EXECUTIVE SUMMARY Agropolitan atau kota pertanian merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah dengan basis pengembangan pertanian yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya potensial dan peningkatan daya saing suatu daerah. Pengembangan kawasan agropolitan dapat mempercepat pembangunan perdesaan sehingga dapat mengatasi permasalahan kesenjangan pembangunan yang terjadi. Otonomi lokal merupakan syarat bagi pengembangan agropolitan sehingga setiap kawasan memiliki wewenang terhadap sumber-sumber ekonomi. Selain itu, keuntungan yang diperoleh dari kegiatan setempat harus ditanam kembali untuk menaikkan daya-hasil dan menciptakan suatu keadaan yang mendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya. Agropolitan dapat menghasilkan pemerataan pendapatan lebih cepat dibandingkan dengan pendekatan growth pole. Konsep growth pole menekankan pada terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan di perkotaan dan mengharapkan adanya pemerataan secara otomatis yang berasal dari proses penetesan pembangunan (trickle down process) dari kutub pertumbuhan ke daerah belakang (hinterland). Agropolitan berada dalam kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian) yang memberikan kontribusi besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Konsep agropolitan dinilai strategis dalam pengembangan komoditi pertanian berwawasan agribisnis dengan sasaran tercapainya sinergi pengembangan antar sektor dan secara spasial (desa-kota) dalam mendukung pengembangan di lapangan. Pengembangan kawasan dengan potensi sumberdaya alam yang mempunyai pengaruh penting terhadap ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan diarahkan dalam menjawab peluang dan tantangan yang dihadapi oleh suatu daerah. Optimalisasi pendayagunaan dan upaya peningkatan produktivitas potensi sumberdaya tersebut telah menjadi agenda pemerintah daerah sebagaimana yang tertuang dalam visi Kabupaten Pinrang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yaitu: “terwujudnya masyarakat sejahtera melalui penataan program pembangunan pro-rakyat menuju terciptanya kawasan Agropolitan yang didukung oleh penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)”. Penciptaan kawasan agropolitan sebagai kawasan terpilih berdasarkan sentra produksi pertanian unggulan merupakan sentral pelayanan agribisnis yang diharapkan mampu untuk melayani, mendorong dan memacu pembangunan pertanian pada kasawan tersebut dan wilayah-wilayah sekitarnya sebagai sentra produksi yang menjadi hinter land-nya. Tujuan dari kegiatan ini untuk merancang Kawasan Agropolitan berbasis padi MALACEMPA di Kabupaten Pinrang pada kawasan sawah dataran rendah yang didukung oleh wilayah sekitarnya sebagai hinter land, termasuk daerah dataran tinggi yang dibangun dengan model klaster industri berbasis komoditas unggulan. Klaster-klaster industri dibangun secara terintegrasi antara satu sektor dengan sektor yang lain dengan prinsip ”zero waste” dan berdaya saing tinggi. Pemerintah Kabupaten Pinrang telah mengambil keputusan untuk menjadikan program agropolitan sebagai bagian langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang dominan bermata pencaharian di sektor pertanian pada umumnya. Program ini tertuang dalam dokumen rencana rinci pengembangan kawasan agroindustri MALACEMPA Kabupaten Pinrang setidaknya berkaitan dengan erat dengan 4 (empat) dokumen perencanaan pembangunan dalam daerah, yaitu Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Renstra SKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Pembangunan Tahunan SKPD yang selanjutnya disebut Rencana Kerja (Renja). Untuk mewujud-nyatakan program pembangunan melalui agropolitan itu, langkah-langkah yang akan diambil perlu didetailkan (apa, berapa besar, dimana, kapan dan siapa) sebagai pedoman. Dalam konteks itulah pekerjaan rencana rinci agropolitan menjadi sangat relevan. Hasil studi ini akan mempertajam dan memperjelas arah pembangunan berbasis pertanian yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Daeran di sektor perpadian dan penanganannya. Pembangunan Kawasan Agropolitan MALACEMPA dikembangkan berdasarkan keunggulan lokal produk-produk pertanian dan perkebunan yang ditunjang oleh komoditas perikanan dan peternakan. Konsep pengembangan komoditas dilaksanakan dalam bentuk klaster-klaster dengan pola yang tersusun secara hirarkis dalam bentuk klaster induk dan klaster-klaster pendukung. Lokasi pusat-pusat pengembangan ditentukan berdasarkan analisis spasial, dimana setiap lokasi klaster induk ditentukan berdasarkan analisis spasial yang juga didukung oleh aspirasi dari masyarakat melalui focused-group discussion (FGD). Masing-masing klaster dirancang dengan model terintegrasi dan sinergis, baik antar klaster (komoditas lain, misalnya kakao-ternak dengan berbagai produk turunannya) dengan prinsip “zero waste”, sehingga diperoleh nilai tambah dan keuntungan yang maksimal. Jaringan koneksitas, keterintegrasian dan sinergi diperlihatkan dalam bentuk diagram yang mudah dipahami. Suatu kawasan agropolitan harus memiliki ciri-ciri berupa sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian dan/atau agribisnis dalam suatau sistem yang utuh dan terintegrasi mulai dari: 1. Pusat Agropolitan yang mencakup: a. Pusat perdagangan dan transportasi pertanian dan perkebunan; b. Penyedia jasa pendukung pertanian, perkebunan dan peternakan seperti perbankan, asuransi, dan pusat penelitian dan pengembangan; c. Pasar konsumen produk non-pertanian dan non-perkebunan; d. Pusat industri pertanian dan perkebunan; e. Penyedia pekerjaan non-pertanian dan non-perkebunan; f. Pusat agropolitan dan hinterlandnya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/ Kabupaten). 2. Unit-unit Kawasan Pengembangan (hinterland) yang mencakup: a. Pusat produksi pertanian dan perkebunan; b. Intensifikasi pertanian dan perkebunan; c. Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non-pertanian dan non-perkebunan. d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian dan perkebunan. 3. Terdapatnya Sektor Unggulan yang merupakan: a. Sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya; b. Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan lokal); c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor. 4. Memiliki Sistim Kelembagaan yang mendukung berkembangnya kawasan agropolitan seperti adanya organisasi petani, organisasi produsen agribisnis, dan lain-lain. 5. Memiliki Sarana Prasarana dan Infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis seperti jalan, irigasi, air bersih, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, listrik, pusat informasi pengembangan agribisnis, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. Pemerintah Kabupaten Pinrang telah mengambil keputusan untuk menjadikan program agropolitan sebagai bagian langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang dominan bermata pencaharian di sektor pertanian pada umumnya. Untuk mewujud-nyatakan program pembangunan melalui agropolitan itu, langkah-langkah yang akan diambil perlu didetailkan (apa, berapa besar, dimana, kapan dan siapa) sebagai pedoman. Dalam konteks itulah pekerjaan rencana rinci agropolitan menjadi sangat relevan. Hasil studi ini akan mempertajam dan memperjelas arah pembangunan berbasis pertanian yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Daeran di sektor perpadian dan penanganannya. Skenario pengembangan prioritas kawasan (berjenjang) maupun jenis komoditas yang dikembangkan dalam masing-masing kawasan, kemudian dituangkan dalam bentuk program dan rencana rinci yang meliputi: (1) Optimalisasi Sentra Produksi Beras Berkarakter; (2) Pengembangan Sistem Penunjang Produksi; (3) Program Promosi dan Pemasaran; (4) Program Ekonomi Kreatif dan Pariwisata. Pada akhirnya melalui konsep rencana rinci agropolitan ini akan tercipta wilayah pengembangan komoditi yang memiliki daya saing dan nilai wisata. Rencana Rinci Pengembangan Kawasan (Program) 1. Optimalisasi Sentra Produksi Beras Berkarakter 1.1 Program optimalisasi benih unggul Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada program ini antara lain: Mendorong penangkaran dan bisnis benih unggul berbasis kelompok tani: - Sertifikasi benih produktivitas tinggiberbasis kelompok - Spesifik lokasi (aromatik, varietas lokal spesifik seperti beras hitam pulut dan non pulut) - Tahan hama & penyakit - Tahan kekeringan - Tahan rebah Mendorong penjaminan harga benih bersertifikasi hasil penangkaran petani diatas harga gabah konsumsi. Mendorong penggunaan benih varietas padi unggul berproduksi tinggi dan beras premium. Benih padi unggul dan tersertifikasi sebagai sumber benih sangat menentukan produksi dan produktivitas yang dapat dicapai. Karena itu, salah satu yang diupayakan dalam pemenuhan sumber benih yang dapat dilakukan di kawasan agropolitan adalah memproduksi benih unggul tersertifikasi yang dikelola secara berkelompok. Termasuk produksi benih padi unggul lokal yang dapat dikembangkan di kawasan agropolitan ini. Produksi benih unggul yang dihasilkan dari kelompok tani yang dikelola secara berkelompok dimana lahan sawah produksi gabah dijadikan juga sebagai penangkar benih untuk menjadi sumber benih tersertifikasi dapat menjadikan kawasan agropolitan ini sebagai pusat penghasil benih padi di kabupaten Pinrang. Apalagi jika harga jual gabah yang dihasilkan sebagai sumber benih menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan harga gabah yang diproduksi sebagai beras. Produksi benih pada daerah agropolitan menyebabkan petani pada kawasan ini tidak hanya menghasilkan gabah untuk memproduksi beras tetapi juga penghasil benih tersertifikasi yang dapat dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi sehingga pendapatan petani dapat lebih meningkat. Benih yang dihasilkan ini adalah benih yang memiliki keunggulan, termasuk beras yang dihasilkan dari sumber benih unggul ini menghasilkan beras premium. 1.2 Program pengembangan teknologi budidaya dan kelembagaan petani Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada program ini antara lain: Produksi beras premium Optimalisasi lahan dan perluasan areal (indeks pertanaman minimal 300) Pemupukan berimbang Inovasi teknologi pola System of Rice Intensification (SRI) Efisiensi proses produksi (persiapan lahan sampai panen) Pengawalan dan pendampingan kelompok Metode penurunan tingkat kehilangan hasil panen dan pascapanen Untuk menghasilkan produksi gabah dan beras berkualitas, diperlukan teknologi budidaya yang baik dan efisien. Optimalisasi pemanfaatan lahan memerlukan pola dan sistim tanam yang terencana dan sistematis. Optimalisasi lahan untuk mencapai indeks pertanaman dan indeks panen yang tinggi (minimal IP 300%) perlu dikelola secara cermat di daerah agropolitan dan sentra produksi yang juga menjadi hiterlandnya. Teknologi pola System of Rice Intensification (SRI) juga diterapkan untuk mengoptimalkan potensi lingkungan juga terkait isu climate change. Penguatan dan pengawalan serta pendampingan kelompok menjadi bagian tak terpisahkan dari penerapan teknologi budidaya dan pemantapan kelembagaan petani dalam mengelola usahataninya. Kelembagaan petani yang kuat membuat posisi tawar petani terhadap harga jual gabah dan beras dapat lebih terjamin. Kelembagaan petani yang kuat ini juga akan memudahkan petani dan kelempoknya terhadap akses pembiayaan untuk modal usahatani yang dikelolanya. 1.3 Program fasilitasi pupuk dan pestisida Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada program ini antara lain: Sistem penyediaan dan penyaluran pupuk dan pestisida Mengembangkan sistem penggunaan pestisida secara terkendali Mengembangkan pusat-pusat inovasi dan kreativitas produksi pupuk organik dan pestisida nabati Sarana produksi, terutama pupuk sering menjadi kendala petani terhadap pengelolaan usahataninya. Karena itu, untuk menunjang sistem pertanaman yang didukung oleh ketersediaan pupuk untuk memperbaiki kesuburan tanah perlu tersedia sesuai dengan kebutuhan petani. Keterjangkauan harga dan ketepatan waktu distribusi pupuk bagi petani, menjadi bagian yang memerlukan regulasi dan kepastian bagi petani dalam penyediaannya. Ketersediaan pupuk ini untuk memberikan jaminan produksi yang optmimal terhadap pemeliharaan dan kebutuhan tanaman dalam pertumbuhan dan produksinya. Terjadinya penurunan produktivitas tanaman akibat organisme pengganggu tanaman (OPT), menjadi bagian dari sistem pemeliharaan tanaman. Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida tetap memperhatikan keamanan pangan dan lingkungan akibat residu kimia yang dapat ditimbulkan. Karena itu, pemanfaatan pestisida harus dilakukan dengan kaidah-kaidah yang dapat merusak lingkungan atau aplikasinya dilakukan setelah serangan OPT sudah berada di atas ambang batas ekonomi. Pengembangan inovasi dan teknologi sederhana dalam menghasilkan pupuk organik dan pestisida nabati menjadi faktor kunci dalam penyediaan hara dan pengendalian OPT yang ramah lingkungan dan jaminan keamanan pangan yang sehat dapat dicapai. Pemanfaatan potensi lokal in-situ dalam menghasilkan pupuk organik dan pestisida di tingkat petani dan kelompoknya perlu terus dikembangkan dan diproduksi. 1.4 Program fasilitasi alsintan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada program ini antara lain: Sistem penyediaan dan penyaluran saprodi alsintan Mengembangkan pusat inovasidan produksi alsintan Pemetaan kebutuhan dan jenis alat sesuai spesifikasi teknis dan lokasi Pengembangan pusat-pusat UPJA (Usaha Pendukung Jasa Alsintan) Sistem penyediaan dan penyaluran saprodi alsintan dibagun dalam kawasan agropolitan sebagai pendukung kelancaran suplai dan persediaan suku cadang dalam menjamin kelancaran operasional alat dan mesin pertanian yang beroperasi di wailayah sentra sentra prouksi. Disamping itu, pusat pusat inovasi dan produksi alsintan perlu dikembangkan untuk mendukung ketersediaan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik dari setiap wilayah pengembangan komoditas pertanian di wilayah wilayah sentra produksi. Dengan adanya inovasi terhadap peralatan yang ada memungkinkan semakin berkembangnya jenis jenis peralatan yang dibutuhkan dalam mendukung peningkatan dan efisiensi sistem produksi yang terintegrasi dengan sistem produksi lainnya. Untuk menentukan kebutuhan peralatan mekanis berupa peralatan dan mesin pertanian yang dibutuhkan maka perlu dilakukan pemetaan kebutuhan peralatan dan jenisnya sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi (sentra produksi). Dengan demikian maka efisiensi dan efektifitas pengembangan peralatan sesuai kebutuhan dapat dikelola degnn baik. Efektifitas dan kelancaran proses produksi dengan alsintan jugaharus ditunjang dengan unit unit pendukung yang harus tersedia dan terjangkau di semua lokasi sentra produksi. Pengembangan usaha usaha pendukung dalam bentuk bengkel bengkel dengan peralatan dan suplai suku cadang yang memadai sehingga segala kebutuhn pendukung operasi alsintan di setiap sentra produksi dapat terpenuhi. 1.5 Program peningkatan layanan dan tata kelola air Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada program ini antara lain: Penjaminan mutu sistem penyaluran air Optimalisasi penyaluran air irigasi Pengadaan pompanisasi Studi kelayakan irigasi pada lahan potensial pencetakan sawah (Malimpung, Padangloang, Mattirobulu Fungsionalisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sebagai wadah distribusi air secara adil dan merata Penguatan pola manajemen air irigasi sawah dengan aturan dan kebijakan bupati Pembuatan sistem informasi manajemen air irigasi sawah Penunjang utama pengembangan padi sawah adalah ketersediaan air irigasi yang dapat tersedia secara baik. Ketersediaan air bagi tanaman padi menjadi hal mutlak jika ingin mencapai IP yang tinggi pada suatu pertanaman. Jaminan ketersediaan air sesuai yang dibuuhkan petani dalam mengairi sawahnya merupakan salah satu faktor penting dalam pengelolaan usahatani padi. Sistim irigasi yang ada di wilayah pengembangan sawah daerah agropolitan cukup memadai. Bahkan, penyediaan air irigasi untuk menunjang pertanaman juga ditopang dengan sistim pompanisasi. Hanya saja optimalisasi pemanfaatan air dapat dicapai jika tatakelola air iriasi dapat dilakukan dengan baik. Pelibatan P3A yang selama ini sudah berjalan di masyarakat perlu diorganisis secara baik, termasuk fungsionalisasi organisasi P3A yang ada di masyarakat saat ini. Untuk memperlancara dan mengorganisir pengelolaan air lintas wilayah akan semakin baik jika semua elemen yang terkait dengan pengelolaan air dapat secara bersama-sama memperbaiki sistem informasi jaringan irigasi dan saluran irigasi juga perlu di-up date (butuh studi yang detail) agar kondisi dan permasalahannya dapat tertangani segera. Bahkan untuk mengaturnya dengan baik, perlu regulasi dari pemerintah kabupaten agar dapat tertata dan berjalan lancar sesuai yang diharapkan petani dalam kaitannya dengan tatakelola air. 2. Pengembangan Sistem Penunjang Produksi 2.1 Program pengembangan sistem pertanian terpadu Program Pengembangan Pertanian Padi Terpadu merupakan salah satu alternatif pengembangan yang diharapkan dapat menopang produksi beras berkarakter. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa produksi beras berkarakter akan optimal dengan perbaikan kualitas lahan melalui upaya peningkatan kadar bahan organik dan hara tanah, dilaksanakan dengan dukungan produksi pupuk dan pestisida organik yang dihasilkan dari usaha peternakan. Demikian halnya untuk mendukung pengembangan ternak, pemanfaatan limbah jerami dan dedak padi sebagai pakan ternak ruminansia dan unggas merupakan suatu alternatif. 2.1.1 Pengembangan sistem industri pakan ternak ruminansia dan unggas berbasis limbah padi Pengembangan sistem industri pakan ternak merupakan salah satu strategi pemanfaatan hasil samping usaha pertanian padi, yang meliputi jerami dan dedak. Langkah ini sekaligus mengatasi permasalahn limbah jerami dan sekam yang biasanya dibakar. Pengembangan industri dedak kasar berbahan campuran bulir hampa, dedak, sekam dan menir sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Zona pegembangan produksi dedak untuk pakan unggas akan mengikuti zona pengembangan industri penggilingan padi yang meliputi wilayah utara dan selatan kawasan Agropolitan Malacempa. Pusat pengembangan akan diarahkan ke wilayah sekitar Kecamatan Mattirobulu dan Cempa. Pengembangan industri pengoalaha dedak kasar untuk pakan ruminansia diharapkan berada pada wilayah oengembangan sapi, zonasi akan meliputi kawasan Selatan Kawasan Agropolitan dengan pusat pengembangan di wilayah Kecamatan Mattirobulu. Pengembangan formulasi dan industri pakan ruminansia berbahan baku limbah padi. Limbah padi berupa jerami dan dedak kasar hasil penggilingan sekam dan buah kosong. Formulasi ditujukan untuk pengkayaan bahan tercerna dan penurunan kadar lignin sehingga dalam proses pengolahan dan industrinya akan melipbatkan proses biologi (fermetasi). Zona pengembangan pengolahan pakan ruminansia meliputi kawaan utara Agroplolitan dengan pusat pengembangan di kecamatan Duampanua dan Batulappa Pengembangan formulasi dan industri pakan unggas berbahan baku limbah padi. Pengembangan industri pakan unggas, dalam hal ini meliputi industri pengolahan dedak dan formulasi pakan lokal. Zona pengembangan akan meliputi wilayah utara dan selatan kawasan agripolitan dengan pusat pengembangan di Kecamatan Mattirobulu dan Paleteang. 2.1.2 Pengembangan sistem industri pengolahan limbah ternak penunjang padi: biogas, pupuk organik padat, pupuk organik cair, pestisida Pengembangan biogas sebagai sumber energi Pegembangan biogas bertujuan sebagai pemanfaatan limbah ternak untuk energi sekaligus sebagai langkah awal produksi bahan baku kompos dan pupuk cair. Zona pengembangan mengikuti zona pengembangan sapi di wilayah utara agorpolitan dengan pusat pengembagan di wilayah kecamatan Duampaunua, Batulappa dan Patampanua. Pengembangan pupuk organik padat, pupuk organik cair dan pestisida nabati Pegembangan Pupuk organik dan petisida bertujuan sebagai pemanfaatan limbah pertanian, ternak dan biogas. Zona pengembangan mengikuti zona pengembangan sapi dan unggas di wilayah utara dan selatan agorpolitan dengan pusat pengembagan di wilayah kecamatan Duampaunua, Batulappa, Mattirobulu dan Patampanua. 2.2 Program pengembangan dan optimalisasi industri hilir Tepung dan pati (menir). Pengembangan home industri kue tradisional Kabupaten Pinrang sangat potensial untuk pengembangan kue tradisional antara lain kue Karasa, dll. Zona dan pusat pengembagan melipuuti kawasan tengah Agriopelitan yang meliputi kecamatan Cempa dan Paleteang 2.3 Program pengembangan kelembagaan Koperasi Disadari bahwa kelembagaan petani merupakan aspek yang lemah saat ini. Untuk itu diperlukan terobosan dalam pembinaan kelembagaan kelompok tani ditingkatkan menjadi kelembagaan usaha mejadi koperasi. Akses keuangan dan Pembiayaan Pengembangan usaha dalam lingkup agropolitan harus didukung dengan pembiayaan yang kuat, sementara kemampuan akses ke lembaga keuangan dan pembiyaan saat ini masih sangat lemah. Untuk itu diperlukan pembinaan peningkatan kemampuan akses ke lembaga keuanga dan pembiyaan oleh petani. Bentuk kegiatan antara lain dengan pelatihan dan pendampingan, termasuk pendampingan penyediaan agunan kredit. Lembaga pemasaran Lembaga pemasaran sangat dibutuhkan untuk peningkatan akses pemasaran keluar daerah. Produksi kawasan agropolitan harus diarahkan untuk menghasilkan produk-produk untuk pasar luar daerah, sehingga lembaga pemasaran harus disiapkan. Pedagang pengumpul dan pedagang besar diharapkan dapat menyiapkan mekanisme pemasaran dalam sebuah lembaga yang kuat untuk mendukung kegiatan terminal agribisnis. 2.4 Program peningkatan sarana dan layanan transportasi Pembangunan pelabuhan beras antar pulau Pembangunan pelabuhan antar pulau akan dibangun untuk melayani kapal-kapal yang akan mengakut produk kawasan agropolitan. Pelabuahn disiapkan bukan hanya untuk kapa biasa, tetapi juga kapal RORO yang dapat melayani pengiriman menggunakan truk. Untuk mendukung pelabuhan ini pembukaan jalan baru dan perbaikan jalur yang sudah ada dibutuhkan untuk memperlancar kendaraan dari pusat pusat produksi dikawasan utara dan selatan terutama di kecamatan Patampanua, Duampanua, Cempa dan Mattirobulu. 2.5 Komunikasi Program Pengembangan Sistem Informasi Penggunaan dan Produksi Lahan Usaha Tani Pengembangan sistem informasi diarahkan pada penguatan informasi produksi, distribusi, dan pemasaran, baik itu terkait produk maupun ketersediaan saran dan prasarana. Pegembangan basis data produksi dan pasar berbasis sistem informasi ini menyediakan informasi perkembangan kapasitas produksi, perkembangan sarana pertanian dan aktifitas pertanian terkini pada masing-masing lokasi. Informasi dapat diakses oleh public sehingga akan mempeluas peluang infestasi, aplikasi teknoogi, dan perkembangan penawaran dan permintaan pasar dari luar. 3. Program Promosi dan Pemasaran 3.1 Terminal agribisnis Program pengembangan sub terminal agribisnis; Program pembangunan terminal agribisnis beras (pasar induk); Terminal agribisnis adalah simpul penyediaan saprodi dan pemasaran hasil, yang dibangun di kawasan agropolitan. Untuk menunjang terminal agribisnis utama, di dalam wilayah agropolitan tersebut dapat dikembangkan sub sub terminal agribisnis di wilayah agropolitan Kabupaten Pinrang. Terminal agribisutama ditempatkan pada wilayah strategis yang dapat berperan sebagai simpul transportasi dan distribusi yang dapat menampung hasil olahan bahan hasil pertanian dari sentra produksi dan dari pusat pusat pengolahan hasil di dalam kawasan agropolitan Kawasan yang dimaksud adalah kawasan yang secara geografis bernilai strategis dalam distribusi hasil olahan yang mengarah ke lokasi penyaluran hasil produksi antara lain: sistim distribusi lewat pelabuhan laut yakni ke Pelabhan Mamuju, Palopo, Pare pare, Barru, Bone, Siwa dan Makassar; Sistim distribusi melalui angkutan darat ke Provinsi lain di Pulau Sulawesi, dan secara khusus pengembangan terminal agribisnis (berbasis beras) yang terhubung langsung ke pusat pasar induk beras di Ibukota yakni Pasar Induk Cipinang. Untuk dukungan sarana produksi, terminal agribisnis dapat dikembangkan sekaligus menjadi tempat pusat distribusi sarana produksi pendukung kegiatan pertanian pada sentra sentra produksi pertanian di Kabupaten Pinrang. Dengan sistim tersebut maka alur mobilisasi dari dan ke sentra produksi dan di dalam kawasan utama agropolitan dapat berjalan secara efisien. Sarana angkutan yang datang dari sentra produksi setelah membongkar muatan hasil olahan, kembali ke sentra produksi dengan mengangkut sarana produksi yang ada di terminal agribisnis seperti pupuk dan keperluan lainnya. 3.2 Pameran dagang produk agropolitan Membuat pusat display produk agropolitan di bandara Makassar Aktif mengikuti pameran-pameran pertanian Ekspose produk berperan penting dalam memperkenalkan keunikan produk suatu daerah ke dunia luar. Dengan pengenalan produk produk khas daerah akan menciptakan “branding image” yang akan dikenal oleh dunia luar. Salah satu cara dalam mengekspose produk unggulan dari wilayah agropolitan Pinrang yakni dengan membuka counter displai di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Dengan demikian maka produk produk agropolitan dalam bentuk barang jadi dapat diperkenalkan ke dunia luar dan akan memperluas akses jaringan pasar baik secara nasional maupun internasional. Disampingdisplai produk di bandara, produk produk agropolitan hendaknya diperkenalkan melalui pameran pameran yang secara rutin dan berkala diadakan di berbagai wilayah di tanah air terutama di ibukota negara dan di kawasan timur Indonesia. Dengan mengikuti pameran pameran tersebut maka produk produk akan diperkenalkan ke dunia luar yang pada akhirnya akan membuka komunikasi dan akses pasar yang merupakan salah satu aspek yang mendukung. 4. Program Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Program pengembangan parisiwisata akan dikembangkan mengikuti kawasan pengembangan potensial dengan yang berhubungan dengan jalur perjalanan MakassarToraja antara lain kawasan wisata Agro perkebunan dengan zona dan pusat pengembangan di Kecamatan Patampanua, kawasan pantai disebalah timur untuk wisata pantai dan kuliner dengan zona dan pusat pengembanagn di Kecamatan Cempa dan Watang Sawitto. Rencana Rinci Agropolitan Kabupaten Pinrang E.S - 14