I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim a. Keterkaitan disiplin Geodesi/Geomatik dengan batas maritim b. Aspek geospasial c. Pendekatan multi disiplin Metode Delimitasi Batas Maritim C. MEDIA AJAR : Handout D. METODE EVALUASI DAN PENILAIAN a. Kuis b. Keaktivan berdiskusi E. METODE AJAR: STAR : SCL (Student Centered Learning) + TCL (Teacher Centered Learning) F. AKTIVITAS MAHASISWA a. Memperhatikan, mencatat, membaca modul b.Berdiskusi c. Mengerjakan soal kuis G. AKTIVITAS DOSEN DAN NAMA DOSEN a. Menjelaskan materi pokok bahasan b. Membuat soal kuis c. Memandu diskusi d. Nama Dosen : I Made Andi Arsana II. BAHAN AJAR 1. Keterkaitan disiplin Geodesi/Geomatika dengan Batas Maritim Ilmu geodesi dan geomatika erat hubungannya dengan delimitasi batas maritime, baik dalam proses delimitasi maupun penyajian output/hasil dari delimitasi. Ilmu godesi digunakan dalam penentuan titik pangkal, konfigurasi garis pangkal, delimitasi batas maritime, dan kemudian penyajian koordinat garis batas dan visualisasi di atas peta. Gambar 1 menunjukkan istilah-istilah yang berkaitan erat dengan ilmu geodesi/geomatika yang muncul pada perjanjian batas maritime antara Indonesia dengan Vietnam. 1 Gambar 1. Penggunaan Istilah terkait ilmu geodesi/geomatika dalam perjanjian batas Oleh karena itu perlu pemahaman yang baik oleh Mahasiswa dalam beberapa hal misalnya system koordinat, datum, transformasi koordinat maupun datum. Pemahaman melingkupi bagaimana koordinat sebuah titik didefinisikan dalam sebuah system koordinat, misalnya system koordinat kartesian 3D, dan kemudian harus didefinisikan dalam koordinat lat,long (lintang, bujur). Dan bagaimana pendefinisian datum dari titik dimaksud dan operasi transformasi datum jika diperlukan. Proyeksi peta digunakan untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana sebuah titik di muka bumi, yang didefinisikan dalam bidang lengkung harus didefinisikan ke peta, yaitu bidang datar dengan proyeksi peta. Gambar 2 menunjukkan bagaima “perjalanan” titik yang sebelumnya diketahui koordinat dalam bidang lengkung, didefinisikan dalam bidang datar, atau peta. 2 Gambar 2. Pendefinisian titik dari bidang lengkung ke bidang datar Penggunaan peta laut dalam delimitasi batas maritime, juga menunjukkan keterkaitan ilmu geodesi/geomatika dalam delimitasi batas maritime. Dalam pasal 5 UNCLOS 1982 tentang garis pangkal biasa, misalnya, disebutkan garis pangkal harus terlihat pada peta skala besar yang diakui resmi oleh Negara pantai tersebut. Sehingga faktor skala, kemutakhiran, institusi yang mengeluarkan peta, dan siapa saja yang menggunakan peta. 2. Aspek Geospasial Dalam UNCLOS 1982, dikenal beberapa istilah misalnya, garis geodesic, garis pangkal normal, garis pangkal penutup teluk, dll yang kesemuanya menggunakan istilah geospasial dan pendefinisiannya memerlukan pemahaman ilmu geodesi/geomatika. Dalam penentuan garis pangkal pada teluk, harus diukur lebar teluk dan kemudian tutupan setengah lingkarang dari teluk sehingga dapat ditentukan apakah sebuah teluk dapat ditutup menggunakan garis pangkal atau tidak. Gambar 3 menunjukkan bagaimana scenario penentuan garis pangkal pada berbagai kondisi teluk. 3 Gambar 3. Penentuan garis pangkal pada teluk Garis geodesic merupakan garis sepanjang lingkaran besar, yaitu lingkaran hasil perpotongan bidang datar yang mengiris ellipsoid melalui pusatnya. Gambar 4 menunjukkan pendefinisian garis geodesik. Garis geodesic digunakan untuk pendefinisikan jarak antar dua titik di permukaan bumi. 4 Gambar 4. Garis Geodesik 3. Pendekatan multidisiplin Delimitasi batas maritime melibatkan banyak keilmuan yang digunakan bersama dalam tahapantahapan yang dilewati. Walaupun akhirnya delimitasi berada pada ranah politik, namun aspek hukum dan teknis merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Hukum internasional terkait batas maritime, UNCLOS 1982, memerlukan ahli teknis untuk dapat mengimplementasikan aturan hukum yang terdapat didalamnya. Ahli-ahli hukum dan ahli teknis dibutuhkan untuk membantu proses delimitasi batas maritime dari aspek hukum dan teknis dan memberikan argumen berdasarkan hukum internasional yang berlaku serta keterangan-keterangan teknis terkait peta, koordinat, dll pada pihak-pihak yang melakukan negoisasi delimitasi batas maritime. Sinergi tiga aspek multidisisplin dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Pendekatan multidisiplin 4. Metode Delimitasi Batas Maritim Delimitasi batas maritime dilakukan bila terjadi klaim maritime sebuah Negara tumpang tindih dengan klaim Negara tetangganya. Karena faktor goegrafis, posisi sebuah Negara bisa berhadapan (opposite) dengan Negara tetangga, maupun berdampingan (adjacent), dimana kedua kondisi di atas memerlukan metode yang berbeda dalam delimitasi yang dilakukan. Gambar 6 menunjukkan prinsip delimitasi pada dua Negara yang berhadapan, dan gambar 7 menunjukkan delimitasi batas maritime pada dua Negara yang berdampingan. 5 Gambar 6. Prinsip delimitasi pada dua Negara berhadapan Gambar 7. Prinsip delimitasi pada dua Negara yang berdampingan Pada kenyataanya, sebuah Negara bisa memiliki beberapa tetangga dan harus melakukan delimitasi dengan beberapa Negara sekaligus. Sehingga delimitasi yang dilakukan melibatkan beberapa Negara dan meliputi beberapa zona maritime, misalnya Laut Teritorial, ZEE dan 6 Landas Kontinen. Dari segi jarak, sebuah Negara bisa berjarak lebih dari 24 mil laut, dimana tidak memerlukan delimitasi batas laut territorial dengan Negara tetangga, namun berjarak kurang dari 400 mil, sehingga tetap dibutuhkan delimitasi batas ZEE, walaupun tidak dibutuhkan delimitasi batas laut territorial. Gambar 8 menunjukkan proses delimitasi batas maritime sebuah Negara dengan dua Negara tetangga. Gambar 8. Delimitasi batas maritime dengan Negara tetangga Dalam delimitasi batas maritime dikenal beberapa metode yang digunakan, antara lain: metode ekudistan, perpendicular, Thalweg, Natural Prolongation parallel and meridian. Metode ekuidistan menurut Konvensi Jenewa 1958 merupakan sebuah garis sebagai tempat kedudukan titik-titik yang sama jarak dari garis pantai (atau garis pangkal) sebagai tempat referensi pengukuran laut territorial kedua Negara. Sebuah definisi serupa juga dikemukakan dalam konvensi Landas Kontinen 1958 da UNCLOS 1982 (pasal 15), hanya saja istilah yang digunakan adalah median line. Sesungguhnya tidak ada perbedaan antara keda istilah tersebut, tetapi beberapa pendapat mengatakan bahwa istilah “median line” biasanya digunakan untuk Negara yang berseberangan dan “equdistance line” digunakan untuk Negara yang berdampingan (TALOS,1993:106). Meski ada perbedaan istilah, keduanya sebenarnya mengacu kepada ekpresi geometri matematis yang sama, yaitu untuk garis tengah yang diperoleh dengan metode sama jarak. Gambar 9 dan 10 menunjukkan ekudistan untuk Negara-negara berseberangan dan berdampingan berturut-turut. 7 Gambar 9. Metode ekudistan untuk Negara berseberangan Penjelasan geometris dari garis ekudistan diberikan oleh Legault dan Hankey (1993: 207) sebagai berikut: Sebuah garis dikatakan ekudistan, antara sembarang dua titik adalah bisector tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan dua titik pangkal terdekat. Mengingat hampir semua garis pantai bersifat tidak teratur (irregular) maka sebuah garis lurus tidak akan memenuhi syarat ekuidistan pada jarak yang sangat panjang. Untuk menjaga sifat ekuidistan dan tegak lurusnya maka garis ekudistan - yang awalnya bisector tegaklurus- harus mengubah arahnya di titik tertentu (memiliki titik belok) untuk menyesuaikan dengan kenyataan geografis garis pantai untuk menyesuaiakan dengan kenyataan geografis garis pantai yang diwakili oleh titik pangkal terdekat di garis pantai Negara-negara yang terlibat. 8 Gambar 9. Metode ekudistan untuk Negara berdampingan Kondisi garis ekudistan murni memerlukan adanya banyak sekali titik belok (turning point) untuk menjaga sifat garis agar tetap ekudistan sepanjang garis. Hal ini mengakibatkan dihasilkannya garis yang sangat kompleks karena terdiri dari banyak sekali segmen garis lurus. Akbiatnya, hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi para pelaut, para pengelola dan pengguna sumberdaya laut. Untuk mengurangi kompleksitas semacam ini garis ekuidistan ini perlu disederhanakan. Penyederhanaan dilakukan dengan cara mengurangi titik belok yang konsekuensinya adalah bertambah panjangnya segmen pembentuk garis batas maritim. Garis ekuidistan yang lainnya adalah garis ekudistan termodifikasi yang pada prinsipnya didasarkan pada konsep garis ekuidistan murni. Garis yang terbentuk merupakan hasil modifikasi atau penggeseran garis ekuidistan murni sehingga menguntungkan salah satu pihak yang terlibat dalam delimitasi batas maritime. Gambar 10 menunjukkan perubahan garis ekuidistan karena adanya pulau kecil didekat garis ekudistan yang terbentuk untuk dua Negara berhadapan. Gambar 11 menunjukkan perubahan garis ekuidistan karena adanya pulau kecil di sekitar garis untuk dua Negara yang berdampingan. 9 Gambar 10. Garis ekuidistan termodifikasi untuk dua Negara berhadapan Gambar 11. Garis ekuidistan untuk dua Negara berdampingan Metode perpendicular, atau metode tegak lurus menggunakan garis yang tegak lurus dengan arah umum garis pantai sebagai garis batas maritim. Metode ini mensyaratkan garis pantai harus digeneralisir menjadi sebuah garis lurus sederhana. Bisa diduga bahwa metode semacam ini 10 tidak umum dipakai mengingat tidkalah mudah untuk menentukan arah umum garis pantai dan sangat sulit untuk diwakili oleh satu garis lurus sederhana. (Hankey, 1993: 212) Kelemahan lain adalah bahwa garis pantai yang tergambarkan pada peta skala besar mungkin saja berbeda arahnya dibandingkan jika garis pantai yang sama digambarkan pada peta dengan skala lebih kecil terutama dalam delimitasi yang menggunakan peta analog. Metode ini pernah diterapkan pada kasus Gulf of Marine dan perjanjian Brazil-Uruguay pada tanggal 21 Juli 1972. Gambar 12 menunjukkan penerapan metode tegak lurus dalam delimitasi batas maritime. Gambar 12. Penerapan metode tegak lurus Metode thalweg dan natural prolongation merupakan metode yang menggunakan unsure-unsur alami (natural features) sebagai batas maritime. Oleh karenanya, dikenal juga sebagai batas alami atau natural boundaries. Thalweg juga merupakan contoh batas alami. Prescott dan Schofield (2005: 233) menyatakan bahwa konsep “thalweg” yang selama ini diterapkan untuk batas darat dengan menggunakan sungai, kini telah diterapkan dalam kawasan lepas pantai dan diadopsi untuk kanal dan cekungan bawah laut. Prescott dan Schofield (2005) juga menegaskan bahwa geomorfologi dasar laut dan kondisi geologisnya, dalam beberapa kasus pembagian kawasan maritime tertentu, dianggap sebagai faktor yang menguntungkan. Konsep ini telah diterapkan dengan sukses dalam kasus landas kontinen Luat Utara (North Sea Continental Shelf)yang dalam hal ini kelanjutan alamiah (natural prolongation) memainkan peran yang signifikan. Gambar 13 menunjukkan metode thalweg dan natural prolongation. 11 Gambar 13. Thalweg dan Natural Prolongation Metode parallel dan meridian adalah cara delimitasi menggunakan garis parallel lintang dan/atau meridian bujur, yang merupakan salah satu metode popular selain ekuidistan. Metode ini biasanya diterapkan untuk kasus Negara-negara yang berdampingan untuk menghindari efek pemotongan “cut off” yang mungkin terjadi jika menggunakan metode ekuidistan. Metode ini sangat berguna khususnya pada Negara yang memiliki garis pantai cekung sehingga wilayah maritime cenderung mengerucut. Meski demikian, metode ini akan efektif jika pantai Negaranegara yang terlibat secara umum berarah utara-selatan (sama dengan garis meridian) atau timurbarat (mengikuti arah garis lintang). Dalam talos 1993 disebut dengan garis arbritari untuk metode yang sama. Gambar 14 menunjukkan visualisais metode parallel dan lintang. 12 Gambar 14. Metode parallel dan meridian III. EVALUASI 1. Jelaskan peran ilmu geodesi dan geodinamika dalam delimitasi batas maritime 2. Jelaskan disertai gambar delimitasi batas maritime menggunakan metode garis ekuidistan untuk Negara herhadapan 3. Jelaskan disertai gambar delimitasi batas maritime metode ekuidistan untuk Negara yang berdampingan 4. Jelaskan disertai gambar peran pulau kecil pada garis batas ekuidistan 5. Jelaskan metode thalweg dan natural prolongation. 6. Jelaskan disertai gambar metode parallel dan meridian Jawaban soal evaluasi akan didskusikan di kelas DAFTAR BACAAN (REFERENSI): 1. Anonim, 1982, United Nations Convention on the Law of the Sea, United Nations Organisation, New York. 2. Anonim, 2000, Handbook on the Delimitation of Maritime Boundaries, United Nations Organisation, New York. 13 3. Anonim, 2006, A Manual On Technical Aspects Of The United Nations Convention On The Law Of The Sea – 1982, Special Publication No. 51, 4th Edition - March 2006, Published by the International Hydrographic Bureau, MONACO 4. Churchill, R. and Lowe, A. (1999). The Law of the Sea, Manchester University Press Cole, George. M. (1997). Water Boundaries 5. Evans, Malcolm D. (1988). Relevant Circumstances and Maritime Delimitation, Clarendon Press – Oxford 6. Sutisna, S., 2004, Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia, Pusat Pemetaan Batas Wilayah, Bakosurtanal 14