REKONSTRUKSI AGENESIS VAGINA dr.I Gede Mega Putra,SpOG (K) BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2011 1 BAB I PENDAHULUAN Agenesis vagina merupakan suatu kelainan kongenitalyang terjadi pada wanita, dimana tidakterbentuknyavagina sedangkan tanda-tanda seks sekundernya berkembang normal. Agenesis vagina umumnya terdapat pada sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH syndrome). Insidennya kurang lebih satu diantara empat ribu sampai dengan sepuluh ribu kelahiran namun kejadiannya seringkali baru diketahui ketika penderita memasuki usia remaja, datang kebagian kandungan dengan keluhan amenore primer.1,2 Faktor resiko terjadinya agenesis vagina secara pasti belum diketahui, beberapa peneliti menganggap oleh karena adanya kelainangenetik seperti pada autosomal resesif, gangguan pada transmitted sex-linked autosomal dominant, adanya hormon antimullerian, teratogens sepertidiethylstilbestrol (DES), thalidomide.1,2 Vagina merupakan organ reproduksi yang sangat penting bagi seorang wanita berkaitan dengan fungsi reproduksinya seperti untuk melakukan hubungan seks, menyalurkan darah haid dan juga untuk melahirkan. Tidak terdapatnya vagina tentu menimbulkan masalah fisik dan psikis, tidak hanya bagi wanita tersebut tetapi juga bagi pasangan dan keluarganya.3,4 Oleh sebab itu perlu penanganan yang baik apabila terdapat kasus wanitadengan agenesis vagina. Penanganan agenesis vagina dapat dilakukan dengan dua metode yaitu non operatif dan operatif.1,2 Sari pustaka ini membahasbagaimana “Rekonstruksi pada agenesis vagina”dan diharapkan dapat menambah pengetahuan kita sebagai praktisi dibidang Obstetri dan Ginekologi. BAB II 2 EMBRIOLOGI VAGINA Pengetahuan tentang embriologi menjadi suatu hal yang harus diketahui untuk memudahkan penanganan agenesis vagina.Disamping itu, pengetahuan dalam ilmu embriologi akan dapat dimengerti perbedaan diantara batas persarafan, vaskularisasi, serta drainase kelenjar saluran limfe.5,6 2.1. Pembentukan Alat Genital Pembentukan alat genital dimulai pada minggu ke-5 dan 6, yaitu di lateral urogenital ridge, di daerah kranial, timbul saluran paramesonefrik (muller duct) kanan kiri yang tembus terus ke arah bawah lateral dari saluran wolf (saluran mesonefrik) dan pada suatu tempat di daerah distal, saluran muller ini masuk ke dalam dan menyilang saluran mesonefrik di anteriornya. Kemudian pada bagian distal bersatu atau berfusi, dan akhirnya menyentuh sinus urogenitalis. Bagian bawah saluran muller yang telah berfusi kemudian mengalami rekanalisasi sehingga terbentuklah vagina, serviks dan uterus. Sedangkan dua saluran yang tidak berfusi pada bagian proksimal akan berkembang menjadi tuba falopii. Fusi kedua saluran muller tersebut terjadi pada minggu ke-7 akan tetapi belum sempurna sampai minggu ke-12. Pada titik pertemuan saluran muller bagian bawah dengan sinus urogenitalis disebut tuberkel muller, hal ini akan menyebabkan terjadinya proliferasi dari sinus urogenitalis ke arah atas dan kemudian terjadi rekanalisasi bersamaan dengan rekanalisasi saluran muller sehingga terbentuk vagina bagian distal. Sebagian sinus urogenitalis yang terletak pada anterior tuberkel muller akan menyempit dan membentuk uretra, sedangkan bagian bawah terbuka lebar akan menjadi vestibulum vulva dengan uretra dan vagina terbuka di dalamnya.5,6 3 Gambar 2.1. Perkembangan awal organ reproduksi wanita2 2.2. Pembentukan Gonad Pada hari ke-31 dari perkembangan embrio, sel-sel mesoderm yang telah berdiferensiasi membentuk mesenkim. Jaringan ini lebih lanjut akan berdiferensiasi, pada permukaan medial urogenital ridge di daerah servikal dan torakal embrio, membentuk genital ridge. Genital ridge ini akan dipertahankan dan ditutupi oleh sel mesoderm yang tak berdiferensiasi, dan ini adalah coelimic epithelium.5 Premordial germ cell pada permulaan perkembangannya berasal dari endodermal di daerah dorsal hind gut pada hari ke 20–30, germ cell ini akan mengadakan migrasi ke arah genital ridge, sehingga terbentuk gonad, yang akhirnya akan menjadi testis atau ovarium. Bila migrasi germ cell gagal mencapai genital ridge maka terjadi disgenesis gonad. Jadi pembentukan dari ovarium tidaklah sama dengan pertumbuhan dan perkembangan organ-organ sistem saluran urogenital, gonad bila mendapat migrasi germ cell yang mengandung kromosom XX akan membentuk ovarium sedangkan bila gonad mendapat migrasi germ cell mengandung kromosom XY akan membentuk testis. 5 4 Gambar 2.2. Perkembangan lanjutan duktus mullerian dan sinus urogenital2 5 BAB III AGENESIS VAGINA 3.1. Definisi Agenesis Vagina Suatu bentuk kelainan pada sistem reproduksi wanita yang bersifat kongenital dimana tidak terbentuknya vagina dengan perkembangan seks sekunder yang normal.1,2,3,4 3.2. Etiologi Agenesis Vagina Etiologi agenesis vagina secara pasti belum jelas tetapi beberapa peneliti menganggap karena kelainan genetik seperti pada autosomal resesif, gangguan pada transmitted sex-linked autosomal dominant, adanya hormon antimullerian dan teratogens seperti diethylstilbestrol (DES), thalidomide.1,2,3,4 3.3. Diagnosis Agenesis Vagina Diagnosis awal agenesis vagina secara klinis ditegakkan pada wanita yang mengalami amenore primer dengan tanda seks sekundernya berkembang normal dan pada pemeriksaan vagina tidak didapatkan saluran vagina. Perlu dilakukanpemeriksaan ultrasonografi(USG), Magnetic Resonance Imaging(MRI) atau intravenus pielogram (IVP) karena seringkali agenesis vagina disertai dengan tidak terdapatnya cerviks, uterus bahkan ginjal.1,2,3,4 3.4. Patofisiologi Agenesis Vagina Agenesis vagina terjadi karena kegagalan saluran muller bagian bawah untuk berfusi dan tidak mengalami rekanalisasi sehingga tidak terbentuk vagina.5,6,7Kegagalan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal yang telah dijelaskan sebelumnya.Metode yang dapat diterima dan dipakai secara luas untuk mengklasifikasikan kelainan duktus mulleri adalah klasifikasi menurut American Fertility Society (AFS) 7 6 Tabel 3.1. Klasifikasi AFS dan rencana penanganan kelainan duktus mulleri1 7 Gambar 3.1. Segmental atau komplit agenesis atau hipoplasia1 Oppelt dan kawan kawan melakukan studi retrospektif terhadap 53 pasien dengan sindrom MRKH, menggunakan wawancara standardan bersamaan dengan hasil pemeriksaan klinis, pasien dikategorikan menjadi tiga subtipe yaitu tipikal, atipikal dan MURCS (Mullerian duct aplasia, renal aplasia, dan cervikothoracic somite dysplasia). Hasilnya 25 pasien didiagnosis bentuk tipikal(47%), bentuk atypikal pada 11 pasien (21%) dan tipe MURCS 17 pasien (32%).8 8 BAB IV REKONSTRUKSI AGENESIS VAGINA Penanganan agenesis vagina dapat dilakukan dengan tehnik nonbedah dan pembedahan. Tehnik nonbedah dilakukan dengan melakukan penekanan dilatasi pada tempat cekungan vagina dalam jangka waktu tertentu. Tehnik ini memerlukan kesabaran dan disiplin penderita untuk mengerjakannya. Rasa sakit yang ditimbulkan tidak seperti pada tehnik bedah. Namun perlu disadari pula kalau dilatasi juga dibutuhkan pada suatu tehnik bedah. Karena itu tehnik penekanan dilatasi ini sebaiknya disarankan sebagai terapi pertama pada agenesis vagina.9,10 El Saman dan kawan kawan menyatakan terdapat tiga strategi yang diketahui secara baik untuk penanganan sindrom MRKH, yang pertama adalah metode non bedah dengan menggunakan dilator, bersifat minimal invasif namun memerlukan kerjasama, kesabaran dan motivasi kuat dari penderita, karena hasil yang baik baru tercapai setelah penggunaan dilator selama berbulan bulan. Strategi kedua dengan pembedahan yaitu membuat ruang vagina baru pada cekungan vagina kemudian dilapisi dengan graft dan kemudian digunakan suatu bentuk cetakan untuk mempertahankan graft. Strategi ketiga adalah membuat vagina memakai jaringan vagina sendiri dengan melakukan traksi dari abdomen dan memasang akrilik yang berbentuk seperti buah zaitun pada cekungan vagina. Strategi keempat yang merupakan strategi terbaru adalah balloon vaginoplasty yaitu membuat vagina dengan traksi menggunakan balon kateter. Menariknya menggunakan balon kateter sebagai traksi adalah disamping membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk membuat vagina, kita juga dapat mengatur kedalaman dan lebar sesuai yang peregangan balon. diinginkan dengan mengatur kekuatan traksi dan 11 Darwish mengembangkan pembuatan vagina baru dengan menggunakan balon kateter dengan melakukan beberapa modifikasi. Dia menggambarkan klasifikasi tehnik vaginoplasty sebagai berikut : 9 Gambar 4.1. Klasifikasi tehnik vaginoplasty.11 Deans dan kawan kawan menunjukkan algoritma penanganan agenesis vagina pada sebuah rumah sakit pendidikan universitas di London untuk memberikan kejelasan penanganan pada pasien dengan kelainan perkembangan seksual tersebut.12 Gambar 4.2. Algoritma penanganan agenesis vagina di universitas London12 10 Boersma dan kawan kawan mengatakan perlunya penanganan psikis dari wanita yang menderita sindrom MRKH. Penelitian dilakukan terhadap 39 wanita dengan sindrom MRKH dimana 19 wanita mendapatkan penanganan Cognitive Behavioural Treatment (CBT) dan 20 wanita belum mendapatkannya. Hasilnya bahwa 19 wanita yang telah mendapatkan penanganan CBT menunjukkan peningkatan psikologis terhadap kondisi yang dialaminya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan global severity index (GSI) dari sub scale 90R (SCL-90R) 13 American Fertility Society memberikan gambaran dan rencana penanganan pasien dengan kelainan duktus mulleri klas I (sindrom MRKH) seperti ditunjukkan pada tabel 3.2.1 Tabel 3.2. Deskripsi AFS dan rencana penanganan kelainan duktus mulleri klas I 1 11 4.1. Rekonstruksi Agenesis Vagina Dengan Metode Non Operatif Pada tahun 1938, Frank mendeskripsikan metode pembuatan vagina baru tanpa operasi. Pada tahun 1940 dia melaporkan hasil yang baik pada delapan pasien yang ditangani dengan metode ini. Dia mengikuti pasien tersebut dan hasilnya menunjukkan bentuk vagina yang tetap baik pada kedalaman dan lebarnya, bahkan pada pasien yang tidak melakukan dilatasi selama satu tahun.Ingram mendeskripsikan tehnik pasif dilatasi untuk pembuatan vagina baru dengan melakukan modifikasi pada tehnik Frank. Dia menginstruksikan kepada pasiennya untuk memakai dilator khusus yang dirancang dengan bantuan kursi sepeda dan Ingram berhasil membuat kedalaman vagina yang baik dan berfungsi koitus pada 10 dari 12 pasien dengan agenesis vagina dan 32 dari 40 kasus dengan berbagai tipe stenosis.14 Lee pada penelitiannya mengatakan tehnik Ingram dengan pasif dilatasi memiliki berbagai keuntungan dimanapasien tidak diminta untuk melakukan penekanan kedalam kantung vagina dengan tangan.Seperangkat dilator Lucite secara perlahan dipakaiuntuk dilatasi pada ruang neovagina. Pasien harus secara hati-hati diinstruksikan bagaimana menggunakan dilator,dimulai dengan dilator yang paling kecil. Pasien ditunjukkan bagaimana cara menaruh dilator kedalam kantung introitus dengan menggunakan kaca. Dilator dapat ditahan dengan pakaian dalam. Pasien ditunjukkan bagaimana duduk diatas kursi sepeda yang ditaruh diatas kursi 24 inchi diatas lantai. Pasien diinstruksikan untuk duduk sedikit condong maju dengan dilator ditempatkan setidaknya sebanyak dua kali sehari dengan lama 15 sampai dengan 30 menit. Tindak lanjut dilakukan setiap bulan dan pasien diharapkan dapat berhasil ke ukuran dilator yang lebih besar setiap bulan. Hubungan sexual disarankan setelah penggunaan dilator yang paling besar selama satu atau dua bulan. Rekomendasi untuk melanjutkan dilatasi apabila hubungan sexual jarang dilakukan. Definisi sukses menggunakan metode nonoperatif ini adalah tercapainya hubungan sexual yang nyaman atau tercapainya dilator terbesar tanpa menimbulkan perasaan kurang nyaman. Keberhasilan pada penelitian Lee mencapai 91,9 persen dari seluruh usaha dilatasi. Oleh karena itu 12 pasif dilatasi disarankan pada pasien sebagai terapi awal pembuatan vagina baru. Apabila metode dilatasi ini tidak berhasil yang seringkali oleh karena ketidaksabaran penderita, merupakan indikasi untuk melakukan vaginoplasty.14 Gambar 4.3. Menunjukkan dilator acrylic yang dipakai pada metode non bedah14 Gambar 4.4. Menunjukkan kursi tempat duduk sepeda (A) dan kursi kantor (B)14 13 4.2. Rekonstruksi Vagina DenganMetodeOperatif Sampai saat ini, belum ada kesepakatan tehnik operasi apa yang paling baik untuk membuat neo-vagina pada penderita agenesis vagina. Secara umumtujuan pengobatan penderita dengan agenesis vagina dengan pembedahan adalah untuk tercapainya saluran vagina dengan panjang dan diameter yang sesuai, dengan normal sekresi dan lubrikasi sehingga tercapai hubungan sexual yang nyaman .14,15 4.2.1. Rekonstruksi Vagina Menggunakan Graft. Salah satu tehnik rekonstruksi vagina yang cukup dikenal adalah tehnik operasi McIndoe. Dia menggunakan selaput amnion dari donor sebagai graft. Selaput amnion yang akan digunakan sebagai graft dipisahkan dari plasenta segera setelah plasenta lahir . Darah ibu dan pencemar lain dibuang dengan mencucinya pada larutan saline steril sampai bersih . Selaput amnion kemudian disimpan pada suhu 4 ̊ C dalam cairan yang mengandung 80 mg gentamisin per 100 ml larutan saline steril selama 48 jam sampai 72 jam sebelum digunakan untuk operasi. Selaput amnion dipasang pada cetakan vagina dari karet sedemikian rupa sehingga permukaan mesenkim amnion dapat kontak langsung dengan jaringan penderita.15 Penderita dalam narkose umum dan dalam posisi litotomi. Insisi oblik dibuat pada ruang rektovesikel secara hati-hati jangan sampai melukai vesika urinaria dan rektum. Liang vagina dibuat dengan diseksi secara tumpul sedalam 14 sampai 16 cm dan diameter 3 – 4 cm. Setelah dilakukan hemostasis, cetakan vagina yang terbungkus dengan lapisan amnion dimasukkan. Dua sampai tiga jahitan dengan silk pada labia mayora untuk menjaga agar cetakan pada posisinya.Setelah 10 sampai 14 hari jahitan dibuka dan cetakan vagina dikeluarkan. Selanjutnya pasien diberitahu cara menggunakan dilator vagina yang dilapisi kondom dan dianjurkan untuk memasukkan dua sampai tiga kali sehari selama 10 menit. Jika memungkinkan setelah tiga minggu, penderita dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual, atau melanjutkan menggunakan dilator 14 sampai pasien menikah. Setelah 60 hari post operasi dilakukan pemeriksaan sampel pada selaput amnion dan didapatkan terjadi perubahan epitel amnion menjadi epitel skuamosa matang yang menunjukkan epitelisasi yang lengkap.15 Berikuttahapanpembentukan vagina dengan amnion kraft : 1.Persiapan gaas/kain kasa steril 2. Persiapan selaput amnion 3. Gaas steril diselimuti selaput amnion 4.Gaas steril yang sudah diselimuti selaput amnion diikat dengan benang 5,6,7 Membuat lubang vagina baru 8. Memasukkan gaas steril kedalam lubang vagina baru 9.Dilakukan penjahitan 10. Setelah 14 hari jahitan dibuka, gaas steril dikeluarkan 11. Dilakukan dilatasi 12.Terbentuknya vagina baru Gambar 4.5.Pembentukan vagina dengan amnion graft15 15 Chakrabarty dan kawan kawan melaporkan 18 pasien dengan sindrom MRKH yang dilakukan operasi dengan metode Sheares dimana ruang antara dua labia dilakukan dilatasi dengan dilator hegar sepanjang duktus mulleri. Kemudian dua saluran dibuat dengan bagian sentral septum dieksisi untuk membentuk lubang vagina. Sebuah kasa yang dilapisi dengan selaput amnion dimasukkan kedalam lubang vagina. Semua kasus diikuti selama kurang lebih enam bulan dan menunjukkan hasil yang memuaskan, baik ukuran panjang maupun lebar vagina. Pasien tetap disarankan menggunakan dilator secara teratur.16 Coskun dan kawan kawan melakukan operasi pembedahan untuk pembentukan vagina baru dengan metode McIndoe, melaporkan pengalamannya dalam penggunaan silikon berbentuk akrilik untuk stent vagina pada dua kasus agenesis vagina oleh karena kelainan duktus mulleri. Hasilnya, penggunaan silikon berbentuk akrilik untuk stent vagina pada pasien post operasi pembuatan vagina baru dapat mencegah kemungkinan terjadinya konstriksi.17 Gambar 4.6. Vaginal stent yang terbuat dari silikon yang digunakan pada vaginoplasty dengan metode Mc Indoe17 16 Gambar 4.7. Penggunaan selang infus set untuk memfiksasi silikon sten vagina keperineal dan hasil operasi setelah satu tahun.17 Gambar 4.8. Vagina baru setelah operasi 3 bulan dengan menggunakan metode Mc Indoe dan setelah penggunaan silikon berbentuk akrilik.17 El Saman dan kawan kawan menunjukkan data perioperatif morbiditas, anatomi dan fungsi karakteristik yang berhubungan dengan fungsi rekonstruksi vagina menggunakan selaput amnion manusia pada tujuh pasien Rokitansky 4 bulan setelah vaginoplastydalam bentuk tabel sebagai berikut :1 17 Tabel 4.1.Data perioperatif morbiditas, anatomi, fungsi karakteristik yang berhubungan dengan fungsi rekonstruksi vagina menggunakan selaput amnion manusia pada tujuh pasien Rokitansky setidaknya 4 bulan setelah vaginoplasty.1 Tabel 4.2.Penelitian dan laporan kasus lain yang berkaitan dengan penanganan sindrom MRKH dengan selaput amnion manusia.1 18 Lin dan kawan kawan melakukan pembuatan vagina baru terhadap delapan wanita Taiwan dengan sindrom MRKH dengan menggunakan mukosa bukal yang kurang umum digunakan sebagai graft dalam pembentukan vagina. Tujuannya adalah membuat vagina baru yang secara fungsional dan kosmetik berfungsi baik dengan tehnik operasi sederhana. Penderita diintubasi dengan general anestesi. Mukosa bukal diambil dengan retraktor dengan ukuran 2.5 x 6 sampai 8 cm. Perdarahan diatasi dengan kasa dan elektrokauter. Dalam posisi litotomi dipasang kateter foley dan rektal tube untuk menghindari trauma pada saat operasi. Insisi dilakukan pada cekungan vagina diantara vesika urinaria dan rektum hingga masuk dua jari. Setelah perdarahan diatasi, stent ukuran 2 cm x 12 cm dibalut dengan mukosa bukal dan dimasukan kedalam lubang vagina yang baru. Dilakukan jahitan pada labia minora dan kulit perineal untuk menahan stent. Kateter dipertahankan selama satu minggu hingga stent dibuka, tujuannya untuk mencegah kontaminasi urin terhadap luka operasi. Antibiotik juga diberikan selama perawatan. Hasil operasi cukup memuaskan terhadap kedelapan pasien walaupun terdapat dua komplikasi saat operasi, satu pasien mengalami perdarahan pervaginam dan satu dengan trauma pada kandung kemih. Kedua komplikasi tersebut dapat diatasi dengan baik. Panjang vagina yang terbentuk rata-rata 8 cm dengan dua jari pemeriksa dapat masuk kedalam lubang vagina yang baru. Tidak terdapat eksudat, luka operasi kering. Setelah operasi, 3 hari pertama pasien dianjurakan diet cair, dan diet normal pada hari ke 6. Mobilisasi dilakukan pada hari ke 10. Luka operasi pada mukosa bukal sembuh dengan baik. Enam bulan pertama pasien disuruh kontrol setiap bulan, diperiksa mukosa mulut, kedalaman vagina dan epitel mukosa vagina. Pasien disarankan memakai dilatator vagina siang dan malam selama 3 bulan pertama sampai melakukan hubungan seks yang teratur. 18 4.2.2. Rekonstruksi Vagina dengan Kolon Sigmoid Penggunaan flap dengan usus untuk operasi agenesis vagina diperkenalkan 100 tahun yang lalu oleh Baldwin. Karena morbiditasnya tinggi penggunaan usus dalam sejarah tidak dipergunakan lagi sebagai terapi pilihan utama. Tetapi 19 keuntungan tehnik ini memberikan hasil anastomosis yang baik. Dengan peningkatan tehnik anastomosis colorektal, persiapan usus yang baik dan penggunaan antibiotik profilaksis sehingga sekarang ini penggunaan graft sigmoid menjadi terapi pilihan pertama. Persiapan mekanis usus (dengan polyethylene glycol dan enema rektal) dimulai 36 jam sebelum operasi. Antibiotik diberikan selama operasi dan dilanjutkan empat hari setelah operasi. Prosedur operasi dengan tehnik insisi pfannensteil. Setelah memeriksa organ genetalia interna, mobilitas dan panjang kolon, tanduk uterus yang rudimenter dan bagian atas septum fibromuskuler dibuang. Kemudian sebuah saluran dibuat antara vesika urinaria dan rektum dari kavum dauglas ke perineum. Perlukaan vesika urinaria dan rektum dicegah dengan memasukkan ruang vestibuler dengan dilator transparan yang bercahaya dari perineum. Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan kolon sigmoid secara Champeau. Setelah pengangkatan kolon sigmoid, 15-20 cm diatas rectosigmoid junction. Kemudian segmen kolon dibawa ke perineum melalui saluran antara vesika urinaria dan rektum. Dilakukan anastomosis colovestibular dengan benang polyglactine 3.0 secara terputus. Ujung neovagina dijahit pada fascia promontorium dengan benang polyester. Tindakan diakhiri dengan penutupan mesosigmoid dan rongga abdomen.Kateter Foley dipertahankan selama empat hari. Pada saat keluar dari rumah sakit pasien disarankan untuk mencuci vagina dengan air setiap hari selama delapan minggu dan setelah itu dilakukan setiap minggu.Kolon dan ileum dapat digunakan untuk pembuatan vagina baru, akan tetapi kolon sigmoid lebih baik dari yang lain karena memiliki kriteria sebagai berikut :19 1. Dapat menghasilkan lubrikasi sendiri 2. Lebih sedikit produksi mukus dibandingkan menggunakan usus yang lebih kecil 3. Dapat tumbuh sesuai dengan pertumbuhan anak bila neovagina dikerjakan sebelum pubertas 4. Resiko kecil untuk terjadi stenosis 5. Mendekati perineum 20 6. Mempunyai vaskuler pedikel 7. Tidak memerlukancetakan Tidak satupun dari pasien mengeluh iritasi lokal, kekeringan atau nyeri saat melakukan hubungan sex. Pengeluaran mukus yang banyak dilaporkan pada bulan-bulan pertama dan berkurang setelah 3-4 bulan. Prolaps mukosa merupakan salah satu komplikasi post operatif yang dapat ditangani pada kasus-kasus yang sukses diterapi dengan eksisi. Fiksasi neovagina dengan sigmoid kepromontorium , sakrum dan atau dinding pelvis dapat mengurangi komplikasi prolaps mukosa ini.19 Profil psikoseksual pada pasien, menurut penelitian Rawat dan kawan kawan melalui intervew menyampaikan semua pasien dapat menerima penampilan vaginanya. Dari 8 pasien yang diteliti, 7 pasien di follow up secara reguler, dua sudah aktif secara seksual. Tidak ada satupun yang menderita komplikasi.19 Vaginoplasty sigmoid merupakan prosedur yang aman untuk menangani pasien dengan agenesis vagina dengan hasil kosmetik yang baik dan derajat komplikasi yang dapat ditangani. Disarankan untuk vaginoplasty dengan kolon sigmoid karena merupakan terapi yang lebih baik dimana kolon sigmoid mempunyai lumen yang cukup besar, sekresi lubrikasi yang adekuat, tidak memerlukan dilatasi yang lama dan waktu penyembuhan yang cepat.16,18,19 Ji-xiang dan kawan kawan melaporkan keberhasilan melakukan laparaskopi vaginoplasti dengan menggunakan segmen ileum terhadap 86 kasus di Beijing Anzhen hospital. Semua operasi berlangsung sukses tanpa komplikasi intraoperatif. Hanya terdapat tiga komplikasi post operatif berupa satu kasus dengan perdarahan intraabdomen, satu kasus dengan meatal stenosisdan satu kasus dengan obstruksi usus halus. Rata rata waktu untuk melakukan follow up adalah 18 bulan. Tujuh puluh enam orang menyatakan nyaman dengan kehidupan seksual mereka, 5 orang mengalami vaginal stenosis, dan 3 orang tidak punya partner seksual. Mereka menyimpulkan laparaskopi vaginoplasti dengan 21 menggunakan segmen ileum sangat baik secara kosmetik, fungsional dan hasil anatomi.20 Karateke dan kawan kawan membandingkan pembuatan vagina dengan menggunakan graft dari usus halus dan kolon sigmoid. Dua pasien menggunakan graft berupa usus halus dan sembilan pasien menggunakan kolon sigmoid. Hasilnya terjadi nekrosis usus halus pada donor yang membutuhkan reseksi, stenosis ringan dijumpai pada dua wanita dengan menggunakan graft sigmiod. Dia menyarankan penggunaan kolon sigmoid sebagai graft dibandingkan dengan usus, karena mempunyai lumen yang besar, lebih tahan terhadap trauma, lubrikasi yang cukup, tidak membutuhkan dilatasi dengan waktu penyembuhan yang lebih cepat.21 Darai dan kawan kawan melakukan pembuatan vagina baru dengan laparoskopi sigmoid colpoplasty. Sejak September 1995 sampai dengan November 2002 sebanyak tujuh wanita dengan sindrom MRKH menjalani operasi pembuatan vagina. Hasilnya rata-rata waktu operasi yang dibutuhkan adalah 312 menit (220-450 menit). Komplikasi perioperatif berupa infeksi saluran kencing terhadap satu pasien, dan satu pasien dengan hematom vulva yang tidak memerlukan drainase. Rata rata waktu rawat adalah 7,7 hari (6-12 hari). Rata rata panjang vagina yang baru adalah 11,5 cm (7-15 cm) dan tidak terjadi penyempitan selama pemantauan dengan dua jari tangan dapat masuk kelubang vagina. Darai menyimpulkan pembuatan vagina baru dengan laparoskopi sigmoid kolpoplasty dapat dikerjakan oleh dokter yang sudah berpengalaman dibidang ginekologi dan gastrointestinal laparoskopi. Secara anatomi dan fungsi menunjukkan hasil operasi yang baik.22 Kannaiyan dan kawan kawan melaporkan keberhasilan penggunaan kolon untuk membuat vagina baru pada 11 pasien dengan vagina atau servikvagina agenesis yang mengeluh sangat kesakitan bila mau haid. Mereka menolak untuk dilakukan histerektomi dan meminta dilakukan operasi untuk mengatasi cryptomenore.23 22 4.2.3. Rekonstruksi Vagina dengan Metode Vecchietti Metode operasi Vecchietti diperkenalkan pertama kali oleh Giuseppe Vechieti tahun 1965. Metode ini diterima dengan baik oleh negara di Eropa untuk membuat neovagina. Tetapi metode ini kurang terkenal pada negara-negara yang berbahasa Inggris.1Instrumen Vecchieti terdiri dari alat traksi, pengait benang lurus dan lengkung dan bahan akrilik berbentuk olive (buah Zaitun) ukuran 2,2 x 1,9 cm. Operasi Vecchieti konvensional dilakukan melalui operasi transabdominal dengan insisi Pfannensteil. Peritoneum yang menutupi vesikorektal junction dibuka dan dipisahkan dengan antara vesika urinaria dengan rektum. Pengait benang lurus dimasukkan dari abdomen melalui vesikorektal yang dibuat, menembus pseudohimen pada perineum. Satu ujung benang polyglycolicacid nomor 2 dimasukkan pada mata pengait benang yang kemudian ditarik kedalam ruang peritoneum. Olive kemudian diikat pada ujung luar perineum. Benang paralel kedua dimasukan dengan cara yang sama. Sementara itu pengait benang lengkung yang dimasukkan lateral dari otot rektus pada posisi subperitoneal sepanjang dinding samping pelvis. Ujung benang dari perineum dimasukkan pada mata pengait lengkung begitu ujung pengait terlihat dibawah peritoneum yang diinsisi. Pengait benang kemudian dikeluarkan sambil menarik benang keluar dari permukaan kulit. Peritoneum pada vesicorektal junction dan insisi pada abdomen ditutup. Alat traksi diletakkan pada abdomen dan ujung benang dikait pada alat traksi. Metode operasi Vecchietti konvensional dengan pendekatan transabdominal, sekarang diganti dengan bantuan alat laparaskopi dengan masih menggunakan instrumen Vecchietti.24 23 Gambar4.9. Prosedur Laparascopi Veccietti24 Gambar 4.10. Traksi vecchietti yang ditempatkan diatas perut24 Metode Vecchietti terdiri dari dua fase yaitu intraoperatif dan postoperatif. Fase operatif melakukan pembedahan untuk menempatkan olive dan benang traksi. Fase postoperatif adalah fase invaginasi yang membuat neovagina dengan menggunakan tarikan konstan yang diteruskan melalui benang keolive yang ada diperineum. Kecepatan invaginasi rata-rata 1,0-1,5cm/hari, yang menghasilkan kedalaman neovagina 10-12 cm dalam 7-9 hari. Mobilisasi dini dianjurkan karena kontraksi otot rektus akan memberikan tambahan tenaga tarikan. Semua pasien diberikan alat penutup vagina sebelum dipulangkan dan diinstruksikan cara penggunaannya.24 24 Gambar 4.11. Instrumen Vecchietti terdiri dari alat traksi Vecchietti, pengait benang lurus dan melengkung, dilation olive24 Gambar 4.12. Ilustrasi penggunaan laparoskop pada metode Vecchieti24 25 Gambar 4.13. Posisi akhir metode Vecchietti. Dilation olive ditarik pada psudohimen dan kedua benang traksi telah ditempatkan pada alat traksi24 Giannesi dan kawan kawan melaporkan hasil operasi dengan laparaskopi Davydof terhadap 28 orang wanita dengan agenesis vagina yang berhubungan dengan agenesis uterus atau hipoplasia. Ada tiga tahap operasi, dua tahap laparaskopi dan satu tahap diperineal. Setelah operasi pasien diharuskan memakai mould atau dilator selama satu bulan. Hasil operasi disimpulkan dengan menanyakan kenyaman seks setelah operasi dengan menggunakan Female Seksual Function Index (FSFI). Pengukuran vagina dilakukan dan didapatkan 26 dari 28 pasien mempunyai ukuran > 6 cm dengan rata-rata panjang vagina 7.2±1.5 cm. Dari 28 pasien yang dioperasi 19 orang diantaranya menunjukkan hasil yang sangat baik dan memuaskan.25 Fedele dan kawan kawan menelitimukosa vagina yang baru terhadap 19 orang pasien yang telah dilakukan laparoskopi vecchieti. Biopsi dilakukan pada bulan ke 12 sampai 18 setelah operasi. Pemeriksaan dilakukan dengan cahaya, elektron skaning dan transmisi elektron mikroskop. Hasilnya didapatkan terdapat pengurangan vaskularisasi pada mukosa vagina yang telah dilakukan laparoskopi vecchieti dibandingkan dengan mukosa vagina yang normal.26 26 4.2.4. Rekonstruksi Vagina dengan Laparoscopic Balloon Vaginoplasty Darwish mengembangkan konsep pembuatan vagina dengan menggunakan balon kateter. Tujuan utamanya adalah memperkenalkan suatu pendekatan yang sederhana, cepat, efektif dan aman yang dapat dilakukan oleh dokter kandungan diseluruh dunia. Inovasi laparoskopi yang dilakukan oleh Darwish ada yang dengan pembedahan kantong rektovesikel ada juga yang tidak.Pembedahan dilakukan dengan general endotrakeal anestesi, dilakukan evaluasi standar laparoskopi. Pembedahan peritoneum mencakup kantong vesikorektal. Sebuah kain kasa dimasukkan kedalam rektum yang kemudian digerakan sesuai instruksi operator. Sebuah kateter metal dimasukan kedalam kandung kemih yang digerakan sesuai instruksi operator. Kemudian dilakukan pembedahan pada ruang vesikorektal. Sebuah trokar dimasukkan 5mm disebelah atas kiri suprapubis menembus peritoneum sampai mencapai ruang vesikorektal yang telah dilakukan pembedahan. Sebuah Foley kateter silikon 18F dimasukkan ekstraperitoneum sampai mencapai ruang vesikorektal. Balon kateter 3 dikembangkan dengan 6cm saline sambil diangkat keatas dan tarikan dilakukan sambil dipertahankan dengan dua buah klem talipusat. Untuk menghindari nyeri dan iskemia dibawah klem dapat diberikan penahan berupa pakaian yang telah dilubangi. Meskipun pembedahan diekstraperitoneal namun prosedur laparoskopi ini memerlukan pengalaman yang matang supaya pembedahan antara rektum dan kandung kemih bersifat aman.27 Gambar 4.14. Posisi lateral silikon kateter foley diekstraperitoneal 27 27 Sebuah silikon balon kateter dimasukkan oleh operator yang sudah berpengalaman melalui transperitoneal dan melalui dinding pelvis dimana balon diposisikan pada cekungan vagina. Secara perlahan tarikan dinaikkan 1-2 cm/hari melalui dinding perut selama satu minggu dan dipakai alas berupa tiga buah DVD. Seiring dengan tarikan, peningkatan kapasitas balon kateter 5 ml tiap hari juga dilakukan untuk mencapai luas vagina yang diinginkan. Hubungan seks disarankan satu minggu setelah pembedahan. Meskipun prosedur ini tampaknya mudah, namun pencapaian intraperitoneal dilakukan secara buta sehingga resiko usus melingkari loop ataupun terjadi iritasi peritoneum.27 Gambar 4.15. Sebuah inserter didesain untuk memasukkan kateter 27 Gambar 4.16. Posisi pasien rekonstruksi vagina dengan balon kateter post operatif 2 28 BAB V RINGKASAN Agenesis vagina merupakan suatu bentuk kelainan kongenital dimana tidak terbentuknya vagina dengan perkembangan seks sekunder yang normal.Paling sering ditemukan pada sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser ( MRKH Syndrome). Penyebab secara pasti belum diketahui, diperkirakan berhubungan dengan kelainan yang bersifat genetik. Agenesis vagina perlu mendapat penanganan yang serius. Pada sari pustaka ini dipaparkan empat strategi yang diketahui secara baik untuk penanganan sindrom MRKH, yang pertama adalah metode non bedah dengan menggunakan dilator, bersifat minimal invasif namun memerlukan kerjasama, kesabaran dan motivasi kuat dari penderita, karena hasil yang baik baru tercapai setelah penggunaan dilator selama berbulan bulan. Pada setiap pasien dengan agenesis vagina dianjurkan memakai strategi yang pertama. Strategi kedua dengan pembedahan yaitu membuat ruang vagina baru pada cekungan vagina kemudian dilapisi dengan graft dan kemudian digunakan suatu bentuk cetakan untuk mempertahankan graft. Strategi ketiga adalah membuat vagina memakai jaringan vagina sendiri dengan melakukan traksi dari abdomen dan memasang akrilik yang berbentuk seperti buah zaitun pada cekungan vagina. Strategi keempat yang merupakan strategi terbaru adalah balloon vaginoplasty yaitu membuat vagina dengan traksi menggunakan balon kateter. 29 DAFTAR PUSTAKA 1. El Saman AM, Vellota JA, Bedaiwy MA. Surgical management of Mullerian duct anomalies in current women’s health reviews 2010;6(2):183-193 2. John AR, Lesley LB, Surgery for Anomalies of the Mullerian Ducts. In: Telinde’s Operative Gynecology,10th Edition Chapter 25.2008:1-128 3. Elizabeth MM, Elisabeth HQ. Assessment of sexual functioning, mental health, and life goals in women with vaginal agenesis. Arch Sex Behav 2006;35:607-618 4. Morcel K, Camborieux L. Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH) syndrome. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007;13:1-9 5. Junizaf, Erwinanto. Embriologi sistem urogenital wanita dalam buku ajar uroginekologi Indonesia. 6. Fetal Growth and Development. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.Williams Obstetric 23rd edition 2010; chapter 4 7. Reproductive Tract Abnormalities. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams Obstetric 23rd edition 2010; chapter 40 8. Oppelt P, Renner SP, Kellermann A, Brucker S, Hauser GA, Ludwid KS,Strissel L, Strick R, Wallwiener D, Beckham MW. Clinical aspects of Mayer Rokitansky Kuester Hauser syndrome : recomendation for clinical diagnosis dan staging. Human Reproduction 2006;21(3):792-797 9. Mungadi IA, Ahmad Y, Yunusa GH, Agwu NP, Ismail S. Mayer Rokitansky Kuster Hauser Syndrome : Surgical management of two cases. Journal of Surgical technique and case report 2010;2:39-43 10. El-Sayed HM, El-lamie IK, Ibrahim AM, El-Lamie KI. Vaginal recontruction with sigmoid colon in vaginal agenesis. Int Urogynecol J 2007;18:1043-1047 30 11. Fedele L, Bianchi S, Berlanda N, Fontana E, Raffaelli R, Bulfoni A, Braidotti P. Neovaginal mucosa after Vechhhietti’s laparoscopic operation for Rokitansky syndrome : Structural and ultrastructural study. American Journal of Obstetric and Gynecologic 2006;195:56-71 12. Deans R, Berra M, Creighton SM. Management of vaginal hypoplasia in disorders of sexual development: surgical and non surgical options. Sexual Development Journal 2010;4:292-299 13. Boersma JG, Schmidt UH, Edmonds DK. A randomized controlled trial of a cognitive-behavioral group intervention versus waiting-list control for women with uterovaginal agenesis (Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser syndrome: MRKH). Human Reproduction 2007;22(8):2296-2301 14. Lee MH. Non surgical treatment of vaginal agenesis using a simplified version of Ingram’s method. Yonsei Medical Journal 2006;47(6):892-895 15. Fotopoulou C, Sehouli J, Gehrmann N, Schoenborn I, Lichtenegger W. Functional and anatomic results of amnion vaginoplasty in young women with Mayer Rokitansky Kuster Hauser syndrome. Fertility and Sterility 2010;94(1):317-323 16. Chakrabarty S, Mukhopadhyay P, Mukherjee G. Sheares’ Method of Vaginoplasty –Our Experience. Journal of Cutaneous and Aesthetic Surgery 2011;4:118-121 17. Coskun A, Coban YK, Vardar MA, Dalay AC. The use of silicone-coated acrylic vaginal stent in McIndoe vaginoplasty and review of the literature concerning silicone-based vaginal stents: a case report. BMC Surgery 2007;7(13):1-4 18. Lin WC, Chang C, Shen Y, Tsai H. Use of autologous buccal mucosa for vaginoplasty : a study of eight cases. Human Reproduction 2003;18(3):604-607 19. Rawat J, Ahmed I, Pandey A, Khan TR, Singh S, Wakhlu A, Kureel SN. Vaginal agenesis : Experience with sigmoid colon neovaginoplasty. J Indian Assoc Pediatr Surg 2010;15:19-22 31 20. Ji-Xiang W, Bin L, Tao L, Wen-zhi L, Young-Guang J, Jie-xiong L, Chung-sheng W, Hai-ou H, Chen-xi Z. Eighty cases of laparoscopic vaginoplasty using an ileal segment. Chin Med Journal 2009;122(16):1862-1866 21. Karateke A, Gurbuz A, Haliloglu B, Kabaca C, Koksal N. Intestinal vaginoplasty : is it optimal treatment of vaginal agenesis? A pilot study 2005;17:40-45 22. Darai E, Toullalan O, Besse O, Potiron L, Delga P. Anatomic and functional results of laparascopic-perineal neovagina construction by sigmoid colpoplasty in women with Rokitansky’s syndrome. Human Reproduction 2003;18(11):2454-2459 23. Kanniyan L, Chacko J, George A, Sen S. Colon replacement of vaginal to restore menstrual function in 11 adolescent girls with vaginal cervicovaginal agenesis. Pediatr Surg Int 2009;25:675-681 24. Imparato E, Alfei A, Aspesi G, Meus AL, Spinillo A. Long-term results of sigmoid vaginoplasty in consecutive series of 62 patients. Int Urogynecol J 2007;18:1465-1469 25. Giannesi A, Marchiole P, Benchaib M, Measson MC, Mathevet P, Dargent D. Sexuality after laparascopic Davydov in patients affected by congenital complete vaginal agenesis associated with uterine agenesis or hypoplasia. Human Reproduction 2005;20(10):2954-2957 26. Ismail I, Cutner A, Creighton S. Laparoscopic vaginoplasty: alternative techniques in vaginal reconstruction. British Journal Obstetric 2006;340343 27. Darwish AM. Balloon Vaginoplasty : A Revolutionary Approach for Treating Vaginal Aplasia 2010;5(1):295-314 32