Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Sony Rahadian 1),Yerizon 2),Arnellis 3) 1) FMIPA UNP, email: [email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP 2,3) Abstract The implementation of learning which is done by teacher is still conventional. The result is student only receive and tend to memorize the material. Students tend to be passive in answering question given by teacher, they usually only wait the answer from their friends, so it hasn’t seen the students activeness in studying. Beside that, learning is only dominated by certain student. If it continues happen, it can impact to the result of students mathematics learning become lower. One of learning model that can be used to students activeness in learning is cooperative model types Think Pair Share. This learning model is a combination between study on their own and in a group. This papers will discuss about the using of cooperative model types Think Pair Share to the result of students mathematics learning. The kinds of this research is the research master the experiment by contrivance research of Randomized control-group Only Design. So that, the result of learning mathematics class VIII SMPN 34 Padang by using cooperative model types Thing Pair Share is better than the result of students mathematics learning which using conventional learning. Keywords : Result Learns, Think Pair Share PENDAHULUAN Matematika diajarkan di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah sampai ke tingkat perguruan tinggi. Melihat peranan matematika yang begitu penting, maka pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan khususnya bidang matematika selalu berusaha agar pembelajaran matematika menjadi lebih baik dari sebelumnya. Banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah agar tujuan dari pendidikan tersebut terlaksana dengan baik, diantaranya adalah dengan menyempurnakan kurikulum, penataran guru bidang studi, menambah sarana dan prasarana, melaksanakan pendekatan dan metode yang inovatif serta menyediakan media pembelajaran. Guru sebagai orang yang terlibat langsung harus bisa merencanakan suatu pembelajaran matematika yang menarik, efektif, dan bermakna, serta memilih model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Metode pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik salah satunya adalah belajar kooperatif. Menurut Suherman (2003:260) belajar kooperatif mencakup suatu kelompok kecil peserta didik yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Melalui pembelajaran kooperatif, sikap positif pada diri siswa akan lebih berkembang, baik terhadap suatu mata pelajaran maupun terhadap hubungan sosialnya. Belajar kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah kelompok belajar dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. 14 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 Kegiatan pembelajaran di sini terpusat pada peserta didik yang sedang berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing. Pendidik hanya menjadi fasilitator di dalam pembelajaran, mengarahkan kepada hasil belajar yang akan dicapai dan mengembangkan ide-ide kreatif dari peserta didik. Pembentukan kelompok dalam pembelajaran kooperatif ini juga harus memperhatikan keanekaragaman anggota kelompok, menurut Ibrahim (2000:6-7) kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Kelas dibagi atas kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang ,rendah. (2) Jika mungkin dalama pembentukan kelompok juga diperhatikan perbedaan suku, budaya, jenis kelamin, latar belakang, sosial ekonomi dan sebagainya. (3) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menguasai materi akademik. (4) Sistim penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu. Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan oleh pendidik kepada peserta didiknya dalam proses pembelajaran adalah tipe Think Pair Share. Think Pair Share adalah salah satu strategi dalam pembelajaran kooperatif yang memberikan siswa waktu untuk lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Strategi pembelajaran Think Pair Share ini dapat mengembangkan potensi siswa secara aktif dengan membuat kelompok terdiri dari dua orang yang akan menciptakan pola interaksi yang optimal, mengembangkan semangat kebersamaan, timbulnya motivasi serta menumbuhkan komunikasi yang efektif. Pembelajaran model kooperatif tipe Think Pair Share dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa secara aktif, karena siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan dua orang. Dalam Anita (2002: 45) dipaparkan keuntungan kelompok yang beranggotakan dua orang yaitu : (1) meningkatkan partisipasi siswa, (2) lebih banyak untuk kontribusi masingmasing anggota kelompok, (3) interaksi lebih mudah, (4) cocok untuk tugas sederhana, (5) lebih mudah dan cepat membentuknya. Kelompok berpasangan ini memungkinkan semua siswa untuk berinteraksi dengan optimal, mengembangkan semangat kebersamaan menumbuhkan motivasi belajar siswa dan komunikasi yang efektif dalam pembelajaran. Fogarty dan Robin (1996) menyatakan bahwa teknik belajar mengajar Think Pair Share mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut : (1) Mudah dilaksanakan dalam kelas yang besar, (2) Memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran, (3) Memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan. Dengan teknik belajar mengajar Think Pair Share yang disebutkan Fogarty dan Robin siswa dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik dengan teman sebangku ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siawa karena siswa dituntut untuk mengikuti proses pembelajaran agar dapat menjawab setiap pertanyaan dan berdiskusi. Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dijelaskan oleh Muslimin (2000:26) yaitu: (1) Tahap I Thinking (berpikir), Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. (2) Tahap II Pairing (berpasangan), Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama tadi. 15 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan. (3) Tahap III Sharing (berbagi), Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Salah satu fasilitas yang dapat mendukung pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah dengan bantuan LKS, dimana siswa dibagi dalam kelompok terdiri dari dua orang dan mendiskusikan LKS yang telah diberikan oleh guru, setelah itu mempersentasikan kedepan kelas hasil diskusi mereka. LKS ini digunakan oleh guru untuk menambah keaktifan siswa dalam belajar, membantu dalam proses pembelajaran agar bisa berjalan dengan baik dan lancar, serta untuk menambah variasi kegiatan sehingga siswa termotivasi dan berminat untuk belajar matematika. Keuntungan yang dapat diperoleh dari menggunakan LKS ini adalah guru tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk dipahami siswa, melatih cara berpikir dan bernalar siswa dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan juga bagi siswa kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, mendapat kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya. Pencapaian tujuan dari belajar dan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh dari proses belajar yang dapat diukur dengan melakukan test. Suharsimi (2002:10-14) mengemukakan tujuan dilakukannya penilaian hasil belajar adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pembelajaran dan guru dapat mengetahui kelemahan siswa, serta penyebabnya, sehingga guru lebih mudah untuk mengatasinya. Untuk itu diadakan evaluasi diakhir pembelajaran terhadap materi yang sudah diberikan dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share dengan bantuan LKS. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang ingin dibahas melalui makalah ini adalah “1.Apakah hasil belajar siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share dengan bantuan LKS lebih baik dari hasil belajar siswa yang pada pembelajarannya secara konvensional? 2.Bagaimanakah aktivitas belajar matematika siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share dengan bantuan LKS?”. Pembahasan ini sebelumnya telah dilakukan melalui sebuah penelitian. METODE PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan di atas telah dilakukan penelitian kuasi eksperimen. Dengan model rancangan yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII.2 sampai kelas VIII.7 SMP Negeri 34 Padang yang terdaftar tahun pelajaran 2011/2012. Cara pengambilan sampel dengan random sampling, dengan kelas VIII.2 sebagai kelas eksperimen dan VIII.5 sebagai kelas kontrol. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah hasil belajar matematika siswa yang bersumber dari siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. Data sekunder adalah nilai ujian mid semester 1 matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 34 Padang tahun pelajaran 2011/2012. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes hasil belajar siswa, lembar observasi yang dihitung persentase aktivitas belajar siswa dalam 16 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 HASIL PENELITIAN Data tentang hasil belajar diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada kelas eksperimen yang berjumlah 32 siswa dan kelas kontrol berjumlah 30 siswa. Hasil perhitungan berupa hasil analisi data tes akhir yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : PEMBAHASAN Dalam bagian ini dibahas pendiskripsian dari instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi aktivitas belajar siswa. Aktivitas siswa yang diamati adalah aktivitas positif yang muncul setiap pertemuan. Data aktivitas siswa pada kelas eksperimen selama pelaksanaan penelitian diperoleh melalui lembar observasi. Pengamatan dilakukan pada pertemuan I sampai dengan pertemuan VII. 1). Mengajukan pertanyaan kepada guru Aktivitas siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru, diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Persentase aktivitas dapat digambarkan sebagai berikut : Persentase setiap pertemuan dan lembar kerja siswa sebagai fasilitas penunjang penelitian yang diberikan setiap kali pertemuan. Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) tahap persiapan; (2) tahap Pelaksanaan; (3) tahap penyelesaian. Adapun langkah yang sudah dipersiapkan sampai pada saat pelaksanaan penelitian yaitu; menetapkan sekolah dan observasi, mengumpulkan data, menetapkan jadwal, mengurus surat izin, menentukan kelas sampel, mempersiapkan perangkat pembelajaran, media pembelajaran, soal tes akhir berupa soal essay yang sebelumnya sudah divalidasi. 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Persentase Kelas N Eksperi men 32 72,03 90 45 65 43 Kontrol 30 65,83 90 40 35 57 < 70 Tabel 1. Hasil Analisis Data Tes Akhir Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata nilai matematika untuk kelas eksperimen adalah 72,03 dan 65,83 untuk kelas kontrol. Nilai tertinggi di kelas eksperimen yaitu 90 dan kelas kontrol 90. Sedangkan nilai terendah untuk kelas eksperimen yaitu 45 dan kelas kontrol yaitu 40. Simpangan baku untuk kelas eksperimen 11,2 dan kelas kontrol 12,3 dengan arti kata bahwa kelas eksperimen mempunyai penyebaran data lebih kecil dibanding kelas kontrol. Dilihat dari persentasenya kelas eksperimen mempunyai persentase lebih tinggi. Gambar 1. Persentase Siswa yang Mengajukan Pertanyaan Kepada Guru Dari gambar di atas, pada pertemuan pertama siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru sedikit yaitu 13,33% karena siswa banyak yang telah paham mengenai luas permukaan kubus dan pada pertemuan kedua naik menjadi 17,24%, disini kesulitan siswa menentukan luas permukaan balok. Pada pertemuan ketiga kembali mengalami penurunan menjadi 14,28% karena siswa sudah banyak yang memahami mengenai volume kubus dan balok. Pada pertemuan keempat kembali mengalami kenaikan menjadi 28,57%. Kesulitan yang mereka temukan menentukan rumus luas permukaan prisma tegak. Pertemuan kelima mengalami penurunan menjadi 21,87%. Pertemuan keenam dan ketujuh aktivitas siswa mengajukan pertanyaan 17 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 Persentase Persentase aktivitas siswa memberikan tanggapan atas pertanyaan/pernyataan guru atau temannya dapat digambarkan sebagai berikut : 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 2. Persentase Siswa yang Memberikan Tanggapan Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa persentase aktivitas siswa memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru yang paling tinggi adalah pada pertemuan ketiga dan keempat. Pada pertemuan pertama, siswa yang memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru masih 6,66%. Siswa terlihat ragu-ragu untuk menyatakan pendapatnya. Pada pertemuan kedua, aktivitas siswa yang memberikan tanggapan naik menjadi 10,34%, siswa menyampaikan pendapatnya dalam menemukan luas permukaan balok. Pada pertemuan ketiga dan keempat, persentase aktivitas siswa bertambah 7,51% dari pertemuan sebelumnya. Sedangkan, pada pertemuan kelima dan keenam aktivitas siswa menurun menjadi 12,5% dan 9,37%. Pada pertemuan ketujuh kembali meningkat menjadi 16,12%. Dari gambaran diatas terlihat bahwa siswa mengalami kesulitan pada pertemuan ketiga, keempat dan ketujuh yaitu pada materi volume kubus dan balok, luas permukaan prisma dan volume limas. Persentase aktivitas siswa mencatat/menyalin penjelasan guru dapat digambarkan sebagai berikut: Persentase 2). Memberikan Tanggapan 3). Mencatat / menyalin penjelasan guru 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 3. Persentase Siswa yang Mencatat/Menyalin Penjelasan Guru Berdasarkan gambar diatas, aktivitas menyalin penjelasan guru pada pertemuan pertama sebesar 26,66% dan pertemuan kedua meningkat menjadi 34,48%. Pada pertemuan ketiga aktivitas siswa menurun 5,91% dibanding sebelumnya. Pada pertemuan ini ditemukan siswa yang mengerjakan pekerjaan selain matematika. Pertemuan keempat aktivitas siswa meningkat 14,28% dari pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan kelima hingga pertemuan ketujuh aktivitas siswa yang mencatat terus meningkat hingga 67,74%. 4). Menyelesaikan soal yang diberikan secara individu Persentase aktivitas siswa yang mengerjakan soal secara individu untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan di LKS dapat dilihat pada gambar berikut ini : Persentase kembali meningkat menjadi 43,75% dan 48,38%. Berdasarkan pertanyaanpertanyaan siswa yang muncul terlihat bahwa siswa masih kesulitan dalam membedakan tinggi limas dengan tinggi bidang tegak limas. 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 4. Persentase Siswa Menyelesaikan Soal Secara Individu 18 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 Persentase 5). Berdiskusi dengan pasangan Aktivitas siswa berdiskusi dengan pasangannya dapat digambarkan sebagai berikut : 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 5. Persentase Siswa Berdiskusi dengan Pasangannya Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa aktivitas berdiskusi dengan pasangannya pada pertemuan pertama sebesar 66,66%. Pada pertemuan pertama siswa masih ada yang tidak mau bekerja sama dengan pasangannya. Pada pertemuan kedua, aktivitas siswa berdiskusi dengan pasangannya meningkat 9,2%. Hal ini menunjukkan siswa mau berbagi dengan pasangannya. Pada pertemuan ketiga, aktivitas siswa meningkat dari pertemuan sebelumnya sebesar 2,71%. Aktivitas siswa semakin meningkat pada pertemuan keempat sebanyak 7,14% dari pertemuan ketiga, dimana siswa yang masih kurang memahami konsep luas permukaan limas dapat berdiskusi dengan pasangannya. Akan tetapi, pada pertemuan kelima aktivitas berdiskusi siswa mulai berkurang sebesar 7,59%. Pada pertemuan keenam kembali meningkat sebesar 3,13% dari pertemuan kelima. Pada pertemuan ketujuh aktivitas berdiskusi siswa meningkat 2,62%. 6). Bertanya kepada pasangannya Aktivitas siswa yang bertanya kepada pasangannya dapat digambarkan sebagai berikut : Persentase Berdasarkan gambar diatas, terlihat persentase siswa yang mengerjakan soal pada LKS secara individu cukup besar. Pada pertemuan pertama sebagian siswa sudah bekerja secara individu, tetapi masih ada juga siswa yang bertanya pada temannya. Pada pertemuan kedua sedikit menurun 4,37%. Pada pertemuan ketiga aktivitas siswa mengerjakan LKS secara individu meningkat menjadi 78,57%, dimana sebagian besar siswa mampu menggunakan rumus volume kubus dan balok. Pada pertemuan keempat aktivitas siswa menurun 14,29%. Ini menunjukkan perubahan yang sangat besar. Siswa kesulitan dalam menggunakan rumus luas permukaan prisma. Hal yang sama juga terjadi pada pertemuan kelima, siswa kesulitan untuk menggunakan rumus luas permukaan limas, sehingga ditemukan siswa yang berdiskusi dengan pasangannya. Pada pertemuan keenam aktivitas siswa meningkat dari pertemuan kelima sebesar 3,13%. Pada pertemuan ketujuh, aktivitas siswa menurun 1,21% dari pertemuan keenam. 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 6. Persentase Siswa Bertanya Kepada Pasangannya Berdasarkan gambar diatas, persentase aktivitas mengajukan pertanyaan kepada pasangan cenderung mengalami peningkatan setiap pertemuannya kecuali pada pertemuan kedua. Pada pertemuan pertama aktivitas siswa yang mengajukan pertanyaan kepada pasangannya sebesar 23,33%. Aktivitas ini menurun 2,65% pada pertemuan kedua. Hal ini disebabkan siswa banyak yang bertanya langsung kepada guru. Pada pertemuan ketiga mengalami peningkatan sebesar 7,89%. 19 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 7. Persentase Siswa Menanggapi Pertanyaan Pasangannya Pada gambar di atas terlihat bahwa aktivitas siswa yang menanggapi pertanyaan pasangannya mengalami peningkatan dari pertemuan pertama hingga pertemuan keempat. Pertemuan pertama aktivitas siswa menanggapi pertanyaan pasangannya sebesar 16,66%. Pada pertemuan kedua masih tetap sama dengan pertemuan sebelumnya. Peningkatan terjadi pada pertemuan ketiga sebesar 4,18%. Pertemuaan keempat kembali mengalami peningkatan sebesar 10,72%. Pada pertemuan kelima aktivitas siswa menanggapi pertanyaan pasangannya menurun sebesar 4%. Pertemuan keenam kembali meningkat menjadi 34,37% dan pertemuan ketujuh meningkat lagi menjadi 38,7% 8). Menanggapi penjelasan kelompok yang tampil Persentase Aktivitas siswa yang menanggapi penjelasan kelompok yang tampil dapat digambarkan sebagai berikut : 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 8. Persentase Siswa Menanggapi Penjelasan Kelompok yang Tampil Berdasarkan gambar diatas persentase aktivitas siswa yang menanggapi penjelasan kelompok yang tampil selalu meningkat pada setiap pertemuan. Pada pertemuan pertama persentase siswa yang menanggapi hanya 6,66%. Pertemuan kedua aktivitas menanggapi meningkat 7.13% dan pertemuan ketiga persentase aktivitas menanggapi hanya naik 0,49%. Pada pertemuan keempat persentase aktivitas menanggapi siswa naik menjadi 21,42%. Siswa banyak menanggapi mengenai luas permukaan limas yang telah ditemukannya. Pada pertemuan kelima aktivitas siswa menurun 5,8% dan pertemuan keenam juga turun sebanyak 3,12%. Pada pertemuan ketujuh aktivitas siswa meningkat sebesar 3,62%. 9). Mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang tampil Aktivitas siswa yang mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang tampil dapat digambarkan sebagai berikut : Persentase Persentase Pertemuan keempat meningkat menjadi 39,28%, hal yang banyak ditanyakan siswa adalah rumus bangun datar untuk mencari luas permukaan prisma tegak. Pertemuan kelima mengalami peningkatan sebesar 4,47%. Siswa masih kesulitan dalam membedakan tinggi limas dengan tinggi bidang tegak limas untuk mencari luas permukaan limas. Pada pertemuan keenam aktivitas siswa bertanya kepada pasangannya meningkat menjadi 53,12% dan pertemuan ketujuh mengalami peningkatan sebesar 4,94%. 7). Menanggapi pertanyaan pasangannya Aktivitas siswa yang menanggapi pertanyaan pasangannya dapat digambarkan sebagai berikut : 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 Pertemuan ke- Gambar 9. Persentase Siswa yang Mengajukan Pertanyaan Kepada Kelompok yang Tampil 20 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 14-21 Berdasarkan gambar diatas, terlihat aktivitas siswa yang mengajukan pertanyaan pada tahap sharing mengalami peningkatan di setiap pertemuannya. Aktivitas tertinggi terjadi pada pertemuan ketujuh. Pertemuan pertama hanya 10% siswa yang mengajukan pertanyaan pada kelompok yang tampil. Pada pertemuan kedua dan ketiga persentase aktivitas siswa sama dengan sebelumnya, meskipun ada kenaikan persentasenya sangat kecil. Pada pertemuan keempat aktivitas siswa mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang tampil menjadi 17,85%. Pertemuan kelima persentase meningkat sebesar 1%, disini siswa banyak bertanya tentang tinggi yang digunakan untuk menentukan luas permukaan limas. Pada pertemuan keenam dan ketujuh persentase meningkat menjadi 25%. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share dengan bantuan LKS lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional dan juga aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share dengan bantuan LKS cenderung mengalami peningkatan yang cukup baik. Dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share aktifitas-aktifitas negatif siswa dapat berkurang dan berangsur-angsur tidak terlihat. Hal ini dapat dilihat dari persentase aktivitas siswa yang diamati selama proses pembelajaran. Kesimpulan di atas, maka disarankan beberapa hal. Pertama, guru bidang studi matematika diharapkan dapat menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share sebagai alternatif untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep matematika siswa serta dapat meningkatkan hasil belajar sisw. Kedua, peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih luas cakupannya. REFERENSI [1].Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta [2].Fogarty dan Robin. 1996. Think/Pair/Share. [online]. Tersedia: www.Broward kl2.fl.us/Ci/Whatsnew/strategies and such/ strategies/thinkpairshare. html [2 November 2009] [3].Ibrahim, [4].Lie, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press Anitas. 2002. Cooperative Learning, “Mempraktikan Cooperatif Learning Di Ruang-Ruang Kelas.Jakarta: PT Gramedia Widasarana Indo [5].Suherman, Herman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA-Universitas Pendidikan Indonesia. 21