Bab II LANDASAN TEORI II.1. Biaya (Cost) II.1.1. Definisi Biaya Maher dan Deakin yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo dan Adjat Djatnika (1997) mendefinisikan, “Biaya adalah pengorbanan sumber daya” (h. 32) Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999) mendefinisikan “Biaya (cost) mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. (h.4) Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2004) mendefinisikan, “Biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat” (h.29) Hansen dan Mowen (2003) mendefinisikan , “ Cost is the cash or cashequivalent value sacrificed for goods and services that is expected to bring a current or future benefit to the organization” (p.34) Yang terjemahannya biaya adalah pengorbanan kas dan sejenis kas untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan mendatangkan keuntungan saat ini di masa depan bagi organisasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber daya ekonomi untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang diharapkan mendatangkan keuntungan saat ini dan di masa depan. 7 II.1.2. Biaya Produksi Armanto Witjaksono (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori biaya produksi yaitu: (h. 11) 1. Bahan langsung (Direct Materials) Adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi Contoh: Tepung terigu sebagai bahan baku dasar pembuatan mie atau roti 2. Tenaga kerja langsung (Direct Labor) Adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. Contoh: Upah pekerja pabrik pengolahan tepung terigu menjadi roti; dimulai dari pekerja yang mengolah campuran bahan baku hingga pengemasannya. 3. Biaya Overhead Pabrik (BOP) Adalah biaya-biaya produk selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. BOP ini kerap dibagi lagi atas: a. Bahan tidak langsung Adalah bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil atau sulit diukur per unit produk Contoh: Dalam perusahaan percetakan buku, adalah sangat sulit mengukur konsumsi / kebutuhan lem per unit buku/ per batch sekalipun b. Tenaga kerja tidak langsung Tenaga kerja yang dikerahkan secara tidak langsung mempengaruhi pembuatan barang jadi 8 Contoh: Supervisor produksi yang mengawasi mutu proses pembuatan roti dan melakukan uji petik kualitas atas produk akhir. c. Biaya tidak langsung lainnya Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai BOP selain BOP bahan tidak langsung dan BOP tenaga kerja tidak langsung. Contoh: Berbagai macam pungutan atau retribusi seperti izin keramaian/ kebisingan, pemakaian air tanah, kebersihan, dan sebagainya. II.1.3. Perilaku Biaya (Cost Behavior) Perilaku biaya berhubungan dengan cara biaya menanggapi perubahan dalam tingkat kegiatan. Perilaku biaya terbagi menjadi empat kategori dasar yaitu: biaya tetap, biaya variable, biaya campuran, dan bertahap. Penulis hanya membatasi pada biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost) dan biaya campuran (semivariable cost) Armanto Witjaksono (2006) menyatakan: (h. 13) 1. Biaya variable Biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume produksi/ penjualan. Contoh: Biaya pemakaian bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Semakin banyak unit yang diproduksi, tentu kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja juga bertambah secara proporsional. 2. Biaya tetap Biaya dimana jumlah totalnya tetap walaupun jumlah yang diproduksi/ dijual berubah-ubah dalam kapasitas normal. 9 Contoh: Biaya penyusutan mesin dan peralatan, gaji pokok para karyawan dan sebagainya. Semua biaya ini harus tetap dibebankan secara periodic tanpa memperhatikan kuantitas volume produksi. 3. Biaya campuran (semivariable cost) Biaya dimana jumlahnya berubah-ubah dalam hubungannya dengan perubahan kuantitas yang diproduksi tetapi perubahannya tidak proporsional. Dalam beberapa literatur lainnya biaya ini disebut sebagai mixed cost. Biaya ini dikaitkan dengan pengukuran konsumsi fasilitas pendukung. Contoh: Departemen pengiriman yang biaya operasinya terdiri dari biaya listrik, biaya telepon, biaya bensin, tol dan sebagainya. Perilaku Biaya Tetap $ Fixed cost Kuantitas Produk Perilaku Biaya Variable Variable cost $ Kuantitas Produk 10 Perilaku Biaya Semivariable Semivariable cost $ Kuantitas Produk Gambar II.1 Grafik Perilaku Biaya Tetap dan Biaya Variabel Sumber: Armanto Witjaksono II.2. Sistem Activity Based Costing II.2.1. Definisi Activity Based Costing Beberapa definisi Activity Based Costing menurut beberapa ahli: Garrison, Noreen (2000) yang diterjemahkan oleh A. Totok Budi Santoso menyatakan, “Activity based costing (ABC) adalah metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manager untuk keputusan stratejik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap” (h. 292) Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000) menyatakan, “ Activity based costing (ABC) adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas” (h. 120) Henry Simamora (1999) mendefinisikan, “ Sistem penentuan biaya pokok dasar aktivitas (activity based costing system, ABC system) adalah sistem akuntansi 11 yang berfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa.” (h. 114) Usry dan Hammer yang diterjemahkan oleh Sirait, A. dan Hutauruk, G. (1997) menyatakan, “ Sistem kalkulasi biaya yang menggunakan satu atau lebih faktor yang berkaitan dengan non-volume dalam mengalokasikan kelompok biaya overhead berganda disebut dengan sistem kalkulasi biaya berdasarkan kegiatan.” (h. 106) Maher dan Deakin (1997) yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo dan Adjat Djatnika menyatakan, “ Kalkulasi biaya pertama-tama pada kegiatan lalu pada produk berdasarkan penggunaan kegiatan oleh setiap produk” (h. 247) Armanto Witjaksono (2006) menyatakan beberapa definisi ABC: (h. 209) 1. ABC adalah suatu proses identifikasi aktivitas yang menyebabkan biaya dan menentukan cost driver setiap aktivitas untuk setiap produk dan jasa yang berbeda. 2. ABC adalah salah satu upaya meningkatkan akurasi informasi biaya dari sistem akuntansi biaya konvensional, dimana ABC berusaha meminimalkan fenomena peanut-butter costing. 3. Penerapan metode ABC dimulai dengan identifikasi secara mendetail mengenai aktivitas (baca: transaksi) yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa. Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem Activity based costing adalah suatu metode kalkulasi untuk mengukur biaya-biaya yang timbul dalam memproduksi produk dengan menghitung semua biaya yang 12 timbul ke aktivitas-aktivitas yang bersangkutan dan dengan menggunakan cost driver yang sesuai dibebankan ke produk yang bersangkutan. Menurut Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000). Ada beberapa faktor-faktor dalam activity-based costing yaitu aktivitas, sumber daya, objek biaya, cost pool, elemen biaya, dan cost driver. Aktivitas, adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Aktivitas adalah tindakan, gerakan atau rangkaian pekerjaan. Aktivitas juga didefinisikan sebagai kumpulan tindakan yang dilakukan dalam organisasi yang berguna untuk tujuan penentuan biaya berdasarkan aktivitas. Contohnya pemindahan bahan merupakan aktivitas pergudangan. Sumber daya, merupakan unsur ekonomis yang dibebankan atau digunakan dalam pelaksanaan aktivitas. Gaji dan bahan, merupakan contoh sumber daya yang digunakan untuk melakukan aktivitas. Objek biaya, bentuk akhir di mana pengukuran biaya diperlukan. Contoh objek biaya adalah pelanggan, produk, jasa, kontrak, proyek atau unit kerja lainnya dimana manajemen menginginkan pengukuran biaya secara terpisah. Elemen biaya, merupakan jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan terkandung di dalam cost pool. Contohnya cost pool untuk hal-hal yang berkatian dengan mesin mungkin mengandung elemen biaya untuk tenaga, elemen biaya teknik dan elemen biaya depresiasi. Cost driver, adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau 13 jasa. Dua jenis cost driver adalah driver sumber daya (resources driver) dan driver aktivitas (activity driver). (h. 120) II.2.2. Konsep Dasar Activity Based Costing Pada dasarnya ABC adalah suatu metode akuntansi biaya dimana pembebanan harga pokok produk merupakan penjumlahan seluruh biaya aktivitas yang menghasilkan (produksi) barang atau jasa. Sistem ABC digunakan sebagai supplemen dan bukan sebagai pengganti dari sistem akuntansi formal di perusahaan. ABC digunakan untuk menentukan produk dan biaya untuk laporan khusus kepada manajer. Menurut Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000) menyatakan bahwa dasar pemikiran pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan dilakukan oleh aktivitas dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sumber daya dibebankan ke aktivitas, kemudian aktivitas dibebankan ke objek biaya berdasarkan penggunaannya. ABC memperkenalkan hubungan sebab akibat antara cost driver dengan aktivitas. (h. 120) Menurut Drs. Krismiaji (2000) menyatakan bahwa sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas (ABC) adalah sebuah sistem yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut dan membebankan biaya aktivitas kepada produk. Sistem penentuan harga pokok produk konvensional juga menentukan harga pokok produk melalui 2 tahap, yaitu menelusur biaya ke tempat terjadinya biaya (misalnya departemen), kemudian membebankan biaya ke produk. (h. 123) 14 Armanto Witjaksono (2006) menyatakan ABC adalah metodologi akuntansi yang menghubungkan elemen-elemen berikut ini: (h. 208) 1. Biaya (Cost). Biaya diklasifikasikan sebagai (i) Biaya Produk-yakni biaya yang berkaitan dengan proses manufaktur produk-dan (ii) Biaya Periode. Biaya Produk kemudian diklasifikasikan lebih lanjut (a) Biaya langsung (traceable product cost) dan (b) Biaya tidak langsung (indirect product cost), yang kemudian dialokasikan berdasarkan dasar tertentu, misalnya jam kerja. 2. Aktivitas. Aktivitas adalah suatu kelompok kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi atau suatu proses kerja, misalnya kegiatan memproses tagihan 3. Sumber Daya (Resources). Yang dimaksud disini adalah pengeluaran (Expenditure) organisasi seperti gaji, utilitas, depresiasi, dan sebagainya. 4. Obyek Biaya (cost object). Secara sederhana obyek biaya dapat diartikan sebagai alasan mengapa perhitungan harga pokok musti dilakukan. Dari hal-hal tersebut diatas, Garrison & Noreen memberikan gambar activity-based costing sebagai berikut: Obyek Biaya (misal, Produk dan Konsumen) Aktivitas Konsumsi sumber daya Biaya Gambar II.2 Model ABC Sumber:Garrison & Noreen 15 II.3. Cost Driver II.3.1. Definisi Cost Driver Untuk memperjelas pembahasan activity-based costing, selanjutnya penulis perlu membahas masalah cost driver, yang dapat didefinisikan sebagai berikut: Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani (2000) menyatakan, “ Cost driver adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa” (h.120) Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999) menyatakan “Penggerak biaya (cost driver) adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kegiatan; mereka menyerap kebutuhan yang ditempatkan pada suatu kegiatan oleh produk atau jasa” (h. 142) Sedangkan menurut Henry Simamora (1999) aktivitas-aktivitas yang mempengaruhi biaya disebut pemicu biaya (cost driver). Banyak aktivitas yang mempengaruhi biaya, tetapi untuk beberapa biaya volume produk yang dihasilkan atau jasa yang diserahkan merupakan pemicu utamanya. Biaya-biaya ini mudah diidentifikasi hubungannya, atau ditelusuri, ke produk atau jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa cost driver adalah suatu aktivitas yang merupakan pemicu biaya atau yang menyebabkan timbulnya atau terjadinya biaya bagi perusahaan. Cost driver membebankan ke produk berdasarkan sumber daya yang dikonsumsi oleh masing-masing produk atau obyek. 16 II.3.2. Pemilihan Cost Driver Untuk menentukan cost driver, paling tidak ada dua faktor yang harus dipertimbangkan yaitu: 1. Biaya pengukuran Dalam sistem ABC, perusahaan dapat menentukan dan memilih cost driver untuk menghitung tarif BOP. Oleh karena itu, sebaiknya dalam memilih cost driver perusahaan menggunakan informasi yang telah tersedia. Informasi yang belum tersedia dalam sistem harus dihasilkan, dan upaya untuk menghasilkan informasi tersebut jelas akan menambah biaya. Penggunaan homogeneous cost pool memberikan kemudahan dalam memilih sebuah cost driver. Dengan cara demikian, pemilihan cost driver dapat menghemat atau meminimumkan biaya pengukuran. 2. Derajat korelasi dan pengukuran tidak langsung Struktur informasi yang ada dapat dieksploitasi dengan cara yang lain untuk meminimumkan biaya perolehan kuantitas cost driver. Dalam kondisi khusus, kadang-kadang cost driver yang mengukur konsumsi aktivitas secara langsung dapat diganti dengan cost driver penggantiyaitu cost driver yang tidak secara langsung mengukur konsumsi aktivitas. II.4. Klasifikasi Tingkat Aktivitas Menurut Henry Simamora (1999)terdapat empat tingkat umum aktivitas, dimana masing-masing tingkat aktivitas tersebut dibagi-bagi lagi menjadi pusat-pusat aktivitas tertentu. Keempat tingkat aktivitas tersebut adalah: (h.198) 17 1. Aktivitas unit level adalah aktivitas-aktivitas yang muncul sebagai akibat jumlah volume produksi yang melalui sebuah fasilitas produksi. Unit level activities dilakukan setiap kali sebuah unit diproduksi. Aktivitas-aktivitas tingkat unit merupakan aktivitas-aktivitas repetitif. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan menjadi aktivitas unit-level karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi. 2. Aktivitas Batch-level adalah aktivitas-aktivitas tingkat gugus produk (batch-level activities) mencakup tugas-tugas seperti penempatan pesanan pembelian, penyiapan perlengkapan produksi, pengiriman produk kepada pelanggan dan penerimaan bahan baku. Biaya-biaya pada tingkat gugus (batch) ini dihasilkan menurut jumlah gugus produk yang diproses ketimbang berdasarkan jumlah unit yang diproduksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran volume lainnya. Sebagai contoh, biaya untuk set-up mesin untuk memproses batch sama tanpa memperhatikan apakah batch berisi satu atau 5000 item. 3. Aktivitas product-level adalah aktivitas-aktivitas tingkat produk (product- level activities) berkaitan dengan produk tertentu yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas-aktivitas ini mendukung produksi dan penjualan masing-masing produk. Semakin banyak produk dan lini produk, maka semakin tinggi biaya aktivitas-aktivitas tingkat produk. Aktivitas-aktivitas ini berkaitan dengan suatu produk tetapi tidak dengan produk lainnya. Sebagai contoh, melakukan inspeksi mutu merupakan aktivitas tingkat produk karena beberapa produk membutuhkan inspeksi, sedangkan produk lainnya tidak membutuhkannya. 4. Aktivitas Facility-level adalah aktivitas-aktivitas tingkat fasilitas (Facility-level activities) biasanya digabung ke dalam sebuah pusat aktivitas tunggal karena 18 aktivitas-aktivitas ini berkaitan dengan keseluruhan produksi dan tidak dengan gugus spesifikasi tertentu ataupun produk tertentu yang diproduksi. Biaya tingkat fasilitas meliputi unsure-unsur seperti manajemen pabrik, asuransi, pajak bumi dan bangunan, dan fasilitas rekreasional karyawan. II.5.Langkah-langkah implementasi Activity based costing merupakan proses dua tahap, yaitu pada tahap pertama sistem activity based costing menelusuri biaya berdasarkan aktivitas penyebab timbulnya biaya, lalu tahap kedua membebankan biaya aktivitas tersebut pada produk. Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A. (1999) tahapan untuk menerapkan activity based costing adalah: A. Prosedur tahap pertama Dalam prosedur tahap pertama ini terdapat empat langkah untuk menelusuri biaya berdasarkan aktivitas penyebab timbulnya biaya, yaitu: 1. Identifikasi dan klasifikasi aktivitas Yang pertama yang harus dilakukan adalah identifikasi dan klasifikasikan semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Aktivitas adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi, oleh karena itu, identifikasi aktivitas memerlukan suatu daftar dari semua jenis pekerjaan yang berbeda-beda. 2. Penentuan penggerak biaya (cost driver) Setelah mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan aktivitas, maka tahap selanjutnya adalah menentukan penggerak biaya untuk masingmasing aktivitas. 19 3. Pengelompokan biaya-biaya (cost pool) yang homogen Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan, A. A.(1999) menyatakan, “Untuk mengurangi jumlah tarif overhead yang diperlukan dan perampingan proses, aktivitas-aktivitas dikelompokan pada kumpulan yang sejenis berdasarkan karakteristik yang sama: (1) secara logika berkorelasi dan (2) memiliki rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Biaya-biaya dikaitkan dengan setiap kumpulan sejenis ini dengan menjumlahkan biaya-biaya dari setiap aktivitas yang ada pada setiap kumpulan sejenis tersebut. Kumpulan biaya overhead yang berkaitan dengan setiap kumpulan aktivitas disebut dengan kelompok biaya sejenis (homogeneous cost pool)” (h. 149) 4. Penghitungan tarif overhead kelompok (pool rate) Langkah selanjutnya adalah menghitung tarif overhead kelompok (pool rate). Tarif overhead dihitung dengan menggunakan rumus tarif overhead dibagi dengan penggerak biayanya. Perhitungan tarif kelompok menyelesaikan tahap pertama B. Prosedur tahap kedua Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk. Pembebanan overhead dari setiap kelompok biaya kepada setiap produk dihitung sebagai berikut: Overhead yang dibebankan = Tarif kelompok X Unit Penggerak yang dikonsumsi oleh produk 20 Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai perhitungan harga pokok dengan menggunkan sistem ABC, maka berikut ini diberi sebuah contoh: PT X memproduksi dua buah produk yaitu A dan B. Data biaya produksi dan data biaya yang dilaporkan oleh PT X disajikan sebagai berikut: Tabel II.1 PT X Data Kegiatan Produksi Keterangan Volume produksi Biaya utama Pesanan produksi (PP) Produk A Produk B 10.000 Total 90.000 100.000 Rp780.000 Rp7.380.000 Rp8.160.000 4 10 14 Jam Mesin (JM) 2.000 18.000 20.000 Jam Tenaga Kerja Langsung (JTKL) 6.200 53.800 60.000 5 30 35 10 15 25 100 250 350 Jam set-up mesin (JS) Jam Inspeksi (JI) Luas lantai pabrik (LL) 21 Tabel II.2 PT X Data Overhead Biaya Overhead: Biaya bahan tidak langsung Rp200.000 Biaya tenaga kerja tidak langsung Rp240.000 Biaya listrik Rp400.000 Biaya inspeksi Rp300.000 Biaya set-up mesin Rp250.000 Biaya penyusutan mesin Rp300.000 Biaya penyusutan gedung pabrik Rp400.000 Biaya perekayasaan Rp210.000 Total biaya overhead Rp2.300.000 Langkah-langkah mengimplementasikan sistem ABC pada PT X adalah: 1. Prosedur tahap pertama (1) Identifikasi dan klasifikasi aktivitas Delapan aktivitas yang berkaitan dengan overhead diidentifikasi menurut tingkatannya disajikan dalam tabel II.3 22 Tabel II. 3 PT X Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas Tingkat Aktivitas perusahaan Aktivitas penggunaan bahan tidak langsung aktivitas Unit Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak langsung Unit Aktivitas pemakaian listrik Unit Aktivitas inspeksi Batch Aktivitas set-up mesin Batch Aktivitas penyusutan mesin Unit Aktivitas penyusutan gedung pabrik Fasilitas Aktivitas perekayasaan Produk (2) Penentuan penggerak biaya (Cost driver) Menentukan penggerak biaya yang akan digunakan untuk membebankan biaya-biaya dari masing-masing aktivitas yang telah dikelompokan adalah langkah selanjutnya. Penentuan penggerak biaya akan disajikan dalam tabel II.4 23 Tabel II. 4 PT X Hubungan Biaya dengan Aktivitas dan Cost drivernya Aktivitas perusahaan Tingkat Cost aktivitas Driver Vol Aktivitas penggunaan bahan tidak langsung Unit Produksi langsung Unit JTKL Aktivitas pemakaian listrik Unit JM Aktivitas inspeksi Batch JI Aktivitas set-up mesin Batch JS Aktivitas penyusutan mesin Unit JM Aktivitas penyusutan gedung pabrik Fasilitas LL Aktivitas perekayasaan Produk PP Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak (3) Pengelompokan biaya (cost pool) yang homogen Berdasarkan cost driver yang telah ditentukan diatas, maka biaya dari beberapa aktivitas dapat dikelompokan ke dalam suatu kelompok biaya yang sejenis (cost pool) Pengelompokan biaya yang homogen akan disajikan dalam tabel II.5 24 Tabel II. 5 PT X Kelompok Aktivitas dan Kelompok Biaya Sejenis Aktivitas perusahaan Tingkat Cost aktivitas Driver Kelompok Biaya 1: Vol Aktivitas penggunaan bahan tidak langsung Unit Produksi Unit JTKL Aktivitas pemakaian listrik Unit JM Aktivitas penyusutan mesin Unit JM Batch JI Batch JS Produk PP Fasilitas LL Kelompok Biaya 2 : Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak langsung Kelompok Biaya 3: Kelompok Biaya 4: Aktivitas inspeksi Kelompok Biaya 5: Aktivitas set-up mesin Kelompok Biaya 6: Aktivitas perekayasaan Kelompok Biaya 7: Aktivitas penyusutan gedung pabrik 25 (4) Penghitungan tarif overhead kelompok (pool rate) Langkah selanjutnya adalah menghitung tarif overhead dari masingmasing kelompok biaya, yaitu dengan cara membagi biaya overhead dengan cost drivernya Pool rate = Total overhead cost Cost driver Perhitungan pool rate disajikan dalam tabel II.6 dibawah ini Tabel II.6 PT X Perhitungan Pool Rate Kelompok Biaya 1: Overhead yang berhubungan dengan volume produksi Aktivitas penggunaan bahan tidak langsung Volume produksi Tarif overhead per kelompok biaya 1 Rp 200,000 100000 unit Rp 2 /unit Kelompok Biaya 2 : Overhead yang berhubungan dengan JTKL Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak langsung Rp 240,000 Jam Tenaga Kerja Langsung (JTKL) 60000JTKL Tarif overhead per kelompok biaya 2 Rp 4 /JTKL 26 Kelompok Biaya 3: Overhead yang berhubungan dengan Jam mesin Aktivitas pemakaian listrik Rp 400,000 Aktivitas penyusutan mesin Rp 300,000 Total biaya kelompok 3 Rp 700,000 Jam Mesin (JM) 20000JM Tarif overhead per kelompok biaya 3 Rp 35 /JM Kelompok Biaya 4: Overhead yang berhubungan dengan Jam Inspeksi Aktivitas inspeksi Rp Jam Inspeksi (JI) Tarif overhead per kelompok biaya 4 300,000 25 JI Rp 12.000 /JI Kelompok Biaya 5: Overhead yang berhubungan dengan Jam set-up mesin Aktivitas set-up mesin Jam set-up mesin (JS) Tarif overhead per kelompok biaya 5 Rp 250,000 35 JS Rp 7142,86 /JS 27 Kelompok Biaya 6: Overhead yang berhubungan dengan Pesanan Produksi Aktivitas perekayasaan Rp Pesanan produksi (PP) Tarif overhead per kelompok biaya 6 210,000 14 PP Rp 15.000 /PP Kelompok Biaya 7: Overhead yang berhubungan dengan Luas Lantai Pabrik Aktivitas penyusutan gedung pabrik Luas lantai pabrik (LL) Tarif overhead per kelompok biaya 7 Rp 400,000 350 LL Rp 1.142,86 /LL 2. Prosedur tahap kedua Pada tahap ini kita membebankan berbagai biaya aktivitas ke tiap produk. Besarnya alokasi biaya overhead pada masing-masing produk diperoleh dengan cara mengalikan tarif overhead masing-masing pengerak biaya dengan besarnya unit penggerak biaya yang dikonsumsi untuk tiap produk. Setelah itu diketahuilah besar harga pokok produksi masing-masing produk. 28 Tabel II.7 PT X Perhitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan sistem activity based costing Keterangan Produk A Produk B Biaya Utama Rp 780,000.00 Rp 7,380,000.00 Rp 20,000.00 Biaya Overhead: Kelompok Biaya 1: Overhead yang berhubungan dengan volume produksi Rp 2 /Unit X 10.000 unit Rp 2 /Unit X 90.000 unit Rp 180,000.00 Kelompok Biaya 2 : Overhead yang berhubungan dengan JTKL Rp 4 /JTKL X 6200 JTKL Rp 24,800.00 Rp 4 /JTKL X 53800 JTKL Rp 215,200.00 Rp 630,000.00 Kelompok Biaya 3: Overhead yang berhubungan dengan Jam mesin Rp 35 /JM X 2000 JM Rp 35 /JM X 18000 JM Rp 70,000.00 29 Kelompok Biaya 4: Overhead yang berhubungan dengan Jam Inspeksi Rp 12.000 /JI X 10 JI Rp 120,000.00 Rp 12.000 /JI X 15 JI Rp 180,000.00 Kelompok Biaya 5: Overhead yang berhubungan dengan Jam set-up mesin Rp 7142,86 /JS X 5 JS Rp 35,714.30 Rp 7142,86 /JS X 30 JS Rp 214,285.80 Kelompok Biaya 6: Overhead yang berhubungan dengan Pesanan Produksi Rp 15.000 /PP X 4 PP Rp 15.000 /PP X 10 PP Rp 60,000.00 Rp 150,000.00 30 Kelompok Biaya 7: Overhead yang berhubungan dengan Luas Lantai Pabrik Rp 1142,86 /LL X 100 LL Rp 114,286.00 Rp 1142,86 /LL X 250 LL Total biaya produksi Rp 285,715.00 Rp 1,224,800.30 Volume produksi Harga pokok produksi per unit Rp 9,235,200.80 10000 Rp 122.48 90000 Rp 102.61 O’ Guin (1991) menyatakan, the successful system depends on four key factors: 1. The system has top management support Yang terjemahannya, sistem harus didukung oleh manajemen puncak 2. The ABC methods are understandable and explained Yang terjemahannya, metode ABC dapat dimengerti dan dapat dijelaskan 3. The system is accessible Yang terjemahannya, sistem dapat diperoleh dan dapat dicapai 4. Internal people take ownership of the system Yang terjemahannya, orang dalam mengerti akan sistem II.6. Manfaat dan Keterbatasan sistem Activity-based costing Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani (2000) menyatakan beberapa manfaat dan keterbatasan dari sistem Activity-based costing. (h. 127) 31 Manfaat utama ABC adalah: 1. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan kepada keputusan stratejik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar, dan pengeluaran modal. 2. ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk meningkatkan product value dan process value dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan value 3. ABC memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis Keterbatasan 1. Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contoh beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi. 2. Mengabaikan biaya. Keterbatasan lain dari ABC adalah beberapa biaya yang diidentifikasikan pada produk tertentu diabaikan dari analisis. Aktivitas yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset dan pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Tambahan biaya secara sederhana ditambahkan ke biaya produksi untuk menentukan biaya produk total. Secara tradisional biaya pemasaran dan administrasi tidak dimasukkan ke dalam 32 biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan yang dikeluarkan oleh GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) mengharuskan memasukkan ke dalam biaya periode. 3. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Di samping itu juga membutuhkan waktu yang banyak. Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif, biasanya diperlukan waktu lebih dari satu untuk mengembangkan dan mengimplementasikan ABC dengan sukses Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999) menyatakan keunggulan dan kelemahan sistem ABC. (h. 154) Keunggulan ABC 1. ABC lebih jauh mengakui hubungan sebab-akibat antara penggerak biaya dengan kegiatan 2. ABC menawarkan bantuan dalam memperbaiki proses kerja dengan menyediakan informasi yang lebih baik untuk membantu mengidentifikasikan kegiatan yang membutuhkan banyak pekerjaan. 3. Informasi ABC mendorong perusahaan mengevaluasi kegiatan untuk mengetahui mana yang tidak bernilai dan dapat dieliminasi Kelemahan ABC 1. Dengan menggunakan informasi ABC , manajer dapat mengasumsikan penghapusan produk bervolume rendah, menggantinya dngan produk baru yang lebih matang dan memiliki marjin lebih tinggi, yang akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun, strategi pemotongan biaya atau peningkatan marjin jangka pendek ini mungkin berlawanan dengna keinginan pelanggan. 33 Dalam jangka pendek manajer mungkin memerlukan penggunaan waktu dan anggaran yang lebih banyak untuk tujuan pengembangan serta perbaikan mutu produk barunya. 2. ABC mungkin dapat juga mengakibatkan kesalahan konsepsi mengenai penurunan biaya penaganan pesanan penjualan dengan mengeliminasi pesanan kecil yang menghasilkan marjin lebih rendah. Sementara strategi ini mengurangi jumlah pesanan penjualan (penggeraknya), pelanggan mungkin lebih sering menginginkan pengiriman dalam jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan interval pemesanannya. 3. ABC secara khusus tidak menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Karena itu banyak perusahaan menggunakan ABC untuk analisis internal dan terus menggunakan sistem biaya tradisional untuk pelaporan eksternal 4. Penekanan informasi ABC dapat juga menyebabkan manajer secara konstan mendorong pengurangan biaya. Penekanan yang berlebihan atas pengurangan biaya tanpa memperhatikan kendala yang dihadapi tidak menciptakan kondisi lingkungan yang digunakan untuk mempelajari masalah. Garrison, Noreen (2000) yang diterjemahkan oleh A. Totok Budi Santoso menyatakan beberapa alasan metode ABC tidak digunakan dalam laporan eksternal. (h.316) 1. Laporan eksternal kurang kurang rinci daripada laporan internal yang disiapkan untuk pembuatan keputusan. 2. Sangat sulit untuk melakukan perubahan sistem akuntansi perusahaan. Sistem resmi akuntansi biaya perusahaan biasanya berupa program komputer yang rumit 34 dan telah dimodifikasi sendiri setelah ada dijalankan selama beberapa tahun. Jelas sangat sulit untuk melakukan perubahan program komputer tanpa mengorbankan sumber daya. 3. Sistem ABC tidak sesuai dengan PABU (Prinsip Akuntansi Berlaku Umum), perhitungan biaya produksi untuk laporan eksternal harus memasukkan seluruh biaya produksi dan hanya biaya produksi saja, tetapi dalam sistem ABC tidak hanya memasukkan biaya produksi saja tetapi juga memasukkan beberapa biaya non produksi. 4. Auditor biasanya tidak menyukai alokasi yang didasarkan pada wawancara dengan karyawan perusahaan. Data subyektif seperti itu dapat dengan mudah dimanipulasi oleh manajemen Carter dan Usry (2002), menyatakan strengths and weaknesses of activity based costing (ABC): (p. 14-16) • ABC produces more credible product cost information but is nonetheless a system of allocation Yang terjemahannya, ABC menghasilkan informasi biaya produksi yang lebih dapat diandalkan karena sistem alokasinya • ABC requires managers to make radical change in their way of thinking about costs Yang terjemahannya, ABC mengharuskan manajer membuat perubahan yang radikal terhadap cara berpikir mereka mengenai biaya • ABC requires data-gathering efforts beyond those needed to satisfy external reporting requirements 35 Yang terjemahannya, ABC memerlukan pengumpulan data yang mendukung untuk membuat laporan external yang diperlukan II.7.Perbedaan antara sistem Tradisional dan sistem Activity-based costing Menurut Krismiaji (2000) perbedaan pokok antara ABC dengan sistem konvensional adalah pada sifat dan jumlah cost driver yang digunakan. ABC menggunakan unit-based dan nonunit-based, dan umumnya jumlah cost driver yang digunakan jauh lebih banyak dibandingkan dengan unit based cost driver yang digunakan oleh sistem konvensional. Implikasinya adalah ABC mampu menghasilkan perhitungan biaya (harga pokok) yang lebih akurat. Dari perspektif manajerial, sistem ABC juga memberikan informasi tentang seluruh aktivtas yang terkait dengan pembuatan produk dan biaya aktivitas. Dengan informasi tersebut, manajemen dapat memusatkan perhatian pada aktivitas yang memiliki peluang untuk penghematan biaya (cost saving). (h. 124) Mengacu pada pendapat Usry dan Carter (2002) sistem perhitungan biaya tradisional memiliki karakteristik khusus, yaitu: 1. Volume atau ukuran tingkat unit digunakan sebagai dasar mengalokasikan overhead ke output. 2. Jumlah tempat penampungan overhead dan dasar alokasi lebih banyak di sistem ABC 3. Suatu perbedaan umum antara sistem tradisional dan sistem ABC adalah homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya 4. Semua sistem ABC adalah sistem perhitungan dua tahap, sementara sistem tradisional dapat merupakan perhitungan satu tahap atau dua tahap. 36