PJK

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi
akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium
yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah
atau curah jantung, kebutuhan O2 miokardium meningkat atau spasme arteri
koroner, dengan penyebab tersering yaitu aterosklerosis (Rokhaeni dkk, 2001).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang banyak diderita oleh
masyarakat. Penyakit ini menyerang pembuluh darah yang mengalirkan darah ke
jantung (arteri koroner) sehingga terjadi penyempitan pada arteri koroner.
Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan pembuluh darah
telah menggantikan peran penyakit tuberculosis paru sebagai penyakit epidemik di
negara-negara maju, terutama pada laki-laki (Supriyono dkk, 2008).
Berdasarkan data WHO (2011) bahwa penyakit jantung merupakan
penyebab kematian nomor satu di dunia dan sedikitnya 17,5 juta atau setara
dengan 30 % kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung
(Sumarti, 2010). Tahun 2030 diperkirakan sekitar 23,6 juta penduduk dunia akan
meninggal karena penyakit ini. Peningkatan jumlah kematian terbesar akan terjadi
di wilayah Asia Tenggara. American Heart Association (2011) juga menyatakan
bahwa PJK telah menyebabkan 425 kematian pada tahun 2006.
Penyakit jantung menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia
pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit
2
jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan
kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terburuk maka upaya pencegahan merupakan
hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler. Tahun 1990 sampai
2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner di negara berkembang akan
meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju
peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita.
Tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25
orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi
penyebab kematian nomor satu di dunia (Unhas, 2008).
Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2007 menyebutkan bahwa
prevalensi PJK berkisar 7,2% (Departemen Kesehatan RI, 2007). Survey nasional
tahun 2001 memperlihatkan angka 26,4% kematian disebabkan oleh karena
penyakit jantung koroner (Yahya, 2005). Berdasarkan catatan medis pasien rawat
inap di Ruang ICCU Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar dalam
tiga tahun terakhir diperoleh data angka kejadian PJK masih tinggi. Tahun 2010
tercatat 410 (57%) pasien PJK dari 716 total pasien jantung, pada tahun 2011
mencapai 477 (58%) pasien dari 811 total pasien PJK, sedangkan pada tahun 2012
mencapai 514 (70%) pasien dari 725 kasus yang ada. Tampak terjadi peningkatan
jumlah kasus PJK dan masih tergolong tinggi. Kejadian tersering pada laki-laki
yaitu rata-rata dengan usia berkisar 27 tahun sampai 75 tahun dan jumlah
terbanyak pada usia 41-60 tahun.
Penatalaksanaan
medis
terhadap
pasien
PJK
telah
mengalami
perkembangan pesat dengan harapan dapat mengurangi atau menghilangkan
3
masalah fisik yang dialami oleh pasien PJK. Setelah kondisi akut pasien teratasi
dan status hemodinamik stabil, maka dianjurkan untuk mengikuti program
pemulihan melalui program rehabilitasi jantung dengan tujuan untuk memulihkan
kondisi fisik, mental serta sosial pasien sehingga dicapai kemampuan diri sendiri
untuk menjalankan aktifitas di rumah maupun di lingkungan (Hoeri dalam
Rokhaeni dkk, 2001). Secara ringkas, program rehabilitasi jantung yang
komprehensif harus mencakup beberapa komponen berikut, yaitu pengkajian
kondisi dan riwayat medis pasien, edukasi dan konseling dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasien agar dengan upaya sendiri
mampu menghindari faktor risiko, mampu mengatasi faktor risiko agar proses
penyakit atau proses atherosklerosis dapat dihentikan atau dihambat, demikian
pula kecemasan, upaya pengontrolan faktor risiko menyangkut edukasi,
modifikasi gaya hidup kearah hidup sehat dan pengobatan yang diperlukan serta
program latihan fisik dan konseling aktifitas fisik, terutama dalam upaya
meningkatkan pola hidup sehat, tingkat kebugaran, kualitas hidup dan
pengendalian faktor risiko (Radi dkk, 2009).
Pasien PJK merupakan indikasi utama dianjurkan melaksanakan program
rehabilitasi jantung. Pelaksanaan program rehabilitasi jantung dikelompokan
menjadi empat fase, yaitu fase I adalah upaya yang segera dilakukan disaat pasien
masih dalam masa perawatan, tujuan utama fase ini adalah mengurangi atau
menghilangkan efek buruk akibat tirah baring lama, melakukan edukasi dini serta
agar pasien mampu melakukan aktifitas hariannya secara mandiri dan aman.
Fase II dilakukan segera setelah pasien keluar dari RS, merupakan program
4
intervensi untuk mengembalikan fungsi pasien seoptimal mungkin, segera
mengontrol faktor risiko, edukasi dan konseling tambahan mengenai gaya hidup
sehat. Fase III dan IV merupakan fase pemeliharaan, dimana diharapkan pasien
tersebut telah mampu melakukan program rehabilitasi secara mandiri, aman, dan
mempertahankan pola hidup sehat untuk selamanya, dibantu atau bersama-sama
keluarga dan masyarakat sekitarnya (Radi dkk, 2009).
Berdasarkan pengamatan peneliti selama bertugas di Ruang ICCU
ditemukan perilaku pasien menolak untuk melaksanakan mobilisasi sesuai
tahapan program rehabilitasi jantung fase I dengan alasan mereka sanggup
melakukan aktifitas melebihi dari yang disarankan sehingga pasien melakukan
aktifitas yang seharusnya belum diperbolehkan. Keluarga selaku orang terdekat
pasien sudah dilibatkan dalam pelaksanaan program rehabilitasi jantung fase I,
namun terdapat beberapa pasien yang tetap menolak. Sedangkan di sisi
berlawanan adanya rasa kurang percaya diri pasien untuk melaksanakan aktifitas
yang disarankan. Edukasi telah diberikan baik oleh perawat maupun dokter mulai
hari pertama pasien masuk ke ruang ICCU serta adanya dukungan dari keluarga
dalam upaya meningkatkan kepatuhan pasien dalam melaksanakan mobilisasi
sesuai tahapan program rehabilitasi jantung fase I. Pembatasan aktifitas tersebut
dilakukan mengingat seringkali aktifitas yang minimal masih belum bisa ditolerir
oleh tubuh pasien sehingga menimbulkan keluhan seperti nyeri dada, sesak nafas
dan peningkatan denyut jantung. Dengan demikian kapasitas kerja pasien selama
perawatan di ruangan, khususnya di ruang ICCU harus ditingkatkan sedikit demi
5
sedikit secara bertahap dan selalu dalam pengawasan tenaga kesehatan (Boestan,
2004).
Wartini (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan kesehatan latihan aktifitas rehabilitasi jantung
fase I dengan kepatuhan melaksanakan mobilisasi pada pasien PJK. Dijelaskan
bahwa dari 26 responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan didapatkan 15
(58%) responden tidak patuh dan 11 (42%) responden kurang patuh dalam
melaksanakan mobilisasi sesuai tahapan dalam program rehabilitasi jantung fase I.
Angka ketidakpatuhan pasien untuk melakukan aktifitas sesuai program
rehabilitasi setelah diberi edukasi memang tidak tercatat di dalam catatan medis
ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar, namun dari survey awal yang dilakukan
oleh peneliti dalam waktu tiga bulan terakhir dari tanggal 1 Mei sampai dengan
Juli didapatkan bulan Mei terdapat 37 kasus PJK dari 54 kasus jantung dan
dijumpai 8 (21%) kasus yang tidak patuh, pada bulan Juni terdapat 31 kasus PJK
dari 56 kasus jantung dan dijumpai 7 (22%) kasus yang tidak patuh dan pada
bulan Juli terdapat 28 kasus PJK dari 48 kasus jantung dan dijumpai 7 (25%)
kasus yang tidak patuh dalam melakukan aktifitas bertahap sesuai dengan
program rehabilitasi yang disarankan walaupun sudah diberi edukasi pada pasien.
Secara umum dari semua kasus penyakit jantung yang dirawat di ICCU
RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Mei terdapat 14 (25,9%) kasus yang tidak
patuh dari 54 kasus penyakit jantung dan pada bulan Juni dijumpai 15 (26,7%)
kasus yang tidak patuh dari 56 kasus penyakit jantung dan pada bulan Juli
6
dijumpai 15 (27,2%) kasus yang tidak patuh dari 55 kasus penyakit jantung karena
tidak didampingi keluarga selama melakukan rehabilitasi jantung fase I.
Terdapat enam kasus yang mengalami perburukan kondisi dari jumlah
pasien yang tidak patuh, dimana mereka mengalami nyeri dada berulang dan
sesak nafas serta perubahan gambaran EKG sehingga harus dirawat kembali di
ICCU. Dampak yang ditimbulkan dari masalah tersebut bagi pasien adalah pasien
dirawat lebih lama lagi di ruang intensif, bagi keluarga akan menambah biaya
perawatan dan penggunaan obat-obatan, bagi rumah sakit dan perawatan
bertambahnya masa perawatan bagi pasien sehingga perlu dipikirkan solusi untuk
mengatasinya.
Penderita yang mengalami serangan jantung sering dihadapkan pada
kemungkinan perubahan pola hidup sehari-hari dan kondisi ini akan dipengaruhi
oleh berat dan kompleksitas penyakitnya. Hal ini dapat diketahui lebih jauh
dengan mengenal suami, istri dan keluarganya serta kehidupan bermasyarakat dari
pasien (Dewi & Boestan, dalam Yusran Hasymi, 2009). Dukungan suami, istri
serta keluarga diharapkan mampu meningkatkan kesiapan pasien menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi. Intervensi keperawatan yang melibatkan peran
anggota keluarga dalam proses perawatan sangat penting seperti kunjungan rutin,
membangkitkan support sistem yang menyenangkan, kegembiraan dan semangat
yang dapat meningkatkan kemampuan pasien beradaptasi terhadap penyakit dan
untuk pulih lebih cepat (Myers & Sheffield, dalam Yusran Hasymi, 2009).
Pentingnya dukungan keluarga bagi pasien penyakit kardiovaskuler
disampaikan juga oleh Komalasari (2011) dalam penelitiannya tentang Dukungan
7
Keluarga pada Penderita Sakit Jantung di RS Jantung Harapan Kita. Dukungan
keluarga yang dapat diterima penderita penyakit jantung berupa dukungan
emosional seperti perhatian sehingga merasakan nyaman, aman dan dicintai,
dukungan penghargaan diberikan dengan tidak selalu dilibatkan pada masalah
yang mengganggu kesehatannya, dukungan instrumental diberikan melalui
tindakan atau bantuan fisik, dukungan informasional diberikan melalui
penyuluhan atau dari rumah sakit itu sendiri, dukungan persahabatan dapat
meringankan beban penyakit penderita, dukungan motivasional dapat diberikan
melalui nasehat dan saran. Bentuk dukungan antara lain memberikan nasehat,
berkata yang menyenangkan, memberi sesuatu yang menyenangkan, menghibur,
memberikan semangat dan dorongan. Dukungan ini dapat diberikan terutama oleh
pasangan suami atau istri dan keluarga terdekatnya.
Menurut Cohen & Syme (1996) dalam Prasetyawati (2011) menyebutkan
bahwa dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu
yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu
bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Dalam
semua tahapan, dukungan keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan
berbagai kepandaian dan akal sehingga akan meningkatkan kesehatan dan
adaptasi mereka dalam kehidupan.
Publikasi tentang manfaat dukungan keluarga dan masyarakat terhadap
upaya pemulihan PJK dari media cetak, maupun media elektronik dirasakan masih
sangat kurang. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengkaji lebih lanjut
8
keterkaitan antara dukungan keluarga pada fase rehabilitasi jantung fase I pada
pasien PJK.
Rumah sakit merupakan tempat yang tepat untuk memberikan pendidikan
kesehatan, mengingat kondisi pasien di rumah sakit sangat tergantung dengan
petugas kesehatan. Perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya dianggap
penting dengan demikian memudahkan untuk mempengaruhi dan merubah
perilaku pasien ke arah perilaku sehat, serta didukung dengan kehadiran keluarga
yang menunggu pasien sehingga sekaligus bisa memberikan pendidikan kesehatan
(Mubarak dkk, 2007).
Mengingat betapa pentingnya dukungan keluarga kepada pasien PJK
tentang latihan aktifitas rehabilitasi terutama selama pasien dirawat di rumah sakit
yang berhubungan dengan kepatuhan pasien untuk melaksanakan mobilisasi
sesuai tahapan yang semestinya, juga dampak yang ditimbulkan apabila pasien
tidak melakukan mobilisasi sesuai tahapannya, serta masih kurangnya penelitian
tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan rehabilitasi
jantung fase I pada pasien PJK di Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar, maka
penulis tertarik mengadakan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan melakukan rehabilitasi jantung fase I.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam
penelitian adalah : ”Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
melakukan rehabilitasi jantung fase I pada pasien PJK di Ruang ICCU RSUP
Sanglah Denpasar tahun 2014?”
9
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah ada
hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan rehabilitasi jantung
fase I pada pasien PJK di Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik data pasien PJK.
b. Mengidentifikasi dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien PJK di
Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar.
c. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan untuk melaksanakan mobilisasi sesuai
program rehabilitasi kepada pasien PJK setelah mendapat dukungan keluarga.
d. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan
rehabilitasi jantung fase I pada pasien PJK di Ruang ICCU RSUP Sanglah
Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan
perawat dan keluarga terutama pada masalah hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan melakukan rehabilitasi jantung fase I pada pasien PJK dan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian penelitian selanjutnya.
10
1.4.2 Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan oleh perawat
untuk menyertakan keluarga dalam perawatan pasien khususnya tentang latihan
aktifitas rehabilitasi jantung fase I pada pasien PJK dalam upaya pemulihan pasien
sehingga pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan. Dengan mengetahui
hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan rehabilitasi
maka dapat dipertimbangkan kehadiran atau keterlibatan keluarga dalam
melakukan rehabilitasi jantung fase I sehingga proses penyembuhan pasien lebih
optimal, dapat mengurangi kecemasan pasien dan komplikasi, serta sebagai
kontrol perilaku pasien. Dalam hal ini dukungan keluarga dapat diberikan oleh
suami, istri, orang tua atau keluarga yang disegani untuk mendampingi pasien
pada saat-saat tertentu dengan tetap memperhatikan aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh pihak rumah sakit.
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari
penelitian ini adalah :
a. Catharina, dkk (2003) dalam penelitiannya yang berjudul ”Dukungan Diri,
Keluarga Dan Masyarakat Serta Hubungannya Dengan PJK Bagi Pasien Pria
Rumah Sakit Pelni Jakarta”. Rancangan penelitian deskriptif korelatif dengan
pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan teknik random sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang. Analisis data menggunakan uji korelasi
rank spearman, ANOVA test, multiple regression dan logistic regression.
11
Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada jumlah variabel yang
digunakan, teknik pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan.
b. Wartini (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ”hubungan pendidikan
kesehatan latihan aktifitas rehabilitasi jantung fase I dengan kepatuhan
melaksanakan mobilisasi pada pasien PJK di Ruang ICCU RSUP Sanglah
Denpasar Tahun 2011”. Metode penelitian adalah penelitian pra eksperimental
yaitu menggunakan studi one group pretest-postest design. Sampel diambil
dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 26 orang.
Analisis data menggunakan uji korelasi rank spearman dengan taraf signifikan (α)
0,05. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variabel bebasnya,
metode penelitian serta jumlah sampel yang diambil.
Download