkan materi yang akan disampaikan pada kegiatan belajar mengajar (KBM) sesuai dengan RPP dan Silabus. Pembuatan kelompokkelompok tersebut terbagi dalam dua kategori yaitu pertanyaan dan jawaban. Kelompok-kelompok yang nanti akan terbentuk, didasarkan pada kelompoknya pertanyaan dan jawaban itu. Pembuatan kelompok tidak memilih teman agama, suku dll, tidak terpatok ke dalam satu pertanyaan dan satu jawaban, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan jumlah anggota kelompok yang diinginkan oleh 20 guru. Artinya dalam dua kategori tersebut, bisa berbentuk 1 kelompok pertanyaan dengan 1-3 kelompok jawaban. Disamping mempersiapkan kelompok, guru juga merencanakan alokasi waktu untuk kegiatan pembentukan kelompok. Alokasi waktu disesuaikan dengan banyaknya jam pelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah. Selanjutnya akan dilaksanakan penyampaian materi oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh gambaran mengenai materi yang akan dibahas dalam KBM. Selain itu, ini juga demi membantu siswa agar tidak terlalu kebingungan dalam mencari pasangan kelompoknya berdasarkan pertanyaan atau jawaban dalam kartu, karena siswa telah dibekali materi oleh guru. 2) Tahap Pembentukan Kelompok Tahapan ini merupakan kegiatan utama dalam tipe STAD (student teams achievement division). Pada tahapan ini terbagi dalam kegiatan, diantaranya: a. Pembagian kelompok Dalam kegiatan ini, guru membagikan kelompok-kelompok 4-5 orang yang telah dipersiapkan pada tahapan sebelumnya kepada siswa. Tiap siswa masing-masing mendapatkan kelompoknya untuk itu siswa sudah dibentuk kelompok, guru akan membagikan tugas kepada masing kelompok untuk mengerjakan pertanyaan yang guru berikan, dan guru juga memberikan kuis/pertanyaan , jika guru memberikan kuis tidak ada salah satu yang boleh membanti harus benar-benar perindividu yang menjawab sendiri, guru memberikan kesempatan beberapa menit kepada kelompok masing-masing untuk memikirkan jawaban atau pertanyaan yang sesuai dengan isi pertanyaan/soal tersebut. Waktu diberikan disesuaikan dengan alokasi waktu dalam KBM sesuai RPP. b. Pembentukan kelompok Kegiatan selanjutnya adalah pembentukan kelompok. Pada kegiatan ini, guru meminta tiap siswa membentuk kelompok-kelompok setelah pembentukan kelompok siswa masing-masing bergabung dengan kelompoknya masingmasing untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam pembentukan kelompok ini, guru memberikan watku kepada siswa sesuai 21 dengan perencanaan pada tahap persiapan. Tingat waktu yang diberikan oleh guru ini, berpengaruh terhadap penghargaan yang akan diberikan oleh guru kepada siswa ketika proses pembentukan kelompok. Selanjutnya, guru memeriksa validitas dari pembentukan kelompok ini. Guru masuk ke dalam tiap-tiap kelompok dan memeriksa kecocokan dari tiap-tiap anggota kelompok tersebut. Jika belum ada yang benar, guru memberikan waktu kembali kepada masing-masing kelompok untuk memperbaiki anggota kelompoknya. Namun, jika pembentukan kelompok sudah benar, makan dilanjutkan pada kegiatan berikutnya. c. Penghargaan Penghargaan dilakukan dalam proses pembentukan kelompok. penghargan ini bersifat individu maupun kelompok. Pemberian penghargaan ini dilakukan untk mendapatkan antusias siswa yang lebih dalam kepada KBM, sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Pedoman penghargaan siswa dilakukan dengan skor sesuai dengan waktu yang ditempuh dalam pembentukan kelompok. 3) Tahap Kegiatan Kelompok Dalam tahapan ini, setiap siswa melaksanakan kelompok kerja berdasarkan kelompok yang dibentuk dalam tahapan sebelumnya. Setiap kelompok memecahkan masalah yang terdapat dalam gabungan tiap-tiap kartu anggota kelompoknya. Ketika kerja kelompok berlangsung, setiap siswa berhak meminta bantuan guru untuk membantu mengarahkan kelompoknya dalam memecahkan masalah. Di samping itu, guru juga memberikan tenggat waktu kepada setiap kelompok untuk bekerja sesui dengan alokasi waktu dalam KBM. Setiap kelompok yang sudah selesai mengerjakan tugas kelompoknya, berhak mendapatkan penghargaan sesuai dengan pedoman waktu yang telah ditetapkan dan mendapatkan kesempatan pertama untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. 4) Tahap Presentasi Kelompok Tahapan presentasi merupakan tahapan berikutnya, setelah tiap kelompok selesai mengerjakan tugas kelompoknya. Dalam tahapan ini terbagi ke 22 dalam dua yaitu presentasi kelompok dan tanya jawab antar kelompok. Setiap kelompok mengutus wakilnya untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya di depan. Guru sebagai fasilitator memberikan alokasi waktu kepada tiap-tiap kelompok secara rata untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya dan untuk mengadakan sesi tanya jawab. Pembagian alokasi waktu oleh guru diharapkan agar setiap kelompok dapat tampil ke depan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Di samping itu, guru juga mengadakan penilaian terhadap keaktifan individu siswa selama kegiatan presentasi kelompok sedang berlangsung. Setelah semua kegiatan presentasi dilaksanakan, maka guru menyimpulkan seluruh materi yang tersampaikan dalam KBM. 5) Evaluasi Evaluasi diadakan sebagai tahapan akhir dari seluruh pelaksanaan tipe STAD (student teams achievement division). Evaluasi dilaksanakan melalui kegiatan tes. Tes merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam bentuk lisan, tertulis ataupun tindakan Sudjana, (2009: 35). Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran dengan tipe STAD (student teams achievement division. ini. Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka dapat tergambarkanbahwa metode ini akan menciptakan mobilitas siswa yang positif di kelas selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Hal ini akan menjadi alternative solution untuk menjawab keluhan-keluhan guru dalam menghadapi suasana kelas yang tidak kondusif, sehingga suasana yang tidak kondusif tersebut menjadi hal yang positif yang dapat membantu dalam keberlangsungan belajar siswa di kelas. Untuk mengatasi kecenderungan suasana yang tidak kondusif yang diakibatkan dari penerapan model kooperatif tipe STAD (student teams achievement division), maka diperlukan teknik-teknik dalam manajemen pembelajaran. Salah satu teknik manajemen yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah di atas adalah dengan “Sinyal Kebisingan-nol”. 23 Menurut Slavin (2009: 260), sinyal kebisingan-nol adalah sebuah sinyal yang diberikan kepada para siswa untuk berhenti bicara, untuk membuat mereka memberi perhatian penuh kepada guru, dan untuk membuat tangan dan tubuh mereka diam. Selanjutnya, Slavin (2009: 261), menjelaskan beberapa variasi dari sinyal kebisingan-nol: Menggunakan sebuah alat pengukur waktu, dan hitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke kebisingan-nol.Buatlah sinyal yang berbeda, satu sekedar untuk menurunkan tingkat kebisingan (misalnya, mengangkat tangan, dan posisi tangan horizontal), yang kedua untuk menurunkan tingkat kebisingan dan mendapatkan perhatian para siswa untuk memberikan pengumuman yang ingin anda berikan (mengangkat tangan, dan telapak tangan posisi vertikal). Gunakan alat pengukur waktu secara acak untuk menurunkan tingkat kebisingan. Disamping itu, diadakan pemberian poin atau nilai kepada para siswa yang dapat mencapai tingkat kebisingan nol saat pengukur waktunya mati. 2.2.3 Pengelolaan Kelas Kooperatif Melalui Tipe STAD (student teams achievement division) Untuk memudahkan proses model pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement division., maka perlu dirancang suatu pengelolaan kelas yang efektif dan efisien. Pengelolaan kelas perlu memperhatikan kondisi ruangan kelas dan psikologis siswa. Menurut Lie (2008: 38), ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model Kooperatif tipe STAD, yakni pengelompokan, semangat cooperative learning, dan penataan kelas. a. Pengelompokan Pengelompokan merupakan langkah pertama yang dilaksanakan dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menurut Lie (2008: 39-41), pengelompokan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pengelompokan homogen dan pengelompokan heterogen. Pengelompokan homogen yang sering dilakukan di kelas berdasarkan prestasi belajar siswa. Menurut Scott Gordon Lie, (2008: 41), pada dasarnya manusia sering berkumpul dengan sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Selanjutnya Lie (2008: 41), menuturkan 24 jenis pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam modelpembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Melalui Model kooperatif tipe STAD (student teams achievement division), pengelompokkan siswa dalam pembelajaran dapat menciptakan dua kemungkinan pengelompokan, yaitu kemungkinan terjadi pengelompokan homogen maupun heterogen. Hal ini dikarenakan pemilihan kelompok siswa didasarkan atas kecocokan pasangan kartu yang diperoleh siswa secara acak. Di samping itu, pengelompokan bersifat sementara untuk setiap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, guru dapat membandingkan kerja kelompok. Sehingga dapat dianalisis pengelompokan mana yang tepat bagi siswa dalam pembelajaran di kelas. b. Semangat Kooperatif Tipe STAD Menurut Lie (2008: 47), agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran model kooperatif tipe STAD, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat kooperatif tipe STAD. Semangat tersebut dapat dirasakan dengan membina niat dan kiat siswa dalam bekerjasama dengan siswa-siswa lainnya. Lebih lanjut Lie (2008: 48-49), menguraikan beberapa kegiatan yang dapat membina niat siswa dalam menumbuhkan semangat kooperatif tipe STAD, diantaranya: 1) Kesamaan kelompok, dapat dilakukan dengan cara wawancara kelompok, lempar bola, dan jendela kesamaan. 2) Identitas kelompok, dapat dilakukan melalui pemberian nama kelompok yang dapat menumbuhkan semangat kelompok. 3) Sapaan dan saran kelompok. Hal ini disamping menumbuhkan semangat, juga dapat mengembangkan kreativitas siswa. 4) Penataan Ruang Kelas Kelas sebagai tempat beraktivitas belajar tentu mempengaruhi efektivitas dan kelancaran dalam pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe STAD. Karena itu, penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan 25 situasi dan kondisi ruang kelas. Menurut Lie (2008: 52) ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penataan ruang kelas, yaitu: ukuran ruang kelas; jumlah siswa; tingkat kedewasaan siswa; toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalulalang siswa; toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain; pengalaman guru dalam melaksanakan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pengalaman siswa dalam melaksanakan model pembelajaran cooperative learning. 2.3. Hasil Belajar 2.3.1. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar 2.3.1.1. Pengertian Belajar Pengertian belajar yang lebih modern diungkapkan Morgan dkk dalam Sunarto (2009) sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Definisi yang kedua ini memuat dua unsur penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah laku, dan kedua perubahan yang terjadi adalah terjadi karena latihan atau pengalaman (Mulyani Sumantri dalam Sunarto, 2009). Joko Susilo (2009: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan. Menurut Oemar Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar 26 merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang. Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu: 1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku. 2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. 3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. 2.3.1.2 Pengertian Hasil Belajar Menurut pendapat Slameto (2010: 2), belajar adalah sustu proses menurut para ahli psikologi pengertian belajar merupakan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. “ Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesutu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam didefinisikan dengan lingkungan”. Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasilbelajaradalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasilbelajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000) Dalam ranah kognitif, hasilbelajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman, (3) Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi. Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Peniruan (menirukan gerak), (2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), (3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), (5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar). Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) Merespon (aktif berpartisipasi), 27 (3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan (5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup). Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut adalah perubahan yang relatif menetap, dimana perubahan itu terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan ketrampilan. 2.3.1.3 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah peserta didik menerims pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyususn dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga bagi yaitu: a) keterampilan dan hasil belajar, b) pengetahuan dan pengertian, c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahasa yang ada pada kurikulum sekolah, Nana Suhjana, (2004:22). 2.3.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (1986:4), faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut: a. Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor dalam meliputi: 1. Kondisi fisiologis Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah juga akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping kondisi tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan 28 membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah keterangan orang lain. Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera mata dan telinga mempunyai peranan yang sangat penting. Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam Tu’u 1990:40), bahwa pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera lihat, 13% melalui indera dengar, dan 12% melalui indera lainny 2. Kondisi psikologis Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap proses dari hasil belajar yaitu: a. Kecerdasan Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas dan waktu yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan pelajaran sama. Hasil pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan istilah IQ (Intelligence Quotion). Berbagai hasil penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah.Tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai prestasi belajar, termasuk prestasi-prestasinya lain sesuai macam-macam kecerdasan yang menonjol yang ada pada dirinya.Hal itu dapat kita ketahui umumnya tingkat kecerdasan yang baik dan sangat baik cenderung lebih baik angka nilai yang dicapai siswa. b. Bakat Di samping Intelegensi, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisan dari orang tua. Bagi seorang siswa bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Ada siswa yang berbakat dalam bidang ilmu sosial, 29 dan ada yang di ilmu pasti. Karena itu, seorang siswa seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut apabila diberi kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi. Sebaliknya, seorang siswa ketika akan memilih bidang pendidikannya, sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada padanya. Untuk itu, sebaiknya bersama orang tuanya meminta jasa layanan psikotes untuk melihat dan mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan, baru menentukan pilihan. c. Motivasi dan perhatian Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu. Perhatian adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu. Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila seorang siswa menaruh minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi pada mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaran-pembelajaran di sekolah. Dengan minat dan perhatian yang tinggi, kita boleh yakin akan berhasil dalam pembelajaran. d. Motivasi Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi belajar kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam belajar, kalau siswa mempunyai motivasi yang baik dan kuat, hal itu akan memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi prestasi belajarnya. e. Emosi 30 Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, misalnya siswa yang emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati pengalaman yang didapatnya dalam suatu pembelajaran. f. Kemampuan kognitif Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir, menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif berkaitan erat dengan ingatan dan berfikir seorang siswa. b. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Lingkungan alami, yaitu yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu, cuaca, udara, pada waktu itu dan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung. 2) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan murid dengan guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar sosial yang baik, mesra dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa. 2.4. Hakekat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.4.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Menurut Suyoso (1998) “Ilmu pengetahuan alam (IPA) berasal dari kata SAIN yang berarti alam. Sain merupakan ilmu pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistimatis, berobyek, bermetode dan berlaku secara universal”. 31 2.4.2 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Pembelajaran IPA memiliki beberapa tujuan pembelajaran bagi peserta didik. Menurut Refandi (2006) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI memiliki beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya adalah sebagi berikut: a. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep IPA yang bermanfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. b. Mengembangkan rasa ingin tahu dan mitivasi untuk menggali pengetahuan baru sehingga terjadi respon positif tentang adanya hubungan yang saling menpengaruhi antar IPA, lingkungan teknologi dan masyarakat. Pendapat lainya yaitu Bernal (1998), juga menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran IPA bagi peserta didik, memiliki berbagi kemampuan. Kemampuan tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 3. Mengembangkan ketermpilan proses untuk menemukan dan menyelidiki alam sekitar, sehingga mampu memecahkan masalah dan membuat keputusan yang hasil alhirnya adalah memperoleh manfaat atas segala tindakan Kesimpulan dari beberapa pengertian dan tujauan IPA yaitu belajar Sain tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi harus dikembangkan serta diaplikasikan kedalam bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 2.4.3. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Menurut silabus Ilmu Pengetahuan Alam Dasar yang diterbitkan Oleh Konsorium MKDU Direktur Jendral Perguruan Tinggi Depdiud serta Direktur jendral Perguruan Tinggi Agama Jakatra, Materi IAD Meliputi: i. Perkenalan dengan IPA. ii. Ruang lingkup IPA. iii. IPA dan perkembangan Biologi. iv. Dampak perkembangan IPA dan teknologi terhadap kehidupan manusia. v. IPA, teknologi dan kelangsungan hidup manusia. 32 2.4.4. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) IPA memiliki ciri-ciri sebagiamana disiplin ilmu lainya. Setipa disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri khusus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta atau yang menyatakan hubungan antara suatu denga lainya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistimatis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989:93) Ciri-ciri / karakteristik khusus tersebut dipaparkan sebagai berikut : a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan model ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya. b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang sersusun secara sistimatis, dan dalam menggunakan secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. c. IPA merupakan pengetahuan Teoritis, teroritis IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi eksperimen, menyimpulkan, penyusunan teori, observasi dan demikian seterusnya kaitan mengait antara cara yang satu dengan cara yang lain. d. IPA merupakan sutau rangkaian konsep yang saling berkaitan, dengan baganbagan konsep yang telah dikembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimen dan observasi lebih lanjut ( Depdiknas, 2005). e. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah melupiti pengamatan penyusunan hipotesa, perancangan, eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui kesimpulan. eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan 33 2.5. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Berbagai penelitian menunjukan bahwa di samping pembelajaran Model Kooperatif Tipe STAD membantu mengembangkan tingkah laku Kooperative siswa secara bersama membantu siswa dalam membantu siswa dalam akademis mereka. Slavin dalam Ibrahim (2001: 16) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi Bahasa, Geografi, Ilmu Sosial Sain, Matematika dan Bahasa Inggris, studi yang ditelah dilakasanakan di sekolah-sekolah pinggiran dan pedesaan Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman dari 45 laporan 37 menunjukan bahwa hasil akademis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Dari hasil eksperimen yang dilakukan oleh Umi Niswati yang berjudul “Penerapam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan penguasaamkonsep waktu pada mata pelajaran Matematika Kelas 1 SD Negeri Mronjo 02. Peningkatan prestasi siswa ditunjukan dari nilai rata-rata pre-test dan post-tes, pada pre-test dengan hasil 70%. Sedangkan pada post tes meningkat menjadi 95%. Jadi penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada penguasaan konsep perhitungan waktu jam secara bulat. Dari penelitian yang telah dilakukan Sasmita yang berjudul “ Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas V Negeri Cimurid Cianjur ” (http : / digilib. upi. Edu/ pasca/available / etd-0621106-1242541). 5,29. Diberi tindakan pada Siklus I, Siklus II dan Siklus III dengan menggunakan metode Kooperatif Tipe STAD. Ratarata nilai pada siklus I : 5,79. Rata-rata nilai pada Siklus II : 6,58 dan rata-rata nilai pada Siklus III : 7,95. Data tersebut telah diolah dengan cara memprosentasikan jumlah nilai seluruh siswa dibagi jumlah siswa. Ada peningkatan dari setiap Siklus dengan Siklus sebelumnya. Hal ini berarti bahwa pelajaran menggunakan metode Kooperatif Tipe STAD memberikan peningkatan terhadap hasil belajar. 34 2.6. Kerangka Berpikir Pada penjelasan di atas, telah disebutkan bahwa metode pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (student teams achievement division),memungkinkan siswa dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk bekerjasama dengan teman-teman lainnya, karena dalam pembelajaran ini, siswa didorong untuk bagaimana memecahkan sebuah masalah bersama-sama dengan kelompoknya. Selain itu, siswa secara individu dapat terbentuk menjadi siswa yang aktif dan mencintai belajar, karena sebagai individu, siswa juga dipercayakan untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok. Semboyan yang terkenal dalam pembelajaran model Kooperatif Tipe STAD (student teams achievement division) adalah kesuksesan seseorang adalah kesuksesan kelompok, dan kesuksesan kelompok adalah kesuksesan orang per orang di dalam kelompok tersebut. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran ceramah. Siswa tidak dilibatkan untuk berinteraksi dengan temannya dalam proses belajar mengajar, tetapi siswa dituntut untuk hanya terlibat dengan gurunya. Dengan metode pembelajaran ceramah, siswa jarang diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama dengan teman-temannya. Akhirnya, siswa tidak dibiasakan untuk belajar bekerjasama dengan orang lain yang ada di sekitarnya, dalam memecahkan sebuah masalah belajar yang sedang dihadapinya. Berdasarkan kedua hal ini, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode kooperatif tipe STAD (student teams achievement division) lebih baik, dibandingkan dengan hasil belajar metode ceramah. Untuk membuktikan hal itu, maka kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian ini akan mengambil dua kelas dari dua sekolah yaitu SDN Dukuh 03 Salatiga dan SDN Kecandran 01 Salatiga. Siswa kelas V dari kedua sekolah ini yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini. Pada siswa kelas V SDN Dukuh 03 Salatiga, akan menerima perlakuan yaitu pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode ceramah; atau siswa ini digunakan sebagai kelompok kontrol. Sedangkan siswa SDN Kecandran 01, akan terapkan pembelajaran 35 dengan metode belajar kooperatif tipe STAD (student teams achievement division; atau siswa SD ini akan digunakan sebagai kelompok eksperimen. Sebelum diterapkan metode pembelajaran ceramah dan kooperatif tipe STAD pada kedua siswa di sekolah ini, dilakukan pre-test untuk mengetahui nilai rata-rata yang diperoleh. Setelah dilakukan pre-test, para siswa dari kedua sekolah ini akan diberi perlakuan dengan model pembelajaran ceramah untuk siswa kelas V SDN Dukuh 03 Salatiga, dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement division ) untuk para siswa SD Negeri Kecandran 01 Salatiga. Setelah menerima perlakuan pembelajaran dengan dua metode belajar tersebut, siswa kembali diuji dengan tes yang disebut post-test. Nilai antara atau perubahan yang dialami setelah penerapan pembelajaran itulah yang kemudian dianalisis untuk dilihat apakah ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar para siswa dari kedua sekolah tersebut. Adapun jika digambarkan dalam bagan, maka kerangka berpikir itu adalah sebagai berikut: Siswa kelas V SDN Siswa kelas V SDN Kecandran 01 Dukuh 01 Pre-test Pre-test Dukuh 03 Metode pembelajaran Kooperatif tipe STAD (student teams achievement division) Metode pembelajaran Konvensional ( ceramah) Post-test Hasil Belajar Post-test Bagan: 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian 36 2.7. Hasil Uji Hipotesis Dari kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini diatas, maka dapat dirumuskan “ Ada pengaruh yang positif dan signifikan dengan penggunaan model kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa kelas V SD Negeri Kecandran 01 Salatiga Kecamatan Sidomukti Kabupaten Semarangsemester II Tahun Pelajaran 2011/2012”.