Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Dahlan Isjoni, (2010: 49), model pembelajaran dapat diartikan
sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum,
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas.
Menurut Ismail (2003), menyatakan model pembelajaran mempunyai makna yang
luas dari pada strategi, model atau prosedur. Satuan model pembelajaran
mempunyai ciri khusus yang dimiliki strategi atau motode yaitu, rasional, teoritis
yang logis yang disusun oleh penciptanya. Tujuan pembelajaran yang akan
dicapai tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan serta di lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Model dapat juga diartikan sebagai kerangka
kenseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model
mengajar dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan
melukiskan prosedur yang sistimatik dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman bagi perencanaan bagi guru dalam melaksanakan aktivitas
pembelajaran Sagala, (2005:175-176). Menurut Muslimin dkk (2000), semua
model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan
struktur penghargaan. Menurut Muslimin dkk (2000), pebelajaran kooperatif
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kooperatif Learning Tipe STAD berasal dari kata Cooperative yang
artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling menbantu satu
sama lainnya satu kelompok atau satu tim. Slavin Isjoni, (2010: 15) mengemukan
“ In cooperative learning method students work together in four member team to
moster material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat
dikemukan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana
6
sistem belajar dan kerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4.6 orang secara
kolaborasi sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Menurut Johnson & Johnson Isjoni, (2010:17) Kooperatif tipe STAD
adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam satu kelompok kecil agar
siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan
mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Indriasih (2009:79),
pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisipasi siswa, memfasilitaskan siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan
dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinterakasi dan belajar bersama-sama. Tiga konsep sentral yang
menjadi karaktersistik pembelajaran kooperatif tipe STAD bagaimana diketahuai
Slavin Isjoni, (2010) yaitu:
1. Penghargaan kelompok
Pembelajaran koperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok.
2. Pertanggung jawab individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Adanya pertanggung jawab secara individu juga menjadi
setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara
mandiri tanpa bantua sekelompoknya.
3. Kesempatan yang sama untuk berhasil
Pembelajaran kooperatif
Tipe STAD menggunakan
model Pembelajar
yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang
adiperoleh sebelumnya. Dengan menggunakan model skoring ini setiap
siswa baik prestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh
kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang
dirangkum Ibrahim Isjoni, (2010) , yaitu : a) hasil belajar akademik, b)
penerimaan terhadap perbedaan individu, c) pengembangan keterampilan
sosial.
7
2.1.2 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD ((Student Teams-Achievement Division) (Pembagian pencapaian
tim siswa), merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana, dan merupakan model yang palingbaik untuk permulaan bagi guru
yang baru meggunakan pendekatan kooperatif Slavin, (2010:143).
Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi
pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan model teknik pembelajaran
secara spesfik. Penguasaan model pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan
peserta
didi
dalam
pembelajaran.
Model
pembelajaran
adalah
bentuk
pembelajaran yang mengambarkan kegiatan dari siswa sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dalam model pembelajaran terdapat strategi
pencapaian kompetensi peserta didik dengan pendekatan metode, dan teknik
pembelajaran tertentu. Dengan kata lain Studen Teams Achtievement Division
(STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran
kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru nebggunakan
pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu model
pembelajaran kooperatif yang aktif.
Roesityah (1988:15) mengemukakan “kerja kelompok adalah kelompok
siswa yang terdiri dari atas 5 siswa, bekerja bersama dalam memecahkan masalah
atau melakukan tugas tertentu, dan berusaha mencari tujuan pembelajaran,
sedangkan “ Thabrany (1993: 96) mengemukan kerja kelompok sebagai proses
kelompok yang anggotanya antara 3, 5, atau 7 orang.”Rohani dan Ahmadi (1995:
64) menyatakan bahwa pembelajaran STAD adalah totalitas aktivitas belajar
mengajar yang diawali dengan perencanaan diakhiri dengan evaluasi. Ari evaluasi
ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai
tujuan-tujuan
khusus
pembelajaran,
menyusun
rencana
pembelajaran,
memberikan informasi bertanya, menilai, dan sebagainya.
Menurut slavin (1995:71) STAD merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Guru membagi peserta didi menjadi kelompokkelompok yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan,
berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
8
a. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD) adalah strategi pembelajaran yang
dirancang secar berkelompok, dimana siswa belajar bersama dan saling membantu
dalam membantu dalam menbuat tugas dengan penekanan pada situasi untuk
saling membantu diatas kelompok. Dengan sifatnya yang saling membantu dan
mendukung satu sama lain, maka dalam pembelajaran kooperatif tidak ada
kompetisi, sebab keberhasilan belajar adalah keberhasilan kelompok.
Tujuan utama diterapkan pembelajaran kooperatif adalah untuk
menciptakan suatu situasi dimana keberhasilan dapat tercapai bila siswa lain juga
mencapai tujuan tersebut. Menurut Suyanto (2009), ada lima prinsip mendasar
pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) positive independent; saling bergantung
secara positif, artinya anggota kelompok menyadari bahwa mereka perlu bekerja
sama untuk mencapai tujuan. (2) face to face interatction: semua anggota-anggota
berinteraksi saling berhadapan, (3) individu : accountability : Setiap anggota harus
belajar dan menyumbang demi pekerjaan dan keberhasilan kelompok, (4) Use of
collaborative/ social skills: keterampilan bekerja sama dapat berkolaborasi, (5)
Group processing : siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan pembelajaran kooperatif: (1)
Hasil kerja adalah hasik kelompok, (2) penghargaan untuk kelompok bukan untuk
perorangan,(3) Setiap anggota mempunyai peran / tugas yang merupakan bagian
dari tugas kelompok, (4) antar anggota saling memberi dukungan dan saling
membantu, (5) Guru memberi feedback untuk kelompok, (6) semua anggota
bertanggung jawab atas tugas kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang
dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif
untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional Rustaman et al,
(2003: 206). Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil
si pembelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar
mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara
berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggotaanggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajaran
9
dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok
bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman
anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan
atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan (Karen
L.Medsker and Kristina M. Holdsworth, 2001: 287).
Kooperatif tipe STAD mengacu pada metode pengajaran dimana siswa
bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 3 (tiga) siswa
yang mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994), dan ada yang
menggunakan ukuran kelompok Johnson, 1994; Kagan, 1992;
Kerjasama dalam kelompok merupakan kebutuhan yang sangat penting
artinya bagi kelangsungan hidup. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri lagi pada
kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup secara individual tanpa bantuan dari
orang lain. Sehingga dalam proses belajar juga manusia diusahakan dapat saling
bekerja sama untuk memperoleh tujuan belajar yang sesuai dengan harapan.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement
division). Pembelajaran kooperative tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk.
Langkah-langkah penerapan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang dicapai.
b) Guru memberi tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akan
diperoleh skor awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
tetapi tetap mementingkan kesetaraan.
d) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompentensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya
digunakan penguatan pemahaman materi.
e) Guru menfasilitaskan siswa dalam membuat rangkuman. Mengarahkan, dan
menberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
10
f) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutmya.
b. Tujuan Kooperatif Tipe STAD
Tujuan model pembelajaran tersebut menurut Eggen dan Kauchak
Winayarti, (2010: 12), adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan partisipasi peserta didik.
2. Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan
kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok.
3. Memberi kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya.
Jadi, dengan demikian seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim dkk
Winayarti (2010: 12), bahwa inti tujuan dari model pembelajaran tersebut
meliputi tiga aspek penting yaitu aspek hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pada dasarnya, tidak semua kerja kelompok dapat dikatakan sebagai
cooperative learning. Terdapat ciri khusus kelompok yang disebut sebagai
kelompok pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menurut Lie (2003: 30) ada lima
unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kelompok, agar pembelajaran
tersebut dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelima
unsur itu meliputi:
1) Saling ketergantungan positif
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara individual dan sangat
tergantung
terhadap
pertolongan
sesamanya.
Prinsip
tersebut
diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas untuk membangkitkan rasa
kebersamaan. Pembentukan kelompok-kelompok kerja dalam pemberian tugas
terstruktur di kelas memberikan nilai lebih untuk menanamkan kerjasama demi
mencapai tujuan yang sama. Slavin (2008: 8-9), mengungkapkan bahwa inti
11
dari pembelajaran kooperatif
tipe STAD ialah mereka saling mendukung
untuk berhasil, mereka akan mendorong anggota kelompoknya untuk lebih
baik dan akan membantu mereka melakukannya. Seringkali para siswa mampu
melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menjelaskan gagasan-gagasan
yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa yang digunakan guru
ke dalam bahasa anak-anak. Di samping itu, semua anggota kelompok
berusaha untuk saling menguntungkan, sehingga semua anggota kelompok bisa
memperoleh makna dari kebersamaan. Adapun makna yang diperoleh seperti
berikut:
a) Merasakan keuntungan dari setiap usaha teman lainnya, secara harafiah ini
berarti kesuksesan anda bermanfaat bagi saya dan keberhasilan saya
bermanfaat untuk anda.
b) Menyadari bahwa semua anggota kelompok mempunyai nasib yang sama,
artinya tenggelam dan mengapung kita bersama.
c) Tahu bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh orang lain dalam satu
kelompok, artinya kami tidak dapat melakukan tanpa anda.
d) Merasa bangga dan merayakan bersama ketika salah satu anggota kelompok
mendapatkan keberhasilan, sebagai contoh: kami semua merasa sukses atas
kesuksesan anda.
Peranan pengajar sangatlah menentukan keberhasilan sistem pengajaran
ini. Lie (2008: 32) menambahkan untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif,
pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar lain bisa mencapai tujuan
mereka. Dengan cara ini, setiap anggota merasa bertanggungjawab untuk
menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Di samping itu, penilaian
yang dilakukan oleh pengajar harus dilakukan dengan cara yang unik. Setiap
siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk
dari “sumbangan” setiap anggota kelompok, untuk menjaga keadilan.
12
2) Tanggungjawab perseorangan
Menurut Slavin (2009: 10), tanggungjawab individual maksudnya ialah bahwa
kesuksesan kelompok bergantung pada pembelajaran individual dari semua
anggota kelompok. Tanggungjawab difokuskan pada kegiatan anggota
kelompok dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan memastikan
bahwa setiap orang dalam kelompok siap untuk mengerjakan tugas, tanpa
bantuan teman sekelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
pembelajaran siswa apabila kelompok dihargai berdasarkan pembelajaran
individual
dari
tiap anggotanya.Unsur
tanggung
jawab
perseorangan
merupakan akibat langsung dari unsur saling kebergantungan positif. Karena
itu, Lie (2008: 33) mengatakan bahwa jika tugas dan pola penilaian dibuat
menurut prosedur model pembelajaran kooperatif tipe STAD, setiap siswa
akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pada akhirnya,
siswa akan dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Hal ini
dikarenakan bahwa guru tidak hanya memberikan tugas untuk kelompoknya
saja, tetapi siswa pun secara individu memiliki tugas yang harus dikerjakan.
3) Tatap muka
Dampak positif dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah terciptanya interaksi positif antara sesama anggota kelompok untuk
memudahkan transformasi informasi anggota kelompok. Hal ini sejalan dengan
pendapat Lie (2008: 33-34), bahwa kegiatan interaksi ini akan memberikan
para pembelajar untuk siap membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang
dimiliki oleh setiap anggota kelompok menjadi modal utama dalam proses
saling memperkaya antar anggota kelompok.
4) Komunikasi antar anggota
Proses interaksi antar anggota kelompok akan berjalan lancar, jika komunikasi
berjalan baik. Untuk itu, setiap anggota kelompok perlu memiliki ketrampilan
berkomunikasi. Menurut Lie (3008: 34), sebelum menugaskan siswa dalam
13
kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi kepada siswa,
karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.
Keberhasilan suatu kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.
5) Evaluasi proses kelompok
Setiap proses perlu mengadakan evaluasi sebagai refleksi untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan dalam proses tersebut, sehingga proses berikutnya
akan berjalan lebih baik lagi. Karena itu, agar evaluasi ini dapat memberikan
arahan serta informasi terhadap hasil pekerjaan siswa dan kegiatan proses
belajar mengajar berlangsung, maka informasi diberikan ini harus meliputi
tujuan yang dicapai kelompok, bagaimana mereka melakukan kerjasama saling
membantu dengan teman satu kelompok, dan bagaimana mereka bersikap dan
bertingkah laku positif agar baik setiap siswa maupun kelompok menjadi
berhasil dan kebutuhan apa saja yang harus dilengkapi agar tugas selanjutnya
dapat dilaksanakan dengan baik. Agar hal ini terjadi, menurut Lie (2008: 35),
menyatakan bahwa pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar
selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif. Format evaluasi disesuikan dengan
tingkat pendidikan siswa. Waktu evaluasi disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi siswa.
d. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Dalam bagaian berikut akan disampaikan beberapa karakteristik
pembelajaran kontetesk tual yang dikemukan pleh beberapa alhi. Menurut
Johnson (2002:24) dalam Nurhadi, (2004:14), ada delapan komponen utama
dalam sistem pembelajaran kontekstual, seperti dalam rincian berikut :
1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan(doing significant word)
3. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)
14
4. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi
akademis.
5. Anggota-anggota
dalam
kelompok
diatur
terdiri
dari
siswa
yang
berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
6. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda
suku, budaya, dan jenis kelamin.
7. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan ketrampilan kooperatif yang harus ada
dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Functioniong (pengaturan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina
hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
b. Forming (pembentukan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
c. Formating (perumusan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang
dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan
menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting (penyerapan), yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,
mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk
memperoleh kesimpulan.
e. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Selain ciri-ciri pembelajaran cooperative learning, yang penting untuk
diingat dalam pembelajaran cooperative learning adalah prinsip dari pembelajaran
cooperative learning itu sendiri. Lungdern (dalam Mustikasari, 2007: 22),
mengemukakan ada tujuh prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif. Ketujuh
prinsip itu antara lain:
1) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam dan berenang bersama
(we sink and swim together).
15
2) Siswa memiliki tanggungjawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, di
samping memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari
materi yang dihadapi.
3) Siswa harus memiliki pandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama.
4) Siswa harus berbagi suatu penghargaan atau hukuman yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
5) Siswa akan diberi suatu penghargaan atau hukuman yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh ketrampilan
bekerjasama selama belajar.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkana secara individual materi yang
dipelajari dalam kelompok kooperatif.
Melihat uraian di atas, pembelajaran kooperatif dapat dikatakan lebih
efektif dibandingkan dengan pembelajaran biasa (ceramah), karena melalui
pembelajaran kooperatif, siswa lebih leluasa untuk saling memberi dan menerima
materi pelajaran, tanpa adanya rasa segan. Sesuai dengan yang dikatakan Lie
(2005: 12), bahwa pengajaran rekan sebaya (peer teaching), ternyata lebih efektif
daripada pengajaran oleh guru, dikarenakan sebagai rekan sebaya, mereka
memiliki schemata yang mendekati kesamaan dibandingkan dengan schemata
guru.
f. Tahap-tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Winayarti memberikan penjelasan bahwa tahap (langkah-langkah/fase)
model kooperatif tipe STAD seperti pada gambar dibawah ini:
16
Tabel 2.1
Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
FASE-FASE
PEMBELAJATAN
KEGIATAN GURU
Fase 1: Menyampaikan salam Guru menyampaikan salam dan doa
pembuka dan motivasi kepada pembuka dan memotivasi siswa
siswa
Menyampaikan
semua
tujuan
pembelajaran tersebut dan motivasi siswa
belajar
Fase 2: Menyajikan materi dan Guru menyajikan materi pelajaran yang
mengimformasikan
akan disampaikan kepada peserta siswa
dengan demontrasi atau melalui kajian
bahan bacaan, mendemonstrasikan dan
menyajikan pelajaran
Fase 3: Mengorganisasikan siswa Guru menjelaskan kepada peserta didik
dalam kelompok belajar
bagaimana cara membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok
agar melakukan tugas kelompok dengan
kompak secara efisien, membentuk
kelompok yang anggotanya 4 -5 orang
secra hetrogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin suku, ras, dll)
Fase 4: Membeimbing kelompok Guru akan membimbing kelompokbekerja dan belajar
kelompok belajar pada saat mengerjakan
tugas mereka, kemudian guru memberi
tugas kepada kelompok untuk dikerjakan
oleh
anggota-anggota
kelompok.
Kelompok tahu menjelaskan pada
anggota kelompok anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok
itu mengerti, sehingga setiap kelompok
bisa menjawab dan dapat mengeluarkan
pendapat baik benar maupun salah.
Fase 5: Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Cahaya Dan Sifat-sifatnya yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: kesimpulan
Kemudian guru bersama-sama peserta
didik membuat kesimpulan mengenai
materi yang sudah dipelajaran hari ini
Sumber : Ibrahim, dkk. 2000:10
17
g. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Lie (2005:2) merupakan keunggulan Kooperatif learning dibandingkan
dengan model pembelajaran lain ( model ceramah) adalah :
a) Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya.
b) Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.
c) Meningkatkan daya ingatan siswa.
d) Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara
lisan.
e) Meningkatkan rasa percaya diri siswa.
f) Membantu meningkatkan hubungan positif antar sisa.
g) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran cooperative
learning memiliki berbagai macam tipe atau motode yang dapat digunakan sesuai
kebutuhan. Tipe-tipe pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah
(Make a-match) pembelajaran yang mencari pasangan, jigsaw (model tim ahli),
group investigation go around,Think Pair and Share, make a-match (mencari
pasangan), teams assisted individualization (TAI), teams games tournaments
(TGT), cooperative integrated reading and composition (CIRC), dan sebagainya.
Khusus dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan salah satu
Model diantara berbagai model yang disebutkan di atas, yaitu metode diantaranya
sebagai model yang disebutkan di atas, yaitu model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD (menggunakan kelompok kecil)
2.2 Tipe STAD (student teams achievement division)
2.2.1 Pengertian STAD (student teams achievement division)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari
model kooperatif dengan menggunakan Kelompok-kelompok kecil dengan jumlah
anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara hitrogen. Diawali dengan
penyampaian tujuan pembelajaran penyampaian materi, kegiatan kelompok. atau
teknik mengajar merupakan cara-cara yang digunakan dalam proses belajar
18
mengajar untuk mencapai tujuan Winayarti, (2010: 3). STAD (student teams
achievement division) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi
para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif Robert E. Slavin
(1986a,b).
Tipe STAD merupakan satu teknik pembelajaran yang memberikan tugas
untuk
membagi
dalam
beberapa
berkelompok
kepada
siswa
melalui
kuis/pertanyaan yang dijawab dalam masing-masing kelompok, jika dalam
melaksanakan kusi tidak boleh saling membantu, peserta didik harus bisa
menjawab perindividu, kemudian dalam melakukan pertanyaan semua kelompok
yang sudah dibagi harus bisa menjawab, dan jika ada kelompok yang tidak bisa
menjawab maka temannya yang satu kelompok harus membantu untuk menjawab,
sehingga dalam kelompok masing-masing saling adanya kerja sama, membantu
menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dengan kelompok yang sudah
dibentuk bersama-sama guru maka dari situ peserta didik bisa melihat siswa ada
yang bisa menjawab, ada yang standar, dan kemudian ada yang tidak tahu sama
sekali, berbeda agama, suku, ras dll, maka dari itu dibentuk sebuah pembelajaran
berbentuk kelompok, agar siswa guru bisa tahu kemampuan siswa perindividu,
kemudia dari pembelajaran ini siswa akan merasa senang dan mempunyai
pengalaman dan pengetahuan yang baru, dikarenakan adanya kerja sama dan
saling mengenal satu sama lain, soal yang diberikan guru itu dijawab itu sama,
sehinga dengan teknik ini siswa mampu aktif dan bekerja sama dengan rekanya
dam menyelesaikan tugas yang diberikan.
Tipe STAD (student teams achievement division) mengutamakan
ketelitian dan kerja sama dalam menyelesaikan masalah, serta memberikan
kenyamanan dalam menyelesaikan masalah, karena siswa mencarai mencari
membentuk kelompoknya dan juga dibantu guru.
19
2.2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Tipe STAD (student teams achievement
division)
Langkah-langkah penerapan tipe STAD (student teams achievement
division) dipaparkan oleh Slavin, (2009: 133) sebagai berikut:
a) Guru mempersiapkan siswa sebelum pelajaran
b) Guru menyiapkan materi dan menjelaskan Tujuan pembelajaran yang akan
disampaikan.
c) Guru menyajikan pelajaran kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan
atau lewat bacaan
d) Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orng secara hetrogen (presentas
jenis kelamin, suku agama dll).
e) Guru membimbing dan memberikan tugas kepada kelompok untuk
dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok guru memberi pertanyaan kepada
seluruh peserta didik.
f) Memberikan evaluasi hasil belajar tentang materi Cahaya dan Sifat-sifatnya
dan masing-masing kelompok mewakilkan mempresentasikan hasil kerjanya.
g) Guru bersama-sama membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka selanjutnya tahap-tahap yang
perlu dipersiapkan selanjutnya dalam penerapan kooperatif tipe STAD (student
teams achievement division) adalah sebagai berikut:
1) Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ini, guru membentuk kelompok yang akan
dibagikan kepada siswa. Kelompok-kelompok tersebut, sebelumnya telah dibuat
oleh guru berdasarkan materi yang akan disampaikan pada kegiatan belajar
mengajar (KBM) sesuai dengan RPP dan Silabus. Pembuatan kelompokkelompok tersebut terbagi dalam dua kategori yaitu pertanyaan dan jawaban.
Kelompok-kelompok yang nanti akan terbentuk, didasarkan pada kelompoknya
pertanyaan dan jawaban itu. Pembuatan kelompok tidak memilih teman agama,
suku dll, tidak terpatok ke dalam satu pertanyaan dan satu jawaban, tetapi
disesuaikan dengan kebutuhan jumlah anggota kelompok yang diinginkan oleh
20
guru. Artinya dalam dua kategori tersebut, bisa berbentuk 1 kelompok pertanyaan
dengan 1-3 kelompok jawaban.
Disamping mempersiapkan kelompok, guru juga merencanakan alokasi
waktu untuk kegiatan pembentukan kelompok. Alokasi waktu disesuaikan dengan
banyaknya jam pelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah. Selanjutnya akan
dilaksanakan penyampaian materi oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar siswa
dapat memperoleh gambaran mengenai materi yang akan dibahas dalam KBM.
Selain itu, ini juga demi membantu siswa agar tidak terlalu kebingungan dalam
mencari pasangan kelompoknya berdasarkan pertanyaan atau jawaban dalam
kartu, karena siswa telah dibekali materi oleh guru.
2) Tahap Pembentukan Kelompok
Tahapan ini merupakan kegiatan utama dalam tipe STAD (student teams
achievement division). Pada tahapan ini terbagi dalam kegiatan, diantaranya:
a. Pembagian kelompok
Dalam kegiatan ini, guru membagikan kelompok-kelompok 4-5 orang yang
telah dipersiapkan pada tahapan sebelumnya kepada siswa. Tiap siswa
masing-masing mendapatkan kelompoknya untuk itu siswa sudah dibentuk
kelompok, guru akan membagikan tugas kepada masing kelompok untuk
mengerjakan pertanyaan yang guru berikan, dan guru juga memberikan
kuis/pertanyaan , jika guru memberikan kuis tidak ada salah satu yang boleh
membanti harus benar-benar perindividu yang menjawab sendiri, guru
memberikan kesempatan beberapa menit kepada kelompok masing-masing
untuk memikirkan jawaban atau pertanyaan yang sesuai dengan isi
pertanyaan/soal tersebut. Waktu diberikan disesuaikan dengan alokasi waktu
dalam KBM sesuai RPP.
b. Pembentukan kelompok
Kegiatan selanjutnya adalah pembentukan kelompok. Pada kegiatan ini, guru
meminta tiap siswa membentuk kelompok-kelompok setelah pembentukan
kelompok siswa masing-masing bergabung dengan kelompoknya masingmasing untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam
pembentukan kelompok ini, guru memberikan watku kepada siswa sesuai
21
dengan perencanaan pada tahap persiapan. Tingat waktu yang diberikan oleh
guru ini, berpengaruh terhadap penghargaan yang akan diberikan oleh guru
kepada siswa ketika proses pembentukan kelompok.
Selanjutnya, guru memeriksa validitas dari pembentukan kelompok ini. Guru
masuk ke dalam tiap-tiap kelompok dan memeriksa kecocokan dari tiap-tiap
anggota kelompok tersebut. Jika belum ada yang benar, guru memberikan
waktu kembali kepada masing-masing kelompok untuk memperbaiki
anggota kelompoknya. Namun, jika pembentukan kelompok sudah benar,
makan dilanjutkan pada kegiatan berikutnya.
c. Penghargaan
Penghargaan dilakukan dalam proses pembentukan kelompok. penghargan
ini bersifat individu maupun kelompok. Pemberian penghargaan ini
dilakukan untk mendapatkan antusias siswa yang lebih dalam kepada KBM,
sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Pedoman penghargaan
siswa dilakukan dengan skor sesuai dengan waktu yang ditempuh dalam
pembentukan kelompok.
3) Tahap Kegiatan Kelompok
Dalam tahapan ini, setiap siswa melaksanakan kelompok kerja
berdasarkan kelompok yang dibentuk dalam tahapan sebelumnya. Setiap
kelompok memecahkan masalah yang terdapat dalam gabungan tiap-tiap kartu
anggota kelompoknya. Ketika kerja kelompok berlangsung, setiap siswa berhak
meminta bantuan guru untuk membantu mengarahkan kelompoknya dalam
memecahkan masalah. Di samping itu, guru juga memberikan tenggat waktu
kepada setiap kelompok untuk bekerja sesui dengan alokasi waktu dalam KBM.
Setiap kelompok yang sudah selesai mengerjakan tugas kelompoknya, berhak
mendapatkan penghargaan sesuai dengan pedoman waktu yang telah ditetapkan
dan mendapatkan kesempatan pertama untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya.
4) Tahap Presentasi Kelompok
Tahapan presentasi merupakan tahapan berikutnya, setelah tiap
kelompok selesai mengerjakan tugas kelompoknya. Dalam tahapan ini terbagi ke
22
dalam dua yaitu presentasi kelompok dan tanya jawab antar kelompok. Setiap
kelompok mengutus wakilnya untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya di
depan. Guru sebagai fasilitator memberikan alokasi waktu kepada tiap-tiap
kelompok secara rata untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya dan untuk
mengadakan sesi tanya jawab. Pembagian alokasi waktu oleh guru diharapkan
agar setiap kelompok dapat tampil ke depan untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya. Di samping itu, guru juga mengadakan penilaian terhadap
keaktifan individu siswa selama kegiatan presentasi kelompok sedang
berlangsung. Setelah semua kegiatan presentasi dilaksanakan, maka guru
menyimpulkan seluruh materi yang tersampaikan dalam KBM.
5) Evaluasi
Evaluasi diadakan sebagai tahapan akhir dari seluruh pelaksanaan tipe
STAD (student teams achievement division). Evaluasi dilaksanakan melalui
kegiatan tes. Tes merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa
untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam bentuk lisan, tertulis ataupun
tindakan Sudjana, (2009: 35). Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan
serangkaian kegiatan pembelajaran dengan
tipe STAD
(student
teams
achievement division. ini.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka dapat tergambarkanbahwa
metode ini akan menciptakan mobilitas siswa yang positif di kelas selama
kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Hal ini akan menjadi alternative
solution untuk menjawab keluhan-keluhan guru dalam menghadapi suasana kelas
yang tidak kondusif, sehingga suasana yang tidak kondusif tersebut menjadi hal
yang positif yang dapat membantu dalam keberlangsungan belajar siswa di kelas.
Untuk mengatasi kecenderungan suasana yang tidak kondusif yang
diakibatkan dari penerapan model kooperatif tipe STAD (student teams
achievement division), maka diperlukan teknik-teknik dalam manajemen
pembelajaran. Salah satu teknik manajemen yang dapat digunakan dalam
mengatasi masalah di atas adalah dengan “Sinyal Kebisingan-nol”.
23
Menurut Slavin (2009: 260), sinyal kebisingan-nol adalah sebuah sinyal
yang diberikan kepada para siswa untuk berhenti bicara, untuk membuat mereka
memberi perhatian penuh kepada guru, dan untuk membuat tangan dan tubuh
mereka diam. Selanjutnya, Slavin (2009: 261), menjelaskan beberapa variasi dari
sinyal kebisingan-nol: Menggunakan sebuah alat pengukur waktu, dan hitung
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke kebisingan-nol.Buatlah
sinyal yang berbeda, satu sekedar untuk menurunkan tingkat kebisingan
(misalnya, mengangkat tangan, dan posisi tangan horizontal), yang kedua untuk
menurunkan tingkat kebisingan dan mendapatkan perhatian para siswa untuk
memberikan pengumuman yang ingin anda berikan (mengangkat tangan, dan
telapak tangan posisi vertikal). Gunakan alat pengukur waktu secara acak untuk
menurunkan tingkat kebisingan. Disamping itu, diadakan pemberian poin atau
nilai kepada para siswa yang dapat mencapai tingkat kebisingan nol saat pengukur
waktunya mati.
2.2.3 Pengelolaan Kelas Kooperatif Melalui Tipe STAD (student teams
achievement division)
Untuk memudahkan proses model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(student teams achievement division., maka perlu dirancang suatu pengelolaan
kelas yang efektif dan efisien. Pengelolaan kelas perlu memperhatikan kondisi
ruangan kelas dan psikologis siswa. Menurut Lie (2008: 38), ada tiga hal penting
yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model Kooperatif tipe STAD,
yakni pengelompokan, semangat cooperative learning, dan penataan kelas.
a. Pengelompokan
Pengelompokan merupakan langkah pertama yang dilaksanakan dalam model
pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD.
Menurut
Lie
(2008:
39-41),
pengelompokan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pengelompokan homogen
dan pengelompokan heterogen. Pengelompokan homogen yang sering
dilakukan di kelas berdasarkan prestasi belajar siswa. Menurut Scott Gordon
Lie, (2008: 41), pada dasarnya manusia sering berkumpul dengan sepadan dan
membuat jarak dengan yang berbeda. Selanjutnya Lie (2008: 41), menuturkan
24
jenis pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam
modelpembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelompok heterogenitas dapat
dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang
agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.
Melalui Model kooperatif tipe STAD (student teams achievement division),
pengelompokkan siswa dalam pembelajaran dapat menciptakan dua
kemungkinan pengelompokan, yaitu kemungkinan terjadi pengelompokan
homogen maupun heterogen. Hal ini dikarenakan pemilihan kelompok siswa
didasarkan atas kecocokan pasangan kartu yang diperoleh siswa secara acak.
Di samping itu, pengelompokan bersifat sementara untuk setiap kegiatan
pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, guru dapat membandingkan kerja
kelompok. Sehingga dapat dianalisis pengelompokan mana yang tepat bagi
siswa dalam pembelajaran di kelas.
b. Semangat Kooperatif Tipe STAD
Menurut Lie (2008: 47), agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam
proses pembelajaran model kooperatif tipe STAD, masing-masing anggota
kelompok perlu mempunyai semangat kooperatif tipe STAD. Semangat
tersebut dapat dirasakan dengan membina niat dan kiat siswa dalam
bekerjasama dengan siswa-siswa lainnya. Lebih lanjut Lie (2008: 48-49),
menguraikan beberapa kegiatan yang dapat membina niat siswa dalam
menumbuhkan semangat kooperatif tipe STAD, diantaranya:
1) Kesamaan kelompok, dapat dilakukan dengan cara wawancara kelompok,
lempar bola, dan jendela kesamaan.
2) Identitas kelompok, dapat dilakukan melalui pemberian nama kelompok
yang dapat menumbuhkan semangat kelompok.
3) Sapaan dan saran kelompok. Hal ini disamping menumbuhkan semangat,
juga dapat mengembangkan kreativitas siswa.
4) Penataan Ruang Kelas
Kelas sebagai tempat beraktivitas belajar tentu mempengaruhi efektivitas
dan kelancaran dalam pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif
tipe STAD. Karena itu, penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan
25
situasi dan kondisi ruang kelas. Menurut Lie (2008: 52) ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penataan ruang kelas, yaitu:
ukuran ruang kelas; jumlah siswa; tingkat kedewasaan siswa; toleransi
guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalulalang siswa; toleransi
masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain;
pengalaman guru dalam melaksanakan pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan pengalaman siswa dalam melaksanakan model
pembelajaran cooperative learning.
2.3. Hasil Belajar
2.3.1. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
2.3.1.1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar yang lebih modern diungkapkan Morgan dkk dalam
Sunarto (2009) sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi
sebagai hasil latihan dan pengalaman. Definisi yang kedua ini memuat dua unsur
penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah laku, dan
kedua perubahan yang terjadi adalah terjadi karena latihan atau pengalaman
(Mulyani Sumantri dalam Sunarto, 2009).
Joko Susilo (2009: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah
merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.
Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Oemar Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam
Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman
yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan
atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan
sesaat seseorang. Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar
26
merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman
berulang-ulang.
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:
1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
2.3.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Menurut pendapat Slameto (2010: 2), belajar adalah sustu proses
menurut para ahli psikologi pengertian belajar merupakan tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
“ Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
sesutu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam didefinisikan dengan lingkungan”.
Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga
mengatakan bahwa hasilbelajaradalah kemampuan aktual yang diukur secara
langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa
jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan
hasilbelajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000) Dalam
ranah kognitif, hasilbelajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan
tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman, (3) Penerapan, (4)
Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi.
Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Peniruan
(menirukan gerak), (2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan
gerak), (3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) Perangkaian
(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), (5) Naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar).
Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Pengenalan
(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) Merespon (aktif berpartisipasi),
27
(3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4)
Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan (5)
Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar. Perubahan tingkah laku
tersebut adalah perubahan yang relatif menetap, dimana perubahan itu terjadi pada
ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan ketrampilan.
2.3.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah peserta
didik menerims pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting
dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat
memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya
mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari
informasi tersebut guru dapat menyususn dan membina kegiatan-kegiatan siswa
lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar dapat
dibagi menjadi tiga bagi yaitu: a) keterampilan dan hasil belajar, b) pengetahuan
dan pengertian, c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi
dengan bahasa yang ada pada kurikulum sekolah, Nana Suhjana, (2004:22).
2.3.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (1986:4), faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan
hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor dalam meliputi:
1. Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan
belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya akan
berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah
juga akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping kondisi tersebut yang
tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan
dan pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan
28
membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati
hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah
keterangan orang lain. Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera mata dan
telinga mempunyai peranan yang sangat penting.
Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam Tu’u 1990:40), bahwa
pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera lihat, 13%
melalui indera dengar, dan 12% melalui indera lainny
2. Kondisi psikologis
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap
proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terhadap proses dari hasil belajar yaitu:
a. Kecerdasan
Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar
jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas
dan waktu yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan
pelajaran sama. Hasil pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan
dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal
dengan istilah IQ (Intelligence Quotion). Berbagai hasil penelitian
menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di
sekolah.Tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki seorang siswa sangat
menentukan keberhasilannya mencapai prestasi belajar, termasuk
prestasi-prestasinya
lain
sesuai
macam-macam
kecerdasan
yang
menonjol yang ada pada dirinya.Hal itu dapat kita ketahui umumnya
tingkat kecerdasan yang baik dan sangat baik cenderung lebih baik angka
nilai yang dicapai siswa.
b. Bakat
Di samping Intelegensi, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat adalah kemampuan
yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima
sebagai warisan dari orang tua. Bagi seorang siswa bakat bisa berbeda
dengan siswa lain. Ada siswa yang berbakat dalam bidang ilmu sosial,
29
dan ada yang di ilmu pasti. Karena itu, seorang siswa seorang siswa yang
berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi tinggi di bidang
ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut
apabila diberi kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran, akan
dapat mencapai prestasi yang tinggi. Sebaliknya, seorang siswa ketika
akan memilih bidang pendidikannya, sebaiknya memperhatikan aspek
bakat yang ada padanya. Untuk itu, sebaiknya bersama orang tuanya
meminta jasa layanan psikotes untuk melihat dan mengetahui bakatnya.
Sesudah ada kejelasan, baru menentukan pilihan.
c. Motivasi dan perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu. Perhatian
adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu.
Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila seorang siswa
menaruh minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung
memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi pada
mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi prestasi belajar
siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan perhatian
yang tinggi dalam proses pembelajaran-pembelajaran di sekolah. Dengan
minat dan perhatian yang tinggi, kita boleh yakin akan berhasil dalam
pembelajaran.
d. Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi belajar kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi
setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam belajar, kalau siswa mempunyai motivasi yang baik
dan kuat, hal itu akan memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai
prestasi yang tinggi. Siswa yang kehilangan motivasi dalam belajar akan
memberi dampak kurang baik bagi prestasi belajarnya.
e. Emosi
30
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa
akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, misalnya
siswa yang emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau
tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati
pengalaman yang didapatnya dalam suatu pembelajaran.
f. Kemampuan kognitif
Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir,
menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif berkaitan erat
dengan ingatan dan berfikir seorang siswa.
b. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor
lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan alami, yaitu yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu
suhu, cuaca, udara, pada waktu itu dan kejadian-kejadian yang sedang
berlangsung.
2) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh
langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan murid
dengan guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar
sosial yang baik, mesra dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa.
2.4.
Hakekat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.4.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Suyoso (1998) “Ilmu pengetahuan alam (IPA) berasal dari kata
SAIN yang berarti alam. Sain merupakan ilmu pengetahuan hasil kegiatan
manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh
melalui metode tertentu yaitu teratur, sistimatis, berobyek, bermetode dan berlaku
secara universal”.
31
2.4.2 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Pembelajaran IPA memiliki beberapa tujuan pembelajaran bagi peserta
didik. Menurut Refandi (2006) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI memiliki
beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya adalah sebagi berikut:
a. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta memberikan
pemahaman mengenai konsep-konsep IPA yang bermanfaat serta dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan rasa ingin tahu dan mitivasi untuk menggali pengetahuan
baru sehingga terjadi respon positif tentang adanya hubungan yang saling
menpengaruhi antar IPA, lingkungan teknologi dan masyarakat. Pendapat
lainya yaitu Bernal (1998), juga menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran IPA
bagi peserta didik, memiliki berbagi kemampuan. Kemampuan tersebut
diantaranya sebagai berikut:
1. Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
3. Mengembangkan ketermpilan proses untuk menemukan dan menyelidiki
alam sekitar, sehingga mampu memecahkan masalah dan membuat
keputusan yang hasil alhirnya adalah memperoleh manfaat atas segala
tindakan
Kesimpulan dari beberapa pengertian dan tujauan IPA yaitu belajar Sain
tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi
harus dikembangkan serta
diaplikasikan kedalam bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
2.4.3. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut silabus Ilmu Pengetahuan Alam Dasar yang diterbitkan Oleh
Konsorium MKDU Direktur Jendral Perguruan Tinggi Depdiud serta Direktur
jendral Perguruan Tinggi Agama Jakatra, Materi IAD Meliputi:
i. Perkenalan dengan IPA.
ii. Ruang lingkup IPA.
iii. IPA dan perkembangan Biologi.
iv. Dampak perkembangan IPA dan teknologi terhadap kehidupan manusia.
v. IPA, teknologi dan kelangsungan hidup manusia.
32
2.4.4. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
IPA memiliki ciri-ciri sebagiamana disiplin ilmu lainya. Setipa disiplin ilmu
selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri khusus/karakteristik. Adapun ciri
umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta atau yang
menyatakan hubungan antara suatu denga lainya. Fakta-fakta tersebut disusun secara
sistimatis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga dicari
kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989:93) Ciri-ciri /
karakteristik khusus tersebut dipaparkan sebagai berikut :
a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran IPA dapat dibuktikan lagi oleh
semua orang dengan menggunakan model ilmiah dan prosedur seperti yang
dilakukan terdahulu oleh penemunya.
b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang sersusun secara sistimatis, dan
dalam menggunakan secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
c. IPA merupakan pengetahuan Teoritis, teroritis IPA diperoleh atau disusun dengan
cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi eksperimen,
menyimpulkan, penyusunan teori, observasi dan demikian seterusnya kaitan
mengait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
d. IPA merupakan sutau rangkaian konsep yang saling berkaitan, dengan baganbagan konsep yang telah dikembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi,
yang bermanfaat untuk eksperimen dan observasi lebih lanjut ( Depdiknas, 2005).
e. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat
berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan
masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah melupiti pengamatan penyusunan
hipotesa, perancangan, eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian
hipotesis
melalui
kesimpulan.
eksperimentasi;
evaluasi,
pengukuran,
dan
penarikan
33
2.5. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Berbagai penelitian menunjukan bahwa di samping pembelajaran Model
Kooperatif Tipe STAD membantu mengembangkan tingkah laku Kooperative siswa
secara bersama membantu siswa dalam membantu siswa dalam akademis mereka.
Slavin dalam Ibrahim (2001: 16) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45
penelitian telah dilaksanakan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi
Bahasa, Geografi, Ilmu Sosial Sain, Matematika dan Bahasa Inggris, studi yang
ditelah dilakasanakan di sekolah-sekolah pinggiran dan pedesaan Amerika Serikat,
Israel, Nigeria, dan Jerman dari 45 laporan 37 menunjukan bahwa hasil akademis
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan oleh Umi Niswati yang berjudul
“Penerapam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan
penguasaamkonsep waktu pada mata pelajaran Matematika Kelas 1 SD Negeri
Mronjo 02. Peningkatan prestasi siswa ditunjukan dari nilai rata-rata pre-test dan
post-tes, pada pre-test dengan hasil 70%. Sedangkan pada post tes meningkat menjadi
95%. Jadi penerapan
model pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika pada penguasaan konsep perhitungan
waktu jam secara bulat.
Dari penelitian yang telah dilakukan Sasmita yang berjudul “ Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran Matematika kelas V Negeri Cimurid Cianjur ” (http : / digilib. upi.
Edu/ pasca/available / etd-0621106-1242541). 5,29. Diberi tindakan pada Siklus I,
Siklus II dan Siklus III dengan menggunakan metode Kooperatif Tipe STAD. Ratarata nilai pada siklus I : 5,79. Rata-rata nilai pada Siklus II : 6,58 dan rata-rata nilai
pada Siklus III : 7,95. Data tersebut telah diolah dengan cara memprosentasikan
jumlah nilai seluruh siswa dibagi jumlah siswa. Ada peningkatan dari setiap Siklus
dengan Siklus sebelumnya. Hal ini berarti bahwa pelajaran menggunakan metode
Kooperatif Tipe STAD memberikan peningkatan terhadap hasil belajar.
34
2.6. Kerangka Berpikir
Pada penjelasan di atas, telah disebutkan bahwa metode pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (student teams achievement division),memungkinkan siswa
dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk bekerjasama dengan teman-teman lainnya,
karena dalam pembelajaran ini, siswa didorong untuk bagaimana memecahkan
sebuah masalah bersama-sama dengan kelompoknya. Selain itu, siswa secara individu
dapat terbentuk menjadi siswa yang aktif dan mencintai belajar, karena sebagai
individu, siswa juga dipercayakan untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi oleh kelompok. Semboyan yang terkenal dalam pembelajaran
model Kooperatif Tipe STAD (student teams achievement division) adalah
kesuksesan seseorang adalah kesuksesan kelompok, dan kesuksesan kelompok adalah
kesuksesan orang per orang di dalam kelompok tersebut.
Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran ceramah. Siswa tidak
dilibatkan untuk berinteraksi dengan temannya dalam proses belajar mengajar, tetapi
siswa dituntut untuk hanya terlibat dengan gurunya. Dengan metode pembelajaran
ceramah, siswa jarang diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah secara
bersama-sama dengan teman-temannya. Akhirnya, siswa tidak dibiasakan untuk
belajar bekerjasama dengan orang lain yang ada di sekitarnya, dalam memecahkan
sebuah masalah belajar yang sedang dihadapinya.
Berdasarkan kedua hal ini, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa
yang diajarkan dengan metode kooperatif tipe STAD (student teams achievement
division) lebih baik, dibandingkan dengan hasil belajar metode ceramah. Untuk
membuktikan hal itu, maka kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: Penelitian ini akan mengambil dua kelas dari dua sekolah
yaitu SDN Dukuh 03 Salatiga dan SDN Kecandran 01 Salatiga. Siswa kelas V dari
kedua sekolah ini yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini. Pada
siswa kelas V SDN Dukuh 03 Salatiga, akan menerima perlakuan yaitu pembelajaran
Bahasa Indonesia dengan metode ceramah; atau siswa ini digunakan sebagai
kelompok kontrol. Sedangkan siswa SDN Kecandran 01, akan terapkan pembelajaran
35
dengan metode belajar kooperatif tipe STAD (student teams achievement division;
atau siswa SD ini akan digunakan sebagai kelompok eksperimen. Sebelum diterapkan
metode pembelajaran ceramah dan kooperatif
tipe STAD pada kedua siswa di
sekolah ini, dilakukan pre-test untuk mengetahui nilai rata-rata yang diperoleh.
Setelah dilakukan pre-test, para siswa dari kedua sekolah ini akan diberi
perlakuan dengan model pembelajaran ceramah untuk siswa kelas V SDN Dukuh 03
Salatiga, dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement
division ) untuk para siswa SD Negeri Kecandran 01 Salatiga. Setelah menerima
perlakuan pembelajaran dengan dua metode belajar tersebut, siswa kembali diuji
dengan tes yang disebut post-test. Nilai antara atau perubahan yang dialami setelah
penerapan pembelajaran itulah yang kemudian dianalisis untuk dilihat apakah ada
atau tidak ada perbedaan hasil belajar para siswa dari kedua sekolah tersebut.
Adapun jika digambarkan dalam bagan, maka kerangka berpikir itu adalah
sebagai berikut:
Siswa kelas V SDN
Siswa kelas V SDN
Kecandran 01
Dukuh 01
Pre-test
Pre-test
Dukuh 03
Metode pembelajaran Kooperatif
tipe STAD (student teams
achievement division)
Metode pembelajaran
Konvensional
( ceramah)
Post-test
Hasil Belajar
Post-test
Bagan: 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
36
2.7. Hasil Uji Hipotesis
Dari kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang
dirumuskan dalam penelitian ini diatas, maka dapat dirumuskan “ Ada pengaruh yang
positif dan signifikan dengan penggunaan model kooperatif tipe STAD terhadap hasil
belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa kelas V SD Negeri Kecandran 01
Salatiga Kecamatan Sidomukti Kabupaten Semarangsemester II Tahun Pelajaran
2011/2012”.
Download