48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Hotel Bali Hai Tide Huts Hotel Bali Hai Tide Huts merupakan salah satu hotel klasifikasi melati (non bintang) yang terletak di kawasan wisata Nusa Lembongan Bali. Hotel dengan luas lahan sekitar dua hektar ini memiliki 15 bungalow berbentuk lumbung, yang dilengkapi dengan fasilitas kolam renang, bar dan restoran serta spa. Sumber : Bali Hai Cruises, 2011 Gambar 4.1 Hotels Bali Hai Tide Huts Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pihak pengelola hotel Bali Hai Tide Huts menggunakan alat dan proses desalinator, yang berfungsi untuk mengubah air asin menjadi air tawar. Sedangkan untuk pengolahan semua limbah hotel baik yang berasal dari bungalow, dapur, bar dan restoran, pihak pengelola hotel telah mempergunakan sistem Bio Save. 48 49 Ada beberapa paket pilihan yang ditawarkan oleh Bali Hai Cruises untuk dapat berkunjung ke hotel Bali Hai Tide Huts di Nusa Lembongan, diantaranya adalah : Beach Club Cruise, Lembongan Island Hai Tide Huts dan The Luxury Sailing Catamaran. Wisatawan yang berkunjung dengan berbagai paket tersebut, umumnya melakukan aktivitasnya di Hotel Bali Hai Tide Huts antara pukul 10.00 hingga pukul 15.00. Dalam rentang waktu tersebut wisatawan dapat melakukan berbagai kegiatan, antara lain adalah : berwisata menyusuri desa di sekitar hotel, melakukan aktivitas di pantai (snorkeling, diving, naik banana boat, parasailing dan lainnya), beraktivitas di dalam hotel seperti berenang dan pool games, maupun makan siang di restoran hotel. 4.1.1 Sistem Kelistrikan Hotel Bali Hai Tide Huts Kebutuhan energi listrik di hotel Bali Hai Tide Huts, disuplai oleh PLN dengan kapasitas daya sebesar 82,5 kVA. Hotel ini memiliki dua genset berkapasitas 250 kVA, yang dipergunakan sebagai cadangan listrik apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN. Pengoperasian antara suplai PLN dan genset dilakukan secara manual dengan menggunakan Change Over Swicth (COS). Secara garis besar sistem kelistrikan di hotel Bali Hai Tide Huts terdiri dari satu Main Distribution Panel (MDP) yang terbagi menjadi enam (6) Sub Distribution Panel (SDP) dan satu (1) Sub-sub Distribution Panel (SSDP) , yaitu : SDP Dapur, SDP Bar dan Restoran Utama (Main Bar), SDP Restoran Catamaran, SDP Kolam Renang, SDP Front Office, SDP Bungalow dan SSDP Art Shop yang merupakan cabang dari SDP Bar dan Restoran Utama. Sedangkan untuk group 50 Desalinator dan group Bio Save, suplai listriknya terhubung langsung dari MDP. Diagram garis tunggal sistem kelistrikan di hotel Bali Hai Tide Huts dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar 4.2 Diagram Garis Tunggal Sistem Kelistrikan Hotel Bali Hai Tide Huts Sub Distribution Panel Dapur adalah panel yang dipergunakan untuk mensuplai listrik ke ruangan dapur. SDP yang terdiri dari 9 group satu fasa ini, melayani beban listrik seperti : rice cooker, oven, microvawe, penggoreng listrik (electric deep fryer), blender, pemanggang roti, mesin untuk memajang dan mendinginkan minuman (showcase), freezer, lampu TL, lampu PLC, ceiling fan dan exhaust fan. 51 Sub Distribution Panel Bar dan Restoran Utama adalah panel yang dipergunakan untuk mensuplai listrik ke Lunch Bar and Restaurant, lampu taman dan lampu kolam renang. SDP yang terdiri dari 12 group satu fasa ini, melayani beban listrik seperti : mesin penghangat makanan (bain marie counter), mesin pembuat kopi (coffee maker), mesin untuk memajang dan mendinginkan minuman (showcase), freezer, ceiling fan, lampu PLC, lampu TL dan lampu spotlight. Sub Distribution Panel Restoran Catamaran adalah panel yang dipergunakan untuk mensuplai listrik ke restoran Catamaran, kantor (office) dan lampu taman. SDP yang terdiri dari 7 group satu fasa ini, melayani beban listrik seperti : pendingin ruangan (air conditioner), komputer, lampu PLC, lampu TL, lampu spotlight, dan ceiling fan. Sub Distribution Panel Kolam Renang adalah panel yang dipergunakan untuk mensuplai listrik ke Breakfast Bar, Sunset Bar, dan kolam renang. SDP yang terdiri dari 9 group satu fasa ini, melayani beban listrik seperti : mesin pompa untuk kolam renang (pool pump), exhaust fan, mesin penghangat makanan (bain marie counter), mesin pembuat kopi (coffee maker), mesin untuk memajang dan mendinginkan minuman (showcase), freezer, lampu PLS, lampu PLC, lampu spotlight dan lampu TL. Sub Distribution Panel Bungalow adalah panel yang dipergunakan untuk mensuplai listrik ke bungalow dan group pengolahan limbah (septi tank). SDP yang terdiri dari 1 group tiga fasa dan 23 group satu fasa ini, melayani beban listrik seperti : mesin pendingin ruangan (air conditioner), exhaust fan, lampu 52 PLS, lampu PLC, lampu spotlight, lampu downlight, ceiling fan dan mesin gerinda. Sub Distribution Panel Front Office adalah panel yang dipergunakan untuk mensuplai listrik ke front office dan ruang pompa. SDP yang terdiri dari 6 group satu fasa ini, melayani beban listrik seperti : lampu PLC, mesin pompa air, ceiling fan, PABX, mesin registrasi, tape, dan charge HT. Sub-sub Distribution Panel Art Shop adalah panel yang dipergunakan untuk mensuplai listrik ke art shop. SSDP yang merupakan cabang dari SDP Bar dan Restoran Utama terdiri dari 3 group satu fasa, melayani beban listrik seperti : freezer, komputer, dan lampu PLC. 4.1.2 Profil Energi Listrik Hotel Bali Hai Tide Huts Hasil pengukuran energi listrik hotel Bali Hai Tide Huts dari Automatic Meter Reading PT. PLN Distribusi Bali dalam rentang waktu Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011, menunjukkan bahwa pemakaian energi listrik di hotel ini pada pukul 07.00 sampai dengan pukul 16.00 paling tinggi dibandingkan dengan hotel yang lainnya, yaitu rata-rata sebesar 270,84 kWh per hari. Tabel 4.1 memperlihatkan data pemakaian energi listrik rata-rata pada lima hotel di Nusa Lembongan dalam rentang waktu Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011. 53 Tabel 4.1 Pemakaian Energi Listrik Rata-rata Hotel di Nusa Lembongan Agustus 2010 - Januari 2011 (kWh) Waktu Bali Hai Tide Huts Lembongan Island Lembongan Resort Villa Mutiara Waka Nusa 00.00-01.00 20,30 13,69 13,15 2,15 9,91 01.00-02.00 19,92 13,36 12,92 2,09 9,69 02.00-03.00 19,23 13,15 12,54 1,97 9,45 03.00-04.00 19,14 12,79 12,30 1,91 8,75 04.00-05.00 18,63 12,52 12,10 1,92 10,25 05.00-06.00 18,26 12,31 12,32 2,05 10,90 06.00-07.00 18,16 11,82 13,42 2,19 11,34 07.00-08.00 22,36 14,58 16,69 2,89 11,40 08.00-09.00 25,16 16,22 20,00 4,14 11,48 09.00-10.00 27,80 16,37 22,59 4,63 11,95 10.00-11.00 30,97 14,80 22,23 4,54 11,99 11.00-12.00 33,86 13,52 21,96 4,43 11,80 12.00-13.00 34,41 12,98 22,18 4,17 11,35 13.00-14.00 33,90 13,29 22,02 4,09 10,90 14.00-15.00 31,78 13,37 21,18 4,06 10,81 15.00-16.00 30,60 14,10 19,54 4,14 12,34 16.00-17.00 28,04 14,58 18,34 4,05 12,93 17.00-18.00 27,14 15,13 18,60 4,11 12,66 18.00-19.00 28,07 16,35 19,14 4,14 11,63 19.00-20.00 28,98 17,05 19,19 3,55 11,07 20.00-21.00 27,05 16,78 17,95 3,13 10,70 21.00-22.00 24,44 15,30 16,55 2,68 10,57 22.00-23.00 21,52 14,90 14,92 2,43 10,39 23.00-00.00 20,60 14,13 13,59 2,22 10,19 Total 610,28 343,16 415,41 77,66 264,44 Sumber : PT. PLN Distribusi Bali, 2011 Sedangkan data pemakaian energi listrik di hotel Bali Hai Tide Huts dalam rentang waktu Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011 diperlihatkan pada tabel 4.2. 54 Tabel 4.2 Pemakaian Energi Listrik di Hotel Bali Hai Tide Huts Agustus 2010- Januari 2011 (kWh) Waktu Agustus September Oktober November Desember Januari Rata-rata 00.00-01.00 21,26 21,46 22,39 20,40 17,23 19,07 20,30 01.00-02.00 21,28 21,35 21,92 19,84 16,36 18,75 19,92 02.00-03.00 20,87 21,10 21,65 19,62 14,92 17,20 19,23 03.00-04.00 20,02 20,80 20,80 19,17 15,63 18,43 19,14 04.00-05.00 19,86 19,76 20,07 18,65 15,61 17,79 18,63 05.00-06.00 19,71 20,01 19,50 18,79 14,63 16,92 18,26 06.00-07.00 19,81 20,24 19,75 18,77 14,25 16,11 18,16 07.00-08.00 24,20 23,31 26,10 21,91 18,70 19,94 22,36 08.00-09.00 27,99 27,68 25,39 25,27 21,52 23,11 25,16 09.00-10.00 31,84 32,11 25,31 28,77 24,24 24,54 27,80 10.00-11.00 34,56 35,98 27,20 33,14 27,81 27,10 30,97 11.00-12.00 37,20 38,06 28,87 35,78 30,72 32,52 33,86 12.00-13.00 38,50 38,22 29,29 34,76 31,64 34,04 34,41 13.00-14.00 40,10 33,76 29,51 34,74 30,78 34,50 33,90 14.00-15.00 38,42 30,98 30,42 33,99 26,49 30,36 31,78 15.00-16.00 35,51 31,74 30,89 31,32 24,37 29,78 30,60 16.00-17.00 31,53 29,84 29,31 27,97 21,63 27,92 28,03 17.00-18.00 29,49 28,19 30,02 27,57 20,90 26,66 27,14 18.00-19.00 30,03 29,26 33,73 27,32 21,84 26,24 28,07 19.00-20.00 31,49 29,81 34,41 25,97 22,71 29,47 28,98 20.00-21.00 28,48 28,49 32,97 24,45 21,58 26,35 27,05 21.00-22.00 24,43 26,86 30,05 23,04 18,60 23,64 24,44 22.00-23.00 22,98 24,18 25,54 21,41 16,17 18,82 21,52 23.00-00.00 21,67 22,24 22,99 20,96 17,03 18,69 20,60 Sumber : PT. PLN Distribusi Bali, 2011 Gambar 4.3 menunjukkan grafik pemakaian energi listrik (rata-rata) di Hotel Bali Hai Tide Huts dalam rentang waktu Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011. 55 Sumber : PT. PLN Distribusi Bali, 2011 Gambar 4.3 Grafik Pemakaian Energi Listrik di Hotel Bali Hai Tide Huts Tingginya pemakaian energi listrik di Hotel Bali Hai Tide Huts dalam rentang waktu pukul 07.00-16.00, disebabkan oleh tingginya pemakaian bebanbeban listrik seperti : mesin pompa air, mesin pompa untuk kolam renang, mesin desalinator, ice maker, peralatan-peralatan listrik di ruang dapur serta peralatanperalatan listrik di bar dan restoran utama. Apabila profil pemakaian energi listrik Hotel Bali Hai Tide Huts pada pukul 07.00 - 16.00 dikaitkan dengan besarnya potensi insolasi harian matahari di Nusa Lembongan yang berkisar antara 4,29-6,60 kWh/m2 per hari (NASA, 2011) dan waktu produksi PLTS PLN di Nusa Penida, maka hal tersebut memperlihatkan bahwa akan sangat layak apabila dalam rentang waktu tersebut hotel Bali Hai Tide Huts dapat didorong untuk memanfaatkan energi listrik yang bersumber dari energi matahari. 56 4.2 Perencanaan PLTS 4.2.1 Menghitung Energi Listrik yang akan Disuplai dari PLTS PLTS yang akan dikembangkan di Hotel Bali Hai Tide Huts direncanakan untuk mensuplai energi listrik sebesar 30% dari pemakaian energi listrik rata-rata hotel dalam rentang waktu pukul 07.00 sampai dengan pukul 16.00. Dari tabel 4.2 diketahui bahwa pemakaian energi listrik rata-rata di hotel Bali Hai Tide Huts dalam rentang waktu tersebut adalah sebesar 270,84 kWh per hari. Besar pemakaian energi listrik (EL) di hotel Bali Hai Tide Huts dalam rentang waktu pukul 07.00-16.00 yang akan disuplai oleh PLTS adalah sebagai berikut : EL = 30 % x Pemakaian energi listrik rata-rata hotel = 30 % x 270,84 kWh = 81,25 kWh 4.2.2 Menentukan Sistem PLTS PLTS yang akan dikembangkan di Hotel Bali Hai Tide Huts direncanakan untuk mensuplai energi listrik sebesar 30% dari pemakaian energi listrik rata-rata hotel dalam rentang waktu pukul 07.00 sampai dengan pukul 16.00. Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini sistem PLTS yang akan dikembangkan adalah sistem PLTS yang hybrid dengan suplai listrik PLN, yang penggabungannya dilakukan pada sisi konsumen (setelah kWh meter). Gambar 4.4 menunjukkan wiring diagram PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts. Sistem PLTS yang hibrida dengan suplai listrik PLN ini, terdiri dari komponen PV array dan inverter. 57 Gambar 4.4 Wiring Diagram Sistem Hybrid PLTS dengan PLN di Hotel Bali Hai Tide Huts 4.2.3 Daya yang Dibangkitkan PLTS (Watt peak) 4.2.3.1 Menghitung Area Array (PV Area) Luas area array diperhitungkan dengan mempergunakan rumus 2.4 sebagai berikut : PV Area = EL G av x η ππ x TCF x η ππ’π‘ Besar pemakaian energi listrik (EL) hotel yang akan disuplai oleh PLTS adalah sebesar 81,25 kWh. Untuk nilai insolasi harian matahari (Gav) akan dipergunakan nilai insolasi rata-rata terendah pada tahun 2010, yaitu sebesar 4,29 kWh/m2 ( data dapat dilihat pada tabel 2.4). Pemilihan nilai ini bertujuan agar pada saat insolasi harian matahari berada pada nilai yang paling rendah, maka PLTS yang akan dikembangkan tetap dapat memenuhi besar kapasitas yang dibangkitkan. Efisiensi panel surya (ηPV) ditentukan sebesar 12%, mengacu pada efisiensi panel surya 150W yang terpasang pada PLTS PLN di Nusa Penida. 58 Untuk Temperature Correction Factor (TCF) dipergunakan nilai sebesar 0,97. Seperti diketahui bahwa setiap kenaikan temperatur 1oC (dari temperatur standarnya) pada panel surya, maka hal tersebut akan mengakibatkan daya yang dihasilkan oleh panel surya akan berkurang sekitar 0,5% (Foster dkk., 2010). Data temperatur maksimum untuk wilayah Nusa Lembongan pada tabel 2.5 menunjukkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2008-2010, temperatur paling maksimum untuk wilayah Nusa Lembongan adalah sebesar 31 oC. Data temperatur ini memperlihatkan bahwa ada peningkatan suhu sebesar 6 oC dari suhu standar (25oC) yang diperlukan oleh panel surya. Besarnya daya yang berkurang pada saat temperatur di sekitar panel surya mengalami kenaikan 6oC dari temperatur standarnya, diperhitungkan dengan mempergunakan rumus 2.1 sebagai berikut : Psaat t naik 6oC = 0,5% / oC x PMPP x kenaikan temperatur (oC) = 0,5% / oC x 150W x 6oC = 4,5W Untuk daya keluaran maksimum panel surya pada saat temperaturnya naik menjadi 31oC, diperhitungkan dengan rumus 2.2. PMPP saat naik menjadi toC = PMPP - Psaat t naik oC PMPP saat t = 31oC = 150W – 4,5W = 145,5 W Berdasarkan hasil perhitungan daya keluaran maksimum panel surya pada saat temperaturnya naik menjadi 31oC, maka nilai TCF dapat dihitung dengan rumus 2.3 sebagai berikut : 59 P TCF = TCF = MPP saat naik menjadi t oC PMPP 14 5,5 W 150 W = 0,97 Efisiensi out (ηout) ditentukan berdasarkan efisiensi komponen-komponen yang melengkapi PLTS. Suatu PLTS yang dilengkapi dengan baterai, charge controller, dan inverter maka besar ηout adalah hasil perkalian antara efisiensi baterai, charge controller, dan inverter. Karena PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts ini hanya dilengkapi dengan inverter maka nilai untuk ηout ditentukan berdasarkan efisiensi inverter, yaitu sebesar 0,9. Apabila nilai EL, Gav, ηππ , TCF dan ηππ’π‘ disubstitusikan pada rumus 2.4, maka akan diperoleh bahwa : PV Area = πΈL πΊππ£ π₯ π ππ π₯ ππΆπΉ π₯ π ππ’π‘ PV Area = 81,25 kWh 4,29 kWh /m 2 π₯ 0,12 π₯ 0,97 π₯ 0,9 = 180,79 m2 4.2.3.2 Menghitung Daya yang Dibangkitkan PLTS (Watt peak) Dari perhitungan area array, maka besar daya yang dibangkitkan PLTS (Watt peak) dapat dihitung dengan rumus 2.5 sebagai berikut : P Watt peak = area array x PSI x ηPV 60 Dengan area array adalah 180,79 m2, Peak Sun Insolation (PSI) adalah 1000W/m2dan efisiensi panel surya adalah 12% maka : P (Watt peak) = 180,79 m2 x 1000 W/m2 x 0,12 = 21.694,8 Watt peak 4.2.4 Menghitung Kapasitas Komponen PLTS 4.2.4.1 Menghitung Jumlah Panel Surya Panel surya yang dipergunakan sebagai acuan adalah panel surya yang terpasang pada PLTS PLN di Nusa Penida. Panel surya ini memiliki spesifikasi PMPP sebesar 150 W per panel. Sehingga berdasarkan spesifikasi tersebut maka jumlah panel surya yang diperlukan untuk PLTS yang akan dikembangkan dapat diperhitungkan dengan rumus 2.6 sebagai berikut : PWatt ππππ PMPP Jumlah Panel Surya = = 21.694,8 W 150 W = 144,632 ~ 145 panel surya Pada saat ini kebutuhan energi listrik hotel Bali Hai Tide Huts disuplai oleh PLN dengan kapasitas daya sebesar 82,5 kVA. Kapasitas daya tersebut menunjukkan bahwa hotel ini termasuk pelanggan tiga fasa (3Ø) yang senantiasa harus menjaga agar instalasinya tetap seimbang pada setiap fasanya. Sehingga sebagai catu daya tambahan terhadap penggunaan energi listrik di hotel, PLTS tentu juga harus seimbang dalam mensuplai daya listrik. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini, PLTS yang akan dikembangkan akan dibagi menjadi 3 61 sistem satu fasa dengan jumlah panel pada masing-masing fasa adalah sebanyak 49 panel. Akan tetapi karena penyusunan array dengan jumlah panel surya sebanyak 49 buah sulit untuk dilakukan, maka jumlah panel surya untuk menyusun array satu fasa tersebut akan diubah menjadi sebanyak 48 panel. Sehingga jumlah total panel yang diperlukan untuk 3 sistem satu fasa adalah sebanyak 144 panel. PWatt peak PLTS yang akan dikembangkan dengan jumlah panel surya sebanyak 144 panel adalah sebesar : PWatt peak = PMPP x Jumlah panel surya = 150W x 144 = 21.600 Watt peak Dari nilai PWatt peak sebesar 21.600 W maka luas area array dapat dihitung sebagai berikut : Area PLTS = = PWatt peak PSI x ηPV 21600 W 1000 W/m 2 x 0,12 = 180 m2 Dengan panel surya sebanyak 144 buah maka pada masing-masing fasa akan terdiri dari 48 buah panel surya. Adapun rangkaian panel yang membentuk array untuk satu fasa adalah terdiri dari 4 rangkaian (string) yang terhubung pararel dengan 1 rangkaian terdiri dari 12 panel yang terhubung secara seri. 62 Gambar 4.5 Array PLTS yang akan Dikembangkan di Hotel Bali Hai Tide Huts Panel surya yang dipergunakan sebagai acuan adalah panel surya dengan spesifikasi VMPP = 34,5V, IMPP = 4,35A dan PMPP = 150W per panel (spesifikasi panel surya PLTS PLN Nusa Penida). Dengan spesifikasi tersebut maka besar VMPP, IMPP dan PMPP pada array dapat diperhitungkan sebagai berikut : VMPP array adalah 34,5V x 12 = 414 V, IMPP array adalah 4,35A x 4 = 17,4 A dan PMPP array adalah 414V x 17,4A = 7.203,6 W (~7.200 W). 4.2.4.2 Menghitung Kapasitas Inverter Pada pemilihan inverter, diupayakan kapasitas kerjanya mendekati kapasitas daya yang dilayani. Hal ini agar efisiensi kerja inverter menjadi maksimal. PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts dibagi menjadi 3 sistem satu fasa dengan PMPP adalah sebesar 7.200 W. Inverter Sunny Mini Central (SMC) yang terpasang pada PLTS PLN di Nusa Penida dipergunakan sebagai acuan pada pemilihan inverter untuk penelitian ini. Inverter SMC adalah salah satu jenis inverter true sine wave yang umumnya dipergunakan untuk PLTS yang hybrid dengan grid (jaringan listrik). Berdasarkan besar kapasitas daya yang harus dilayani maka dalam penelitian ini akan dipilih inverter 63 SMC 8000 TL yang data tekniknya dapat dilihat pada tabel 4.3. Inverter SMC 8000 TL adalah inverter yang dapat dipergunakan untuk PLTS mulai dari kapasitas menengah (18 kWp) sampai kapasitas besar (Megawatt). Technical Data Tabel 4.3 Data Teknik Inverter SMC 8000TL SMC 8000TL Input Values Pdc max Vdc max Vdc Mpp Idc max / per string Output Values Vac nom fac nom Pac nom Iac max Cos φ 8250W 700 V 333-500 V 52 A 230 V 50/60 Hz 8000W 35A 1 Sumber : SMA, 2011. 4.2.5 Pemasangan Panel Surya Untuk mendapatkan energi yang maksimum maka orientasi pemasangan rangkaian panel surya (array) ke arah matahari adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Letak geografis Nusa Lembongan yang berada pada posisi 8 o LS dan 115oBT (Wikipedia,2010) menunjukkan bahwa wilayah Nusa Lembongan berada di belahan bumi Selatan. Berdasarkan hal tersebut, maka pemasangan panel surya (array) untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts diorientasikan mengarah ke Utara. Struktur rak penyangga dan sudut kemiringan adalah hal lain yang juga harus diperhatikan dalam pemasangan panel surya (array). Mengacu pada struktur rak penyangga PLTS PLN di Nusa Penida yang tetap (fixed racks) dengan sudut kemiringan di bawah 10o, maka pada penelitian ini struktur rak penyangga yang 64 akan dipasang adalah rak penyangga dengan struktur tetap. Untuk sudut kemiringan ditentukan sesuai dengan besarnya lintang wilayah, yaitu 8o. PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts direncanakan terdiri dari tiga array. Dimana pemasangan untuk satu array yang terdiri dari 48 panel akan dibagi menjadi dua bagian rak penyangga, dengan satu rak penyangga akan terdiri dari 12 panel seperti terlihat pada gambar 4.6. Rak penyangga ini terbuat dari besi UNP ukuran 80.40, besi siku ukuran 50.50.5, dan besi plat ukuran 150 x 150 dengan ketebalan 10 mm. Struktur rangka rak penyangga array selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Gambar 4.6. Rangka Rak Penyangga Array 4.2.6 Menghitung kWh Produksi PLTS Data produksi harian PLTS PLN Unit II yang berkapasitas 30 kWp di Nusa Penida, dipergunakan sebagai acuan untuk menghitung kWh produksi harian PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts. Pada waktu peak (11.00-12.00) PLTS PLN Unit II ini berproduksi sekitar 63% dari kapasitas peak yang terpasang, yaitu sebesar 19 kWp. Berdasarkan acuan tersebut maka kapasitas pada waktu peak untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts akan ditentukan sebesar 63% dari kapasitas terpasang (21,6 kWp), yaitu 65 sebesar 13,68 kWp. Sedangkan untuk penentuan besar persentase kWh produksi PLTS yang akan dikembangkan dalam rentang waktu pukul 06.00-18.00 maka perhitungannya juga didasarkan pada tingkat persentase produksi yang dihasilkan oleh PLTS PLN Unit II Nusa Penida. Waktu 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-00.00 Tabel 4.4 Tingkat Persentase dan kWh Produksi Harian PLTS yang akan Dibangkitkan Tingkat Persentase (%) Produksi kWh Produksi PLTS 4,21 8,95 27,89 28,95 34,21 73,68 100,00 94,74 63,16 52,63 31,58 10,53 2,63 - 0,58 1,22 3,82 3,96 4,68 10,08 13,68 12,96 8,64 7,20 4,32 1,44 0,36 - Data pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa kWh produksi harian untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts dalam rentang waktu pukul 07.00 sampai pukul 16.00 adalah sebesar 69,34 kWh. Apabila hasil kWh produksi harian tersebut dibandingkan dengan kebutuhan harian hotel sebesar 270,84 kWh 66 maka diperoleh bahwa PLTS yang akan dikembangkan tersebut memberikan catu daya tambahan sebesar 25% dari kebutuhan harian hotel. Berdasarkan data pada tabel 4.4 maka grafik kWh produksi harian untuk PLTS yang akan dikembangkan dapat dilihat pada gambar 4.7. Gambar 4.7. Grafik kWh Produksi Harian PLTS yang akan Dikembangkan 4.3 Analisis Biaya PLTS 4.3.1 Biaya Energi PLTS Biaya energi PLTS berbeda dengan biaya energi untuk pembangkit konvensional. Hal ini karena biaya energi PLTS dipengaruhi oleh biaya investasi awal yang tinggi dengan biaya pemeliharaan dan operasional yang rendah. 1) Menghitung Biaya Investasi PLTS Biaya investasi awal untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts mencakup biaya-biaya seperti : biaya untuk komponen PLTS, biaya untuk rak penyangga panel surya serta biaya instalasi PLTS. Biaya untuk komponen PLTS ini terdiri dari biaya untuk pembelian panel surya dan 67 inverter. Tabel 4.5 menunjukkan besarnya biaya investasi awal untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts. Tabel 4.5 Biaya Investasi PLTS No. Komponen Jumlah Harga (Rp.) Total Harga (Rp.) 144 3 - 9.363.000 67.000.000 - 1.348.272.000 201.000.000 12.000.000 - - Biaya Komponen (*) dan Instalasi Panel surya BP Solar 3150 Inverter SMC 8000TL Biaya pengiriman Biaya Instalasi (***) Biaya instalasi dan setting PLTS yang terdiri dari 144 panel dan 3 inverter 1. 2. 3. 4. Total 51.000.000 1.612.272.000 + Biaya Rak Panel Surya (**) 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Besi UNP 80.40 Besi siku 50.50.5 Plat besi dengan baut Ø 12 mm Baut 5/8 Baut 7/16 Cat dasar Cat finish Thiner Biaya pengerjaan rak Biaya pengiriman Biaya pembuatan pondasi 48 batang 60 batang 60 buah 900 biji 900 biji 30 kg 30 kg 24 liter - 350.000 175.000 70.000 5.000 2.700 55.000 55.000 17.500 Total 16.800.000 10.500.000 4.200.000 4.500.000 2.430.000 1.650.000 1.650.000 420.000 3.750.000 3.600.000 2.820.000 + 52.320.000 Total keseluruhan 1.664.592.000 Sumber : *PT. Azet Surya Lestari, 2011; ** Anugerah Dewata, 2011; *** Contained Energy, 2011 Gambar 4.8 menunjukkan grafik komposisi biaya antara biaya panel surya, inverter, biaya instalasi dan biaya untuk rak penyangga panel surya (array). + 68 Gambar 4.8 Grafik Komposisi Biaya Investasi Grafik di atas menunjukkan bahwa biaya untuk pembelian panel surya menduduki komposisi paling besar dengan persentase sebesar 82%, selanjutnya biaya untuk pembelian peralatan inverter menduduki komposisi kedua dengan persentase sebesar 12%. Sedangkan biaya untuk rak panel surya dan biaya instalasi sama-sama berada pada komposisi ketiga dengan persentase sebesar 3%. Besarnya komposisi biaya panel surya pada biaya investasi menunjukkan bahwa biaya ini sangat mempengaruhi besar kecilnya biaya investasi awal PLTS. Karena panel surya yang akan dipergunakan pada PLTS ini termasuk barang impor maka tentu saja biaya pembeliannya akan sangat dipengaruhi oleh nilai mata uang Dollar ($) yang berlaku. Ini berarti total biaya investasi awal untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts, yaitu sebesar Rp. 1.664.592.000 dapat berubah, sesuai dengan nilai Dollar terhadap Rupiah. Nilai Dollar terhadap Rupiah bersifat fluktuatif, akan tetapi data kurs nilai Dollar terhadap Rupiah dalam rentang waktu 11 tahun (2000-2011) 69 menunjukkan bahwa nilai Dollar terhadap Rupiah melemah sebesar 1,72% (ORTax, 2011). Adanya penurunan nilai Dollar terhadap Rupiah tentu akan dapat menurunkan biaya investasi awal suatu PLTS. Ini tentu akan menguntungkan bagi pengembangan energi surya di Indonesia, termasuk di wilayah Nusa Lembongan Bali. 2) Menghitung Biaya Pemeliharaan dan Operasional Biaya pemeliharaan dan operasional per tahun untuk PLTS umumnya diperhitungkan sebesar 1-2% dari total biaya investasi awal (Lazou dan Papatsoris, 2000; Abdel-Gani, 2008). Berdasarkan acuan tersebut maka pada penelitian ini, besar persentase untuk biaya pemeliharaan dan operasional per tahun PLTS yang mencakup biaya untuk pekerjaan pembersihan panel surya, biaya pemeliharaan dan pemeriksaan peralatan dan instalasi akan ditetapkan sebesar 1% dari total biaya investasi awal. Penentuan persentase 1% didasarkan bahwa negara Indonesia hanya mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau sehingga biaya pembersihan dan pemeliharaan panel suryanya tidak sebesar pada negara yang mengalami empat musim dalam satu tahun. Selain itu penentuan persentase ini juga didasarkan pada tingkat upah tenaga kerja di Indonesia yang lebih murah dibandingkan dengan tingkat upah tenaga kerja di negara maju. Adapun besar biaya pemeliharaan dan operasional (M) per tahun untuk PLTS yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut : M = 1% x Total biaya investasi = 0,01 x Rp. 1.664.592.000 = Rp. 16.645.920/tahun 70 3) Menghitung Biaya Siklus Hidup (Life Cycle Cost) Biaya siklus hidup (LCC) untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts, ditentukan oleh nilai sekarang dari biaya total sistem PLTS yang terdiri dari biaya investasi awal (C) dan biaya jangka panjang untuk pemeliharaan dan operasional (MPW). Sehingga biaya siklus hidup (LCC) PLTS pada penelitian ini akan dihitung dengan rumus 2.8 sebagai berikut : LCC = C + MPW PLTS yang akan dikembangkan pada penelitian ini, diasumsikan beroperasi selama 25 tahun. Penetapan umur proyek ini mengacu kepada jaminan (garansi) yang dikeluarkan oleh produsen panel surya. Besarnya tingkat diskonto (i) yang dipergunakan untuk menghitung nilai sekarang pada penelitian ini adalah sebesar 11%. Penentuan tingkat diskonto ini mengacu kepada tingkat suku bunga kredit bank per Juni 2011, yaitu ratarata sebesar 10,77% (Vibiznews, 2011). Besar nilai sekarang (present value) untuk biaya pemeliharaan dan operasional (MPW) PLTS selama umur proyek 25 tahun dengan tingkat diskonto 11% dihitung dengan rumus 2.9 sebagai berikut : P= A (1+π)π − 1 π(1+π)π 25 MPW (A 11%, 25) = Rp. 16.645.920 (1+0,11) − 1 25 0,11(1+0,11) 12,5855 = Rp. 16.645.920 1,4944 = Rp. 16.645.920 x 8,4217 = Rp. 140.186.944 71 Berdasarkan biaya investasi awal (C) dan perhitungan MPW maka biaya siklus hidup (LCC) untuk PLTS yang akan dikembangkan selama umur proyek 25 tahun adalah sebagai berikut : LCC = C + MPW = 1.664.592.000 + 140.186.944 = Rp. 1.804.778.945 4) Menghitung Biaya Energi PLTS Perhitungan biaya energi (cost of energy) suatu PLTS ditentukan oleh biaya siklus hidup (LCC), faktor pemulihan modal (CRF) dan kWh produksi tahunan. Biaya energi (cost of energy) PLTS diperhitungkan dengan rumus 2.12. sebagai berikut : COE = LCC x CRF A kWh Faktor pemulihan modal untuk mengkonversikan semua arus kas biaya siklus hidup (LCC) menjadi serangkaian biaya tahunan, diperhitungkan dengan rumus 2.11 sebagai berikut : CRF = i(1+i)n (1+i)n −1 25 = 0,11(1+0,11) 25 (1+0,11) −1 1,4944 = 12,5855 = 0,1187 72 Sedangkan untuk kWh produksi tahunan PLTS diperhitungkan sebagai berikut : A kWh = kWh produksi harian x 365 = 69,34 x 365 = 25.309,1 kWh ~ 25.309 kWh Berdasarkan hasil perhitungan LCC, CRF dan kWh produksi tahunan maka besar biaya energi (COE) untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts adalah sebagai berikut : COE = = = LCC x CRF A kWh 1.804.778.945 x 0,1187 25.309 214.227.260,8 25.309 = Rp. 8.464/kWh ~ Rp. 8.500/kWh 4.3.2 Analisis Kelayakan Investasi PLTS Kelayakan investasi PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts ditentukan berdasarkan hasil perhitungan Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI) dan Discounted Payback Period (DPP). Perhitungan NPV, PI dan DPP ditentukan oleh besar arus kas bersih (Net Cash Flow), faktor diskonto (discount factor) dan nilai sekarang arus kas bersih (Present Value Net Cash Flow). Arus kas bersih (NCF) dihasilkan dengan 73 mengurangi arus kas masuk dengan arus kas keluar. Sedangkan untuk nilai sekarang arus kas bersih (PVNCF) dihasilkan dengan mengalikan arus kas bersih dengan tingkat diskonto. Tabel 4.6 menunjukkan hasil perhitungan arus kas bersih, faktor diskonto dengan tingkat diskonto (i) sebesar 11% dan nilai sekarang arus kas bersih. Arus kas masuk tahunan PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts dihasilkan dengan mengalikan kWh produksi tahunan PLTS dengan biaya energi. Dengan kWh produksi tahunan PLTS sebesar 25.309 kWh dan biaya energi sebesar Rp. 8.500/kWh maka besar arus kas masuk tahunan adalah Rp. 215.126.500. Untuk arus kas keluar tahunan PLTS diperhitungkan sebesar Rp.16.675.920, yang ditentukan berdasarkan biaya pemeliharaan dan operasional tahunan PLTS. Faktor diskonto (DF) diperhitungkan dengan rumus 2.10 sebagai berikut : DF = 1 (1+i)n Misalnya perhitungan faktor diskonto dengan n adalah 1 tahun dan tingkat diskonto (i) 11% adalah DF = 1 (1+0,11)1 = 0,9009 74 Tabel 4.6 Perhitungan NCF, DF dan PVNCF dengan i = 11% Berdasarkan hasil perhitungan arus kas bersih (NCF), faktor diskonto dan nilai sekarang arus kas bersih (PVNCF) pada tabel 4.6 maka NPV, PI dan DPP untuk PLTS yang akan dikembangkan dapat diperhitungkan. 75 a) Net Present Value (NPV) Teknik Net Present Value (NPV) diperhitungkan dengan rumus 2.13 sebagai berikut : π NCF t t π‘=1 (1+i) NPV = − II Tabel 4.6 menunjukkan bahwa total nilai sekarang arus kas bersih yang merupakan hasil perkalian antara arus kas bersih dengan faktor diskonto π ( NCF t π‘=1 (1+i) t ) adalah sebesar Rp. 1.671.552.766. Sehingga dengan biaya investasi awal (Initial Investment) sebesar Rp. 1.664.592.000 maka besar nilai NPV adalah : NPV = 1.671.552.766 – 1.664.592.000 = 6.960.766 Hasil perhitungan NPV yang bernilai positif sebesar Rp. 6.960.766 (> 0), menunjukkan bahwa investasi PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts layak untuk dilaksanakan. b) Profitability Index (PI) Teknik Profitability Index diperhitungkan dengan rumus 2.14 sebagai berikut : PI = π NCF t (1+π)−t π‘=1 II 76 Dengan total nilai sekarang arus kas bersih sebesar Rp. 1.671.552.766 dan biaya investasi awal (Initial Investment) sebesar Rp. 1.664.592.000 maka besar nilai PI adalah : PI = 1.671.552.766 1.664.592.000 = 1,004 Hasil perhitungan PI yang bernilai 1,004 (> 1), menunjukkan bahwa investasi PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts layak untuk dilaksanakan. c) Discounted Payback Period (DPP) Discounted Payback Period (DPP) diperoleh dengan menghitung berapa tahun nilai sekarang arus kas bersih kumulatif akan sama dengan nilai investasi awal. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada tahun ke-24, nilai sekarang arus kas bersih kumulatif mendekati nilai investasi awal dengan kekurangan sebesar Rp. 7.649.010 yaitu dari Rp. 1.664.592.000 – Rp. 1.656.942.990. Dalam tahun ke-25, nilai sekarang arus kas bersih adalah sebesar Rp. 14.609.776. Sehingga untuk dapat menutupi kekurangan investasi awal sebesar Rp. 7.649.010 maka lama waktu yang diperlukan adalah sekitar 7 bulan ( Rp. 7.649.010 / Rp. 14.609.776 = 0,52 dari 12 bulan). Dihasilkannya DPP sekitar 24 tahun 7 bulan, menunjukkan bahwa investasi PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts layak untuk dilaksanakan. Hal ini karena DPP yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil dari periode umur proyek yang ditetapkan, yaitu selama 25 tahun. 77 Hasil analisis kelayakan investasi dengan ketiga teknik analisis, menunjukkan bahwa investasi PLTS sebagai catu daya tambahan di hotel Bali Hai Tide Huts termasuk layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi apabila biaya energi PLTS sebesar Rp. 8.500/kWh dibandingkan dengan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik PLN di Nusa Penida yang besarnya adalah Rp. 2.994/kWh (PT. PLN Distribusi Bali, 2010) maka hal tersebut menunjukkan bahwa untuk saat ini PLTS masih lebih mahal dari PLTD. Hal ini tentu akan menghambat pengembangan PLTS di Nusa Lembongan. 4.4 Analisis Biaya PLTS Berdasarkan Kecenderungan Penurunan Harga Panel Surya dan Kenaikan Harga Minyak Dunia 4.4.1 Analisis Kecenderungan Penurunan Harga Panel Surya Kecenderungan penurunan harga produksi panel surya di beberapa negara akan menjadi peluang bahwa biaya investasi awal untuk pengembangan energi surya, menurun di masa mendatang. Harga produksi panel surya ($/Wp) dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Ini dapat dilihat dari grafik pada gambar 4.9. Sumber : National Renewable Energy Laboratory (NREL), 2011. Gambar 4.9 Grafik Penurunan Harga Produksi Panel Surya ($/Wp) 78 Data penurunan harga produksi panel surya ini aktual sampai tahun 2003 (berdasarkan nilai Dollar tahun 2003), sedangkan untuk penurunan harga produksi dari tahun 2004 sampai tahun 2009 masih bersifat proyeksi. Pada saat ini harga produksi panel surya ($/Wp) di beberapa negara seperti USA, Spanyol, Jerman, Inggris dan Cina telah berkisar antara US $ 1,68/Wp – US $ 2,04/Wp. Apabila harga produksi panel surya ini dibandingkan dengan proyeksi harga pada tahun 2009, maka dapat dinyatakan bahwa proyeksi harga tersebut telah mendekati harga produksi panel surya pada masa sekarang. Dengan membandingkan harga produksi panel surya dari tahun 1999 sampai tahun 2009 maka akan diperoleh bahwa rata-rata penurunan harga panel surya per tahun adalah sebesar 9% (NREL, 2011). 4.4.2 Biaya Energi PLTS Berdasarkan Penurunan Harga Panel Surya Penurunan harga panel surya tentu akan mempengaruhi biaya energi PLTS. Hal ini karena biaya energi PLTS sangat dipengaruhi oleh biaya investasi awal. Adanya penurunan harga panel surya tentu akan menyebabkan biaya energi PLTS juga menjadi menurun. 1) Biaya Investasi PLTS Berdasarkan Penurunan Harga Panel Surya Biaya investasi awal PLTS yang mencakup biaya untuk komponen PLTS, biaya rak penyangga panel surya dan biaya instalasi tentu akan menurun karena dipengaruhi oleh penurunan harga panel surya. Pada penelitian ini diperhitungkan panel surya yang harganya Rp. 9.363.000 dalam jangka waktu lima tahun akan mengalami penurunan harga rata-rata sebesar 9%. Sehingga pada tahun ke-5 harga panel tersebut akan menjadi Rp. 6.086.000. Tabel 4.7 79 menunjukkan besarnya biaya investasi awal untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts berdasarkan penurunan harga panel surya pada lima tahun mendatang. Tabel 4.7 Biaya Investasi PLTS Berdasarkan Penurunan Harga Panel No. Komponen Jumlah Harga (Rp.) Total Harga (Rp.) 144 3 - 6.086.000 67.000.000 - 876.384.000 201.000.000 12.000.000 - - 51.000.000 Biaya Komponen dan Instalasi 1. 2. 3. 4. Panel surya BP Solar3150 (*) Inverter SMC 8000TL (**) Biaya pengiriman (**) Biaya Instalasi (****) Biaya instalasi dan setting PLTS yang terdiri dari 144 panel dan 3 inverter Total 1.140.384.000 + Biaya Rak Panel Surya (***) 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Besi UNP 80.40 Besi siku 50.50.5 Plat besi dengan baut Ø 12 mm Baut 5/8 Baut 7/16 Cat dasar Cat Finish Thiner Biaya pengerjaan rak Biaya pengiriman Biaya pembuatan pondasi 48 batang 60 batang 60 buah 900 biji 900 biji 30 kg 30 kg 24 liter - 350.000 175.000 70.000 5.000 2.700 55.000 55.000 17.500 Total 16.800.000 10.500.000 4.200.000 4.500.000 2.430.000 1.650.000 1.650.000 420.000 3.750.000 3.600.000 2.820.000 + 52.320.000 Total keseluruhan 1.192.704.000 Sumber : *Hasil proyeksi; **PT. Azet Surya Lestari, 2011; *** Anugerah Dewata, 2011; **** Contained Energy, 2011 Berdasarkan proyeksi penurunan harga panel surya maka total biaya investasi awal untuk PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts pada lima tahun mendatang adalah sebesar Rp. 1.192.704.000. + 80 2) Biaya Pemeliharaan dan Operasional PLTS Berdasarkan Penurunan Harga Panel Surya Biaya pemeliharaan dan operasional PLTS per tahun, ditentukan sebesar 1% dari total biaya investasi awal. Sehingga besar biaya pemeliharaan dan operasional (M) PLTS per tahun adalah sebagai berikut : M = 1% x Total biaya investasi = 0,01 x Rp. 1.192.704.000 = Rp. 11.927.040/tahun. 3) Biaya Siklus Hidup (Life Cycle Cost) PLTS Berdasarkan Penurunan Harga Panel Surya Biaya siklus hidup (LCC) untuk PLTS berdasarkan penurunan harga panel surya juga ditentukan oleh nilai sekarang dari biaya total sistem PLTS yang terdiri dari biaya investasi awal (C) dan biaya jangka panjang untuk pemeliharaan dan operasional (MPW). Sehingga biaya siklus hidup (LCC) PLTS ini juga akan dihitung dengan rumus 2.8 sebagai berikut : LCC = C + MPW Tingkat diskonto (i) yang dipergunakan untuk menghitung nilai sekarang juga ditetapkan sebesar 11% dengan umur operasi PLTS juga diasumsikan selama 25 tahun. Besar nilai sekarang (present value) untuk biaya pemeliharaan dan operasional (MPW) PLTS selama umur proyek 25 tahun dengan tingkat diskonto 11% adalah sebagai berikut : n P=A (1+i) − 1 n i(1+i) 81 25 MPW (A 11%, 25) = Rp. 11.927.040 (1+0,11) − 1 25 0,11(1+0,11) 12,5855 = Rp. 11.927.040 1,4944 = Rp. 11.927.040 x 8,4217 = Rp. 100.445.953 Berdasarkan biaya investasi awal (C) dan perhitungan M PW maka biaya siklus hidup (LCC) untuk PLTS yang akan dikembangkan berdasarkan penurunan harga panel surya selama umur proyek 25 tahun adalah sebagai berikut : LCC = C + MPW = 1.192.704.000 + 100.445.953 = Rp. 1.293.149.953. 4) Biaya Energi PLTS Berdasarkan Penurunan Harga Panel Surya Perhitungan biaya energi (cost of energy) suatu PLTS ditentukan oleh biaya siklus hidup atau Life Cycle Cost (LCC), faktor pemulihan modal (CRF) dan kWh produksi tahunan. Biaya energi (cost of energy) PLTS berdasarkan penurunan harga panel surya juga diperhitungkan dengan rumus 2.12. sebagai berikut : COE = LCC x CRF A kWh Faktor pemulihan modal (Capital Recovery Factor) juga diperhitungkan dengan menggunakan rumus 2.11 sebagai berikut : i(1+i)n CRF = (1+i)n −1 82 25 = 0,11(1+0,11) 25 (1+0,11) −1 1,4944 = 12,5855 = 0,1187 Sedangkan untuk kWh produksi tahunan PLTS diperhitungkan sebagai berikut : A kWh = kWh produksi harian x 365 = 69,34 x 365 = 25.309,1 kWh ~ 25.309 kWh Berdasarkan hasil perhitungan LCC, CRF dan kWh produksi tahunan maka besar biaya energi (COE) untuk PLTS berdasarkan penurunan harga panel surya adalah sebagai berikut : COE = LCC x CRF A kWh = 1.293.149.953 x 0,1187 25.309 = 153.496.899 25.309 = Rp. 6.065/kWh ~ Rp. 6.100/kWh Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa penurunan harga panel surya akan menurunkan biaya energi PLTS menjadi sebesar Rp 6.100/kWh. 83 4.4.3 Analisis Kecenderungan Kenaikan Harga Minyak Dunia Ketersediaan sumber energi fosil (minyak bumi) yang semakin terbatas, telah menyebabkan harga minyak dunia cenderung mengalami kenaikan. Ini dapat dilihat dari grafik pada gambar 4.10. Sumber : Wikipedia, 2011 Gambar 4.10 Grafik Kenaikan Harga Minyak Dunia Perbandingan harga minyak dunia dari tahun 2000 sampai tahun 2010 menunjukkan bahwa harga minyak dunia mengalami kecenderungan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 18,4% (Wikipedia, 2011). Kecenderungan kenaikan harga minyak dunia tentu akan mempengaruhi besarnya biaya bahan bakar dalam perhitungan biaya energi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Data PT. PLN Distribusi Bali Area Bali Timur Rayon Klungkung Teknik Nusa tahun 2010 menunjukkan bahwa sekitar 78,1% pembangkit listrik untuk kecamatan Nusa Penida menggunakan PLTD dengan SFC (Specific Fuel Consumption) rata-rata sebesar 0,3 liter/kWh. Dengan nilai SFC tersebut maka energi listrik yang dihasilkan dari 1 liter bahan bakar minyak dapat diketahui. Adapun perhitungannya adalah menggunakan rumus 2.15 sebagai berikut : 84 Q kWhB = SFCf B = 1 0,3 = 3,33 kWh ~ 3 kWh Nilai SFC tersebut menunjukkan bahwa 1 liter bahan bakar minyak yang dikonsumsi mesin diesel akan menghasilkan energi listrik sekitar 3 kWh. Biaya pokok penyediaan (BPP) energi listrik di Nusa Penida dihasilkan dari penjumlahan dua biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variable. Untuk biaya tetap ditentukan sebesar Rp.762/kWh (PT. PLN Distribusi Bali, 2010) sedangkan untuk biaya variable besarnya dapat berubah-ubah sesuai dengan harga pasaran minyak di dunia. Pada saat ini harga bahan bakar solar industri di Nusa Penida adalah sebesar Rp. 7.075/liter (bahanbakar.com, 2011). Harga ini sudah termasuk biaya pengiriman ke wilayah Nusa Penida sebesar Rp. 575/liter (PT. PLN Distribusi Bali, 2010). Dengan harga bahan bakar solar Rp. 7.075/liter dan ketentuan bahwa 1 liter bahan bakar akan menghasilkan energi listrik sebesar 3 kWh maka besar biaya variable dapat dihitung sebagai berikut : 1 liter Biaya variable = 3 kWh x Rp. 7.075/liter = Rp. 2.358 /kWh Berdasarkan perhitungan biaya variable maka besar BPP energi listrik di Nusa Penida adalah sebagai berikut : BPP = Biaya Tetap + Biaya Variable = Rp. 762/kWh + Rp. 2.358/kWh = Rp. 3.120/kWh 85 Harga minyak dunia yang cenderung meningkat tentu akan mempengaruhi biaya bahan bakar minyak (biaya variable) dalam perhitungan BPP energi listrik di Nusa Penida. Untuk menghitung besar BPP energi listrik di Nusa Penida dalam kurun waktu lima tahun mendatang maka dalam penelitian ini biaya bahan bakar minyak sebesar Rp. 7.075/liter diperhitungkan mengalami peningkatan harga, rata-rata sebesar 18,4% per tahun (sesuai dengan rata-rata kenaikan harga minyak dunia). Sehingga pada tahun ke-5 harga bahan bakar minyak (solar) tersebut akan menjadi Rp. 16.462/liter. Berdasarkan harga bahan bakar solar maka biaya variable dapat dihitung sebagai berikut : 1 liter Biaya variable = 3 kWh x Rp. 16.462/liter = Rp. 5.487 /kWh. Berdasarkan perhitungan biaya variable maka besar BPP energi listrik di Nusa Penida pada lima tahun mendatang adalah sebagai berikut : BPP = Biaya Tetap + Biaya Variable = Rp. 762/kWh + Rp. 5.487/kWh = Rp. 6.249/kWh ~ Rp. 6.250/kWh Apabila harga BPP ini dibandingkan dengan biaya energi dari PLTS (berdasarkan penurunan harga panel surya) yang besarnya adalah Rp. 6100/kWh, maka dapat dinyatakan bahwa biaya energi PLTS menjadi lebih murah dari BPP energi listrik PLTD di Nusa Penida dalam lima tahun mendatang. Memiliki biaya energi yang mendekati bahkan lebih murah dari PLTD, tentu akan membuat PLTS (yang ketersediaan sumber energinya tak terbatas dan penggunaannya dapat 86 membantu mengurangi polusi lingkungan) lebih menguntungkan untuk dimanfaatkan sebagai catu daya tambahan di hotel Bali Hai Tide Huts. 4.4.4 Analisis Kelayakan Investasi PLTS Berdasarkan Kecenderungan Penurunan Harga Panel Surya dan Kenaikan Harga Minyak Dunia Kelayakan investasi PLTS berdasarkan kecenderungan penurunan harga panel surya dan kenaikan harga minyak dunia juga ditentukan berdasarkan hasil perhitungan Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI) dan Discounted Payback Period (DPP). Untuk menghitung kelayakan investasi PLTS berdasarkan kecenderungan penurunan harga panel surya dan kenaikan harga minyak dunia, maka biaya energi PLTS yang akan dipergunakan pada analisis kelayakan investasi ini adalah biaya energi yang sama dengan biaya energi PLTD, yaitu sebesar Rp. 6.250/kWh. Dengan kWh produksi tahunan PLTS sebesar 25.309 kWh dan biaya energi sebesar Rp. 6.250/kWh maka arus kas masuk tahunannya adalah sebesar Rp.158.181.250. Sedangkan untuk arus kas keluar tahunannya diperhitungkan sebesar Rp. 11.927.040 yang ditentukan berdasarkan biaya pemeliharaan dan operasional tahunan PLTS. Tabel 4.8 menunjukkan hasil perhitungan arus kas bersih, faktor diskonto dengan tingkat diskonto (i) sebesar 11% dan nilai sekarang arus kas bersih. Dari hasil perhitungan arus kas bersih (NCF), faktor diskonto dan nilai sekarang arus kas bersih (PVNCF) pada tabel 4.8 maka NPV, PI dan DPP untuk PLTS berdasarkan kecenderungan penurunan harga panel surya dan kenaikan harga minyak dunia dapat diperhitungkan. 87 Tabel 4.8 Perhitungan NCF, DF dan PVNCF untuk PLTS Berdasarkan Penurunan Harga Panel dan Kenaikan Harga Minyak Dunia dengan i = 11% a) Net Present Value (NPV) Teknik Net Present Value (NPV) diperhitungkan dengan menggunakan rumus 2.13 sebagai berikut : 88 π NCF t t π‘=1 (1+i) NPV = − II Tabel 4.8 menunjukkan bahwa total nilai sekarang arus kas bersih yang merupakan hasil perkalian antara arus kas bersih dengan faktor diskonto π ( NCF t t π‘=1 (1+i) ) adalah sebesar Rp. 1.231.715.613 Sehingga dengan biaya investasi (Initial Investment) awal sebesar Rp. 1.192.704.000 maka besar nilai NPV adalah : NPV = 1.231.715.613 - 1.192.704.000 = 39.011.613 Hasil perhitungan NPV yang bernilai positif sebesar Rp. 39.011.613 (> 0), menunjukkan bahwa investasi PLTS yang akan dikembangkan tersebut layak untuk dilaksanakan. b) Profitability Index (PI) Teknik Profitability Index diperhitungkan dengan menggunakan rumus 2.14 sebagai berikut : PI = π NCF t (1+π)−t π‘=1 II Dengan total nilai sekarang arus kas bersih sebesar Rp. 1.231.715.613 dan biaya investasi awal (Initial Investment) sebesar Rp. 1.192.704.000 maka besar nilai PI adalah : PI = 1.231.715.613 1.192.704.000 = 1,033 89 Hasil perhitungan PI yang bernilai 1,033 (> 1), menunjukkan bahwa investasi PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts layak untuk dilaksanakan. c) Discounted Payback Period (DPP) Discounted Payback Period (DPP) diperoleh dengan menghitung berapa tahun nilai sekarang arus kas bersih kumulatif akan sama dengan nilai investasi awal. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada tahun ke-21, nilai sekarang arus kas bersih kumulatif mendekati nilai investasi awal dengan kekurangan sebesar Rp.11.690.961 yaitu dari Rp. 1.192.704.000 - Rp. 1.181.013.039. Dalam tahun ke-22, nilai sekarang arus kas bersih adalah sebesar Rp. 14.723.221. Sehingga untuk dapat menutupi kekurangan investasi awal sebesar Rp.11.690.961 maka lama waktu yang diperlukan adalah sekitar 10 bulan (Rp.11.690.961 / Rp. 14.723.221 = 0,79 dari 12 bulan). Dihasilkannya DPP sekitar 21 tahun 10 bulan menunjukkan bahwa investasi PLTS yang akan dikembangkan di hotel Bali Hai Tide Huts di masa lima tahun mendatang, layak untuk dilaksanakan. Hal ini karena DPP yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil dari periode umur proyek yang ditetapkan, yaitu selama 25 tahun. Kecenderungan penurunan harga panel surya dan kenaikan harga minyak dunia di masa mendatang merupakan hal yang menguntungkan bagi pengembangan energi terbarukan (energi surya). Dapat dikatakan demikian karena kenaikan harga minyak dunia tentu akan meningkatkan biaya energi untuk 90 pembangkit listrik dari sumber energi fosil. Dengan mengasumsikan bahwa biaya energi PLTS adalah sama dengan biaya energi dari PLTD, yaitu sebesar Rp.6.250/kWh maka diperoleh bahwa investasi PLTS tersebut layak untuk dilaksanakan dengan waktu pengembalian investasi yang lebih cepat, yaitu sekitar 21 tahun 10 bulan dari umur proyek yang ditentukan selama 25 tahun. 4.5 Analisis Regulasi Pemanfaatan Energi Terbarukan Ketersediaan sumber energi konvensional yang semakin terbatas dan besarnya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan energi tersebut, telah membuat berbagai Negara di dunia termasuk Indonesia mulai berpikir untuk mengembangkan penggunaan energi terbarukan. Untuk mendorong pemanfaatan sumber energi terbarukan agar dapat berkembang menjadi sumber energi alternatif, maka berbagai Negara di dunia termasuk Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi. Target penggunaan energi terbarukan yang ditetapkan oleh beberapa Negara hingga tahun 2020 (pada tabel 2.6), adalah berkisar antara 10% - 49%. Apabila persentase ini kita bandingkan dengan target energi terbarukan pemerintah Indonesia yaitu sebesar 17%, maka hal tersebut memperlihatkan bahwa saat ini Kebijakan Energi Nasional (KEN) Indonesia telah sejalan dengan kebijakan energi di berbagai Negara di dunia. Adanya penetapan target energi terbarukan di berbagai Negara hingga tahun 2020, menunjukkan bahwa di masa mendatang energi terbarukan akan sangat berpeluang untuk dikembangkan. 91 Pada saat ini telah banyak negara di dunia menerapkan kebijakan Feed-in Tariff (FiT) untuk mendorong pengembangan sumber-sumber energi terbarukan dan mempercepat gerakan ke arah setara dengan harga energi konvensional. Jerman adalah salah satu contoh negara yang telah berhasil dalam menerapkan kebijakan FiT untuk pengembangan energi terbarukan khususnya energi surya. Keberhasilan ini ditunjukkan oleh pesatnya perkembangan energi surya di Jerman, yaitu dari hanya 2,6 GW pada tahun 2006 menjadi 9,8 GW di tahun 2009. Penetapan tarif energi surya fotovoltaik yang tinggi berkisar antara US $ 0,5420,703/kwh dengan jaminan pembelian selama 20 tahun adalah hal yang mendasari pesatnya perkembangan energi surya di negara ini. Bahkan pemerintah Jerman menetapkan tarif yang paling tinggi untuk energi surya yang terpasang di atas atap (US $ 0,703/kWh) dengan kapasitas pembangkitan kurang dari 30 kW. Apabila tarif energi terbarukan di negara Jerman tersebut dibandingkan dengan FiT yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu Rp 656/kWh jika terinterkoneksi pada tegangan menengah atau Rp 1.004/kWh jika terinterkoneksi pada tegangan rendah, maka dapat dinyatakan bahwa tarif energi terbarukan yang berlaku di Indonesia saat ini masih sangat rendah. Hal ini tidak sejalan dengan kebijakan pemanfaatan energi terbarukan khususnya energi surya di Indonesia. Penerapan aturan subsidi dengan sistem kredit seperti sistem kredit untuk perumahan yang disertai dengan sistem FiT telah membuat konsumen di beberapa Negara seperti USA (Negara bagian California), Uni Eropa seperti Jerman, Belanda, Perancis dan Spanyol dapat menikmati harga energi surya dengan 92 investasi awal yang tidak memberatkan. Pada sistem ini waktu pelunasan kredit akan terbantukan dengan adanya pemasukan dari penjualan listrik ke perusahaan listrik, sehingga hal tersebut akan mempersingkat masa pembayaran kredit atau meringankan pengeluaran konsumen. Aturan subsidi dengan sistem kredit untuk energi terbarukan belum diterapkan di Indonesia, sehingga sampai saat ini konsumen yang ingin mengusahakan energi terbarukan khususnya energi surya masih harus mengeluarkan investasi awal yang besar. Hal inilah yang menyebabkan konsumen atau masyarakat di Indonesia lebih cenderung memilih menggunakan sumber energi fosil. Pemberian subsidi terhadap industri energi surya telah membuat penurunan biaya produksi untuk per Wp (Wattpeak). Ini terlihat dari penurunan harga produksi untuk per Wattpeak yang berlaku di beberapa negara, seperti USA (US $ 1,76/Wp), Spanyol, Jerman dan Inggris (US $ 1,68/Wp), Jepang (US $ 2,04/Wp), serta Cina dan Taiwan (US $ 1,68/Wp). Pada saat ini pemberian subsidi terhadap industri energi surya belum dilaksanakan di Indonesia. Pemerintah Indonesia baru menetapkan untuk menggalakkan industri sistem dan komponen peralatan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) serta mewujudkan keekonomian PLTS dalam draf rancangan Kebijakan Energi Nasional. Hal inilah yang membuat industri panel surya lokal belum dapat bersaing dengan produk panel surya impor dari Cina, yang harganya lebih murah dari harga panel surya buatan lokal. 93 4.6 Analisis dan Strategi untuk Penentuan Kelayakan PLTS Analisis dan strategi untuk menentukan kelayakan PLTS sebagai catu daya tambahan pada industri perhotelan di Nusa Lembongan Bali dilakukan dengan mempergunakan analisis SWOT. Analisis ini dipergunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dari PLTS, sehingga dari faktor-faktor tersebut dapat ditentukan alternatif strategi apa yang perlu diterapkan agar pemanfaatan PLTS sebagai catu daya tambahan layak untuk dilaksanakan. Adapun faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari pemanfaatan PLTS sebagai catu daya tambahan adalah sebagai berikut : a) Kekuatan (Strength) PLTS adalah pembangkit listrik yang menghasilkan energi listrik dari konversi sinar matahari. Pada saat ini PLTS telah memiliki teknologi yang mapan untuk dikembangkan baik dengan sistem berdiri sendiri (Stand- Alone) maupun dengan sistem Hybrid. Sumber energi untuk PLTS adalah sumber energi terbarukan yang ketersediaannya tak terbatas. Di masa mendatang harga panel surya cenderung menurun. Sehingga membuat biaya energi PLTS dapat bersaing dengan biaya energi dari pembangkit energi fosil (PLTD). Penggunaan PLTS sebagai catu daya tambahan tentu akan dapat mengurangi pemakaian sumber energi fosil yang ketersediaanya semakin terbatas dan mengurangi emisi CO2 di lingkungan hotel. b) Kelemahan (Weaknesses) Kelemahan PLTS sebagai catu daya tambahan adalah pembangkit listrik ini memerlukan biaya investasi awal yang sangat tinggi. Panel surya yang saat ini ada di pasaran, sebagian besar adalah panel surya produk impor. Pada saat 94 ini biaya energi PLTS masih sangat mahal apabila dibandingkan dengan biaya energi dari pembangkit listrik energi fosil (PLTD). c) Peluang (Opportunies) Pemanfaatan PLTS sebagai catu daya tambahan untuk hotel Bali Hai Tide Huts, didasari oleh tingginya kebutuhan energi listrik hotel pada waktu siang hari. Selain itu adanya kebijakan pemanfaatan energi terbarukan di berbagai negara termasuk Indonesia dan penerapan subsidi untuk industri energi terbarukan serta sistem kredit untuk masyarakat (konsumen) yang memanfaatkan energi surya, yang telah diterapkan di beberapa negara adalah peluang yang dapat diterapkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan peranan energi terbarukan dalam bauran energi nasional. Adanya kecenderungan kenaikan harga minyak dunia akan membuat biaya energi dari pembangkit dengan sumber energi bahan bakar minyak meningkat. Ini tentu akan memberikan peluang bagi pengembangan energi surya. d) Ancaman (Treaths) Adapun yang menjadi ancaman bagi pengembangan PLTS sebagai catu daya tambahan adalah, pada saat ini masyarakat (konsumen) masih memilih menggunakan pembangkit listrik dengan sumber energi bahan bakar minyak (PLTD) karena biaya energinya lebih murah. Biaya energi PLTD menjadi lebih murah karena sampai saat ini bahan bakar minyak masih disubsidi oleh pemerintah. Berdasarkan pada faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang telah dipaparkan di atas maka langkah selanjutnya adalah menganalisis faktorfaktor tersebut untuk menentukan strategi apa yang dapat diterapkan agar pemanfaatan PLTS sebagai catu daya tambahan pada hotel Bali Hai Tide Huts layak untuk dilaksanakan. Analisis SWOT ini dilakukan dalam suatu matrik, yang akan menghasilkan empat alternatif strategi seperti terlihat pada gambar 4.11. 95 STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W) ο§ Energi listrik dihasilkan pada waktu ο§ Biaya investasi awal siang hari dari konversi sinar matahari. sangat tinggi. ο§ PLTS telah memiliki teknologi yang ο§ Panel surya masih mapan untuk dikembangkan. mengimpor dari luar. ο§ Sumber energi PLTS adalah sumber ο§ Pada saat ini biaya energi energi terbarukan. PLTS masih sangat mahal ο§ Harga panel surya cenderung menurun apabila dibandingkan di masa mendatang. dengan biaya energi dari ο§ Biaya energi PLTS di masa mendatang PLTD telah dapat bersaing dengan biaya energi pembangkit fosil (PLTD). ο§ Dapat mengurangi pemakaian sumber External Strategic energi fosil dan mengurangi emisi CO2 Factors Analysis di lingkungan hotel. (EFAS) OPPORTUNIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO ο§ Tingginya kebutuhan energi ο§ Memanfaatkan energi listrik dari energi ο§ Pemerintah menetapkan listrik di hotel pada waktu surya untuk membantu memenuhi regulasi sistem kredit seperti siang hari kebutuhan energi listrik hotel yang tinggi sistem kredit untuk ο§ Kebijakan pemanfaatan pada waktu siang hari. perumahan bagi konsumen energi terbarukan di berbagai ο§ Penggunaan sumber energi terbarukan yang ingin memanfaatkan negara di dunia sebagai catu daya tambahan akan energi terbarukan sehingga ο§ Penerapan subsidi untuk mendukung kebijakan pemanfaatan energi dapat mengurangi biaya industri energi terbarukan di terbarukan di Indonesia. investasi awal PLTS. beberapa negara. ο§ Adanya penurunan harga panel surya dan ο§ Pemerintah perlu segera ο§ Penerapan sistem kredit kecenderungan kenaikan harga minyak menetapkan regulasi untuk konsumen yang dunia, akan membuat biaya energi PLTS tentang pemberian subsidi mengusahakan energi dapat bersaing dengan biaya energi terhadap industri energi terbarukan di beberapa pembangkit fosil di masa mendatang. terbarukan. Hal ini untuk negara Dengan biaya energi yang telah bersaing membuat industri mampu ο§ Kecenderungan kenaikan tentu akan sangat menguntungkan bagi memproduksi panel surya harga minyak dunia di masa pihak hotel untuk memanfaatkan energi lokal yang lebih murah dari mendatang. terbarukan sehingga dapat mengurangi produk luar. emisi CO2 di lingkungan hotel TREATHS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT ο§ Konsumen masih memilih ο§ Mendorong masyarakat (konsumen) yang ο§ Membatasi dan menggunakan pembangkit memiliki modal seperti : hotel, industri, mengalihkan sebagian dari sumber energi bahan dan rumah mewah untuk subsidi sumber energi fosil bakar minyak karena biaya mengembangkan PLTS sebagai sumber (bahan bakar minyak) energinya lebih murah. energi listrik. Mengingat di masa lima untuk sumber energi surya, ο§ Pemerintah masih tahun mendatang biaya energi PLTS telah sehingga biaya energi PLTS mensubsidi bahan bakar dapat bersaing dengan biaya energi yang pada saat ini masih minyak yang merupakan pembangkit fosil (PLTD). Sehingga tentu mahal dapat lebih bersaing sumber energi pembangkit akan menguntungkan bagi masyarakat dengan biaya energi listrik tenaga diesel (PLTD). tersebut untuk mengembangkan energi pembangkit dari bahan listrik dari energi terbarukan (energi surya). bakar minyak (PLTD). Gambar 4.11 Matrik SWOT untuk Pemanfaatan PLTS sebagai Catu Daya Tambahan di Hotel Bali Hai Tide Huts Internal Strategic Factors Analysis (IFAS) 96 a) Strategi SO (Strength Opportunity) Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh PLTS untuk memanfaatkan peluang yang ada. Dari matrik SWOT di atas maka diperoleh bahwa strategi SO dilakukan dengan memanfaatkan energi listrik yang bersumber dari konversi energi surya untuk membantu memenuhi kebutuhan energi listrik di Hotel Bali Hai Tide Huts yang tinggi pada waktu siang hari. Selain itu penggunaan sumber energi terbarukan sebagai catu daya tambahan tentu akan mendukung kebijakan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia yang ditargetkan sebesar 17%. Adanya penurunan harga panel surya dan kecenderungan kenaikan harga minyak dunia, akan membuat biaya energi PLTS dapat bersaing dengan biaya energi pembangkit fosil (bahan bakar minyak) di masa mendatang. Dengan biaya energi yang telah bersaing tentu akan sangat menguntungkan bagi pihak hotel untuk memanfaatkan energi terbarukan (energi surya) sebagai pembangkit energi listrik, karena pemanfaatan tersebut dapat mengurangi emisi CO2 di lingkungan hotel. b) Strategi WO (Weakness Opportunity) Strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan yang dimiliki PLTS untuk memanfaatkan peluang yang ada. Dari matrik SWOT di atas maka diperoleh bahwa strategi WO dapat dilakukan dengan menetapkan regulasi sistem kredit seperti sistem kredit untuk perumahan bagi masyarakat (konsumen) yang ingin memanfaatkan energi terbarukan (energi surya) sebagai pembangkit listrik. Penerapan sistem kredit ini telah membuat masyarakat di beberapa negara seperti USA (negara bagian California), Uni Eropa seperti 97 Jerman, Belanda, Perancis dan Spanyol dapat menikmati biaya investasi awal PLTS yang tidak memberatkan. Apabila sistem kredit ini juga diterapkan di Indonesia maka hal ini tentu akan dapat mengurangi biaya investasi awal yang harus dikeluarkan oleh pihak hotel untuk pemanfaatan PLTS sebagai catu daya tambahan. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah pemerintah perlu segera menetapkan regulasi tentang pemberian subsidi terhadap industri energi terbarukan. Hal tersebut diharapkan membuat industri lokal mampu untuk memproduksi panel surya yang lebih murah dari produk luar. c) Strategi ST (Strength Threat) Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh PLTS untuk mengatasi ancaman yang ada. Dari matrik SWOT di atas maka diperoleh bahwa strategi ST dapat dilakukan dengan mendorong masyarakat (konsumen) yang memiliki modal seperti : hotel, industri, dan rumah mewah untuk mengembangkan PLTS sebagai sumber energi listrik. Mengingat di masa lima tahun mendatang biaya energi PLTS telah dapat bersaing dengan biaya energi pembangkit fosil (bahan bakar minyak). Sehingga tentu akan menguntungkan bagi masyarakat tersebut untuk mengembangkan energi listrik dari energi terbarukan (energi surya). d) Strategi WT (Weakness Threat) Strategi WT adalah strategi yang meminimalkan kelemahan PLTS untuk menghindari ancaman yang ada. Dari matrik SWOT di atas maka diperoleh bahwa strategi WT dapat dilakukan dengan membatasi dan mengalihkan sebagian subsidi bahan bakar minyak untuk sumber energi terbarukan (energi surya). Sehingga hal ini dapat membuat biaya energi untuk PLTS yang saat ini 98 masih mahal dapat lebih bersaing dengan biaya energi pembangkit dari bahan bakar minyak (PLTD). Berdasarkan ke-4 alternatif strategi yang dapat diterapkan dari hasil analisis SWOT di atas maka dapat disimpulkan bahwa penetapan regulasi dari pemerintah sangat berperan untuk mengatur pengembangan PLTS, mengingat di masa mendatang biaya energi PLTS telah dapat bersaing dengan biaya energi dari pembangkit fosil dan telah didukung pula oleh teknologi PLTS yang semakin mapan. Adanya penetapan regulasi dari pemerintah untuk energi surya, tentu akan membuat pemanfaatan PLTS sebagai catu daya tambahan, layak untuk dikembangkan pada industri perhotelan di Nusa Lembongan khususnya pada hotel Bali Hai Tide Huts.