KAJIAN SOSIOLINGUISTIK TERHADAP INTERFERENSI SINTAKSIS PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS VII SMP NEGERI 03 KABUPATEN DHARMASRAYA SUMATERA BARAT Zulfardi Darussalam Abstract In teaching a language is hoped to help the students know about herself/himself, her/his culture and other people culture. Besides, in teaching a language also help the students to be able propose his/her opinion, idea and feeling, be a participant in society, morever they can find and use analytical and imajinative skill there is in herself/himself. The researcher is interested to examine studying process of indonesian language because the researcher wants giving the other touch that is more pay attention to use the language or interference the language (interference) that by doing the teacher in his speech sentence. The pupose of this research is do describe syntax interference and cause of syntax interference in studying process of indonesian language at seventh grade SMP N 3 IX Koto. This research is qualitative research. In this research use descriptive qualitative approach. Object in this research is teacher speeech sentence that contain syintax interference event in Studying Processs Of indonesian Language. The methode in collecting data was getting from observe and record teacher speech sentence during studying process of of indonesian language at seventh grade SMP N 3 IX Koto and also the researcher doing literature study as base in process of writing and to inventory data about interference. Based on data analysis can know that in syintax interference in absorbing structure of ofter language (regional language and foreign language) at the teacher speech sentence during studying process. In absorbing element of the sentence can be word, phrase and clause. It can be understand because, factor cause it is there is an authority more than one language (kedwibahasaan) and inclination to use the first language in to second language unconsciously. Keyword : Sosiolinguistik, Interferensi Sintaksis, Bahasa Indonesia A. Pendahuluan Bahasa merupakan media yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain dan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Dengan bahasa manusia dapat mengenal dirinya sebagai makhluk yang sempurna dan dapat bergaul dalam pergaulan yang kompleks. Kegiatan berkomunikasi pada prinsipnya adalah menuangkan ide, gagasan, pikiran dan perasaan yang dinyatakan dalam bentuk lambang atau bentuk tulisan, isyarat, bilangan, lisan dan mimik muka. Menurut Chaer (2006:1) bahwa “Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri”. Jadi, bahasa dapat dijadikan sarana bagi seseorang untuk mengekspresikan perasaan, emosi, maksud, keinginan, serta reaksi lainnya. Bahasa digunakan dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan komunikasi, misalnya pada kegiatan pembelajaran. Pesan pembelajaran tidak akan sampai kepada peserta didik dengan tepat tanpa adanya bahasa. Pada dasarnya, proses pembelajaran merupakan suatu cara untuk dapat merangsang, memelihara dan meningkatkan terciptanya proses berpikir dari setiap individu yang belajar. Di dalam proses pembelajaran ditekankan pada kegiatan belajar siswa, melalui usaha yang terencana dari sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar. Ciri utama dari proses pembelajaran adalah adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya, baik itu dengan guru, teman-temannya,melalui komunikasi pembelajaran, yakni bahasa yang baik dan benar serta mudah dipahami oleh siswa. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan interaksi antara guru dan siswa di mana akan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Pada proses pembelajaran ini, guru dan siswa juga melakukan upaya bersama untuk berbagi dan mengolah informasi, dengan harapan pengetahuan yang diberikan bermanfaat dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Menurut Bafadal (2005:48) bahwa “Suatu proses pembelajaran yang baik, paling tidak harus melibatkan 3 aspek, yaitu : (1) aspek psikomotorik, (2) aspek kognitif,z dan(3) aspek afektif”. Aspek psikomotorik dapat difasilitasi melalui praktikum-praktikum dengan tujuan terbentuknya keterampilan eksperimental. Aspek kognitif difasilitasi melalui berbagai aktivitas penalaran dengan tujuan terbentuknya penguasaan intelektual. Aspek afektif difasilitasi melalui aktivitas pengenalan dan kepekaan lingkungan dengan tujuan terbentuknya kematangan emosional. Ketiga aspek tersebut jika dijalankan dengan baik akan membentuk kemampuan berpikir kritis dan munculnya kreativitas. Melalui kemampuan inilah yang mendasari kematangan dalam memecahkan masalah (skill problem solving) yang diharapkan pada diri siswa. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran adalah munculnya kemampuan belajar berkelanjutan secara mandiri. Dalam hal ini, kajian bahasa yang dihubungkan dengan proses pembelajaran merupakan suatu kajian yang sangat menarik. Hubungan antara bahasa dan proses pembelajaran dapat dikaji dengan menggunakan teori sosiolinguistik. Sosiolinguistik mencakupi bidang kajian yang sangat luas, tidak hanya menyangkut wujud formal bahasa dan variasinya, namun juga penggunaan bahasa lisan guru dalam proses pembelajaran.Penggunaan bahasa lisan pada proses pembelajaran mencakup faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan, seperti faktor pemakaian bahasa yang bilingual pada tuturan guru. Kedwibahasaan merupakan awal terjadinya interferensi. Interferensi merupakan salah satu peristiwa kebahasaan yang terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa. Interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa daerah (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai konsekuensinya, terjadi pemindahan unsur negatif dari bahasa daerah ke dalam bahasa kedua. Faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan pada proses pembelajaran, khususnya bahasa lisan guru, menyebabkan terjadinya ragam bahasa. Pada proses pembelajaran, kegiatan interaksi yang dilakukan guru sangat beragam. Oleh sebab itu, kegiatan interaksi yang dilakukan guru dapat menyebabkan terjadinya kontak bahasa. Kontak bahasa merupakan pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan kedwibahasaan berarti penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur. Kontak bahasa cenderung kepada gejala bahasa (langue), sedangkan kedwibahasaan cenderung sebagai gejala tutur (parole). Namun, karena gejala bahasa (langue) pada hakekatnya sumber dari gejala tutur (parole), maka kontak bahasa menjadi kedwibahasaan. Kedwibahasaan merupakan awal terjadinya interferensi. Interferensi merupakan salah satu peristiwa kebahasaan yang terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa. Interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa daerah (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai konsekuensinya, terjadi pemindahan unsur negatif dari bahasa daerah ke dalam bahasa kedua. Alwasilah (2005:131) mengatakan bahwa “Interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata”. Interferensi merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu ke dalam bahasa kedua. Dari segi kebahasaan, interferensi dibagi menjadi dua, yakni interferensi bentuk dan interferensi bahasa. Menurut Poedjosoedarmo (2006:27) “Interferensi bentuk meliputi unsur bahasa dan variasi bahasa, sedangkan interferensi bahasa meliputi interferensi fonologis, leksikal, morfologis, sintaksis, dan semantik.” Pada penelitian ini dibahas tentang interferensi bahasa (sintaksis) dalam proses pembelajaran. Dipilihnya interferensi sintaksis pada proses pembelajaran sebagai bahan kajian, disebabkan pada proses pembelajaran banyak terjadi interferensi sintaksis Pada penelitian ini, yang menjadi permasalahan adalah digunakannya bahasa Indonesiadan bahasa kedua (bahasa daerah, bahasa asingdan bahasa gaul) secara bersamaan pada proses pembelajaran oleh guruyang sama, sehingga berpengaruh terhadap tuturan yang disampaikan dan berakibat pada bahasa tuturan menjadi tidak jelas. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi tidak mengerti terhadap tuturan yang disampaikan, begitu juga sebaliknya. Di samping itu, bentuk dan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pemakainya, sebab sebagai sistem lambang yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ragam bahasa yang dikuasai seseorang akibat adanya kontak bahasa, sehingga terjadi interferensi. Interferensi dapat terjadi apabila unsur-unsur kosakata atau kaidah ketatabahasaan dari bahasa yang satu digunakan pada bahasa lain. B. Kajian Pustaka Sebelum masuk pada kedwibahasaan, haruslah mengetahui pengertian sosiolinguistik. Secara umum sosiolinguistik membahas hubungan bahasa dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan fungsi bahasa secara umum yaikni sebagai alat komunikasi. Sosiolingistik sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Menurut Chaer dan Leonie (2004:3) “Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi variasi bahasa, dan pengunaan bahasa, karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur, identitas sosial dari penutur, lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi serta tingkatan variasi dan ragam linguistik.” Masyarakat tutur yang terbuka, dinamis, dan dapat berinteraksi dengan masyarakat tutur yang lain tidak menutup kemungkinan terjadinya kedwibahasaan (bilingualisme). Latar belakang yang mendorong terjadinya kedwibahasaan (bilingualisme) adalah karena adanya kontak bahasa di dalam otak manusia. Kontak bahasa terjadi karena perpindahan penduduk dengan alasan pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan bencana alam sehingga terjadi kontak dengan bahasa penutur lain. Menurut Chaer dan Leonie (2004:65), mengatakan bahwa “Bilingualisme dan multilingualisme sebagai akibat dari kontak bahasa, dapat tampak dalam kasus yang muncul dalam pemakaian bahasa seperti interferensi, integrasi, alih kode, dan campur kode”. Kedwibahasaan merupakan masalah bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri tidak terbatas sebagai alat penghubung antarindividu melainkan sebagai alat penghubung antar kelompok. Oleh sebab itu, masalah kedwibahasaan bukan masalah perseorangan tetapi masalah yang ada dalam suatu kelompok pemakai bahasa. Untuk dapat menggunakan dua bahasa diperlukan penguasaan kedua bahasa dengan tingkat yang sama, artinya kemampuan penutur dalam penguasaan bahasa keduanya. Interferensi Sintaksis Interferensi bahasa merupakan penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam ujaran dwibahasawan yang disebabkan penutur memiliki lebih dari satu bahasa dan akibat dari adanya kontak bahasa. Dari kontak bahasa terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, mencakup semua tataran. Menurut Kridalaksana (2008:95) bahwa “Interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa”. Interferensi merupakan gejala parole dan pemakaiaannya pada diri dwibahasawan , bukan merupakan gejala langue yang terjadi pada masyarakat bahasa. Interferensi merupakan perubahan sistem bahasa kedua yang disebabkan oleh pengaruh bahasa pertama yang dapat terjadi semua sistem bahasa. Interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur, hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan yang sebenarnya telah ada padanannya dalam bahasa penyerap, sehingga cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, diharapkan makin berkurang. Menurut Jendra (2007:108) bahwa interferensi terdiri dari lima bentuk kebahasaan, antara lain: “(a) Interferensi pada bidang sistem tata bunyi (fonologi), (b) interferensi pada tata bentukan kata (morfologi), (c) interferensi pada tata kalimat (sintaksis), (d) interferensi pada kosakata (leksikon), (e) interferensi pada bidang tata makna (semantik)”. Interferensi sintaksis terjadi pada tataran kalimat, yakni berupa tata kalimat atau pola penyusunan kalimat.Interferensi ini terjadi karena pemindahan morfem (kata) bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua.Hal ini dapat juga terjadi perluasan pemakaian kata bahasa pertama, yakni memperluas makna kata yang sudah ada, sehingga kata dasar memperoleh kata baru atau bahkan gabungan dari kedua kemungkinan di atas. Interferensi kata dasar terjadi apabila seorang penutur bahasa Indonesia menguasai bahasa Inggris dengan baik, sehingga dalam percakapannya sering terselip kata-kata bahasa Inggris, sehingga sering terjebak dalam interferensi. Menurut Mustakim (2004:70), mengatakan “Interferensi sintaksis dijumpai dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. Oleh karena itu, interferensi ini dapat disebut dengan interferensi struktur.” Interferensi bidang sintaksis yakni bercampurnya urutan kalimat khusus pertama dengan urutan kalimat khusus yang kedua. Penyebab timbulnya interferensi sintaksis dalam berbahasa ada pada orang yang menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya. Sebagaimana yang dikatakan Setyawati (2010:15) bahwa ada tiga faktor yang melatarbelakangi timbulnya interferensi sintaksis yaitu (a) Terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Ini dapat berarti bahwa interferensi dalam berbahasa disebabkan oleh bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2) yang sedang dipelajari si penutur. Dengan kata lain sumber interferensi terletak pada perbedaan sistem linguistik B1 dengan sistem linguistik B2; (b) Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya. Interferensi yang merefleksikan ciri-ciri umum kaidah bahasa yang dipelajari. Dengan kata lain, keliru menerapkan kaidah bahasa. Kekekeliruan ini disebabkan oleh penyamarataan berlebihan, ketidaktahuan pembatasan kaidah, penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan salah menghipotesiskan konsep; (c) Pembelajaran bahasa yang kurang sempurna. Pada hakikatnya proses pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan belajar mengajar yang berperan dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Pada proses pembelajaran, pendidik dan siswa merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan. Hal ini disebabkan, dua komponen tersebut harus terjalin interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal. Menurut Hasan (2004:107) bahwa “Proses pengajaran adalah berjalannya suatu pengajaran dengan suatu susunan dari beberapa bagian dari suatu bahan pelajaran yang merupakan satu kesatuan yang berhubung-hubungan”. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk berbagi dan mengolah suatu informasi, dengan harapan pengetahuan yang didapatkan bermanfaat bagi siswa demi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran yang baik akan membentuk kemampuan intelektual, berfikir kritisdan munculnya kreatifitas serta perubahan perilaku individu berdasarkan pengalaman tertentu. C. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian kualiltatif yang bersifat deksriptif yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan data-data. Sebagaimana yang dikatakan Moleong (2009:3) bahwa penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Moleong (2009:11) adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dalam hal ini, metode ini akan dipergunakan untuk mendeskripsikan interferensi sintaksis pada proses pembelajaran bahasa Indonesia. Objek penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VII SMP Negeri 03IX Koto Kabupaten Dharmasraya, berjumlah 1 orang. Informan penelitian ini berjenis kelamin laki-laki yaitu Yobi Suganda, S.Pd. yang mulai mengajar dari awal tahun 2014 sampai sekarang. Instrumen penelitian ini yaitu manusia yang berperan sebagai guru yang menuturkan kalimat tuturan guru dan alat-alat tulis yang digunakan untuk mencatatinterferensi sintaksis yang terdapat pada kalimat tuturan guru dalam proses pembelajaran sebagai data utama. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Menurut Mahsun (2006:90), metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Pada penelitian ini, peneliti akan menyimak dan mengamati kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 03IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara merekam pada pembelajaran Bahasa Indonesia yang sedang berlangsung di kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Pengumpulan data dilakukan selama 12 jam pelajaran pada enam kali tatap muka atau pertemuan, dengan alokasi waktu 12 x 45 menit selama 3 minggu. Perekaman dilakukanpada proses pembelajaran bahasa Indonesia, dimulai dari guru membuka pelajaran, menjelaskan materi, proses interaksi pembelajaran berlangsung (ceramah, tanya jawab, evaluasi atau penilaian) sampai guru menutup pelajaran. Teknik analisis data dilakukan dengan cara yaitu, Teknik analisis data merupakan langkah yang paling akhir dalam penelitian, sebab tujuan utama dari peneliti adalah mendapatkan hasil penelitian yang akurat. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis deskriptif, dengan tujuan untuk mengetahui tahapan-tahapan kegiatan. D. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Tabel 1 Interferensi Sintaksis Kalimat Tuturan Guru No. 1. Kalimat Tuturan Guru Heru, kaluarlah catatan wak tu lai! (Heru, keluarkan catatan kamu lagi!) 2. Franki, cubo buek serius, jan asa mambuek se! (Franki, coba buat serius, jangan asal membuat saja!) Keterangan Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. 3. Kenapa nggak bisa mengembangkan teks eksposisi berita? Kekurangpahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan untuk membentuk struktur kalimat. 4. Iyo digabungkan. Kekurangpahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan untuk membentuk struktur kalimat. (Ya digabungkan). 5. Cubo diganti lagi idenya! (Coba diganti lagi idenya). 6. Kalau menulis tu diperhatikan huruf kapitalnyo, ndak samo rata se do. Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas dalam struktur kalimat. Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas (Kalau menulis itu diperhatikan huruf kapitalnya, dalam struktur kalimat. tidak sama rata saja). 7. Contohnyo amak kito mambali lado di pasa. Apo alasannyo? Tu yang berlawanan. (Contohnya ibu kita membeli cabai di pasar. Apa alasannya? Itu yang berlawanan). 8. Franki, ndak maota pak suruah do, maulang yang salah tadi. (Franki, tidak berbincang-bincang saja bapak suruh, mengulang yang salah tadi). Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas dalam struktur kalimat. 9. Apo pengertian teks ilustrasi tu? Kekurangpahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan untuk membentuk struktur kalimat. 10. Kok ka maota, ndak usah duduak barampek tu. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. (Kalau ingin berbincang-bincang, tidak usah duduk berempat di situ). 11. Kito surang yang bikin contohnyo, ndak caliak punyo kawan do Siska. (Kita sendiri yang buat con-tohnya, tidak melihat punya kawan saja Siska). Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. 12. Makanyo perhatikan tando baca e. Kekurangpahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan untuk membentuk struktur kalimat. 13. Baa caro e apak manjalehan supayo mangarati? Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. (Bagaimana caranya bapak menjelaskan supaya mengerti?) 14. Bisa dimangarati? (Bisa dimengerti?) 15. Ado yang ka batanyo? (Ada yang mau bertanya?) Kekurangpahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan untuk membentuk struktur kalimat. Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas dalam struktur kalimat. 16. Kok indak, sampai disiko pelajaran kito lu, sampai ketemu minggu bisuak. (Kalau tidak, sampai di sini pelajaran kita dulu, sampai bertemu Minggu besok). Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. 17. Bapak pengen anak bapak tu menyimpulkan sendiri dengan bahasa sendiri bukan dari bahasa buku. Kekurangpahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan untuk membentuk struktur kalimat. 18. Coba bikin dulu Heru, kaluanlah catatan wak tu lai. Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas dalam struktur kalimat. (Coba buat dulu Heru, keluarkanlah catatan kamu lagi!) 19. Liza, cubo buek serius jan asa buek se! (Liza, coba buat serius jangan asal buat saja!) 20. Lai sehat anak-anak apak? (Ada sehat anak-anak bapak?) 21. Kini kito latihan lu. (Sekarang kita latihan dulu). 22. Baco soal tu jan asa dijawek se. (Baca soal itu jangan asal dijawab saja). 23. Ngapo urus Ikbal tu, soal tu yang kadian ka dikarajoan. (Mengapa mengurus Ikbal, soal itu nanti yang akan dikerjakan). 24. Baco halaman 28 ado penjelasannyo e tu mah. (Baca halaman 28 ada penjelasannya di situ). 25. Karajoanlah soal tu lai jan bamanuang juo. (Kerjakanlah soal itu sekarang jangan bermenung juga). Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kekurangpahaman penutur terhadap bahasa yang digunakan untuk membentuk struktur kalimat. Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. 26. Apo wacana tu chek apak dulu? (Apa wacana itu, tanya bapak dulu?) 27. Ndak buliah mancontoh do yo. (Tidak ada yang boleh mencontoh). 28. Lah siap sado e? (Sudah siap semuanya?) 29. Siapo yang lah sudah kumpuan di meja apak tu. (Siapa yang sudah kumpulkan di meja bapak). 30. Mumpung waktunya lah abis, kumpuanlah lai. (Kebetulan waktunya sudah habis, kumpulkan lagi). 31. Sampai disiko pertemuan kito kali ko, kito ketemu minggu bisuak liak. (Sampai di sini pertemuan kita kali ini, kita bertemu Minggu besok lagi). 32. Di ma latak berlawanannyo? (Di mana letak berlawanannya?) 33. Alah mangarati? (Sudah mengerti?) 34. Bukak LKS nyo, karajoan latihan yang terakhir tu! (Buka LKS-nya, kerjakan latihan yang terakhir itu!) Kedwibahasaan penutur dalam struktur kalimat, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Kedwibahasaan penutur dalam struktur kalimat, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas dalam struktur kalimat. Kecenderungan penutur menggunakan B1 ke B2 dalam struktur kalimat. Rendahnya kesadaran penutur dalam berbahasa, sehingga kelas kata menjadi tidak jelas dalam struktur kalimat. Tabel 2 Faktor-Faktor Terjadinya Interferensi Sintaksis No. Kalimat Tuturan Guru Faktor-Faktor Terjadinya Interferensi Sintaksis (1) 1. (2) (3) Heru, kaluanlah catatan wak tu lai! (4) √ Kata kaluanlah, wak dan kata sandang tu, lai bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. √ Kata cubo, buek, asa, mambuek dan kata san-dang jan, se bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. (Heru, keluarkan catatan kamu lagi!) 2. Franki, cubo buek serius, jan asa mambuek se! (Franki, coba buat serius, jangan asal membuat saja!) Keterangan 3. Kenapa nggak bisa mengembangkan kalimat teks eksposisi berita? √ Kata nggak bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. 4. Iyo digabungkan. √ Kata Iyo bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. (Ya digabungkan). 5. Cubo diganti lagi idenyo. √ Kata Cubo dan sufiks nyo bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone- sia.. √ Kata sandang tu, se, do, ndak dan sufiks nyo serta kata samo baha-sa daerah terda- (Coba diganti lagi idenya). 6. Kalau menulis tu diperhatikan huruf kapitalnyo, ndak samo rata se do. (Kalau menulis itu diperhatikan huruf kapitalnya, tidak sama rata pat dalam struk-tur kalimat baha-sa Indonesia.. saja). 7. √ Contohnyo amak kito mambali lado di pasa. Apo alasannyo? (Contohnya ibu kita membeli cabai di pasar. Apa alasan-nya? Itu yang ber-lawanan). 8. Franki, ndak maota pak suruah do, maulang yang salah tadi. √ Kata maota, suruah, maulang dan kata sandang ndak, do bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. (Franki, tidak berbincang-bincang saja bapak suruh, mengulang yang salah tadi). 9. Apo pengertian teks ilustrasi tu? 10. Kok ka maota, ndak usah duduak barampek tu. √ Kata apo bahasa daerah terdapat dalam struk-tur kalimat bahasa Indonesia. √ Kata maota, duduak, baram-pek dan kata sandang kok, ka, ndak, tu bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone- sia. √ Kata kito, surang, bikin, caliak, punyo dan sufik nyo serta kata sandang ndak, do bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. (Kalau ingin berbincang-bincang, tidak usah duduk berempat di situ). 11. Kito surang yang bikin contohnyo ndak caliak punyo kawan do Siska! (Kita sendiri yang buat contohnya, tidak melihat punya kawan saja Siska). 12. Makonyo perhatikan tando baca e. (Makanya perhatikan tanda Kata amak kito mambali lado di pasa dan sufiks nyo bahasa daerah terdapat dalam struktur bahasa Indone- sia. √ Sufiks nyo dan kata tando serta kata sandang e bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. bacanya). 13. √ Baa caro e apak manjalehan supayo mangarati? (Bagaimana caranya bapak menjelaskan supaya mengerti?) 14. √ Bisa dimangarti? Kata dimangarti bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone- sia. (Bisa dimengerti?) 15. Ado yang ka batanyo? √ Kata ado, bata-nyo dan kata sandang ka bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. (Ada yang mau bertanya?) 16. √ Kok indak, sampai disiko pelajaran kito lu, sampai ketemu Minggu bisuak. (Kalau tidak, sampai di sini pelajaran kita dulu, sampai bertemu Minggu besok). 17. Bapak pengen anak bapak tu menyimpulkan sendiri dengan bahasa sendiri bukan dari bahasa buku. 18. Coba bikin dulu Heru, kaluanlah catatan wak tu lai. (Coba buat dulu Heru, keluarkan-lah catatan kamu lagi!) √ √ Struktur kalimat bahasa daerah Baa caro e apak manjalehan su-payo mangarati tidak jelas S-P-O-K nya dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. Kata sandang kok, lu dan kata indak, disiko, kito, ketemu, bisuak bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. Kata pengen dan kata sandang tu bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. Kata bikin, kaluanlah, wak dan kata sandang tu, lai bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. 19. √ Liza, cubo buek serius jan asa buek se! (Liza, coba buat serius jangan asal buat saja!) 20. √ Lai sehat anak-anak apak? Kata lai, apak bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone- sia. (Ada sehat anak-anak bapak?) 21. Kini kito latihan lu. √ Kata kini, kito dan kata san-dang lu bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. (Sekarang kita latihan dulu). 22. Baco soal tu jan asa dijawek se. √ Kata baco, asa, dijawek dan kata sandang tu, jan, se bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. √ Kata ngapo, kadian, dikara-joan dan kata sandang tu, ka bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone- sia. √ Kata baco, ado dan kata san-dang e, tu, mah serta sufiks nyo bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. √ Kata karajoan-lah, bamanuang dan kata (Baca soal itu jangan asal dijawab saja). 23. Ngapo urus Ikbal tu, soal tu yang kadian ka dikarajoan. (Mengapa mengurus Ikbal, soal itu nanti yang akan dikerjakan). 24. Baco halaman 28 ado penjelasannyo e tu mah. (Baca halaman 28 ada penjelasannya di situ). 25. Karajoanlah soal tu lai jan Kata cubo, buek, asa dan kata sandang jan, se bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. san-dang tu, lai, jan, juo bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. bamanuang juo. (Kerjakanlah soal itu sekarang jangan bermenung juga). 26. Apo wacana tu chek apak dulu? √ Kata apo, chek, apak dan kata sandang tu bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone- sia. (Apa wacana itu, tanya bapak dulu?) 27. Ndak buliah mancontoh do yo. √ Kata buliah dan kata sandang do, yo serta prefiks man bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia √ Kata lah, sado dan kata san-dang e bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. √ Kata siapo, kumpuan, apak dan kata sandang lah, tu bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. (Tidak ada yang boleh mencontoh). 28. Lah siap sado e? (Sudah siap semuanya?) 29. Siapo yang lah sudah kumpuan di meja apak tu. (Siapa yang sudah kumpulkan di meja bapak). 30. Mumpung waktunya lah abis, kumpuanlah lai. √ Kata mumpung, abis, kumpuan-lah dan kata sandang lah, lai bahasa daerah terdapat dalam struktur bahasa Indonesia. (Kebetulan waktunya sudah habis, kumpulkan lagi). 31. Sampai disiko pertemuan kito kali ko, kito ketemu Minggu bisuak liak. (Sampai di sini pertemuan kita kali √ Kata disiko, kito, kali, ketemu, bi-suak, liak dan kata sandang ko bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. ini, kita bertemu Minggu besok lagi). 32. Dima latak berlawanannyo? √ Kata dima, latak dan sufiks nyo bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. (Di mana letak berlawanannya?) 33. √ Alah mangarati? (Sudah mengerti?) 34. Bukak LKS-nya, karajoan latihan yang terakhir tu! √ (Buka LKS-nya, kerjakan latihan yang terakhir itu!) Struktur kalimat bahasa daerah Alah mangarati tidak jelas S-P-O-K- nya dalam struktur kalimat bahasa Indone-sia. Kata bukak, karajoan dan kata sandang tu bahasa daerah terdapat dalam struktur kalimat bahasa Indone- sia. Keterangan: 1. Kedwibahasaan 2. Rendahnya kesadaran dalam berbahasa Indonesia 3. Kekurangpahaman terhadap bahasa yang dipergunakan 4. Kecenderungan dalam menggunakan bahasa pertama ke dalam bahasa kedua. Kedwibahasaan merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia. Kedwibahasaan terjadi, karena adanya kontak sosial, sehingga mengakibatkan penutur terbiasa menggunakan dua bahasa dalam komunikasi. Kedwibahasaan pada satuan sintaksis bahasa Indonesia terdapat pada kalimat tuturan guru pada proses pembelajaran, sebagai berikut: (1) Apo wacana tu chek apak dulu? (Apa wacana itu, tanya bapak dulu?) Pada data (1) tersebut, dapat dideskripsikan bahwa telah terjadi interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru terhadap struktur kalimat bahasa Indonesia. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah kedwibahasaan penutur pada kata bahasa asing chek dalam struktur kalimat, sehingga kelas kata sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis menjadi tidak jelas dan tidak lengkap, seperti subjek, predikat, dan objek. Kedwibahasaan terjadi apabila dua bahasa dipakai secara bergantian, sehingga mengakibatkan terjadinya peminjaman unsur dari bahasa yang satu ke bahasa lain. Struktur kalimat yang baik dalam bahasa Indonesia ”Apa pengertian wacana, siapa yang tahu tunjuk tangan”. Kedwibahasaan dalam satuan sintaksis bahasa Indonesia terdapat pada kalimat tuturan guru, sebagai berikut: (2) Mumpung waktunyo lah abis, kumpuanlah lai. (Kebetulan waktunya sudah habis, kumpulkan lagi). Pada data (2) tersebut, dapat dideskripsikan bahwa telah terjadi interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru terhadap struktur kalimat bahasa Indonesia. Dalam hal ini, faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah kedwibahasaan penutur pada kata dalam struktur kalimat, sehingga kelas kata sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis menjadi tidak jelas dan tidak lengkap, seperti subjek, predikat, dan objek. Kedwibahasaan terjadi, karena kebiasaan penutur menggunakan dua bahasa. Struktur kalimat yang baik dalam bahasa Indonesia ”Karena waktunya sudah habis, maka kumpulkan semuanya”. Berdasarkan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia. Kedwibahasaan terjadi, karena adanya kontak sosial, sehingga mengakibatkan penutur terbiasa menggunakan dua bahasa dalam komunikasi. Proses pembelajaran bahasa Indonesia pada kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya melalui kalimat tuturan guru, banyak dijumpai interferensi sintaksis. Faktor-faktor terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran adalah kedwibahasaan. Kedwibahasaan terjadi karena adanya kontak sosial, sehingga mengakibatkan penutur terbiasa menggunakan dua bahasa dalam komunikasi. Rendahnya kesadaran dalam berbahasa Indonesia merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Faktor penyebab rendahnya kesadaran dalam berbahasa Indonesia adalah: (1) kebiasaan menggunakan bahasa ibu; (2) Penutur pada saat berbicara, menggunakan bahasa kedua, tetapi yang muncul adalah kosakata bahasa ibu (B1) yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya; dan (3) penutur yang sedang belajar bahasa kedua (B2). Pada kegiatan pendidikan di sekolah, walaupun guru dan siswa menggunakan B1 yang sama (misalnya bahasa Minang), akan tetapi harusbahasa Indonesia yang dipergunakan. Hal ini disebabkan, bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan. Kekurangpahaman terhadap bahasa yang dipergunakan merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Faktor penyebab kekurangpahaman terhadap bahasa yang dipergunakan akibat dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa pertama (B1) dan tidak mengerti tentang kaidah kebahasaan dalam berkomunikasi. Kemampuan berbahasa kedua (B2) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kemampuan berbahasa pertama (B1), sehingga biasanya penutur mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa kedua (B2). Kecenderungan dalam mempergunakan bahasa pertama (B1) ke dalam bahasa kedua (B2) merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia. Faktor penyebab kecenderungan dalam mempergunakan bahasa pertama (B1) ke dalam bahasa kedua (B2) adalah untuk menunjukkan nuansa kedaerahan, sehingga struktur kalimat pada tuturan menjadi tidak tepat. E. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data pada bab terdahulu, maka dapat ditarik suatu kesimpulan terhadap interferensi sintaksis pada proses pembelajaran bahasa Indonesia melalui kalimat tuturan guru. Kedwibahasaan merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Rendahnya kesadaran dalam berbahasa Indonesia merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Kekurangpahaman terhadap bahasa yang dipergunakan merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Kecenderungan dalam mempergunakan bahasa pertama (B1) ke dalam bahasa kedua (B2) merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII SMP Negeri 03 IX Koto Kabupaten Dharmasraya. Daftar Pustaka Alwasilah, A Chaedar. 2005. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung : Angkasa. Bafadal, Ibrahim. 2005. Peningkatan Kompetensi dan Profesional Guru.Jakarta : Bumi Aksara. Chaer, Abdul. 2006. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Hasan, Chalijah. 2004. Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya : Al-Ikhlas. Jendra, I Wayan. 2007. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar : Ikayana Kridalaksana, Harimurti. 2008.Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Stategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Margono. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Nobel Edumedia. Moleong Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Ed. Revisi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mustakim. 2004. Interferensi Bahasa Jawa dalam Surat Kabar Berbahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas. Setyawati, Retno. 2010. Interferensi Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Indonesia Dialek Banyumasan. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdiknas